• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar Kabupaten Sidoarjo 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar Kabupaten Sidoarjo 2014"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo ii

ANALISA KEMISKINAN BIDANG INFRASTRUKTUR DASAR

KABUPATEN SIDOARJO

TAHUN 2014

© 2014

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

Diterbitkan Oleh :

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)

Kabupaten Sidoarjo

Penanggung Jawab :

Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kemasyarakatan

(3)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo i

Kata Pengantar

Syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, pada akhirnya Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar dapat terselesaikan. Penyusunan analisa ini untuk mendeskripsikan kondisi umum kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo dilihat dari sudut bidang infrastruktur dasar berbasis data PPLS 2011. Analisa ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terhadap wilayah-wilayah kemiskinan yang pemenuhan infrastruktur dasarnya masih rendah.

Secara umum ruang lingkup kegiatan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar adalah menyusun dokumen dalam bentuk laporan yang berisikan informasi capaian pada setiap indikator penanggulangan kemiskinan bidang infrastruktur dasar, dan pemetaan wilayah yang menjadi prioritas penanganan (maping) berdasarkan data PPLS 2011. Harapannya tersedia dokumen Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar sebagai bahan kebijakan Pemerintah

Kabupaten Sidoarjo dalam penyempurnaan program-program percepatan

penanggulangan kemiskinan khususnya bidang infrastruktur dasar ke depan.

Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dan telah banyak memberikan sumbangan pemikiran, data-data maupun informasi yang berkaitan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar ini. Masukan dan saran tentunya sangat diharapkan demi penyempurnaan dokumen ini, karena kami sangat menyadari bahwa tentunya masih banyak hal yang perlu disempurnakan.

Akhirnya kami berharap dokumen Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar ini dapat memberikan manfaat terutama bagi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan semua pihak yang terkait dengan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo. Harapannya kualitas program dan kegiatan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo dapat lebih baik lagi dari waktu ke waktu, khususnya bidang infrastruktur dasar bagi masyarakat miskin.

Sidoarjo, Nopember 2014 KEPALA BAPPEDA KABUPATEN SIDOARJO

Ir. SULAKSONO Pembina Utama Muda NIP. 19620129 198903 1 005

(4)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo ii Daftar Isi Kata Pengantar ... i Daftar Isi ... ii Daftar Tabel ... iv Daftar Grafik ... v

Daftar Gambar ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.2 Maksud dan Tujuan ... 3

1.3 Hasil Yang Diharapkan ... 3

1.4 Ruang Lingkup ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Kemiskinan ... 5

2.1.1 Konsep Kemiskinan ... 5

2.1.2 Data Kemiskinan Makro dan Mikro ... 6

2.1.2.1 Data Makro ... 6

2.1.2.1 Data Mikro ... 9

2.1.3 Program Penanggulangan Kemiskinan ... 14

2.2 Pembangunan Infrastruktur ... 16

2.2.1 Pengertian Pembangunan Infrstruktur... 16

2.2.2 Jenis Infrstruktur ... 17

2.2.3 Pembangunan Infrastruktur di Indonesia ... 20

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Sumber Data ... 23

3.3 Konsep dan Definisi ... 24

3.4 Metode Analisis ... 28

3.5 Lokasi ... 29

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN SIDOARJO ... 30

4.1 Kedudukan dan Wilayah Administratif ... 30

4.2 Klimatologi dan Topografi ... 31

4.3 Penggunaan Lahan ... 32

4.4 Demografi ... 33

4.4.1 Jumlah Penduduk ... 33

4.4.2 Tingkat Pendidikan Penduduk ... 38

4.4.3 Mata Pencaharian Penduduk ... 40

4.5 Kondisi Makro Ekonomi ... 41

(5)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo iii

BAB V KONDISI UMUM INFRASTRUKTUR DI

KABUPATEN SIDOARJO ... 48

5.1 Infrastruktur Kebinamargaan ... 48

5.2 Infrastruktur Perumahan ... 53

5.2.1 Sarana Air Bersih ... 53

5.2.2 Sarana Jalan Lingkungan ... 60

5.2.3 Sarana Sanitasi ... 61

5.3 Infrastruktur Listrik ... 63

BAB VI ANALISA KEMISKINAN BIDANG INFRASTRUKTUR DASAR KABUPATEN SIDOARJO ... 67

6.1 Kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo ... 67

6.1.1 Kondisi Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo ... 67

6.1.2 Perkembangan Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo ... 72

6.2 Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar ... 75

6.2.1 Sumber Air Minum ... 75

6.2.2 Fasilitas Buang Air Besar ... 78

6.2.3 Tempat Pembuangan Akhir Tinja ... 82

6.2.4 Sumber Penerangan ... 86

6.3 Upaya Penanggulangan Kemiskinan Bidang Infrastruktur ... 90

(6)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo iv

Daftar Tabel

Tabel 4.1 Pembagian Wilayah Administrasi dan Luas Tiap Kecamatan

Di Kabupaten Sidoarjo ... 31 Tabel 4.2 Penggunaan Tanah Menurut Kecamatan Tahun 2013 ... 33 Tabel 4.3 Luas Wilayah (Km²) dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan

Hasil Sensus Penduduk Tahun 1980, 1990, 2000 dan 2010 ... 34 Tabel 4.4 Penduduk per Kecamatan Menurut Tingkat Pendidikan

Tahun 2013 ... 39 Tabel 4.5 Penduduk Menurut Mata Pencaharian dan Kecamatan

Di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2013 ... 40 Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2011-2013 ... 41 Tabel 4.7 Jumlah RTS dan Anggota RTS Hasil PPLS-2011 Per Kecamatan

di Kabupaten Sidoarjo ... 43 Tabel 5.1 Panjang Jalan Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan Kondisi

Tahun 2010 – 2013 ... 49 Tabel 5.2 Jumlah Jembatan di Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan Kondisi

Tahun 2010 – 2013 ... 51 Tabel 5.3 Pelanggan Air Minum, Air Yang Disalurkan, Nilai dan Kehilangan

Air Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 – 2013 ... 54 Tabel 5.4 Langgan Menurut Golongan, Kelompok Pelanggan dan Golongan

Tarif PLN Cabang Sidoarjo Tahun 2011 – 2013 ... 64 Tabel 5.5 Pelanggan, VA dan KWH PLN Cabang Sidoarjo

Tahun 2010 – 2013 ... 64 Tabel 6.1 Penduduk Miskin per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo Hasil

PPLS 2011 ... 68 Tabel 6.2 Jumlah Rumah Tangga dan Individu Sasaran Hasil PPLS 2011

Di Kabupaten Sidoarjo ... 69 Tabel 6.3 Jumlah RTS per Kecamatan Berdasarkan Fasilitas

Sumber Air Minum ... 75 Tabel 6.4 Jumlah RTS per Kecamatan Berdasarkan Fasilitas Tempat Buang

Air Besar ... 79 Tabel 6.5 Jumlah RTS per Kecamatan Berdasarkan Tempat Akhir Tinja

Rumah Tangga ... 83 Tabel 6.6 Jumlah RTS per Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan

Sumber Penerangan ... 86 Tabel 6.7 Program dan Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan

(7)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo v

Daftar Grafik

Grafik 4.1 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sidoarjo Tahun 1980 – 2010 .. 34 Grafik 4.2 Penduduk Kabupaten Sidoarjo Hasil Sensus Penduduk 2010

Per Kecamatan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 35 Grafik 4.3 Perkembangan Penduduk Kabupaten Sidoarjo Tahun 2009 – 2013

Hasil Resgistrasi Penduduk ... 36 Grafik 4.4 Penduduk Kabupaten Sidoarjo Hasil Registrasi Penduduk

Tahun 2013 Per Kecamatan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36 Grafik 4.5 Komposisi Penduduk Kabupaten Sidoarjo Menurut Umur

Tahun 2013 ... 37 Grafik 4.6 Perbandingan Tingkat Pendidikan Penduduk Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2013 ... 38 Grafik 4.7 Perkembangan Angka Kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2006 – 2013 ... 44 Grafik 4.8 Perkembangan Angka Kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo

Terhadap Nasional dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 – 2012 .. 44 Grafik 4.9 Posisi Relatif Angka Kemiskinan Di Kabupaten Sidoarjo Terhadap

Nasional dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 ... 45 Grafik 4.10 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Kabupaten Sidoarjo Terhadap Provinsi Jawa Timur

Tahun 2003 – 2011 ... ... 46 Grafik 4.11 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

Kabupaten Sidoarjo Tahun 2003 – Tahun 2011 ... 46 Grafik 5.1 Perkembangan Panjang Jalan Aspal Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2010 – 2013 ... 48 Grafik 5.2 Perkembangan Jumlah Jembatan di Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2010 – 2013 ... 50 Grafik 5.3 Perkembangan PJU di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 – 2013 .... 52 Grafik 5.4 Perkembangan Jumlah Sarana Air Bersih Terbangun

di Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010 – 2013 ... 53 Grafik 5.5 Posisi Relatif Proporsi Rumah Tangga Dengan Akses Berkelanjutan

Terhadap Air Minum Layak Kabupaten/Kota Di Jawa Timur

Tahun 2013 ... 55 Grafik 5.6 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan

Sumber Air Minum Menggunakan Air Kemasan Di Jawa Timur

Tahun 2013 ... 56 Grafik 5.7 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan

Sumber Air Minum Menggunakan Ledeng Di Jawa Timur

Tahun 2013 ... 57 Grafik 5.8 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan

Sumber Air Minum Menggunakan Pompa Di Jawa Timur

(8)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo vi

Grafik 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan

Sumber Air Minum Menggunakan Sumur Terlindungi Di Jawa Timur Tahun 2013 ... 58 Grafik 5.10 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan

Sumber Air Minum Menggunakan Sumur Tidak Terlindungi

Di Jawa Timur Tahun 2013 ... 59 Grafik 5.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan

Sumber Air Minum Menggunakan Mata Air Terlindungi

Di Jawa Timur Tahun 2013 ... 60 Grafik 5.12 Perkembangan Panjang Jalan Lingkungan Terbangun

Tahun 2010-2013 ... 61 Grafik 5.13 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Fasilitas

Tempat Buang Air Besar Bersama Di Jawa Timur Tahun 2013 ... 62 Grafik 5.14 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Fasilitas

Tempat Buang Air Besar Umum Di Jawa Timur Tahun 2013 ... 62 Grafik 5.15 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota

Tidak Memiliki Fasilitas Tempat Buang Air Besar Di Jawa Timur

Tahun 2013 ... 63 Grafik 5.16 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber

Penerangan Menggunakan Listrik PLN di Jawa Timur

Tahun 2013 ... 65 Grafik 5.17 Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan Sumber

Penerangan Menggunakan Listrik Non PLN Di Jawa Timur

Tahun 2013 ... 66 Grafik 6.1 Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Sidoarjo

Hasil PPLS 2011 .... ... 68 Grafik 6.2 Perkembangan Angka Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2006 – Tahun 2013 ... 72 Grafik 6.3 Perkembangan Angka Kemiskinan Kabupaten Sidoarjo Terhadap

Nasional dan Provinsi Jawa Timur Tahun 2006 – 2012 ... 73 Grafik 6.4 Posisi Relatif Angka Kemiskinan Kabupaten/Kota

Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 ... 74 Grafik 6.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2006 – 2013 ... 74 Grafik 6.6 Posisi Relatif Sumber Air Minum RTS Tiap Kecamatan

Di Kabupaten Sidoarjo ... 76 Grafik 6.7 Prioritas Wilayah Intervensi Kebijakan Program Akses Air Minum

Bersih Bagi RTS Kabupaten Sidoarjo Tahun 2011 ... 77 Grafik 6.8 Posisi Relatif RTS Kabupaten Sidoarjo Yang Menggunakan

Sumber Air Minum Tidak Terlindung ... 78 Grafik 6.9 Posisi Relatif Fasilitas Tempat Buang Air Besar RTS

(9)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo vii

Grafik 6.10 Prioritas Wilayah Intervensi Kebijakan Program Pembangunan Fasilitas Tempat Buang Air Besar Bagi RTS Kabupaten Sidoarjo

Tahun 2011 .. ... 81 Grafik 6.11 Posisi Relatif RTS Kabupaten Sidoarjo Yang Tidak Memiliki

Fasilitas Tempat Buang Air Besar ... 82 Grafik 6.12 Posisi Relatif Tempat Akhir Pembuangan Tinja RTS

Tiap Kecamatan Di Kabupaten Sidoarjo ... 83 Grafik 6.13 Prioritas Wilayah Intervensi Kebijakan Program Pembangunan

Tangki/SPAL Bagi RTS Kabupaten Sidoarjo Tahun 2011 ... 84 Grafik 6.14 Posisi Relatif RTS Kabupaten Sidoarjo Yang Menggunakan

Media Lain Sebagai Tempat Akhir Pembuangan Tinja ... 85 Grafik 6.15 Posisi Relatif RTS Tiap Kecamatan di Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan Sumber Penerangan ... 87 Grafik 6.16 Prioritas Wilayah Intervensi Kebijakan Program Akses Penerangan

Utama Listrik Bagi RTS Kabupaten Sidoarjo Tahun 2011 ... 88 Grafik 6.17 Posisi Relatif RTS Kabupaten Sidoarjo Yang Tidak Menggunakan

(10)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo viii

Daftar Gambar

Gambar 4.1 Peta Administratif Kabupaten Sidoarjo ... 30 Gambar 6.1 Sebaran Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM)

Di Kabupaten Sidoarjo Hasil Pendataan PPLS 2011 ... 70 Gambar 6.2 Sebaran Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kabupaten Sidoarjo

Hasil Pendataan PPLS 2011 ... 70 Gambar 6.3 Sebaran Rumah Tangga Hampir Miskin (RTHM)

Di Kabupaten Sidoarjo Hasil Pendataan PPLS 2011 ... 71 Gambar 6.4 Sebaran Rumah Tangga Rentan Miskin (RTRM)

(11)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan utama dan mendesak yang harus segera dipecahkan adalah kemiskinan. Secara sinergis dan sistematis penanggulangan kemiskinan harus dilakukan agar seluruh warga negara mampu menikmati hasil-hasil pembangunan dan kehidupan yang bermartabat. Oleh karena itu, sinergi seluruh pemangku kepentingan/stakeholders sangat diperlukan.

Penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mempertimbangkan empat prinsip utama penanggulangan kemiskinan yang komprehensif, yaitu (i) perbaikan dan pengembangan sistem perlindungan sosial; (ii) peningkatan akses pelayanan dasar; (iii) pemberdayaan kelompok masyarakat miskin; dan (iv) pembangunan yang inklusif. Mengacu kepada prinsip utama tersebut, penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan strategi (i) mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin; (ii) meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; (iii) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro serta kecil; dan (iv) membentuk sinergi kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Strategi tersebut dijalankan dengan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Yaitu, kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.

Secara nasional, program penanggulangan kemiskinan dapat dikelompokkan menurut basis sasaran (penerima program) dan tujuannya, menjadi:

1. Kelompok program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga. Tujuannya adalah memenuhi hak dasar, mengurangi beban hidup, dan memperbaiki kualitas hidup masyarakat miskin;

2. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Tujuannya adalah mengembangkan potensi dan memperkuat

(12)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 2

kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan berdasarkan prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat;

3. Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil. Tujuannya adalah memberikan akses dan penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil;

4. Program-program lain yang secara langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin.

Upaya penanggulangan kemiskinan tidak akan berjalan maksimal tanpa adanya sebuah data sasaran yang akurat, baik secara rumah tangga maupun individu. Berangkat dari hal tersebut, Pemerintah menjaring sasaran dengan program yang biasa kita kenal dengan PPLS. Pada tahun 2011 kemarin pemerintah telah melakukan penjaringan terhadap rumah tangga dengan klasifikasi 40% yang memiliki income perkapita menengah kebawah yang didalamnya terdapat berbagai karakteristik masing-masing anggota keluarga termasuk didalamnya pemenuhan infrastruktur dasar. Hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa infrastruktur, terlebih infrastruktur dasar tidak dapat dilepaskan dari penangan kemiskinan.

Infrastruktur memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan sangat membantu berkembangnya masyarakat di suatu wilayah, kegiatan usaha, ekonomi dan sosial di suatu wilayah semakin berkembang seiring dengan semakin baiknya ketersediaan infrastruktur. Dengan demikian ketersediaan infrastruktur, khususnya infrastruktur dasar yaitu rasio elektrifikasi, air bersih dan sanitas yang layak sangat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Keterpenuhan infrastruktur dasar ini tidak hanya berhubungan dengan kesehatan, tetapi juga dapat membantu pengentasan kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Sidoarjo pada khususnya.

Analisis kondisi kemiskinan daerah merupakan hal penting karena kemiskinan memiliki dimensi yang kompleks dan karakteristik yang cenderung bervariasi di setiap daerah (local-specific). Oleh sebab itu, kemiskinan harus dapat diuraikan sedemikian rupa sehingga intervensi kebijakan melalui program penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan secara lebih realistis. Berdasarkan gambaran dan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan sebuah analisa kemiskinan terutama dari bidang infrastruktur dasar untuk mengetahui wilayah-wilayah kemiskinan mana yang harus menjadi

(13)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 3

prioritas intervensi penanggulangan kemiskinan pada bidang kesehatan di Kabupaten Sidoarjo.

1.2 Perumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar di Kabupaten Sidoarjo adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi umum kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo apabila dilihat dari sudut bidang infrastruktur dasar sampai dengan saat ini ?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terhadap wilayah-wilayah kemiskinan yang perlu diberikan intervensi pada bidang infrastruktur dasar ?

1.3 Maksud dan Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, maksud dari kegiatan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar di Kabupaten Sidoarjo adalah :

a. Sebagai bahan informasi dan penyediaan data terpilah PPLS 2011 yang memiliki karakteristik permasalahan infrastruktur dasar masing-masing rumah tangga miskin;

b. Sebagai bahan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk menentukan prioritas wilayah dalam rangka intervensi program-program infrastruktur dasar bagi rumah tangga miskin.

Adapun tujuan dari Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar di Kabupaten Sidoarjo adalah :

a. Mendiskripsikan kondisi umum kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo dilihat dari sudut bidang infrastruktur dasar sampai dengan saat ini;

b. Mendiskripsikan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terhadap wilayah-wilayah kemiskinan yang perlu diberikan intervensi pada bidang infrastruktur dasar.

1.4 Hasil Yang Diharapkan

Berdasarkan permasalahan dan tujuan di atas, maka hasil yang diharapkan dari dalam kegiatan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar di

(14)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 4

Kabupaten Sidoarjo adalah tersedianya dokumen Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar (Berbasis Data Rumah Tangga Miskin Hasil PPLS 2011) sebagai bahan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam penyempurnaan program-program percepatan penanggulangan kemiskinan khususnya di bidang infrastruktur di masa mendatang.

1.5 Ruang Lingkup

Secara umum ruang lingkup kegiatan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar di Kabupaten Sidoarjo (Berbasis Data Rumah Tangga Miskin Hasil PPLS 2011) yaitu menyusun dokumen dalam bentuk laporan yang berisikan informasi capaian pada setiap indikator penanggulangan kemiskinan bidang infrastruktur dasar, dan pemetaan wilayah yang menjadi prioritas penanganan (maping) berdasarkan data PPLS 2011.

(15)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

Sub bab kemiskinan berisi konsep kemiskinan, kemiskinan makro dan mikro serta program penanggulangan kemiskinan. Konsep kemiskinan yang dimasukkan disini adalah konsep menurut beberapa ahli/peneliti kemiskinan. Adapun kemiskinan makro dan kemiskinan mikro menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan data mikro maupun data makro serta contoh dari kedua data tersebut yang telah dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan pada bagian program penanggulangan kemiskinan akan dipaparkan berbagai program pemerintah Indonesia dalam rangka mengurangi kemiskinan di Indonesia.

2.1.1 Konsep Kemiskinan

Berbagai konsep kemiskinan telah dinyatakan dalam beberapa penelitian kemiskinan, diantaranya adalah seperti yang dikemukakan oleh World Bank (Bank Dunia) dalam World Bank Institute (2005). Menurut Bank Dunia, kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan. Berdasarkan definisi tersebut kemiskinan dapat dipandang dari beberapa sisi. Dari sudut pandangan konvensional kemiskinan dipandang dari sisi moneter, di mana kemiskinan diukur dengan membandingkan pendapatan/konsumsi individu dengan beberapa batasan tertentu, jika mereka berada di bawah batasan tersebut maka mereka dianggap miskin. Pandangan mengenai kemiskinan berikutnya adalah bahwa kemiskinan tidak hanya sebatas ukuran moneter, tetapi juga mencakup miskin nutrisi yang diukur dengan memeriksa apakah pertumbuhan anak-anak terhambat. Selain itu, juga bisa dari miskin pendidikan, misalnya dengan menggunakan indikator angka buta huruf. Selanjutnya pandangan yang lebih luas mengenai kemiskinan adalah kemiskinan ada jika masyarakat kekurangan kemampuan dasar, sehingga pendapatan dan pendidikan yang dimiliki tidak memadai atau kesehatan yang buruk, atau ketidakamanan, atau kepercayaan diri yang rendah, atau rasa ketidakberdayaan, atau tidak adanya hak bebas berpendapat. Berdasarkan pandangan ini, kemiskinan adalah fenomena multi dimensi, dan solusi untuk mengatasinya tidaklah sederhana.

(16)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 6

Terdapat empat alasan menurut World Bank Institute (2005) terkait perlunya kemiskinan diukur. Pertama, untuk membuat orang miskin terus berada dalam agenda, sebab jika kemiskinan tidak diukur, maka orang miskin akan mudah terlupakan. Kedua, orang harus mampu mengidentifikasi orang miskin jika salah satu tujuannya adalah untuk keperluan intervensi dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Ketiga, untuk memantau dan mengevaluasi proyek-proyek atau kebijakan intervensi yang diarahkan kepada orang miskin. Sedangkan yang keempat adalah untuk mengevaluasi efektivitas lembaga-lembaga pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.

Barrientos (2010) mengungkapkan konsep kemiskinan yang hampir mirip dengan yang dikemukakan oleh Bank Dunia. Kemiskinan menggambarkan keadaan dimana individu atau rumah tangga berada dalam kondisi yang sangat kekurangan dalam kesejahteraannya. Perspektif yang berbeda mengenai kesejahteraan dan pembangunan memberikan ruang yang berbeda dimana kemiskinan diamati dan diukur. Perspektif resources mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan individu atau keluarga untuk memerintahkan sumber daya yang memadai untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Perspektif ini mendominasi diskusi mengenai kemiskinan dan pengukurannya di negara sedang berkembang. Perspektif partisipasi sosial dan inklusi mendefinisikan kemiskinan sebagai pengucilan dari aktivitas kerja sama; orang yang berada dalam kemiskinan tidak bisa berpartisipasi dalam kehidupan sosial dari suatu komunitas pada tingkat minimal yang dapat diterima. Perspektif ini mendominasi diskusi mengenai kemiskinan di negara maju.

2.1.2 Data Kemiskinan Makro dan Mikro

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, data kemiskinan dapat dibedakan menjadi data kemiskinan makro dan data kemiskinan mikro. Penggunaan istilah makro dan mikro merujuk pada bagaimana suatu data kemiskinan tersebut disajikan. Seperti yang diketahui, data dikumpulkan dalam berbagai bentuk, yang menghasilkan berbagai jenis file. Misal, jika ada data sensus, maka yang disebut data makro antara lain jumlah individu menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan tingkat pendapatan, wilayah tempat tinggal, dan sebagainya. Sedangkan, data mikro terdiri dari data individu (http://data.library.ubc.ca/guide/). Dalam kumpulan istilah ilmu komputer dan ilmu sosial disebutkan bahwa data makro

(17)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 7

disebut juga data aggregate (jumlah) atau data yang dijumlahkan. Sedangkan, data mikro disebut juga data tingkat individu atau data yang mengandung informasi individu (http://3stages.org/glossary).

2.1.2.1 Data Makro

Data kemiskinan makro yang dihasilkan oleh BPS adalah data kemiskinan yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) juga digunakan sebagai informasi tambahan yang dipakai untuk memperkirakan proporsi pengeluaran masing-masing komoditi pokok non makanan. Indikator kemiskinan yang dihasilkan diantaranya adalah persentase penduduk miskin, yaitu persentase penduduk yang pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan (yang disebut Po/ Head Count Index), jumlah penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1/ Poverty Gap Index), Indeks Keparahan Kemiskinan (P2/ Poverty Severity Index).

Ravallion (1998) menyebutkan bahwa untuk mengukur kemiskinan, ada tiga tahapan, yaitu pertama mendefinisikan sebuah indikator kesejahteraan, kedua membangun standar minimum dari indikator kesejahteraan, dan yang ketiga membuat ringkasan statistik. Dalam mengukur kesejahteraan, BPS menggunakan pendekatan yang berdasarkan pada ukuran moneter, yaitu pengeluaran konsumsi rumah tangga dengan mempertimbangkan setiap anggota rumah tangga (yang disebut pengeluaran per kapita). Setelah menentukan sebuah indikator kesejahteraan, dalam hal ini adalah pengeluaran per kapita, langkah selanjutnya adalah membangun standar minimum dari indikator kesejahteraan tersebut untuk membagi penduduk menjadi miskin dan tidak miskin. Standar

minimum ini sering dikenal sebagai garis kemiskinan (GK).

Guna menentukan GK yang mencakup kebutuhan dasar, BPS menggunakan metode food energy intake (FEI). Pada metode FEI ini nilai kuantitas dan harga setiap komoditas yang terpilih berubah sesuai dengan perubahan pola konsumsi dari penduduk referensi (20% penduduk yang pengeluarannya berada di atas garis kemiskinan sementara) dan basket komoditi (sekelompok komoditas makanan terpilih yang dikonsumsi rumah tangga) ditentukan dengan pendekatan kebutuhan dasar (basic need approach). Melalui pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan

(18)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 8

bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Garis Kemiskinan merupakan nilai pengeluaran untuk kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan per kapita per bulan. Batas kecukupan makanan ini dikenal sebagai Garis Kemiskinan Makanan (GKM).

GKM adalah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan (antara lain: beras, gula pasir, telur ayam ras, dan lain-lain) yang riil dikonsumsi oleh penduduk referensi. Pemilihan paket komoditi makanan ditentukan atas dasar persentase rumah tangga yang mengkonsumsi komoditi tersebut, serta dengan mempertimbangkan volume kalori yang tergantung dan kewajaran sebagai komoditi penting. Pemilihan paket komoditi makanan tidak membedakan antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Perbedaan nilai pengeluaran untuk komoditi-komoditi makanan terpilih antara penduduk perkotaan dan perdesaan dicerminkan oleh perbedaan volume, harga, dan kualitas dari setiap komoditi makanan terpilih. Nilai pengeluaran dari paket komoditi tersebut kemudian disetarakan menjadi 2.100 kilokalori per kapita per hari. Angka ini merupakan standar minimum untuk makanan yang memadai yang harus dikonsumsi oleh seseorang dalam sehari. Penetapan standar minimum ini mengacu pada rekomendasi dari Widyakara Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1978, yaitu setara dengan nilai konsumsi makanan yang menghasilkan 2.100 kalori per orang per hari. Ukuran kalori ini pun sudah menjadi kesepakatan dunia. Dalam pertemuan di Roma tahun 2001, FAO (Food and Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization) dari hasil kajian mendalam para pakar merekomendasikan bahwa batas minimal kebutuhan manusia untuk mampu bertahan hidup dan mampu bekerja adalah sekitar 2.100 kilokalori plus kebutuhan paling mendasar bukan makanan (Hasbullah, 2012).

Komponen GK yang kedua adalah Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) yang merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum komoditi non makanan yang mencakup pengeluaran untuk perumahan, penerangan, bahan bakar, pakaian, pendidikan, kesehatan, transportasi, barang-barang tahan lama, serta barang dan jasa esensial lainnya. Pemilihan komoditi non makanan senantiasa mengalami perubahan pada jumlah. Suatu komoditi non makanan dipilih jika komoditi ini merupakan salah satu kebutuhan dasar penduduk referensi. Pemilihan komoditi non makanan ini didasarkan atas hasil SPKKD yang terakhir dilakukan pada tahun 2004

(19)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 9

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk item konsumsi bukan makanan yang lebih rinci dibanding yang ditanyakan pada Susenas. Informasi rinci ini memungkinkan seseorang untuk mengidentifikasi secara spesifik komoditi bukan makanan yang benar-benar dikonsumsi oleh penduduk referensi. Berdasarkan hasil SPKKD ini jumlah paket komoditi kebutuhan dasar non makanan di perkotaan adalah 51 komoditi, sedangkan di perdesaan hanya 47 komoditi.

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya oleh Ravallion, bahwa ada 3 tahapan utama dalam mengukur kemiskinan. Kedua tahapan telah disebutkan di atas, dan selanjutnya adalah tahap yang ketiga, yaitu membuat ringkasan statistik untuk memberikan informasi secara agregat mengenai distribusi dari indikator kesejahteraan tersebut dan posisi relatifnya terhadap standar minimum yang telah ditentukan. Dalam manual kemiskinan yang dikeluarkan oleh World Bank Institute tahun 2005, disebutkan sejumlah ukuran agregate kemiskinan yang bisa dihitung, yaitu:

1. Headcount index (Po).

Sampai saat ini, ukuran kemiskinan ini telah digunakan secara luas. Headcount index secara sederhana mengukur proporsi penduduk yang terkategori miskin. Kelebihan dari ukuran kemiskinan ini adalah kemudahannya dalam penghitungan dan mudah untuk dipahami. Namun, kelemahannya adalah headcount index tidak memperhitungkan intensitas kemiskinan, tidak menunjukkan seberapa miskin yang miskin, dan tidak berubah jika penduduk di bawah GK menjadi lebih miskin. Salah satu yang menjadi catatan di sini adalah estimasi kemiskinan harus dihitung untuk individu dan bukan rumah tangga. Dalam headcount index yang dihitung adalah persentase individu penduduk miskin dan bukan persentase rumah tangga miskin. Agar persentase rumah tangga bisa berlaku, maka dibuat asumsi, yaitu semua anggota rumah tangga menikmati tingkat kesejahteraan yang sama. Namun, asumsi ini mungkin tidak berlaku di banyak situasi, misalnya beberapa orang tua anggota rumah tangga mungkin lebih miskin dibanding anggota rumah tangga lainnya. Dalam kenyataan, tidak semua konsumsi dibagi secara merata untuk semua anggota rumah tangga.

2. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1/Poverty Gap Index).

Ukuran kemiskinan ini sudah cukup populer, di mana indeks ini menyatakan rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis

(20)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 10

kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks berarti semakin dalam tingkat kemiskinan karena semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.

3. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index/Squared Poverty Gap Index/P2).

Indeks ini digunakan oleh para peneliti untuk menjawab masalah ketimpangan di antara penduduk miskin. Indeks ini menyatakan sebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks berarti semakin parah tingkat kemiskinan karena semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Ukuran-ukuran agregate kemiskinan tersebut secara rutin telah dipublikasikan oleh BPS yang dikenal sebagai data kemiskinan makro. Selain tiga ukuran agregate kemiskinan di atas, ada beberapa ukuran agregate kemiskinan lainnya, seperti Indeks Sen, Indeks Sen-Shorrocks-Thon (SST), dan lain sebagainya. Akan tetapi BPS tidak rutin menghitung indeks-indeks tersebut.

2.1.2.2 Data Mikro

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, data kemiskinan makro yang telah dihasilkan hanya dapat disajikan sampai tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Beberapa tahun terakhir data kemiskinan mikro yang merupakan data level individu pun telah tersedia. Beberapa contoh data kemiskinan mikro yang telah dihasilkan adalah Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 (PSE05), Survei Pelayanan Dasar Kesehatan dan Pendidikan 2007 (SPDKP07) yang merupakan bagian PSE05 untuk rumahtangga-rumahtangga tertentu, Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008 (PPLS08), dan yang terbaru adalah Pendataan Program Perlindungan Sosial 2011 (PPLS11).

PSE05 merupakan data level individu pertama yang tersedia sebagai dasar dari program-program perlindungan sosial dalam rangka mengurangi jumlah penduduk miskin. PSE05 dimaksudkan untuk mendapatkan data kemiskinan mikro berupa direktori rumah tangga penerima BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang berisi nama kepala rumah tangga dan alamat tempat tinggal mereka. Penentuan rumah tangga penerima BLT pada PSE05 didasarkan pada pendekatan karakteristik rumah tangga, bukan dengan pendekatan nilai konsumsi pengeluaran untuk memenuhi

(21)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 11

kebutuhan dasar minimum seperti pada data kemiskinan makro. Indikator-indikator yang digunakan ada sebanyak 14 variabel, yaitu:

1. Luas lantai rumah; 2. Jenis lantai rumah; 3. Jenis dinding rumah;

4. Fasilitas tempat buang air besar; 5. Sumber air minum;

6. Penerangan yang digunakan; 7. Bahan bakar yang digunakan; 8. Frekuensi makan dalam sehari;

9. Kebiasaan membeli daging/ayam/susu; 10. Kemampuan membeli pakaian;

11. Kemampuan berobat ke puskesmas/poliklinik; 12. Lapangan pekerjaan kepala rumah tangga; 13. Pendidikan kepala rumah tangga; dan 14. Kepemilikan aset.

Metode yang digunakan untuk menentukan kategori rumah tangga penerima BLT adalah dengan menggunakan sistem skoring, yaitu setiap variabel diberi skor yang diberi bobot, di mana bobotnya didasarkan pada besarnya pengaruh dari setiap variabel terhadap kemiskinan. Jumlah variabel dan besarnya bobot berbeda di setiap Kabupaten/Kota. Dari bobot masing-masing variabel terpilih untuk setiap Kabupaten/Kota selanjutnya dihitung indeks skor rumah tangga penerima BLT. Selanjutnya indeks diurutkan dari terbesar sampai terkecil, semakin tinggi nilainya, maka semakin miskin rumah tangga tersebut (BPS, 2011).

Selain PSE05, BPS pada tahun 2007 kembali mengumpulkan data kemiskinan mikro yang dikenal dengan nama SPDKP 2007 yang merupakan basis data untuk calon penerima bantuan tunai melalui Program Keluarga Harapan (PKH). Sebagaimana diketahui bahwa PKH adalah program penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia dini dengan cara pemberian bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam jangka pendek, program ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran RTSM. Sedangkan dalam jangka panjang, melalui

(22)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 12

persyaratan yang ditentukan diharapkan akan terjadi perubahan pola pikir dan perilaku yang mengarah pada perbaikan status kesehatan anak-anak dan ibu hamil, serta perbaikan tingkat pendidikan anak-anak RTSM, sehingga secara berangsur-angsur rantai kemiskinan dapat diputus.

SPDKP dilakukan dalam dua putaran, SPDKP Putaran-1 dilakukan pada bulan April-Juli 2007 dan SPDKP Putaran-2 dilakukan pada bulan Agustus-November 2007. SPDKP Putaran-1 diselenggarakan untuk menjaring RTSM yang memenuhi syarat (rumah tangga yang memiliki anak balita, anak usia sekolah, dan wanita hamil) untuk implementasi Tahun Anggaran 2007, sedangkan pelaksanaan Putaran-2 dimaksudkan untuk memperoleh RTSM bagi pelaksanaan PKH Tahun Anggaran 2008. SPDKP Putaran-1 diselenggarakan pada 348 Kecamatan yang tersebar di 49 Kabupaten/Kota di tujuh Provinsi, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Gorontalo. Cakupan wilayah SPDKP Putaran-2 adalah 615 Kecamatan yang tersebar di 97 Kabupaten/Kota di 15 Provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat. Dalam laporan SPDKP07 disebutkan beberapa kriteria umum RTSM, yaitu:

1. Sebagian besar pengeluarannya digunakan untuk memenuhi konsumsi makanan pokok

yang sangat sederhana;

2. Biasanya tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk berobat ke tenaga medis, kecuali Puskesmas atau yang disubsidi pemerintah;

3. Tidak mampu membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap anggota rumah tangga;

4. Biasanya tidak/hanya mampu menyekolahkan anaknya sampai jenjang pendidikan SLTP.

Berdasarkan kondisi fisik serta fasilitas tempat tinggal RTSM biasanya tinggal pada rumah yang:

1. Dinding rumahnya terbuat dari bambu/kayu/tembok dengan kondisi tidak baik/kualitas rendah, termasuk tembok yang sudah usang/berlumut atau tembok tidak diplester;

(23)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 13

2. Sebagian besar lantai terbuat dari tanah atau kayu/semen/keramik dengan kondisi tidak baik/kualitas rendah;

3. Atap terbuat dari ijuk/rumbia atau genteng/seng/asbes dengan kondisi tidak baik/ kualitas rendah;

4. Penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik atau listrik tanpa meteran; 5. Luas lantai rumah kecil (biasanya kurang dari 8 m2/orang);

6. Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tak terlindung/air sungai/air hujan/lainnya.

Pada tahun 2008, BPS melakukan pemutakhiran (updating) data basis Rumah Tangga Sasaran Bantuan Langsung Tunai (RTS BLT). Dalam BPS (2011) disebutkan bahwa pemutakhiran data tersebut dilaksanakan melalui kegiatan Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2008 (PPLS08). Adapun tujuan kegiatan PPLS08 adalah: 1. Memperbaharui database RTS, yaitu untuk mendapatkan daftar nama dan alamat

RTS:

a. Membuang data rumah tangga penerima BLT 2005 yang sudah meninggal dunia tanpa ahli waris yang berada pada rumah tangga yang sama;

b. Membuang data rumah tangga penerima BLT 2005 yang tidak layak sebagai sasaran program karena status ekonominya sudah tidak miskin lagi;

c. Memasukkan data rumah tangga sasaran baru, baik mereka adalah rumah tangga yang sebelumnya telah tercatat tetapi pindah tempat tinggal atau mereka yang belum pernah tercatat sama sekali.

2. Memperbaharui informasi tentang kehidupan sosial ekonomi RTS, khususnya tentang kualitas tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan kepala rumah tangga; 3. Menambah data anggota rumah tangga sasaran dengan informasi nama, umur,

jenis kelamin, status sekolah dan pekerjaan anggota rumah tangga dan informasi tambahan tentang kondisi perumahan.

Jenis data yang dikumpulkan adalah (1) Keterangan Rumah Tangga yang meliputi: luas lantai, jenis lantai, jenis dinding, fasilitas tempat buang air besar, sumber air minum, sumber penerangan, jenis bahan bakar untuk memasak, frekwensi membeli daging/ayam/susu, frekwensi makan, jumlah pakaian yang biasa dibeli, kemampuan berobat, lapangan pekerjaan utama, pendidikan Kepala Rumah Tangga (KRT), kepemilikan aset; (2) Keterangan sosial ekonomi Anggota Rumah Tangga (ART) yaitu

(24)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 14

nama, hubungan dengan kepala rumah tangga, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, status perkawinan, kepemilikan tanda pengenal, kecatatan, pendidikan, kegiatan ekonomi ART yang berumur 5 tahun dan lebih.

Setelah PPLS08, BPS kembali melakukan pendataan rumah tangga/keluarga sasaran pada tahun 2011. Dengan demikian PPLS11 merupakan kegiatan pendataan rumah tangga untuk program bantuan dan perlindungan sosial yang ke-empat. Kegiatan PPLS11 dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan basis data terpadu yang dapat digunakan untuk program-program bantuan dan perlindungan sosial pemerintah pada tahun 2012-2014. Tujuan dari PPLS11 adalah untuk mendapatkan 40% rumah tangga sasaran kelompok menengah ke bawah (masyarakat miskin dan rentan miskin) secara nasional. Guna mendapatkan daftar nama yang akan didata, digunakan data dari Sensus Penduduk (SP) 2010 dengan menggunakan model PovertyTargeting (PovTar). Model PovTar merupakan model yang dikembangkan dari model PovMap, dan juga merupakan pengembangan dari model Proxy Means Test (PMT). Model ini dapat memperkirakan jumlah rumah tangga (kuota) yang akan didata sampai dengan level Desa/Kelurahan. Selain dari PovTar, kuota PPLS 2011 juga mempertimbangkan jumlah rumah tangga PPLS 2008. Apabila ditemukan di suatu wilayah hasil PovTar lebih rendah daripada PPLS2008, maka kuota di wilayah tersebut minimal sama dengan jumlah rumah tangga PPLS 2008. Kuota yang dihasilkan dari model Povtar ini merupakan perkiraan jumlah rumah tangga yang akan didata dalam suatu wilayah. Apabila ternyata wilayah tersebut masih banyak ditemukan rumah tangga yang dianggap miskin, maka wilayah tersebut bisa menambah pendataan sekitar 5% dari kuota.

Data yang dihasilkan akan menjadi basis data terpadu untuk Program Perlindungan Sosial. Basis Data Terpadu akan digunakan untuk mendapatkan daftar nama dan alamat peserta program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan seperti Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), Program Beasiswa, dan lain-lain. PPLS 2011 dilakukan di seluruh wilayah Indonesia yang meliputi 33 Provinsi, 497 Kabupaten/Kota, 6.699 Kecamatan, 77.062 Desa/Kelurahan dan kurang lebih terdiri dari 1,2 juta Satuan Lingkungan Setempat (SLS). Metode yang dipergunakan adalah metode wawancara, di mana petugas mengunjungi rumah

(25)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 15

tangga responden. Khusus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat yang memiliki wilayah sulit dijangkau, metode yang dipergunakan adalah metode deskstudy dari hasil SP 2010. Sedangkan untuk wilayah yang mudah dijangkau maka tetap menggunakan metode wawancara. Metode deskstudy dilakukan dengan cara mencoret rumah

tangga hasil data SP 2010 yang KRT-nya berstatus sebagai

PNS/Polri/BUMN/BUMD/Anggota Legistaltif.

Data PPLS 2011 akan berbeda dengan data rumah tangga yang dimiliki oleh BPS pada umumnya. Hal ini dikarenakan data PPLS 2011 yang berbasis rumah tangga bisa dipilah menjadi keluarga. Adapun isi dari data tersebut mencakup:

 Keterangan umum anggota rumah tangga (ART) yaitu: nama, hubungan dengan kepala rumah tangga, hubungan dengan kepala keluarga, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, kecacatan, dan penyakit kronis;

 Keterangan perumahan dan rumah tangga yaitu: status kepemilikan rumah, luas lantai, jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, sumber air minum, cara memperoleh air minum, sumber penerangan utama, daya terpasang, bahan bakar energi untuk memasak, penggunaan fasilitas buang air besar, tempat pembuangan tinja, serta aset yang dimiliki.

2.1.3 Program Penanggulangan Kemiskinan

Dalam rangka pengurangan penduduk miskin, pemerintah telah menelurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan. Salah satunya adalah dengan menciptakan skema perlindungan sosial yang berfungsi sebagai kerangka kerja kebijakan untuk mengatasi kemiskinan dan kerentanan. Perlindungan sosial juga mencakup dan memperluas pendekatan alternatif untuk pembangunan ekonomi dan sosial. Hal ini dapat diilustrasikan dengan mempertimbangkan perspektif yang berbeda tentang perlindungan sosial yang diusulkan oleh organisasi multilateral, yaitu: o ILO (International Labour Organization) mendefinisikan perlindungan sosial sebagai hak atas tunjangan yang masyarakat berikan kepada individu dan rumah tangga (melalui tindakan publik dan kolektif) untuk melindungi dari standar hidup yang menurun akibat sejumlah risiko dasar dan kebutuhan dasar. Dunia internasional mengakui bahwa perlindungan sosial adalah hak dasar manusia yang tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang disepakati oleh Majelis Umum

(26)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 16

PBB tahun 1948. Dalam Deklarasi disebutkan “setiap orang mempunyai hak atas standar hidup yang layak untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya”. ILO kemudian mereformulasi pernyataan misinya yang mencakup pekerjaan untuk “mengamankan pekerjaan yang layak untuk wanita dan anak-anak di mana pun” merupakan penegasan yang mencerminkan komitmen dari Deklarasi untuk memperluas perlindungan sosial untuk semua;

o Makalah Strategi Perlindungan Sosial dari Bank Dunia bergerak di luar perlindungan sosial “tradisonal” dalam mendefinisikan sebuah kerangka kerja “manajemen risiko sosial”, dengan menambahkan stabilitas makro ekonomi dan pembangunan pasar keuangan khas program perlindungan sosial. Manajemen risiko sosial terdiri dari intervensi publik “untuk membantu individu, rumah tangga, dan komunitas dalam mengelola risiko-risiko pendapatan” (Holzmann dan Jorgensen dalam Barrientos, 2010). Penekanan pada risiko mengasumsikan bahwa kerentanan terhadap risiko merupakan kendala yang signifikan pada pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia, dan upaya untuk mengurangi kemungkinan risiko atau memperbaiki pengaruhnya pada standar hidup adalah sangat penting untuk pertumbuhan dan pembangunan;

o PBB mendefenisikan perlindungan sosial sebagai “sekumpulan kebijakan publik dan swasta dan program yang diambil oleh masyarakat dalam merespon berbagai kejadian untuk mengimbangi ketiadaan dan pengurangan pendapatan; untuk memberikan bantuan kepada keluarga yang memiliki anak serta memberikan masyarakat kesehatan dan perumahan dasar. Hal ini didukung oleh “nilai-nilai mendasar tentang tingkat yang dapat diterima dan keamanan akses ke pendapatan, mata pencaharian, pekerjaan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan pendidikan, gizi, dan tempat tinggal”. Pendekatan ini memperluas peran perlindungan sosial untuk menjamin kebutuhan dasar sebagai prasyarat untuk pembangunan ekonomi dan manusia.

Barrientos (2010) menyatakan bahwa dalam ILO perlindungan sosial dikaitkan dengan berbagai lembaga masyarakat, norma, dan program-program yang bertujuan untuk melindungi para pekerja dan rumah tangga mereka dari suatu kejadian yang mengancam standar hidup dasar. Kemudian tahun 1990-an, perlindungan sosial mengalami transformasi penting, khususnya dalam konteks negara-negara sedang

(27)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 17

berkembang. Perlindungan sosial di negara berkembang semakin meningkat untuk menjelaskan kerangka kerja kebijakan untuk mengatasi kemiskinan dan kerawanaan dalam menghadapi krisis ekonomi, penyesuaian struktur, dan globalisasi. Berdasarkan hal tersebut, perlindungan sosial dapat didefinisikan sebagai tindakan publik yang diambil dalam merespon tingkat kerentanan, risiko, dan kekurangan yang dianggap tidak dapat diterima secara sosial dalam pemerintahan atau masyarakat tertentu (Conway et al., 2000).

Sebagai kerangka kerja kebijakan untuk mengatasi kemiskinan dan kerentanan di negara berkembang, perlindungan sosial merupakan komponen kunci dari kebijakan pembangunan. Peran pembangunan yang lebih luas dari perlindungan sosial di negara berkembang mencakup tiga fungsi, yaitu (Barrientos, 2010):

1) Membantu melindungi tingkat dasar dari konsumsi diantara masyarakat miskin dan masyarakat yang terancam jatuh ke dalam kemiskinan;

2) Memfasilitasi investasi manusia dan aset produktif lainnya yang dapat memberikan jalan keluar dari kemiskinan yang menetap (persistent) dan kemiskinan antar generasi;

3) Memperkuat mereka yang berada dalam kemiskinan sehingga mereka dapat mengatasi kesulitannya.

Terdapat dua jenis tindakan umum dalam bidang perlindungan sosial, yaitu bantuan sosial dan jaminan sosial. Bantuan sosial meliputi segala bentuk tindakan publik (pemerintah dan non pemerintah) yang dirancang untuk mentrasfer sumber daya untuk kelompok-kelompok yang dianggap memenuhi syarat karena kekurangan, atau kasus lain seperti veteran perang. Kekurangan dapat dilihat dari segi miskin pendapatan, atau status sosial atau gizi. Jaminan sosial adalah jaminan yang didanai dan didasarkan pada prinsip asuransi.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai perkembangan perlindungan sosial di dunia, Indonesia pun sudah lama mengimplementasikan berbagai perlindungan sosial dalam konteks Indonesia sebagai negara berkembang.

2.2 Pembangunan Infrastruktur

2.2.1 Pengertian Pembangunan Infrastruktur

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana

(28)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 18

dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Menurut Grigg (1988) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung dan fasilitas publik lainnya, yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun kebutuhan ekonomi. Pengertian ini merujuk pada infrastruktur sebagai suatu sistem. Dimana infrastruktur dalam sebuah sistem adalah bagian-bagian berupa sarana dan prasarana (jaringan) yang tidak terpisahkan satu sama lain. Infrastruktur sendiri dalam sebuah sistem menopang sistem sosial dan sistem ekonomi sekaligus menjadi penghubung dengan sistem lingkungan. Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem ekonomi yang ada di masyarakat. Oleh karenanya, infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar-dasar dalam mengambil kebijakan (Kodoatie, 2005).

Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa pembangunan infrastruktur adalah suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang dilakukan secara terencana untuk membangun prasarana atau segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses pembangunan. Pembangunan infrastruktur dalam sebuah sistem menjadi penopang kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu ruang. Infrastruktur merupakan wadah sekaligus katalisator dalam sebuah pembangunan. Ketersediaan infrastruktur meningkatkan akses masyarakat terhadap sumberdaya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang menuju pada perkembangan ekonomi suatu kawasan atau wilayah. Oleh karenanya penting bagaimana sistem rekayasa dan manajemen infrastruktur dapat diarahkan untuk mendukung perkembangan ekonomi suatu kawasan wilayah. Rekayasa dan Manajemen Infrastruktur dalam memanfaatkan sumberdaya dalam rangka pemanfaatan untuk transportasi, infrastruktur keairan, limbah, energi, serta bangunan dan struktur membentuk dan mempengaruhi sistem ekonomi, sosial-budaya, kesehatan dan kesejahteraan.

(29)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 19

2.2.2 Jenis Infrastruktur

Kodoatie (2005), infrastruktur sebagai pendukung utama sistem sosial dan sistem ekonomi dilaksanakan dalam konteks keterpaduan dan menyeluruh. Infrastruktur yang merupakan fasilitas yang dikembangkan untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam hal pelayanan publik tidak dapat berfungsi sendiri-sendiri dan terpisah. Keterpaduan tersebut menentukan nilai optimasi pelayanan infrastruktur itu sendiri.

Berdasarkan jenisnya, infrastruktur dibagi dalam 13 kategori (Grigg, 1988) sebagai berikut :

1. Sistem penyediaan air : waduk, penampungan air, transmisi dan distribusi, dan fasilitas pengolahan air (treatment plant);

2. Sistem pengelolaan air limbah : pengumpul, pengolahan, pembuangan, dan daur ulang;

3. Fasilitas pengelolaan limbah (padat);

4. Fasilitas pengendalian banjir, drainase, dan irigasi; 5. Fasilitas lintas air dan navigasi;

6. Fasilitas transportasi : jalan, rel, bandar udara, serta utilitas pelengkap lainnya; 7. Sistem transit publik;

8. Sistem kelistrikan : produksi dan distribusi; 9. Fasilitas gas alam;

10. Gedung publik : sekolah, rumah sakit, gedung pemerintahan, dll; 11. Fasilitas perumahan publik;

12. Taman kota: taman terbuka, plaza, dll, serta; 13. Fasilitas komunikasi.

Tiga belas jenis infrastruktur tersebut kemudian dikelompokkan dalam 7 kelompok besar (Grigg dan Fontane, 2000) sebagai berikut:

1. Transportasi (jalan, jalan raya, jembatan);

2. Pelayanan transportasi (transit, bandara, pelabuhan); 3. Komunikasi;

4. Keairan (air, air buangan, sistem keairan, termasuk jalan air yaitu sungai, saluran terbuka, pipa, dll);

(30)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 20

6. Bangunan, serta

7. Distribusi dan produksi energi.

Infrastruktur juga dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis (Hanafie, 2010) yaitu antara lain :

a. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi baik dalam produksi maupun konsumsi final, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air minum, sanitasi dan gas), public work (jalan, bendungan, kanal, saluran irigasi dan drainase) serta sektor transportasi (jalan, rel kereta api, angkutan pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya);

b. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan keahlian masyarakat, meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan), kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan), perumahan dan rekreasi (taman, museum dan lain-lain);

c. Infrastruktur administrasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Infrastruktur juga dapat digolongkan menjadi infrastruktur dasar dan pelengkap. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi sektor-sektor yang mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradable) dan tidak dapat dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan raya, rel kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan, dan sebagainya. Sedangkan infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) misalnya gas, listrik, telepon dan pengadaan air minum. Infrastruktur dasar biasanya diselenggarakan oleh pemerintah karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Namun dalam penyediaannya pemerintah dapat bekerja sama dengan badan usaha sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Perbedaan antara infrastruktur dasar dan pelengkap tidaklah selalu sama dan dapat berubah menurut waktu. Misalnya pengadaan air minum yang dulunya digolongkan sebagai infrastruktur pelengkap, sekarang digolongkan sebagai infrastruktur dasar.

Fasilitas infrastruktur bukan hanya berfungsi melayani berbagai kepentingan umum tetapi juga memegang peranan penting pada kegiatan-kegiatan swasta di

(31)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 21

bidang ekonomi. Kebutuhan prasarana merupakan pilihan (preference), dimana tidak ada standar umum untuk menentukan berapa besarnya fasilitas yang tepat di suatu daerah atau populasi. Edwin (1998) menguraikan prasarana umum terdiri dari kategori-kategori dalam fasilitas pelayanan dan fasilitas produksi. Fasilitas pelayanan meliputi kategori-kategori sebagai berikut:

1. Pendidikan, berupa Sekolah Dasar, SMP, SMA dan perpustakaan umum;

2. Kesehatan, berupa rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas pemeriksaan oleh dokter keliling, fasilitas perawatan gigi dengan mobil keliling, fasilitas kesehatan mental dengan mobil keliling, rumah yatim piatu, perawatan penderita gangguan emosi, perawatan pecandu alkohol dan obat bius, perawatan penderita cacat fisik dan mental, rumah buta dan tuli, serta mobil ambulans;

3. Transportasi, berupa jaringan rel kereta api, bandar udara dan fasilitas yang berkaitan, jalan raya dan jembatan di dalam kota dan antar kota serta terminal penumpang;

4. Kehakiman, berupa fasilitas penegakan hukum dan penjara; 5. Rekreasi, berupa fasilitas rekreasi masyarakat dan olahraga. Sedangkan fasilitas produksi meliputi kategori-kategori:

1. Energi, yaitu penyuplai energi langsung;

2. Pemadam kebakaran, berupa stasiun pemadam kebakaran, mobil pemadam kebakaran, sistem komunikasi, suplai air dan penyimpanan air;

3. Sampah padat, berupa fasilitas pengumpulan dan peralatan sampah padat dan lokasi pembuangannya;

4. Telekomunikasi, berupa televisi kabel, televisi udara, telepon kabel dan kesiagaan menghadapi bencana alam;

5. Air limbah, berupa waduk dan sistem saluran air limbah, sistem pengolahan dan pembuangannya;

6. Air bersih, berupa sistem suplai untuk masyarakat, fasilitas penyimpanan, pengolahan dan penyalurannya, lokasi sumur dan tangki air di bawah tanah.

Dengan melihat jenis-jenis infrastruktur yang banyak berhubungan dengan masyarakat, peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaannya. Walaupun pengadaan infrastruktur bisa dilakukan dengan kerja sama dengan badan usaha yang telah ditunjuk, tidak semua layanan infrastruktur bisa dilaksanakan oleh pihak swasta

(32)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 22

karena ada layanan infrastruktur yang memerlukan modal yang besar dengan waktu pengembalian yang lama dan resiko investasi yang besar.

Pemerintah sebagai pemain utama dalam penyediaan infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan investasi pembangunan infrastruktur dan memrioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan nasional, sehingga infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun kualitas. Selain itu perlu pendekatan yang lebih terpadu dalam pembangunan infrastruktur guna menjamin sinergi antar sektor dan wilayah (Bulohlabna, 2008).

2.2.3 Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

Pembangunan infrastruktur merupakan bagian integral pembangunan nasional dan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur di yakini sebagai motor pembangunan suatu kawasan. Infrastruktur juga mempunyai peran yang penting dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Ketersediaan utilitas perumahan dan permukiman, seperti layanan air minum dan sanitasi secara luas dan merata serta pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan turut menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk menyediakan fasilitas dan layanan infrastruktur yang berkualitas, baik dalam bentuk pengaturan dengan kerangka regulasi maupun kerangka investasi melalui rehabilitasi dan peningkatan kapasitas fasilitas infrastruktur yang rusak, serta pembangunan baru. Kerangka kebijakan regulasi dan investasi, diharapkan akan meningkatkan ketersediaan fasilitas dan layanan infrastruktur. Namun, ketersediaan infrastruktur masih perlu untuk terus ditingkatkan agar banyaknya kecelakaan di sektor transportasi, terjadinya krisis listrik, serta lamanya pemulihan infrastruktur akibat bencana gempa, tanah longsor, banjir, dan semburan lumpur yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir dapat ditekan. Ketimpangan akibat terbatasnya kemampuan pembiayaan pemerintah, tingginya kebutuhan masyarakat akan infrastruktur, dan adanya potensi pengikutsertaan investasi swasta dalam pembangunan infrastruktur mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Reformasi tersebut mengandung tiga pokok pembaharuan, yaitu 1) penghapusan bentuk monopoli dengan mendorong terciptanya kompetisi; 2) penghilangan diskriminasi dan hambatan bagi swasta dan koperasi dalam penyediaan infrastruktur; dan 3) reposisi

(33)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 23

peran pemerintah termasuk pemisahan fungsi pembuat kebijakan dan fungsi operasi. Pemerintah senantiasa memberikan prioritas bagi pembangunan dan berfungsinya infrastruktur dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan oleh porsi alokasi pendanaan pembangunan infrastruktur (yang dilaksanakan oleh gabungan Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, serta Departemen Komunikasi dan Informatika khususnya Ditjen Pos dan Telekomunikasi) lebih besar dibandingkan dengan alokasi bidang lain (pendidikan, pertahanan keamanan, kesehatan, dll).

(34)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 24

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan pendekatan metodologis yang digunakan, maka kegiatan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar ini merupakan penelitian kuantitatif. Apabila ditinjau dari sifatnya, maka kegiatan penyusunan ini merupakan penelitian deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti (Nasir, 1999). Kegiatan ini dilakukan melalui proses pencatatan, pengolahan, dan analisa data dari berbagai sumber yang terkait dengan penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo.

3.2 Sumber Data

Kegiatan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrastruktur Dasar menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Sekretariat Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Kabupaten Sidoarjo. Dalam hal ini data yang akan dianalisis adalah data hasil PPLS Tahun 2011. Sebagaimana diketahui bahwa PPLS 2011 adalah pendataan secara nasional untuk memperoleh data rumah tangga dan keluarga menurut nama dan alamat dari 40% rumah tangga menengah ke bawah. Data tersebut digunakan sebagai Basis Data Terpadu untuk program bantuan dan perlindungan sosial tahun 2012 – 2014.

Data PPLS 2011 tersebut mencakup keterangan individu dari masing-masing anggota rumah tangga dan juga kondisi perumahan rumah tangga tersebut. Data tersebut mencakup:

 Keterangan umum Anggota Rumah Tangga (ART) yaitu : nama, hubungan dengan kepala rumah tangga, hubungan dengan kepala keluarga, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, status perkawinan, kesehatan, pekerjaan, kecacatan, dan penyakit kronis;

 Keterangan perumahan dan rumah tangga yaitu : status kepemilikan rumah, luas lantai, jenis lantai, jenis dinding, jenis atap, sumber air minum, cara memperoleh air minum, sumber penerangan utama, daya terpasang, bahan bakar energi untuk

(35)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 25

memasak, penggunaan fasilitas buang air besar, tempat pembuangan tinja, serta aset yang dimiliki.

PPLS 2011 dilakukan di seluruh wilayah Indonesia yang meliputi 33 Provinsi, 497 Kabupaten/Kota, 6.699 kecamatan, 77.548 Desa/Kelurahan dan kurang lebih terdiri dari 1,2 juta Satuan Lingkungan Setempat (SLS). Dari hasil PPLS 2011 didapat sejumlah 25,2 juta rumah tangga. Tidak seperti data PPLS 2008 yang membedakan data menjadi RTSM (Rumah Tangga Sangat Miskin), RTM (Rumah Tangga Miskin), RTHM (Rumah Tangga Hampir Miskin), dan RTRL (Rumah Tangga Rentan Lainnya). Data hasil PPLS 2011 hanya berbentuk perangkingan.

3.3 Konsep dan Definisi

Konsep dan definisi yang digunakan dalam kegiatan Penyusunan Analisa Kemiskinan Bidang Infrstruktur Dasar ini mengacu pada BPS, yaitu sebagai berikut : 1. Rumah Tangga Biasa adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami

atau tinggal bersama di sebagian atau seluruh bangunan fisik/bangunan sensus dan biasanya makan dari satu dapur. Adapun yang dimaksud dengan satu dapur adalah jika pengurusan kebutuhan sehari-hari dikelola menjadi satu. Dalam Susenas pendataan hanya dilakukan pada rumah tangga biasa saja. Terdapat bermacam-macam bentuk rumah tangga biasa, diantaranya :

a. Orang yang tinggal bersama istri dan anaknya;

b. Orang yang menyewa kamar atau sebagian bangunan sensus dan mengurus makannya sendiri;

c. Keluarga yang tinggal terpisah di dua bangunan sensus, tetapi makannya dari satu dapur, asal kedua bangunan sensus tersebut masih dalam satu segmen; d. Rumah tangga yang menerima pondokan dengan makan (indekos) yang

pemondoknya kurang dari 10 orang;

e. Pengurus asrama, panti asuhan, lembaga pemasyarakatan dan sejenisnya yang tinggal sendiri maupun bersama anak, isteri serta anggota rumah tangga lainnya, makan dari satu dapur yang terpisah dari lembaga yang diurusnya; f. Masing-masing orang yang bersama-sama menyewa kamar atau sebagian

bangunan sensus tetapi mengurus makannya sendiri-sendiri.

2. Anggota Rumah Tangga (ART) adalah semua orang yang biasanya bertempat tinggal di suatu rumah tangga, baik yang berada di rumah pada waktu pencacahan

(36)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 26

maupun yang sementara tidak ada. Anggota rumah tangga yang telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan anggota rumah tangga yang bepergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah/akan meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih tidak dianggap sebagai anggota rumah tangga. Tamu yang telah tinggal di rumah tangga 6 bulan atau lebih dan tamu yang tinggal di rumah tangga kurang dari 6 bulan tetapi akan bertempat tinggal 6 bulan atau lebih dianggap sebagai anggota rumah tangga.

3. Dinding adalah sisi luar/batas dari suatu bangunan atau penyekat dengan bangunan fisik lainnya. Bila bangunan tersebut menggunakan lebih dari satu jenis dinding yang luasnya sama, maka yang dianggap sebagai dinding terluas adalah dinding yang bernilai lebih tinggi.

a. Tembok adalah dinding yang terbuat dari susunan bata merah atau batako biasanya dilapisi plesteran semen. Termasuk dalam kategori ini adalah dinding yang terbuat dari pasangan batu merah dan diplester namun dengan tiang kolom berupa kayu balok, yang biasanya berjarak 1 - 1½ m;

b. Kayu adalah dinding yang terbuat dari kayu;

c. Bambu adalah dinding yang terbuat dari bambu. Termasuk dalam kategori ini adalah dinding yang terbuat dari anyaman bambu dengan luas sekitar 1 m x 1 m yang dibingkai dengan balok, kemudian diplester dengan campuran semen dan pasir.

d. Lainnya adalah selain kategori 1-3.

4. Atap adalah penutup bagian atas suatu bangunan sehingga orang yang mendiami dibawahnya terlindung dari terik matahari, hujan dan sebagainya. Untuk bangunan bertingkat, atap yang dimaksud adalah bagian teratas dari bangunan tersebut. a. Beton adalah atap yang terbuat dari campuran semen, kerikil, dan pasir yang

dicampur dengan air.

b. Genteng adalah tanah liat yang dicetak dan dibakar. Termasuk pula genteng yang terbuat dari beton (genteng yang terbuat dari campuran semen dan pasir), fiber cement, dan keramik.

c. Sirap adalah atap yang terbuat dari kepingan kayu yang tipis dan biasanya terbuat dari kayu ulin atau kayu besi.

(37)

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sidoarjo 27

d. Seng adalah atap yang terbuat dari bahan seng. Atap seng berbentuk seng rata, seng gelombang, termasuk genteng seng yang lazim disebut decrabond (seng yang dilapisi epoxy dan acrylic).

e. Asbes adalah atap yang terbuat dari campuran serat asbes dan semen. Pada umumnya atap asbes berbentuk gelombang.

f. Ijuk/rumbia adalah atap yang terbuat dari serat pohon aren/enau atau sejenisnya yang umumnya berwarna hitam.

g. Lainnya adalah atap selain jenis atap di atas, misalnya papan, bambu, dan daun-daunan.

5. Jenis lantai bukan tanah/bambu, seperti keramik/marmer/granit,

ubin/tegel/teraso, semen/bata merah, atau kayu/papan. 6. Sumber Air Minum

a. Air kemasan bermerk adalah air yang diproduksi dan didistribusikan oleh suatu perusahaan dalam kemasan botol (500 ml, 600 ml, 1 liter, 12 liter, atau 19 liter) dan kemasan gelas; misalnya air kemasan merk Aqua, Moya, 2Tang, VIT, dsb. b. Air isi ulang adalah air yang diproduksi melalui proses penjernihan dan tidak

memiliki merk.

c. Leding meteran adalah air yang diproduksi melalui proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada konsumen melalui suatu instalasi berupa saluran air sampai di rumah responden. Sumber air ini diusahakan oleh PAM (Perusahaan Air Minum), PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), atau BPAM (Badan Pengelola Air Minum), baik dikelola oleh pemerintah maupun swasta. d. Leding eceran adalah air yang diproduksi melalui proses penjernihan dan

penyehatan (air PAM) sebelum dialirkan kepada konsumen melalui suatu instalasi berupa saluran air di tempat tertentu/umum. Rumah tangga yang mendapatkan air leding dengan cara ini baik dengan cara membeli atau tidak termasuk dalam kategori ini.

e. Sumur bor/pompa adalah air tanah yang cara pengambilannya dengan menggunakan pompa tangan, pompa listrik, atau kincir angin, termasuk sumur artesis (sumur pantek)

f. Sumur adalah air yang berasal dari dalam tanah yang digali. Cara pengambilan air sumur terlindung maupun tak terlindung dengan menggunakan gayung atau

Gambar

Tabel  4.1  Pembagian Wilayah Administrasi dan Luas Tiap Kecamatan
Grafik  4.1  Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sidoarjo Tahun 1980 – 2010 ..   34  Grafik  4.2  Penduduk Kabupaten Sidoarjo Hasil Sensus Penduduk 2010
Grafik  5.9  Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota dan
Grafik  di  bawah  ini  akan  memperlihatkan  posisi  relatif  RTS  tiap  Kecamatan  berdasarkan sumber air minum yang digunakan
+2

Referensi

Dokumen terkait

perawat adalah 68,6 ± 7,8, yang menunjukkan tingkat sensitivitas moral moderat. Salah satu faktor yang mempengaruhi sensitivitas moral yaitu spiritualitas yang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan antara intensitas penggunaan facebook terhadap kecenderungan menjadi nomophobia

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa share growth , pergantian dewan direksi dan reputasi KAP berpengaruh signifikan terhadap pergantian KAP sedangkan proporsi public ownership ,

Hipotesis Kedua penelitian ini adalah terdapat perbedaan return saham yang signifikan antara perusahaan berkinerja keuangan sehat dengan tidak sehat hasil prediksi kinerja

Dalam menentukan besamya tarif angkutan banyak faktor yang menentukan, selain biaya yang dikeluarkan oleh kapal, jasa kepelabuhanan juga yang turut

Peserta tidak diperbolehkan masuk ke Schoology setelah 10 menit tes dimulai (Panitia akan mengeluarkan peserta yang sudah terlambat 10 menit ke atas) - jadi

Dengan peningkatan konsentrasi garam, tekanan uap air akan berkurang, dan karenanya mengurangi fluks. Dengan konsentrasi umpan tinggi kemungkinan membran fouling terjadi

Selain membangun kedua DBMS tersebut, pada tahap ini dibangun pula perangkat lunak yang akan digunakan sebagai tools untuk membandingkan performansi sistem dari