Bayong Tjasyono HK. *) dan R. Gernowo **) *)
Kelompok Keahlian Sains Atmosfer, FITB – ITB, Bandung **)
Jurusan Fisika, Universitas Diponegoro, Semarang
Abstrak
Curah hujan ekstrim basah menimbulkan bencana banjir. Dalam udara cukup basah dan labil, awan konvektif dapat tumbuh mencapai paras yang tinggi dengan arus keatas yang kuat dan menghasilkan hujan deras yang dapat disertai dengan batu es hujan. Peristiwa ekstrim mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda. Peristiwa yang terjadi pada skala waktu yang pendek antara kurang dari satu hari dan sekitar 1 minggu sering dinyatakan sebagai cuaca ekstrim. Badai guruh dan tornado biasanya mempunyai durasi kurang dari satu hari. Dalam kajian ini akan dibahas curah hujan ekstrim harian di daerah basin Bandung.
Abstract
Wet extreme rainfall cause flood disaster. In humid and unstable air, convective clouds able to grow up to higher level by strong updraft wich yield shower accompanied by hailstone. Extreme events have many different shapes and sizes. Events occurring over short time scales, between less than 1 day and about 1 week, are often reffered to as extreme weather events. Thunderstorms and tornadoes usually have duration shorter than a day. In this study, it will be discussed diurnal extreme rainfall in basin area of Bandung.
1. PENDAHULUAN
Bandung adalah area monsun dengan indeks monsun 64 persen yang dihitung dari frekuensi angin utama bulan Januari dan Juli[1]. Bandung adalah area basin (cekungan) yang terletak pada elevasi 748 m di atas permukaan laut, lintang 6,920 S dan bujur 107,600 T. Area monsun ditandai oleh arah angin utama (prevailing wind) membuat sudut paling sedikit 1200 antara Januari dan Juli[2].
Monsun disebabkan oleh beda sifat fisis antara samudera dan benua yaitu kapasitas panas perairan lebih besar dari pada daratan. Perairan memantulkan radiasi matahari lebih besar dari pada daratan. Diperairan, panas radiasi dapat memasuki lapisan yang dalam dengan bantuan gerakan air (arus laut), sebaliknya di daratan panas hanya dapat menembus tanah beberapa centimeter saja. Akibat beda sifat fisis ini, samudera lambat
panas ketika musim panas dan lambat dingin dari pada benua ketika musim
dingin.
Variabilitas monsun Asia Tenggara ditentukan oleh interaksi kompleks antara atmosfer, hidrosfer dan pedosfer[3,4]. Untuk belahan bumi selatan, monsun barat laut lebih lembap ketimbang monsun tenggara, sehingga distribusi curah hujan bulanan menunjukkan maksimum dalam musim monsun barat dan minimum dalam musim monsun timur yang berkaitan dengan musim panas dan musim dingin belahan bumi selatan[4].
2. METODOLOGI
Curah hujan diamati harian selama 21 tahun (1987 – 2007) di Kampus ITB, Bandung. Setiap bulan dicari jumlah curah hujan harian yang terbesar (curah hujan ekstrim), hasilnya ditabulasikan dalam tabel. Dari data curah hujan ekstrim harian
ISSN 1411-3082
kemudian dianalisa dengan Adaptive
Neuro Fuzzy Inference System[5,6].
Sistem ANFIS (Adaptive Neuro
Fuzzy Inference System) adalah salah satu
model yang digunakan untuk memproses data deret waktu dengan struktur pengolahan data yang paralel. Salah satu skema ANFIS telah dikembangkan oleh Sugeno yang secara matematis dapat dijelaskan sebagai berikut; Pada ANFIS Sugeno orde pertama, dimisalkan ada dua masukan yaitu x dan y serta keluaran fij,
dimana urutan langkah ditunjukkan dalam 5 layer (lapisan) yang berkorelasi secara paralel dimana masing-masing layer dapat dijelaskan sebagai berikut :
Layer 1 : Setiap node ke-i dalam layer ini
adalah sebuah titik dengan suatu fungsi node, dengan notasi keluaran adalah Q , 1,i yaitu : 1, 1, ( ) ( ), 1, 2, ( ) ( ), 1, 2, i j i A j B O x x untuk i atau O y y untuk j (1)
dengan x dan y merupakan input dari node ke-i dan O1,i merupakan derajat
keanggotaan dari himpunan fuzzy
A=(A1,A2,B1 atau B2) dengan fungsi
keanggotaan A adalah : 2 1 ( ) 1 Ai b i i x x c a (2)
dengan ai,bi, dan ci adalah parameter
himpunan.
Layer 2 : Notasi menyatakan keluaran dari hasil perkalian dari semua sinyal yang masuk, yaitu :
2,i i Ai( ) Bi( ) 1, 2
O w x y i (3)
Layer 3 : Notasi N pada node ke-i :
2 , 1 i , w w w w O 2 1 i i i , 3 (4)
disebut faktor normalisasi
Layer 4 : Node ke-i merupakan node
adaptif dengan fungsi node, dimana indek j = i:
4,i i ii i( i i ii)
O w f w p x q y r (5) dengan w sebagai faktor normalisasi i pada layer ke-3 dan (pi,qj,rij) adalah
parameter himpunan dari node ini.
Layer 5 : Node tunggal pada layer ini
adalah node yang ditentukan dengan notasi
yang dihitung dari keseluruhan output yaitu : 5, i ii i i i ii i i i w f O w f w
(6)Selanjutnya data input yang akan diolah dengan ANFIS dalam penelitian ini adalah curah hujan ekstrim harian dari Januari 1987 sampai dengan Desember 2007 (252 data ekstrim bulanan). Data terlebih dahulu dihilangkan noise-nya dengan melakukan tapis (filter) lolos rendah (low-pass) atau moving average. Tapis ini dilakukan berkaitan dengan adanya kesulitan untuk memprediksi noise yang sampai saat ini belum ada metode yang handal untuk melakukan hal tersebut.
Deret waktu yang telah ditapis dijadikan sebagai input ANFIS, dibagi menjadi dua bagian yaitu satu bagian pertama sebanyak 240 poin data (240 bulan) digunakan sebagai data pembelajaran (training data) dan sisanya 12 poin data (12 bulan) digunakan sebagai cheking data. Prediksi data deret waktu (time series) yang dilakukan menggunakan nilai yang telah diketahui pada time series yang akan diprediksi. Dengan memisalkannya sebagai t, maka prediksi nilai pada titik yang sama ke nilai berikutnya dapat dituliskan sebagai
) P t
( , dengan P adalah titik sampel yang akan diprediksi. Tiap-tiap data dituliskan dalam satuan waktu, yaitu :
)) ( ), ( ,..., )) 1 ( ( (x t D P x tP x t . Dalam penelitian ini, dilakukan setting secara umum dari model ANFIS Sugeno.
Australia. Monsun Asia dibagi menjadi dua subsistem yaitu monsun India dan monsun Asia Timur. Faktor penggerak monsun Asia Timur adalah adanya daerah sumber dan masukan (sink) panas di atas Laut Cina Selatan dan daerah Australia. Monsun Asia Timur mempunyai musim dingin yang sangat dingin, suatu karakteristik yang tidak terdapat pada sistem monsun India.
Monsun Indonesia adalah bagian dari monsun Asia Timur dan Tenggara. Arah angin di atas wilayah Indonesia dalam tengah musim dingin (Januari) dan tengah musim panas (Juli) boreal dapat dilihat pada gambar 1, yang menunjukkan pola angin rata-rata pada ketinggian 2000 kaki. Dalam musim dingin boreal (Desember, Januari, Februari), angin monsun bertiup dari daerah Siberia ke benua Australia. Selama periode ini bertiup angin barat laut sampai barat di
sampai Papua. Monsun musim dingin boreal disebut monsun barat dan musimnya disebut musim monsun barat, sedangkan di atas Indonesia belahan bumi utara, seperti Sumatera Utara dan Kalimantan Barat, angin monsun datang dari arah timur laut disebut monsun timur laut dan musimnya disebut musim
monsun timur laut.
Sebaliknya, dalam musim panas boreal angin bertiup dari benua Australia ke benua Asia. Pada daerah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali, Lombok, Nusa Tenggara sampai Paua, arah angin dari timur ke barat disebut monsun timur dan musimnya disebut musim monsun timur. Sedangkan di atas Indonesia belahan bumi utara, angin bertiup dari barat daya ke timur laut disebut monsun barat daya dan musimnya disebut musim monsun barat
daya[7], lihat tabel 1.
ISSN 1411-3082
Tabel 1. Divisi musim berdasarkan pada monsun.
Indonesia belahan bumi selatan Indonesia belahan bumi utara
Musim Periode Musim Periode
Monsun barat Transisi Pertama
Monsun timur Transisi Kedua
Des. – Jan. – Febr. Maret – April – Mei
Juni – Juli – Agus. Sept. – Okt. – Nov.
Monsun timur laut Transisi Pertama Monsun barat daya
Transisi Kedua
Des. – Jan. – Feb. Maret – April – Mei
Juni – Juli – Agus. Sept. – Okt. – Nov. Monsun terdiri dua sirkulasi musiman
berbeda yaitu sirkulasi siklonik kontinental yang menyebabkan konvergensi massa udara lembab laut ketika musim panas, dan sirkulasi antisiklonik kontinental yang menyebabkan divergensi massa udara
dengan diimbangi oleh udara atas yang kering ketika musim dingin. Akibatnya curah hujan lebat di area monsun terjadi dalam musim panas sampai musim gugur dibandingkan dalam musim dingin belahan bumi, lihat tabel 2.
Tabel 2. Distribusi frekuensi hujan lebat dan sangat lebat (> 10 mm/jam) musiman belahan bumi selatan di Kampus ITB, Bandung.
Musim Tahun DJF musim panas MAM musim gugur JJA musim dingin SON musim semi 2003 2004 10 24 28 19 8 4 16 10 Rata-rata 17,0 23,5 6,0 13,0
Bandung adalah area basin (cekungan) sehingga angin monsun barat dan monsun timur yang bertiup di atas area cekungan akan mengalami penekanan (subsidensi) yang berdampak pada pertumbuhan awan-awan konvektif dan orografi. Monsun barat yang mengarungi
perairan lebih luas akan lebih lembap dibandingkan monsun timur yang mengarungi perairan lebih sempit, sehingga rasio jumlah curah hujan dalam musim monsun barat (DJF) dan dalam musim monsun timur selalu lebih dari satu, lihat tabel 3.
Tabel 3. Rasio jumlah curah hujan (mm) dalam musim monsun barat (DJF) dan musim monsun timur (JJA), (1998 – 2007) di Bandung.
Tahun Musim monsun barat Musim monsun timur DJF
Des. Jan. Feb. DJF Jun. Jul. Agus. JJA JJA
1998 113 244 375 732 248 104 46 398 1,8 1999 259 169 80 508 101 59 28 188 2,7 2000 39 148 117 304 57 58 32 147 2,1 2001 46 223 157 426 107 123 54 284 1,5 2002 441 393 55 889 70 132 49 251 3,5 2003 191 80 254 525 25 60 64 149 3,5 2004 246 163 179 588 43 37 15 95 6,2 2005 136 157 527 820 164 68 58 290 2,8 2006 436 191 234 861 43 60 0 103 8,4 2007 176 179 448 803 121 22 0 143 5,6 Rata-rata 645,6 Rata-rata 3,81
Daily Extrem e Rainfall, Bandung 1987-1992 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Jan-87 Jan-88 Jan-89 Jan-90 Jan-91 Jan-92
R a in fa ll x 1 0 0 m m Data Prediction
Daily Extrem e Rainfall, Bandung 1993-1998
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Jan-93 Jan-94 Jan-95 Jan-96 Jan-97 Jan-98
R a in fa ll x 1 0 0 m m ) Data Prediction
Daily Extrem e Rainfall, Bandung 1999-2004
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Jan-99 Jan-00 Jan-01 Jan-02 Jan-03 Jan-04
R a in fa ll x 1 0 0 m m Data Prediction
Gambar 2. Ilustrasi angin monsun barat dan monsun timur di atas cekungan Bandung.
4. CURAH HUJAN EKSTRIM
DI BASIN BANDUNG
Pada umumnya jumlah curah hujan ekstrim harian kurang dari 100 mm, hanya beberapa bulan saja yang mempunyai curah hujan ekstrim harian lebih dari 100 mm, seperti bulan Maret 1991, 2003, 2005 dan bulan Februari 2005. Pada musim monsun timur,
beberapa bulan mempunyai jumlah curah hujan nol, seperti pada bulan Juni 1991; Juli 1987; 1994; Agustus 1991, 1994, 1995, 2006, 2007, dan September 2006, lihat tabel 4. Gambar 3, menunjukkan prediksi curah hujan ekstrim harian dengan metode ANFIS berdasarkan data curah hujan ekstrim paa tabel 4.
ISSN 1411-3082
Daily Extrem e Rainfall, Bandung 2005-2007
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08
R a in fa ll x 1 0 0 m m Data Prediction
Gambar 3. Prediksi jumlah curah hujan ekstrim harian dengan metode ANFIS. Tabel 4. Curah Hujan Ekstrim Harian (mm), 1987 – 2007, Bandung.
Tahun 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Bulan Januari 20,8 47,2 40,6 79,3 8,1 64,0 38,6 58,9 40,6 56,9 45,7 Februari 23,6 37,1 27,4 61,0 16,3 61,0 19,3 72,1 39,6 29,2 13,7 Maret 62,6 47,8 42,7 30,5 107,7 56,9 77,2 87,4 30,5 66,6 47,2 April 27,4 34,5 41,7 52,8 49,8 66,0 63,0 57,9 50,8 47,5 31,8 Mei 27,9 50,8 69,1 18,3 34,5 45,7 46,7 35,6 41,4 20,3 75,2 Juni 20,3 30,2 20,3 27,4 0 37,6 40,6 47,8 40,1 30,0 1,3 Juli 0 8,1 15,2 20,3 4,8 48,8 4,1 0 14,7 28,2 8,9 Agustus 6,1 15,2 51,3 77,2 0 30,5 44,7 0 0 32,5 12,7 September 15,8 25,4 4,1 44,7 30,5 17,3 35,6 8,6 34,4 44,6 2,5 Oktober 34,3 35,6 32,0 16,3 10,2 37,6 19,3 13,2 50,3 74,2 23,4 November 73,7 46,7 37,6 74,2 63,0 92,5 44,7 56,9 63,0 70,1 26,7 Desember 40,6 10,2 50,8 49,8 59,9 57,9 88,4 26,2 34,3 50,8 67,1 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Bulan Januari 68,6 55,9 33,0 35,1 63,5 27,9 35,6 35,6 42,4 40,6 Februari 94,0 34,5 43,9 29,0 17,8 38,6 23,4 120,1 38,1 51,1 Maret 61,2 84,3 19,8 30,7 70,4 113,3 44,2 112,0 12,7 24,9 April 51,6 36,8 68,6 73,2 31,8 63,8 37,3 32,3 64,3 46,7 Mei 54,9 50,0 32,5 33,5 19,1 34,8 49,3 76,7 9,7 47,8 Juni 33,0 47,8 19,1 27,4 27,9 17,8 18,5 47,0 30,5 50,3 Juli 45,7 21,3 34,3 52,8 36,8 51,1 17,0 23,9 41,9 12,2 Agustus 32,0 27,9 14,5 27,9 44,2 38,1 15,2 30,5 0 0 September 42,4 3,1 24,4 40,1 22,9 15,2 29,5 53,3 0 23,9 Oktober 24,9 39,9 37,6 53,3 19,6 37,6 40,4 24,1 12,7 35,1 November 85,1 54,1 72,9 46,7 81,8 48,5 29,7 70,4 63,5 39,1 Desember 22,1 50,8 17,8 29,5 98,3 30,2 41,9 28,5 65,5 46,2
5. KESIMPULAN
Monsun Indonesia adalah bagian dari monsun Asia Timur dan Asia Tenggara. Monsun terdiri dua sirkulasi musiman berbeda yaitu sirkulasi siklonik
kontinental ketika musim panas yang menyebabkan akumulasi uap air sehingga curah hujan berlimpah dan sirkulasi antisiklonik kontinental ketika musim
timur yang bertiup di atas area basin (cekungan) Bandung akan mengalami penekanan dan gerak turun (subsidensi) sehingga jumlah curah hujan kecil. Karena monsun barat lebih lembap dari pada monsun timur, maka rasio jumlah curah hujan dalam musim monsun barat dan monsun timur selalu lebih besar dari satu.
Pada umumnya curah hujan ekstrim harian di area monsun basin Bandung kurang dari 100 mm, hanya sedikit sekali yang di atas 100 mm. Prediksi curah hujan ekstrim harian dilakukan dengan metode ANFIS kemudian hasil prediksi dibandingkan dengan hasil observasi.
Daftar Pustaka
1. Bayong Tjasyono HK., dan A. M. Mustofa, 2000. Seasonal Rainfall Variation over Monsoonal Areas, JTM Vol. VII No. 4, ITB, Bandung.
3. Yasunari T., 1991. Role of Monsoon on Global Climate, The Third International Symposium on Equatorial Atmosphere Observation over Indonesia, RASC – BPPT, Jakarta.
4. Bayong Tjasyono HK., R. Gernowo, Sri Woro B. H., and Ina J., 2008. The Character of Rainfall in the Indonesian Monsoon, The International Symposium on Equatorial Monsoon System, Yogyakarta.
5. Jang, J. S. R., 1997. Neuro Fuzzy and Soft Computing, Prentice Hall International, Inc. USA.
6. Jang J. S. R., 1995. Fuzzy Logic Toolbox for Use with MATLAB, The Math Work, Inc. USA.
7. Susilo P., 1996. Meteorologi, Penerbit ITB, Bandung.