• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dengan faktor-faktor produksi yang lain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dengan faktor-faktor produksi yang lain"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.1 Landasan Teori

2.1.1 Konsep Ketenagakerjaan

Menurut Irawan dan Suparmoko (2002:113) pembangunan ekonomi banyak dipengaruhi oleh hubungan antara manusia dengan faktor-faktor produksi yang lain dan juga sifat-sifat manusia itu sendiri. Namun demikian, tidak semua penduduk dapat bertindak sebagai faktor produksi. Hanya penduduk yang berada pada usia kerja yang dapat dianggap sebagai faktor produksi. Tenaga kerja adalah penduduk pada usia kerja yaitu antara 15 sampai 64 tahun. Penduduk usia kerja dapat digolongkan menjadi dua yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Kemudian penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik yang bekerja penuh maupun yang tidak bekerja penuh.

Menurut Subri (2003:57) tenaga kerja (manpower) adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Angkatan kerja

(2)

13

(labour force) adalah bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau

berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu produksi barang dan jasa. Selanjutnya tingkat partisipasi angkatan kerja (labour force participation rate) menggambarkan presentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.

Di Indonesia, semula dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum, dengan demikian tenaga kerja di Indonesia dimaksudkan sebagai penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih, dan penduduk berumur berumur di bawah 10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Undang-undang No. 25 tahun 1997 tentang ketenagakerjaan telah menetapkan batas usia kerja menjadi 15 tahun. Batasan umur yang digunakan berbeda-beda untuk suatu negara, tetapi yang sering dijadikan pertimbangan adalah tingkat perekonomian dan situasi tenaga kerja. Semakin maju perekonomian di suatu daerah atau negara batas umur yang ditentukan untuk usia kerja minimum semakin tinggi (Mantra, 2003 : 224). Bekerja diartikan melakukan suatu kegiatan untuk menghasilkan atau membantu menghasilkan barang dan jasa dengan maksud untuk memperoleh penghasilan berupa uang dan barang dalam kurun waktu (time reference) tertentu (Mantra, 2003 : 225).

2.1.2 Konsep Sektor Informal

Teori yang secara konseptual mampu menjelaskan lahirnya sektor informal ada empat , (Berger & Buvinic, 1989 dalam Pitoyo, 2007:131) yakni, excess of

(3)

14

labour supply approach, neo-marxist approach, underground approach, dan

neo-liberal approach.

(a) Teori kelebihan tenaga kerja menjelaskan perkembangan sektor informal berdasarkan konsep supply dan demand. Menurut teori ini berkembangnya sektor informal adalah respon terhadap keterbatasan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja. Disebutkan sektor formal cenderung menggunakan tenaga kerja terdidik disertai dengan persyaratan keahlian tertentu, padahal tenaga kerja yang ada tidak semuannya memenuhi persyaratan tersebut. Sebagai akibatnya, tenaga kerja yang tidak terserap pada sektor formal akan mencari usaha alternatif yang lebih mudah yaitu sektor informal.

(b) Teori Neo-marxist lebih memandang sistem kapitalis yang secara gamblang dijelaskan melahirkan dua kutub yang berseberangan yaitu, sistem ekonomi inti dan sistem ekonomi pinggiran. Ketimpangan hubungan di antara dua sistem ekonomi tersebut berimbas pada ketergantungan ekonomi pinggiran terhadap ekonomi inti. Wujud dari mekanisme tersebut adalah muncul sistem ekonomi kapitalis (Formal) dan sistem ekonomi tradisional (Informal).

(c) Teori Underground Approach menyebutkan sektor informal tumbuh sebagai akibat kompetisi internasional di antara industri-industri besar dunia. Industri berskala besar tersebut lebih menguasi pasar dan selanjutnya dikenal dengan sektor formal. Keberadaan industri besar secara alamiah akan menumbuhkan banyak

(4)

15

industri kecil sehingga memunculkan berbagai bentuk persaingan. Persaingan ini akan memaksa industri-industri kecil melakukan berbagai kegiatan informal agar tetap dapat bertahan. Pada tahap berikutnya akan muncul banyak aktivitas informal, baik institusi maupun industri berskala menengah, yang mendukung industri skala besar dalam kompetisi ekonomi dunia.

(d) Teori Neo-liberal approach menyebutkan sektor informal muncul sebagai akibat berbagai persyaratan birokratis dan administrasi yang harus dipenuhi untuk menjadi sektor formal (Maldonado, 1995 dalam Pitoyo, 2007:132). Akibatnya banyak unit produksi skala menengah dan kecil tidak dapat memenuhi persyaratan birokratis dan administrasi yang ditentukan. Ketidakmampuan unit produksi di dalam memenuhi berbagai persyaratan dan aturan-aturan untuk menjadi sektor formal mengondisikannya menggunakan cara-cara tersendiri yang tidak sesuai dengan di sektor formal. Sektor baru dengan mekanisme usaha tidak beraturan ini selanjutnya disebut sebagai sektor informal.

Simanjuntak (2001 :115), mengemukakan ciri-ciri yang dimiliki oleh sektor informal adalah sebagai berikut :

1) Kegiatan usahanya sederhana, tidak tergantung pada kerja sama banyak orang dan sistem pembagian kerja yang ketat. Dengan demikian sektor informal dapat dilakukan oleh perseorangan atau keluarga, atau usaha bersama antara beberapa orang atas kepercayaan tanpa perjanjian tertulis.

(5)

16

2) Skala usaha relatif kecil. Modal usaha, modal kerja, dan omset penjualan relatif kecil serta dapat dilakukan secara bertahap.

3) Usaha sektor informal umumnya tidak mempunyai ijin usaha seperti halnya dalam bentuk Firma atau Perusahaan Terbatas.

4) Bekerja di sektor informal lebih mudah daripada di perusahaan formal. 5) Tingkat penghasilan di sektor informal umumnya rendah, walaupun

tingkat keuntungan kadang-kadang cukup tinggi akan tetapi karena omset penjualan relatif kecil sehingga keuntungan absolutnya menjadi kecil. 6) Keterkaitan sektor informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil. 7) Usaha sektor informal sangat beraneka ragam, seperti pedagang kaki

lima, pedagang keliling atau penjaja, tukang warung, tukang kue, tukang jahit dan lain-lain.

Selanjutnya Subarsono (1996 dalam Haryanto, 2008:220)

mengemukakan bahwa karakteristik sektor informal adalah: a) sektor informal ini mudah dimasuki; b) tidak memerlukan ijin untuk beroperasi; c) menggunakan teknologi sederhana dan padat tenaga kerja; d) tidak ada akses ke institut keuangan formal; e) beroperasi dalam skala kecil dan biasanya milik keluarga; f) unit usahanya tidak terorganisir; g) kesempatan kerja di sektor ini tidak terproteksi sebab tidak diatur oleh peraturan pemerintah. Di pihak lain, karakteristik yang dimiliki oleh sektor informal menurut pendapat Simel (2000:144) adalah sektor informal mudah dimasuki,

(6)

17

tuntutan ketrampilan dan pendidikan yang rendah, modal rendah dan kekuatan pekerja yang tinggi.

Tersebar luasnya sektor informal dan terbatasnya sektor formal mengakibatkan partisipasi tenaga kerja wanita selalu beragam dari satu sektor ke sektor lainnya dan cenderung kuat di bidang pertanian (Jacobsen, 1994 dalam Doumbia, 2003:296). Wanita yang bekerja di sektor informal biasanya mengerjakan hal yang berada pada tingkat rendah daripada laki-laki, wanita tidak cenderung menjadi majikan melainkan sebagai pekerja (Sethuraman ,1998 dalam Sookram, 2008:45)

Sementara ini beberapa peneliti lainnya menggunakan status pekerjaan utama untuk mengelompokkan sektor formal dan informal (Widarti, 1983; Hugo, 2000; dalam Subri, 2002:94). Mereka yang berusaha sendiri tanpa dibantu oleh orang lain, berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga dan pekerja keluarga dimasukkan dalam sektor informal. Di sisi lain, mereka yang bekerja sebagai buruh/karyawan dan berusaha dibantu buruh tetap dimasukkan dalam sektor formal.

Berbeda dengan pendapat di atas menurut (Rahardjo, 1985 dalam Ananta, 1990:148) menggunakan suatu pendekatan yang lain yaitu dengan mengurangkan pekerjaan yang terserap di sektor pemerintah, swasta terhadap jumlah angkatan kerja, sisanya adalah pekerja sektor informal. Pendekatan lain yang digunakan untuk mengelompokkan sektor informal adalah melalui pendekatan ciri umur, hubungan

(7)

18

status pekerjaan anak dan orang tua, pendidikan (Sigit, 1986 dalam Ananta, 1990:148).

Dalam menentukan jumlah pekerja sektor informal digunakan dua pendekatan (BPS, 2003) antara lain :

1) Pendekatan menurut status pekerjaan

Maksudnya adalah gambaran sektor informal sebagai bagian dari angkatan kerja yang berada diluar tenaga kerja yang terorganisir. Kegiatan usahanya hampir sama dengan jenis usaha kecil yang berusaha sendiri maupun dengan dukungan anggota keluarga. Kegiatan usahanya berlangsung di semua lapangan usaha. Penentuan pekerjaan di sektor informal berdasarkan status pekerjaan penduduk yang bekerja yaitu:

a) Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain b) Berusaha sendiri dan dibantu buruh tidak tetap c) Pekerja tidak dibayar atau pekerja keluarga 2) Pekerja menurut definisi angkatan kerja

Adapun pekerja sektor informal menurut pembagian angkatan kerja adalah: a) Pekerja keluarga yang dikeluarkan dari angkatan kerja

b) Pengangguran tidak penuh c) Pekerja tidak penuh

d) Pekerja penuh, antara lain ; berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap, dan pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga.

(8)

19

Menurut Elfindri (2004:45), sektor pekerjaan dalam sektor formal adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/ instansi/ kantor/ perusahaan/ majikan dengan menerima gaji sebagai balas jasa yang terdiri dari ; berusaha dibantu dengan buruh tetap (buruh dibayar), buruh/ karyawan/ pegawai dan pekerja bebas di pertanian. Sebaliknya, pekerja dalam sektor informal adalah seseorang yang bekerja sendiri atau seseorang bekerja tanpa ikatan dengan instansi/ kantor/ perusahaan/ majikan yang terdiri dari dari : berusaha sendiri, berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap/ buruh tidak dibayar, pekerja bebas di non pertanian dan pekerja tanpa dibayar.

Para pakar lainnya memberikan pengelompokkan sektor informal yaitu pertanian, kehutanan, perikanan, pengumpul kain bekas, berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain, berusaha sendiri atau dibantu pekerja keluarga, pekerja konstruksi, pedagang kaki lima, dan pekerja tidak tetap (Gothoskar, 2003 dalam Parveen, 2010:83). Berbeda dengan pendapat di atas Varshney (2011:181) mengemukakan bahwa sektor informal mencakup pembantu rumah tangga, pedagang kecil, tukang kayu, bekerja di ladang atau di tanah pertanian milik keluarga.

Dari berbagai konsep tentang sektor informal yang diungkapkan di atas, konsep yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada pendapat Ester Boserup. Menurut Boserup (1984:83) pekerja perempuan umumnya banyak bekerja di sektor informal perdagangan. Lebih-lebih di daerah perkotaan seperti di Kota Denpasar sektor perdagangan menunjukkan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja.

(9)

20 2.1.3 Konsep Pendapatan

Pendapatan diartikan sebagai semua hasil yang didapatkan setelah bekerja, sedangkan pendapatan pribadi diartikan sebagai semua jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun, yang diterima oleh penduduk suatu negara (Sukirno, 2004:46). Besar kecilnya pendapatan dapat dihitung dengan tiga pendekatan:

1) Pendekatan produksi (Production Approach) yaitu dengan menghitung semua nilai produksi barang dan jasa yang dapat dihasilkan dalam periode tertentu.

2) Pendekatan pendapatan (Income Approach) yaitu dengan menghitung nilai keseluruhan balas jasa yang dapat diterima oleh pemilik faktor produksi dalam suatu periode.

3) Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) yaitu pendapatan yang diperoleh dengan menghitung pengeluaran konsumsi masyarakat.

Pendapatan adalah gambaran yang paling tepat tentang posisi ekonomi keluarga yang merupakan jumlah seluruh pendapatan dan kekayaan keluarga yang dapat dipakai untuk membagi ke dalam tiga kelompok pendapatan yaitu rendah, sedang dan tinggi (Hill, 1976;Singarimbun, 1985 dalam Mardiana, 2009:2)

(10)

21 2.1.4 Konsep Tingkat Pendidikan

Menurut Simanjuntak (2001 : 46), pendidikan merupakan indikator kemajuan suatu bangsa. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha secara sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan baik di dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Penerapan ilmu dan teknologi yang berkembang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan formal maupun informal.

Menurut Subri (2003:39) pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi dalam sumber daya manusia. Pendidikan memberikan sumbangan langsung terhadap pertumbuhan pendapatan nasional melalui peningkatan keterampilan dan produktivitas kerja. Pendidikan diharapkan dapat mengatasi keterbelakangan ekonomi lewat efeknya pada peningkatan kemampuan manusia dan motivasi untuk berprestasi. Pendidikan berfungsi menyiapkan salah satu input dalam proses produksi, yaitu tenaga kerja, agar dapat bekerja dengan produktif karena kualitasnya.

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalisasi diri sesuai dengan potensi dirinya. Upaya peningkatan kualitas wanita dapat dilakukan melalui pendidikan dalam keluarga maupun pendidikan jalur kelembagaan (Tjiptoherijanto, 1999:91). Pendidikan dalam keluarga adalah bertujuan untuk menanamkan ilmu pengetahuan lebih dini. Selain itu, anak juga perlu dibekali nilai dan norma yang positif antara lain berupa sikap disiplin, hormat, sopan, tidak mudah putus asa, suka bekerja keras, dan sifat lainnya yang tidak bertentangan dengan norma yang tumbuh dalam masyarakat serta yang paling utama adalah menumbuhkan rasa percaya diri anak. Pendidikan di luar rumah dapat diberikan suatu lembaga yaitu;

(11)

22

1) Pendidikan formal, jalur pendidikan ini terdiri dari pendidikan umum yang dimulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan formal membekali seseorang dasar-dasar pengetahuan, teori dan logika, pengetahuan umum, kemampuan menganalisis serta pengembangan watak dan kepribadian. Selain pendidikan formal dengan materi umum, juga ada pendidikan formal kejuruan.

2) Pendidikan informal, pendidikan yang berupa latihan ini semakin berarti dalam kegiatan ekonomi secara menyeluruh yaitu di sektor formal modern maupun yang bersifat tradisional.

2.1.5 Konsep Jumlah Tanggungan Rumah Tangga

Menurut (Mantra, 2003:16) yang termasuk dalam jumlah tanggungan rumah tangga adalah jumlah rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja. Kelompok yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah jika pengurus kebutuhan sehari-harinya dikelola bersama-sama menjadi satu, kelompok penduduk yang termasuk dalam beban tanggungan rumah tangga adalah kelompok penduduk umur 0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif secara ekonomis, kelompok penduduk umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan penduduk umur 65 tahun ke atas sebagai kelompok umur yang tidak lagi produktif.

Penentuan jumlah tanggungan rumah tangga yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yang dilakukan dalam (Mantra, 2003:16), karena jumlah tanggungan rumah tangga yang dimaksud adalah jumlah anggota

(12)

23

rumah tangga yang terdapat dalam satu dapur dengan kelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok kerja.

2.1.6 Teori Gender

Konsep gender mengacu pada status dan peran laki-laki dan perempuan serta hubungan sosial yang terbentuk antar manusia dengan dua jenis kelamin yang berbeda ini. Dalam hal ini, terdapat kategorisasi peran yang merupakan produk dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Dalam realitas kehidupan, wanita seringkali tidak berdaya karena kondisi sosial budaya, politik, dan ekonomi yang memang telah menempatkannya pada posisi yang lemah dibandingkan dengan laki-laki (Marie;1996 dalam Dwiyanto, 1996:184). Peran gender (gender role) sebagai bentuk ketentuan sosial diyakini sebagai sebuah kodrat sehingga menyebabkan ketimpangan sosial dan hal ini sangat merugikan posisi perempuan dalam berbagai komunitas sosial baik dalam pendidikan, sosial budaya, politik dan juga ekonomi (Khotimah, 2009 : 161).

Ketimpangan gender merupakan salah satu konsep kunci yang digunakan untuk memahami status sosial ekonomi perempuan. Konsep ini berakar pada teori

feminisme yang berkembang di Barat yang secara umum berargumen bahwa

perempuan cenderung menjadi kelompok yang tertindas dalam proses pembagian sumber-sumber ekonomi dan sosial (Dyah, 2004:142). Ada tiga teori feminisme yaitu,

Feminisme Marxis,Feminisme Radikal, dan Feminisme Sosialis. Feminisme Marxis,

misalnya, mengidentifikasi perempuan sebagai kelompok proletar yang tersegregasi dalam pasar kerja dan berjuang melawan laki-laki sebagai kelompok borjuis yang

(13)

24

menguasi akses dan kontrol atas sumber-sumber ekonomi dan sosial dalam sebuah sistem kapitalisme. Di sisi lain, Feminisme Radikal melihat ketertindasan perempuan ini lebih dipengaruhi oleh aspek historis dan budaya. Perempuan dilihat sebagai pihak yang ditundukkan atau didomestifikasi melalui hubungan kekuasaan yang sifatnya patriarkat, baik itu secara personal maupun melalui pengaturan negara. Sementara itu,

Feminisme Sosialis memadukan argument feminisme marxis dan radikal, yaitu

dengan menekankan ketertindasan perempuan yang berlapis-lapis sebagai hasil hubungan kekuasaan antara kapitalisme dan patriarkat (Abbot dan Wallace,1990 dalam Dyah, 2004:143).

Nilai-nilai budaya yang membedakan peran pria dan perempuan ini dalam realitas sosial dapat ditemukan dalam berbagai basis kebudayaan, seperti dalam lembaga-lembaga sosial, ajaran-ajaran agama, mitos, simbol, serta praktek-praktek sosial lainnya. Nilai-nilai budaya ini bersifat obyektif, karena kebudayaan adalah milik publik (Geertz, 1992 dalam Kodiran,dkk., 2001:5). Seperti yang diamati oleh (Fernandes, 1998 dalam Ratman, 2002:278) ketimpangan gender berhubungan dengan norma dan budaya, dan keduanya merupakan hasil dari proses sosial ekonomi. Adanya ideologi gender menghubungkan pengertian kebudayaan mengenai pernikahan kontrak yang mempengaruhi perkembangan pendapatan perempuan di dalam rumah tangga (Espinal, 1997:105). Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender (KKG) bukanlah merupakan suatu yang mudah, tetapi memerlukan perjuangan yang ekstra keras karena hal ini berkaitan erat dengan perubahan nilai budaya atau konstruksi sosial budaya yang telah melekat di masyarakat (Arjani,

(14)

25

2007:116). Pemberdayaan perempuan mempercayakan keberhasilan dengan hasil dari tantangan tujuan hidup untuk merubah struktur dan kebiasaan dari ketidakadilan sosial dan diksriminasi gender untuk memungkinkan wanita yang lemah untuk memperoleh akses dan kontrol dari jasmani dan sumber informasi yang ada (Hassan, 2011:125).

Secara umum dapat dikatakan bahwa wanita mempunyai kesempatan yang baik untuk meningkatkan diri, akan tetapi tampaknya masih ada beberapa hal yang menjadi hambatan, baik yang sifatnya eksternal maupun internal yang merupakan kendala ‘stereotype’ yang melekat pada wanita akibat peran wanita yang berbeda dengan pria (Tjiptoherijanto, 1999:89). Kendala dan hambatan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pengaruh Feminimitas

Adanya steriotipe bahwa wanita adalah makhluk yang lemah sehingga sejak kecil dibedakan dalam perlakuan dengan laki-laki. Perlakuan yang berbeda terhadap anak laki-laki dan wanita menyebabkan adanya peran-peran tertentu yang memang secara khusus diciptakan untuk wanita. Wanita lebih dianggap cocok untuk pekerjaan yang bersifat mengasuh seperti guru, perawat dan tidak cocok untuk pekerjaan yang bersifat teknik. Hal ini menyebabkan kerugian bagi wanita karena mereka hanya akan berkembang sesuai dengan situasi dan norma yang sudah dicetak dalam masyarakat, yang pada umumnya menyebabkan wanita kurang mandiri (terlalu dilindungi).

(15)

26 2) Permasalahan Pendanaan

Walau sudah lebih berkurang dibandingkan dengan masa lalu, namun kenyataan hal ini masih selalu dalam masyarakat. Dalam pilihan ini kaum wanita biasanya menjadi pilihan terakhir para orangtua untuk mendapatkan pendidikan. Pilihan pertama adalah anak laki-laki karena mereka adalah calon-calon kepala keluarga yang merupakan penyangga/tempat bersandar orang-orang dalam keluarganya.

3) Diskriminasi

Dalam pemillihan tenaga kerja, pria lebih disukai karena berbagai hal yang antara lain waktu kerja mereka yang relatif lebih panjang dan ‘anggapan’ lebih produktif, dalam artian bahwa wanita akan lebih menyita banyak waktu kerja untuk keperluan keluarga, seperti kebutuhan akan cuti hamil dan melahirkan, cuti haid dan sebagainya. Gambaran ini nampak pada data indeks dissimilarity, yaitu pada jenis-jenis pekerjaan berdasarkan jenis-jenis kelamin.

4) Horner Effect

Wanita lebih sering dihinggapi ‘fear of success syndrom’ bila dihadapkan pada kondisi kompetitif dengan pria. Sindroma ini menyebabkan wanita tidak mampu menunjukkan prestasi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Akan tetapi, sindroma ini dapat berkurang dengan meningkatnya pendidikan.

5) Cinderella Complex

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kaum wanita cenderung mempunyai sifat ketergantungan dan meminta perlindungan atau perawatan. Hal ini berkaitan

(16)

27

dengan budaya dalam masyarakat yang tercipta dan mempersepsikan bahwa wanita membutuhkan hal-hal tersebut di atas, dengan demikian maka sifat ini memang kemudian melekat pada wanita.

6) Self Confident yang rendah

Kaum wanita seringkali kurang menghargai kemampuan yang mereka miliki. Keberhasilan yang mereka dapatkan seringkali dianggap sebagai suatu hal yang kebetulan dan merupakan keuntungan belaka bukan sebagai suatu hasil usaha yang betul-betul berasal dari dalam diri pribadinya.

2.1.7 Teori Alokasi Waktu

Alokasi waktu bagi perempuan di dalam rumah tangga dan sesuai dengan perannya dapat dibagi menjadi tiga bagian (Gronau, 1973 dan King, 1976 dalam Parwadi, 2005:176). Pertama, waktu untuk bekerja produktif di pasar kerja (market

production time), yaitu waktu yang digunakan untuk mencari nafkah (income) yang

memungkinkan rumah tangga dapat membeli barang dan jasa yang dibutuhkan di pasar; kedua, waktu untuk kerja produktif di rumah tangga (home production time), yaitu waktu yang digunakan untuk non income earning, artinya bekerja di rumah untuk menghasilkan barang dan jasa yang tidak perlu dibeli di pasar; ketiga, waktu untuk konsumsi (time consuming), waktu selain bekerja di pasar dan rumah tangga, yang digunakan atau dinikmati, baik untuk kebutuhan fisiologis (physiologis needs).

Khusus pada masyarakat miskin, perempuan mengalokasikan waktunya bekerja di luar tugas kerumahtanggaan karena terpaksa (harus) untuk membantu

(17)

28

suami dalam mencari nafkah (Suratiyah,dkk., 1994 dalam Parwadi, 2005:176). Ada dua alasan pokok mengapa perempuan bekerja. Alasan pertama adalah perempuan ”harus” bekerja karena kondisi ekonomi keluarga rendah sehingga perlu partisipasi perempuan dan alasan kedua adalah “memilih” untuk bekerja pada keluarga yang ekonominya kuat sehingga kurang memerlukan partisipasi perempuan dalam kehidupan keluarga.

Menurut Becker (1965:512) tingkat partisipasi anggota rumah tangga dipengaruhi oleh perbedaan kelamin. Kaum perempuan berperan ganda yaitu peran domestik (domestic role) dan peran publik (public role). Secara biologis kaum perempuan melakukan peran domestik yaitu mengurus rumah tangga dan melakukan fungsi reproduksi. Di samping itu perempuan juga berperan dalam fungsi produksi yaitu bekerja di sektor pasar tenaga kerja. Dengan investasi yang sama dalam human

capital, perempuan memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) lebih

besar daripada laki-laki dalam pekerjaan rumah tangga, maka perempuan akan mengalokasikan waktu untuk pekerjaan rumah tangga, sedangkan laki-laki untuk pekerjaan mencari nafkah.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Rahayu (2005) dengan judul penelitian “Pengaruh Pendidikan dan Jumlah Tanggungan Rumah Tangga Terhadap Partisipasi Perempuan Bekerja dalam Sektor Informal di Desa Mengwi Kabupaten

(18)

29

partisipasi perempuan bekerja dalam sektor informal di Desa Mengwi, Kecamatan Mengwi kabupaten Badung. Variabel bebas (independent variable) yang mempengaruhi variabel terikat dalam penelitian ini adalah pendidikan dan jumlah tanggungan rumah tangga. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear atau majemuk. Dalam penelitian ini hasil analisis secara keseluruhan disimpulkan bahwa variabel pendidikan dan jumlah tanggungan rumah tangga secara simultan berpengaruh nyata terhadap partisipasi perempuan bekerja dalam sektor informal di Desa Mengwi Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung dan secara parsial variabel pendidikan dan jumlah tanggungan rumah tangga berpengaruh positif dan nyata terhadap partisipasi perempuan bekerja di dalam sektor informal di Desa Mengwi Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah penggunaan variabel bebas tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan rumah tangga, perempuan sebagai obyek penelitian dan penggunaan teknik analisis regresi linear. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel terikat pada penelitian sebelumnya adalah partisipasi kerja perempuan sedangkan variabel bebas pada penelitian ini adalah alokasi waktu kerja perempuan.

Isti Fadah (2004) melakukan penelitian dengan judul “Karakteristik Demografi dan Sosial Ekonomi Buruh Perempuan Serta Kontribusinya Terhadap Pendapatan Keluarga (Studi Kasus pada Buruh Tembakau di Kabupaten Jember)” Lokasinya di Kabupaten Jember Tujuannya adalah untuk mengetahui karekteristik demografi dan sosial ekonomi buruh perempuan di kabupaten Jember, perbedaan intensitas kerja dari buruh perempuan yang berstatus kawin dan yang tidak kawin,

(19)

30

besarnya kontribusi yang diberikan oleh pekerja perempuan terhadap pendapatan keluarga, dan hubungannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data primer melalui wawancara terstruktur. Teknik samplingnya adalah metode acak sederhana. Alat analisisnya adalah analisis statistik deskriptif, uji t berpasangan dan analisis regresi linier berganda. Variabel terikat yaitu intensitas kerja buruh perempuan yang telah berstatus kawin. Variabel bebas yaitu upah per hari yang diterima oleh buruh perempuan, jumlah anak yang dimiliki oleh buruh perempuan, dan jarak dari rumah tempat tinggalnya ke tempat kerja. Hasil dari penelitian ini adalah adanya perbedaan intensitas kerja antara buruh perempuan yang berstatus kawin dengan yang berstatus belum kawin dan secara simultan seluruh variabel bebasnya yang meliputi (X1) upah per hari yang diterima oleh buruh perempuan, (X2) jumlah anak yang dimiliki oleh buruh perempuan serta (X3) jarak dari rumah tempat tinggalnya ke tempat kerja, berpengaruh signifikan terhadap intensitas kerja buruh perempuan (Y) yang berstatus kawin. Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Isti Fadah adalah perempuan sebagai obyek penelitian dan penggunaan teknik analisis linear berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah variabel bebas dan terikat yang digunakan.

Gst. Bgs. Wirya Gupta (2007) dengan judul penelitian “Perempuan Pada Industri Garmen Kasus Di Desa Pandak Gede, Kec. Kediri, Kab. Tabanan-Bali” Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan faktor umur, umur anak terakhir, pendidikan, penghasilan rumah tangga dengan jam kerja di industri rumah tangga

(20)

31

garmen. Data yang digunakan adalah data primer dengan menggunakan kuesioner dan wawancara yang mendalam. Teknik samplingnya adalah proporsional syatematic random sampling. Alat analisisnya adalah Teknik frekwensi tunggal dan tabel silang dengan tes korelasi product moment. Variabel terikat yaitu jam kerja industri rumah tangga garmen. Variabel bebas yaitu umur, umur anak terakhir, tingkat pendidikan dan penghasilan rumah tangga. Hasil dari penelitian ini adalah (X1) umur, (X2) umur anak terakhir, dan (X4) penghasilan rumah tangga berhubungan positif terhadap jam kerja industri rumah tangga garmen sedangkan (X3) tingkat pendidikan berhubungan positif namun tidak signifikan terhadap jam kerja industri rumah tangga garmen. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yg dilakukan oleh Gst. Bgs. Wirya Gupta adalah perempuan sebagai obyek penelitian dan penggunaan variabel terikat dan variabel bebas. Adapun perbedaannya adalah terletak pada teknik analisis data yang digunakan, penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan teknik frekwensi tunggal dan tabel silang dengan tes korelasi product moment.

Dewi Antari (2009) dengan judul penelitian “Analisis Faktor yang Berpengaruh Terhadap Alokasi Waktu Kerja Pekerja Wanita pada sektor informal

perdagangan di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan”. Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah alokasi waktu kerja pekerja wanita. Sedangkan variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat dalam penelitian ini adalah pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan rumah tangga dan umur anak terkecil. Hasil dari penelitian ini adalah faktor pendapatan rumah tangga,

(21)

32

tingkat pendidikan, jumlah tanggungan rumah tangga dan umur anak terkecil secara simultan berpengaruh signifikan terhadap alokasi waktu kerja pekerja wanita pada sektor informal perdagangan di desa Beraban Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan dan secara parsial tingkat pendidikan, jumlah tanggungan rumah tangga dan umur anak terkecil berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi waktu kerja pekerja wanita sedangkan pendapatan rumah tangga berpengaruh negatif terhadap alokasi waktu kerja pekerja wanita pada sektor informal perdagangan di desa Beraban, Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Antari adalah perempuan sebagai obyek penelitian dan penggunan alokasi waktu kerja sebagai variabel terikat, dan tingkat pendidikan, jumlah tanggungan rumah tangga serta pendapatan rumah tangga sebagai variabel bebas. Adapun perbedaannya adalah terdapat pada lokasi penelitian dan variabel bebas umur anak terkecil pada penelitian sebelumnya, sedangkan pada penelitian ini menggunakan variabel keberadaan anak balita.

Nurdevianti (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Faktor Sosial dan Demografi terhadap Partisipasi Kerja Wanita pada sektor informal perdagangan di

Desa Sumerta Kaja Kecamatan Denpasar Timur”. Variabel terikat dalam penelitian

ini adalah partisipasi kerja wanita. Sedangkan variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan, pendapatan, dan jumlah tanggungan rumah tangga. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat pendidikan, pendapatan, dan jumlah tanggungan rumah tangga secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi kerja wanita pada sektor informal

(22)

33

perdagangan di desa Sumerta Kaja Kecamatan Denpasar Timur dan secara parsial tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan rumah tangga berpengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi kerja wanita sedangkan pendapatan berpengaruh negatif terhadap partisipasi kerja wanita pada sektor informal perdagangan di desa Sumerta Kaja Kecamatan Denpasar Timur Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurdevianti adalah penggunaan variabel bebas dan perempuan sebagai obyek penelitian. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan variabel terikat dan lokasi penelitian. Variabel terikat pada penelitian ini adalah alokasi waktu kerja sedangkan variabel terikat penelitian sebelumnya adalah partisipasi kerja. Lokasi penelitian sebelumnya dilakukan di Desa Sumerta Kaja sedangkan penelitian ini dilakukan di Desa Dangin Puri Klod.

Asmaida (2009) dengan judul penelitian “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Kepercayaan dengan Curahan Jam Kerja Perempuan Tani pada Usaha Budidaya Ikan Patin Kolam (Studi Kasus di Desa Pudak Kecamatan Kumpeh Ulu

Kabupaten Muaro Jambi)”. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar

peranan perempuan tani pada usaha budidaya ikan patin kolam (studi kasus di Desa Pudak Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi). Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan petani sampel yang dipandu dengan daftar kuesioner. Teknik samplingnya adalah simple random sampling. Teknik analisis data yang digunakan adalah Statistik Non parametric Uji Chi Square. Variabel terikat yaitu Curahan jam Kerja perempuan tani pada usaha Budidaya Ikan Patin Kolam. Variabel bebas yaitu tingkat pengetahuan dan

(23)

34

kepercayaan. Hasil dari penelitian ini adalah (X1) tingkat pengetahuan dan (X2) kepercayaan berhubungan dengan curahan jam kerja perempuan tani pada budidaya ikan patin kolam. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah perempuan sebagai obyek penelitian, sedangkan perbedaannya terletak pada variabel terikat dan variabel bebas yang digunakan.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan, tujuan penelitian, dan kajian pustaka, maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut :

1) Pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan rumah tangga dan keberadaan anak balita secara simultan berpengaruh signifikan terhadap alokasi waktu kerja perempuan pada sektor informal perdagangan di Desa Dangin Puri Klod Kecamatan Denpasar Timur.

2) Tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan rumah tangga secara parsial berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan pendapatan rumah tangga dan keberadaan anak balita berpengaruh negatif dan signifikan terhadap alokasi waktu kerja perempuan pada sektor informal perdagangan di Desa Dangin Puri Klod Kecamatan Denpasar Timur.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada Bab II, poin 2.7 mengenai desinfeksi untuk air media pengangkutan ikan selama proses transportasi, pada desain kali

Metode yang digunakan dalam penelitian, selain melakukan pengamatan gerakan dan pergeseran jembatan dengan menggunakan GPS, maka pada saat yang bersamaan dari pengamatan

Pengendalian proyek konstruksi dilakukan agar pelaksanaan proyek dapat sesuai dengan waktu dan biaya yang telah direncan kan sebelum proyek dilaksanakan,

Hal ini jelas bertentangan dengan yang disampaikan oleh Kotler (2005:49) adalah kualitas produk merupakan keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau pelayanan pada

Terdapat lima strategi yang menjadi prioritas kebijakan pengembangan kakao rakyat di Sumatera Utara yaitu: Meningkatkan produktivitas kakao rakyat pada seluruh daerah

Pada Class Diagram sistem penentuan penerima KIP terdapat beberapa method, yaitu ubah, hapus, tambah, edit, dan detail. Pada sistem ini, Kepala sekolah dan TU dapat

Cetak Surat Izin Cuti Cetak Laporan Pegawai Cetak Laporan Absensi Cetak Laporan Kenaikan Jabatan Cetak Laporan Cuti MPP Entry Data MPP Entry Data Jabatan Cetak Laporan MPP

• Mintalah pada orang-orang yang Anda ketahui senang membaca, untuk membaca dengan anak anda – mungkin saja mereka itu teman anda atau anggota keluarga, termasuk diantaranya