• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7

Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pegetahuan atau sains yang semula berasal dari bahasa Inggris „scince‟, Trianto (2010: 136). Kata „science‟ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „scientia‟ yang berarti tahu. Menurut Jujun Suriasumantri (dalam Trianto 2010: 136) dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja. Walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi.

Menurut Wahyana (dalam Trianto 2010: 136) IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Menurut Powler (dalam Samatowa 2009: 3) IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen/sistematis.

Menurut Abdullah (1998: 18) “ IPA merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan cara melakukan oberservasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan yang lain”.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penulis menyimpulkan IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti oberservasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka jujur. Dengan begitu, pendidikan IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari dairi dan alam sekitar.

(2)
(3)

2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar

Tujuan mata pelajaran IPA menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006 adalah sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebeseran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya

2. Mengembangkan pegethuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

Menurut Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 ruang lingkup mata pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan. 2. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan

gas.

3. Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi (1) makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan, (2) benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi: cair, padat, dan gas, (3) energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana, (4) bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya (BNSP: 2006).

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengajaran IPA mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa dan nilai positif melalui proses IPA dalam memecahkan masalah. Siswa akan selalu tertarik dengan lingkungan dan siswa akan mengenal serta dapat memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ilmu dan sumber belajar. Demikian

(4)

juga dalam diri siswa akan dapat mengembangkan pikiran melalui lingkungan yang banyak memberikan pengalaman terhadap diri siswa dengan cara berinteraksi langsung dan dapat dirasakan siswa.

2.1.3 Pembelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2011: 22) Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil yang menginteraksi keterampilan sosial yang bermuatan akademik (Nur dalam Isjoni 2011: 27).

Menurut Agus Suprijono (2009: 54) Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan melibatkan pelajaran secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi perbincangan dengan rekan-rekan dalam kelompok kecil (Effandi Zakaria dalam Isjoni, 2011: 21).

Menurut Wina (2013: 242) Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen).

Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok saja tapi pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan beberapa jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuaannya berbeda dimana dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu guna mencapai tujuan dalam pembelajaran tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan belajar.

(5)

2.1.4 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi (Rusman 2011: 210) Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat dimana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dimana masyarakat secara budaya semakin beragam. Dalam pembelajaran kooperatif tidak mempelajari materi saja. Namun, siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan kooperatif khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.

2.1.5 Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David dalam Anita Lie (2004: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Saling ketergantungan positif

Menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri, agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

2. Tanggaung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran cooperative learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

3. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan ineraksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk kelompok yang menuntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu kepala saja.

4. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara

(6)

berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.

5. Evaluasi proses kelompok

Pengajara perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih efektif.

Unsur pembelajaran kooperatif di atas tidak dapat tercapai jika hanya menggunakan model pembalajaran yang konvensional tanpa melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran harus menekankan siswa aktif berdiskusi dengan kelompok, untuk mencapai unsur tersebut, guru hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif membentuk, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna tersendiri dari apa yang di pelajari.

2.1.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together 2.1.6.1 Pengertian NHT (Numbered Heads Together)

Menurut Miftahul Huda (2014: 130) pada dasarnya NHT merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaanya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai guru memanggil nomor untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi.

NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Slavin (dalam Mitfahul Huda 2014: 130) NHT yang dikembangkan oleh Russ Frank ini cocok untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok koopertif adalah untuk memberikan

(7)

kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Berdasarkan uraian tersebut yang dimaksud dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang dibagi dalam kelompok-kelompok kecil, dimana setiap kelompok masing-masing mempunyai nomor, kemudian siswa yang mempunyai nomor tersebut akan dipanggil secara acak oleh guru untuk menjawab pertanyaan.

2.1.6.2 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Untuk melakukan pembelajaran NHT Miftahul Huda (2014: 138) menjelaskan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

2. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya

3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Sintaks pembelajaran Numbered Heads Together menurut Kegan (dalam Ibrahim 2000: 28).

(8)

Tabel 2.1

Sintaks Pembelajaran Numbered Heads Together

Fase-Fase Perilaku Guru Perilaku Siswa

Fase 1 Penomora n

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi nomor siswa.

Setiap siswa dalam tim mempunyai nomor yang berbeda-beda sesuai denan jumlah siswa dalam kelompok

Fase 2 Pengajuan pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sesuai dengan materi yang sedang dipelajari yang bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi.

Siswa menyimak dan menjawab pertanyaan.

Fase 3 Berpikir bersama

Guru memberikan bimbingan bagi kelompok yang membutuhkan

Siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya hingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

Fase 4 Pemberian jawaban

- Guru menyebutkan salah satu nomor.

- Guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut.

- Setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

- Siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mangangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas terdapat persamaan pada langkah-langkah pembelajaran metode NHT yang dikemukakan Miftahul Huda (2014: 138) dan Kegan dalam Ibrahim (2000: 28) yaitu siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap siswa diberi nomor dan beberapa kelompok harus berdiskusi dan mencari jawaban yang benar. Kemudian guru memenggil nomor siswa dan nomor yang dipanggil harus melaporkan hasil kerja sama dalam kelompok.

Dari sintaks pembelajaran di atas, dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan sintaks pembelajaran yang disampaikan Kegan (dalam Ibrahim 2000: 28), untuk meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar IPA. Pemilihan

(9)

ini disebabkan karena sintaks yang diajukan oleh Kegan memberikan kesempatan terjadinya pembentukan kelompok dan diskusi kelompok dalam melaksanakan pembelajaran dengan Numbered Heads Together.

Tabel 2.2

Langkah-Langkah Pembelajaran Numbered Heads Together Sesuai Dengan Standar Proses

Tahap Kegiatan

Pendahuluan - Memberikan apersepsi

- Menyampaikan tujuan pembelajaran dan indikator keberhasilan

- Menjelaskan langkah pembelajaran NHT - Membagi siswa dalam kelompok kecil

- Memberikan nomor kepala kepada setiap anggota kelompok

Kegiatan Inti Eksplorasi

- Guru menyampaikan materi pelajaran

- Guru memberikan pertanyaan dalam masing-masing kelompok

- Siswa diberikan kesempatan untuk membaca materi Elaborasi

- Siswa bersama kelompoknya mulai mendiskusikan apa yang telah mereka dapatkan dari kegiatan membaca materi - Siswa bersama kelompok berkerjasama untuk menjawab

pertanyaan agar menemukan jawaban yang dianggap paling tepat

- Guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan memfasilitasi serta membantu siswa yang memerlukan Konfirmasi

- Guru memanggil salah satu nomor secara acak

- Siswa yang ditunjuk nomornya mengangkat tangan dan mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok - Siswa dari kelompok lain menanggapi atau mengomentari

hasil dari kelompok yang presentasi

- Guru memberikan umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa

- Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang aktif dan motivasi siswa agar lebih berpartisipasi aktif lagi Penutup - Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan

tentang materi

- Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru sebagai proses penilaian pembelajaran

(10)

2.1.7 Motivasi Belajar

2.1.7.1 Pengertian Motivasi Belajar

Sebelum membahas motivasi belajar, terlebih dahulu akan dibahas mengenai motivasi. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni “movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007: 41). Menurut James O Whittaker (Wasty Soemanto 2003: 205) motivasi adalah kondisi-kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberikan dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.

Berdasarkan dua pendapat diatas dapat penulis menyimpulkan bahwa motif dan motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.

Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan oleh seseorang yang mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan suatu pertanda yang akan dikerjakan itu tidak menyentuhkan kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu dapat membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri.

Seseorang yang melakukan aktivitas secara terus menerus tanpa motivasi dari dirinya merupakan motivasi intrinsik yang sangat penting dalam aktivitas belajar. Namun seseorang yang tidak mempunyai keinginan belajar, dorongan dari luar merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh motivasi intrinsik diperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subyek belajar.

Menurut Sadirman A.M. (2012: 75) mengatakan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar tercapai.

Dari pengertian motivasi belajar, dapat disimpulkan 3 fungsi motivasi sebagai berikut:

(11)

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi motivasi dalam hal ini sebagai motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

2. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. 3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang

harus dikerjakan serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sadirman A.M. (2012: 85).

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri individu untuk melakukan sesuatu tindakan, sehingga mencapai hasil yang lebih baik dari pada hasil sebelumnya. Hasil yang dimaksudkan disini adalah hasil belajar. Karena itu, motivasi belajar merupakan dorongan yang timbul dari luar diri siswa untuk melakukan aktivitas belajar, demi mencapai hasil belajar yang memuaskan.

2.1.7.2 Aspek-Aspek Motivasi Belajar

Dalam membicarakan aspek-aspek motivasi belajar, hanya dibahas dari dua sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut “motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut “motivasi ekstrinsik” (Sardiman A.M. 2012: 89).

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif dan berfungsi tanpa perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi seseorang yang terdidik, berpengetahuan yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu. Untuk mendapatkan semuanya itu perlu belajar. Belajar adalah suatu cara untuk mendapatkan suatu ilmu pengethuan dan keterampilan. Sebenarnya motivasi baik itu intrinsik maupun ekstrinsik adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat dilihat bentuknya. Karena itu, pertanyaannya adalah bagaimana mengukur motivasi tersebut? Uno (2011: 23)

(12)

menyebutkan bahwa untuk dapat mengetahui motivasi instrinsik atau motivasi yang datang dari dalam diri seseorang dapat diukur dengan: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan.

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar (Sardiman A.M. 2012: 89). Motivasi ekstrinsik diperlukan agar siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa dengan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan dalam menggunakan motif-motif ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi menjadikan siswa malas belajar. Untuk itu guru harus tepat dan benar dalam memotivasi siswa dalam rangka proses unteraksi belajar mengajar. Dalam pendidikan dan pengajaran, guru bukan hanya berperan menjadi administator, demonstrator, pengelola kelas, mediator, fasilitator, supervisor, dan evaluator, tetapi juga sebagai motivator dan pembimbing.

Sebagai motivator guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar. Usaha ini dapat diusahakan guru dengan memanfaatkan bentuk-bentuk motivasi sekolah agar dapat membangkitkan gairah belajar siswa. Menurut Djamah (Samsudin 2003) ada enam hal yang dapat diusahakan guru yaitu:

1) Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.

2) Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.

3) Memberikan ganjaran terhadap prestasi belajar yang dicapai siswa sehingga dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian hari.

4) Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

5) Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok.

6) Menggunakan metode yang bervariasi.

Selain Djamarah, Uno (2011: 23) menyebutkan bahwa upaya agar siswa dapat termotivasi untuk belajar, hal-hal di luar diri siswa yang dapat mendorong dirinya untuk belajar antara lain:

(13)

2) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan; 3) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Dari paparan di atas, dapat kita mengerti bahwa motivasi dapat terjadi karena ada dua hal. Pertama bahwa motivasi ada karena ada keinginan dari dalam diri sendiri untuk belajar. Motivasi jenis ini disebut juga dengan motivasi intrinsik, dan kedua adalah motivasi belajar yang muncul dari dalam diri siswa untuk tertarik belajar karena adanya dorongan dari pihak-pihak di luar dirinya. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan motivasi intrinsik dan ekstrinsik, untuk melihat motivasi belajar siswa. Khusus untuk motivasi intrinsik, indikator yang akan digunakan untuk mengukur dua jenis motivasi belajar ini, yaitu indikator yang disampikan oleh Uno (2011). Sedangkan motivasi ekstrinsik indikator yang akan digunakan pada motivasi belajar siswa adalah indikator yang disampaikan oleh Djamarah (2003). Untuk mengukur motivasi belajar peneliti menggunakan angket, angket ini diberikan setelah siswa diberikan pembelajaran dengan pembelajaran numbered heads together.

2.1.8 Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 40-41), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan. Menurut Woordworth dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 41), “Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari proses belajar”. Hasil belajar tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru dan mengatakan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung.

Menurut Hamalik (2006: 3) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Pendapat beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia

(14)

menerima pengalaman belajarnya dari hal yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar digunakan oleh guru untuk dijadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai apabila siswa sudah memahami belajar dengan diiringi oleh perubahan tingkah laku.

Menurut peneliti hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil yang diperoleh dari perubahan tingkah laku siswa setelah mengikuti suatu materi tertentu dari mata pelajaran yang berupa data angka (hasil tes) maupun proses belajar. Hasil belajar diperoleh pada kegiatan akhir yang diisi dengan pemberian evaluasi terhadap siswa dan dilakukan di dalam kelas. Pengambilan hasil belajar digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan belajar dan menunjukkan kompetensi siswa melalui pengadaan tes bagi siswa.

2.1.9 Pengukuran Hasil Belajar IPA

Menurut Sudjana (2013: 3), penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang di capai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Menurutnya ada tiga istilah yang merujuk pada aktivitas-aktivitas utama dalam kegiatan penilaian/pengukuran kelas, yaitu (1) asesmen, (2) pengukuran dan (3) evaluasi. prosedur teknik yang dimaksud adalah teknik tes dan teknik nontes.

Menurut Chatterji dalam Supratiknya (2013 : 4), aktivitas terakhir dalam rangkaian kegiatan penilaian kelas adalah evaluasi, yaitu “a procces that comes after measurement is completed. It involves making a value judgmentor interpretation of the resulting data in a decision making context”. Maksudnya, evaluasi merupakan proses sesudah pengumpulan data atau informasi baik dengan teknik pengukuran (tes atau skala) maupun dengan teknik asesmen lain selesai dilakukan bahkan sesudah data atau informasi tersebut selesai diolah.

Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran hasil belajar adalah suatu pengukuran berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan menggunakan istilah tiga aktivitas, yaitu: (1) asesmen, (2) pengukuran, (3) evaluasi serta pengumpulan data atau informasinya dengan teknik pengukuran tes dan skala.

(15)

2.1.10 Hubungan Pembelajaran Numbered Heads Together dengan Motivasi Belajar dan Hasil Belajar IPA

Berdasarkan uraian diatas bahwa ada hubungan erat antara pembelajaran Numbered Heads Together dengan motivasi belajar dan hasil belajar. Hubungannya dapat dilihat dari pembelajaran Numbered Heads Together yang merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus, yaitu siswa dibagi dalam kelompok, guru membagi nomor kepala kepada setiap anggota kelompok, guru memberikan pertanyaan, kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang tepat, guru memanggil nomor secara acak, siswa yang dipanggil nomornya mengangkat tangan dan mempresentasikan hasil diskusinya. Dalam pembelajaran juga melatih siswa untuk bisa lebih aktif dan berani berpendapat. Pada pembelajaran Numbered Heads Together siswa dapat lebih termotivasi untuk belajar karena pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan dengan nomor siswa lebih bertanggung jawab dan siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahunya terhadap materi. Dengan adanya peningkatan siswa dalam pembelajaran IPA akan tercapai yaitu motivasi belajar menjadi lebih meningkat.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Alustina Isyuniarsih dalam sikripsinya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif dan Afektif Pada Mata Pelajaran IPA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Pada Siswa Kelas V SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun pelajaran 2011/2012.” Hasil penelitian menyebutkan bahwa hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif siswa mengalami peningkatan. Peningkatan hasil belajar siswa ada kondisi awal siswa yang tuntas 8 orang (33,33%) dan yang tidak tuntas 16 orang atau (66, 67%). Pada siklus I siswa yang tuntas 22 orang (91,67%) dan yang tidak tuntas 2 orang (8,33%). Sedangkan pada siklus II semua siswa yang terdiri dari 24 orang tersebut sudah memenuhi KKM atau semua dikatakan tuntas 100%. Sedangkan untuk peningkatan hasil belajar afektif pada kondisi

(16)

awala kurang aktif (41,67%), pada siklus I menjadi cukup aktif (45,83%) dan pada siklus II manjadi aktif (58%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran Numbered Heads Together dapat meningkatkan hasil belajar afektif siswa kelas V SDN 03 Ngumbul, kecamatan Todanan, Kabupaten Blora Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Dengan penerapan model pembelajaran Numbered Heads Together secara tepat dan sesuai standar proses, sehingga keberhasilan tersebut tercapai.

Selain itu, penelitian tindakan yang dilakukan oleh Yuni Winarti dalam skripsinya yang berjudul “Penggunaan Metode NHT (Numbered Heads Together) Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Banyumundul 02, Kabupaten Wonosobo, Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012.” Juga menunjukkan peningkatan pada keaktifan dan hasil belajar siswa. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan keaktifan untuk mata pelajaran IPA kelas V semester 2 tahun pelajaran 2011/2012. Siswa yang mencapai KKM 65 dari 32 sebanyak 17 siswa satu 53,13% tuntas dan sebanyak 15 siswa atau 46,87% belum tuntas. Nilai rata-ratanya adalah 66,25, sedangkan nilai tertinggi adalah 88 dan nilai terendah adalah 52 dan siklus II sebanyak 36 siswa atau 100% dari jumlah siswa mencapai ketuntasan siklus II siswa yang mencapai KKM 65 sebanyak 36 siswa atau 100% dan tidak ada siswa yang mendapat nilai dibawah KKM. Simpulan dari penelitian tersebut adalah pembelajaran IPA menggunakan metode Numbered Heads Together dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Banyumudal 02, Kabupaten Wonosobo, semester 2 tahun pelajaran 2011/2012.

Dari dua penelitian terdahulu, dapat dilihat perbedaan yang mecakup jelas, diantaranya oleh Alustina Isyuniarsih yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dan Afektif Mata Pelajaran IPA Pada Siswa Kelas V SD Negeri 03 Ngumbul Kecamatan Todanan Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2011/2012. Oleh Yuni Winarti (2011) yang berjudul Penggunaan Metode NHT Untuk Meningkatkan Keaktifan Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Banyumundul 02, Kabupaten Wonosobo Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Dari hasil penelitian terdahulu jelas sekali perbedaan dengan penelitian yang

(17)

dilakukan saat ini yaitu belum memasukan variabel motivasi belajar dengan demikian dapat memberikan kesempatan dan celah kepada penulis untuk memasukan variabel motivasi dalam penelitian tindakan kelas pada mata pelajaran yang diteliti yakni mata pelajaran IPA untuk SD kelas IV dan dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti motivasi belajar dan hasil belajar.

2.3 Kerangka Berpikir

Penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk memperbaiki situasi pembelajaran yang terjadi pada siswa kelas IV SDN Kutowinangun 11 Salatiga. Fakta yang ditemu mengenai suasana pembelajaran pada siswa disekolah ini adalah bahwa guru masih mendominasikan pembelajaran. Akibatnya siswa kurang termotivasi dalam belajar IPA, dan hasil belajarnya pun menjadi rendah. Penelitian ini memlilih pendekatan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan dua siklus, dengan pemikiran bahwa evaluasi pada siklus pertama akan menjadi catatan untuk dijadikan masukan pada siklus II. Namun demikian uji coba pembelajaran dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) tetap dilanjutkan hingga tercapai kriteria KKM yaitu ≥ 65.

Pemilihan model pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dipilih berdasarkan situasi subjek penelitian yaitu siswa kelas IV. Pada usia ini, siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan sudah bisa bekerja sama dan berdiskusi dalam kelompok, dengan model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) diharapakan bahwa pembelajaran akhirnya mendorong agar terjadi kerja sama diantara siswa.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka hipotesis tindakan adalah sebagai berikut:

a. Melalui penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN Kutowinangun 11 dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

(18)

b. Melalui penerapan pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran IPA kelas IV SDN Kutowinangun 11 dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Referensi

Dokumen terkait

Esimerkiksi aasialaisilla on korkeampi toleranssi korkean väentiheyden alueella viihtymiseen kuin länsimaalaisilla, jotka eivät ole tottuneet siihen (Al-Kodmany,

Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa interaksi jenis rimpang induk dan penggunaan komposisi media tanam tanah, pasir dan pupuk kandang ayam memberikan hasil

Mengetahui cara yang paling efektif dan efisien untuk mengetahui kebenaran berita/gambar Pelatihan dan pemaparan tentang alat bantu penelusuran hoax seperti Turn Back

Kostum yang biasa dikenakan pemain bola voli sebagian besar terbuat dari bahan kaos dan celana pendek dengan sepatu karet yang tidak licin untuk menjaga keseimbangan

Bagi manajerial klinik gigi di Daerah Istimewa Yogyakarta, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi pada penyedia jasa klinik gigi mengenai kepuasan waktu

19 sama dengan 50 tahun dan responden yang berusia lebih dari 50 tahun memberikan penilaian yang sama bahwa faktor-faktor yang diajukan dalam kuesioner (kualitas pengawas

Data-data spasial dan atribut baik dalam bentuk analog (sistem manual) maupun data digital (sistem otomatis berdasar komputer) tersebut dikonversikan kedalam format yang