• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

1

TESIS

PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA

PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN

DARI WARISAN BUDAYA DUNIA

I NYOMAN WIDIARTA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(2)

TESIS

PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA

PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN

DARI WARISAN BUDAYA DUNIA

I NYOMAN WIDIARTA NIM 1391061020

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA

PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN

DARI WARISAN BUDAYA DUNIA

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana

I NYOMAN WIDIARTA NIM 1391061020

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 13 JULI 2015

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc. NIP 195202181980031002 NIP 195302111982031001

Mengetahui

Ketua Program Studi Kajian Pariwisata Direktur

Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K). NIP 196112051986031004 NIP 195902151985102001

(5)

Tesis Ini telah diuji pada Tanggal 8 Juli 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No: 199/UN14.4/HK/2015, Tanggal 1 Juli 2015

Ketua : Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. Sekretaris : Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc.

Anggota : 1. Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. 2. Dr. Drs. Ida Bagus Gde Pujaastawa, M.A. 3. Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE.,MM.

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan dibawah ini saya :

1. Nama : I Nyoman Widiarta, SS

2. NIM : 1391061020

3. Program Studi : Kajian Pariwisata Universitas Udayana

4 Judul Tesis : Pengelolaan Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun sebagai Bagian dari Warisan Budaya Dunia

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang Undangan yang berlaku.

Denpasar, Juli 2015 Pembuat Pernyataan

I Nyoman Widiarta, SS NIM 1391061020

(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung wara nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam rangka penyempurnaan penyusunan tesis ini. Terima kasih yang sebesar besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. I Nyoman Madiun, M.Sc selaku pembimbing II yang selain memberikan bimbingan juga telah memberikan dorongan dan semangat kepada penulis hingga terwujudnya karya tulis ini.

Ucapan yang sama juga ditujukkan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukkan kepada Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof.Dr.dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pasca Sarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt, Ketua Jurusan Program Studi Fakultas Kajian Pariwisata Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan petunjuk kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga diungkapkan kepada para dosen penguji

(8)

tesis, yakni Prof. Dr. I Nyoman Dharma Putra, M.Litt, Dr. Drs. Ida Bagus Gde Pujaastawa, M.A dan Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE.,MM yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf administrasi Universitas Udayana, teman-teman se angkatan, serta mendiang Ivan dengan slogannya bersama kita bisa 2015 yang telah memberikan dorongan motivasi kepada penulis. Terima kasih juga ditunjukkan kepada Pemerintah Provinsi Bali yang telah memberikan bantuan finansial dalam bentuk program beasiswa sehingga dapat meringankan beban penulis dalam menyelesaikan studi ini.

Akhirnya, tidak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada keluarga, yakni ibu dan mendiang ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis yang memberikan dasar-dasar pengetahuan dan pemikiran yang logis sehingga mewujudkan perkembangan kreativitas. Rasa terima kasih juga kepada istri tercinta Luh Darmini dan anak-anak tersayang, Athena dan Krishna atas doa dan dorongan serta dengan penuh pengorbanan telah memberikan kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.

Denpasar, Juli 2015

Penulis

(9)

PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA

ABSTRAK

Pura Taman Ayun merupakan bagian dari Lansekap Budaya Provinsi Bali yang telah ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia tahun 2012. Dengan penobatan tersebut manajemen pengelolaan seharusnya semakin baik. Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, kualitas manajemen pengelolaan masih belum maksimal, baik dari segi fasilitas, aksesibilitas hingga kualitas sumber daya manusia yang masih kurang. Penelitian ini akan membahas bagaimana pengelolaan Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia. Pembahasan akan difokuskan pada tiga hal yakni : sistem pengelolaan, partisipasi masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan, serta persepsi wisatawan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pengelolaan daya tarik wisata warisan budaya dunia, khususnya Pura Taman Ayun. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015. Teori yang digunakan adalah Teori Partisipasi, Teori Persepsi, dan Teori Komponen Daerah Tujuan Wisata. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif. Informan dipilih berdasarkan teknik purposive sampling, sedangkan pengambilan sampel responden dilakukan dengan teknik accidental sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tarik wisata Pura Taman Ayun pascapenobatan oleh UNESCO sebagai bagian dari warisan budaya dunia hanya mengalami peningkatan dari segi revitalisasi fisik, sedangkan secara manajemen sumber daya manusia belum mengalami peningkatan. Revitalisasi fisik terlihat dari adanya perbaikan fasilitas seperti wantilan, toilet, senderan kolam dan penataan jalan di depan lokasi yang difungsikan sebagai pedestrian. Selain itu juga adanya penataan para pedagang yang direlokasi ke pasar Tenten sebagai kantin Pura Taman Ayun. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan terlihat dalam kegiatan seremonial, penjagaan peninggalan purbakala, dan pelestarian seni budaya. Partisipasi pemerintah adalah dalam penetapan kebijakan, pembangunan, pelestarian lingkungan alam dan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi.

Persepsi wisatawan yang mengunjungi Pura Taman Ayun ditinjau dari variabel atraksi menunjukkan bahwa indikator yang memperoleh penilaian Sangat Baik (SB) adalah indikator keunikan arsitektur dengan skor 4,44 dan indikator fotografi dengan skor 4,22. Selanjutnya indikator kondisi jalan di depan lokasi yang memperoleh penilaian Sangat Baik (SB) dengan skor 4,24 pada variabel aksesibilitas. Dalam variabel fasilitas, indikator Wantilan mendapatkan penilaian persepsi Sangat Baik (SB) dengan skor 4,28. Dan dari variabel organisasi kepariwisataan, seluruh indikator memperoleh penilaian persepsi baik (B) dengan indikator harga tiket dan indikator kesejukan dengan skor tertinggi yakni 4,08. Kata Kunci : Pengelolaan, Daya Tarik Wisata, Pura Taman Ayun, Warisan Budaya Dunia.

(10)

THE MANAGEMENT OF TAMAN AYUN TEMPLE TOURIST ATTRACTION AS A PART OF WORLD CULTURAL HERITAGE ABSTRACT

Taman Ayun Temple is part of Culural Landscape of Bali Province that has been designated as world cultural heritage by UNESCO in 2012. Thus should have better management after the coronation. However, based on observations in the field, the quality of management is still not optimal, both in terms of facilities, accessibility to quality human resources are still lacking. This research will be discussed how the management of Taman Ayun Temple tourist attraction as a world cultural heritage. The discussion will be focused on three things: the management systems, the community and government participation in the management, as well as tourists perception.

The purpose of this research is generally to determine the management system of tourist attraction in world cultural heritage, especially Taman Ayun Temple. The study was conducted in March 2015. The theory used is Participation, Perception and Component of Tourist Destination Theory. The data used in this research is quantitative and qualitative. Informants were selected based on purposive sampling technique, while sampling of the respondents were conducted by accidental sampling technique.

The results showed that after the designation of UNESCO, the tourist attraction management of Taman Ayun Temple has been increased only in phisical restoration, on the other hand the management of human esources has yet to be increased. This phisycal restoration can be seen from the improvement of facilities such as wantilan, toilet, lean reservoirs and structuring road in front of the location which functioned as pedestrian. There was also the arrangement of the traders who relocated to Tenten Market as a special canteen for Taman Ayun Temple visitor. Community participation in the management of Taman Ayun Temple tourist attraction can be seen from their participation in ceremonial activities, preservation of ancient relics, and the preservation of cultural arts. While government participation is in setting policy, development, preservation of the natural environment and in conducting monitoring and evaluation.

The perception of tourists who visit Taman Ayun Temple in terms of variables attractions shows that the uniqueness of the architecture indicators obtain a Very Good assessment with a score of 4.44 and photography indicator with a score of 4.22. While the condition of the road in front of the location gain Very Good ratings (SB) with a score of 4.24 in accessibility variable. In facilities, Wantilan get a Very Good assessement with a score of 4.28. While from variable of management organization, all indicators obtain a good perception assessment with the highest score is an indicator of ticket’s price and coolness indicator with the same score is 4.08.

Keywords: Management, Tourist Attraction, Taman Ayun Temple, World Cultural Heritage.

(11)

RINGKASAN

Warisan budaya merupakan salah satu daya tarik wisata yang dimiliki Bali dalam mendatangkan wisatawan. Hal ini terlihat pada pura, yang selain berfungsi primer sebagai tempat persembahyangan juga berfungsi sekunder sebagai daya tarik wisata. Salah satunya adalah Pura Taman Ayun yang memiliki arti sejarah penting dalam kehidupan masyarakat setempat. Kolam yang mengelilingi pura tidak hanya berfungsi estetika, namun juga berperan penting sebagai sumber irigasi bagi subak-subak yang berada di sekitarnya. Ini tidak terlepas dari adanya filosofi Tri Hita Karana yang melandasi sistem pengairan subak yang mendasari UNESCO dalam menetapkan Pura Taman Ayun sebagai bagian dari Warisan Budaya Dunia. Setelah penobatan tersebut, pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun seharusnya mengalami peningkatan. Namun berdasarkan pengamatan di lapangan, manajemen pengelolaan sumber daya manusia masih belum maksimal. Selain itu diperlukan suatu tolok ukur untuk mengetahui sampai sejauh mana kesuksesan dari pengelolaan daya tarik wisata tersebut. Tolok ukur ini dapat digali melalui melalui persepsi wisatawan yang berkunjung ke Pura Taman Ayun. Karena pada umumnya para wisatawan memiliki pengalaman yang berbeda terhadap daya tarik wisata yang mereka kunjungi.

Pura Taman Ayun berhubungan erat dengan sejarah perkembangan kerajaan Mengwi. Menurut Babad Mengwi, sejarah pembangunan Pura Taman Ayun terkait dengan seorang tokoh yang bernama I Gusti Agung Putu sebagai pendiri Kerajaan Mengwi. Setelah sukses mengembangkan wilayah kerajaannya, Beliau berkeinginan membuat taman yang megah dengan mendatangkan seorang

(12)

arsitek China yang sangat terkenal saat itu yang bernama Ing Khang Choew. Setelah melalui survey lokasi, maka dipilih suatu lahan dengan gundukan yang dikelilingi sungai dan terletak strategis dekat dengan pemukiman masyarakat (Mengwi saat ini). Pertamanan ini sangat strategis dan indah yang dilengkapi dengan parhyangan sebagai tempat pemujaan leluhur raja. Karena sesuai dengan keinginan (ahiun) sang raja, maka taman ini kemudian disebut Taman Ahiun yang kemudian dikenal menjadi Taman Ayun.

Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015, dengan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, penyebaran kuesioner serta dikombinasikan dengan studi dokumentasi. Penentuan informan dilakukan dengan teknik

purposive sampling, sedangkan pengambilan sampel kuesioner adalah 50 orang

responden dari wisatawan yang dilakukan dengan teknik accidental sampling. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori partisipasi, teori persepsi dan teori komponen daerah tujuan wisata. Teori partisipasi dari Jules Pretty dipergunakan untuk mengetahui partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun. Untuk menganalisis persepsi wisatawan digunakan teori persepsi terhadap variabel-variabel produk wisata yang termasuk dalam teori komponen daerah tujuan wisata. Adapun variabel-variabel tersebut adalah atraksi (attraction), aksesibilitas (sccessibility), fasilitas (amenities), serta organisasi kepariwisataan (ancillary). Variabel-variabel persepsi ini kemudian diolah dengan menggunakan Skala Likert untuk memperoleh skor masing-masing. Manajemen pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun setelah ditetapkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia tetap dipegang oleh Puri

(13)

Mengwi selaku pemilik, dengan bantuan dari pihak pemerintah dari segi pengelolaan retribusi. Secara fisik pengelolaan mengalami peningkatan jika dibandingkan pada periode sebelum ditetapkan oleh UNESCO. Peningkatan yang dimaksud adalah adanya revitalisasi kawasan luar Pura Taman Ayun seperti fasilitas jalan yang ditata sebagai kawasan pedestrian, penataan parkir, serta penataan para pedagang yang direlokasi ke Pasar Tenten sebagai kantin khusus Pura Taman Ayun. Kawasan dalam Pura Taman Ayun juga mengalami renovasi fisik seperti wantilan, fasilitas toilet, candi bentar, dan lain-lain.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan terlihat dalam hal 1) kegiatan seremonial. 2) penjagaan peninggalan purbakala, dan 3) melestarikan seni budaya. Partisipasi pemerintah dalam pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun adalah : 1) dalam penetapan kebijakan, 2) dalam pembangunan 3) dalam pelestarian lingkungan alam, dan 3) dalam melakukan monitoring dan evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya Tarik wisata Pura Taman Ayun jika dikaitkan dengan teori partisipasi menurut Julles Pretty adalah partisipasi insentif dan partisipasi fungsional. Partisipasi insentif terlihat dari masyarakat yang menyumbangkan tenaga dan jasa untuk mendapatkan imbalan. Puri Mengwi menunjuk 22 orang yang dipercaya yang didudukkan dalam struktur pengelolaan dan mereka memperoleh imbalan sesuai dengan pekerjaannya. Partisipasi Fungsional terlihat dari peran masyarakat diawasi oleh pihak luar (UNESCO) guna mencapai tujuan. Hal ini dikaitkan dengan status Pura Taman Ayun yang telah dinobatkan sebagai bagian dari warisan budaya dunia.

(14)

Persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sesuai dengan teori komponen daerah wisata yang terbagi menjadi empat variabel, yakni 1) variabel atraksi, dengan hasil penelitian bahwa indikator keunikan infrastruktur bangunan memperoleh penilaian tertinggi dengan skor 4,44 (persepsi sangat baik), sedangkan indikator dengan skor terendah (3,60) dengan persepsi baik adalah indikator aktivitas seremonial. 2) Variabel aksesibilitas, dengan hasil penelitian bahwa indikator kondisi jalan di depan lokasi mendapatkan penilaian tertinggi dengan persepsi sangat baik dengan skor 4,24. Sedangkan indikator transportasi menuju lokasi memperoleh skor terendah 3,10 dengan persepsi cukup. 3) Selanjutnya variabel fasilitas, dengan hasil penelitian bahwa indikator wantilan mendapatkan penilaian tertinggi yakni persepsi sangat baik dengan skor 4,20, dan indikator payung memperoleh skor terendah 3,34. 4) Dalam variabel organisasi kepariwisataan, secara keseluruhan indikator mendapatkan persepsi baik dari wisatawan. Indikator kesejukan dan harga tiket memperoleh skor yang sama dan tertinggi yakni 4,08 dan informasi terhadap wisatawan memperoleh skor terendah yakni 3,76 walaupun dengan persepsi baik. Dari hasil penelitian terhadap persepsi wisatawan secara keseluruhan mendapatkan persepsi yang baik, terutama dari variabel atraksi dan organisasi pariwisata. Namun terdapat dua indikator yang memperoleh persepsi cukup, sehingga masih perlu ditingkatkan lagi, yakni rute menuju tempat wisata lain dan transportasi menuju lokasi. Kedua indikator ini terkait dengan transportasi pariwisata yang minim menuju lokasi. Maka dari itu disarankan terhadap pemerintah agar membantu dalam dalam penyediaan transportasi pariwisata yang

(15)

melewati Pura Taman Ayun. Terhadap pihak pengelola disarankan agar memberikan pelatihan terhadap tenaga kerja, terutama dari segi bahasa asing, serta adanya penempatan tenaga kerja sesuai dengan bidang keahliannya.

(16)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

RINGKASAN ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN ... 10

2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.2 Konsep ... 16

2.2.1 Pengelolaan Daya Tarik Wisata ... 17

2.2.2 Warisan Budaya Dunia ... 19

2.2.3 Partisipasi Masyarakat ... 23

2.2.4 Persepsi ... 26

2.3 Landasan Teori ... 27 xiv

(17)

2.3.1 Teori Partisipasi ... 27

2.3.2 Teori Persepsi ... 30

2.2.3 Teori Komponen Daerah Tujuan Wisata ... 32

2.4 Model Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1 Rancangan Penelitian ... 38

3.2 Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 39

3.4 Instrumen Penelitian ... 40

3.5 Teknik Penentuan Informan dan Responden ... 42

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 44

3.7 Identifikasi Variabel ... 47

3.8 Metode dan Teknik Analisis Data ... 48

3.9 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 50

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 52

4.1 Profil Wilayah ... 52

4.2 Sejarah dan Profil Pura Taman Ayun ... 56

4.3 Pura Taman Ayun sebagai Daya Tarik Wisata ... 63

BAB V PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA ... 66

5.1 Revitalisasi Fisik Kawasan Pura Taman Ayun………... 66

5.2 Struktur Pengelolaan Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun….. ... 74

BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN ... 78

6.1 Partisipasi Masyarakat ... 78

6.1.1 Partisipasi dalam Kegiatan Seremonial ... 78

6.1.2 Partisipasi dalam Menjaga Peninggalan Purbakala ... 82 xv

(18)

6.1.3 Partisipasi dalam Melestarikan Seni Budaya ... 85

6.2 Partisipasi Pemerintah ... 88

6.2.1 Partisipasi dalam Penetapan Kebijakan ... 89

6.2.2 Partisipasi dalam Pembangunan ... 93

6.2.3 Partisipasi dalam Pelestarian Lingkungan Alam ... 95

6.2.4 Partisipasi dalam Melakukan Monitoring dan Evaluasi ... 98

BAB VII PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGELOLAAN DAYA TARIK WISATA PURA TAMAN AYUN SEBAGAI BAGIAN DARI WARISAN BUDAYA DUNIA ... 101

7.1 Karakteristik Responden ... 101

7.2 Persepsi Wisatawan terhadap Atraksi Wisata ... 109

7.3 Persepsi Wisatawan terhadap Aksesibilitas ... 115

7.4 Persepsi Wisatawan terhadap Fasilitas ... 118

7.5 Persepsi Wisatawan terhadap Organisasi Kepariwisataan ... 124

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ... 130

8.1 Simpulan ... 130

8.2 Saran ... 131

DAFTAR PUSTAKA ... 134

LAMPIRAN ... 138

(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Variabel Persepsi Wisatawan ... 48

3.2 Skala Likert ... 50

4.1 Penduduk Desa Mengwi menurut tingkat Pendidikan tahun 2014 ... 53

4.2 Penduduk Desa Mengwi menurut mata pencaharian tahun 2014... 54

4.3 Kunjungan Wisatawan ke Pura Taman Ayun Sebelum Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia ... 64

4.4 Kunjungan Wisatawan ke Pura Taman Ayun Setelah Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia ... 65

5.1 Daftar nama dan Daerah Asal Tenaga Kerja pada Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun ... 76

7.1 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 102

7.2 Karakteristik Responden berdasarkan Daerah Asal ... 103

7.3 Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Usia ... 104

7.4 Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan ... 105

7.5 Karakteristik Responden berdasarkan Sumber Informasi ... 106

7.6 Karakteristik Responden berdasarkan Frekuensi Kunjungan ... 107

7.7 Karakteristik Responden berdasarkan Minat untuk Berkunjung Kembali ... 107

7.8 Karakteristik Responden berdasarkan Lama Tinggal ... 108

7.9 Karakteristik Responden berdasarkan Lokasi Tinggal ... 109

7.10 Persepsi Wisatawan terhadap atraksi wisata di Pura Taman Ayun ... 110

7.11 Persepsi Wisatawan terhadap aksesibilitas ke Pura Taman Ayun ... 115

7.12 Persepsi Wisatawan terhadap fasilitas di Pura Taman Ayun ... 119

7.13 Persepsi Wisatawan terhadap Organisasi Kepariwisataan di Pura Taman Ayun ... 125

(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Model Penelitian ... 37

4.1 palinggih meru tumpeng solas sebagai keunikan arsitektur yang menjadi salah satu daya tarik wisata Pura Taman Ayun ... 63

5.1 Pembangunan anak tangga yang disediakan bagi wisatawan ... 67

5.2 Kantin Pura Taman Ayun yang seringkali tak terlihat oleh para wisatawan ... 69

5.3 Papan larangan yang ditempatkan di pedestrian Pura Taman Ayun ... 70

5.4 Candi kurung yang pembangunannya pernah menjadi kontroversi ... 71

5.5 Tampak papan petunjuk jalur kursi roda atau kereta bayi ... 73

5.6 Petunjuk yang terdapat di bale panjang ... 73

5.7 Struktur Badan Pengelola Daya Tarik Wisata Pura Taman Ayun... 75

6.1 Pos jaga keamanan di kawasan Pura Taman Ayun ... 85

6.2 Penataan parkir oleh Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Badung ... 94

6.3 Pudak (Pandanus Tectorius), salah satu tanaman di Kebun Botanical di Pura Taman Ayun ... 97

6.4 Penataan kebun botanical sebagai daya tarik wisata di Pura Taman Ayun ... 98

6.5 Forum dalam acara Monitoring dan Evaluasi perwakilan UNESCO ... 100

7.1 Tampak petugas sedang membersihkan candi bentar di pintu masuk menuju Wantilan ... 121

7.2 Toilet Pura Taman Ayun yang mendapat persepsi baik dari wisatawan 122 7.3 Tampak urinoir di dalam toilet Pura Taman Ayun ... 123

7.4 Salah satu papan informasi yang bersifat peringatan agar mengenakan pakaian yang sopan dan rapi saat memasuki daya tarik wisata Pura Taman Ayun ... 127

7.5 Tampak spanduk di loket khusus sebagai media penyampaian informasi tertulis yang efektif... 129

(21)

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Pedoman Wawancara ... 138 Form Kuesioner ... 140 Daftar Informan... 148 Daftar Responden ... 149 Foto-foto wawancara ... 151 xix

(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali dikenal sebagai salah satu destinasi pariwisata dunia. Hal ini terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan mancanegaranya yang cukup tinggi. Berdasarkan data kunjungan wisman pada tahun 2013 menunjukkan angka 3.278.598 orang.1 Jumlah yang tinggi tersebut menandakan bahwa Bali dianggap sebagai salah satu destinasi yang menarik. Ketertarikan wisatawan disebabkan oleh Bali yang memiliki geografi pariwisata yang baik, menyangkut atraksi, akses, fasilitas pendukung dan organisasi kepariwisataan. Di antara faktor tersebut, atraksi merupakan motivasi yang paling dominan dalam mempengaruhi kedatangan wisatawan. Selain memiliki atraksi alam yang menarik, Bali juga memiliki budaya sebagai atraksi unggulan. Atraksi budaya maupun living culture adalah suatu hal tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari hari masyarakat Bali. Kebiasaan ini membentuk suatu warisan budaya yang tetap dilestarikan secara turun-temurun oleh masyarakatnya. Warisan budaya yang masih mengakar kuat merupakan nilai tambah dalam menarik minat para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Bali Nomor 2 tahun 2012 tentang kepariwisataan budaya Bali, bahwa secara legal-formal pariwisata Bali diarahkan pada pariwisata budaya. Pariwisata budaya yang

(23)

dimaksud adalah pariwisata yang berbasis pada kebudayaan Bali yang dijiwai Agama Hindu sebagai daya tarik dominan (Geriya, 2012:65). Lebih lanjut menurut Borley (dalam Ardika, 2007:32) pariwisata budaya merupakan aktivitas yang memungkinkan wisatawan untuk mengetahui dan memperoleh pengalaman tentang perbedaan cara hidup orang lain, merefleksikan adat istiadatnya, tradisi religiusnya, dan ide-ide intelektual yang terkandung dalam warisan budaya yang belum dikenalnya. Dari batasan ini tersirat bahwa segala bentuk warisan budaya mempunyai daya tarik yang berpotensi sebagai daya tarik wisata.

Salah satu warisan Budaya tangible di Bali adalah pura. Selain memiliki fungsi religius sebagai tempat persembahyangan oleh umat Hindu yang merupakan agama mayoritas di Bali, keberadaan pura juga menjadi daya tarik wisata. Struktur bangunan, sejarah, nilai religius melalui bentuk upacara ritual yang diselenggarakan di pura tersebut merupakan hal yang menarik bagi wisatawan untuk datang berkunjung. Hal ini terlihat dari berkembangnya pengelolaan pura sebagai daya tarik wisata budaya di Bali. Beberapa pengelolaan pura yang popular sebagai daya tarik wisata di antaranya adalah Pura Tanah Lot, Pura Uluwatu, Pura Goa Gajah, Pura Tirtha Empul, Pura Besakih, Pura Taman Ayun, dan lain-lain. Keberadaan pura-pura ini senantiasa ramai dikunjungi oleh wisatawan karena masing-masing memiliki kekhasan dan daya tarik tersendiri. Namun perlu digaris bawahi bahwa prinsip pengelolaan daya tarik wisata pura di Bali adalah mengutamakan kesucian atau kesakralan dari kawasan suci pura itu sendiri.

(24)

Kabupaten Badung dikenal sebagai daerah dengan pengembangan pariwisata tertinggi jika dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Bali, di mana 90 persen lebih pendapatan daerah diperoleh melalui sektor pariwisata sebagai sektor unggulan (Dinas Pariwisata Kabupaten Badung 2013:5). Kabupaten ini memiliki luas 7, 43 persen dari luas pulau Bali yang terbagi atas enam wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Kuta, Kuta Utara, Kuta Selatan, Mengwi, Abiansemal, dan Petang. Berdasarkan Peraturan Bupati Badung Nomor 7 tahun 2005 tentang Daya Tarik Wisata di Kabupaten Badung, hingga tahun 2012 Kabupaten Badung memiliki tujuh daya tarik wisata budaya, yakni : Kawasan luar Pura Uluwatu, Garuda Wisnu Kencana, Pura Sada Kapal, Kawasan Luar Pura Taman Ayun, Kawasan Luar Pura Pucak Tedung, Kawasan Pura Keraban Langit dan Monumen Tragedi Kemanusiaan. Daya tarik wisata tersebut cenderung dijadikan alternatif oleh wisatawan yang memiliki motivasi budaya.

Pura Taman Ayun merupakan salah satu pengembangan daya tarik wisata budaya yang terletak di Desa Mengwi, Badung Tengah. Pura ini adalah warisan budaya Bali, yang memiliki arti sejarah penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya. Kolam yang mengelilingi pura tidak hanya berfungsi estetika, namun berperan penting sebagai sumber irigasi bagi subak-subak yang berada di sekitarnya. Ini tidak terlepas dari adanya filosofi Tri Hita Karana (keharmonisan hubungan antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan sesamanya serta manusia dengan lingkungannya) yang melandasi sistem pengairan subak. Filosofi inilah yang mendasari UNESCO dalam menetapkan Lanskap Budaya Bali sebagai warisan budaya dunia, di mana Pura Taman Ayun merupakan salah satu

(25)

bagiannya. Penetapan tersebut terhitung sejak tanggal 29 Juni 2012, melalui sidang UNESCO di Saint Petersburg, Rusia. Selain Pura Taman Ayun, Cultural

Landscape of Bali Province:Subak as Manifestation of Tri Hita Karana Philosophy mencakup kawasan – kawasan lainnya, yakni: Catur Angga Batukaru,

DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan, Danau Batur dan Pura Ulun Danu Batur, serta Danau Buyan dan Danau Tamblingan. Kawasan tersebut terletak di lima kabupaten, yakni Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Buleleng.

Dewasa ini pengelolaan daya tarik wisata budaya, khususnya pura telah mengalami perkembangan. Menurut WTO (dalam Ardika, 2007:49), terdapat beberapa ketentuan terkait dengan kegiatan pariwisata budaya, antara lain : 1) menjadi tuan rumah yang baik dalam kegiatan pariwisata budaya, 2) lestari atau berlanjutnya aset budaya, 3) partisipasi masyarakat lokal dalam pariwisata, 4) daya dukung, dan 5) pembatasan jumlah wisatawan. Dari jabaran tersebut dapat diketahui bahwa pariwisata budaya khususnya daya tarik wisata pura tidak hanya mementingkan tingginya jumlah kunjungan wisatawan, namun aspek kelestarian dari aset budaya harus diutamakan. Wisatawan yang berkunjung harus diwajibkan untuk turut mendukung prinsip pelestarian nilai budaya serta nilai kesakralan dari pura sebagai tempat suci. Sebagai contoh adalah sistem pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun, di mana pihak pengelola mewajibkan wisatawan untuk mematuhi aturan-aturan untuk tujuan kelestarian. Salah satunya adalah pemberlakuan larangan masuk bagi wisatawan ke halaman jeroan yang merupakan kawasan suci sebagai tempat untuk persembahyangan. Selain itu

(26)

aturan juga memberlakukan larangan bagi wisatawan yang sedang datang bulan untuk tidak memasuki areal pura dimulai dari jaba tengah. Penerapan larangan ini adalah demi tetap menjaga kesucian dan kesakralan pura. Hal ini adalah prinsip yang penting diterapkan dalam pengelolaan mengingat status Pura Taman Ayun sebagai warisan budaya dunia yang tentunya akan menjadi sorotan dunia, dan memegang citra Bali yang terkenal sangat kuat dalam mempertahankan kearifan lokalnya. Di samping pelestarian dalam suatu pengelolaan daya tarik wisata pura, konsep pariwisata berkelanjutan sebagai layaknya wisata konvensional juga perlu diperhatikan.

Persepsi dari suatu daya tarik wisata warisan dunia adalah pengelolaan yang baik dan bertaraf internasional baik dari segi fisik maupun dari segi manajemen. Dari segi fisik, pihak pengelola dan pemerintah telah melakukan langkah revitalisasi terhadap kawasan Pura Taman Ayun. Berdasarkan pengamatan empiris di lapangan, jika dibandingkan dengan periode sebelumnya, terlihat bahwa kawasan Pura Taman Ayun kini semakin berbenah dan tertata. Adanya penataan jalan di depan Pura Taman Ayun, pembangunan Candi Kurung di sisi timur dan barat untuk kepentingan estetika, penataan parkir, penertiban pedagang, dan lain-lain. Usaha pengelolaan tersebut mencerminkan keseriusan pihak pengelola dalam upaya mencitrakan pengelolaan daya tarik wisata yang baik sebagai warisan budaya dunia. Selain untuk tujuan pencitraan, hal tersebut dilakukan dalam upaya lebih memberikan daya tarik tambahan bagi wisatawan.

Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, adanya peningkatan perbaikan fisik kawasan Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya

(27)

dunia ternyata tidak disertai dengan peningkatan kualitas manajemen sumber daya manusia. Berdasarkan data dari pengelola, dari 22 orang tenaga kerja, hanya 2 orang yang merupakan lulusan Sarjana, 12 orang lulusan Sekolah Menengah Atas, 7 orang lulusan Sekolah Menengah Pertama, dan 1 orang lulusan Sekolah Dasar. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kompetensi mereka masih belum sesuai dengan tuntutan kriteria tenaga kerja saat ini, yang setidaknya minimal adalah lulusan Sekolah Menengah Atas, atau bahkan minimal adalah lulusan Sarjana (Sumber:Pengelola Pura Taman Ayun, 2015).

Kelemahan sumber daya manusia ini sangat tampak dari penguasaan bahasa asing, terutama pada bagian yang berhadapan langsung dengan para wisatawan. Tampak dari beberapa petugas loket karcis yang bertugas secara bergiliran, hanya terdapat satu dari empat orang saja yang memiliki kemampuan berbahasa yang baik. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan status Pura Taman Ayun yang telah dinobatkan sebagai salah satu warisan budaya dunia. Sehingga diharapkan adaya sistem manajemen pengelolaan yang baik dan modern. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap citra Pura Taman Ayun di mata dunia serta menurunnya kunjungan wisatawan justru disaat daya tarik wisata ini ditetapkan sebagai oleh UNESCO. Terlebih lagi berdasarkan data kunjungan wisatawan ke Pura Taman Ayun pada tahun 2013 adalah 281.091 orang yang 75 persen di antaranya adalah wisatawan mancanegara.2

Selain dari lemahnya kualitas sumber daya manusia, beberapa produk daya tarik wisata di Pura Taman Ayun juga memerlukan pengembangan. Dari segi

2

(28)

aksesibilitas yaitu kurangnya transportasi pariwisata menuju lokasi ini. Transportasi yang dimaksud adalah bus-bus yang dapat disediakan oleh pemerintah sebagai fasilitas umum untuk dimanfaatkan oleh wisatawan menuju Pura Taman Ayun. Fasilitas ini sangat berguna khususnya bagi wisatawan yang tidak merencanakan perjalanannya melalui travel agent. Kendala-kendala dalam pengelolaan di atas memerlukan penanganan lebih lanjut, di mana seharusnya hal tersebut dipersepsikan dengan baik oleh wisatawan, karena berkaitan dengan kesan yang didapat selama berada di daerah tujuan wisata. Hal ini sesuai dengan pendapat Suwantoro (1997:48) yang menyatakan bahwa citra wisata dan kesan

(image) perjalanan seorang wisatawan di suatu daerah pada hakikatnya tergantung

pada produk wisata yang tersedia.

Pengelolaan yang telah berjalan masih perlu ditingkatkan lagi tidak hanya dari segi revitalisasi fisik, namun juga dari segi manajemen pengelolaan, baik dari segi atraksi, aksesibilitas, fasilitas maupun organisasi kepariwisataan itu sendiri. Karena pada umumnya wisatawan memiliki pengalaman yang berbeda terhadap daya tarik wisata yang mereka kunjungi. Penggalian persepsi wisatawan sangatlah penting untuk mengetahui sampai sejauh mana suatu program pengelolaan telah dapat diterima oleh wisatawan. Dalam hal ini persepsi wisatawan dapat dikatakan sebagai barometer dalam rangka untuk memperoleh masukan terhadap program yang telah berjalan maupun yang akan dirumuskan untuk masa yang akan datang. Untuk itu, terkait dengan pentingnya lokasi ini serta dari alasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di

(29)

lokasi ini dengan mendeskripsikan sistem pengelolaan dan menggali persepsi wisatawan.

1.2 Rumusan Masalah

Penelitian ini terfokus pada tiga rumusan masalah, yaitu :

1) Bagaimanakah pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?

2) Bagaimanakah partisipasi masyarakat dan pemerintah terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?

3) Bagaimanakah persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia ?

1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan daya tarik wisata di kawasan warisan budaya dunia, khususnya di Pura Taman Ayun, Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan :

1) Untuk mengetahui sistem pengelolaan daya tarik wisata Pura taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia

(30)

2) Untuk mengetahui partisipasi masyarakat dan pemerintah terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia.

3) Untuk mengetahui persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari warisan budaya dunia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain : 1. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai pengelolaan daya tarik wisata di salah satu kawasan Warrisan Budaya Dunia, sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi kalangan akademisi maupun pemerhati pariwisata untuk melakukan penelitian lanjutan secara lebih mendalam di waktu yang akan datang. Selain itu penelitian ini juga diharapkan mampu memberi tambahan pengetahuan selain dalam bidang pariwisata juga dalam bidang budaya dan ekonomi

(Ecoculturaltourism).

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai kajian, bahan pertimbangan, serta rekomendasi bagi pihak pengelola maupun pemerintah dalam menentukan suatu kebijakan yang tepat dalam pengelolaan daya tarik wisata warisan budaya ke depannya.

(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Kajian pustaka merupakan salah satu dari rangkaian penelitian yang berguna untuk mengetahui sejauh mana penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti atau penulis sebelumnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan penelitian terdahulu sebagai pembanding dengan penelitian ini, yakni sebagai berikut.

Irina (2012) melakukan penelitian di salah satu bagian Lansekap Budaya Provinsi Bali sebagai warisan budaya dunia, yakni Subak Jatiluwih. Secara umum ruang lingkup penelitian yang telah dilakukan adalah proses penetapan Lansekap Budaya Bali pada sistem subak Jatiluwih sebagai bagian dari warisan budaya dunia oleh UNESCO. Dengan hasil penelitian bahwa Jatiluwih dengan panorama sawah bertingkat serta filosofi Tri Hita Karana nya telah mampu memenuhi kriteria UNESCO. Hasil penelitian juga menegaskan bahwa pemerintah berperan aktif dalam perencanaan dan pengajuan tersebut. Masyarakat Jatiluwih mendukung usulan ini dan pengembangan pariwisata berkelanjutan di situs, dengan membawa harapan bahwa hal ini akan membawa sesuatu yang positif ke wilayah tersebut, terutama dalam bidang pariwisata. Penelitian ini memiliki relevansi terhadap penelitian yang sedang dilakukan oleh penulis. Di mana Jatiluwih juga merupakan salah satu kawasan warisan budaya dunia Lansekap

(32)

Budaya Provinsi Bali yang memiliki keterkaitan terhadap partisipasi masyarakat dan pemeintah dalam pengelolaannya

Baiquni (2009) memiliki penelitian yang relevan terkait situs warisan budaya dunia, yakni Borobudur. Penelitian ini menjelaskan Borobudur sebagai magnet pariwisata yang berperan besar sebagai lokomotif bagi masyarakat dan pembangunan daerah. Maka dari itu diperlukan adanya strategi untuk membantu mengatasi permasalahan-permasalahan dalam hal pengelolaan Borobudur, terutama dari segi pariwisata. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Borobudur memiliki masalah yang berhubungan dengan jumlah wisatawan yang mengganggu relief batu dan patung ketika mereka memanjat candi. Selain itu wisatawan kecewa karena kurangnya keramahan dan rendahnya kualitas layanan yang diberikan oleh manajemen dan pedagang. Masalah lainnya adalah konservasi yang berkaitan dengan perubahan lingkungan. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah pemantapan program "Rethinking Borobudur" untuk mendapatkan alternatif dan strategi baru untuk mengelola warisan dunia ini. Keterkaitan penelitian ini dengan penelitian oleh penulis adalah bahwa pengelolaan warisan budaya dunia berupa situs purbakala yang memiliki kemiripan dengan Pura Taman Ayun. Permasalahan yang sering dihadapi dalam pengelolaan tersebut, di mana salah satunya adalah manajemen perawatan dan pemeliharaan situs.

Madiasworo, et all (2014) mengadakan penelitian di Pura Taman Ayun. Dalam penelitiannya ia membuktikan bahwa tidak semua warisan cagar budaya mengalami kondisi pelestarian yang buruk. Pura Taman Ayun merupakan salah satunya. Walaupun difungsikan sebagai daya tarik wisata, pura ini tetap terjaga

(33)

kelestariannnya baik dari segi tinggalan fisik, lingkungan maupun sosial budaya. Lebih lanjut dalam penelitiannya menggambarkan faktor lingkungan sangat berperan dalam pelestarian ini. Hal ini sesuai dengan sistem religius umat Hindu yakni filosofi Tri Hita Karana, yang diartikan sebagai tiga penyebab kebahagiaan, yakni : Parahyangan (hubungan harmonis antara manusia dengan Sang Hyang Widhi), Palemahan (hubungan harmonis antara manusia dengan lingkungannya), dan Pawongan (hubungan harmonis antara manusia dengan sesamanya). Aspek

Parahyangan tercermin dari adanya pelaksanaan upacara atau ritual seperti :

upacara mendak tirtha, upacara piodalan setiap anggarakasih medangsia, upacara saat purnama kapat, ritual nampeh rare, ritual nampeh nyungsung, dan ritual

nangluk merana. Dari aspek Palemahan tercermin dari hubungan antara Pura

Taman Ayun dengan subak. Kolam yang mengelilingi pura ini berperan sebagai pengairan terhadap tiga subak di sekitarnya, yakni Subak Batan Badung, Subak Batan Asem, dan Subak Beringkit. Selanjutnya adalah aspek Pawongan yang terlihat dari adanya aktivitas di pura dalam rangka persiapan piodalan yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Aktivitas ini dikenal dengan nama ngayah. Selain konsep Tri Hita Karana, masyarakat setempat juga menggunakan

awig-awig (peraturan adat) dalam usaha pengelolaan dan pelestarian Pura Taman Ayun.

Chheang (2011) mengadakan penelitian yang relevan di salah satu situs warisan budaya dunia, Angkor Watt, Kamboja. Penelitiannya mengkaji persepsi dan pengalaman wisatawan melalui survei kuesioner standar. Dengan hasil penelitian bahwa persepsi wisatawan adalah positif dan pengalaman mereka sangat baik berdasarkan dengan keragaman budaya serta keramahan masyarakat

(34)

lokal. Jenis wisatawan yang berkunjung ke Angkor Watt secara umum dapat dikategorikan sebagai wisatawan budaya. Motif dan pengalaman mereka saling terkait. Meskipun wisatawan puas dengan kunjungan mereka, ada beberapa kekhawatiran terutama masalah pencemaran lingkungan, sanitasi dan kebersihan, kemiskinan penduduk lokal, dan kendala bahasa, yang menyebabkan kurangnya komunikasi antara wisatawan dan masyarakat setempat. Penelitian ini sangat relevan dengan penelitian oleh penulis yang membahas tentang persepsi wisatawan terhadap salah satu warisan budaya dunia yang terkenal. Selain juga mendeskripsikan hasil persepsi wisatawan tersebut menjadi suatu saran dan rekomendasi terhadap pengelolaan daya tarik wisata tersebut.

Putra (2009), mengadakan penelitian di salah satu kawasan Lansekap Budaya Provinsi Bali yang mengkaji partisipasi masyarakat terhadap daya tarik wisata Jatiluwih berbasis Tri Hita Karana di Kabupaten Tabanan. Penelitannya menyimpulkan bahwa masyarakat ikut berpartisipasi aktif. Partisipasi tersebut yaitu melakukan pujawali/piodalan di Pura Luhur Petali, mengadakan pengaci di hutan, mengadakan pengaci di Danau Tamblingan, mengadakan pengaci kebersihan desa setiap bulan, mengadakan penghijauan, dan membuka jalur-jalur trekking dan agrowisata. Pengembangan berbasis Tri Hita Karana sebagai daya tarik wisata di Desa Jatiluwih yaitu: mengintensifkan pelatihan kepariwisataan untuk mengatasi kendala Sumber Daya Manusia (SDM), membentuk badan pengelola dan membentuk Pokdarwis untuk mengatasi kendala pengelolaan lokal, mengintensifkan promosi untuk mengatasi kendala promosi, mengaktifkan budaya lokal masyarakat, mengaktifkan aktivitas wisatawan, dan mengaktifkan industri

(35)

rumah tangga (bidang pawongan), pengadaan fasilitas kepariwisataan untuk mengatasi kendala fasilitas kepariwisataan, dan perbaikan prasarana jalan untuk mengatasi kendala aksesibilitas (bidang palemahan), menyusun buku purana pura Luhur Petali, melaksanakan isi purana berkaitan dengan upakara dan upacara, penentuan pemangku, melestarikan mitos-mitos, dan menentukan radius kesucian Pura Luhur Petali (bidang parhyangan). Penelitian ini memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang membahas partisipasi masyarakat dan pemerintah pada suatu daya tarik wisata di kawasan warisan budaya dunia. Sujana (2009) mengadakan penelitian tentang persepsi wisatawan terhadap daya tarik wisata Pura Tanah Lot. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 155 sampel persepsi diperoleh hasil persepsi wisatawan terhadap objek wisata Tanah Lot secara umum adalah baik. Artinya bahwa baik wisatawan mancanegara maupun nusantara yang berkunjung ke Tanah Lot memiliki persepsi rata -rata yang sama yaitu baik. Hal ini dibuktikan dengan skor rata -rata variabel 4,03 yang masuk dalam kategori baik pada Skala Likert. Kajian mengenai persepsi wisatawan menemukan adanya perbedaan persepsi antara wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara yang terletak pada urutan penilaian variabel ekstrim atas dan ekstrim bawah. Variabel yang dimaksud adalah :a. Variabel persepsi ekstrim atas pada wisatawan nusantara secara berurutan yaitu; (1) pemandangan sunset, (2) tirtayatra, (3) keindahan, (4) fotografi, (5) keunikan pura, (6) keunikan arsitektur. Variabel persepsi ekstrim atas pada wisatawan mancanegara secara berurutan yaitu; (1) tebing pantai, (2) pemandangan sunset, (3) ombak pantai, (4) fotografi, (5) tirtayatra, (6) keindahan. b. Variabel ekstrim

(36)

bawah pada wisatawan nusantara secara berurutan yaitu; (26) kebersihan, (27) pertunjukan kesenian, (28) kue klepon, (29) jarak tempuh dari bandara, (30) toilet, (31) harga tiket. Sedangkan variabel persepsi ekstrim bawah pada wisatawan mancanegara secara berurutan yaitu, (26) kesejukan, (27) ular suci, (28) jarak tempuh dari bandara, (29) pasar seni, (30) harga tiket, (31) toilet. Penelitian ini memiliki relevansi yang sama-sama membahas tentang persepsi wisatawan tehadap daya tarik wisata pura, meskipun menggunakan variabel dengan indikator yang berbeda. Namun secara umum persepsi wisatawan dianalisis dengan teknik yang sama yaitu Skala Likert yang kemudian dideskripsikan secara kualitatif.

Pratnyawati (2013) melakukan penelitian tentang pengelolaan daya tarik wisata Pura Goa Gajah dalam implementasi Tri Hita Karana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Tri Hita Karana dalam pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah secara keseluruhan menunjukkan hasil baik. Selain itu pihak-pihak yang secara langsung mengelola daya tarik wisata Goa Gajah adalah Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar, pemangku Pura Goa Gajah, Bendesa Adat Pakraman Bedulu dan petugas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Bali. Dinas Pariwisata berperan sebagai fasilitator dan pengambil kebijakan, pemangku Pura Goa Gajah berperan sebagai penyelenggara kegiatan keagamaan, Desa Pakraman Bedulu berperan sebagai pewaris dan sekaligus pemilik tinggalan arkeologi, sedangkan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala berperan dalam kegiatan pelestarian dan pemeliharaan benda cagar budaya yang ada di daya tarik wisata Goa Gajah. Persepsi wisatawan terhadap pengelolaan daya tarik wisata Goa Gajah juga menunjukkan hasil baik, namun ada beberapa indikator yang

(37)

dinilai agak lemah perlu ditindak lanjuti seperti kebersihan toilet serta kurangnya jumlah tempat sampah yang tersedia. Relevansi penelitian ini dengan yang dilaksanakan oleh penulis adalah sama-sama membahas topik pengelolaan daya tarik wisata pura. Bagaimana partisipasi masyarakat melalui desa adat setempat dan pemerintah. Selain itu persepsi wisatawan juga digali meskipun dengan menggunakan jumlah indikator yang minim.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti tentang pengelolaan maupun persepsi terhadap daya tarik wisata di kawasan warisan budaya dengan perkembangan pariwisatanya. Namun perbedaannya terletak pada ruang lingkup objek penelitiannya. Pada penelitian ini objek difokuskan ke pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun sebagai bagian dari Lanskap Budaya Bali yang telah dinobatkan sebagai warisan budaya dunia, dari segi partisipasi masyarakat dan pemerintah yang terlibat. Selain itu, pada penelitian ini juga mengkaji persepsi wisatawan yang berkunjung terhadap pengelolaan daya tarik wisata Pura Taman Ayun. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dengan menyajikan hal dan permasalahan yang berbeda, sehingga menjadikan penelitian ini merupakan novelty ataupun kelanjutan dari penelitian sebelumnya.

2.2 Konsep

Dalam suatu penelitian perlu penegasan batasan pengertian operasional dari setiap istilah atau konsep yang terdapat baik dalam judul penelitian maupun

(38)

rumusan masalah penelitian. Pemberian definisi atau batasan operasional suatu istilah berguna sebagai sarana komunikasi agar tidak terjadi salah tafsir dan juga mempermudah dalam proses penelitian. Beberapa deskripsi konsep yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

2.2.1 Pengelolaan Daya Tarik Wisata

Secara umum pengelolaan adalah rangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan di mana kegiatan tersebut diatur oleh pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini, tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa mendatang. Pengelolaan yang baik adalah pengelolaan yang tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja tapi juga melibatkan masyarakat dan swasta, karena keterpaduan kerjasama akan menghasilkan tujuan bersama bagi masa depan suatu pariwisata.

Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Bab I, pasal 5 menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Segala keunikan tersebut dapat dijabarkan sebagai suatu potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata (Suwena, 2010:85). Potensi yang dimaksud adalah faktor – faktor ketertarikan terhadap destinasi, di antaranya panorama alam,

(39)

budaya, infrastruktur bangunan, dan lain - lain. Daya tarik wisata umumnya terdiri atas hayati dan non hayati, di mana masing-masing memerlukan pengelolaan sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya. Pengelolaan daya tarik wisata harus memperhitungkan berbagai sumber daya wisatanya secara berdaya guna agar tercapainya sasaran yang diinginkan. Dalam menunjang pengelolaan berbagai kegiatan kepariwisataan, teknologi manajeman perlu diterapkan agar sumber daya wisata yang murni alami dapat dikelola secara berhasil guna.

Program pengelolaan memegang peranan penting dalam perkembangan suatu daya tarik wisata. Semakin baik program dan implementasi pengelolaannya maka suatu daya tarik wisata tersebut dapat berkembang secara pesat. Pengelolaan daya tarik wisata dapat dikategorikan menjadi dua, yakni :

1. Pengelolaan daya tarik wisata alam.

Pengusahaan daya tarik wisata alam meliputi empat hal yaitu:

a. Pembangunan sarana dan prasarana pelengkap beserta fasilitas pelayanan lain bagi wisatawan.

b. Pengelolaan daya tarik wisata alam termasuk sarana dan prasarana yang ada.

c. Penyediaan sarana dan fasilitas bagi masyarakat di sekitarnya untuk berperan serta dalam kegiatan pengusahaan daya tarik wisata alam yang bersangkutan

d. Penyelenggaraan pertunjukkan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap daya tarik wisata alam yang bersangkutan.

(40)

2. Pengelolaan daya tarik wisata budaya.

Kegiatan – kegiatan yang dapat dilakukan dalam pengelolaan daya tarik wisata budaya adalah :

a. Pembangunan dan daya tarik wisata budaya, termasuk penyediaan prasarana, sarana, fasilitas pelayanan bagi wisatawan.

b. Pengelolaan daya tarik wisata budaya termasuk sarana dan prasarana yang tersedia.

c. Penyelenggaraan pertunjukkan seni budaya yang dapat memberi nilai tambah terhadap daya tarik wisata budaya beserta masyarakat sekitarnya. (Wiyasa, 2001:158).

2.2.2 Warisan Budaya Dunia

Secara teoritis Warisan adalah peninggalan atau sesuatu yang diwariskan dari generasi yang satu kepada generasi yang lain. Warisan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu yang bersifat kebendaan dan dapat diraba (tangible), maupun yang tidak dapat diraba (intangible) (Ardika, 2007:19). Benda warisan budaya yang dapat diraba adalah berbagai benda hasil karya manusia baik yang dapat dipindahkan maupun yang tidak dapat dipindahkan termasuk benda cagar budaya. Warisan budaya yang bersifat abstrak (intangible) di antaranya adalah konsep-konsep budaya dan nilai budaya contohnya: ilmu pengetahuan, bahasa dan sastra.

(41)

Timothy mengemukakan konsep warisan budaya adalah sebagai berikut :

Cultural heritage is the past created by humankind and its various manifestations. The cultural heritage we use today includes both tangible and intangible elements. It comes in the form of material objects such as building, landscape and village, cities, art collections, artifacts in museums, historic gardens, handycrafts and antiques, but it also encompasses non material elements of culture inclusing music, dance, beliefs, ceremonies, rituals and folklore. All of these are important components of heritage that are used for tourism and other purpose.

(Timothy, 2011:3).

Warisan budaya merupakan masa lalu yang diciptakan oleh manusia dengan berbagai bentuknya. Warisan budaya yang kita gunakan saat ini mencakup unsur-unsur berwujud dan tidak berwujud. Contoh benda-benda berwujud adalah bangunan, desa dan lansekap, kota, koleksi seni, artefak di museum-museum, tempat bersejarah, kerajinan dan barang antik, serta mencakup unsur-unsur budaya tidak berwujud termasuk musik, tari, kepercayaan, upacara, ritual dan cerita rakyat. Semua ini merupakan komponen penting dari warisan yang digunakan untuk kepentingan pariwisata dan tujuan lainnya.

Dari konsep tersebut diungkapkan bahwa warisan budaya sebagai ciptaan manusia di masa lalu dengan berbagai bentuk, yang dapat dimanfaatkan oleh manusia masa kini, yang salah satunya adalah untuk kepariwisataan.

Pasal 1 The World Heritage Convention mengklasifikasikan warisan budaya menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Monumen

Yang dimaksud dengan monumen adalah hasil karya arsitektur, patung dan lukisan yang monumental, elemen atau struktur tinggalan arkeologis, prasasti, gua tempat tinggal, dan kombinasi fitur-fitur tersebut yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan.

(42)

2. Kelompok bangunan

Yang dimaksud dengan kelompok bangunan adalah kelompok bangunan yang terpisah atau berhubungan yang dikarenakan arsitekturnya, homogenitasnya atau posisinya dalam bentang lahan mempunyai nilai penting bagi sejarah, budaya dan ilmu pengetahuan.

3. Situs

Yang dmaksud dengan situs adalah hasil karya manusia atau gabungan karya manusia dan alam, wilayah yang mencakup lokasi yang mengandung tinggalan arkeologis yang mempunyai nilai penting bagi sejarah, estetika, etnografi atau antropologi (World Heritage Unit, 1985:45).

Indonesia banyak memiliki warisan budaya seperti tersebut di atas, sebagian telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional. Warisan budaya ini kemudian dapat diusulkan sebagai warisan budaya dunia jika memenuhi kriteria– kriteria yang ditentukan oleh UNESCO. Salah satu kriteria terpenting adalah bahwa setiap situs/kawasan cagar budaya yang akan dinominasikan sebagai Warisan Dunia harus mempunyai outstanding universal value (nilai penting yang luar biasa). Ini tersirat dalam filosofi Tri Hita Karana sebagai nilai penting yang melandasi dalam pengairan subak di Bali yang merupakan dasar utama dalam penetapan Lansekap Budaya Provinsi Bali sebagai warisan dunia dengan kategori gabungan antara alam dan budaya. Situs Lanskap Budaya Provinsi Bali ini mencakup empat kawasan, yakni :

(43)

1. Kawasan Catur Angga Batukaru

Merupakan daerah/area suci dengan luas 17.336 ha mencakup Danau Buyan–Tamblingan di sisi paling utara, hutan lindung di sekitar gunung tertinggi kedua di Bali yaitu Gunung Batukaru (2276 m), kawasan hutan dan kebun di lereng selatan hingga hamparan sawah bertingkat – tingkat. Yang termasuk dalam kawasan ini adalah Subak Jatiluwih hingga Subak Rejasa dengan jumlah keseluruhan 14 subak (Subak Bedugul, Jatiluwih, Kedampal, Keloncing, Penatahan, Pesagi, Piak, Piling, Puakan, Rejasa, Sangketan, Tegallinggah, Tengkudak dan Wongaya Betan) dan 5 pura (Pura Batukaru, Pura Muncak Sari, Pura Tamba Waras, Pura Besi Kalung, Pura Puncak Petali), serta Danau Buyan dan Danau Tamblingan di Kabupaten Buleleng yang merupakan sumber air irigasi untuk sawah – sawah di daerah Tabanan.

2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan

Situs ini mempunyai luas 531.471 ha mencakup dataran dan sistem pengairan dari tiga subak serta empat buah pura kuno (Pura Pegulingan, Pura Mangening, Pura tirtha Empul dan Pura Gunung Kawi). Mata air yang berada di situs ini terhubung dengan mata air yang terdapat di Pura Tirtha Empul dan merupakan sumber utama yang membentuk aliran Sungai Pakerisan.

3. Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur

Kawasan ini terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Situs Pura Ulun Danu Batur dipercaya oleh seluruh anggota subak di Bali, sebagai tempat berstananya Dewi Danu sebagai Dewi Kesuburan. Terkait dengan hal tersebut, maka setiap tahun sekali hampir seluruh anggota subak di Bali akan

(44)

melakukan persembahyangan di Pura ini sebagai wujud rasa terima kasih mereka kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena telah memberikan hasil pertanian yang baik dan terhindar dari kekurangan pangan. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk implementasi Tri Hita Karana dalam konteks Parahyangan, yaitu menjaga keselarasan hubungan antara manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Kemudian Danau Batur merupakan salah satu wujud fisik dari kesuburan karena sebagai sumber daya air yang dipercaya oleh masyarakat Bali sebagai sumber kehidupan.

4. Pura Taman Ayun

Pura Taman Ayun terletak di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Pura ini mencerminkan sejarah perluasan sistem subak. Hampir setiap anggota subak yang berada di kawasan Kabupaten Badung bagian barat dan Kabupaten Tabanan bagian timur harus mendapatkan air suci untuk digunakan di kawasan ekosistem subak (sawah). Oleh karena itu setiap menjelang tanam seluruh anggota subak di kawasan tersebut melalui ketua subak (pekaseh) akan memohon air suci yang dipercaya berasal dari kawasan bagian hulu Pura Taman Ayun yang merupakan kawasan hutan dan danau. Hal inilah yang merupakan cerminan implementasi dari Tri Hita Karana (Windia, 2013:207-213).

2.2.3 Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan daya tarik wisata sangatlah penting. Partisipasi masyarakat digambarkan sebagai pemberian wewenang kepada masyarakat setempat untuk memobilisasi kemampuan mereka sendiri,

(45)

menjadi pemeran sosial di dalam mengeluarkan kemampuan sumber daya, membuat keputusan, serta melakukan kontrol terhadap kegiatan. Partisipasi tidak hanya merupakan sebuah kontribusi tenaga, waktu, dan materi lokal secara cuma-cuma untuk mendukung berbagai program dan proyek pembangunan, melainkan suatu keterlibatan secara aktif dalam setiap proses (Pitana, 2002:56). Peran masyarakat dikenal sebagai genuine participation atau dengan kata lain rakyat sebagai pelaku pariwisata. Terdapat beberapa proses peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan yakni :

1. Pada Tahap Perencanaan

Keterlibatan masyarakat lokal terutama berkaitan dengan identifikasi masalah atau persoalan, identifikasi potensi pengembangan, analisis dan peramalan terhadap kondisi lingkungan di masa mendatang, pengembangan rencana, fasilitas, dan sebagainya.

2. Pada Tahap Implementasi

Bentuk keterlibatan masyarakat terutama terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan/pembangunan, pengelolaan daya tarik wisata atau usaha yang terkait dengan kepariwisataan.

3. Aspek Monitoring dan Evaluasi

Bentuk partisipasi masyarakat terwujud dalam peran dan posisi masyarakat dalam tahap monitoring/evaluasi serta memperoleh nilai manfaat secara ekonomi maupun sosial budaya, yang berdampak pada

(46)

peningkatan kesejahteraan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal (Sunaryo, 2013:223).

Berdasarkan Pretty’s Typology of Participation (Scheyvens, 2002 :55), yang secara umum mengemukakan tentang dua jenis partisipasi yaitu:

1. Partisipasi pasif (passive participation)

Dalam partisipasi ini, biasanya masyarakat dilibatkan dalam tindakan yang telah dipikirkan, dirancang dan dikontrol oleh orang lain atau pihak lain. Apabila dikaitkan dengan masyarakat dalam konteks pariwisata, partisipasi ini ditandai dengan minimnya keterlibatan masyarakat dalam proses dari semua kegiatan pariwisata di daerah pengembangan pariwisata. Di mana masyarakat hanya terlibat sebatas hanya sebagai pelaku suatu kegiatan tanpa sebagai perancang dan pengawas atau pengontrol. 2. Partisipasi aktif (active participation)

Yaitu masyarakat terlibat dalam melakukan perencanaan, pengelolaan sampai pada tahap pengawasan. Dalam aspek pariwisata ditujukkan dengan mudahnya masyarakat lokal mendapatkan informasi tentang pembangunan pariwisata di daerahnya. Mereka terlibat secara langsung dalam perencanaan dan pengelolaan pariwisata dengan memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki.

(47)

2.2.4 Persepsi

Salah satu upaya untuk mengetahui pandangan atau tingkat kepuasan terhadap suatu kegiatan adalah dengan menggali persepsi dari para penikmat jasa. Persepsi adalah suatu proses yang mendahulukan penginderaan, yang mana diwujudkan melalui rangsangan yang diterima oleh individu yang berasal dari alat inderanya (Walgito, 1990:53). Proses ini tidak hanya selesai pada tahap tersebut, tetapi meneruskan rangsangan yang diterima ke pusat susunan saraf, yaitu otak sehingga menghasilkan suatu proses psikologi. Berdasarkan hal tersebut, maka seseorang atau individu dapat menyadari mengenai apa yang ia lihat, apa yang ia dengar, dan apa yang ia rasa.

Persepsi merupakan proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia di sekitarnya. Hal ini juga merupakan “lensa konseptual” (conceptual lens) yang pada diri individu berfungsi sebagai kerangka analisis untuk memahami suatu masalah. Oleh karena itu, pemahaman dan perumusan atas suatu isu sesungguhnya amat bersifat subjektif. Dengan adanya persepsi akan mempengaruhi status peringkat yang terkait isu dan pengambilan sebuah keputusan maupun bersikap. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian dan penerjemahan atau penafsiran stimulus yang akhirnya mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap.

(48)

2.3 Landasan Teori 2.3.1 Teori Partisipasi

Saat ini semakin banyak tata kelola daya tarik wisata melalui sistem pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan partisipatoris. Menurut Pretty dan Guitj dalam Mikkelsen (2001:63) pendekatan ini harus dimulai dari orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri. Munculnya paradigma pembangunan pariwisata partisipatoris mengindikasikan adanya dua perspektif, yaitu: 1) pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan pelaksanaan program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi masyarakat setempat, pola sikap dan pola berpikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh ; dan 2) membuat umpan balik (feedback) yang pada hakikatnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembangunan (Jamieson, dalam Mikkelsen, 2001:63). Sementara itu menurut Pretty (dalam Mowforth & Munt, 2000:245) terdapat tujuh karakteristik (tipologi) partisipasi yakni sebagai berkut :

1. Partisipasi manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya yang mana masyarakat seolah-olah dilibatkan dan diberi kedudukan dalam organisasi resmi, namun mereka tidak dipilih dan tidak memiliki kekuatan.

2. Partisipasi pasif. Masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang terjadi dan yang telah terjadi. Pemberitahuan ini sifatnya hanya sepihak,

Gambar

Tabel 3.2   Skala Likert

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data pada Tabel 2, nampak bahwa pemanfaatan terbesar (30 %) dari tumbuhan tersebut digunakan untuk tanaman hias, disusul oleh pemanfaatan untuk sarana upakara (21 %),

Terkait dengan penelitian ini, dampak komodifikasi Pura Tirta E mpul dalam konteks pariwisata global terhadap sosial budaya masyarakat setempat tidak dapat secara

Terkait dengan penelitian ini, dampak pemanfaatan Pura Tirta Empul dalam konteks pariwisata global terhadap sosial budaya masyarakat setempat tidak dapat secara cepat

Pada tahun 2000- 2011 ketika daya tarik wisata Tanah Lot dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan, CV Aryjasa Wisata, dan Desa Pakraman Beraban, Pura tanah Lot

Pura Kancing Gumi merupakan salah satu dari titik daya tarik wisata yang terdapat di Desa Sulangai dengan berbasi wisata religi, lingkungan permukiman, dan

Berdasarkan data pada Tabel 2, nampak bahwa pemanfaatan terbesar (30 %) dari tumbuhan tersebut digunakan untuk tanaman hias, disusul oleh pemanfaatan untuk sarana upakara (21 %),

Pertama bentuk pengelolaan daya tarik wisata di Desa Pakraman Pecatu untuk Kawasan Luar Pura Uluwatu adalah pengelolaan yang langsung dilakukan oleh prajuru Desa Pakraman

Pertama bentuk pengelolaan daya tarik wisata di Desa Pakraman Pecatu untuk Kawasan Luar Pura Uluwatu adalah pengelolaan yang langsung dilakukan oleh prajuru Desa Pakraman