• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENGKAJIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI PENGKAJIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

METODOLOGI PENGKAJIAN

TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA

DAN PERKEBUNAN

oleh

Tim Bimbingan Teknis BPTP/LPTP

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN JAKARTA,

(2)

Kata pengantar

Pada masa pembangunan sekarang ini baik dibidang teknis, sosial ekonomi dan

budaya makin terasa sekali betapa diperlukan suatu aktivitas penelitian yang merupakan

langkah yang mendahului pelaksanaannya.

Dengan penelitian itu dapat diperoleh data yang mutakhir (up to date) dan dapat

dipertanggungjawabkan, dan seterusnya setelah diolah dan dianalisis, maka hasilnya

dapat dijadikan bahan penyusunan program kerja pelaksanaan pembangunan. Atas dasar

hasil penelitian itu, maka program pembangunan dapat diterapkan secara tepat dan

obyektif, sehingga kemungkinan terjadinya kegagalan dan kemacetan memecahkan

masalah atau memberikan jawaban atas berbagai persoalan dengan metode secara ilmiah

dapat dipertanggungjawabkan.

Guna memperlancar pelaksanaan penelitian dan pengkajian serta meningkatkan

efisiensi kerja, maka disusunlah modul “Metodologi Penelitian dan Pengkajian

Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan” sebagai pegangan bagi

peneliti/penyuluh khususnya di tingkat Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi

Pertanian, Loka Pengkajian Teknologi Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian.

Modul ini disusun teori penelitian baik teknis, maupun sosial dari berbagai

sumber, yang diperpadukan dengan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam

praktek pelaksanaan penelitian. Namun demikian, modul ini dirasa masih jauh dari

sempurna, sehingga masih terdapat kekurangan-kekurangan.

Dalam kesempatan ini, saya sampaikan terima kasih dan penghargaan

sebesar-besarnya kepada Tim Penyusun yang telah dengan sungguh-sungguh mencurahkan

segenap tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan modul ini.

Semoga modul ini bermanfaat bagi para pembacanya.

Jakarta: September, 1999

Tim Asistensi

Koordinator,

Dr.

Made

Oka

Anyana

(3)

Daftar isi

Kata pengantar...i

Daftar isi ... ii

Daftar tabel ...vii

Daftar gambar ... viii

1. Pendahuluan ...2

2. Ciri penelitian dan pengkajian ...4

2.1 Penelitian komoditas spesifik lokasi ...4

2.2 Penelitian adaptif ...5

2.3 Penelitian sistem usahatani ...6

2.4 Pengkajian sistem usaha pertanian...7

3. Pelaksanaan penelitian dan pengkajian...10

3.1 Pengorganisasian ...10

3.2 Pemilihan lokasi ...10

3.3 Pemilihan petani ...11

3.4 Teknik plotting percobaan ...11

3.4.1. Rancangan percobaan ...11

3.4.2. Penetapan ukuran petak percobaan ...12

3.4.3. Pemilihan letak percobaan ...13

3.4.4. Jumlah perlakuan dan ulangan...13

3.4.5. Penempatan blok/ulangan ...13

3.4.6. Penempatan petak-petak percobaan ...14

3.4.7. Pengacakan/randomization ...14

3.4.8. Pengamatan dan data yang dikumpulkan...14

3.4.9. Sampling dan ubinan ...15

3.4.10. Lain-lain...16

4. Komponen teknologi budidaya tanaman pangan sebagai perlakuan ...17

4.1 Padi ...18

4.1.1. Perlakuan pola tanam...18

4.1.2. Perlakuan penyiapan lahan ...18

4.1.3. Perlakuan waktu tanam...18

4.1.4. Perlakuan cara tanam ...19

4.1.5. Perlakuan varietas ...19

4.1.6. Perlakuan persemaian untuk bibit sehat...19

4.1.7. Perlakuan pengelolaan air dan drainase ...22

4.1.8. Perlakuan pengendalian hama terpadu (PHT) tikus...22

4.1.9. Perlakuan PHT penggerek batang...22

4.1.10. Perlakuan PHT wereng coklat ...23

4.1.11. Perlakuan pengendalian pathogen penyakit tanaman (PPPT) penyakit tungro – wereng hijau 23 4.1.12. Perlakuan pengendalian gulma terpadu ...23

4.2 Jagung...24 4.2.1. Varietas unggul ...24 4.2.2. Penyiapan lahan ...25 4.2.3. Pengelolaan air...26 4.2.4. Populasi tanaman ...27 4.2.5. Pemupukan ...28

4.2.6. Pengendalian hama, penyakit dan gulma ...28

4.2.7. Pengadaan benih bermutu ...30

4.3 Kedelai...30

4.3.1. Perlakuan penyiapan lahan ...30

(4)

4.3.4. Jarak tanam ...32

4.3.5. Perlakuan pemupukan, kapur dan rizobium...32

4.3.6. Perlakuan pengendalian hama ...33

4.3.7. Perlakuan pengendalian penyakit ...33

4.3.8. Perlakuan penyiangan ...33

4.3.9. Perlakuan drainase dan irigasi ...34

4.4 Tanaman umbi-umbian ...34

4.5 Tanaman ubijalar ...34

4.5.1. Perlakuan penyiapan lahan ...34

4.5.2. Perlakuan varietas ubijalar...35

4.5.3. Penyiapan bibit ...36 4.5.4. Cara pembibitan...36 4.5.5. Penyimpanan bibit ...36 4.5.6. Waktu tanam...36 4.5.7. Cara tanam ...37 4.5.8. Pemupukan ...37 4.5.9. Pemeliharaan tanaman ...37 4.5.10. Pengendalian hama ...38

4.5.11. Pengendalian penyakit ubijalar ...38

4.6 Tanaman ubikayu...38 4.6.1. Penyiapan lahan ...38 4.6.2. Pemilihan varietas...39 4.6.3. Bibit ...39 4.6.4. Cara tanam ...39 4.6.5. Pemupukan ...39 4.6.6. Pengendalian gulma...40

5. Komponen teknologi budidaya hortikultura sebagai perlakuan...40

5.1 Sayuran ...40

5.2 Bawang merah ...40

5.2.1. Plot percobaan eksploratif ...40

5.2.2. Bentuk plot ...41

5.2.3. Pengamatan, antara lain ...43

5.2.4. Rakitan teknologi...43

5.3 Cabai...45

5.3.1. Plot percobaan eksploratif di dataran rendah. ...45

5.3.2. Bentuk plot dan posisi tanaman ...46

5.3.3. Pengamatan...46 5.3.4. Rakitan teknologi...68 5.3.5. Pengolahan tanah ...68 5.3.6. Tanam ...68 5.3.7. Pemupukan ...68 5.3.8. Pengairan ...69 5.3.9. Pengendalian gulma...69

5.3.10. Pengendalian hama dan penyakit...69

5.3.11. Panen dan penanganan pascapanen ...69

5.4 Kentang...71

5.4.1. Plot percobaan eksploratif di dataran tinggi/medium. ...71

5.4.2. Bentuk plot dan posisi tanaman ...71

5.4.3. Rakitan Teknologi ...74

5.4.4. Pengolahan tanah ...74

5.4.5. Pemupukan ...74

5.4.6. Tanam ...75

(5)

5.4.9. Pengairan ...75

5.4.10. Pengendalian hama penyakit ...75

5.4.11. Panen dan pascapanen ...76

5.5 Buah-buahan ...77

5.5.1. Bahan dan metode...78

5.5.2. Pengamatan...78 5.6 Mangga ...79 5.6.1. Permasalahan ...79 5.6.2. Deskripsi varietas...79 5.6.3. Rakitan teknologi...80 5.6.4. Pembibitan ...80 5.6.5. Pengolahan tanah ...81 5.6.6. Tanam ...81 5.6.7. Penggunaan mulsa ...81 5.6.8. Pemupukan ...81 5.6.9. Pengairan ...82 5.6.10. Pemangkasan ...82

5.6.11. Zat pengatur tumbuh (ZPT) ...82

5.6.12. Pengendalian hama dan penyakit...82

5.6.13. Panen dan penanganan pascapanen ...82

5.6.14. Analisis usahatani ...83

5.7 Pisang ...84

5.7.1. Deskripsi varietas...84

5.7.2. Rakitan teknologi...86

5.8 Tanaman hias ...89

5.9 Mawar (Rosa hybrida. L)...89

5.9.1. Rakitan teknologi...92 5.9.2. Pembibitan ...92 5.9.3. Pengolahan tanah ...92 5.9.4. Tanam ...92 5.9.5. Pemupukan ...93 5.9.6. Pengairan ...93 5.9.7. Penyiangan...93 5.9.8. Pemangkasan ...93

5.9.9. Pengendalian hama dan penyakit...93

5.9.10. Panen dan penanganan pascapanen ...93

5.10 Krisan (Dendranthema grandiflora Tzvelev) ...95

5.10.1. Petak Percobaan Eksploratif ...95

5.10.2. Rakitan teknologi...97 5.10.3. Pembibitan ...97 5.10.4. Pengolahan tanah ...98 5.10.5. Tanam ...98 5.10.6. Pemupukan ...98 5.10.7. Pengairan ...98 5.10.8. Penyiangan...98

5.10.9. Pengendalian hama dan penyakit...99

5.10.10. Panen dan penanganan pascapanen...99

6. Komponen teknologi budidaya tanaman perkebunan sebagai perlakuan ...100

6.1 Jambu mente ...100 6.1.1. Teknologi budidaya ...101 6.1.2. Perbanyakan tanaman ...101 6.1.3. Penanaman di lapang ...102 6.1.4. Penyiangan...102 6.1.5. Pemupukan ...102

(6)

6.1.6. Pemangkasan ...102

6.1.7. Pengendalian hama dan penyakit...103

6.1.8. Diversifikasi...103

6.1.9. Skala Usaha ...103

6.1.10. Perhitungan untuk penelitian dengan tanaman sela ...104

6.1.11. Tanaman sela ...104

6.1.12. Tanaman pokok ...104

6.2 Lada ...104

6.2.1. Pola tanam lada perdu...105

6.2.2. Produksi per hektar ditetapkan sebagai berikut ...105

6.2.3. Bahan tanaman...106

6.2.4. Pembibitan ...106

6.2.5. Penanaman...106

6.2.6. Pemeliharaan ...107

6.2.7. Lada perdu ...107

6.2.8. Pendederan dan pembibitan ...108

6.2.9. Penanaman dan pemeliharaan...108

6.3 Jahe ...109

6.3.1. Analisa data hasil percobaan meliputi ...110

6.3.2. Penentuan upah (tanpa makan) ...110

6.3.3. Analisis dominan ...110

6.3.4. Teknologi budidaya jahe gajah ...111

6.3.5. Lingkungan tumbuh yang sesuai (Anonim., 1992)...111

6.3.6. Bahan Tanaman ...111 6.3.7. Pembibitan ...112 6.3.8. Pengolahan tanah ...112 6.3.9. Penanaman...112 6.3.10. Pemupukan ...113 6.3.11. Pemeliharaan ...113

6.3.12. Pemberantasan hama dan penyakit ...113

6.3.13. Panen ...114

6.3.14. Pengolahan dan penganekaragaman hasil...114

6.4 Kakao...119

6.4.1. Hama dan penyakit ...119

6.4.2. Tanah dan iklim ...121

6.4.3. Teknologi budidaya ...122 6.4.4. Bahan tanaman...122 6.4.5. Pembibitan ...122 6.4.6. Penanaman naungan ...123 6.4.7. Penanaman...123 6.4.8. Pemupukan ...124 6.4.9. Pemangkasan ...124

6.4.10. Pemberantasan hama dan penyakit ...125

6.4.11. Teknik rehabilitasi ...125

6.4.12. Persyaratan yang diperlukan untuk Penyambungan Samping ...125

6.4.13. Teknik sambung samping ...126

6.4.14. Diversifikasi usahatani...126

7. Analisis Statistika dan Matematika ...127

7.1 Data yang menyimpang (“Outlier”) ...127

7.2 Pengolahan data secara statistik dan matematik ...127

7.2.1. Contoh analisis statistik pengkajian teknologi pada SUP ...128

7.2.2. Contoh analisis statistik penelitian adaptif...130

(7)

8.1 Analisis parsial ...134

9. Penulisan Laporan Penelitian ...136

9.1 Pembuatan tabel, grafik dan interpretasi...136

9.2 Penulisan...136

(8)

Daftar tabel

Hal Tabel 1 Susunan pelaksana percobaan berdasarkan macam dan tingkatan penelitian 13 Tabel 2 Ukuran petak percobaan tanaman pangan berdasarkan tingkat penelitian 17 Tabel 3 Jumlah dan perlakuan optimal dan ulangan minimal untuk tiap macam dan tingkatan

penelitian 18

Tabel 4 Takaran pupuk N berdasarkan fase tumbuh tanaman dan sistem tanam29

Tabel 5 Varietas unggul jagung bersari bebas yang dapat diuji 34

Tabel 6 Varietas jagung hibrida yang dapat diuji 35

Tabel 7 Daftar pilihan varietas kedelai yang dapat diuji secara spesifik lokasi 45

Tabel 8 Paket teknologi anjuran untuk produksi kedelai di Indonesia 48

Tabel 9 Varietas-varietas unggul ubi jalar yang dapat diuji spesifik lokasi 50 Tabel 10 Varietas-varietas unggul ubikayu untuk penelitian spesifik lokasi dan konsumen 56

Tabel 11 Pengamatan cabai 66

Tabel 12 Pengamatan cabai 67

Tabel 13 Analisis biaya dan pendapatan usahatani kentang (per ha per musim) 79 Tabel 14 Analisis ekonomi usahatani pola tanam satu tahun di dataran medium 80

Tabel 15 Analisis usahatani kentang kentang dataran medium 300 dpl 80

Tabel 16 Analisis usahatani mangga secara monokultur (0,3 ha = 40 pohon) 90

Tabel 17 Dosis dan macam pupuk untuk tanaman jambu mente (g/tan/th) 117

Tabel 18 Pemupukan, dan jenis pupuk dan interval pemberian 123

Tabel 19 Standar mutu simplisa 132

Tabel 20 Standar mutu minyak atsiri jahe 135

Tabel 21 Karakteristik, syarat dan metode pengujian jahe segar 136

Tabel 22 Karakteristik, syarat khusus dan cara pengujian jahe segar 137

Tabel 23 Contoh susunan perlakuan pada penelitian adaptif yangmengikuti percobaan faktorial mini

dibandingkan dengan percobaan faktorial lengkap 149

(9)

Daftar gambar

Hal Gambar 1 Bentuk dan arah dari blok pada lahan yang seragam (kiri) dan bila tidak seragam (kanan) 19

Gambar 2 Arah pengambilan contoh tanah komposit di lapang 22

Gambar 3 Pengaturan air irigasi masuk dan ke luar petak percobaan 23

Gambar 4 Rancang bangun drainase dangkal di lahan pasang surut tipe luapan B dan B/C 38

Gambar 5 Diagram alir pembuatan Oleoresin 134

(10)
(11)

METODOLOGI PENELITIAN DAN PENGKAJIAN

TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN

1. Pendahuluan

Kebutuhan produksi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan terus meningkat baik jumlah maupun mutu sesuai dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya usaha di bidang pertanian yang berorientasi keuntungan. Untuk itu diperlukan teknologi-teknologi baru di setiap bagian dari kegiatan pertanian yaitu sejak perbenihan, pra-panen dan pasca panen dari komoditi tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Teknologi-teknologi yang diperlukan tersebut umumnya berasal dari hasil percobaan skala laboratorium, rumah kaca dan kebun percobaan yang masih memerlukan pengujian tahap lanjutan. Metode percobaan untuk skala di atas (penelitian hulu) telah lama diketahui dan dibakukan, sedangkan untuk skala yang lebih luas dan merupakan uji lanjutan (percobaan hilir) masih memerlukan pembakuan.

Percobaan lanjutan perlu dilaksanakan secara partisipatif untuk memudahkan adopsi teknologi oleh petani. Dalam pendekatan partisipatif, petani telah sejak awal ikut serta dalam merencanakan pengujian calon-calon teknologi yang sesuai keinginannya, sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya, ikut serta dalam merancang dan melaksanakan percobaan dan akhirnya menilai dan memilih teknologi baru sebagai hasil dari pengkajian. Termasuk ke dalam percobaan lanjutan adalah a) penelitian komoditas spesifik lokasi; b) penelitian adaptif; c) penelitian sistem usahatani; dan d) pengkajian. Pengkajian merupakan salah satu tingkatan penelitian hilir, skala luas, menirukan kegiatan pertanian sesungguhnya, dilaksanakan secara partisipatif yaitu menyertakan petani/kelompok tani, penyuluh dan institusi lain yang terlibat pada berbagai bagian dari kegiatan pertanian. Keuntungan cara ini adalah menghasilkan teknologi baru yang efektif diadopsi petani, karena telah diketahui keuntungannya secara menyeluruh. Namun kekurangannya adalah sebagai berikut: (1) besarnya biaya yang diperlukan; (2) perlunya koordinasi yang sangat baik karena melibatkan banyak pihak sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil, serta (3) waktu yang lebih lama dalam melepas teknologi baru dihitung dari sejak diperolehnya. Dalam melaksanakan keempat macam percobaan di atas diperlukan metode pengujian dan pengkajian baku agar hasil yang diperoleh telah benar-benar teruji mengikuti kaidah-kaidah statistik (valid), layak secara agronomi, ekonomi dan sosial. Metodologi pengujian dan pengkajian diupayakan sama untuk berbagai komoditi pertanian, baik untuk tanaman pangan, hortikultura, tanaman rempah dan obat, maupun tanaman industri. Namun demikian, terdapat perbedaan metodologi antar komoditi/ kelompok komoditi dengan maksud untuk mengungkap permasalahan penting yang spesifik dalam tiap komoditi. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melaksanakan pengujian dan pengkajian adalah sebagai berikut: (1) sifat komoditi; (2) tingkatan percobaan (penelitian, pengujian atau pengkajian); (3) skala usahatani pada umumnya; (4) cara budidaya; dan (5) ciri produk/hasil. Dengan demikian dalam metodologi pengujian dan pengkajian akan diuraikan pula cara budidaya umum dari masing-masing komoditi, budidaya pra-panen dan pasca-panen, komponen budidaya yang berpeluang dapat diperbaiki, faktor-faktor penting yang perlu diamati.

Tujuan akhir dari pembuatan Metodologi Pengkajian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan adalah untuk mendapatkan hasil pengujian yang syah, optimal, konsisten dan transferable dengan cara sebagai berikut: (1) Memberikan metode baku pengujian dan pengkajian komoditi; (2) Memberikan pengertian dan pengetahuan mengenai cara budidaya, tehnik pelaksanaan pengujian dan pengkajian; (3) Membantu mengidentifikasi peubah-peubah

(12)

penting yang perlu diamati/diukur; (4) Membantu menganalisis statistik, ekonomi dan sosial; (5) Membantu dalam menterjemahkan hasil pengujian dan (6) Memberikan cara pembuatan laporan standar.

(13)

2. Ciri penelitian dan pengkajian

Kegiatan penelitian dan pengembangan diarahkan untuk menghasilkan teknologi pertanian guna memecahkan masalah-masalah yang dihadapi petani terutama dalam meningkatkan produktivitas usahataninya. Dalam perakitan teknologi, serangkaian kegiatan penelitian dan pengkajian dilaksanakan yang meliputi penelitian komoditas spesifik lokasi, penelitian adaptif untuk mendapatkan teknologi spesifik lokasi, penelitian sistem usahatani dan pengkajian sistem usaha pertanian. Masing-masing jenis penelitian/pengkajian tersebut memiliki ciri-ciri khusus yang perlu dipahami agar kegiatan penelitian/pengkajian tersebut dapat terlaksana sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah, efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

2.1

Penelitian komoditas spesifik lokasi

Hampir setiap daerah atau negara dimana bidang pertanian merupakan kegiatan ekonomi yang penting memiliki komoditas andalan. Komoditas andalan merupakan komoditas pertanian yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik sesuai dengan kondisi agroekosistem (terutama tanah dan iklim) suatu wilayah, sehingga produktivitas dan mutunya sangat tinggi dan spesifik. Pengusahaan komoditas andalan tersebut akan menghasilkan pendapatan petani yang besar, pelestarian plasma nutfah dan merupakan kebanggaan daerah.

Penelitian dan pengkajian komoditas spesifik lokasi dapat dimulai dari penelitian yang bersifat hulu (upstream/strategic research) yang dilaksanakan Balai Penelitian komoditas di laboratorium, rumah kaca maupun kebun percobaan hingga multi lokasi di lahan-lahan petani. Komponen teknologi generik yang dihasilkan diuji adaptasinya di lahan petani (downstream/applied research) oleh Balai Pengkajian.

Penelitian komoditas spesifik lokasi di lahan petani merupakan serangkaian kegiatan penelitian terapan dengan cakupan luas, dengan pendekatan terpadu berbagai disiplin ilmu, mulai dari pemilihan kultivar/klon komoditas yang sesuai, teknologi pembenihan atau pembibitan, teknologi produksi, pengendalian hama/penyakit, teknologi pasca-panen, pemasaran, kelembagaan dan aspek-aspek sosial ekonomi lainnya.

Penelitian komoditas spesifik lokasi bertujuan untuk meningkatan produktivitas dan mutu hasil komoditas andalan/unggulan daerah guna meningkatkan pendapatan daerah maupun pendapatan petani produsen. Keluaran yang dihasilkan berupa paket teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas dan mutu hasil komoditas andalan/unggulan. Di samping itu juga teridentifikasi kebijaksanaan dan sistem penunjang yang diperlukan untuk mendukung pengembangan komoditas tersebut sehingga mampu menjadi komoditas unggulan daerah, meningkatkan pendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani produsen maupun masyarakat pada umumnya.

Pelaksanaan penelitian komoditas andalan dilaksanakan secara sistematis mengikuti beberapa tahapan-tahapan sebagai berikut. Tahap pertama, analisis komoditas untuk mengetahui kesesuaian komoditas tersebut pada kondisi bio-fisik maupun sosial-ekonomi daerah/wilayah pengembangan. Pada tahap ini dapat diidentifikasi kendala maupun peluang pengembangan lebih lanjut komoditas tersebut, termasuk perbaikan komponen teknologi yang diperlukan. Juga diidentifikasi dukungan kelembagaan dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk pengembangan komoditas bersangkutan. Tahap kedua, penelitian/pengkajian perbaikan komponen teknologi

(14)

untuk meningkatkan produktivitas komoditas unggulan. Pengkajian ini bersifat adaptif dan spesifik lokasi yang secara rinci dibahas pada penelitian adaptif.

Pada analisis komoditas data yang dikumpulkan meliputi suplai dan permintaan komoditas pada berbagai tingkat (lokal, regional dan nasional). Data bio-fisik (tanah dan iklim serta peta AEZ) dan sosial-ekonomi (unggulan komparatif dan kompetitif serta kondisi sosial setempat) dianalisis untuk mendapatkan gambaran tentang potensi kendala dan peluang pengembangan komoditas, mengacu pada komponen teknologi generik yang telah dihasilkan oleh Balai Penelitian Komoditas atau Pusat Penelitian dan Pengembangan. Lebih lanjut diteliti dan dikaji keragaan agronomis dan produktivitas komoditas spesifik lokasi akibat penerapan teknologi. Sebagai perbandingan dikaji 2 atau 3 perlakuan yang disesuaikan dengan kondisi spesifik di mana komoditas andalan dikembangkan. Pada tahapan ini dilaksanakan pengamatan langsung terhadap peubah-peubah penting penentu produktivitas dan informasi lainnya yang berkaitan dengan prospek pengembangan komoditas unggulan daerah.

2.2

Penelitian adaptif

Pengertian penelitian adaptif adalah kegiatan untuk menguji kesesuaian atau daya adaptasi komponen-komponen teknologi generik yang sudah matang terhadap kondisi bio-fisik, sosial-ekonomi, dan lingkungan setempat. Penelitian dan pengujian ini dilaksanakan oleh peneliti di lahan petani, untuk mendapatkan teknologi spesifik lokasi, serta memahami tanggapan petani terhadap teknologi tersebut. Secara partisipatif teknologi diuji bersama antara peneliti, penyuluh dan petani; dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Masukan dari petani merupakan saran terbaik untuk menyusun anjuran atau merancang penelitian lebih lanjut.

Tujuan dan keluaran penelitian adaptif dilaksanakan untuk menguji kesesuaian dan adaptasi komponen-komponen teknologi generik yang memberi harapan besar terhadap kondisi bio-fisik (tanah, iklim, dan lingkungan lainnya) dan sosial-ekonomi (tujuan petani, kelembagaan, dan faktor-faktor lainnya) setempat. Tujuan lainnya adalah menemukan teknologi spesifik lokasi yang selanjutnya dapat dirakit menjadi komponen dari teknologi produksi dalam suatu sistem usahatani. Sebagai keluarannya adalah pemilihan anjuran komponen teknologi spesifik lokasi yang dapat dirakit dalam suatu sistem usahatani.

Penelitian adaptif dimulai dengan pemilihan lokasi dan karakterisasi aspek-aspek bio-fisik (tata guna lahan, tanah, iklim), sosial-ekonomi dan lingkungan lainnya. Komponen teknologi yang diuji dipilih berdasarkan prioritas masalah yang dihadapi petani serta usaha untuk memecahkannya. Keragaan teknologi diuji di lapangan bersama petani serta dievaluasi menurut kriteria petani, peneliti dan penyuluh. Dilaksanakan pula penyesuaian teknologi berdasarkan saran-saran petani.

Dalam uji adaptasi dibandingkan keragaan beberapa alternatif paket teknologi dengan teknologi petani secara agronomis dan sosial-ekonomi. Luas petakan percobaan untuk tanaman pangan minimum 1000 m2, melibatkan beberapa petani koperator sebagai ulangan.

Pada tahap akhir setelah dilakukan analisis disusun anjuran berdasarkan kesesuaiannya dengan kondisi agroekosistem di wilayah (domain) rekomendasi dan tanggapan petani.

Data yang dikumpulkan berdasarkan pengamatan langsung di lapangan meliputi keragaan agronomis/biologis dari teknologi yang dikembangkan. Kelayakan teknis dan finansial dikaji dan diukur menggunakan indikator ratio revenue/cost (R/C), benefit/cost (B/C), imbalan tenaga kerja, nilai titik impas produksi (TIP), nilai titik impas harga (TIH).

(15)

Tanggapan dan penerimaan petani atau masyarakat tani terhadap teknologi yang dikaji, dikategorikan sebagai sangat tanggap, tanggap sedang, agak tanggap dan tidak tanggap. Selanjutnya dapat dilakukan analisis keunggulan kompetitif terhadap komoditas yang dikembangkan pada tingkat usahatani, dibandingkan dengan komoditas pesaingnya dengan menggunakan perangkat analisis matriks keunggulan kompetitif.

2.3

Penelitian sistem usahatani

Pengertian penelitian sistem usahatani (SUT) adalah penelitian tahap lanjut untuk merakit paket teknologi usahatani spesifik lokasi sesuai dengan keunggulan sumber daya dan kondisi sosial-ekonomi setempat (farmer’s circumstances). Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani dan dikelola oleh petani yang dibimbing oleh peneliti dan penyuluh. Dengan demikian peranan petani mulai dari perencanaan, implementasi sampai pada evaluasi hasil penelitian menjadi sangat penting.

Mengingat bahwa petani biasanya mengusahakan berbagai komoditas pertanian dalam usahataninya, maka penelitian SUT ini dapat pula terdiri dari komponen tanaman dan ternak/ikan yang dirakit dengan suatu sistem usahatani terpadu. Dengan demikian dapat dimanfaatkan hubungan sinergistik yang ada antar komponen, mengurangi ketergantungan usahatani terhadap masukan eksternal, menekan resiko usahatani, dan memperluas sumber-sumber pendapatan petani.

Penelitian SUT menggunakan keluarga tani sebagai unit analisis. Untuk memenuhi kaidah ilmiah maka penelitian SUT dilaksanakan di beberapa lokasi dengan melibatkan beberapa petani koperator disamping petani non-koperator. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk memudahkan evaluasi dampak dari pengembangan teknologi SUT terhadap produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan keluarga tani.

Tujuan penelitian SUT adalah merakit teknologi usahatani spesifik lokasi yang memenuhi beberapa kriteria, secara teknis dapat dilaksanakan, secara finansial menguntungkan, secara sosial dapat diterima petani, dan ramah lingkungan. Sebagai tujuan kedua adalah menemukan teknologi produksi komoditas pertanian yang optimal sesuai dengan potensi sumber daya, lingkungan bio-fisik dan sosial-ekonomi keluarga petani (farm-household’s circumstances) guna meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Di samping itu juga dimaksudkan untuk menemukan model usahatani yang tidak terlalu tergantung pada penggunaan faktor-faktor produksi eksternal serta terlanjutkan (Low External Input Sustainable Farming System = LEIS-FS).

Penelitian SUT dilaksanakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi petani (problem solving), bersifat multidisiplin dan interdisiplin dengan memanfaatkan secara optimal hubungan sinergistik antar komponen dalam SUT guna menekan ke-tergantungan terhadap sarana produksi eksternal. Penelitian dilaksanakan di lahan petani, oleh petani dan melibatkan mereka secara langsung mulai dari tahap perencanaan hingga pelaksanaan, dengan demikian tercermin bahwa petani merupakan unsur pokok dalam sistem usahatani.

Pendekatan penelitian SUT adalah menyeluruh (holistic), partisipatif dan integratif, dan menganalisis rumah tangga tani sebagai suatu sistem. Berbagai alternatif paket teknologi yang akan diteliti merupakan rakitan dari komponen-komponen teknologi generik unggulan dari Balit Komoditas/Puslit atau dari Lembaga Penelitian lainnya.

(16)

Petani berperan penting dalam menilai dan memberikan umpan balik kepada peneliti terhadap hasil penelitian. Ini mencerminkan dinamika dalam pemecahan masalah, dimana alternatif perbaikan paket teknologi model usahatani dapat dimodifikasi, atau dirancang kembali.

Penelitian SUT dilaksanakan di lahan petani (on-farm research) yang secara relatif seragam, untuk memecahkan masalah dengan pendekatan menyeluruh, partisipatif dan integratif. Penelitian dilaksanakan oleh suatu tim interdisiplin dan multidisiplin, dan kegiatan penelitian ini terintegrasi dengan kegiatan penyuluhan.

Cakupan kegiatan penelitian SUT meliputi: (a) penetapan wilayah sasaran pengembangan, dengan kondisi kurang lebih seragam, berpeluang besar untuk dikembangkan, dan sesuai dengan tata ruang pembangunan daerah, (b) penetapan lokasi penelitian, yang diikuti dengan karakteristik potensi, kendala dan peluang pengembangan sistem usahatani alternatif atau yang diperbaiki, (c) perancangan dan pengujian alternatif sistem usahatani, yang dilaksanakan oleh petani bersama penyuluh dan peneliti, (d) evaluasi keragaman usahatani, umpan balik dan dampak dari pengujian alternatif sistem usahatani, serta sekaligus melakukan perbaikan secara berulang-ulang/iteratif, sampai ditemukannya alternatif usahatani yang paling sesuai dengan kondisi setempat, dan (e) perumusan program pengembangan dengan mengkaji peranan kelembagaan penunjang.

Tahapan pelaksanaan penelitian SUT meliputi: (1) pembentukan tim multidisiplin atau interdisiplin sesuai dengan permasalah yang akan diteliti. Perlu dipastikan bahwa rencana kegiatan telah terintegrasi dengan kegiatan penyuluhan; (2) identifikasi dan karakterisasi wilayah penelitian yang mencakup: sumber daya lahan dan air, tenaga kerja, modal/kapital; (3) perakitan beberapa alternatif paket teknologi dan model SUT dari komponen-komponen teknologi unggul yang berasal dari Balai Komoditas atau Lembaga Penelitian lainnya; (4) penentuan kelompok sasaran (target group) yang dapat dikelompokkan menjadi petani koperator dan petani non-koperator untuk mempermudah evaluasi dampak dari penelitian SUT; (5) pelaksanaan di lapangan oleh petani di lahan petani untuk menguji alternatif model SUT yang dibina oleh penyuluh dan petani; dan (6) pengumpulan dan analisis data dan informasi yang relevan, penulisan laporan, seminar dan penyusunan rekomendasi.

Skala penelitian ditentukan berdasarkan kelompok sasaran (petani koperator dan petani non-koperator), setiap alternatif paket teknologi dipilih 5-10 petani. Lokasi penelitian ditentukan oleh tujuan penelitian, komoditas yang akan dikembangkan dan kondisi agroekosistemnya.

Data bio-fisik yang dikumpulkan meliputi keragaan tanaman, sifat dan ciri tanah, unsur-unsur iklim (curah hujan, suhu udara maksimum dan minimum, radiasi surya) dan faktor lingkungan lainnya. Dicatat pula produktivitas dan produksi komoditas yang dikembangkan termasuk data sosial-ekonomi penting seperti profil rumah tangga petani, penggunaan input produksi, curahan tenaga kerja, modal usahatani, aset produktif maupun non-produktif, persepsi dan penerimaan petani.

2.4

Pengkajian sistem usaha pertanian

Sistem usaha pertanian (SUP) adalah usaha pertanian (agribisnis) yang memanfaatkan sumberdaya dan proses hayati untuk memperoleh keuntungan yang layak bagi pelakunya. SUP terdiri dari subsistem-subsistem atau simpul-simpul agribisnis, mulai dari subsistem pra-produksi, pra-produksi, panen, dan pasca panen, serta distribusi dan pemasaran. Simpul-simpul agribisnis tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi satu dengan lainnya.

(17)

SUP merupakan usaha komersial dibidang pertanian yang bersifat dinamis yang berorientasi pada permintaan pasar (market driven agribusiness), sesuai dengan kondisi bio-fisik dan sosial-ekonomi serta kebutuhan masyarakat, tidak merusak lingkungan dan dapat dimanfaatkan oleh produsen dalam meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian dan keuntungan dari usahanya. Struktur dasar dari SUP terdiri dari empat subsistem, yaitu: (1) input produksi, (2) produksi pertanian, (3) industri pertanian, dan (4) pemasaran produk-produk pertanian.

Tujuan pengkajian SUP adalah: (a) merancang model SUP komoditas unggulan yang sesuai dengan lingkungan strategis wilayah pengembangan, (b) menemukan pola pengembangan SUP komoditas unggulan yang kompetitif yang sesuai dengan petani produsen dan kondisi lingkungannya (farmer’s circumstances), dan (c) mendorong pertumbuhan dan perkembangan simpul-simpul agribisnis yang dinamis dan terlanjutkan. Sebagai keluaran pengkajian SUP adalah: (a) model SUP komoditas unggulan sesuai dengan lingkungan strategis wilayah dan pola pengembangan yang kompetitif, dan (b) berkembangnya simpul-simpul agribisnis yang dinamis sehingga membuka kesempatan berusaha dan bekerja.

Ciri-ciri utama pengkajian SUP adalah: (a) pemilihan komoditas unggulan daerah maupun nasional yang berorientasi pada permintaan pasar (market driven), (b) skala pengkajian dapat dikelola dengan baik, (c) teknologi yang dikaji telah matang, siap dikomersialisasikan, serta spesifik lokasi, (d) dipandu oleh tim interdisiplin melibatkan peneliti, penyuluh dan petani, (e) dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan dinas-dinas terkait dan pemerintah daerah, dan (f) kegiatan dilaksanakan di lahan petani oleh petani dan mitra usahanya.

Pemilihan lokasi pengkajian menggunakan kriteria berikut: (a) mudah dilaksanakan; (b) mudah dikunjungi; (c) memiliki peluang keberhasilan tinggi, dan (d) dapat dijadikan media untuk percepatan adopsi dan difusi teknologi.

Salah satu pedoman yang dapat dijadikan acuan adalah skala ekonomi yang dicirikan oleh beberapa faktor sebagai berikut: (a) tumbuhnya pasar komoditas yang dikembangkan baik domestik maupun internasional, (b) kemungkinan investasi oleh pihak swasta, (c) timbulnya arus barang dan jasa secara berkesinambungan, (d) tersedianya pasokan yang cukup sehingga permintaan terhadap komoditas tersebut dapat dipenuhi (supply creates demand). Perkiraan luas areal dan jumlah petani yang terlibat untuk berbagai komoditas pertanian adalah sebagai berikut: (1) tanaman pangan: padi, jagung, kedelai, masing-masing seluas 600 ha, melibatkan 400-1200 petani, (2) hortikultura: kentang 25-100 ha, 50-200 petani; cabe, bawang, tomat, sayuran lain, 25-50 ha, 100-200 petani; salak, jeruk, mangga, rambutan, masing-masing 50-100 ha, 200-400 petani; anggrek dan bunga lainnya 0,5-2,5 ha, 10-50 petani, (3) tanaman industri: tanaman rempah 100-200 ha, 200-400 petani; tanaman obat 50-100 ha, 50-200 petani. Periode pengkajian ditentukan oleh percepatan adopsi dan difusinya, yaitu untuk tanaman semusim 2-3 tahun (4-6 musim) dan tanaman tahunan 3-5 tahun.

Kemitraan dapat dikembangkan antara petani dan pihak swasta, dengan memperhatikan bahwa: (a) kemitraan memang diinginkan oleh kedua belah pihak, (b) saling membutuhkan dan menguntungkan, (c) dilandasi etika, kejujuran, komitmen tinggi atas perjanjian kerjasama yang dibuat, (d) resiko ditanggung bersama secara adil, (e) bersifat legal-formal.

Agar pengkajian berlangsung sesuai rencana diperlukan tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung agar teknologi anjuran dapat diterapkan. Sasaran utamanya adalah berfungsinya secara optimal kelembagaan agribisnis skala mikro maupun wilayah yang telah ada, serta kemungkinan berkembangnya alternatif kelembagaan yang lebih sesuai dengan kepentingan petani maupun pengguna lainnya. Aspek kelembagaan yang penting meliputi: (a) permodalan

(18)

(kredit usaha pertanian, bank pertanian), (b) jasa pelayanan alat mesin pertanian, (c) distribusi dan pemasaran, (d) kelompok-kelompok usaha mandiri (KUM), (e) mitra kerja dan organisasi petani, dan (f) norma-norma masyarakat setempat.

Kegiatan pengkajian dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan berikut: persiapan, penentuan hamparan dan kelompok sasaran, karakterisasi lokasi dan inventarisasi sumber daya, pemikiran teknologi, penentuan kebutuhan dan sumber pendanaan, konsultasi dengan instansi terkait di daerah maupun pusat, pelatihan, apresiasi dengan pemerintah tingkat kabupaten, pemantapan persiapan prasarana dan sarana produksi, pelaksanaan kegiatan lapangan, monitoring dan evaluasi, pengumpulan data dan informasi, analisis dan pengolahan data, penulisan laporan dan seminar, laporan akhir dan rekomendasi.

Keberhasilan pengkajian SUP dapat diukur dengan kriteria sebagai berikut: (a) teknologi yang diintroduksikan telah diadopsi dan diterapkan oleh petani koperator maupun petani sekitarnya (jumlah komponen teknologi yang diadopsi, lamanya teknologi diadopsi/keberlanjutannya, tingkat penyebaran/difusi teknologi keluar areal SUP, (b) berdampak pada peningkatan produktivitas, stabilitas hasil areal tanah, perbaikan kualitas hasil, dan peningkatan pendapatan usahatani, (c) tumbuh dan berkembangnya simpul-simpul agribisnis mulai dari hulu hingga hilir dari seluruh sub sistem SUP, dan (d) diterapkannya rancang bangun sosial-ekonomi dan kelembagaan oleh pengambil kebijaksanaan di daerah dan di pusat.

(19)

3. Pelaksanaan penelitian dan pengkajian

3.1

Pengorganisasian

Struktur organisasi pelaksanaan penelitian pada akhir-akhir ini telah mengalami perubahan mendasar (paradigma baru), yang disebabkan oleh adanya perubahan pendekatan sistem transfer teknologi dari peneliti ke penyuluh serta dari penyuluh ke petani. Pada cara baru yang dinamakan cara partisipatif, petani sejak awal telah ikut dilibatkan dalam pelaksanaan penelitian meskipun pada tingkat keterlibatan yang berbeda tergantung pada tingkatan penelitian. Dalam melaksanakan penelitian hulu peran peneliti lebih dominan dan petani hanya pada tahap evaluasi akhir. Sebaliknya pada tahap adaptif hingga pengkajian, peran petani lebih dominan sedangkan peneliti dan penyuluh sebagai pendamping. Akibat dari adanya perubahan peran tersebut, susunan pelaksana penelitian mengalami perubahan pula, seperti pada Tabel di bawah ini.

Tabel 1.

Susunan pelaksana percobaan berdasarkan macam dan tingkatan

penelitian

No Macam penelitian Penanggung jawab Pelaksana utama Pelaksana kedua Pelaksana ketiga 1 Penelitian komoditas spesifik lokasi Penanggung jawab RPTP (Peneliti)

Peneliti Penyuluh Petani

2 Penelitian terapan di kebun percobaan

Penanggung jawab RPTP (Peneliti)

Peneliti Penyuluh Petani

3 Penelitian Adaptif Penanggung jawab RPTP (Peneliti) Penyuluh/ Peneliti Petanii Peneliti/Pen yuluh 4 Penelitian Sistem Usahatani (SUT) Penanggung jawab RPTP (Penyuluh/Peneliti)

Petani Peneliti Penyuluh

5 Pengkajian Sistem Usaha Pertanian1/ Penanggung jawab: Kepala BPTP Petani/ Kelompok tani Penyuluh/ Peneliti Peneliti/ Penyuluh 1/Disertakan pula Dinas-dinas terkait, Koperasi, Perusahaan pupuk/amelioran, Perum perbenihan

Pada percobaan hilir susunan organisasi pengkajian perlu ditambah dengan mitra kerja seperti Dinas Pertanian, PU Pengairan, BIPP dan sebagainya.

3.2

Pemilihan lokasi

Lokasi percobaan ditempatkan di daerah yang sesuai untuk penerapan teknologi yang diuji, yang dicirikan oleh zone agroekologi. Penggunaan satuan zone agroekologi tersebut dimaksudkan untuk memudahkan transfer teknologi ke tempat lain yang sama zone agroekologinya. Bila salah dalam pemilihan lokasi dapat menyebabkan hasil percobaan tidak mudah untuk diterapkan di daerah sasarannya.

(20)

Lokasi percobaan dipilih di daerah yang mudah dijangkau dengan kendaraan, cukup sarana dan prasarana, kecuali bila percobaan mempunyai tujuan lain dimana kesulitan sarana dan prasarana dimasukkan sebagai suatu perlakuan, kondisi wilayah sasaran.

3.3

Pemilihan petani

Pemilihan petani koperator sebaiknya didasarkan atas:

Mereka (petani) merupakan gambaran petani rata-rata di sana (di daerah pertanian yang diteliti) ditinjau dari segi status kemampuan, ukuran lahan, dan pemilikan sarana pertaniannya. Untuk itu diperlukan survey pendahuluan atau menggunakan data sekunder terbaru yang sesuai untuk lokasi penelitian.

• Mereka (petani) benar-benar petani, bermata pencaharian dari bertani.

• Ukuran lahan yang diusahakan tidak jauh melebihi rata-rata luas lahan petani pada umumnya, yang dihitung dari hasil survey atau data sekunder terbaru.

• Lahan pertaniannya mudah dijangkau, mudah dalam pengangkutan sarana, prasarana dan hasil pertanian.

• Bersedia bekerjasama dalam kegiatan penelitian, termasuk bersedia menerapkan teknologi yang akan diuji.

Ada dua macam petani koperator yaitu koperator agronomis dan koperator ekonomis. Koperator agronomis yaitu petani dimana lahannya digunakan untuk percobaan yang bersifat agronomis, meliputi monitoring penampilan pertanaman, hasil, perubahan hasil dan kesuburan/produktivitas, dan kesesuaian teknologi. Petani koperator ekonomis yaitu petani dimana lahannya dan petaninya sendiri ikut dimonitor termasuk cara atau kebiasaan kerja, kemudahan dalam menerapkan teknologi baru, pola belanja, pola konsumsi dan sebagainya. Petani koperator tidak boleh diganti sebelum satu musim tanam. Bila terpaksa, maka perlu konsultasi dahulu apakah percobaan harus diulang kembali ataukah masih dapat dilanjutkan dengan menggunakan petani koperator baru yang relatif sama. Untuk itu disarankan adanya perjanjian dengan petani secara tertulis dan disaksikan oleh Kepala Desa dan/atau Ketua Kelompok Tani terutama bagi percobaan jangka panjang.

3.4

Teknik plotting percobaan

Tujuan dari penerapan teknik pembuatan petak-petak percobaan di lapang adalah (a) untuk mendapatkan contoh tempat yang mewakili (representative) areal pertanian, (b) mendapatkan precision (ketepatan) yang cukup; dan (c) mendapatkan accuracy (ketelitian) yang tinggi. Penggunaan teknik yang benar tentunya akan menghasilkan kesimpulan pengujian yang benar/syah dan tidak bias.

3.4.1. Rancangan percobaan

Rancangan percobaan adalah peraturan dalam pengalokasian perlakuan dan ulangan ke dalam petak-petak percobaan agar pengaruh perlakuan terhadap komoditi yang diuji dapat diperbandingkan secara syah. Rancangan percobaan harus meliputi ulangan, pengacakan dan pembatasan kesalahan (error control). Rancangan percobaan terbaik tergantung dari pola

(21)

Sebaiknya sebelum merancang suatu percobaan, dikonsultasikan dahulu kepada ahli statistik agar tujuan percobaan dapat tercapai. Ada tiga grup rancangan yang biasa digunakan, yaitu (1) Rancangan Kelompok Lengkap; (2) Rancangan Kelompok Tidak Lengkap; dan (3) Rancangan Petak Terpisah.

Rancangan Kelompok Lengkap, biasanya digunakan untuk percobaan yang sederhana dengan

sedikit perlakuan. Ciri rancangan ini, semua perlakuan terdapat pada setiap blok. Analisis datanya mudah, missing data mudah diduga, dan rancangan ini dapat digunakan baik untuk percobaan satu faktor maupun faktorial. Contoh rancangan percobaan yang termasuk rancangan ini adalah (1) Rancangan Acak Kelompok; dan (2) Latin Square.

Rancangan Kelompok Tidak Lengkap, biasanya digunakan pada percobaan yang terdiri dari

banyak perlakuan, sehingga tidak semua perlakuan dapat ditempatkan pada satu blok yang sama. Contohnya adalah percobaan varietas yang banyak pilihannya. Analisis datanya sedikit lebih sulit, terutama apabila terdapat data yang hilang (missing data). Sama halnya dengan rancangan acak kelompok, rancangan inipun dapat digunakan pada percobaan satu faktor maupun faktorial. Contoh rancangan percobaan yang termasuk rancangan ini adalah (1) Balanced Lattice; (2) Partially Balanced Lattice; dan (3) Confounding.

Rancangan Petak Terpisah, digunakan hanya untuk percobaan faktorial, baik karena terdapat

jumlah kombinasi perlakuan yang banyak atau karena diperlukan ukuran petak yang berbeda antara perlakuan pada faktor yang satu dengan perlakuan pada faktor yang lainnya. Contoh rancangan percobaan yang termasuk rancangan ini adalah (1) Rancangan petak terpisah (Split plot); (2) Rancangan petak terpisah-terbagi (Split-split plot); dan (3) Rancangan Strip plot.

3.4.2. Penetapan ukuran petak percobaan

Ukuran petak percobaan dipertimbangkan atas dua tujuan dan tingkat penelitian sebagai berikut: (1) tujuan percobaan hanya untuk menilai suatu teknologi dari aspek agronomi, (2) tujuan seperti no. 1, tetapi juga menilai dari aspek sosial, ekonomi dan respon petani. Pada pertimbangan 1 ukuran petak didasarkan atas besarnya keragaman kesuburan lahan, ketepatan dan ketelitian pemberian perlakuan, serta biaya pembuatan petak. Semakin besar keragaman kesuburan lahan, semakin luas petak percobaan diperlukan. Ukuran petak terlalu kecil menyebabkan ketepatan (accuracy) penilaian atas perlakuan berkurang, meskipun ketelitiannya tinggi dan biaya rendah. Sebaliknya, ukuran petak terlalu besar menyebabkan ketelitian berkurang dan biaya tinggi, meskipun ketepatan tinggi. Pada percobaan yang juga meliputi aspek sosial ekonomi ukuran petak disesuaikan dengan ukuran lahan rata-rata pengguna teknologi. Bila penggunanya adalah petani biasa dengan komoditi tertentu, maka untuk ukuran petak SUT harus sama dengan rata-rata luas lahan petani komoditi tersebut; apabila penggunanya untuk agribisnis seperti untuk SUP maka luas lahan percobaan juga harus menyamai luas rata-rata lahan agribisnis komoditi tertentu. Sebagai contoh disajikan tabel luas petak percobaan dari tingkatan penelitian.

Tabel 2. Ukuran petak percobaan tanaman pangan berdasarkan tingkat

penelitian

No. Macam/tingkat penelitian

Ukuran petak percobaan Jumlah

perlakuan 1 Penelitian komoditas spesifik lokasi > 1000 m2 6 2 Penelitian terapan di kebun percobaan

> 30 m2 (agronomi saja) atau >1000 m2 (bila meliputi analisis Sosial ekonomi)

(22)

3 Penelitian Adaptif > 1000 m2 3

4 Penelitian Sistem

Usahatani (SUT)

Sama dengan rata-rata luas lahan petani (2500-5000 m2)

2 5 Pengkajian Sistem Usaha

Pertanian (SUP)

400-600 ha 1

3.4.3. Pemilihan letak percobaan

Percobaan seharusnya diletakkan di tempat yang mewakili suatu hamparan. Bila area pertanian di sana pada umumnya berlereng, maka percobaan juga terletak pada daerah yang berlereng. Bila kondisi lahan pertanian pada umumnya tadah hujan, maka seharusnya percobaan juga dilaksanakan pada kondisi tadah hujan. Percobaan tidak boleh diletakkan pada bagian lahan yang subur dan cukup air padahal tidak mewakili kondisi lahan di sekitarnya yang kurang subur dan sering tidak cukup air. Kondisi tanah seperti tekstur perlu diperhatikan apakah letak percobaan memiliki tekstur yang sama dengan tekstur tanah sekitarnya yang lebih luas.

Namun demikian, letak percobaan perlu diusahakan mudah untuk dijangkau dan tidak terlalu jauh dari rumah petani. Kondisi ini perlu dipertimbangkan agar mudah dalam pengamanan percobaan, lebih intensif dalam memonitor tanaman, lebih teliti dalam pengamatannya, mencegah kehilangan hasil akibat pengangkutan serta dapat menghemat waktu.

3.4.4. Jumlah perlakuan dan ulangan

Jumlah perlakuan suatu percobaan tergantung dari tingkatan penelitian yang akan dilaksanakan. Pada penelitian yang bersifat terapan di kebun percobaan atau penelitian komponen teknologi untuk komoditas spesifik lokasi jumlah perlakuan masih cukup banyak (6 perlakuan), terdiri dari beberapa alternatif teknologi atau komponen teknologi yang potensial untuk dikembangkan berdasarkan hasil percobaan dasar atau hulu. Pada tingkatan penelitian selanjutnya yaitu adaptif, SUT dan SUP jumlah perlakuan semakin sedikit. Hanya 1-3 perlakuan yang terbaik saja yang diuji.

Jumlah ulangan minimal ditentukan berdasarkan derajat bebas acak minimal suatu rancangan percobaan yaitu 10 dan dugaan standard error tidak melebihi 5% dengan koefisien keragaman sekitar 10% (Gomez 1972). Dengan demikian maka jumlah perlakuan optimal dan ulangan minimal untuk tiap tingkatan penelitian dapat disajikan seperti pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3.

Jumlah perlakuan optimal dan ulangan minimal untuk tiap macam dan

tingkatan penelitian

No Macam penelitian Jumlah perlakuan

optimal

Jumlah ulangan minimal

1 Penelitian komoditas spesifik lokasi 6 4

2 Penelitian terapan di kebun percobaan 6 4

3 Penelitian Adaptif 3 6

4 Penelitian Sistem Usahatani (SUT) 2 11

5 Pengkajian Sistem Usaha Pertanian 1 Tidak

dipertimbangkan

3.4.5. Penempatan blok/ulangan

(23)

tanaman (hasil dan sebagainya.) dinilai secara seimbang/adil. Sebaliknya, kesuburan antar blok tidak harus sama. Dengan prinsip di atas, maka penempatan dan orientasi blok di lapang harus mempertimbangkan letak sumber-sumber ketidak-seragaman kesuburan lahan seperti adanya sungai, lereng/kemiringan lahan, bekas pertanaman sebelumnya dan sebagainya. Apabila pola keragaman kesuburan di lapang tidak jelas, maka jangan menggunakan bentuk blok yang panjang dan sempit sebab besar kemungkinan akan terdapat bagian-bagian yang tidak seragam. Sebaiknya pilih bentuk blok yang mendekati bujur sangkar dengan pertimbangan akan lebih seragam kesuburannya.

Gambar 1. Bentuk dan arah dari blok pada lahan yang seragam (kiri) dan bila

tidak seragam (kanan)

3.4.6. Penempatan petak-petak percobaan

Petak-petak percobaan ditempatkan dalam blok yang relatif seragam. Namun perlu dipertimbangkan bahwa bentuk petak-petak percobaan yang memanjang dan sempit memiliki baris pinggir yang lebih panjang dibandingkan petak berbentuk bujur sangkar. Sedangkan tanaman baris pinggir tidak boleh digunakan untuk pengamatan maupun sampel/ubinan, karena biasanya lebih subur dibandingkan tanaman yang di tengah petak (tidak mewakili populasi).

3.4.7. Pengacakan/randomization

Setelah petak-petak telah dibuat secara jelas dalam blok (ukuran dan orientasi yang benar), maka selanjutnya dilakukan undian atau pengacakan letak perlakuan ke dalam petak. Pengundian perlakuan ke dalam petak dilakukan untuk tiap blok, diawali dari blok I, blok II, blok III dan seterusnya. Pengacakan ini merupakan sarat agar prosedur statistik berlaku, dimana keragaman kesuburan teralokasi secara random atau tidak disengaja. Pengacakan dapat dilakukan baik dengan cara undian ataupun menggunakan tabel angka teracak. Cara pertama yaitu (1) memberikan nomor terhadap perlakuan yang akan diuji; (2) nomor-nomor tersebut diundi dan angka yang pertama muncul merupakan nomor perlakuan yang akan menempati petak 1, dan seterusnya.

3.4.8. Pengamatan dan data yang dikumpulkan

(24)

Pada dasarnya pengamatan sangat tergantung dari tujuan penelitian, yaitu apakah ada unsur untuk mendapatkan pengetahuan baru seperti pada penelitian hulu (skala kecil), ataukah hanya masalah sosial-ekonomi yaitu cukup tingkat hasil, kualitas hasil dan harga produk/pendapatan seperti pada penelitian SUT dan SUP. Perlu juga diingat bahwa pengumpulan data itu memerlukan biaya, waktu dan tenaga tambahan, sehingga layak dipertimbangkan apakah data tersebut memang diperlukan ataukah hanya sebagai pendukung saja. Data yang perlu dikumpulkan antara lain:

• Data iklim harian, minimal: curah hujan, suhu udara maksimum dan minimum; sebaiknya ditambah dengan radiasi surya dan evapotranspirasi; serta lebih lengkap lagi apabila ada data kelembaban udara, dan kecepatan angin.

• Deskripsi area; agroekologi dari lokasi percobaan harus diketahui jelas; topografi, letak percobaan dalam bagian topografi seperti pada bagian puncak bukit, pada bagian lereng, lembah atau datar; ketinggian tempat dari permukaan laut; kemiringan lahan; type tanah atau serie berdasarkan peta tanah; kelas tekstur tanah seperti pasir, pasir berlempung, lempung berpasir, lempung berliat, liat berdebu dan sebagainya.; dan ciri spesifik lainnya seperti bahan organik tinggi atau berbatu-batu. gunakan sketsa lokasi percobaan beserta jarak-jaraknya dari titik-titik tanda di lapang seperti jembatan, sungai, pohon serta orientasinya dan sebagainya.

• Semua kegiatan lapang dicatat macamnya, jumlahnya, metode pelaksanaannya, beserta tanggalnya, sejak waktu pengolahan tanah hingga panen. Kegiatan petani sekitarnya juga perlu dicatat terutama tanggal pengolahan tanah, tanam, dan panen.

Besarnya biaya: bahan (benih, pupuk, pestisida dan sebagainya.) dan alat-alat (sprayer, cangkul, garu, sabit dan sebagainya) dicatat.

• Besarnya tenaga dan upah: manusia, hewan, alat dan mesin pertanian (alsintan)

• Besarnya hasil atau produk serta kadar air diukur.

• Komponen hasil, untuk padi: jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi berdasarkan jumlah, dan bobot 1000 butir gabah isi.

Untuk jagung: jumlah tongkol per tanaman, jumlah biji per tongkol dan bobot 100 butir biji. Untuk kedelai: jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, dan bobot 100 biji. Untuk umbi-umbian: cukup jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi.

• Penampilan pertumbuhan tanaman dicatat dari waktu ke waktu, baik dari aspek fisiologis, hama dan penyakit maupun fisik. Misalnya: pertumbuhan tanaman normal, daun berwarna hijau, ada gejala garis kuning pada daun, karat coklat, tepi dan ujung daun mengering, batang berwarna ungu, pertumbuhan tanaman menguning setelah fase primordia, tanaman rebah pada fase pengisian gabah, terdapat serangan penggerek batang, tikus, wereng coklat, ulat pelipat daun dan sebagainya.

3.4.9. Sampling dan ubinan

Sampling contoh tanah, biasanya untuk mengukur kesuburan tanah. Contoh tanah diambil secara komposit di lapang pada kedalaman 0-20 cm (untuk percobaan tertentu diperlukan pengambilan tanah pada beberapa kedalaman). Pengambilan secara komposit adalah pengambilan contoh pada beberapa spot di lahan, baik secara zig-zag (seperti pada Gambar

(25)

sebagian, ditempatkan dalam kantong berlabel dan dianggap sebagai satu contoh. Jumlah spot tergantung pada besarnya keragaman lahan, semakin beragam semakin banyak spot pengambilan contoh.

Gambar 2. Arah pengambilan contoh tanah komposit di lapang

Sampling tanaman, dimaksudkan untuk mengetahui status hara tanaman dan juga bobot tanaman (normal, di bawah normal ataukah sangat baik). Biasanya dilakukan pada fase pertumbuhan tertentu misal fase primordia untuk padi, fase keluar bunga jantan untuk jagung, fase keluar polong muda untuk kedelai dan fase keluar bunga untuk umbi-umbian. Contoh tanaman dipilih yang penampilannya sama dengan rata-rata penampilan tanaman di petak percobaan tersebut, terletak di luar areal panen dari setiap petak percobaan. Caranya adalah sebagai berikut: (1) untuk padi dihitung jumlah anakan dari 10 rumpun tanaman per petak, sedangkan untuk kedelai dan jagung diukur tinggi tanaman; (2) hitung jumlah anakan atau tinggi tanaman rata-rata dari 10 rumpun di atas; dan (3) Cari rumpun tanaman yang memiliki jumlah anakan atau tinggi rata-rata hasil perhitungan no. 2, yang tidak terletak di baris pinggiran atau di areal panen, dan tidak bersebelahan dengan tanaman yang tidak normal (kerdil atau overgrowth) atau rumpun yang hilang; (4).Contoh tanaman diambil dua rumpun per petak dan digabungkan menjadi satu contoh. Sampling tanaman juga dilakukan sewaktu panen untuk menghitung komponen hasil tanaman dan biomas, serta serapan hara bila diperlukan dengan prosedur yang sama seperti di atas.

• Ubinan merupakan suatu cara untuk mempermudah penghitungan hasil panen per hektar, dengan cara menentukan bagian dari petak percobaan (biasanya di tengah petak) dengan ukuran tertentu (tergantung komoditi). Tanaman dalam ubinan dipanen secara hati-hati, ditimbang dan diukur kadar airnya, kemudian dihitung hasilnya per hektar.

3.4.10.

Lain-lain

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat percobaan lapang adalah sebagai berikut: (1) Pengaturan air/penyiraman; pada percobaan padi sawah terutama perlakuan pemupukan, pemisahan petak percobaan dan jalannya air pengairan harus diatur sedemikian rupa, sehingga air masuk dan keluar suatu petak tidak boleh melalui petak percobaan lainnya. Hal ini untuk mencegah pencampuran atau kontaminasi hara antar perlakuan.

(26)

Gambar 3. Pengaturan air irigasi masuk dan ke luar petak percobaan

(2). Dalam melaksanakan percobaan perawatan tanaman perlu diperhatikan. Idealnya semua faktor yang tidak diuji berada dalam keadaan optimum. Misalnya pada percobaan pemberian pupuk P, perlu diberikan pupuk K dan urea secukupnya, benih yang baik, varietas yang umum digunakan, air cukup, hama dan penyakit terkendali dan sebagainya. Kekecualian hanya apabila paket teknologi atau kondisi tertentu dari pertanaman memang merupakan perlakuan atau kondisi yang diinginkan. Misalnya pada pengujian paket petani dibandingkan dengan paket introduksi atau paket alternatif; (3) Apabila terjadi ketidak-normalan dari beberapa rumpun yang biasanya disebabkan oleh benih campuran maka rumpun tersebut secepatnya diganti atau apabila sudah terlalu besar tanamannya, maka rumpun tersebut dan rumpun-rumpun di sekitarnya tidak boleh disampling atau diamati untuk menghindarkan bias/tidak mewakili populasi. Apabila terdapat tanaman yang tumbuh sangat subur akibat terdapatnya spot-spot kotoran hewan dan sebagainya. atau apabila terdapat rumpun yang hilang maka rumpun di sekitarnya juga tidak boleh disampling. Hal yang sama juga apabila terdapat rumpun-rumpun tanaman yang terserang hama dan/atau penyakit dan/atau kekeringan yang tidak merata maka rumpun tersebut dan rumpun di sekitarnya tidak boleh disampling.

4. Komponen teknologi budidaya tanaman pangan sebagai

perlakuan

Dalam penelitian, pemilihan perlakuan merupakan hal yang sangat penting, sebab nilai penelitian akan menjadi tidak berarti apabila perlakuan yang diuji sama sekali tidak berkualitas, tidak ada pembaruan atau penemuan teknologi sehingga tidak ada manfaatnya terhadap perbaikan pertanian. Sebaliknya, memilih perlakuan yang baik, yang dapat meningkatkan hasil tanaman dan pendapatan petani secara signifikan maka arti penelitian akan menjadi sangat besar. Oleh karena itu akan disajikan beberapa alternatif perlakuan pada setiap komponen budidaya dari beberapa komoditi tanaman pangan yang merupakan komponen-komponen teknologi baru. Perlakuan 1 merupakan perlakuan standar (kontrol), sedangkan perlakuan lainnya merupakan teknologi yang relatif baru. Percobaan dapat menguji salah satu atau beberapa faktor (komponen budidaya) atau kombinasinya.

Saluran pemasukan

Saluran pembuangan

(27)

4.1

Padi

4.1.1. Perlakuan pola tanam

• Padi-Padi-Palawija umum dilakukan petani; Alternatif lain adalah

• Padi+Ikan (Mina padi) – Padi – Palawija sesuai dan diminati petani pada beberapa daerah (Misal: Jawa Barat dan Sumatera Utara);

• Padi sawah – Padi sawah – Padi sawah (IP Padi 300) dilaksanakan pada daerah berkecukupan air hampir sepanjang tahun dan bukan daerah endemik hama dan penyakit; Setiap 2 tahun sistem ini dirubah menjadi sistem Padi - Padi agar kondisi tanah kembali aerobik untuk membuang senyawa-senyawa toksik bagi tanaman : H2S dan asam-asam organik dan mineralisasi bahan organik. Pengkajian pola tanam dalam setahun tersebut dapat dilakukan pada daerah-daerah baru yang sesuai.

4.1.2. Perlakuan penyiapan lahan

• Pengolahan tanah sempurna (OTS), biasa dilakukan petani terutama untuk Musim Tanam I dan II, dengan maksud untuk meratakan kesuburan tanah dan fisik tanah, menambah ketersediaan hara, dan memperbaiki aerasi tanah. Alat dan mesin pertanian (Alsintan) diperlukan, atau dahulu dengan menggunakan bajakan kerbau.

• Tanpa Olah Tanah (TOT) Tanam Benih Langsung (TABELA); Dilakukan apabila akan menerapkan IP Padi 300 atau untuk mempercepat tanam, misalnya karena takut ketinggalan musim atau ingin tanam serempak dengan petani lainnya. Herbisida glifosat atau sulfosat atau lainnya dapat digunakan sebagai pengganti olah tanah. Selanjutnya herbisida pasca tumbuh seperti 2,4 D, MCPA, Metsulfuron dapat diberikan bila gulma sudah mulai banyak dan tanaman sudah cukup besar.

• Olah Tanah Sederhana atau Minimal (OTM), merupakan cara olah tanah antara OTS dan TOT. Cara ini diperlukan untuk mempercepat tanam, membalik/membenamkan gulma, dan membenamkan pupuk.

Perlu diperhatikan bahwa keunggulan ketiga cara tersebut tergantung dari tekstur, kekerasan dan kedalaman solum tanah.

4.1.3. Perlakuan waktu tanam

• Tanam serempak, biasanya tanam dilaksanakan secepat mungkin, setelah air cukup; Tanam dilakukan secara serempak dalam hamparan yang luas (minimal 50 ha) untuk mencegah perpindahan hama dari satu tempat ke tempat lain, memutus siklus hidupnya dan terakumulasinya hama dan penyakit.

• Waktu tanam berjadwal, yaitu tanam setiap bulan dalam suatu hamparan sehingga panenpun demikian. Cara ini dimaksudkan agar panen dapat dilakukan setiap bulan, sehingga persediaan beras petani terus menerus ada, harga lebih stabil, memudahkan prosesing, pengangkutan, penggudangan dan pemasaran. Hal ini merupakan obyek penelitian baru. Penelitian seperti ini juga baik apabila ingin mengetahui waktu tanam/awal musim tanam yang tepat pada suatu daerah/agroklimat yang belum diketahui sifatnya.

(28)

Namun bahayanya apabila terjadi akumulasi hama dan penyakit tanaman. Maka perlu dirotasi dengan tanaman non-padi.

4.1.4. Perlakuan cara tanam

• Tapin, biasa dilakukan petani; Bibit padi umur 21 hari ditanam pindah (Tapin) dengan jarak tanam 20 x 20 cm;

• Pola Jajar Legowo 2/1 terutama pada MT-I yang menerapkan sistem Mina padi menggunakan bibit umur 21 hari setelah tanam.

Benih sebar langsung secara merata (sistem sonor atau broadcast seeding) menggunakan benih 60-70 kg/ha;

• Tanam benih langsung dalam barisan (TABELA). Benih sebanyak 40-50 kg/ha ditanam dengan menggunakan alat (ATABELA) atau secara manual dengan caplak. Pada kondisi lahan kering herbisida pratumbuh diberikan, yang efektivitasnya merupakan objek penelitian.

4.1.5. Perlakuan varietas

Beberapa daerah sentra produksi padi mempunyai masalah dominan yang spesifik, sehingga diperlukan anjuran penggunaan varietas unggul secara spesifik pula.

• Varietas IR64, merupakan varietas yang sudah tersebar di Indonesia dan disukai banyak petani. Varietas-varietas baru dapat menjadi alternatif bahkan utama pada suatu agroekosistem atau suatu kelompok tani tertentu dengan pertimbangan tertentu, misalnya sebagai berikut:

• Varietas Membramo, baik untuk Musim Kemarau, mempunyai sifat utama tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3, tahan penyakit hawar daun bakteri dan virus tungro.

• s/d (5) Way Apo Buru, Cilosari, dan Maros tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3, dan tahan penyakit hawar daun bakteri.

Di daerah endemik hama penggerek batang dianjurkan menggunakan varietas yang relatif tahan, misalnya Cilosari, terutama pada musim kemarau. Di daerah endemik tungro dan wereng coklat biotipe 3 dianjurkan menggunakan varietas Membramo.

4.1.6. Perlakuan persemaian untuk bibit sehat

• Persemaian biasa, dipersiapkan minimal 1 bulan sebelum tanam MT-I.

• Persemaian Sistem Culik; Disiapkan sebelum panen pertanaman sebelumnya, dengan maksud agar bibit telah cukup umur ketika akan tanam musim berikutnya, sehingga akan mempercepat tanam dan panen seperti pada pola IP Padi 300.

Tempat persemaian sebaiknya di satu tempat untuk hamparan yang luas agar memudahkan perawatannya. Persemaian sebaiknya terkena sinar matahari langsung, tidak dekat lampu karena sering didatangi serangga. Tanah untuk persemaian diolah dengan baik (melumpur dan dalam 20 cm), kemudian air dipertahankan macak-macak.

(29)

Berdasarkan perlakuan terhadap benih atau bibit, terdapat beberapa alternatif perlakuan sebagai berikut:

• Benih hanya direndam dan diangin-anginkan sebelum disebar di persemaian.

Pemberian Regen 50 SC ke benih, berfungsi sebagai seed treatment untuk pengendalian hama wereng coklat di persemaian, sebagai ZPT untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, perakaran, dan waktu panen.

Benih diokulasi dengan Azospirillum. Benih yang sudah dibasahi, sebelum disebar dicampur dengan inokulum. Untuk 25-30 kg benih dicampur dengan 200 gram inokulum. Bakteri ini dapat menambat N udara sehingga N dapat digunakan tanaman muda.

• Persemaian Subur, yaitu persemaian diberi pupuk urea (N), SP36 (P2O5) dan KCl (K2O)

setara 180 kg N/ha, 72 kg P2O5/ha dan 60 kg K2O/ha. Pada tanah alkalin (pH > 6,5) hara

mikro (Cu dan Zn) perlu diberikan sebanyak 4 kg CuSO4 dan 8 kg ZnSO4/ha. Cara ini dimaksudkan agar bibit yang ditanam telah cukup sehat, dapat mengurangi atau meniadakan penggunaan pupuk awal yang biasa dilakukan.

Dipping, yaitu mencelupkan akar bibit padi ke dalam larutan ZnSO4 0,5% dan CuSO4

selama 2 menit pada saat bibit akan ditanam. Cara ini dilakukan apabila ada indikasi tanah kahat hara mikro seperti Cu dan Zn. Biasanya terjadi pada lahan sawah ber pH tinggi, berkapur, dekat pantai, bahan organik tinggi, tanah bertekstur pasir.

• Bibit di persemaian disemprot dengan insektisida agar bibit terhindar dari penggerek batang dan tungro.

Bibit yang sehat berpenampilan kekar/keras dan pendek.

Untuk mencegah kerusakan bibit sewaktu pencabutan, persemaian direndam dahulu agar tanah menjadi lunak.

g. Perlakuan pemupukan

Banyak sekali alternatif perlakuan pemupukan untuk meningkatkan hasil padi, baik jenis (organik/anorganik), macam hara, bentuk (larutan, pril, briket, tablet, granul besar atau kecil), cara penempatan/pemberian (lewat daun, ke dalam tanah, di permukaan, ditabur/disebar, dalam baris atau merata), takaran (berdasar atau tidak berdasarkan uji tanah atau dengan kebutuhan tanaman) maupun strategi/terintegrasi (paket, majemuk, pertimbangan ada/tidaknya hama dan penyakit, ekonomis, lingkungan). Beberapa cara baru sebagai berikut:

• Pupuk N diberikan berdasarkan skala warna daun. Pemupukan N pertama pada umur tanaman 10 hari untuk sistem tapin atau 17 hari untuk sistem tabela, masing-masing dengan takaran 100 kg urea/ha. Pemberian pupuk N susulan ditetapkan dengan prosedur berikut: a) Amati warna daun padi setiap 10 hari setelah pemupukan pertama sampai tanaman berumur 40 hari setelah tanam; 2. Bandingkan warna daun dan skala warna (skala 1 sampai 6), semakin hijau daun padi makin besar nilai skala; b) Pilih daun teratas yang telah berkembang penuh; c) Daun padi diletakkan pada skala warna (tanpa dirusak); d) Sewaktu membandingkan warna daun dan skala warna, daun dan skala warna harus terlindung dari sinar matahari langsung dengan cara melindunginya dengan badan; e) Bagian daun yang diukur warnanya adalah antar-tulang daun, bagian tengah dari daun; f) Pembacaan warna daun dengan skala warna dilakukan terhadap 10 daun secara acak dan nilainya

(30)

dirata-ratakan; g) Nilai skala warna daun kritis adalah pada angka 3 (untuk varietas berdaun hijau terang), hingga 5 (untuk varietas berdaun hijau tua). Sebagai batas kritis umumnya diambil angka 4. h) Bila pada saat pengukuran ternyata nilai warna daun kurang dari 4, maka tanaman perlu segera diberi pupuk N; i) Takaran pupuk N harus disesuaikan dengan fase tumbuh tanaman dan sistem tanam (Tabel 4).

Tabel 4. Takaran pupuk N berdasarkan fase tumbuh tanaman dan sistem tanam

Sistem tanam/ Fase tumbuh tanaman

Umur (hari) Takaran N (kg urea/ha) Tapin Vegetatif lambat Vegetatif cepat Primordia-awal berbunga Tabela Vegetatif lambat Vegetatif cepat Primordia-awal berbunga 14-21 28-42 49-berbunga 21-28 35-49 56-berbunga 70 100 70 70 100 70

• Takaran pupuk P berdasarkan status P tanah. Untuk tanah yang mengandung P rendah (dengan ekstrak HCl 25% < 20 mg P2O5/100 g tanah) pupuk P diberikan pada takaran yang relatif tinggi yaitu 100-125 kg SP36/ha/musim; Bila status P tanah sedang (20-40 mg P2O5/100 g tanah) takaran pupuk 75 kg SP36/ha/2 musim. Untuk tanah yang mengandung P tinggi (> 40 mg P2O5/100 g tanah) pupuk SP36 cukup diberikan 50 kg/ha/3 musim. Pupuk P diberikan pada saat tanam atau paling lambat 3 minggu setelah tanam.

• Pupuk K hanya untuk tanah yang mengandung K rendah (dengan pengekstrak HCl 25% < 10 mg K2O/100 g tanah), diberikan 100 kg KCl/ha pada saat tanam atau paling lambat pada 40 hari setelah tanam (menjelang fase primordia) atau 50 kg KCl/ha + 5 ton jerami/ha

• Perubahan status hara P dan K tanah perlu dimonitor setiap 5 tahun.

• P stater. Akar bibit tanaman sebelum dipindah ke lapang dicelup ke dalam larutan yang mengandung 10 kg SP36 per 50 liter air per ha.

• Pemanfaatan bahan organik jerami dalam bentuk kompos (sebagai alternatif pupuk K) dengan bantuan Trichoderma (mikroba selulotik), seperti Orlitan (dikembangkan di Puslitbangtan) dan sejenisnya.

Penggunaan pupuk hayati: mikroba pelarut fosfat seperti Pseudomonas, Mycobacterium, Micrococcus dan sebagainya. Mikroba tersebut dapat menggunakan sumber P yang sukar larut (misalnya apatit), sehingga nantinya menjadi tersedia bagi tanaman. Biofosfat merupakan pupuk hayati yang dikembangkan di Puslitbangtan, dapat meningkatkan efisiensi P 50% dan meningkatkan ketersediaan P 200%.

• Pengusahaan Sesbania. Tanaman induk ditanam di luar pesawahan, sebagai penghasil biji. Biji Sesbania rostrata sebanyak 10 kg/ha disebar di sawah setelah panen padi pertama. Setelah 45 hari, Sesbania sudah bisa dibenamkan bersamaan dengan pengolahan tanah (biomas sudah mencapai 15 ton/ha).

• Azola 200 kg/ha dalam 25 hari menjadi 20 ton/ha dengan kandungan N 40 kg/ha. Bibit Azola disebar 3 minggu sebelum pengolahan tanah yang telah tergenang air, dan sewaktu

(31)

pengolahan tanah Azola tersebut dibenamkan. Azola dapat mensubstitusi 30% urea, 25% SP36 dan 20% KCl.

• Beberapa peluang pupuk pengganti sebagai sumber N, P, K dan hara makro lainnya : Pupuk Phosmag Plus, pupuk organik E.138, ZI 2001, dan E.2001.

Prescription farming, yaitu takaran pupuk berdasarkan status hara tanah, iklim dan hasil yang akan dicapai/diinginkan. Paket ini sudah tersedia, dikembangkan melalui penggunaan model simulasi RUTII.CSM atau PADI300.CSM (Makarim 1999).

Perlu dicatat bahwa efektivitas dan efisiensi dari cara pemupukan di atas perlu dikaji pada spesifik agroekosistem, dan tidak berlaku umum.

4.1.7. Perlakuan pengelolaan air dan drainase

• Penggenangan terus-menerus; Cara ini biasa dilakukan petani apabila air tersedia cukup seperti pada lahan sawah beririgasi teknis. Cara ini kadangkala dianggap harus oleh sebagian petani. Lahan digenangi setinggi ± 5 cm sejak 7 hari setelah tanam hingga 10 hari sebelum panen. Pengeringan sementara dilakukan pada saat pemberian pupuk urea susulan, dan pada 10 hari sebelum panen. Alternatif lain, pengeringan tambahan dilakukan pada akhir fase vegetatif (7 hari sebelum primordia bunga selama 5 hari). Pengeringan lahan sebelum fase primordia dimaksudkan untuk mencegah keluarnya anakan tidak produktif yang berlebihan, sedangkan pengeringan menjelang panen dimaksudkan untuk mempercepat pematangan gabah, keserempakan matang dan memudahkan pemanenan (lahan telah kering).

Sistem Pengairan Berselang (intermittent); Pada cara ini pengairan dan pengeringan dilakukan selang 7 hari dengan maksud agar tanah tidak terlalu reduktif, mencegah keracunan besi pada tanaman, membuang gas-gas penghambat tumbuh tanaman seperti H2S,

merombak asam-asam organik, mempercepat mineralisasi bahan organik secara aerobik, dan mengurangi emisi gas metan (Gas Pemanas Bumi Global). Cara ini terutama dilakukan bila debit air pada saluran sekunder <60% debit maksimum.

• Untuk penghematan air, juga diperlukan pengurangan luas pematang. Semakin banyak pematang, semakin sulit pendistribusian air ke petakan-petakan sawah. Kepadatan pematang >2000 m/ha akan mengurangi efisiensi pendistribusian air sebanyak 30%.

• Pada lokasi dan musim tanam dimana air dalam petakan sawah sering tidak mengalir, atau tergenang diam, maka sebaiknya dilakukan drainase untuk mencegah keracunan besi.

4.1.8. Perlakuan pengendalian hama terpadu (PHT) tikus

• Pemantauan dini keberadaan populasi tikus sejak penyiapan lahan hingga menjelang panen.

• Pemberantasan tikus dengan sanitasi habitat, gropyokan, emposan dengan belerang.

• Perlindungan tanaman dengan pagar plastik tanpa dan dengan perangkap/bubu.

• Penyiapan tanaman perangkap. Tanaman perangkap ditanam di sekeliling areal 3 minggu lebih awal dari tanaman pokok, dikombinasikan dengan sistem perangkap bubu.

• Penggunaan umpan rodentisida

Gambar

Tabel 1.  Susunan pelaksana percobaan berdasarkan macam dan tingkatan  penelitian
Tabel  2.  Ukuran petak percobaan tanaman pangan berdasarkan tingkat  penelitian
Tabel 3.  Jumlah perlakuan optimal dan ulangan minimal untuk tiap macam dan  tingkatan penelitian
Gambar 1. Bentuk dan arah dari blok pada lahan yang seragam (kiri) dan bila  tidak seragam (kanan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah game android untuk meningatkan minat belajar matematika Siswa Sekolah Dasar.. Pengembangan produk yang digunakan

“2 x 2” itu dapat ditulis 2 s 2 22 .Apakah pada obat yang dibeli d .Apakah pada obat yang dibeli dengan engan resep dokter dapat ditulis 2.. resep dokter dapat ditulis

Guna memfokuskan penelitian pada tujuan yang akan dicapai maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada “Pengelolaan Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Taman

A. Penelitian ini menggunakan penyaringan Arang Tempurung Kelapa Dan Sabut Kelapa.. 1.Mahasiswa Program Sarjana Pada Jurusan Teknik Sipil Universitas Pasir

[r]

melaporkan bahwa sampel daun jeruk baik Selayar maupun Siam yang bergejala CVPD akan menunjukkan pita DNA dengan ukuran 1160 bp pada hasil PCR yang berarti

parameter oksigen terlarut dan nitrat memiliki peranan yang sangat besar dalam membedakan tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di perairan, sehingga nilai DO

Return ISSI dipengaruhi oleh besarnya return IHSG, hal ini dikarenakan IHSG muncul terlebih dahulu dibandingkan ISSI dan IHSG merupakan indikator dari pergerakan