• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan Keluarga pada Lansia yang Mengalami Demensia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dukungan Keluarga pada Lansia yang Mengalami Demensia"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Dukungan Keluarga pada Lansia yang Mengalami Demensia

Vera Rakhmawati Nugraheni, Pembimbing: Poppy Fitriyani, SKp., M.Kep., Sp.Kep.Kom Abstrak

Demensia merupakan suatu kondisi deteriorasi fungsi kogntif progresif yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Meskipun demikian, banyak hal yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kualitas hidup lansia yang mengalami demensia. Salah satunya yaitu dengan dukungan keluarga yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga pada lansia yang mengalami demensia. Desain penelitian ini deskriptif dengan teknik

total sampling terhadap 46 responden di Kelurahan Abadi Jaya, Depok. Hasilnya jumlah keluarga yang memberikan

dukungan yang baik sebesar 57% dan yang kurang baik sebesar 43%. Disarankan bagi perawat gerontik atau komunitas agar dapat mengoptimalkan edukasi mengenai demensia dan perawatannya ke masyarakat.

Kata kunci: caregiver keluarga demensia, demensia, dukungan keluarga Abstract

Dementia is a condition that describes progressive deterioration in cognitive function, and it couldn’t be cured yet. Even so, there are many things to do to maintain the quality of life of people with dementia includes giving good family support. This research purposed to describe family support to elderly people who living with dementia. Design of this research is descriptive study using total sampling method, and got 46 samples in Abadi Jaya village, Depok. The result shows 57% samples give good family support, and 43% samples give less family support. The recommendation for nurse is optimize dementia education and its treatment to community.

Keywords: dementia, dementia family caregiver, family support

Pendahuluan

Demensia adalah suatu sindrom yang ditimbulkan karena adanya gangguan di otak yang menyebabkan defisit fungsi intelektual atau kognitif yang biasanya bersifat progresif ditandai dengan dengan penurunan daya ingat jangka pendek dan panjang sehingga mengganggu aktivitas sosial dan kehidupan sehari-hari secara bermakna (Miller, 2004; Rochmah & Harimurti, 2006; Agronin, 2008). Demensia dikelompokan dalam tiga tahap, yaitu ringan, sedang, dan berat. Meskipun terdapat gangguan pada proses kognitif dan kemampuan mental, demensia ini tidak melingkupi gangguan tingkat kesadaran. Gangguan kognitif tersebut membuat individu yang mengalami demensia membutuhkan bantuan dan dukungan dalam melakuan aktivitas sehari-hari dari orang lain terutama

dari keluarga sebagai pihak yang memberikan perawatan.

Berdasarkan data global burden of disease yang dikeluarkan WHO (2003), demensia merupakan kondisi yang menyebabkan disabilitas dengan persentase 11,2%, lebih tinggi dibandingkan stroke (9,5%), penyakit jantung (5%), dan kanker (2,4%). Hampir 80% perawatan pasien demensia tersebut disediakan oleh keluarga di rumah (Alzheimer’s Association, 2012). Sebagian besar lansia di Indonesia lebih memilih tinggal di rumah sendiri atau bersama keluarganya (Kadar, Francis, Sellick et al, 2012), dan sebagian besar keluarga juga lebih memilih memberikan perawatan kepada lansia di rumah (MacKenzie, 2006). Tradisi kebudayaan di Indonesia menganggap merawat orang tua merupakan tanggung

(2)

jawab anak. Selain itu, masyarakat memiliki persepsi bahwa menempatkan orang tua yang mengalami demensia di panti sosial merupakan bentuk pengabaian dan hal yang tidak terpuji (MacKenzie, 2006).

Demensia merupakan kondisi deteriorasi kognitif yang sampai saat ini belum ditemukan pengobatan yang dapat

menyembuhkan atau mencegah

perburukannya. Meskipun demikian, kualitas hidup individu dengan demensia dapat dijaga dengan pemberian perawatan dan dukungan yang tepat (WHO, 2012). House dan Kahn (1985, dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003); House (1981, dalam Kaakinen et al., 2010); Bomar (2004), membagi dukungan keluarga dalam empat tipe yaitu berupa perhatian dan kasih sayang (dukungan emosional), menghargai dan saling memberikan umpan balik (dukungan penghargaan), memberikan saran, nasehat dan informasi terkait dengan penyakit yang dialami (dukungan informasi), maupun dalam bentuk bantuan tenaga, uang, dan waktu (dukungan instrumental).

Alzheimer’s Society (2012) menyatakan

bahwa mendukung lansia dengan demensia untuk tetap menjaga aktivitas merupakan hal penting agar mereka dapat menikmati aktivitas yang disukainya dan melanjutkan pola hidup aktif. Meskipun demikian, jenis aktivitas tetap harus diperhatikan untuk menghindari frustasi pada lansia. Perawatan yang diberikan kepada lansia dengan demensia harus tetap memperhatikan

kebutuhan dan preferensi individu masing-masing. Selain itu, perawatan harus berpusat pada klien dengan tetap menghormati dan menjaga martabat klien.

Caregiver yang merawat individu dengan

demensia perlu memahami bahwa ketika individu memiliki demensia, kondisinya akan memburuk sampai akhir hidupnya (Departement of Health, 2009). Deteriorasi kognitif yang terjadi pada individu dengan demensia mungkin akan menimbulkan asumsi bahwa mereka tidak dapat membuat keputusan terkait kehidupannya lagi. Hal ini tidak sepenuhnya benar karena dengan dukungan yang tepat mereka dapat melanjutkan hidupnya dengan tetap memiliki keputusan dan kontrol akan kehidupannya meskipun terbatas. Persepsi lansia bahwa dirinya dapat menjaga kemandirian inilah yang harus tetap dijaga (Price, 2007). Oleh karena itu, keluarga yang merupakan komposisi caregiver terbesar memegang peranan penting dengan perawatan atau dukungan yang diberikan untuk menjaga kualitas hidup lansia yang mengalami demensia.

Metode

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran dukungan keluarga pada lansia yang mengalami demensia di Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok. Populasi pada penelitian ini adalah semua keluarga

(3)

yang mempunyai anggota keluarga lansia yang mengalami demensia di Kelurahan Abadijaya. Pengambilan wilayah sampel didasarkan pada pertimbangan karakteristik RW yang sama yaitu mengambil wilayah di tiga RW perkampungan terbesar yaitu RW 01, RW 21, dan RW 28.

Sampai saat ini belum ada data resmi mengenai jumlah lansia yang mengalami demensia di wilayah ini sehingga data untuk sampel penelitian merupakan data primer yang didapatkan melalui uji MMSE pada 65 lansia yang direkomendasi oleh kader setempat. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non

probability sampling dengan metode

sampling jenuh atau total sampling yaitu

dengan mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 46 responden yang tersebar di RW 01, RW 21, dan RW 28.

Pengumpulan data dilakukan dengan meminta responden mengisi kuisioner yang berisi karakteristik lansia demensia (umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan), karakteristik responden yang merawat lansia (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status hubungan dengan lansia), dan pernyataan mengenai dukungan keluarga. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Mei 2013. Pengolahan data menggunakan analisis univariat untuk menentukan dukungan keluarga yang dikelompokan menjadi dukungan keluarga

yang baik dan dukungan keluarga yang kurang.

Hasil

A. Karakteristik Lansia

Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 76,1%. Mayoritas responden berada pada rentang umur 70-79 tahun, yaitu sebanyak 47,8%. Setengah dari total responden (50%) yang merupakan persentase terbesar tidak mengenyam bangku sekolah. Sedangkan tingkat pendidikan tertinggi responden yaitu tingkat SMA yang hanya dimiliki 1 responden. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat demensia responden sebagian besar bertingkat ringan, yaitu sebesar 63%, sedangkan demensia tingkat sedang memiliki persentase 26,1%, dan demensia tingkat berat sebesar 10,9%. B. Karakteristik Responden yang Merawat

Lansia

Mayoritas anggota keluarga yang merawat lansia dengan demensia berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 78,3%, dan laki-laki 21,7%. Responden sebagian besar pada rentang umur 35-49 tahun dengan persentase lebih dari 50%. Tingkat pendidikan responden hampir sama antara SD dan SMA dengan persentase SMA lebih tinggi (39,1%) sedangkan untuk tingkat SMP, jumlah responden lebih sedikit yaitu sebesar 23,9% dan hanya 1 responden (2,2%) yang memiliki gelar sarjana. Selain itu, 69,6% responden tidak memiliki pekerjaan, dan 30,4% masih

(4)

bekerja. Untuk hubungan keluarga responden dengan lansia, sebagian besar statusnya adalah anak dari lansia, yaitu sebesar 63%, status menantu 21,7%, dan hubungan lainnya (cucu, keponakan, dan kerabat keluarga lain) sebesar 15,2%.

C. Gambaran Dukungan Keluarga

Hasil analisis distribusi dukungan keluarga secara umum pada lansia yang mengalami demensia menunjukan dukungan yang baik. Responden dengan dukungan keluarga yang baik sebanyak 26 orang (57%) dan dukungan keluarga kurang baik sebanyak 20 orang (43%).

Dukungan Keluarga pada Lansia yang Mengalami Demensia di Kelurahan Abadijaya (n=46)

Variabel N % Dukungan Emosional Baik Kurang baik 31 15 67 33 Dukungan Penghargaan Baik Kurang baik 30 16 65 35 Dukungan Instrumental Baik Kurang baik 27 19 59 41 Dukungan Informasi Baik Kurang baik 26 20 57 43 Dukungan Keluarga Baik Kurang baik 26 20 57 43

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang memberikan dukungan keluarga yang baik lebih banyak daripada yang kurang baik. Responden yang memberikan dukungan keluarga baik sebanyak 57%, sedangkan responden yang

memberikan dukungan keluarga kurang baik sebanyak 43%. Bentuk dukungan dengan persentase dukungan baik paling besar adalah dukungan emosional, sedangkan dukungan baik dengan persentase paling kecil yaitu dukungan informasi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa dukungan emosional yang diberikan keluarga kepada lansia yang mengalami demensia sudah baik. Bentuk dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga kepada lansia adalah menunjukan wajah yang menyenangkan saat berdekatan dengan lansia, duduk berhadapan dan memandang mata saat berbicara dengan lansia, tidak berbicara dengan suara yang membentak, menggunakan bahasa yang singkat, meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita lansia, dan tidak melarang lansia mengikuti kegiatan sosial.

Bentuk dukungan emosional yang belum terpenuhi dengan maksimal yaitu memberi sentuhan saat berbicara dengan lansia, melibatkan lansia dalam melakukan kegiatan sehari-hari, dan tidak merasa kesal ketika lansia melakukan kesalahan. Keluarga menganggap komunikasi dengan lansia yang mengalami demensia merupakan hal yang biasa dan tidak perlu perlakuan khusus. Selain itu, memberikan sentuhan merupakan hal yang tidak biasa dilakukan ketika berinteraksi dalam keluarga. Memberikan sentuhan kepada lansia saat berinteraksi diperlukan karena dapat memberikan ketenangan dan sebagai upaya untuk mendapatkan perhatian

(5)

lansia, serta menunjukan rasa kepedulian (Miller, 2004).

Ketika lansia melakukan kesalahan, hal yang harus dilakukan keluarga adalah tetap tenang, tidak menyalahkan, dan tidak beradu argumen mengenai hal yang benar atau salah (Jones, 2012). Responden mengatakan bahwa mereka kesal ketika lansia melakukan kesalahan berulang-ulang terutama jika lansia lupa atau terjadi perubahan tingkah laku dan emosi yang susah dipahami. Menurut Lyketsos dan Rabins (2010) tingkah laku dan kondisi emosi individu dengan lansia seringkali merupakan bentuk komunikasi mengenai kebutuhannya yang belum terpenuhi karena kemampuan komunikasinya yang telah berkurang. Ketika keluarga dapat menjaga sikap yang tenang, keluarga dapat mendorong ketenangan pada lansia dan mencoba memvalidasi perasaan atau maksud yang ingin disampaikan oleh lansia.

Dukungan penghargaan yang memberikan pengaruh kepada klien adalah tidak membatasi lansia untuk menggunakan uangnya sendiri, tidak menganggap lansia sebagai beban, membantu lansia memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memberikan kebebasan kepada lansia untuk melakukan hal yang disukainya, dan menganggap lansia tetap dibutuhkan. Akan tetapi, poin penting dalam dukungan penghargaan ini yang belum terpenuhi adalah mengikutsertakan lansia dalam suatu pengambilan keputusan.

Kondisi deteriorasi kognitif akibat demensia mempengaruhi kemampuan lansia

dalam membuat keputusan. Meskipun demikian, mampu membuat keputusan dan memiliki kontrol atas hidupnya sendiri merupakan hal kunci yang mempengaruhi kesejahteraan lansia. Individu yang mengalami demensia tidak berarti tidak dapat membuat keputusan sama sekali, tetapi mereka mungkin akan kurang mampu dalam membuat keputusan tertentu. Meskipun individu tidak dapat lagi membuat keputusan rumit seperti masalah finansial, mereka setidaknya dapat menentukan keputusan terkait kehidupan sehari-hari seperti pilahan makan dan minum atau pun pakaian (Alzheimer’s Society, 2012). Oleh karena itu, peran keluarga yang merawat dapat memberikan dukungan penghargaan yang tepat untuk tetap memfasilitasi lansia dalam membuat keputusan.

Bentuk dukungan penghargaan yang perlu ditingkatkan lagi yaitu melibatkan lansia dalam acara keluarga dan memberikan pujian ketika lansia dapat melakukan suatu kegiatan. Menurut Alzheimer’s Society (2012), individu dengan demensia sering merasakan terisolasi dan merasa kesepian. Hal ini disebabkan karena mereka kehilangan teman dan mereka merasa tidak ingin menjadi beban bagi keluarga atau teman. Melibatkan lansia dalam acara keluarga akan menunjukan bahwa keluarga tetap menghargai lansia sebagai bagian dari keluarga dan tidak mengucilkan karena kondisi yang individu lansia alami.

Bentuk dukungan instrumental yang sudah diterapkan adalah menyediakan biaya

(6)

kebutuhan sehari-hari lansia termasuk biaya berobat jika sakit, tidak membiarkan lansia melakukan pemeriksaan kesehatan sendiri, menyiapkan makan dan minum yang dibutuhkan lansia sehari-hari, tidak membiarkan lantai rumah atau kamar mandi licin, dan menyediakan kamar tersendiri untuk lansia. Sedangkan bentuk perawatan yang perlu ditingkatkan yaitu penyediaan kalender atau jam dengan tulisan besar.

Beberapa responden mengatakan tidak menyediakan kalender karena akan percuma jika lansia tidak dapat membaca. Pemasangan kalender dan jam tersebut merupakan salah satu contoh fungsi dukungan instrumental yaitu untuk memberikan stimulasi sensoris. Stimulasi sensoris siperlukan untuk meningkatkan komunikasi melalui peningkatan proses memori yang berkaitan dengan komunikasi (Miller, 2004). Pemasangan tersebut juga berfungsi untuk mengembalikan orientasi ketika lansia merasa bingung pada orientasi waktu dan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Dukungan instrumental berupa pemenuhan nutrisi juga perlu ditingkatkan lagi karena banyak lansia dengan demensia mengalami kesulitan dalam makan dan menyebabkan penurunan berat badan. Banyak hal yang menyebabkan hal tersebut, diantaranya yaitu lansia lupa sudah makan atau belum, ketidakmampuan untuk meminta makan karena masalah bahasa, ketidakmampuan untuk menyiapkan makanan, dan terakhir ketidakmampuan

lansia untuk mengenali makanan atau minuman (Lyketsos & Rabins, 2010). Keluarga dapat menyiasati hal tersebut dengan menyiapkan rutinitas makan pada waktu yang sama, menyediakan satu jenis makanan dalam satu waktu dan dalam jumlah yang sedikit.

Pada kategori dukungan informasi, bentuk dukungan yang diberikan adalah selalu mengingatkan lansia untuk makan dan mandi secara teratur, senantiasa mengingatkan lansia jadwal untuk beribadah, mengingatkan lansia untuk meletakan benda di tempat semula, tidak membiarkan lansia pergi tanpa kartu pengenal, dan memberikan penjelasan berulang-ulang. Dukungan informasi menjadi hal penting yang perlu diperhatikan dalam perawatan klien demensia karena berubahnya fungsi kognitif klien.

Sebagian besar keluarga tidak mencari informasi karena menganggap demensia sebagai kondisi yang normal karena proses penuaan dan meskipun kondisi perburukan yang terjadi mereka tidak mencari pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, perawatan yang mereka berikan pun sesuai dengan apa yang mereka tahu meskipun terkadang mereka juga kebingungan untuk menghadapi sikap dan perilaku lansia. Hal ini sesuai dengan penelitian Zwanswijk (2013) yang menyatakan bahwa 75% caregiver yang merawat lansia dengan demensia mengalami masalah untuk menangani perubahan yang terjadi pada lansia karena kurangnya

(7)

pengetahuan mengenai demensia atau pun cara merawatnya.

Bentuk dukungan informasi lain yang perlu ditingkatkan dalam penelitian ini adalah mengingatkan jadwal rutinitas sehari-hari kepada lansia. Pemberian dukungan ini dilakukan untuk mendorong aktivitas rutin lansia sekaligus mengorientasi kembali baik waktu dan tempat. Pengingatan jadwal aktivitas kepada lansia dengan lansia demensia dapat dilakukan dengan membuat jadwal yang disepakati bersama dan kemudian ditempel atau diletakan di tempat yang mudah dilihat lansia (Miller, 2004). Untuk menyesuaikan dengan lansia yang tidak mampu membaca menulis, jadwal atau petunjuk yang dibuat akan lebih baik jika menyertakan simbol-simbol tertentu (Lyketsos & Rabins, 2010).

Hasil analisis tabel silang menunjukan hasil pada demensia tingkat ringan, keluarga yang memberikan dukungan keluarga yang baik sebesar 55,2% dan yang kurang mendukung sebesar 44,8%. Sebesar 58,3% keluarga memberikan dukungan keluarga yang baik pada lansia dengan demensia tingkat sedang, dan 41,7% keluarga kurang memberikan dukungan. Sedangkan pada demensia tingkat berat, 60% keluarga memberikan dukungan yang baik dan 40% keluarga kurang memberikan dukungan. Hasil tersebut menunjukan kecenderungan semakin berat tingkat demensia, semakin baik dukungan keluarga yang diberikan. Hal ini mungkin disebabkan karena responden yang

menganggap demensia sebagai kondisi normal akibat proses penuaan sehingga ketika demensia masih pada tahap ringan, dukungan yang diberikan pun masih sedikit. Ketika tingkat demensia bertambah berat, keluarga akan menyesuaikan dengan memberikan dukungan yang lebih. Meskipun dukungan keluarga yang baik lebih besar dibandingkan yang kurang, dukungan keluarga pada lansia dengan demensia tetap perlu ditingkatkan.

Kesimpulan

Dukungan keluarga merupakan hal yang penting dalam mendukung kualitas hidup pada lansia yang mengalami demensia. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dukungan keluarga di Kelurahan Abadijaya sudah baik. Dukungan pada masing-masing variabel dukungan pun bervariasi. Urutan variabel dukungan yang mendapat dukungan yang paling baik adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi.

Meskipun dukungan keluarga yang diberikan sudah baik namun pada beberapa bentuk dukungan perlu ditingkatkan seperti perlunya peningkatan penerapan komunikasi terapeutik pada dukungan emosional. Keluarga juga perlu meningkatkan dukungan penghargaan dengan meminta pendapat lansia dan memberikan pujian ketika lansia dapat melakukan hal positif. Pada dukungan instrumental pemasangan kalender atau jam perlu dilakukan untuk memberikan stimulasi sensoris kepada lansia. Sedangkan pada dukungan informasi, keluarga perlu untuk

(8)

mencari info bagaimana cara merawat lansia dengan demensia yang tepat. Selain itu, menyusun jadwal aktivitas harian dengan lansia akan mendorong aktivitas rutin lansia sekaligus mengorientasi kembali waktu dan tempat.

Penelitian ini memberikan gambaran dukungan keluarga yang diberikan responden cukup bervariasi. Oleh karena itu, akan lebih baik jika selanjutnya dilakukan analisis lebih dalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian dukungan keluarga melalui penelitian kualitatif. Selain itu, mungkin perlu dilakukan penelitian mengenai persepsi keluarga terhadap perawatan demensia dan informasi apa yang mereka butuhkan terkait perawatannya. Sejalan dengan pengembangan penelitian tersebut dibutuhkan pula upaya untuk membangun kesadaran masyarakat akan demensia. Ketika masyarakat sudah menganggap kalau demensia bukanlah suatu kondisi yang normal, masyarakat akan berusaha mempelajari cara merawat lansia dengan secara tepat. Dengan demikian, diharapkan nantinya dukungan keluarga yang diberikan pun akan meningkat dan semakin baik.

Vera Rakhmawati Nugraheni Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Email: vera.rakhmawati@ui.ac.id

Referensi

Agronin, M.E. (2008). Alzheimer Disease and Other

Dementias (2nd ed.). Philadelphia: Lippincot & Wilkins.

Alzheimer’s Association. (2012). 2012 Alzheimer’s Disease Facts and Figures. Alzheimer’s &

Dementia, Volume 8, Issue 2. http://www.

alz.org/downloads /facts_figures_2012.pdf . Alzheimer’s Society. (2012). Dementia 2012: A

national challenge. London: Alzheimer’s Society. https: //www.alzheimers.org.uk/ dementia2012.

Bomar, P.J. (2004). Promoting Healthin Families:

Applying Family Research and Theory to Nursing practice, Philadelphia : W.B. Saunders

Company.

Departement of Health. (2009). Living well with

dementia: A National Dementia Strategy.

London, UK. http://www.dh.gov.uk/en/ SocialCare/Delivering adultsocialcare/Older poeople/NationalDementiaStrategy/. Friedman, M.M., Bowden, D., & Jones, M. (2003).

Family nursing: Theory and practice (3rd ed.). Philadephia: Appleton & Lange.

Kaakinen, J.R., Duff, V.G., Coehlo, D.P., & Hanson, S.M.H. (2010). Family health care nursing:

Theory, practice and research, 4th edition.

Philadelphia: F.A Davis Company

Kadar, K.S., Francis,K., & Sellick,A. (2012). Ageing in Indonesia – Health Status and Challenges for the Future. Ageing-Int. doi 10.1007/s12126-012-9159-y.

Lyketsos, C.G., & Rabins. P.V. (2010). Dementia Care

Guidelines for Families, 3rd Edition. Division of Geriatric Psychiatry and Neuropsychiatry The Johns Hopkins University.

MacKenzie, J. (2006). Stigma and dementia: East European and South Asian family carers negotiating stigma in the UK. Dementia, 5, 233– 247.

Miller, C.A. (2004). Nursing for Wellness in Older

Adults: Theory and Practice (4th ed.). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Price, C. (2007). Monitoring people with dementia -

controlling or liberating? Quality in

Ageing, 8(3), 41-44. (online). http://search.

proquest.com/ docview/213106384? accountid=17242.

Rochmah, W. & Harimurti, K. (2006). Demensia. Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid III. Jakarta: Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

WHO. (2012). Dementia: A Public Health Priority.

Alzheimer’s Disease International WHO Report.

Geneva: WHO. http://www.who.int/mental_ health/publications/dementia_report_2012. Zwaanswijk, M., et al. (2013). Informal Caregivers of

People with Dementia: Problems, Needs and Support in the Initial Stage and in Subsequent Stages of Dementia: A Questionnaire Survey.

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menemukan beberapa penelitian yang membahas tentang Rumah Sakit Islam Sultan Agung, di antaranya karya ilmiah yang berjudul “Implementasi M isi Peradaban

Berdasarkan Hasil korelasi Pearson dan regresi logistik faktor-faktor yang menunjukkan adanya hubungan positif terhadap akses pembiayaan dari lembaga keuangan dan

Sistem pakar dapat diartikan sebagai sebuah perangkat lunak komputer yang memiliki basis pengetahuan untuk domain tertentu dan menggunakan penalaran inferensi menyerupai seorang

In the second meeting on August 15th, the teacher again informed the students about the goal of the teaching and learning process and that the technique that would be used was

Model kompetensi merupakan penjelasan tertulis mengenai kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat melakukan sebuah pekerjaan dengan sukses atau contoh kinerja dalam

Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil bahwa komunikasi pasien-apoteker tinggi, yaitu sebesar 94,18% pasien menjawab komunikasi baik, hanya 4 pasien atau

2.2 Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan. Memahami, menerapkan, dan

dengan sektor pengembangan kawasan unggulan pada sektor pertanian, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Kawasan andalan laut Kuala Pembuang yang berada di Kabupaten Surayan