• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mentawai, (Jakarta: PT. Grafidian, 1986), hlm Ibid, hlm Hari Susanto, dkk, Pulau Siberut,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Mentawai, (Jakarta: PT. Grafidian, 1986), hlm Ibid, hlm Hari Susanto, dkk, Pulau Siberut,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

1

Pendahuluan

Mentawai merupakan daerah kepulauan yang terletak di sebelah Barat Pantai Pulau Sumatera, yang terdiri dari empat pulau yaitu Siberut bagian Utara, Sipora bagian Tengah, Pagai Utara dan Pagai Selatan, bagian selatan. Secara geografis kepulauan Mentawai terletak dengan jarak antara 90 sampai 120 mil dari ibu Kota Propinsi Sumatera Barat, lama waktu tempuh menyeberangi lautan antara 10-15 jam dengan menggunakan kapal laut, pelayaran dilakukan pada malam hari1.

Masyarakat Mentawai yang berdiam di kepulauan Mentawai memiliki adat dan agama yang berbeda dengan masyarakat Minangkabau yang ada di kota Padang Propinsi Sumatera Barat. Makanan pokok masyarakat Mentawai adalah sagu, pisang, dan keladi. Selain itu rumah adat Mentawai disebut Uma2.

Masyarakat Mentawai memiliki keunikan kebudayaan tersendiri dari berbagai etnis yang ada di Sumatera. Keunikan tersebut maka pulau Mentawai menyerap perhatian besar para pengamat dan lembaga-lembaga nasional dan internasional. Salah satu indikasi yang nyata dapat diketahui dengan adanya pencacahan kulit atau tato disekujur tubuh, dengan motif-motif yang terdiri dari garis-garis geometrical sederhana yang melintang diberbagai bagian tubuh dan berakhir dengan garis-garis kurva pada kedua belah pipi wajah3.

Kedudukan tato diatur oleh kepercayaan suku Mentawai, ''Arat Sabulungan''. Istilah ini berasal dari kata sa

(se) atau sekumpulan, serta bulungan atau daun. Sekumpulan daun itu dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, yang diyakini memiliki tenaga gaib

kerei atau ketsat.

Bagi masyarakat Mentawai, tato merupakan roh kehidupan. Tato memiliki empat kedudukan pada masyarakat

1

. Stefano Coronese, Kebudayaan Suku

Mentawai, (Jakarta: PT. Grafidian, 1986),

hlm. 1

2. Ibid, hlm. 31-35. 3

. Hari Susanto, dkk, Pulau Siberut,

Potensi, Kendala dan Tantangan

Pembangunan, (Bogor: Puslitbang

Biologi-LIPI, 1997), hlm. 3-4.

Mentawai, salah satunya adalah untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi. Namun dalam perkembangannya di kepulauan Mentawai khususnya di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan, pemaknaan dan fungsi tato tradisional Mentawai mengalami perubahan atau perluasan pemaknaan, sehingga keberadaan tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan terancam kepunahan. Proses kepunahan tato yang merupakan seni ritual dari Arat Sabulungan, disebabkan oleh adanya desakan budaya luar yang begitu dominan.

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah ini menarik untuk diteliti dengan judul “Perubahan Makna dan Fungsi Tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun 1954-2000”. Batasan dan Rumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dengan batasan temporalnya ditetapkan pada tahun 1954-2000. Tahun 1954 dijadikan sebagai batasan awal dari penelitian ini, karena pada tahun ini diadakannya rapat tiga agama yaitu agama Kristen Protestan, agama Islam, dan

Arat Sabulungan. Pada rapat tersebut Arat Sabulungan resmi dihapus dan masyarakat

Mentawai diwajibkan memilih salah satu agama yang ada pada saat itu, yaitu Kristen Protestan atau Islam. Dengan dihapusnya

Arat Sabulungan, maka budaya Mentawai

mulai terancam keberadaannya khususnya budaya tato yang ada di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dirumuskan beberapa buah pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana makna dan fungsi tato, sebelum adanya pelarangan tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan?

2. Apa faktor penyebab terjadinya perubahan makna dan fungsi tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan?

3. Bagaimana perubahan makna dan fungsi tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan, setelah adanya pelarangan tato?

(3)

2

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan makna dan fungsi tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan.

2. Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan makna dan fungsi tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan. 3. Mendeskripsikan perubahan makna

dan fungsi tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan, setelah adanya pelarangan tato.

Dengan demikian, maka hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Sebagai informasi awal bagi peneliti berikutnya yang ingin mendalami proses perubahan dan perkembangan tato Mentawai khususnya di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan.

2. Memberikan gambaran bagaiman proses perubahan dan perkembangan tato Mentawai khususnya di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan.

3. Sebagai motivasi bagi Pemerintahan Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam melestarikan budaya asli Mentawai. Kerangka konseptual

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, tato berarti gambar (lukisan) pada bagian (anggota) tubuh. Jadi, tato merupakan salah satu simbol sosial. Simbol secara terminologi memiliki pengertian bahasa rupa yang mewujudkan dalam bentuk materi gambar yang telah disepakati secara bersama-sama. Dengan demikian, kesepakatan dan kemampuan manusia dalam memaknai simbol (khusunya simbolitas dalam tubuh tato) merupakan modal utama yang terpenting.

Fungsi simbol adalah sebagai alat untuk berkomunikasi. Dengan simbol yang mempunyai makna, manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lain. Simbol digunakan dalam tato biasanya asli dari mana orang berasal4. Kelompok sosial

4. Josi, Analisis Tradisi Mentato pada

Suku Drung dan Suku Mentawai, (Fakultas

adalah gabungan dari dua orang atau lebih. Mereka memiliki pemahaman tentang pandangan hidup, atribut dan definisi yang sama untuk mendefinisikan siapa mereka. Atribut ini merupakan identitas. Identitas dalam sebuah kelompok sosial didasarkan atas sebuah keyakinan bahwa tindakan sosial manusia harus dipahami dalam konteks sosialnya. Identitas sosial adalah persamaan dan perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang dimiliki secara bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakan dengan orang lain. Itu berarti, tato menjadi salah satu alat yang dipergunakan masyarakat untuk mengungkapkan suara hati mereka dan menyampaikan ide. Perubahan nilai terhadap tato ini sangat dipengaruhi juga karena konstruksi kebudayaan yang di anut oleh masyarakat. Tato yang pada awalnya hanya digunakan sebagai simbol kekuasaan dan kedudukan sosial, sampai akhirnya tato dijadikan sebagai tren fashion. Jadi, penilaian bahwa tato itu baik atau buruk tergantung dari kondisi sosial yang ada. Menurut Selo Sumarjan (1997: 56) perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola perilaku di dalam masyarakat5. Kelompok-kelompok masyarakat yang ada akan mengalami perubahan. Hal ini sesuai dengan perspektif teori evolusi masyarakat yang senantiasa akan mengalami perubahan dari pola hidup yang tradisional menuju kehidupan yang lebih kompleks6.

Studi Relevan

Sesuai dengan judul diatas yaitu: Perubahan Makna dan Fungsi tato di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, maka pembahasannya akan diperjelas dengan

Bahasa dan Budaya Universitas Bina Nusantara Jakarta 2011):

5.Bahreint Sugihen, Sosiologi Pedesaan

(suatu pengantar), (Jakarta: PT. Raja

Gravindo Persada, 1997), hlm. 56.

6. Soedjono Soekanto, Sosiologi (suatu

pengantar), (Jakarta: PT. Raja Gravindo

(4)

3

melihat beberapa tulisan-tulisan yang membahas tentang budaya, seperti penelitian yang dilakukan oleh Nuri Siritoten, dengan judul “Sikerei: Studi tentang

Perubahan-perubahan Kehidupan Sosial Budaya di

Malancan Kabupaten Kepulauan

Mentawai”7.

Sani, membahas tentang “Perubahan

Fungsi Uma dalam Kehidupan Sosial di

Mentawai khususnya di Madobag

Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai”8.

Marson Samaloisa, membahas tentang “Arat Sabulungan ke Agama Samawi:

Kehidupan Beragama Masyarakat Pagai Utara Selatan (PUS) Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai”9.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah yang berbentuk deskriptif analitis yaitu menggambarkan dan menginterpretasikan suatu peristiwa yang terjadi pada suatu objek. Menurut Louis Gottschalk (1983:18;19;32) memaknai metode sejarah sebagai proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman, dokumen-dokumen, dan peninggalan masa lampau yang otentik dan dapat dipercaya, serta membuat interpretasi dan sintesis atas fakta-fakta tersebut menjadi kisah sejarah yang dapat dipercaya. Adapun cara kerja atau langkah-langkah penelitian sejarah meliputi: Heuristik, Kritik Sumber, Interpretasi, dan Historiografi.

7. Nuri Siritoten, (skripsi), “Sikerei:

Studi tentang Perubahan-perubahan Kehidupan Sosial Budaya di Malancan Kabupaten Kepulauan Mentawai (1993-2008)”, (Padang: STKIP PGRI Sumatera

Barat,2007). 8

. Sani, (skripsi), “Perubahan Fungsi

Uma dalam Kehidupan Sosial di Mentawai khususnya di Madobag Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai (1987-2006)”, (Padang: STKIP PGRI Sumatera Barat, 2010).

9. Marson Samaloisa, “Arat

Sabulungan ke Agama Samawi: Kehidupan Beragama Masyarakat Pagai Utara Selatan (PUS) Sikakap Kabupaten Kepulauan

Mentawai”, (Padang: STKIP PGRI

Sumatera Barat, 2008).

Langkah pertama Heuristik, yaitu mencari sumber-sumber yang relevan. Informasi-informasi yang diperoleh dari dua sumber yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

Langkah kedua Kritik Sumber, yaitu pengolahan data atau menganalisis sumber informasi baik internal maupun eksternal. Analisis sumber informasi ini dilakukan untuk menguji keaslian dan kesahihan informasi.

Langkah ketiga Interpretasi, yaitu menafsirkan fakta-fakta yang sudah ada lalu dikritik, dihubung-hubungkan, dan dikait-kaitkan diantara yang satu dengan yang lainnya sedemikian rupa sehingga antara fakta yang satu dengan yang lainnya kelihatan sebagai saru rangkaian yang masuk akal, dalam artian menunjukan kesesuaian satu sama lainnya.

Langkah keempat Historiografi, yaitu proses melakukan penyusunan fakta-fakta sejarah yang sudah ada dari berbagai sumber yang telah siseleksi, teruji kebenarannya serta telah dihubung-hubungkan, dikait-kaitkan dengan yang satu sama yang lainnya dan sudah menjadi satu rangkaian yang masuk akal dan bermakna. Setelah semua data diseleksi, diuji, barulah dilanjutkan penulisan dalam bentuk sebuah karya ilmiah10.

Hasil Penelitian

Secara geografis Desa Sioban merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Sipora Selatan, dan sekaligus pusat Kecamatan Sipora Selatan. Desa Sioban memiliki dermaga atau pelabuhan kapal dan menjadi pusat perdagangan masyarakat Sipora Selatan. Jarak antara Padang dengan Mentawai 90-120 mil, dengan lama waktu tempu menyeberangi lautan antara 12-14 jam dan pelayaran dilakukan pada malam hari11. Sedangakn jarak tempuh dari Desa Sioban ke Kabupaten Kepulauan Mentawai

10. A.Daliman, Metode Penelitian

Sejarah, (Yogyakarta: Pustaka Nasional:

Katalog Dalam Terbitan (KDT): Ombak), hlm. 27-28

11. Stefano Coronese, Kebudayaan

Suku Mentawai, (Jakarta: PT. Grafidian,

(5)

4

membutuhkan waktu 3 jam melalaui jalan laut, dan 2,5 jam kalau lewat darat.

Letak geografis Desa Sioban berada di antara 2006’00”-2024’36 Lintang Selatan dan 99036’00”-99052’12” Bujur Timur. Keadaan geografis Desa Sioban berada di kawasan tepi laut dan perbukitan, debgan luas wilayah 12.000 ha. Desa Sioban memiliki tanah yang subur, karena dialiri dua sungai besar yaitu sungai takkuman dan sungai malabbaet. Pada umumnya masyarakat Desa Sioban bertani seperti menanam nilam, cengkeh, coklat, pala, kelapa, pinang, dan pisang. Selain itu masyarakat Desa Sioban juga ada yang berternak, berdagang, berlaut(nelayan), dan pegawai.

Secara administrasi Desa Sioban terdiri dari 7 dusun yaitu dusun Malabbaet, dusun Paddarai, dusun Teitei Pabobokat, dusun Sioban dalam, dusun Takkuman, dusun Bagat Lelet, dan dusun Tetek Bukkuk12. Makna Tato Bagi Masyarakat Desa Sioban

Tato Mentawai mempunyai beragam makna dan fungsi. Ia memiliki pranata sosial-budaya yang meliputi ekonomi, kesehatan, kepercayaan, teknologi, keahlian, hingga sekedar hiasan tubuh. Makna dari tato sebagai simbol dapat terlihat dari sejumlah motif yang ada pada tubuh sipemakai. Masyarakat tradisional Mentawai khususnya di Desa Sioban, yang memakai tato tidak sebagai pelengkap untuk hiasan tubuh, tetapi tato yang dipakai memiliki makna simbolis. Seperti yang di ungkapkan oleh Beriukuk (68 tahun)13, bahwa:

“Dulu, tato tidak bisa dianggap main-main, atau sebagai tanda keindahan saja. Kalau disetarakan dengan pangkat atau gelar, sama halnya denga gelar Doktorandus (Drs). Karena dulu tato sangat dihargai. Walaupun dia anak kecil, kalau sudah memiliki tato, dia sangat dihargai oleh siapapun. Begitu pula sebaliknya, kalau dia tidak punya tato, walaupun dia sudah beruban, dia tidak dihargai. Orang tuanya pun tidak menganggap dia sebagi anak mereka”.

12

. Kantor Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan.

13. Wawancara dengan Beriukuk, tanggal 28 Januari 2015.

Kalau dilihat dari beberapa makna yang tersirat dalam sebuah gambar, Refisrul, mengatakan bahwa ada tiga makna yang terdapat di dalamnya14, yaitu:

1. Makna historis, yaitu makna yang utama dari gambar tersebut, karena mengingat keterkaitan erat atau hubungan di masa lalu.

2. Makna kultural, yaitu khasana budaya daerah dan pembentuk identitas budaya masyarakat. 3. Makna sosial, yaitu adanya ikatan

sosial yang kuat antara kebudayaan atau menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan baik antara penguasa dengan masyarakat, serta sesama anggota masyarakat.

Demikian pula dengan masyarakat Mentawai khususnya di Desa Sioban, pada setiap gambar atau motif yang terdapat pada tato mereka memiliki makna masing-masing. Misalnya, pohon sagu. Dalam mitologi suku Mentawai pohon sagu mempunyai makna tersendiri, yang mengisahkan tentang seorang pria yang menjelma menjadi pohon sagu. Pohon sagu sebagai pohon kehidupan, sebagai sumber pangan yang tidak akan pernah habis. Fungsi Tato Bagi Masyarakat Desa Sioban

Tato Mentawai memiliki fungsi yang sangat penting bagi masyarakat Mentawai, dimana tato Mentawai merupakan sebagai jati diri dan perbedaan status sosial, atau profesi, dan lain sebagainya. Menurut Ady Rosa, ada empat kedudukan tato pada masyarakat Mentawai15 yaitu:

1. Fungsi Sosial, untuk menunjukan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi,

2. Fungsi Kosmologis, sebagai simbol keseimbangan alam.

14. Refisrul, Ernatip, dkk, Bunga

Rampai Budaya Sumatera Barat, Budaya Masyarakat Minangkabau: Seni, Teknologi Tradisional, dan Hubungan Antara Budaya,

BPSNT Padang Perss(cetakan pertama), 2012, hlm. 52.

15. Ady Rosa. https://

maribelajarantropologi, wordpress. com/2013/10/12/ budaya-tato-pada-masyarakat-suku-mentawai/, diakses pada

(6)

5

3. Fungsi Estetis, sebagai keindahan

atau bentuk seni.

4. Fungsi Religius, berhubungan dengan kepercayaan suku Mentawai yaitu Arat Sabulungan.

Dengan demikian tato Mentawai bukan hanya memiliki fungsi sebagai tanda jati diri dan status sosial, tetapi memiliki fungsi juga sebagai keindahan, simbol keseimbangan alam, dan hubungan dengan kepercayaan masyarakat Mentawai yaitu Arat Sabulungan.

Faktor Penyebab perubahan makna dan fungsi tato di Desa Sioban

1. Masuknya Agama

Sebelum masuknya agama samawi (Kristen Protestan) tahun 1901 di Pagai Utara Selatan, dan tahun 1927 di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan, kontak yang terjadi antara Arat Sabulungan dengan agama samawi membawa pengaruh yang sangat berarti jika dilihat dari segi kehidupan masyarakat Mentawai, dan sangat berbahaya jika dilihat dari segi budaya.

Pada akhirnya Arat Sabulungan resmi dihapus pada tahun 1954, dan masyarakat Mentawai diwajibkan memilih salah satu agama yang diakui oleh pemerintah pada waktu itu agama yang ada dikepulauan Mentawai adalah Protestan, Islam, dan Katolik. Perubahan kepercayaan asli masyarakat Mentawai ke agama samawi merupakan tantangan berat terhadap budaya tradisional Mentawai salah satunya budaya tato. Karena, menurut pandangan agama Protestan terhadap tato, Pdt. Sem Samalaiming (83) mengatakan bahwa tubuh kita, sebagaimana jiwa kita, telah ditebus dan merupakan milik Allah16.

2. Meningkatnya Pendidikan Masyarakat

Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan masyarakat terhadap suatu kemajuan, sehingga masyarakat khususnya anak-anak muda Mentawai, tidak mau lagi kembali ke masalalu mereka seperti yang dilakukan oleh orang tua atau nenek moyang mereka dulu yaitu menggunakan tato tradisional mereka sebagai tanda jati diri

16. Wawancara, dengan Pdt. Sem Samalaiming, pada tanggal, 25 Desember 2014.

orang Mentawai. Hal ini disebabkan oleh kaum muda sudah mulai menyatu dengan budaya luar yang digalakkan pemerintah, terutama disebabkan adanya pengaruh dari pendidikan dan melalui pengajaran agama baru yang mereka anut (Protestan, Islam, Katolik)17. Alasan mereka tidak mau melanjutkan tradisi menato adalah tato tradisional Mentawai ini tidak sesuai lagi dengan keadaan zamannya, dan malu dianggap sebagai orang yang ketinggalan zaman18. Hal ini yang membuktikan bahwa pandangan hidup asli Masyarakat Mentawai khususnya di Desa Sioban telah berakhir. 3. Meningkatnya Kesadaran Masyarakat

Terhadap Kesehatan

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, sehingga masyarakat Mentawai khususnya di Desa Sioban menjadi takut untuk menato tubuh mereka. Menurut Orlina (65 tahun)19 mengatakan:

“Membuat tato itu sangat menyakitkan, tapi kalau hanya satu kali dilakukan masih mendingan, ini dilakukan sampai tiga kali baru selesai satu garis atau satu motif. Begitu juga selanjutnya apabila dilanjutkan kembali supaya lengkap disekujur tubuh mereka. Bagi yang tidak terbiasa akan mengalami demam.”

Walaupun menato terkadang mengalami demam, tapi belum ada kasus mentato menimbulkan penyakit serius. Menurut Justian selaku kepala Puskesmas di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan mengatakan,20 bahwa efek terjelek yang dirasakan hanya iritasi. Sementara risiko infeksi bisa terjadi saat pembuatan tato karena jarum yang tidak steril atau tinta

17

. Ady Rosa. Eksistensi Tato Sebagai

Salah Satu Karya Seni Rupa Tradisional Masyarakat Mentawai, (Institut Teknologi

Bandung, 1994), hlm. 344. 18

. Wawancara dengan Jumelsen salah satu anak muda masyakat Sioban tanggal 28 Januari 2015.

19. Wawancara dengan Orlina, pada tanggal, 25 Januari 2015

20. Wawancara dengan Justian kepala Puskesmas di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan, tanggal, 05 Januari 2015

(7)

6

yang dipakai mengandung zat-zat berbahaya.

4. Pengaruh Budaya Luar

Yang dimaksud dengan budaya luar,ialah suatu tatanan atau sistem yang menyangkut pola piker, tingkah laku serta pandangan-pandangan yang berbeda dengan kebudayaan lokal, atau yang tidak termasuk dalam lingkup kebudayaan setempat. Dalam hubungan dengan Mentawai, budaya luar dibawa antara lain oleh orang-orang suku Minangkabau, daratan Sumatera Barat yang dating di kepulauan Mentawai khususnya di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan, baik sebagai pelaut, petani, maupun berniaga yang semata-mata mencari laba.

Pengaruh budaya luar yang masuk kedalam kawasan masyarakat tradisional Mentawai, terjadi pergeseran pada kehidupan sosial budaya masyarakat Mentawai khususnya di Desa Sioban Kecamatan Sipora Selatan. Budaya luar yang dibawa orang tepi ke kepulauan Mentawai, sekaligus membawa agama yang mereka yakini, seperti agama Protetan yang dibawa oleh para zending dari missi Jerman tahun 1901, kemudian agama Islam pada tahun 1952, serta agama khatolik tahun 1955, dan Bahai 1955, sangat besar pengaruhnya terhadap budaya masyarakat Mentawai khususnya dibidang kepercayaan yaitu Arat Sabulungan, yang pada akhirnya resmi dihapus pada tahun 1954. Dengan demikian seluruh budaya Mentawai terancam keberadaannya.

Perubahan Makna dan Fungsi Tato di Desa Sioban

1. Perubahan makna tato di Desa Sioban Terjadinya suatu perubahan terhadap sebuah Perkembangan pemaknaan tato yang individualistik tentunya memberikan warna tersendiri untuk dapat di lihat dari berbagai aspek. Seperti halnya pada masyarakat Mentawai khususnya di Desa Sioban, Selsius (68)21 menjelaskan bahwa:

“Dulu tato memiliki arti dan kegunaannya, karena seseorang akan di tato apabila dia sudah beranjak dewasa dan memiliki suatu keahlian. Jadi, dalam pembuatan tato harus

21. Wawancara dengan Selsius, pada tanggal, 10 Januari 2015

disesuaikan dengan profesi atau keahlian yang dimilikinya, misalnya sikerei ada gambar sibalu-balu, pemburu di hutan ada gambar hasil buruannya. Tetapi pada saat sekarang ini, tato yang ada pada seseorang tidak ada gunanya lagi, karena mereka membuat tato atas kemauan mereka sendiri dan gambar serta motif yang digunakan tidak sama seperti yang digunakan oleh nenek moyang mereka dulu”.

Tato sebagai lambang nonverbal berbentuk gambar pada media tubuh menjadi media aplikasi pesan yang digunakan pemiliknya untuk menunjukan pesan yang diperlihatkan kepada orang lain dan bahkan penunjuk bagi dirinya sendiri. Kenan (69)22, menjelaskan:

“Semua gambar atau motif yang ada pada tato Mentawai, memiliki arti dan fungsi. Misalnya gambar tato di bagian kaki, itu melambangkan akar pohon sagu, dimana sagu bagi masyarakat Mentawai merupakan makanan pokok mereka dari dulu sampai sekarang”. Posisi tato sekarang ini jauh melebihi perannya pada masa lampau. Kenan, menambahkan:

“Pada saat sekarang ini, tato tidak dianggap lagi suatu keahlian atau yang sangat dihargai. Karena pada saat sekarang ini, dalam pembuatan tato tidak seperti cara pembuatan tato sebelumnya yang memiliki syarat yang harus di penuhi sesuai dengan kepercayaan nenek moyang dulu”. Tato dalam pandangan modern telah banyak melibatkan unsur-unsur yang secara sinergis dapat disatukan dalam suatu ringkasan gambar. Seni design dalam tato memiliki hubungan kuat dengan adanya sisi artistik dari gambar tato, dengan kata lain tato ini pun menjadi satu komoditas lain untuk dapat mengapresiasi seni.

2. Perubahan fungsi tato di Desa Sioban Tato adalah salah satu simbol mengekspresikan kebudayaan dan merupakan seni yang dapat dilihat. Melalui tato, beberapa suku di dunia dapat mengekspresikan apa yang mereka harapkan

22. Wawancara denga Kenan, pada tanggal, 10 Januari 2015

(8)

7

dalam hidup. Itu berarti tato menjadi salah satu alat yang dipergunakan masyarakat untuk mengungkapkan suara hati mereka dan menyampaikan ide. Beriukuk, menjelaskan bahwa23:

“Dulu tato sangat dihargai, karena dulu tato merupakan suatu tanda status sosial dan profesi. Seseorang akan dikenal profesinya lewat gambar tato yang digunakan apakah dia seorang

sikerei atau tukang buru di hutan. Tato

juga merupakan tanda bahwa seseorang sudah beranjak dewasa. Maka dari itu, tato sangat dihargai dan disegani oleh masyarakat Mentawai, walaupun kita lebih tua darinya”. Menurut Ady Rosa, ada sedikitnya empat kedudukan atau fungsi tato pada suku Mentawai, yaitu fungsi Sosial, fungsi kosmologis, fungsi estetis, dan fungsi religious.

Dahulu seni mentato sering dipakai oleh suku-suku terasing disuatu wilayah di dunia dengan fungsi yang hampir sama di berbagai tempat atau suku yaitu : pertama, tato sebagai simbol prestasi dari hasil berburu binatang, keberanian, keterampilan, pengobatan. Kedua, tato merupakan perintah religius kepada masyarakat yang meyakini itu sebagai perintah dewa atau Tuhan. Ketiga, sebagai bukti ketabahan dalam melewati masa peralihan dari gadis ke perempuan dewasa, perempuan dewasa ke ibu, tato juga dianggap mampu mengatasi rasa sakit dan duka. Keempat, sebagai jimat mujarab, simbol kesuburan dan kekuatan dalam melawan berbagai penyakit dan kecelakaan. Tetapi dewasa ini kebiasaan pembuatan tato pada orang mentawai khususnya di Desa Sioban, mulai berangsur-angsur hilang, terutama pada anak-anak muda Mentawai yang ada di Desa Sioban. Untuk menunjukkan jati diri sebagai anak mentawai, mereka hanya menato sebagian kecil di bagian tubuh mereka. Gustab, menjelaskan bahwa24:

“Budaya tato di tinggalkan karena masuknya agama baru yaitu Protestan, yang sangat melarang masyarakat

23

. Wawancara dengan Beriukuk, tanggal, 28 Januari 2015

24. Wawancara dengan Gustab, pada tanggal, 27 Januari 2015

Sioban untuk melakukan berbagai ritual sesuai dengan kepercayaan mereka sebelumnya yaitu Arat Sabulungan, pemerintah setempat mengajak masyarakatnya untuk percaya kepada Allah yang menciptakan langit dan bumi”.

Peralihan ini disebabkan karena modernisasi yang mulai berkembang di kepulauan mentawai khususnya di Desa Sioban.

KESIMPULAN

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, tato berarti gambar (lukisan) pada bagian (anggota) tubuh. Jadi, tato merupakan salah satu simbol sosial. Masyarakat Mentawai menyebut tato adalah

ti’ti’, merupakan suatu roh kehidupan,

dimana menurut filosofi orang Mentawai bahwa setiap benda yang ada, hidup atau mati mempunyai roh dan jiwa seperti manusia, serta harus diperlakukan seperti manusia.

Tato Mentawai mempunyai beragam makna dan fungsi. Ia memiliki pranata sosial-budaya yang meliputi ekonomi, kesehatan, kepercayaan, teknologi, keahlian, hingga sekedar hiasan tubuh. Makna dari tato sebagai simbol dapat terlihat dari sejumlah motif yang ada pada tubuh sipemakai. Terjadinya perubahan makna dan fungsi tato tradisional Mentawai, akibat dari pengaruh-pengaruh budaya luar yang datang di kepulauan Mentawai diantaranya masuknya agama yang dibawa oleh para missionaries, meningkatnya pengetahuan masyarakat Mentawai itu sendiri, adanya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, dan pengaruh budaya luar.

Perkembangannya pada saat sekarang ini budaya tato banyak mengalami perubahan baik dari segi makna maupun dari segi fungsi. Dimana fungsi tato yang sebelumnya merupakan sebagai tanda jati diri orang Mentawai, hingga pada saat sekarang ini fungsi tersebut berkembang menjadi sebagai keindahan bagi sipengguna tato tersebut. Sedangkan dari segi makna dari tato tersebut, sebelumnya tato memiliki makna yang sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat Mentawai, terutama dalam Arat Sabulungan yang merupakan kepercayaan masyarakat sebelum masuknya agama di kepulauan Mentawai khususnya di

(9)

8

Desa Sioban, hingga sekarang pemaknaan tato tersebut mengalami perubahan yang sangat bertolak belakang dari makna sebelumnya. Ada yang menganggap tato sebagai tanda orang kriminal atau penjahat, ada juga yang menganggap orang yang menggunakan tato tradisional Mentawai tersebut orang yang ketinggalan zaman. SARAN

Berdasarkan hasil temuan penulis di lapangan mengenai perubahan makna dan fungsi tato di Desa Sioban, ternyata sangat menarik untuk diteliti. Namun dengan keterbatasan penulis, maka masih banyak kesempatan kepada penulis lainnya khususnya bagi mahasiswa yang berasal dari Mentawai untuk melakukan penulisan mengenai tato tradisional Mentawai, yang pada saat sekarang ini budaya tato mulai goya akibat dari pengaruh-pengaruh yang datang baik pengaruh dari masyarakat itu sendiri maupun pengaruh dari luar masyarakat itu sendiri.

Diharapkan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai untuk memperhatikan budaya tradisional Mentawai khususnya budaya tato yang mulai goya dan terancam keberadaanya. DAFTAR PUSTAKA

Buku

A.Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah. (Perpustakaan Nasional: Katalog

Dalam Terbitan). Yogyakarta: Ombak. Bahreint Sugihen. 1997. Sosiologi Pedesaan

(suatu pengantar). Jakarta: PT. Raja

Gravindo Persada.

Refisrul, Ernatip, dkk. 2012. Bunga Rampai

Budaya Sumatera Barat, Budaya

Masyarakat Minangkabau: Seni, Teknologi Tradisional, dan Hubungan Antara Budaya.

Padang: BPSNT Perss(cetakan pertama). Soedjono soekanto. 1992. Sosiologi (suatu

pengantar). Jakarta: PT. Raja Gravindo

Persada.

Stefano Coronese. 1986. Kebudayaan Suku

Mentawai. Jakarta: PT. Grafidian.

Skripsi

Ady Rosa, (tesis). 1994. Eksistensi Tato

Sebagai Salah Satu Karya Seni Rupa

Tradisional Masyarakat Mentawai. Institut

Teknologi Bandung.

Marson Samaloisa, (skripsi). 2008. Dari

Arat Sabulungan ke Agama Samawi: Kehidupan Beragama Masyarakat Pagai Utara Selatan (PUS) Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai (1901-1954). Padang:

STKIP PGRI Sumatera Barat.

Nuri Siritoten, (skripsi). 2009. Sikerei: Studi

Tentang Perubahan-perubahan Kehidupan Sosial Budaya di Malancan Kabupaten Kepulauan Mentawai (1993-2008). Padang:

STKIP PGRI Sumatera Barat.

Sani, (skripsi). 2008. Perubahan Fungsi

Uma Dalam Kehidupan Sosial di Desa Madobag Kecamatan Siberut Selatan (1987-2006). Padang: STKIP PGRI Sumatera

Barat. Internet

Ady Rosa, Budaya Tato Pada Masyarakat Suku Mentawai, diakses pada 10 oktober 2013 dari,

https://maribelajarantropologi, wordpress. Com

Josi, Analisis Tradisi Mentato pada Suku Drung dan Suku Mentawai, (Fakultas Bahasa dan Budaya Universitas Bina Nusantara Jakarta 2011, diakses pada tanggal 27 Februari 2014 dari,

Referensi

Dokumen terkait

The camera distances used for the image calibration acquisition and mapping accuracy assessment were 1.5 metres in the laboratory, and 15 and 25 metres on the field using a Sony

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W3, 2017 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Bertolak dari paparan yang telah dikemukakan, menarik perhatian penulis untuk melakukan penelitian berkenaan dengan kontribusi manajemen pelatihan mesin CNC Mobile

Hasil penelitian menyatakan ada hubungan riwayat anemia dengan kejadian KEK pada ibu hamil di Puskesmas Jetis II Bantul Yogyakarta, berdasarkan Uji Chi Square didapat

Hasil: Hasil uji hipotesis I menggunakan Paired Sample t-test diperoleh nilai p<0,05 (p = 0,000) yang berarti pemberian perlakuan sit-up exercise dapat

Mengambil ibrah dari perjuangan Rasullullah SAW dalam dakwah Islam pada periode Mekah dan Madinah untuk kepentingan masa kini dan yang akan datang.  Mengemukakan pendapat

[r]

Hal ini disebabkan oleh penambahan konsentrasi ektrak kasar enzim papain yang semakin tinggi dapat meningkatkan rasa kesukaan panelis terhadap minuman kopi bubuk.. Meningkatnya