• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudahan pembuatan dan cepatnya pelaksanaan, merupakan hal-hal yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemudahan pembuatan dan cepatnya pelaksanaan, merupakan hal-hal yang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang umum digunakan .Sifat-sifat yang penting dalam penggunaan konstruksi baja adalah kekuatannya yang tinggi dan keseragaman bahan-bahan penyusunnya. Selain itu , kestabilan dimensional , kemudahan pembuatan dan cepatnya pelaksanaan, merupakan hal-hal yang menguntungkan dari kostruksi baja.

Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan pencampur tambahan yang sesuai, kokas ( untuk karbon ), dan oksigen dalam tungku bertemperatur tinggi untuk menghasilkan massa-massa besi yang besar yang dinamakan blok tuangan mentah

( pigs ) atau besi kasar ( pigiron ).Besi kasar tersebut selanjutnya dihaluskan untuk mengilangkan kelebihan karbon dan kotoran-kotoran lain dan/atau dicampur logam lain, seperti tembaga , nikel, krom, mangan, molibden, posfor, silicon, belerang, titan, columbium, dan vanadium, untuk menghasilkan kekuatan , keliatan , pengelasan dan karakteristik ketahanan terhadap korosi ( karat ) yang diinginkan.

Ingot baja yng didapatkan dari proses ini akan dimasukkan ke dalam gulungan yang berputar dengan laju yang sama dalam arah yang berlawanan untuk menghasilkan baja setengah jadi yang berbentuk siku-siku yang panjang yang dinamakan sebuah pelat, blok baja ( bloom ), atau baja gelas setengah jadi (

(2)

11

tersebut dikirim ke pabrik penggiling baja yang lain untuk mengasilkan geometri penampang akhir, yang meliputi bentuk konstruksi seperti batang, kawat, jalur, pelat dan pipa. Sebagai bahan tambahan untuk bentuk yang diiginkan , maka proses penggilingan akan cenderung untuk memperbaiki sifat kekerasan, kekuatan, dan sifat dapat ditempa ( malleability ) dari logam tersebut. Dari penggilingan ini maka bentuk – bentuk konstruksi tersebut dikirimkan ke pabrik baja atau gudang berat menurut pemesanan.

Pabrik baja tersebut bekerja berdasarkan gambar teknik untuk menghasilkan gambar perincian bengkel, sehingga didapatkan dimensi-dimensi yang diperlukan untuk memotong , menggergaji, atau memotong bentuk tersebut dengan menggunakan gas sesuai dengan ukuran yang diiginkan dan untuk menempatkan lobang-lobang secara teliti untuk pemboran dan pembuatan lobang.

( Sumber : joseph E.Bowles, 1985 ).

II.2. Sifat Bahan Baja

Sifat baja yang terpenting dalam pengunaanya sebagai bahan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lainnya seperti kayu, dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan, regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi.

Baja merupakan bahan campuran besi ( Fe ), 1,7 % Zat arang atau karbon ( C ), 1,65 % mangan 0,6 % silikon ( Si ) dan 0,6% tembaga ( Cu ). Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk

(3)

12

menghasilkan massa-massa besi yang besar, selanjutnya dibesihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain.

Berdasarkan persentase zat arang yang dikandung, baja dapat dikategorikan sebagai berikut :

1. Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel ) Yakni lebih kecil dari 0.15 %

2. Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel ) Yakni 0.15 % - 0.29 %

3. Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel ) Yakni 0.30 % - 0.59 %

4. Baja dengan persentase zat arang tinggi ( High carbon steel ) Yakni 0.60 % - 1.7 %

Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut :

1. Modulus Elastisitas ( E )

Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relative tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa.

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106 kg/cm² atau 2,1 x 105 MPa.

(4)

13 2. Modulus Geser ( G )

Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula :

(

)

= 1 2 E G

Dimana µ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan menggunakan µ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa.

Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x 105 MPa.

3. Koefisien Ekspansi ( α )

Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja diambil sebesar 12 x 10-6 per 0C.

4. Tegangan Leleh ( σ1 )

Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja. 5. Sifat – sifat lain yang penting.

Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau 7,850 t/m3, atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,85.

Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di bawah ini.

(5)

14 A B

σ

A M C 0

ε

Gambar 2.1 Hubungan tegangan - regangan untuk uji tarik pada baja lunak. Keterangan gambar :

σ = tegangan baja ε = regangan baja A = titik proporsional A’ = titik batas elastis B = titik batas plastis M = titik runtuh C = titik putus

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke.Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. diagram regangan untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σyu dan

daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis ( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik

(6)

15

dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali kebentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.

Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB

Inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0.014.

Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20 % dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik batas ( Ultimate tensile strength ). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus.

Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap.sebagai standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0.2 %

(7)

16

σ

ε

D B C 0 CD//OB 0.002 0.004

Gambar 2.2 Penentuan tegangan leleh.

Dari titik regangannya 0.2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan.Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari bermacam-macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1 Harga tegangan leleh

Macam Baja Tegangan Leleh Kg/cm² Mpa Bj 34 Bj 37 Bj 41 Bj 44 Bj 50 Bj 52 2100 2400 2500 2800 2900 3600 210 240 250 280 290 360

(8)

17

Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya : 1. Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat

2. Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu

3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas 4. Daktalitas yang tinggi

5. Mudah untuk diadakan pengembangan struktur Disamping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal :

1. Kekuatan baja lemah dalam memikul beban tekan

2. Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )

3. Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil 4. Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang /

periodik, hal ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue.

Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran pada baja sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bisa dikurangi/dihindari.

II.3. Sambungan

Bahan baja sebagai bahan bangunan, diproduksi dipabrik-pabrik peleburan dalam bentuk, ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standard yang ditentukan.Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit, akan tetapi terpaksa dibangun elemen-elemen yang disambung satu persatu dilapangan. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi sampai dengan kaku sempurna. Pada struktur batang istilah kekakuan digunakan

(9)

18

untuk faktor EI dari batang atau dalam bahasa inggris disebut ( stiffnes ). Suatu struktur sambungan dapat bersifat sendi, kaku( rigid ) atau semi kaku ( semi rigid ) .tidak ada ukuran yang pasti untuk menentukan tingkat dari sambungan yang dimaksud.

Sambungan merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindarkan dalam perencanaan struktur baja. Hal ini dikarenakan bentuk struktur bangunan yang begitu kompleks. Sambungan yang dapat kita lihat pada struktur bangunan adalah sambungan antara balok dan kolom. Kegagalan dalam sambungan tersebut dapat mengakibatkan perubahan fungsi struktur bangunan tersebut, dan paling berbahaya adalah keruntuhan pada struktur tersebut.Sehingga untuk mencegah hal tersebut maka kekakuan sambungan antara balok dan kolom tersebut harus baik. Pada umumnya sambungan antara balok dan kolom terdiri dari tiga elemen yaitu : balok, kolom, dan alat penyambung. Jadi ketiga elemen tersebut yang harus kita perhitungkan sehingga perencanaan struktur akan sesuai seperti yang direncanakan dan pada akhirnya struktur bangunan itu akan berdiri sesuai dengan fungsi yang diinginkan.

Suatu sambungan merupakan sarana dimana beban-beban yang bekerja disalurkan. Untuk sambungan balok ke kolom, beban-beban yang disalurkan meliputi gaya normal N, gaya lintang D, momen lentur M dan momen Torsi. Dalam tugas akhir ini, yang dibahas adalah momen lentur saja.

Selanjutnya dalam tugas akhir ini, deformasi sambungan akibat momen lentur M saja yang diperhitungkan, yaitu deformasi rotasi Өr. Biasanya rotasi ditulis dalam fungsi momen. Apabila momen lentur M bekerja pada sambungan,

(10)

19

maka akan timbul deformasi rotasi sebesar Өr. Seperti yang tergambar dibawah ini

Gambar 2.3 Deformasi rotasi sambungan

Rotasi yang dimaksud adalah perubahan sudut yang terjadi antara balok dan kolom dari kondisi aslinya, yang merupakan suatu ukuran putaran relatif balok terhadap kolom.

Hubungan M - Өr sambungan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

(11)

20

Dari gambar diatas dapat diambil beberapa pengamatan, yang antara lain :

1. Semua tipe sambungan menunjukkan perilaku hubungan M-θr yang berada diantara rigid ( sumbu vertikal ) dan sendi ( sumbu horizontal ).

2. Untuk nilai momen yang sama, sambungan yang lebih fleksibel memiliki sudut rotasi θr yang lebih besar. Sebaliknya nilai untuk θr tertentu, sambungan yang lebih fleksibel menyalurkan momen yang lebih kecil.

3. Meomen maksimum yang mampu disalurkan suatu sambungan ( kapasitas momen ultimite ) menurun pada sambungan yang lebih fleksibel.

4. Hubungan M- θr senantiasa non-linier untuk setiap jenis pembebanan.

Ke-non-linier-an ini disebabkan oleh berbagai faktor, yang terpenting diantaranya adalah :

1. Ketidak-seragaman secara material.

Sambungan tersebut terdiri atas berbagai macam dan susunan baut, siku dan pelat. Hal ini memungkinkan terjadinya slip dan pergerakan realatif pada tingkat pembebanan yang berbeda.

2. Tercapainya kondisi leleh dari sebagian komponen sambungan.

Karena tidak seragamnya tegangan yang ditanggung oleh komponen-komponen sambungan, maka ada komponen-komponen yang lebih awal mengalami leleh. Ini merupakan faktor utama penyebab ke-non-linier-an perilaku suatu sambungan. 3. Konsentrasi tegangan dan regangan yang disebabkan oleh lobang ( baut ), pengencangan dan bidang kontak elemen yang diterapkan pada sambungan.

4. Tekuk flens dan/atau web kolom ataupun balok yang terjadi disekitar sambungan.

(12)

21 II.3.1 Tipe – Tipe Sambungan

Berikut ini dapat dilihat beberapa tipe sambungan antara lain :

Gambar 2.5 Tipe sambungan ( a ) single web – angle dan (b) single plate

(13)

22

Gambar 2.7 Tipe sambungan top –and seat-angle with duoble web angle.

Gambar 2.8 Tipe sambungan top –and seat-angle

(14)

23

Gambar 2.10 Tipe sambungan extended end-plate ( a ) extended on tension side only ( b ) extended on tension and compression sides

(15)

24

Berdasarkan EUROCODE 3, sambungan diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Rigidity ( Rotational stiffness, Rki ) dan

2. Kekuatan ( momen resistance, M ).

Ad.1 Rotational stiffness dari sambungan balok dan kolom dapat diklasifikasikan atas : sendi ( flexible connection ), rigid dan semi rigid. Dalam EUROCODE 3, sambungan yang ditampilkan adalah dalam braced dan unbraced frames.

Klassifikasi sambungan berdasarkan EUROCOD 3 dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.12 Klassifikasi sambungan berdasarkan EUROCODE 3 ( 1992 ) Parameter non-dimensional yang digunakan pada gambar tersebut adalah : 1. ;

dimana : M = moment resistance Mp = momen kapasitas plastis

2. ; dimana : Keterangan : p M M m= p r θ θ θ =

(

b b

)

p p L EI M / = θ

(16)

25 Ib = momen inersia balok

Lb = panjang bentang balok dari c/c kolom.

* Untuk unbraced frames, batas untuk sambungan semi-rigid adalah : 1. Bila m < 3 2 → m < 25. θ 2. Bila 3 2 < m < 1 → m < 7 4 . 25θ +

Syarat untuk unbraced frame : 1. Bila m < 3 2 → m < 8.θ 2. Bila 3 2 < m < 1,0 → < 7 3 . 20θ +

* Sambungan balok – kolom diklasifikasikan sebagai sendi ( flexible connection ), jika rotational stiffness berada pada kondisi :

Ad.2. Momen Resitance, M

Berdasarkan momen resistance, sambungan balok – kolom dapat diklassifikasikan atas :

1. nominally pinned ( sendi ) , jika M ≤

4

Mp ;

2. full strength, jika M > Mp ; dan

3. partial strength, jika Mp / 4 < M < Mp

Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa sangat pentign untuk menganalisa derajat kekakuan K dari suatu perencanaan sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi baja. Bila hanya momen lentur M yang

b b L I E Rkt . 2 . ≤

(17)

26

bekerja pada sambungan tersebut, maka akan menimbulkan deformasi rotasi sambungan sebesar θr. Hal ini sangat penting untuk dianalisa dalam perencanaan sambungan balok – kolom.

Dalam penganalisaan kekakuan sambungan balok – kolom tersebut akan dilakukan penganalisaan terhadap momen yang bekerja pada sambungan ( M sambungan ) yang akan dibandingkan dengan momen kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam batas elastisitasnya ( M kapasitas elastisitas). Pada gambar berikut ini dapat dilihat pengaruh deformasi elastis yang terjadi pada sambungan balok-kolom akibat momen lentur M yang bekerja. Sambungan balok – kolom adalah tipe sambungan top – and seat-angle with double web angle.

(18)

27

Gambar 2.14 Pengaruh deformasi elastis terhadap sambungan top-and seat-angle dengan double web angle

(19)

28 II.3.2 Jenis – jenis alat penyambung

Didalam suatu struktur konstruksi yang menggunakan alat penyambung dapat digunakan dengan menggunakan alat sambung seperti : baut ( bolt ), paku keling ( rivet ) dan las ( welded ). Dalam tulisan ini yang akan dibahas hanya alat sambung baut dan las.

II.3.2.1 Baut ( Bolt )

Pada suatu struktur yang terbuat dari konstruksi baja baja, baut merupakan suatu elemen yang paling vital untuk diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut merupakan alat sambung yang paling sering digunakan.Selain baut mutu tinggi, juga ada jenis baut lain yang masih digunakan sebagai alat penyambung. Adapun jenis baut yang dimaksud antara lain :

a) Baut Hitam

Baut ini dibuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum tentu menghasilkan sambungan yang paling murah, karena jumlah baut yang dibutuhkan pada sambungan cukup banyak. Pemakaian baut ini biasanya digunakan pada struktur ringan, batang sekunder atau pengaku, anjungan ( platform ), jalan haluan ( cat walk ), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat penyambung sementara pada sambungan yang menggunakan baut kekuatan tinggi, paku keling atau las. Baut hitam ( yang tidak dihaluskan ) kadang-kadang disebut dengan baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala atau murnya dapat berbentuk bujur sangkar.

(20)

29 b) Baut Sekrup ( Turned Bolt )

Baut ini dibuat dengan mesin dari bahan berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil ( sekitar 1/50 inchi ) bila dibandingkan dengan baut hitam. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini bermanfaat dalam mensejajarkan peralatan mesin dan batang struktural yang posisinya harus akurat. Pada saat ini baut sekrup jarang sekali digunakan pada sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih baik dan lebih murah.

c) Baut bersisip

Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersisip tealah lama dipakai sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip baut memotong tepi keliling lubang sehingga diperoleh cengkraman yang realatif erat. Jenis baut ini terutama bermanfaat pada sambungan tumpu ( bearing ) dan pada sambungan yang mengalami tegangan berganti ( bolak – balik ).

Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diijinkan dalam menhitung kekuatan baut adalah :

1. Tegangan geser yang diijinkan : σ

τ =0,6.

2. Tegangan tarik yang diijinkan : σ

(21)

30 3. Tegangan tumpu yang diijinkan :

Untuk s1 ≥ 2.d σtu =1,5.σ

Untuk 1,5 d ≤ s1 ≤ 2.d σtu =1,2.σ

Untuk persamaan tegangan geser dan tegangan tarik menggunakan tegangan dasar bahan baut dan untuk persamaan tegangan tumpu menggunakan tegangan dasar yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu pemasangan baut, ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian bawah mur.

Penentuan ukuran elemen struktur tarik merupakan salah satu masalah yang sederhana yang sering dijumpai oleh perencana struktur. Sekalipun demikian perencana harus berhati-hati dalam desain dan pendetailan hubungan ( connectios ) elemen struktur.Telah banyak kegagalan structural yang diakibatkan oleh buruknya detail titik hubung elemen struktur tarik. Elemen struktur tarik tidak menimbulkan masalah stabilitas seperti pada balok dan kolom. Beban tarik yang bekerja pada sumbu longitudinal elemen cenderung menahan elemen itu pada garis longitudinal.Jadi, elemen tarik pada umumnya tidak memerlukan bracing yang biasanya diasosiasikan pada balok dan kolom. Pada elemen struktur tarik, potensi untuk runtuh secara tiba-tiba hanya dapat terjadi apabila ada ketidakcukupan, misalnya pelemahan di titik hubung.

Yang paling penting diperhatikan dalam pemillihan elemen struktur tarik adalah konfigurasi penampang melintang sehingga titik-titik hubungnya sederhana dan efisien. Titik hubung itu juga harus dapat meneruskan beban ke elemen strukturnya dengan eksentrisitas sekecil mungkin.

(22)

31

An Pttr.

Contoh-contoh elemen struktur tarik dapat dijumpai pada banyak struktur misalnya pada penggantung untuk catwalks, pada struktur rangka batang, kabel untuk tumpuan atap, sag rods, dan berbagai jenis brace ( pengekang ).Elemen bracing kecil dapat berupa batang baja bulat berulir atau elemen flexible, misalnya kabel atau kawat.Siku tunggal, siku rangkap, bentuk T, dan kanal juga dapat digunakan sebagai elemen struktur tarik. Batang tarik pada rangka batang besar dapat terdiri atas profil-profil WF atau terdiri atas elemen tersusun.

1. Tegangan Tarik

Rumus tegangan tarik merupakan dasar perhitungan analisis dan desain elemen struktur tarik. Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

Atau untuk kapasitas tarik :

Dimana σtr = tegangan tarik yang dihitung P = gaya aksial yang dialami

Pt = kapasitas gaya tarik aksial ( gaya tarik aksial izin maksimum )

tr

σ = tegangan tarik aksial izin

An = Luas netto penampang melintang elemen struktur yang dibebani Gaya Aksial.

An P

tr =

(23)

32 2. Luas Bersih ( Luas Netto )

Luas netto ( An ) diilustrasikan pada gbr 2.16, dan luas ini secara logis merupakan luas yang secara actual mengalami tagangan tarik . Luas netto dapat divisualisasikan dengan membayangkan bahwa elemen struktur tarik itu ( dalam gambar 2.16 adalah berupa pelat ) megalami keruntuhan di sepanjang garis pada gambar2.16a. Jadi luas netto yang dimaksud adalah seperti yang diperlihatkan dengan arsiran pada gbr.2.16b, Yaitu ;

An = Luas brutto – luas lubang

Dimana :

b = lebar pelat t = tebal pelat

d = diameter perlemahan, dengan :

d = diameter baut + 1 mm ( untuk baut hitam ) d = diameter baut + 2 mm ( untuk baut mutu tinggi ) n = jumlah baut pada garis keruntuhan

Gbr 2.15 Luas netto Penampang batang An = b.t – n.d.t

(24)

33

Rumus tegangan dapat digunakan untuk elemen struktur homogen yang dibebani aksial tarik. Penggunaannya didasarkan atas asumsi bahwa tegangan tarik terdistribusi secara merata pada potongan netto elemen tarik, tidak peduli dengan adanya pemutusan tegangan besar yang mungkin terjadi di sekitar lubang elemen struktur tarik. Baja struktur yang umum digunakan biasanya cukup daktail hingga struktur itu dapat mengalami leleh dan redistribusi tegangan. Hal ini akan megakibatkan distribusi tegangan yang merata pada saat beban batas.

Dari contoh pada gambar 2.16, luas netto kritis dimana keruntuhan dapat terjasi secara logis adalah mudah ditentukan. Namun dalam banyak keadaan lain, susunan baut dapat menyebabkan garis keruntuhan tidak melintang, tetapi mempunyai bentuk seperti terlihat pada gambar 2.17. Situasi ini dapat terjadi apabila alat penyambung diatur untuk mengakomodasikan ukuran atau bentuk titik hubung yang diiginkan. Perhatikan bahwa dalam gambar 2.17 ada 2 ( dua ) garis keruntuhan yang melintasi lebar pelat, yang maing-masing dapat didefenisikan dengan garis ABCD dan ABE.

(25)

34

Jarak antara lubang – lubang yang tegak lurus terhadap gaya tarik didefenisikan dengan gage distance ( g ) da jarak antara lubang-lubang yang sejajar terhadap gaya tarik didefenisikan dengan pitch atau spacing ( s ). Untuk harga s yang lebih besar, garis ABE akan merupakan garis keruntuhan yang lebih kritis, karena luas netto yang lebih kecil. Untuk harag s yang lebih kecil, garis ABCD akan lebih kritis. Pada kenyataaanya, baik gage distance maupun spacing sangat mempengaruhi masalah ini. Suatu kombinasi antara tegangan tarik dan geser dapat terjadi pada garis miring BC dan garis keruntuhan ABCD. Adanya interaksi anatara kedua jenis tegangan ini merupakan masalah teoritis yang cukup rumit. Apabila garis keruntuhan mengandung garis-garis diagonal, lebar netto bagian tersebut dapt diperoleh dengan menggunakan lebar brutto dari diameter semua lubang di sepanjang garis keruntuhan, dan untuk setiap garis diagonal menambahkan besaran : s2 / 4g , dimana s dam g adalah besaran yang telah didefenisikan diatas. Jadi, untuk lebar netto ( w ) dapat dituliskan dengan persamaan.

Dimana Wg menunjukkan lebar brutto. Rumus diatas untuk Wn akan lebih sederhana apabila digunakan paa elemen struktur yang tebalnya konstan. Apabila rumus itu dikalikan dengan tebal t, akan menjadi :

= −

+

g t S dt Wgt Wnt 4 2

Atau , karena Wnt = An dan Wgt = Ag maka :

+

− = g t S dt Ag An 4 2

∑ ∑

+ − = g S d Wg Wn 4 2

(26)

35

Rumus terakhir untuk An sangat berguna karean rumus ini memberikan luas netto secara langsung, dan juga dapat diterapkan pada elemen struktur yang tidak mempunyai tebal konstan. Dalam menentukan luas netto kritis dimana terdapat banyak garis keruntuhan yang mungkin, maka luas netto kritis yang harus dipakai adalah luas netto yang terkecil. Dari luas terkecil tersebut dibandingkan terhadap perturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ) 1983 pada bab 3 pasal 3.2 (3 ) disebutkan bahwa ‘‘dalam suatu potongan, jumlah luas lubang tidak boleh lebih besar dari 15 % luas penampang utuh’’, hal ini berarti:

Dari perbandingan tersebut, maka luas netto yang dipakai adalah yang terkecil.

(27)

36

II.3.3 Jenis – jenis alat penyambung Penahan Beban II.3.3.1 Sambungan Penahan Momen

Sering kali selain dari pada sambungan fleksibel juga sambungan digunakan untuk memindahkan momen yang besar disamping geseran. Dan persoalan ini kita temui pada konstruksi menerus seperti portal dan bangunan bertingkat. Dalam setiap persoalan sambungan harus direncanakan untuk dapat menahan momen dan gaya geser. Dalam hal ini terdapat dua alternatif yaitu : 1. T- Connection

Gambar 2.17 Sambungan T- Connection

Reaksi R harus dipikul oleh baut yang ada pada baja siku penyambung yang dipasang pada pelat badan balok. Momen M harus dipikul oleh baut yang ada pada baja penyambung berbentuk T yang dipasang pada flens balok.

Baut yang menghubungkan flans balok pada baja T memikul gaya geser horizontal sebesar :

(28)

37 P =

dimana h = tinggi balok

Baut yang menghubungkan baja T pada kolom sebelah atas harus memikul gaya aksial tarik sebesar P. Sebelah bawah flens baja T langsung menekan pada kolom. 2. Bracket- Connection

Gambar 2.18 Sambungan Bracket – Connection II.3.3.2 Sambungan Penahan Momen Yang Direncanakan

Pada Tugas Akhir ini yang dianalisa portal bertingkat dengan elemen dua dimensional dan gaya yang bekerja pada portal tersebut hanya momen lentur M yang diperhitungkan, maka sambungan direncanakan :

1. Memakai baut mutu tinggi (HTB) sebagai alat penyambung dan pelat dasar sebagai pelat penyambung serta bracket seperti gambar 3.3a.

2. Tipe sambungan top-and seat –angle with double web angle seperti terlihat pada gambar 3.3b

Sambungan antar balok dan kolom yang direncanakan tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

(29)

38

Gambar 2.19 Sambungan Penahan Momen II.3.4 Kekuatan Sambungan Baut

Pada umumnya baut terbagi atas dua macam : 1. Baut hitam

Baut yang mempunyai kelonggaran 1 mm (selisih diameter lobang dan diameter baut), umumnya untuk bangunan konstruksi ringan dan beban-beban tidak bertukar (umumnya gedung-gedung)

2. Baut bubut

Baut yang dipasang dalam lobangnya kelonggaran < 0,1 mm, digunakan untuk jembatan, beban berat dan beban bertukar. Untuk selanjutnya dalam tugas akhir ini digunakan baut bubut. Sebelum memutuskan sambungan apa yang akan digunakan pada suatu konstruksi, kita harus mengetahui kekuatan sambungan tersebut. Dalam hal ini menentukan kekuatan sambungan maka kita harus meninjau terhadap aspek geser, desak, baik terhadap alat sambungannya maupun material yang akan disambungkan.

(30)

39 II.3.4.1 Kekuatan Geser Baut

Pada hampir semua hubungan struktural baut harus dapat mencegah terjadinya gerakan material yang disambung dalam arah tegak lurus terhadap panjang baut seperti terlihat pada gambar 3.4

Gambar 2.20 Baut yang mengalami geser tunggal

Pada kasus seperti ini, baut mengalami geser pada hubungan tumpang tindih (lab joint) seperti ini baut mengalami kecenderungan untuk mengalami geser di sepanjang bidang kontak tunggal diantara kedua pelat yang disambung. Karena baut mengalami kecenderungan pelat-pelat saling menggelincir pada bidang kontak itu dan karena baut mengalami geser pada satu bidang saja, maka baut tersebut mengalami geser tunggal.

Pada hubungan lurus (butt joints) seperti terlihat pada gambar 3.5 ada dua bidang kontak sehingga baut memberikan tahanannya di sepanjang dua bidang dan disebut dalam geser rangkap.

Gambar 2.21 Baut yang mengalami geser rangkap

Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami geser tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang geser dengan tegangan geser putus di seluruh luas bruto penampang melintangnya :

(31)

40

= n.Ab. ... (2.1)

Atau

= n.Ab.(0,8 ) ... (2.2)

Dimana

= Gaya putus geser sambungan baut (Kg)

n = Jumlah bidang geser (n=1 bila tunggal dan n = 2 bila rangkap) Ab = Luas brutto baut (cm2) = ¼ d2 ; dimana d = diameter baut (cm)

= Tegangan geser putus izin baut (kg/cm2)

. = Tegangan tarik putus izin baut (kg/cm2) = 0,8

dalam tugas akhir ini mutu baut yang direncanakan adalah mutu tinggi dengan mutu baja U52, dimana = 2400 kg/cm2 (dalam batas elastisitasnya)

II.3.4.2 Kekuatan Desak (Tumpu) Baut

Kekauatan batas desak berkaitan dengan deformasi sekitar lobang baut, seperti terlihat pada gambar 3.6 d. kegagalan sobekan geser seperti pada gambar 3.6 b erat berkaitan dengan kekuatan tumpu.

Kekuatan Pds merupakan gaya yang bekerja terhadap sisi lobang yang akan

memecah atau merobek pelat. Semakin besar jarak ujung Ldiukur dari pusat lobang ke pinggir semakin kecil kemungkinan terjadinya robekan.

(32)

41

Gambar 2.22 Bentuk-bentuk kegagalan yang mungkin terjadi pada sambungan baut

Meskipun baut dalam suatu hubungan telah memadai dalam meneruskan beban yang bekerja dengan mengalami geser, hubungan-hubungan itu masih dapat gagal kecuali apabila material yang disambung dapat meneruskan beban ke batu dengan baik. Kapasitas merupakan fungsi dari kekuatan tumpu (kekuatan hancur) material yang disambung seperti terlihat pada gambar 3.7. distribusi sesungguhnya mengenai tekanan tumpu pada material di sekeliling lobang tidak diketahui sehingga luas kotak yang diambil adalah diameter nominal dikalikan dengan tebal material yang disambung. Ini diambil dengan anggapan bahwa tekanan merata terjadi pada luas segi empat.

(33)

42

Gambar 2.23 Tekanan Tumpu pada Sambungan

Kekuatan desak suatu baut terhadap profil dapat dinyatakan sebagai berikut : = d.t. ... (2.3) Dimana

= Gaya desak izin untuk satu baut (kg) d = Diameter baut (cm)

t = Tebal pelat penyambung (cm) = Tegangan desak izin (kg/cm2)

Dari buku Peraturan Baja Indonesia (PPBBI), 1993 : = 1,5 untuk s1 > 2d

= 1,2 untuk 1,5d ≤ s1≤ 2d

Dimana :

= Tegangan izin profil (kg/cm2) = Tegangan desak profil ( )

s1 = Jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung.

d = Diameter baut

dalam tugas akhir ini mutu profil yang direncanakan menggunakan mutu baja U37 dengan = 1600 kg/cm2 (dalam batas elastisitasnya)

(34)

43

Perlu diperhatikan bahwa pemasangan baut juga mempunyai aturan tertentu dari buku PPBBI1983, ditetapkan bahwa banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar arah gaya tidak boleh lebih dari 5 buah. Hal ini dikarenakan apabila jumlah baut dalam satu baris lebih dari 5 buah maka dikhawatirkan bahwa baut paling pinggir akan mengalami tegangan yang mungkin melampaui tengangan izin bahkan mungkin meleleh. Hal ini terjadi karena tegangan yang timbul pada susunan baut akibat gaya tarik atau gaya tekan tidak merata. Baut paling pinggir akan mengalami tegangan paling besar dan baut tengah akan mengalami tegangan paling kecil. Dengan alasan tersebut maka perlu diadakan pembatasan jumlah baut dalam satu baris dengan mengingat kondisi tegangan yang terjadi pada setiap baut masih dianggap relevan terhadap tegangan izin. Dengan demikian jumlah baut dalam satu baris dibatasi dengan jumlah maksimum 5 buah. Selain itu juga ditetapkan bahwa jarak sumbu baut paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang disambung (s1) tidak boleh kurang dari 1,5d dan tidak boleh

lebih besar dari 3d atau 6d serta jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan (s) tidak boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t seperti terlihat pada gambar 3.8

(35)

44 Dimana :

2,5d ≤ s ≤ 7d atau 16t 2,5d ≤ u ≤ 7d atau 16t 1,5d ≤ s ≤ 3d atau 6t

Gambar

Gambar 2.1 Hubungan tegangan - regangan untuk uji tarik pada baja lunak.
Tabel  2.1 Harga tegangan leleh
Gambar 2.4  Kurva M -  Өr sambungan
Gambar 2.5  Tipe sambungan ( a ) single web – angle dan (b) single plate
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari 11 variabel cacat yang ada dalam proses produksi bagian pemotongan, maka terdapat 4 variabel cacat yang saling berkorelasi, diantaranya variabel torn leather,

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah investasi yang dialihkan dan dimiliki serta Nilai Aktiva Bersih

Data yang digunakan merupakan data rekam medis penderita penyakit tuberkulosis paru medis penderita penyakit tuberkulosis paru yang mengikuti program DOTS di RSUD Ibnu Sina Gresik

Pembahasan kali ini dibatasi pada dampak Globalisasi Pangan terhadap ketahanan pangan dan pertanian lokal, keragaman produk pangan, keamanan pangan dan lingkungan,

Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Rokhmah yang menunjukkan mayoritas ODHA memiliki sikap yang positif terhadap HIV/AIDS dan

Penilaian autentik adalah penilaian yang kompleks dan tidak hanya pada aspek pengetahuan saja seperti pada kurikulum yang sebelum- sebelumnya, jika seperti pada

Ketersediaan dana yang dapat digunakan untuk membiayai usulan program dan kegiatan yang ada dalam RPIJM dapat dihitung melalui hasil analisis yang telah dilakukan dengan

Pada kecepatan superfisial air dan udara yang rendah, dari sinyal liquid hold-up pada gambar4 (a) terlihat adanya gelembung yang cukuppanjang Pada gambar 4 (b) dengan