• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki tujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Negara memiliki tujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara memiliki tujuan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, menciptakan kesejahteraan bagi bangsa, mencerdaskan kehidupan

bangsa dan turut serta dalam perdamaian dunia1. Tujuan negara tersebut mendasari

pola pikir pembangunan dan penggunaan kekuatan di dalam dan ke luar negeri, akuisisi pertahanan yang terus berkembang dan pembangunan industri pertahanan dalam negeri.Indonesia berupaya untuk mandiri dalam industri pertahanan dan

mengadakan sendiri kebutuhan sistem pertahanannya 2 tanpa adanya potensi

embargo dan tanpa hambatan politis dalam penggunaan sistem senjata untuk

melindungi keutuhan NKRI dan keselamatan segenap bangsa 3 . Dalam hal

kebutuhan sistem tersebut masih perlu didatangkan dari luar negeri, pembelian dari luar negeri dimanfaatkan untuk memberikan peluang bagi industri dalam negeri

untuk mendapatkan pengetahuan dan peran ekonomis4. Pemerintah menggariskan

adanya imbal dagang dan kandungan lokal untuk membangun industri pertahanan

dalam negeri5. dan hal ini ditata dalam peraturan perundangan.

1

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 Alinea 4.

2

Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2014, Pasal 72 ayat (1 d) tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata Di Lingkungan Kementrian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia

3

Ibid., Pasal 70.

4

Dalam pengadaan pemerintah yang bersifat lelang, UNCISG tidak bisa digunakan dan aturan National Treatment tidak berlaku. Pengaturan yang mengunggulkan produk domestik pada lelang pemerintah, bisa dipelajari di GATT artikel 3 Pasal 8(a) dan GATS artikel 13. Kesepakatan multilateral lain diatur di Government Procurement

Agreement.

(2)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, mengutamakan penggunaan produk industri pertahanan dalam negeri dan menjabarkan kebijakan untuk industri pertahanan. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 tentang Mekanisme Imbal Dagang dalam Pengadaan Alat Pertahanan dan Keamanan sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 menjabarkan kerangka imbal dagang dan pelaksanaan ofset pertahanan / defence offset. Ofset merupakan suatu pengaturan dimana sebagian dari nilai kontrak pembelian Alpalhankam tersebut dikembalikan kepada pembeli /

pemerintah Indonesia6. Alpalhankam7 adalah segala alat perlengkapan TNI dan

Polri untuk mendukung pertahanan negara serta keamanan dan ketertiban masyarakat, dimana untuk peralatan utama TNI sering disebut sebagai alat utama sistem senjata/ alutsista.Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2014, tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan / Tentara Nasional Indonesia mengatur pelaksanaan pengadaaan serta tugas pokok dan fungsi organisasi pengadaan alutsista.

Pasal 14 dan Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014, menggariskan bahwa pengadaan Alpalhankam dari luar negeri harus memenuhi besaran ofset (pengembalian nilai kontrak), yang dapat diberikan dalam bentuk kegiatan yang berkaitan langsung ataupun yang tidak berkaitan langsung dengan pembelian tersebut. Di dalam Pasal 15 ayat (2e) dan ayat (2n) menyebutkan bahwa saham patungan dalam industri pertahanan dan investasi industri manufaktur termasuk sebagai komponen ofset, yang mana mengisyaratkan diharapkannya

6

Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 Pasal 1.

(3)

penanaman modal. Saham patungan dalam penjelasan disebutkan sebagai Joint Venture/ JV.

Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014, Pasal 14 menyebutkan:

(1) Pengadaan alpalhankam dari luar negeri harus memenuhi besaran ofset

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)8.

(2) Ofset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk: 1. Kegiatan yang berkaitan langsung dengan alpalhankam yang dibeli, dan/

atau

2. Kegiatan yang tidak berkaitan langsung dengan alpalhankam yang dibeli.

Pasal 15 ayat (2) memaparkan ketentuan komponen ofset meliputi sebagai berikut:

a. Perawatan dan pemeliharaan;

b. Overhaul, refurbishment, dan modifikasi; c. Retrofit dan upgrade;

d. Produksi berdasarkan lisensi; e. Saham patungan;

f. Beli kembali; g. Produksi bersama; h. Subkontrak;

i. Pengembangan kompetensi pada penelitian dan pengembangan; j. Pengembangan bersama;

k. Alih teknologi;

l. Alih kompetensi melalui penelitian dan pendidikan;

m. Pengembangan pemasaran produk industri pertahanan dan; n. Investasi untuk industri manufaktur.

Sebagai ilustrasi, Penulis menggunakan contoh adanya perencanaan jangka menengah akuisisi pertahanan/ defence acquisition berupa kapal induk dan sementara itu ada kekurangan kapasitas industri di galangan komersial dalam negeri. Kementerian Pertahanan bertugas mengundang beberapa galangan asing

8

Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 Pasal 5 ayat (1) berbunyi: Besaran Kewajiban Imbal Dagang, Kandungan Lokal, dan/atau Ofset paling rendah 85% (delapan puluh lima persen) dari nilai kontrak. (2) berbunyi : Besaran kewajiban Kandungan Lokal dan/atau Ofset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling rendah 35% (tiga puluh lima persen) dari nilai kontrak dengan peningkatan 10% (sepuluh persen) setiap 5 (lima) tahun.

(4)

yang berpengalaman untuk memberikan proposal penawaran kapal induk dengan komponen ofset berupa investasi. Dalam proposal tersebut, galangan asing menawarkan kapal induk dan akan siap mengalokasikan sebagian nilai kontrak berupa komitmen investasi. Kementerian Pertahanan melakukan evaluasi proposal sesuai peraturan pengadaan, memilih proposal terbaik, dan membuat kontrak pengadaan dengan galangan asing tersebut. Dalam ilustrasi akuisisi kapal induk ini, mekanisme ofset dengan penanaman modal asing seharusnya memiliki kepastian hukum dalam penerapannya, dan memberikan rasa keadilan bagi semua pihak. Kebijakan pemenuhan ofset berupa saham patungan / Joint Venture akan teruji penerimaannya dalam kondisi masyarakat industri pertahanan saat ini melalui hukum-hukum yang berlaku di industri pertahanan, yaitu Undang-Undang tentang Industri Pertahanan, Peraturan tentang Kebijakan Industri Pertahanan, dan Peraturan tentang Mekanisme Imbal Dagang. Industri pertahanan yang dimaksud adalah industri nasional yang terdiri atas badan usaha milik negara dan badan usaha milik swasta baik secara sendiri maupun berkelompok yang ditetapkan oleh pemerintah untuk sebagai atau seluruhnya menghasilkan alpalhankam, jasa pemeliharaan untuk memenuhi kepentingan strategis di bidang pertahanan dan

keamanan yang berlokasi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia9. Salah

satu pemangku kepentingan adalah pengguna, yaitu pihak yang menggunakan dan/ atau memanfaatkan alpalhankam yang diproduksi oleh industri, yang dalam hal ini

diwakili oleh Kementerian Pertahanan10. Pemangku kepentingan lain adalah juga

Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), yang anggotanya adalah berbagai kementerian yang terlibat dalam pembangunan industri pertahanan, seperti

9

Pasal 1 Undang-Undang No.16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan .

(5)

Kementerian Perindustrian, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, dan lain-lain11.

Bagi pemerintah, adanya Penanaman Modal Asing memberi manfaat ekonomis secara umum dan penguasaan teknologi yang belum dimiliki sebelumnya oleh industri pertahanan dalam negeri. Bagi pihak investor, manfaat pendirian badan usaha patungan di bidang industri pertahanan, bergantung pada kepastian bidang

usaha yang bisa digeluti oleh perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)12.

Penelitian ini mempelajari kepastian hukum bidang usaha Penanaman Modal Industri Pertahanan, berupa Undang tentang Industri Pertahanan, Undang-Undang tentang Penanaman Modal, Peraturan tentang Bidang Usaha yang Terbuka dan Terbuka dengan Syarat untuk Penanaman Modal, dan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Joint Venture yang merupakan usaha patungan

dengan Asing wajib berbentuk Perseroan Terbatas13. Joint Venture ini selain

tunduk pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, juga akan tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Komitmen akan berinvestasinya suatu Penyedia / pabrikan asing, merupakan salah satu kriteria dalam penentuan pemenang pengadaan alutsista. Prosedur pengadaan sesuai Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2014 merupakan aspek yang perlu dipelajari kaitannya dengan pernyataan komitmen investasi yang akan dituangkan secara kontraktual dalam kontrak pengadaan.

11

Ibid., Pasal 22.

12

Untung, Hendrik, 2010, Hukum Investasi, Cetakan I, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 48. Investasi asing mementingkan

economic benefit, political stability, dan legal certainty.

13 Pasal 5 Undang-Undang 25 Tahun 2007 mengharuskan Penanaman Modal Asing dalam bentuk Perseroan

(6)

Ingkarnya penjual paska penunjukan pemenang pengadaan menimbulkan ketidakadilan di proses pelelangan dan merugikan pemerintah dalam gagalnya pembangunan industri pertahanan sebagai ofset. Ada sebagian pabrikan Eropa dan Amerika yang enggan mengikuti program ofset yang mengandung alih teknologi dan banyak pula yang mempersiapkan diri untuk menghindari kewajiban

pelaksanaan ofset sejak awal persiapan pelelangan14. Hal ini dilakukan dengan

mempersiapkan diri untuk reputation risk, memperhitungkan denda dan financial risk dalam penyusunan harga, dan menegosiasikan klausul-klausul dengan sangat ketat saat penyusunan kontrak. Kerugian pemerintah akibat wanprestasi Penjual selaku Pemberi ofset, dapat dicegah dengan pembentukan kontrak komersial yang baik, yang dapat pula memberikan rasa keadilan bagi seluruh pihak dalam pengadaan. UNCITRAL mengusulkan penggunaan Legal Guide to Countertrade Transactions dalam menyusun kontrak imbal dagang / ofset, yang dapat dipenuhi kedua pihak. Keadilan akan tercapai dalam bentuk pengaturan yang berimbang atas pelaksanaan ofset dalam kaitannya dengan pelaksanaan proses pengadaan dan proses berkontrak.

Pemenuhan kewajiban ofset dalam akuisisi pertahanan dengan mekanisme penanaman modal asing di industri pertahanan, sebagaimana tergambarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014 Pasal 15 ayat (2e) dan ayat (2n) merupakan kebijakan yang menarik baik untuk pembeli maupun penjual. Dalam akuisisi pertahanan (upaya siklus perencanaan, pembelian, perawatan, hingga konservasi) yang manifestasinya salah satunya berupa kontrak pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen dan Penyedia saling mengikatkan diri dalam kontrak komersial

14

Ungaro, Alessandro, 2012, Trend in Defence Offsets, 17th Annual International Conference on Economics and Security (ICES). Istituto Affari Internazionali, Rome.

(7)

internasional. Peraturan yang baru ini telah berlaku sejak 2014, dan hingga saat ini, belum ada penelitian yang mempelajari bagaimana mekanisme ofset pertahanan dengan investasi akan diterapkan dalam sistem hukum positif yang ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dituangkan sebagai berikut:

1. Apakah bidang usaha di industri pertahanan yang tertutup untuk „Joint Venture PMA‟?

2. Dalam peraturan terkait akuisisi pertahanan, apakah klausul ofset PMA dapat dimasukkan dalam kontrak pengadaan pertahanan?

3. Apakah kontrak pengadaan pertahanan dapat mencegah wanprestasi komitmen investasi?

C. Tujuan Penelitian :

Mengidentifikasi kendala implementasi penanaman modal asing sebagai ofset dalam akusisi pertahanan, dari analisa hukum positif Indonesia.

D. Manfaat Penelitian :

1. Manfaat Teoritis : Memberikan masukan bagi ahli hukum sebagai bentuk partisipasi dan aspirasi dalam membentuk hukum nasional.

(8)

a. Memberikan masukan bagi pelaksanaan akuisisi pertahanan yang adil dan berguna bagi pembangunan industri pertahanan

b. Memberikan masukan bagi pelaku industri pertahanan dalam kerjasama

E. Keaslian Penelitian

“Analisis Kebijakan Pemenuhan Kewajiban Ofset Pertahanan Melalui Penanaman Modal Asing” mempelajari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kontrak komersial dan penanaman modal, sehubungan dengan :

1. Ofset Pertahanan, yang merupakan suatu perjanjian yang mewajibkan vendor/ Penjual luar negeri untuk mengembalikan sebagian dari nilai kontrak pengadaan alat pertahanan, melalui mekanisme kegiatan komersial secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pembelian tersebut.

2. Penanaman Modal Asing, yang merupakan suatu kegiatan penanaman modal yang seluruh atau sebagian modalnya berasal dari pihak luar negeri.

Studi tentang Undang-UndangNomor 16 Tahun 2012 ditemukan di perpustakan Universitas Gajah Mada : “Ofset pertahanan dalam kerangka Pasal 1320 KUH Perdata: Analisa implementasi Pasal 43 Undang-Undang No 16 Tahun 2012”, karya Sylvia Tahun 2014, dengan dosen pembimbing Dr Sulistiowati, SH, M.Hum. Studi tersebut memiliki rumusan masalah tentang bentuk dan pelaksanaan ofset, dan bagaimana merumuskan ofset dalam kerangka perjanjian dalam konteks Pasal 1320 KUH Perdata tentang sahnya perjanjian. Kesamaan dalam penelitian yang akan dikerjakan terdapat pada pembahasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 dan keterkaitan dengan sahnya perjanjian.

(9)

“Analisis Kebijakan Pemenuhan Kewajiban Ofset Pertahanan Melalui Penanaman Modal Asing” membahas peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2014, tentang mekanisme ofset yang dikaitkan dengan peraturan pengadaan alutsista. Selain itu, penelitian ini memiliki topik sentral tentang penanaman modal asing dalam mekanisme ofset. Dengan demikian, penelitian dalam tesis ini merupakan penelitian yang asli dan dapat dipertanggungjawabkan orisinalitasnya

Referensi

Dokumen terkait

Dokumentasi merupakan fakta dari pelaksanaan pelayanan keperawatan dan catatan tentang tanggapan dan reaksi klien dan informasi yang mencakup aspek

Menguji keakuratan hasil learning Metode Adaptive Neuro Fuzzy Inference System dengan parameter-parameter serta struktur yang telah dianalisa sebelumnya dan menarik

 Rencananya, dana dari penerbitan surat utang tersebut akan digunakan untuk refinancing utang obligasi lama, di antaranya, senior notes sebesar US$247,42 juta yang

Kesimpulan adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan aborsi yaitu faktor penentu di level individu, pengaruh orang lain yang dianggap penting,

Properti Reguler dan Ekspresi Reguler Bentuk : Kuliah Metode : Diskusi 4 x 50’ Pra Kelas : Mhs mempelajari module learning Kelas : Diskusi Kelompok - Keaktifan dalam

Menurut America DiabetesAssociation (ADA) tahun 2012, Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

Cawan yang terbuat dari porselen yang tahan panas dan biasa digunakan untuk menguapkan larutan dan menghancurkan sampel.. •Mortar dan pestle : terbuat dari porselen, kaca atau

Hasil penelitian menggunakan tabulasi silang menunjukkan bahwa responden dengan status ekonomi yang tergolong tidak miskin seluruhnya memiliki sikap yang positif