• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana alam. 1. untuk melakukan penyelenggaraan penataan ruang. Upaya penataan ruang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana alam. 1. untuk melakukan penyelenggaraan penataan ruang. Upaya penataan ruang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Tata Ruang Indonesia saat ini dalam keadaan krisis, hal ini terjadi karena pembangunan yang dilakukan di suatu wilayah masih sering dilakukan tanpa mengikuti rencana tata ruang, tidak mempertimbangkan keberlanjutan dan daya dukung lingkungan, serta tidak memperhatikan kerentanan wilayah terhadap terjadinya bencana alam.1

Dalam kehidupan manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melakukan penyelenggaraan penataan ruang. Upaya penataan ruang sebagai usaha untuk pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya alam melalui pemanfaatan ruang yang optimal, seimbang dan berlanjut. Adanya penyelenggaraan penataan ruang ini untuk mempertahankan keberlanjutan sekaligus mengembangkan kualitas ruang akibat dari penggunaan atau pemanfaatan ruang wilayah oleh manusia.2 Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi,

1 Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruang, Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, hlm. 162. 2 Herman Hermit, Pembahasan Undang Undang Penataan Ruang (UU No. 26 Tahun 2007), Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 70.

(2)

maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dapat dikatakan bahwa ruang dilihat dari beberapa aspek, yakni wadah, sumber daya alam, habitat, dan sebagai bentuk fisik lingkungan, yang mencangkupi bumi, air dan udara sebagai satu kesatuan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia. Dengan demikian negara, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan berkewajiban untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan agar lingkungan hidup Indonesia tetap menjadi sumber dan penunjang hidup bagi rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. Pembangunan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuan saat ini dengan mengindahkan kemampuan generasi mendatang dalam mencangkup kebutuhannya.3 Untuk itu, pembangunan berkelanjutan harus mampu

3 Muhamad Erwin, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan

(3)

menjamin keadilan secara merata melalui pembangunan ekonomi dan lingkungan dalam suatu wilayah.

Dalam rangka melaksanakan pembangunan keberlanjutan kalangan masyarakat sipil (civil society) terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan tentang pentingnya menanamkan dan menyabarkan kesadaran lingkungan hidup. Adapun peran negara melalui pemerintah dengan adanya green

constitution ditunjukan kepada konstitusi yang ramah dan berprespektif

lingkungan hidup atau konstitusi yang didalamnya mengandung pengaturan dan perlindungan terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup yang dimana ketentuan mengenai Lingkungan Hidup yang dirumuskan dalam UUD 1945 terdapat dalam Pasal 28H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa ”setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan” Perumusan Pasal 28H ayat (1) ini menunjukkan bahwa UUD 1945 sangat menghormati adanya Hak Asasi Manusia, yaitu Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta pelayanan kesehatan. Dengan demikian segala kebijakan dan tindakan pemerintahan dalam pembangunan haruslah tunduk pada ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Mengenai konsepsi ruang lingkup ekosistem, Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi

(4)

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Berdasarkan rumusan Pasal 33 ayat (4) terdapat dua konsep terkait dengan ide ekosistem yaitu bahwa perekonomian nasional yang berdasar pada demokrasi ekonomi haruslah mengandung berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, maka haruslah dikelola untuk kepentingan pembangunan berdasarkan prinsip-prinsip berkelanjutan (sui stainable) dan berwawasan lingkungan (pro-environment) sebagaimana ditentukan oleh Pasal 33 ayat (4) UUD 1945. Terkait masalah lingkungan, green constitution merupakan tanggungjawab negara untuk mewujudkan negara Indonesia yang sadar terhadap lingkungan hidup.

Sehubungan uraian di atas, pemerintah daerah kabupaten/kota memiliki peran yang sangat penting yaitu sebagai salah satu indikator utama setelah pemerintah pusat yang dimana sangat penting peran pemerintah daerah dalam bidang penataan ruang yang telah terstruktur dalam tugas Dinas Lingkungan Hidup. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan pembagian urusan pemerintahan bidang lingkungan hidup pada daerah kabupaten/kota yaitu: rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) kabupaten/kota. Dalam urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar.4 Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang yang

(5)

harus dilakukan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Pada Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR), ditegaskan bahwa: “Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.” Pengertian “ruang” dalam hal ini mencangkup tiga dimensi, yaitu: daratan, lautan, dan udara dengan beberapa aspek yang terkait didalamnya seperti: ekonomi, ekologi, sosial, dan budaya serta berbagai kepentingan didalamnya. Dengan demikian peningkatan kualitas hidup manusia dan kualitas lingkungan hidup dapat dilaksanakan secara berlanjut.

Saat ini di Indonesia telah mengalami berkurangnya “ruang” khususnya ruang terbuka hijau dalam pengelolaan lingkungan yang baik. Berkurangnya ruang terbuka hijau dikarenakan banyaknya gedung-gedung bertingkat dibangun, proyek jalan serta flyover sehingga meminimkan ruang terbuka hijau yang ada. Melihat kondisi tersebut pembangunan di Indonesia khususnya dibeberapa wilayah perkotaan masih perlu ditata kembali. Ruang terbuka hijau sangatlah penting dalam kehidupan manusia karena dapat memberikan keseimbangan lingkungan dan dukungan yang nyaman terhadap manusia dalam melakukan kelangsungan hidup serta pemanfaatan sumber daya bagi kepentingan kebutuhan manusia. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang pada wilayah perkotaan. Dalam Pasal 1 ayat (31) UUPR, Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH adalah

(6)

area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Penataan ruang ini merupakan tugas dari Dinas Lingkungan Hidup yang berdasarkan pembentukan pemerintahan otonom. Ruang terbuka adalah sebuah ruang yang terdiri dari penghijauan yang dapat menampung berbagai aktivitas manusia didalamnya. Secara umum, ruang terbuka diperkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau.5 Adapun fungsi dan manfaat dari RTH yaitu:

1. Sebagai fungsi ekologi ruang terbuka (sebagai resapan air, memperbaiki, mempengaruhi kualitas udara);

2. Sebagai fungsi planologi ruang terbuka (dapat menjadi pembatas antara satu ruang dengan ruang lainnya);

3. Sebagai fungsi estetis ruang terbuka (dapat memperindah pemukiman, komplek perumahan, perkantoran, sekolah, mall, dan lain-lain);

4. Sebagai fungsi sosial ruang terbuka (tempat bermain, tempat berolahragqa, tempat berinteraksi sosial masyarakat);

5. Fungsi ekonomi ruang terbuka (pada jenis-jenis tanaman bunga, buah-buahan dan kayu yang dapat dikelola);

6. Menciptakan kenyamanan, kesehatan dan keindahan lingkungan serta sebagai paru-paru kota;

7. Menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat kota; dan

8. Sebagai tempat tumbuh tumbuhan dan hidup satwa.

Namun pada nyatanya masyarakat kurang memanfaatkan fungsi dari RTH itu sendiri. Melihat kondisi tersebut pembangunan di Indonesia khususnya pada beberapa wilayah perkotaan masih terdapat masalah yang

5 Penjeasan:

Menurut Direktorat Penataan Ruang Nasional, Ruang Terbuka Non Hijau adalah ruang yang secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya).

(7)

rata-rata kotanya memiliki kurang dari 30% penyelenggaraan RTH setiap kabupaten/kota harus memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Misalkan saja ibukota Jakarta yang RTHnya kurang dari 10% berdasarkan data Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta, jumlah Ruang Terbuka Hijau (RTH) di DKI Jakarta mencapai 3.131. Ruang terbuka hijau ini berupa taman kota, taman lingkungan, taman interaktif dan juga jalur hijau jalan. Jakarta Pusat menjadi wilayah dengan RTH terbanyak, yaitu sebanyak 913 RTH. Meski jumlahnya sudah banyak tersebar diseluruh wilayah DKI Jakarta, namun luas RTH di Jakarta hanya berjumlah 9,98% dari total luas wilayah. Angka ini masih jauh dari 30% yang seharusnya dimiliki oleh DKI Jakarta. Selama ini pembuatan RTH terkendala pembebasan lahan. Terlalu banyak masalah dalam proses pembebasan lahan dan pembelian lahan.6 Dalam hubungan tersebut menegaskan bahwa Pasal 29 Undang-Undang Penataan Ruang jo. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, menegaskan bahwa RTH terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dibagi antara RTH publik paling sedikit 20% dari luas wilayah kota dan RTH privat pada wilayah kota 10% dari luas wilayah kota. Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, menyatakan:

6 http://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/01/24/jumlah-ruang-terbuka-hijau-di-jakarta-mencapai-3100 dikunjungi pada tanggal 3 Juni 2017 pukul 11.36.

(8)

“Luas ideal RTHKP minimal 20% dari luas kawasan perkotaan” (Pasal 9 ayat (1)). Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu melakukan pengembangan RTH pada kawasan perkotaan.

Masalah yang terjadi pada penataan ruang, kurangnya RTH di kawasan perkotaan dikarenakan keterbatasan lahan yang dimiliki pada setiap kota membuat permasalahan tata ruang semakin rumit. Adalah suatu fakta bahwa adanya kemerosotan kualitas lingkungan akibat penggunaan lahan yang tidak sesuai sehingga dapat merusak dan bahkan memusnahkan kehidupan habitat tertentu dalam ekosistem bersangkutan.7 Faktor lainnya belum sesuainya dengan tujuan dan arahan yang ditetapkan dari konsep tata ruang sebagai pedoman dan arahan pembangunan. Kemerosotan kualitas lingkungan terjadi karena tekanan terhadap penggunaan ruang semakin besar, kondisi perekonomian yang pesat juga diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk serta kebutuhan yang semakin meningkat. Atas apa yang terjadi pada saat ini sangat meresahakan masyarakat serta pihak-pihak yang terkait. Namun dikarenakan rendahnya kesadaran hukum pada masyarakat mengakibatkan terjadinya penyimpangan peruntukan.

Salah satu kurangnya RTH diwilayah perkotaan juga terdapat di lokasi Salatiga yang dimana kota Salatiga masih kurang proporsi RTH pada wilayah kota, pemerintah daerah harus menetapkan RTH paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Peraturan daerah kota Salatiga dalam pengawasan tata ruang berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan,

(9)

untuk melaksanakan tugas pokok Dinas Tata Kota mempunyai beberapa fungsi. Yaitu, perumusan kebijakan teknis di bidang penataan ruang; penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang penataan ruang; pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang tata kota meliputi tata ruang dan bangunan, cipta karya, keindahan kota dan pertamanan serta kebersihan; pelaksanaan pelayanan kesekretariatan Dinas; dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.8

Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga mempunyai kewajiban untuk mewujudkan lingkungan yang bersih, indah dan nyaman. Guna mewujudkannya harus dilakukan berbagai upaya pembangunan di bidang penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam misi 2 kota Salatiga menyebutkan, “Mengelola tata ruang kota yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.”9 Untuk mewujudkan misi tersebut tidak hanya dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup saja, namun perlu dilakukan secara holistik bersama stakeholder, lintas sektor dan masyarakat. Peran penting ini harus secara bersama untuk membangun hubungan yang baik terkait penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada Pasal 12 ayat (2) Peraturan Daerah Salatiga No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 - 2030 (Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030), meningkatkan kualitas penyediaan RTH kota

8 Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Salatiga.

9 http://salatigakota.go.id/PemerintahanVisiMisi.php dikunjungi pada tanggal 4 Juni 2017 pukul 10.44.

(10)

yang proporsional RTH hingga 30%, mengembalikan RTH sesuai fungsinya dan mempertahankan RTH yang telah ada. Proporsi RTH 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, yang merupakan sistem ekologi sehingga dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat serta dapat meningkatkan nilai estetika kota khususnya kota Salatiga. Salatiga adalah kota kecil di provinsi Jawa Tengah, mempunyai luas wilayah ± 56,78 km², terdiri dari 4 kecamatan, 22 kelurahan, berpenduduk 176.795 jiwa.10 Penyediaan RTH harus disesuaikan dengan luas wilayah kota dan peruntukan yang ada didalam RTRW kota Salatiga yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat. Pasal 40 Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030, RTH kota meliputi RTH publik dan RTH privat. RTH publik seluas ± 260 hektar atau ± 4,6% dari luas wilayah dan RTH privat seluas 365 hektar atau ± 6,4% dari luas wilayah. Untuk itu perlu adanya rencana pengembangan luasan RTH meliputi RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah atau ± seluas 1.721 hektar yang meliputi RTH publik minimal sebesar 20% dari luas wilayah atau kurang lebih seluas 1.136 hektar dan RTH privat minimal sebesar 10% dari luas wilayah atau ± seluas 585 hektar (Pasal 40 ayat (4)). Di sini terlihat masih kurangnya proporsi untuk mencapai kesesuaian RTH 30% dari luas wilayah kota Salatiga. Peraturan Daerah Salatiga No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Salatiga Tahun 2005 - 2025

10 http://www.salatigakota.go.id/TentangSelayangPandang.php dikunjungi pada tanggal 4 Juni 2017 pukul 11.33.

(11)

jo. Peraturan Daerah Salatiga No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Salatiga Tahun 2011 – 2016, “Jangka waktu RTRW Kota Salatiga adalah 20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun dalam melaksanakan pembangunan.”

Terkait permasalahan tersebut Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga melakukan upaya salah satunya meningkatkan kembali lahan diperuntukan RTH dan mempertahankan RTH yang ada. Para penjabat berwenang maupun instansi terkait perlu melakukan berbagai upaya untuk mewujudkannya. Dalam hal ini penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab bersama bagi setiap individu, masyarakat, pemerintah daerah serta lembaga swasta, diharapkan partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.11 Pada Pasal 92 Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 - 2030, “Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang–undangan.” Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerja sama antar sektor / antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD).

11 Pasal 87 Peraturan Daerah No. 4 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Salatiga Tahun 2010 - 2030.

(12)

Pada tahun 2018, Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga melakukan penataan RTH di kota Salatiga. Eksisting RTH pada saat ini di kota Salatiga hanya memenuhi ±15,6% dari luas wilayah kota. Meliputi RTH publik ±5,66% dari luas wilayah dan RTH privat ±10,01% dari luas wilayah.12 Sedangkan dalam Pasal 40 Perda RTRW kota Salatiga Tahun 2010 - 2030, RTH publik seluas ±260 hektar atau ±4,6% dari luas wilayah dan RTH privat seluas 365 hektar atau ± 6,4% dari luas wilayah. Dengan demikian terlihat adanya penambahan RTH di kota Salatiga, namun masih belum memenuhi ketentuan-ketentuan peraturan yang ada. Alasan penulis melakukan penelitian ini belum terpenuhinya ketentuan-ketentuan RTH sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menyatakan: “Proporsi RTH wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota.”

Kurangnya penataan RTH kota Salatiga yang mengharuskan kesesuaian 30% dari luas wilayah kota menjadi sasaran utama untuk meningkatkan luas lahan RTH. Untuk dari itu perlu adanya prioritas pembangunan dalam pengelolaan lingkungan hidup dan tata ruang. Pemenuhan kebutuhan RTH, pencegahan pemberian ijin pemanfaatan lahan yang tidak sesuai peruntukan yang telah ditetapkan dalam RTRW, optimalisasi pemanfaatan kawasan budidaya dan pengamanan kawasan lindung, serta kegiatan sosialisasi / penyuluhan pemanfaatan struktur ruang dan penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang,

12 Hasil wawancara dengan Bpk. Riawan Widyatmoko selaku Kepala Seksi Pertamanan dan Konservasi di Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga, Salatiga, 1 Agustus 2018.

(13)

Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), serta Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan dan pengembangan sistem irigasi, pengelolaan irigasi secara terpadu, pengelolaan jaringan irigasi.13 Dalam rangka mewujudkan tujuan negara untuk memajukan kesejahteraan umum, maka diperlukan kebijaksanaan yang ditegakkan kembali peraturan perundang-undangan yang memuat aturan dan pola perilaku-perilaku tertentu, berupa kewajiban, perintah serta larangan.

Pengawasan penataan ruang pada dasarnya bertujuan untuk pengembangan RTH dan mempertahankan RTH yang ada pada kawasan perkotaan. Fakta bahwa penyebab kurangnya RTH di kota Salatiga, salah satunya adalah terjadi pengurangan RTH di Salatiga terlihat pada daerah Tamansari yang dahulu merupakan wilayah kebun binatang, taman lalu lintas dan adanya lapangan tenis. Namun pada nyatanya daerah Tamansari Salatiga merupakan terminal angkuta dan banyak masyarakat mendirikan bangunan berupa pertokoan. Serta masih banyak lagi daerah Salatiga yang dulunya merupakan RTH tetapi perubahan peruntukan.

Dengan tidak terpenuhinya penataan RTH 30% dari luas wilayah perkotaan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka harus adanya tindakan dari pemerintah kota Salatiga. Namun pada kenyataannya dalam penegakan hukumnya terdapat kendala yang menjadi

13 Lampiran Peraturan Walikota Salatiga No. 10 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017.

(14)

dilema dalam penegakan hukum positif terhadap rangkaian penataan RTH tersebut. Pengawasan pada dasarnya bertujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran pemanfaatan RTH. Oleh karena itu sangatlah penting bagi pemerintah maupun lembaga-lembaga yang terkait didalamnya melakukan pengawasan struktur ruang dan pemenuhan kebutuhan RTH terkait dengan judul yang penulis angkat khususnya untuk kota Salatiga. Dengan adanya pertentangan yang ada antara das Sollen dan das Sein terhadap peraturan yang berlaku dan pada fakta-fakta yang terjadi secara langsung yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga sebagaimana dalam melakukan tugas pokok fungsi dan wewenangnya karena penataan ruang merupakan urusan pemerintah konkuren yang wajib14 terkait dengan pekerjaan umum dan penataan ruang sehingga kota Salatiga menjadikan RTH sebagai sarana dan prasarana infrastruktur. Alasan-alasan ini yang mendasari penelitian penulis dengan judul “Peran Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga dalam Mewujudkan Penataan Ruang Terbuka Hijau di Kota Salatiga.”

Berdasarkan judul tersebut penulis jelaskan sebagai berikut: 1) Peran merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh orang atau lembaga/badan hukum untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai dengan jabatannya; 2) Penataan Ruang, dalam Undang-Undang Penataan Ruang, Pasal 1 ayat (5) dikemukakan “Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

14 Pasal 9 butir 3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

(15)

pengendalian pemanfaatan ruang.” 3) Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.15 Maka penulis menyimpulkan bahwa peran Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga adalah melaksanakan tugas dan wewenangnya untuk melakukan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang terbuka hijau di kota Salatiga. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis berargumen bahwa peran Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga harus dilakukan karena: (1) menjamin dan melindungi HAM masyarakat kota Salatiga; (2) mencegah terjadinya pelanggaran pemanfaatan ruang; (3) mengoptimalkan pemanfaatan kawasan RTH wilayah perkotaan; dan (4) memberikan sosialisasi / penyuluhan pemanfaatan struktur ruang.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana peran Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga dalam mewujudkan penataan ruang terbuka hijau dikota Salatiga?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat peran Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga dalam mewujudkan penataan ruang terbuka hijau dikota Salatiga?

15 http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html dikunjungi pada tanggal 9 Maret 2018 pukul 18.27.

(16)

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan peran yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga yang berkaitan dengan strategi dan upaya-upaya dalam mewujudkan penataan ruang terbuka hijau dikota Salatiga.

2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat peran Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga dalam mewujudkan penataan ruang terbuka hijau di kota Salatiga.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis

Penulisan ini diharapkan dapat mengembangkan bidang hukum khususnya bidang Hukum Administrasi Negara, ini dapat dijadikan pedoman penelitian lain yang ingin mengembangkan Hukum Administrasi Negara.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan / pemikiran dalam rangka pengambil kebijakan yang terkait dengan peran Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga kota Salatiga dalam

(17)

mewujudkan penataan ruang terbuka hijau agar dapat meningkatkan pengawasan secara mendalam pada saat ini.

E. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif yaitu menggambarkan peran yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga dalam rangka mewujudkan penataan ruang terbuka hijau di kota Salatiga.

Dalam rangka melengkapi dan menyempurnakan penulisan untuk mendukung prosedur penelitian ilmiah, penulis menekankan pada langkah-langkah spekulatif teoretis pada peristiwa hukum serta menekankan pada pentingnya langkah-langkah observasi, pengamatan dan analitis yang berifat empiris16 melalui penelitian di kota Salatiga khususnya penelitian peran yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga dalam rangka mewujudkan penataan ruang terbuka hijau dikota Salatiga.

2. Pendekatan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji presepsi dan

(18)

perilaku orang hukum (badan hukum) dan masyarakat secara efektivitas berlakunya hukum positif sebagai gejala yuridis.17

3. Jenis Data a. Data Primer

Data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan Bapak Riawan Widyatmoko selaku Kepala Seksi Pertamanan dan Konservasi di Dinas Lingkungan Hidup Kota Salatiga sebagai narasumber di Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga secara langsung yang akan merespon dan memberikan keterangan secara keseluruhan.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari studi keperpustakaan (buku-buku), peraturan perundang-undangan maupun melalui pendapat para sarjana atau ahli hukum yang terkait dengan penulisan ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan 3 (tiga) jenis alat pengumpulan data yaitu studi dokumentasi atau bahan pustaka,

(19)

pengamatan atau observasi dan wawancara secara langsung dari narasumber.

5. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data disusun secara sistematis melalui proses pengolahan dengan meninjau kembali data yang telah diperoleh dengan memilih data yang sesuai dengan pembahasan dalam penulisan dan tujuan penelitian ini sehingga dapat dipertanggungjawabkan kesesuaiannya dengan apa yang ada. Untuk menganalisis data yang telah diperoleh, penulis menggunakan analisis data kualitatif, yaitu uraian yang dilakukan terhadap data yang terkumpul dengan menggunakan kalimat-kalimat atau uraian-uraian yang menyeluruh terhadap fakta-fakta yang terdapat dari sumber langsung sehubungan dengan implementasi hukum dalam peran Dinas Lingkungan Hidup kota Salatiga dalam mewujudkan penataan ruang terbuka hijau, sebagaimana praktik yang telah terjadi dan pertentangan antara das

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam sebuah laporan yang ditulis khusus untuk membantah klaim APA, tim dari “ National Association for Research and Therapy of Homosexuality” (NARTH) menunujukan bahwa studi

Peneliti mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena selalu menyertai dan menolong peneliti selama proses pembuatan skripsi dengan judul Konformitas Pada Remaja Yag Terjun

PHQJKDGDSL HUD GLJLWDO DGDODK PHQFRED WDQWDQJDQ EDUX PHODOXL DSOLNDVL %DQ\DN PRGHO SHQJHPEDQJDQ NHZLUDXVDKDDQ PLVDOQ\D *HUHMD GHQJDQ PDOO VDWX ORNDVL $GD MXJD NRSHUDVL PHQMXDO

Ruspiani, Kemampuan dalam Melakukan Koneksi Matematika dalam Yanto Permono dan Utari Sumarmo, Mengembangkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematik Siswa SMA

Brecklin dan Chambers [2], memperkenalkan analisis Regresi M-kuantil yang merupakan suatu analisis regresi yang mempelajari cara mengetahui hubungan antara variabel bebas

Program kegiatan yang tercantum pada dokumen ini adalah mendasar pada Perubahan Rencana Kerja (Renja) Tahun 2017, dimana indikator sasaran Bappeda (IKU Bappeda) berbeda

Tulisan ini menganalisa perubahan yang terjadi pada Majalah Liberty Di Surabaya Tahun 1987-1993, Dari Majalah Wanita Ke Majalah