• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan Aktivitas Vulkanik Gunung Api Slamet dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Panas Bumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peningkatan Aktivitas Vulkanik Gunung Api Slamet dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Panas Bumi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Aktivitas Vulkanik Gunung Api Slamet

dan Pengaruhnya Terhadap Sistem Panas Bumi

Increased Volcanic Activity of Slamet Volcano

and its Influence to Geothermal System

Mamay Surmayadi1, Hanik Humaida2, Cahya Patria1, Adjat Sudrajat3,

Nana Sulaksana3, Mega Fatimah Rosana3 1Badan Geologi, Jalan Diponegoro 57 Bandung 2BPPTKG, Jalan Cendana15 Yogyakarta, Indonesia 3Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Bandung

Jalan Dipati Ukur 35 Bandung, Indonesia

Naskah diterima 16 Maret 2015, selesai direvisi 09 Oktober 2015, dan disetujui 15 Oktober 2015 2015 e-mail: mamayvsi@gmail.com

ABSTRAK

Sejak awal Maret 2014 status aktivitas Gunung Api Slamet di Jawa Tengah dinaikkan dari normal (level I) menjadi waspa-da (level II) seiring dengan peningkatan jumlah gempa vulkanik. Seismisitas Gunung Api Slamet yang dipantau melalui empat stasiun seismik memperlihatkangempa letusan terekam sebanyak 1.106 kejadian dengan rata-rata 73 kejadian per hari, gempa hembusan terekam sebanyak 6.857 kejadian dengan rata-rata 457 kejadian per hari, sedangkan gempa vulkan-ik dalam (VA) hanya terekam sebanyak 2 kali selama periode Maret – Agustus 2014. Sumber gempa tersebut berada pada kedalaman antara 1 - 2 km di bawah kawah Gunung Api Slamet sebagai indikasi gempa permukaan. Peningkatan aktivitas magmatik tersebut menghasilkan pelepasan gasCO2 yang berpengaruh terhadap fluida panas bumi yang ditunjukkan dengan terjadinya perubahan keasaman air dari normal menjadi alkalin, pembentukkan bualan gas CO2 pada air panas Pancuran 3 di Baturraden, dan peningkatan saturasi kalsit. Bualan gas CO2 pada air panas Pancuran 3 menjadi indikasi terjadinya proses pendidihan pada temperatur 273° C pada elevasi kedalaman 454 m dibawah permukaan laut. Kondisi ini menjadikan temperatur reservoar menjadi lebih tinggi sebagai indikasi bahwa sistem panas bumi Gunung Api Slamet merupakan sistem panas bumi aktif (active geothermal system) bertemperatur tinggi (high enthalpy).

Kata kunci : bualan gas, fluida panas bumi, gempa permukaan, saturasi kalsit

ABSTRACT

Since the beginning of March 2014 the activity status of The Slamet Volcano in Central Java has been declared from normal (level I) to become alert (level II) due tosignificant increase in the number of volcanic earthquakes. The Slamet Volcano seismicity monitored by four seismic stations shows eruption earthquakes as many as 1,106 events with an average of 73 events per day, gas emission earthquakes as many as 6,857 events with an average of 457 events per day, whereas the deep volcanic (VA) earthquake recorded only 2 times during the period of March to August 2014. The hypocentre of these earthquakes was at a depth of 1-2 km below Slamet Volcano crater as an indication of surface earthquakes. Increased magmatic activity resulted in the release of CO2 gas effect on the geothermal fluid indicated by changes in water acidity from normal to alkaline, formation of CO2bubblegas on Pancuran 3 hot springat Baturraden area, and calcite saturation enhancement. The presence of CO2 bubble gas on Pancuran 3 hot springis an indication of a boiling process at the temperature of 273° C at a depth of 454 m below sea level. This condition makes the reservoar temperature becomes higher as an indication that the geothermal system of The Slamet Volcano is an active geothermal systemwith high temperature (high enthalpy).

Keywords: bubble gas, geothermal fluid, surface earthquake, calcite saturation

JLBG

JURNAL LINGKUNGAN DAN BENCANA GEOLOGI

Journal of Environment and Geological Hazards

ISSN: 2086-7794

Akreditasi LIPI No. 692/AU/P2MI-LIPI/07/2015 e-mail: jlbg_geo@yahoo.com

(2)

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 241-252

242

PENDAHULUAN

Gunung Api Slamet di Jawa Tengah merupakan gu-nungapi aktif tipe A yang pernah mengalami erupsi sejak tahun 1772 (PVMBG, 2011) sebagai catatan aktivitasnya dalam sejarah kehidupan manusia. Sep-erti umumnya pada beberapa gunungapi, Gunung Api Slamet memperlihatkan pemunculan mata air panas di lereng selatan di daerah Baturraden, dan di lereng utara – barat laut di daerah Guci – Sige-dog sebagai manifestasi sistem panas bumi. Sebagai sistem panas bumi hidrotermal yang berasosiasi dengan gunungapi, peningkatan aktivitas vulkan-ikdapat memengaruhi fluida hidrotermal jika sistem magma tersebut berperan sebagai sumber panas (heat source) sistem panas bumi.

Pemunculan bualan gas CO2 di kolam air panas Pancuran 3 Baturraden pada awal Maret 2014 bersamaan dengan peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Api Slamet. Jika dibandingkan dengan ob-servasi yang dilakukan sebelum Maret 2014, kolam air panasPancuran 3 tidak memperlihatkan adanya gelembung gas. Meskipun tidak terdapat data gas pada air panas Pancuran3 Baturraden sebelum Ma-ret 2014 sebagai perbandingan, akan tetapi pemun-culan bualan gas CO2 pada awal Maret 2014 yang bersamaan dengan awal peningkatan aktivitas vul-kanik Gunung Api Slamet patut diduga sebagai in-dikasi pengaruh magmatisme terhadap sistem panas bumi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini didasarkan atas analisis seismisitas vul-kanik Gunung Api Slamet dan analisis kimia air serta gas. Analisis seimisitas vulkanik dapat mengiden-tifikasi jenis gempa, episentrum, dan hiposentrum gempa sejak awal peningkatannya pada bulan Maret 2014. Metode penelitian kimia air dan gas dilakukan melalui :

• pengukuran pH dan temperatur air bulan Maret 2014 dan perbandingannya dengan hasil obser-vasi tahun 2008 dan 2012,

• analisis kimia bualan gas CO2 dan,

• perhitungan termodinamika saturasi kalsit

Peningkatan Aktivitas Vulkanik Gunung Api Ma-ret2014

Sejak tanggal 10 Maret 2014 status aktivitas Gunung Api Slamet dinaikkan dari normal  (level I) men-jadi  waspada  (level II) seiring dengan peningkatan jumlah gempa vulkanik. Aktivitas kegempaan ini terus meningkat hingga bulan Agustus 2014 yang di-tandai dengan gempa letusan, gempa hembusan, dan gempa vulkanik dalam (VA) (Gambar 1). Gempa le-tusan terekam sebanyak 1.106 kejadian dengan rata-rata 73 kejadian per hari, gempa hembusan terekam sebanyak 6.857 kejadian dengan rata-rata 457 ke-jadian per hari, sedangkan gempa VA hanya terekam sebanyak 2 kali.

Seismisitas Gunung Api Slamet yang dipantau me-lalui empat stasiun seismik di Bambangan (BBG), Bukit Cilik (CLK), Jurangmangu (JRM), dan Guci (GCI) memperlihatkan dua kelompok episentrum gempa vulkanik di kawasan puncak (Gambar 2) den-gan sumber gempa berada pada kedalaman antara 1 - 2 km (Gambar 3) di bawah kawah Gunung Api Slamet. Dengan demikian, tampak bahwa kegem-paan didominasi oleh gempa permukaan.

Pengukuran pH dan Temperatur Air Panas Sistem panas bumi Gunung Api Slamet ditandai den-gan pemunculan sepuluh mata air panas yang terbagi atas tiga kelompok (Gambar 4), yaitu mata air panas Pancuran 7 dan Pancuran 3 di Baturraden, lereng selatan; mata air panas Pancuran 13, Cahaya, Pen-gasihan, Kasepuhan, dan Gua di Guci, lereng utara; dan mata air panas Saketi, Sigedog, dan Pandansari di kawasan Sigedog, lereng barat laut.

Pengukuran pH dan temperatur air yang terkait dengan peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Api Slamet dilakukan terhadapair panas Pancuran 7 dan Pancuran 3 di Baturraden; air panas Pancuran 13, Cahaya, dan Pengasihan di kawasan Guci; serta air panas Pandansari di Sigedog. pH air pada periode 17 – 21 Maret 2014 bervariasi antara 6,73 – 8,47 (Gam-bar5). Perbandingannya terhadap pH air pada pen-gukuran bulan Juli 2008 dan Oktober 2012 (Cahy-ono, drr ., 2012) menunjukkan bahwa pH air panas pada periode 17 – 21 Maret 2014 lebih alkalin. Se-mentara itu, pengukuran suhu air panas pada periode 17 – 21 Maret 2014 bervariasi antara 39,70° – 59,1°

(3)

(a)

(b)

(c)

Gambar 1. Jenis gempa yang terekam di Gunung Slamet. (a) gempa letusan, (b) gempa hembusan, dan gempa vulkanik dalam (VA).

(4)

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 241-252

244

Gambar 2. Episentrum gempa vulkanik Gunung Api Slamet bulan April 2014. Å = lokasi stasiun seismik (lihat teks), l= episentrum gempa vulkanik.

Gambar 3. Sumber gempa vulkanik Gunung Api Slamet bulan April 2014 l = hiposentrum gempa vulkanik. Zona warna kuning = reservoar panas bumi.

(5)

Gambar 4. Peta sebaran mata air panas di Gunung Api Slamet, Jawa Tengah.

Gambar 5. Perbandingan pH air panas di Gunung Api Slamet hasil pengukuran tahun 2008, 2012, dan bulan Maret 2014.

(6)

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 6 No. 3, Desember 2015: 241-252

246

C (Gambar 6). Secara umum, meskipun fluktuatif, perubahan temperatur tidak terlalu signifikan selama periode awal peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Api Slamet.

AnalisisKimia Bualan Gasco2

Analisis kimia mayor bualan gas yang terperangkap pada air panas Pancuran 3 Baturraden tanggal 17, 19, 20, dan 21 Maret 2014 memperlihatkan dominasi karbon dioksida (CO2) dalam kisaran 80,88 – 96,5 % mol (Tabel 1). Sementara itu, komponen minor lainnya adalah O2 + Ar, N2, CH4, dan NH3. Sebagai gas paling dominan, karbon dioksida (CO2) meru-pakan gas yang dapat berasal dari sistem magma, res-ervoar panas bumi, konversi HCO3 ke CO2 dalam

air meteorik, atau degradasi material organik pada batuan sedimen (Nicholson, 1993).

Pemunculan bualan gas CO2 yang bersamaan dengan peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Api Slamet

Gambar 6. Perbandingan temperatur air panas di Gunung Api Slamet hasil pengukuran tahun 2008, 2012,dan bulan Maret 2014.

pada awal Maret 2014 patut diduga sebagai indikasi pengaruh magmatisme terhadap sistem panas bumi. Gempa-gempa permukaan sebagai indikasi naiknya magma ke level yang lebih dangkal antara 3 - 1 km di bawah Kawah Slamet (Gambar 3) mengakibatkan penambahan panas dan memengaruhi reservoar pa-nas bumi. Kondisi ini dapat menyebabkan pening-katan temperatur fluida dalam reservoar dan menye-babkan pendidihan pada suatu kedalaman. Ketika tekanan berkurang akibat pengaruh pendidihan, gas CO2 akan terlepas dan dapat terperangkap dalam air membentuk bualan atau gelembung gas (Ellis, 1962; dalam Mahon, drr. 1980).

Total kandungan gas yang terperangkap dalam air dapat didefinisikan sebagai (Taran, 2005) :

X = Xg + Xw

Xg adalah jumlah mol gas pada fase gas, dan Xw merupakan jumlah mol gas terlarut dalam konsen-trasi mol gas/kg air.

(7)

Tabel 1. Analisis Kimia Gas Bualan Pada Air Panas Pancuran 3 Baturraden, Gunung Api Slamet

Perhitungan total kandungan gas dalam air merupakan parameter penting dalam perhitungan termodinamika fluida hidrotermal sebagai gambaran rasio gas – air. Realitasnya, perhitungan rasio gas – air dalam bua-lan gas sulit dilakukan. Meskipun demikian, sebuah metode sederhana dalam perhitungan rasio gas – air dalam sistem hidrotermal dapat dilakukan berdasar-kan analisis konsentrasi salah satu komponen atmosfir, seperti N2, Ar, atau Ne dalam bualan gas pada mata air panas (Taran, 2005). Jumlah mol gas atmosfir, Xg, pada fase gas dalam kondisi bualan gas air panas seb-agai representasi rasio gas – air dalam konsentrasi mol/ kg sesuai dengan formulasi (Taran, 2005) :

(N2) : Xg = 0.056/CN2 - 0.00055Pt (Ar) : Xg = 0.0015/CAr - 0.0011Pt (Ne) : Xg = 8 x 10-7/CNe - 0.00048Pt

CN2, CAr, dan CNe adalah konsentrasi nitrogen, ar-gon, dan neon hasil analisis kimia gas, dan Pt adalah tekanan atmosfir (atm).

Berdasarkan formulasi di atas, jumlah total gas dalam bualan gas (i) pada air panas(bualan+gas terlarut, dalam mol/kg) dapat diketahui melalui formulasi (Taran, 2005) :

Xi= xi(Xg+55.51*Pt/Khi)

xi = fraksi mol gas dalam bualan gas,Xg = total jum-lah gas dalam fase gas (mol/kg), Pt adajum-lah tekanan atmosfir (atm), dan Khi = konstanta Henry untuk gas bualan pada kondisi termperatur pengukuran (atm/ fraksi mol).

Mengacu uraian di atas, rasio gas – air pada bualan gas mata air panas Pancuran 3 Baturraden, konsen-trasi fase gas bebas dalam bualan air panas berdasar-kan gas nitrogen (N2) memberikan gambaran rasio gas – air dan fraksi mol gas CO2 yang terlarut dalam

air (tabel 2). Jumlah total gas CO2 dalam air panas

Pancuran 3 Baturraden berada pada kisaran 0,17 – 0,36 mol/kg atau sebanding dengan 0,736 – 1,565 % berat CO2terlarut dalam air.

(8)

Tabel 2. Konsentrasi Fase Gas N2 Dalam Bualan Air Panas (Xg), Fraksi Mol Gas CO2Yang Terlarut Dalam Air (XCO2), Geotermometer CO2 (TCO2), Dan Kedalaman Titik Didih Berdasarkan Data Analisis Kimia Bualan Gas Pada Air Panas Pancuran 3 Baturraden Bulan Maret 2014

Berdasarkan total gas CO2 sebagai salah satu kom-ponen geotermometer gas (Arnorsson dan Gunn-laugsson, 1985; Taran, 1986; Giggenbach, 1981), pendugaan temperatur fluida dengan bualan gas di bawah permukaan dapat dilakukan dengan asumsi bahwa air panas Pancuran 3 Baturraden merupakan fase air tunggal (single liquid phase) dengan gas ter-larut dalam kesetimbangan dengan mineral. Geoter-mometer gas CO2 yang dihitung berdasarkan

formu-lasi (Taran, 1988; dalam Taran, 2005) : TCO2° C = 4036 / (5.94 — log XCO2) - 273

memperlihatkan fluida bertemperatur tinggi dalam kisaran 250° – 273° C. Kondisi ini kemungkinan se-bagai gambaran fluida reservoar panas bumi Gunung Api Slamet.

Diagram korelasi kedalaman terhadap termperatur sebagai fungsi konsentrasi fraksi mol gas CO2 yang

terlarut dalam air dapat menggambarkan minimum kedalam posisi titik awal pendidihan (Mahon, drr. 1980). Berdasarkan diagram tersebut, dengan fraksi mol gas CO2 yang terlarut dalam air dan tempera-tur pendidihanyang dihitung pada Tabel 2, bualan gas CO2 pada air panas Pancuran 3 Baturraden di-perkirakan berasal dari proses pendidihan air pada kedalaman antara 650 m – 1200 m (Tabel 2; Gam-bar 7) atau pada elevasi + 45,8 m hingga -454,2 m dihitung dari posisi air panas Pancuran 3 pada elevasi 750,4 m di atas permukaan laut. Kondisi ini terjadi karena pendidihan fluida pada kedalaman reservoar tertentu bergantung pada konsentrasi CO2 (Mahon,

drr., 1980). Proses pendidihan ini pada tahap selan-jutnya dapat mengalami pemisahan fase uap dari fase cair yang menghasilkan bualan atau gelembung gas CO2 sebagai gas bebas yang terperangkap dalam air, sedangkan gas lainnya yang memiliki tingkat kelaru-tan tinggi akan melarut di dalam air.

Termodinamika Saturasi Kalsit

Pelepasan gas CO2 melalui pendidihan akan me-nyebabkan pH fluida cenderung menjadi semakin alkalin karena pH fluida sangat dipengaruhi oleh kes-etimbangan CO2/HCO3 (Ellis, 1962; dalam Mahon, drr., 1980). Perbandingan pH air panas hasil ob-servasi Juli 2008 dan Oktober 2012 (Cahyono,drr., 2012) memperlihatkan adanya perubahan keasaman dari kondisi normal hingga cenderung alkalin pada bulan Maret 2014 (Gambar5). Untuk melihat lebih jelas pengaruh gas CO2 terhadap fluida panas bumi, dilakukan analisis termodinamika saturasi kalsit. Kalsit merupakan senyawa kimia yang tersusun atas kation Ca2+ dan anion CO

3-2. Termodinamika

satur-asi merupakan suatu pendekatan geotermometri yang tidak didasarkan atas asumsi kesetimbangan fluida mineral yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, termo-dinamika saturasi merupakan suatu evaluasi kondisi saturasi komposisi fluida pada perbedaan temperatur yang berhubungan dengan kesetimbangan mineral di dalam fluida (Reed dan Spycher, 1984). Derajat pen-capaian kesetimbangan kimia antara air dan mineral yang dapat diketahui melalui penggunaan konsep

(9)

in-3

Gambar 7. Proyeksi kedalaman dan temperatur sebagai perkiraan kedalaman titik didih air panas Pancuran 3 tanggal 17, 19, 20, dan 21 Maret 2014 (Sumber grafik : Mahon, drr.,1980). 1 = 17 Maret, 2 = 19 Maret, 3 = 20 Maret, 4 = 21 Maret. deks saturasi (IS) suatu mineral dapat didefinisikan

melalui persamaan (Stumm dan Morgan, 1996) : IS = log (Q/KT)

Q (ion activity product- IAP) merupakan aktivitas ion suatu produk yang dihasilkan melalui reaksi air - mineral, dan KT merupakan konstanta kesetimban-gan termodinamika.

Kaitannya dengan proses disolusi atau presipitasi mineral di dalam larutan, nilai IS dapat mengambar-kan tiga jenis kemungkinan, yaitu :

IS >0, menunjukkan tingkat saturasi tinggi (oversatu-rated) sebagai indikasi kemungkinan terjadinya pre-sipitasi mineral;

IS < 0, menunjukkan tingkat saturasi rendah (under saturated) sebagai indikasi kemungkinan terjadinya pelarutan suatu mineral; dan

IS = ∼ 0 menunjukkan terjadinya kesetimbangan an-tara air dan mineral.

Metode perhitungan termodinamika saturasi didasar-kan pada komposisi kimia air yang berasosiasi dengan pembentukan mineral alterasi yang menghasilkan ke-setimbangan di dalam sistem panas bumi. Jika suatu mineral mencapai kesetimbangan pada temperatur tertentu, kurva saturasi akan memusat pada nilai IS sama dengan nol, sehingga dapat disimpulkan bahwa fluida berada dalam kesetimbangan dengan mineral. Pencapaian temperatur dalam nilai IS = 0 merupak-an gambarmerupak-an kondisi temperatur fluida pmerupak-anas bumi di dalam reservoar panas bumi (Reed dan Spycher, 1984; Pang dan Reed, 1998). Dengan demikian, sta-tus termodinamika saturasi ini merupakan kalibrasi geotermometer secara empiris dalam pendugaan temperatur reservoar suatu sistem panas bumi. Peng-gunaan metode ini memperlihatkan hasil yang akurat dalam penentuan status kesetimbangan dan estimasi temperatur reservoar panas bumi (Pang, 1988; Pang dan Armansson, 1989; Tole, drr., 1993).

Perhitungan termodinamika saturasi dalam pene-litian ini dilakukan dengan program SOLVEQ-XPT

(10)

(Reed, drr., 2012) sebagai perangkat lunak komputer yang diciptakan untuk perhitungan sistem fluida dengan multi- komponen kesetimbangan kimiater-hadap temperatur pembentukannyasecaraberulang (iteration). Dalam penelitian ini, aplikasi termodin-amika saturasi kalsit dilakukan terhadap kelompok air panas Baturraden dan kelompok Guci – Sigedog berdasarkan analisis kimia air tahun 2008, 2012, dan 2014. Hal ini dilakukan berdasarkan pertimbangan yang mewakili dua tipe fluida dan letak geografis manifestasi yang berbeda.

Perhitungan saturasi kalsit untuk fluida panas bumi kelompok Baturraden secara berulang (iteration) hingga 300° C memperlihatkan kecenderungan pen-ingkatan saturasi kalsit pada air panas hasil analisis tahun 2014 (Gambar8). Saturasi kalsit terlihat me-ningkat mulai temperatur 59° C dan mulai mengal-ami penurunan pada temperatur 275° C. Sementara itu, perhitungan yang sama dilakukan terhadap air panas Kelompok Guci – Sigedog yang memperlihat-kan kecenderungan peningkatan saturasi kalsit pada air panas hasil analisis 2014 (Gambar 9).

Gambar 8. Diagram korelasi indeks saturasi kalsit dan temperatur air panas Kelompok Baturraden.

(11)

Guci – Sigedog dibandingkan dengan hasil analisis kimia air tahun 2008 dan 2012 yang diinterpretasi-kan terkait dengan pelepasan gas CO2 yang terlarut dalam fluida panas bumi seiring dengan peningkatan aktivitas magmatik Gunung Api Slamet mulai bulan Maret 2014. Kondisi ini menyimpulkan bahwa ak-tivitas magmatik Gunung Api Slamet memengaruhi pemanasan terhadap reservoar panas bumi, sehingga menghasilkan pendidihan, pelepasan gas CO2,dan pelarutan gas tersebut terhadap fluida panas bumi hingga terbawa hingga ke permukaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peningkatan CO2 pada bulan Maret 2014 tidak

dis-ertai dengan peningkatan gas SO2 dan H2S. Hal ini

dimungkinkan karena kelarutan CO2 lebih rendah di dalam magma, maka gas CO2 merupakan fase gas yang terbentuk lebih awal pada tekanan jenuh dan teremisikan pada saat awal terjadinya peningkatan seismisitas Gunung Api Slamet bulan Maret 2014. Dengan demikian, tidak terlihatnya peningkatan gas SO2 dan H2S merupakan gambaran belum terben-tuknya degassing magma secara optimal pada awal peningkatan aktivitas magmatik Slamet bulan Maret 2014. Selain itu, pelepasan gas CO2 ke permukaan,

terutama pada awal peningkatan seismisitas Gunung Api Slamet, diinterpretasikan menjadi penyebab ter-bentuknya gempa hembusan sebagai gempa permu-kaan. Sementara itu, pengaruh gas CO2 terhadap proses pendidihan pada reservoar panas bumi tidak memperlihatkan peningkatan temperatur air panas di Pancuran 3 secara signifikan. Hal ini diinterpretasi-kan karena posisi air panas Pancuran 3 berada pada zona outflow sistem panas bumi Gunung Api Slamet yang telah mengalami proses percampuran dan pen-genceran dengan air permukaan. Selain itu, kondisi bulan Maret 2014 dengan curah hujan yang cukup tinggi akan menghasilkan penyerapan air yang lebih tinggi.

KESIMPULAN

Peningkatan aktivitas magmatik Gunung Api Slamet sejak awal Maret hingga Agustus 2014 didominasi

analisis hiposentrum yang memperlihatkan sumber gempa pada kedalaman sekitar 1 km dan 2 km di bawah kawah Gunung Api Slamet.

Pelepasan gas CO2 memberikan pengaruh terhadap fluida panas bumi yang ditunjukkan dengan ter-jadinya perubahan keasaman air dari normal menjadi alkalin, pembentukan bualan gas CO2 pada air panas

Pancuran 3 di Baturraden, dan peningkatan saturasi kalsit.

Bualan gas CO2 pada air panas Pancuran 3 menjadi indikasi terjadinya proses pendidihan pada tempera-tur antara 250° - 273° C pada elevasi kedalaman terjauh 454 m dibawah permukaan laut. Kondisi ini menjadikan temperatur reservoar menjadi lebih tinggi sebagai indikasi bahwa sistem panas bumi Gu-nung Api Slamet merupakan sistem panas bumi aktif (active geothermal system) bertemperatur tinggi (high enthalpy).

DAFTAR PUSTAKA

Arnorsson, S., Gunnlaugsson, E., and Svavarsson, H., 1983, The chemistry of geothermal waters in Ice-land. II. Mineral equilibria and independent variables controlling water compositions: Geochimica et Cosmo-chimica Acta,v. 47, h. 547 – 566.

Arnorsson, S. dan Gunnlaugsson, E. 1985. New gas geothermometers for geothermal exploration, calibra-tion, and application: Geochim. Cosmochim. Acta, v. 49, h.1307–1325.

Cahyono, H., Hartiyatun, S., dan Suryatmaji, 2012. Laporan Penyelidikan Geokimia Gunung Slamet. BPPTK. Yogjakarta.

Ellis A.J., dan Mahon W. A. J., 1977. Chemistry and Geothermal Systems. New York, Academic Press INC. Giggenbach, W. F., 1981. Geothermal mineral equilib-ria: Geochim. Cosmochim. Acta, v. 45, h. 393 – 410. Mahon, W.A.J., Klyen, L.E. dan Rhode, M., 1980. Natural sodium- bicarbonate-sulphate hot waters in geothermal systems: J. Jpn. Geotherm. Energy Assoc., v. 17, h. 11-24.

(12)

Marini, L., 2000. Geochemical techniques for the ex-ploration and exploitation of geothermal energy. Dipar-timento per lo Studio del Territorio e delle sue Risorse. Università degli Studi di Genova, Corso Europa. Genova. Italia

Nicholson, K., 1993. Geothermal Fluids: Chemistry and Exploration Techniques. Berlin, Springer- Verlag. Pang, Z. H., dan Reed, M., 1998. Theoretical chemi-cal thermometry on geothermal waters: Problems and methods. Geochimica et Cosmochimica Acta, v. 62, h. 1083–1091.

Pang, Z. H., 1988. Multiple Fluid-Mineral Equi-librium Calculations and Their Applications to Geo-thermometry and Hydrochemical Processes in Geother-mal Systems. Rep. of UNU GeotherGeother-mal Training Programme, National Energy Authority of Iceland, Reykjavik, v. 88, 5.

Pang Z. H. dan Armmansson H., 1989. Modelling chemical equilibrium in hydrothermal systems: with examples from Iceland and China. In: L. Miles (eds) Water-Rock Interaction, h. 541–545.

PVMBG, 2011. Data Dasar Gunungapi Indonesia. Badan Geologi. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Reed, M. H., Spycher, N. F. dan Palandri, J., 2012. SOLVEQ-XPT : A Computer Program for Comput-ing Aqueous – Mineral- Gas Equilibria. Depart-ment of Geological Sciences.

Reed, M.H. dan Spycher, N.F., 1984. Calculation of pH and mineral equilibria in hydrothermal water with application to geothermometry and studies of boiling and dilution: Geochim. Cosmochim. Acta, v. 48, h. 1479-1490.

Stumm, W. dan Morgan, J. J., 1996. Aquatic Chemis-try, New York, NY: John Wiley & Sons, 3rd edition. Taran, Y. A., 1986. Gas Geothermometers for Hydro-thermal systems: Geochem, h. 111 –126.

Taran, Y. A., 2005. A method for determination of the gas-water ratio in bubbling springs: Geophysical Research Letter, v. 32. L23403.

Tole M. P., Armansson, H., Pang, Z. H. dan Arnors-son S., 1993. Fluid/mineral equilibrium calculations for geothermal fluids and chemical geothermometry: Geothermics, v. 22, h. 17–37.

Gambar

Gambar 1. Jenis gempa yang terekam di Gunung Slamet. (a) gempa  letusan, (b) gempa hembusan, dan gempa vulkanik dalam (VA).
Gambar 2. Episentrum gempa vulkanik Gunung Api Slamet bulan April 2014.  Å =  lokasi stasiun  seismik (lihat teks),  l= episentrum gempa vulkanik.
Gambar 4. Peta sebaran mata air panas di  Gunung Api Slamet, Jawa Tengah.
Gambar 6.  Perbandingan temperatur air panas di Gunung Api Slamet hasil pengukuran tahun 2008, 2012,dan bulan  Maret 2014.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan pembelajaran pada siklus I adalah (1) siswa dapat menyebutkan bagian – bagian utama tubuh hewan peliharaan yaitu ayam (2) Siswa dapat menyebutkan

Pemberi Fidusia tidak berhak untuk rnelakukan Fidusia ulang atas --- Obyek Jaminan Fidusia. Pemberi Fidusia juga tidak diperkenankan --- untuk membebankan dengan cara

Diketahui bahwa MDA adalah produk oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh radikal bebas dan merupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas, maka

Atas dasar hal tersebut, pemikiran mengenai paradigma baru kepemimpinan aparatur negara pada hakikatnya beranjak dari pandangan bahwa pemimpin publik harus mengenali secara

Tujuan dari penelitian adalah mengetahui jarak tanam yang tepat untuk pertumbuhan tanaman bawang merah dan pengaruh pemberian pupuk silika dalam produksi umbi mini

Pabrik pembuatan biohidrogen ini direncanakan berlokasi di daerah Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara dengan alasan bahan baku pabrik merupakan limbah cair proses

17 Ibid, hal.4.. kekuasaan jatuh kepada orang yang tidak berhak 18. Kita terhenyak ketika mendengar berita bahwa kerusakan dahsyat yang timbul setelah gempa bumi di

penelitian dengan mengambil judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Melapor Kewajiban Perpajakan (Studi Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi