• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Definisi kata kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Definisi kata kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Definisi kata “kepemimpinan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai perihal pemimpin atau cara memimpin (dari seseorang). (Sugono, 2014:1075). Kepemimpinan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan “leadership” yang berarti kemampuan untuk memimpin (gaya berbeda dalam memimpin) (The Philological Society, 2013:144). Pada skripsi ini, berdasarkan arti kata tersebut, pengertian kepemimpinan diartikan sebagai usaha seseorang, dalam hal ini Sanjaya, dalam memimpin rakyat di kerajaan Galuh dengan cara yang dimilikinya.

Kepemimpinan berkaitan dengan aspek negara. Negara memiliki empat aspek yaitu pemimpin, orang yang dipimpin, wilayah, dan pengakuan. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan memerintah sekelompok orang sehingga sesuai dengan keinginan dan tujuannya. Orang yang dipimpin atau masyarakat menurut Harold & Laski dan McIvan adalah kumpulan manusia yang hidup bersama berusaha mewujudkan keinginan pribadi dan kelompok. Wilayah adalah daerah yang menjadi kekuasaan untuk melaksanakan peraturan. Pengakuan dari negara lain diperlukan untuk menegaskan eksistensi diantara negara lainnya. Pengakuan juga berhubungan dengan kedaulatan yang memberikan kekuasaan membuat dan melaksanakan peraturan dengan semua cara, termasuk paksaan (Budiarjo, 2006:44).

(2)

2 Konsep negara yang diuraikan Miriam Budiarjo dapat diaplikasikan ke dalam penelitian skripsi ini. Empat aspek negara yaitu pemimpin yang berkuasa adalah Sanjaya, orang yang dipimpin adalah rakyat kerajaan Galuh. Wilayah yang menjadi daerah kekuasaan adalah kerajaan Galuh. Kedaulatan yang membuat aturan adalah kerjasama antar pimpinan pemerintahan, agama, dan masyarakat yang terdapat pada kerajaan Galuh.

Keberadaan Sanjaya diketahui dari dua sumber yaitu prasasti dan naskah kuno. Prasasti yang berhubungan dengan Sanjaya terdapat dua jenis yaitu secara langsung menulis nama dan menjadikan Sanjaya sebagai penanggalan. Prasasti Canggal yang ditemukan di sekitar candi Gunung Wukir menuliskan Sanjaya sebagai raja di wilayah “Yavâkhyam” atau Pulau Jawa dengan sebutan “râjâ ҫrî sañjayakhyo” artinya raja Çri Sanjaya (Poerbatjaraka, 1952:55). Prasasti Mantyasih I 907 Masehi berisi urutan daftar pemimpin Mataram Kuno yang berawal dari Sanjaya, ditulis dengan nama Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya. Prasasti Wanua Têngah III 908 Masehi juga memuat nama Sanjaya yang ditulis dengan nama Rahyan ta i mdan (Darmosutopo, 2003:28).

Sanjaya sebagai tokoh penting di kerajanan Mataram Kuno dibuktikan

dengan dikeluarkannya penanggalan dengan menggunakan Sanjayawarsa1 atau

tahun Sanjaya oleh Daksa (Nastiti, 1982:15). Daksa adalah pemimpin Mataram Kuno yang memerintah pada 913 Masehi. Raja Daksa mengeluarkan prasasti Taji Gunung, Timbanan Wungkal, Tihang, dan Tulang Er dengan menggunakan angka

1 Sanjayawarsa berpangkal dari tahun 638 Çaka atau 716 Masehi (Darmosoetopo, 2003:80).

(3)

3 tahun Sanjaya (Santosa, 1994:186, Sumadio, 1975:96). Prasasti Taji Gunung yang berangka 194 Sanjaya setara dengan 832 Çaka atau 910 Masehi menyebutkan tentang peresmian desa Taji Gunung menjadi sima, sedangkan prasasti Timbanan Wungkal 196 Sanjaya atau 834 Çaka atau 912 Masehi menyebutkan tentang

permasalahan sima2 (Sumadio, 1975:97). Prasasti Tihang tahun 198 Sanjaya sama

dengan 836 Çaka atau 914 Masehi berisi tentang perintah menjadikan desa ihang dari wilayah iruranu menjadi perdikan untuk bangunan suci milik r

Parameśwar di Salingsingan (Boechari, 2012:492). Prasasti Tulang Er berangka

tahun 198 Sanjaya atau 836 Çaka yang sama dengan 914 Masehi berisi mengenai anugerah Raja Daksa kepada pejabat desa di Kabikuan Tulang Er karena telah menyediakan air pemandian setelah mengadakan perjalanan dari kota (Santosa, 1994:187). Penulisanan tahun Sanjaya pada prasasti-prasasti yang dikeluarkan masa Daksa sebagai salah satu bentuk pengesahan bahwa ia layak menjadi pemimpin di kerajaan Mataram, karena masih mempunyai hubungan dengan pemimpin pertama kerajaan Mataram Kuno yaitu Sanjaya. Uraian di atas menunjukkan bahwa Sanjaya dianggap sebagai pendiri dan leluhur Kerajaan Mataram Kuno (Nastiti, 1982:7).

Sumber kedua yang menceritakan Sanjaya adalah naskah Carita Parahiyangan. Pada naskah tersebut terdapat bagian yang khusus menceritakan kehidupan Sanjaya di kerajaan Galuh yaitu bagian VIII-XIV. Informasi yang terdapat di dalam naskah digunakan oleh peneliti secara akademis dan non

2

(4)

4 akademis untuk menjelaskan sejarah kerajaan masa Hindu Budha di wilayah Jawa Barat.

Pada naskah Carita Parahiyangan terdapat tiga hal utama yang dilakukan Sanjaya di kerajaan Galuh. Hal pertama yang dilakukan adalah mengambil tahta kerajaan dengan kerja sama kerajaan Sunda dan keluarga (bagian VIII). Kedua adalah pengangkatan raja berdasarkan pertimbangan pemuka agama (bagian IX). Ketiga yaitu persetujuan wilayah kerajaan dan nasihat pada keturunannya (bagian XIV) (Atja dan Danasasmita, 1981:5).

Nama Sanjaya yang tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan merupakan bahan yang menarik untuk dikaji. Ahli epigrafi dan filologi mempunyai pendapat masing-masing. Poerbatjaraka berdasarkan tinjauan terhadap 4 prasasti dan 1 naskah kuno menemukan kesamaan penulisan nama Sanjaya (Poerbatjaraka, 1952:58). Van der Meulen berpendapat bahwa tokoh Sanjaya pada kedua sumber tersebut mendapatkan perlakuan yang berbeda. Pada prasasti Canggal ditulis sebagai kemenakan raja Sanna, sedangkan pada naskah Carita Parahiyangan sebagai anak Sang Senna (Meulen, 1966:168). Atja dan Danasasmita berpendapat bahwa tahun terakhir Sanjaya berada di kerajaan Galuh yaitu 732 Masehi yang bertepatan dengan dikeluarkan prasasti Canggal pada tahun tersebut (Atja dan Danasasmita, 1981:41). Berdasarkan pendapat keempat ahli di atas, tokoh Sanjaya yang terdapat pada sumber data penelitian ini adalah orang yang sama.

(5)

5 Wilayah yang menjadi fokus penelitian adalah kerajaan Galuh. Peninggalan kerajaan Galuh berupa bekas ibu kota dan candi masih dapat dijumpai di Kabupaten Ciamis. Nama-nama tempat seperti Kawali dan Karangkamulian adalah kawasan pusat kerajaan Galuh sebagaimana terdapat di dalam prasasti Kawali (Djoened, 1975:219). Tinggalan berupa candi yaitu Binangun dan Pananjung, kondisinya dalam keadaan rusak (Djafar, 2010:23).

Tinggalan berupa prasasti sudah ada sejak zaman Tarumanegara dan

digunakan sebagai sumber utama penyusunan sejarah kerajaan. Prasasti3 masa

kerajaan Tarumanegara yaitu prasasti Ciareuteun, Kebon Kopi, Pasir Koleangkak, Jambu, Muara Cianteun, Tugu dan Cidanghiang (Sumadio, 1975:215). Pada masa selanjutnya terdapat Kerajaan Sunda, Galuh dan Pajajaran. Bukti prasasti yang menunjukkan keberadaan Kerajaan Sunda adalah prasasti Cibadak, Sang Hyang Tapak, Gegerhanjuang (Danasasmita, 2015:106). Keberadaan kerajaan Galuh diketahui dari prasasti Kawali I, II, III, Sanghyang Lingga Hyang, Sanghyang Lingga Bima, dan satu prasasti yang belum diketahui namanya (Suganda, 2015:65). Kerajaan keempat, Pajajaran dibuktikan dengan keberadaan prasasti Batutulis dan Kebantenan (Sutjianingsih, 1994:42). Empat kerajaan tersebut berdiri sesuai dengan periodenya masing-masing dan berkembang antara abad ke 4 Masehi sampai abad ke 14 Masehi.

Uraian di atas menunjukkan bahwa. Sanjaya adalah seorang pemimpin yang penting dan istimewa di kerajaan Galuh dan Mataram Kuno. Keistimewaan

3

Prasasti adalah tulisan kuna yang biasanya dipahatkan atau digoreskan di atas batu (Ayatrohaedi, 1981:74).

(6)

6 tersebut berkaitan dengan proses suksesi dan cara pemerintahan yang dilakukan Sanjaya. Kepemimpinan Sanjaya terdapat dalam dua sumber data yang saling melengkapi yaitu prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan.

Kepemimpinan Sanjaya sebagaimana tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan adalah fokus penelitian. Pedoman untuk menjalankan pemerintahan bersumber dari tugas-tugas dewa. Rakyat menganggap raja sebagai wakil dan mendapat pujian yang sama dengan dewa (Darmosutopo, 2003:45). Persamaan raja dan dewa ini mengakibatkan raja harus menjalankan tugas dewa di dunia. Ajaran yang mengatur hal tersebut yaitu Astabrata. Pada pemikiran masyarakat Sunda yang bersumber dari naskah kuno terdapat aturan bahwa dewa

lebih rendah dari Hiyang4 (Danasasmita, 1987:96). Maka kedudukan raja sebagai

wakil dewa juga ada dibawah Hiyang. Konsep yang mengajarkan hal tersebut dinamakan Tritangtu. Kedua konsep ini mempunyai kesamaan yaitu untuk mengatur pemerintahan.

Penelitian mengenai hubungan antara aspek kepemimpinan pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan yang berhubungan dengan Astabrata dan Tritangtu ini menjadi topik dalam pembahasan skripsi ini.

4

(7)

7

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bagaimana hubungan antara aspek kepemimpinan Sanjaya dalam prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan dengan Astabrata dan Tritangtu?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah merekonstruksi kepemimpinan Sanjaya di kepemimpinan Galuh berdasarkan prasasti dan naskah kesusasteraan. Hal ini penting untuk melengkapi sejarah Indonesia kuno abad 8 M.

D. Landasan Teori

Pada skripsi ini digunakan data prasasti dan naskah. Kedudukan kedua data tersebut merupakan sumber data yang dapat digunakan dalam ilmu arkeologi. Prasasti adalah data artefak yang berisi informasi tentang suatu hal yang dikeluarkan pada saat itu. Pentingnya isi prasasti ada dua hal, yang pertama adalah berguna untuk menyusun urutan waktu dalam pembabakan sejarah dan kedua untuk merekonstruksi kehidupan masa lampau (Dwiyanto, 1993:7). Unsur prasasti merupakan hal penting yang meliputi pengumuman tentang suatu keputusan raja, penanggalan, lokasi dan pejabat yang berwenang (Boechari, 2012:6). Berdasarkan dua hal tersebut maka prasasti merupakan sumber utama penulisan sejarah.

Naskah merupakan sebuah benda yang bersi tulisan. Isi naskah dapat memberikan pengetahuan baru tentang sebuah sejarah (Boechari, 2012:545).

(8)

8 Adanya informasi-informasi baru ini perlu lebih dahulu dibuktikan kebenarannya dengan melihat sumber sejarah yang lain. Pembuktian dapat dilakukan dengan

kritik teks5 yang dilakukan oleh filolog. Berkaitan dengan penulisan skripsi,

naskah dapat digunakan sebagai sumber setelah melewati kritik teks untuk membuktikan kebenaran isi naskah.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian terhadap prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan telah dilakukan oleh peneliti baik lokal maupun asing. Penelitian pada prasasti Canggal

pertama kali oleh Poerbatjaraka6 dan hasil kerja Beliau hingga saat ini masih

dijadikan rujukan utama oleh epigraf7, ahli sastra, dan sejarawan.

Poerbatjaraka adalah epigraf yang paling banyak menggunakan naskah sebagai data untuk mendukung bukti arkeologis. Pembacaannya terhadap tulisan yang terdapat pada prasasti dijadikan pegangan oleh para ahli epigraf. Salah satu buku yang paling banyak diacu adalah Riwajat Indonesia I. Buku ini menyebutkan hubungan silsilah Sanjaya untuk pertama kali. Poerbatjaraka juga adalah yang pertama menggunakan naskah Carita Parahiyangan sebagai data naskah untuk melengkapi keterangan pada prasasti Batutulis. Sumber naskah ini digunakan untuk mengetahui asal usul Sanjaya.

5

Kritik teks adalah metode filologi yang berguna untuk mencari keaslian karya sastra (Hasjim, 1985:63).

6 Prof. DR. Raden Mas Ngabehi Poerbatjaraka adalah seorang sarjana sastra Jawa, filolog, dan

epigraf. Penulisan nama Beliau selanjutnya menggunakan Poerbatjaraka saja (Pigeaud, 1966:409).

7

(9)

9 Prasasti Canggal adalah prasasti yang dikeluarkan oleh Sanjaya dan telah banyak diteliti dan ditafsirkan oleh para ahli. Sanjaya adalah tokoh sejarah yang menarik untuk dikaji. Prasasti Canggal yang dikeluarkan oleh Sanjaya dapat digunakan sebagai awal pembabakan sejarah kepemimpinan Mataram Kuno dan Sanjaya juga dapat disebut sebagai pemersatu daerah di Sunda. Persatuan di daerah Sunda dilakukan pada kepemimpinan Sunda dan Galuh. Contoh ahli yang membahas tentang Sanjaya adalah Boechari dalam Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti, F.D.K Bosch dalam Çrivijaya, Çailendra dan Sañjaya, dan van der Meulen dalam King Sañjaya and his successor. Buku di atas masing-masing mempunyai sudut pandang yang berbeda, tetapi berfokus pada Sañjaya dengan menggunakan berbagai sumber seperti sastra, sejarah, dan arkeologi. Permasalahan yang diangkat adalah tentang Kepemimpinan Mataram Kuna, ibukota, pemimpin-pemimpin yang memerintah dan peninggalan kepemimpinan.

Selain buku, skripsi tentang Sanjaya juga pernah dibuat oleh Hery B Santosa tahun 1989 dengan judul Prasasti-prasasti Bertarikh Sañjaya. Prasasti yang dibahas adalah prasasti yang dikeluarkan masa Daksa tahun 910 Masehi dan 913 Masehi. Rekonstruksi Sejarah Dinasti Syailendra dan Kerajaan Mataram Kuna di Jawa Tengah berdasarkan Prasasti berbahasa Melayu kuno ditulis oleh Tri Harjanto 1998. Pada skripsi ini yang menjadi fokus utama adalah kehidupan kerajaan pada masa Syailendra. R. Akhmad Bakti Santosa 200 yang menulis skripsi berjudul Penerapan Konsep Astabrata pada Masa Pemerintahan Rakai Waturukura Dyah Balitung 898-910 M (Tinjauan terhadap Prasasti) telah menjelaskan secara rinci sejarah, unsur, dan penggunaan Astabrata yang

(10)

10 diterapkan pada 16 prasasti yang dikeluarkan oleh Balitung. Kesimpulan skripsi menghasilkan deskripsi pemerintahan kerajaan Mataram Kuno masa Balitung yang berusaha menerapkan konsep Astabrata bertujuan untuk menyejahterakan rakyat.

Penelitian juga dilakukan terhadap naskah yang memuat sejarah kerajaan di Jawa Barat. Kesultanan Cirebon adalah yang pertama yang melakukan penelitian

tersebut yang diwakili oleh Pangeran Wangsakerta8 sebagai pemrakarsa proyek

penulisan sejarah nusantara. (Ekadjati dan Atja, 1985:2). Karya sastra digunakan sistematis dalam penelitian dan merupakan sumber data.

Naskah berbahasa Sunda memiliki daya tarik bagi peneliti asing. Cohen Stuart, K.F Holle, H. Ten dam, C.M Pleyte, W.J van der Meulen, dan Jacobus Noorduyn melakukan penelitian terhadap naskah Sunda yang berjudul Carita Parahiyangan. Naskah ini menceritakan tentang sejarah Kerajaan Galuh. Cohen Stuart meneliti naskah ini dengan memberikan penomoran langsung pada lontar. K.F Holle adalah orang pertama yang mengerjakan dan menerbitkan di dalam

TBG9 XXVII (Atja dan Danasasmita, 1981:1). C.M Pleyte membuat transliterasi

dan catatan naskah Carita Parahiyangan dengan bantuan penerjemah. Tulisan Pleyte masih dapat dibaca di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia bagian Layanan Koleksi Khusus Naskah Kuno. Van der Meulen dalam tulisannya yang

berjudul Tjarita Parahyangan dan Rahyang Sandjaja pada majalah Basis10

8 Nama lain dari Panembahan Cirebon dan berkedudukan sebagai ketua penyusun naskah

Wangsakerta (Ekadjati dan Atja, 1985:6).

9

Majalah sastra dari lembaga kebudayaan.

10

(11)

11 sebanyak 3 edisi membahas tentang keterkaitan isi naskah Carita Parahiyangan dan prasasti Canggal. Noorduyn adalah yang pertama meneliti secara ilmiah

naskah Carita Parahiyangan. Pada 2 edisi Bijdragen11 adalah tulisan Noorduyn

tentang Carita Parahiyangan yaitu Enige nadere gegevens over tekst en inhoud van de Carita Parahyangan dan Het begingedeelte van de Carita Parahyangan. Khusus pada judul kedua terdapat transliterasi dan terjemahan berbahasa Sunda dan Belanda yang susunannya menjadi panduan utama Atja untuk menyusul tulisannya. Noorduyn melakukan pembacaan, transliterasi, dan penomoran

berdasarkan isi naskah. Edisi12 yang dikeluarkan oleh Noorduyn menjadi panduan

penulisan selanjutnya.

Peneliti lokal13 seperti Atja, Undang Ahmad Darsa, Ayatrohaedi, dan Saleh

Danasasmita menggunakan naskah berbahasa Sunda sebagai objek penelitian sastra dan data penyusun sejarah (Atja, 1968:7). Atja melanjutkan pekerjaan Noorduyn dengan mengalihbahasakan ke bahasa Sunda baru disertai catatan dari berbagai sumber. Pada tahun 1981 Atja bersama Saleh Danasasmita mengeluarkan laporan penelitian yang lebih lengkap berisi terjemahan bahasa Indonesia dan catatan tentang naskah Carita Parahiyangan. Undang Ahmad Darsa lebih berfokus pada naskah fragmen Carita Parahiyangan yang berisi tentang kepemimpinan Sunda. Beberapa peneliti juga pernah bekerja bersama-sama untuk mengerjakan naskah.

11 Majalah ilmu pengetahuan.

12 Edisi adalah penerbitan resmi dari seseorang tentang suatu hal (Hasjim, 1985:69). 13

(12)

12 Saleh Danasasmita, Ayatrohaedi, Tien Wartini, dan Undang Ahmad Darsa melakukan penelitian bersama terhadap naskah kuno yang penting terhadap budaya Sunda yaitu Sewaka Darma, Sanghyang Siksakandang Karesian, dan Amanat Galunggung. Tiga kitab ini penting karena berisi ajaran-ajaran hidup antar manusia dan terhadap Tuhan. Pedoman tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan kondisi sosial budaya yang ada di dalam naskah Carita Parahiyangan. Pada naskah di atas juga terdapat kesamaan penyebutan nama tokoh yang disebut

Pancakusika14 dan Caturkreta15. Pancakusika dan Caturkreta berhubungan dengan

anggota keluarga kerajaan Galuh sesuai yang tertulis di dalam naskah Carita Parahiyangan. Selain itu, terdapat juga baris yang berhubungan dengan konsep Tritangtu. Konsep tersebut digunakan sebagai ukuran penilaian terhadap jalannya pemerintahan di kerajaan Galuh. Penelitian di atas sebagian besar berfokus pada bidang sastra. Tujuan penelitian untuk membuktikan dan memberikan bantuan pada pembaca yang tidak dapat berbahasa Sunda.

Pihak yang juga pernah melakukan penelitian berkaitan dengan Sanjaya adalah pemerintah Kabupaten Ciamis. Penelitian ini hasilnya berupa penyusunan sejarah Kabupaten Ciamis. Hal penting pada penelitian ini adalah adanya penelusuran sejarah hingga ke masa kerajaan Galuh yang berkaitan dengan administrasi. Hal ini menunjukkan bahwa ingatan masyarakat tentang

14

Pancakusika atau Pancaputera adalah anak dari Pemimpinputra (Kandiawan dan Kandiawati) yang terdiri dari Sang Mangukuhan, Sang Katungmaralah, Sang Karungkalah, Sang Sandanggreba, dan Sang Wretikandayun (Danasasmita, 1987:96).

15 Caturkreta terdiri dari Rahyangta Dewaraja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta di Medang,

(13)

13 kepemimpinan Galuh tetap terjaga oleh tinggalan kepemimpinan dan pemerhati

budaya yang terdapat di Kabupaten Ciamis16.

Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan terhadap prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan oleh para ahli sebagaimana disampaikan di atas masih mendasarkan kajian pada bidang sastra dan sejarah. Skripsi ini membahas kepemimpinan Sanjaya di Kepemimpinan Galuh dengan menggunakan prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan.

F. Metode Penelitian

Penelitian pada skripsi ini secara teknis dilakukan dengan mengidentifikasi aspek-aspek kepemimpinan Sanjaya sebagaimana tertulis pada prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan.

Tahap pertama adalah melakukan pencarian data yang terdiri dari dua macam. Data pertama adalah prasasti Canggal yang berupa artefak dan tertulis. Prasasti ini disimpan di Museum Nasional nomor inventaris D.4. Prasasti tersebut

diteliti secara visual17, direkam dengan menggunakan skala, dicatat bahan,

keadaan dan ukuran, jenis aksara.

Prasasti Canggal secara lengkap telah diterbitkan pada buku karangan Poerbatjaraka di atas. Berdasarkan fokus penelitian yang berpusat pada interpretasi isi prasasti, penulis memilih untuk menggunakan karya Poerbatjaraka.

16 Dikutip dari http://www.ciamiskab.go.id/teras/info-ciamis/sejarah-kabupaten-ciamis diakses 14

Januari 2016 pukul 11.35 WIB.

17 Penelitian dengan cara melihat langsung temuan dan mencatat keadaan terkini serta ukuran

(14)

14 Sumber data kedua adalah naskah Carita Parahiyangan yang berbentuk lontar berada di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Bagian Koleksi

Naskah Kuna nomor K. 40618. Isi naskah yang digunakan adalah bagian IX-XIV

yang berkaitan dengan kepemimpinan Sanjaya di Kepemimpinan Galuh. Terjemahan dari Prof. Atja dan Saleh Danasasmita digunakan sebagai sumber kajian mengingat keahlian para penulisnya yang tidak diragukan lagi dalam hal membaca aksara dan bahasa Sunda Kuno.

Tahap kedua adalah melakukan kritik ekstern dan intern prasasti dan naskah. Kritik ekstern pada prasasti dilakukan dengan deskripsi fisik yaitu ukuran bentuk, bahan, aksara, lokasi dan dikumentasi. Kritik intern yaitu penjelasan tentang isi pada prasasti dan naskah. Pada tahap ini disajikan kembali ktitik ekstern dan intern untuk naskah Carita Parahiyangan yang pernah dilakukan oleh Atja. Penulis dalam hal ini mengalami keterbatasan dalam proses kritik naskah karena penggunaan naskah yang terbatas berdasarkan aturan dari PNRI. Selanjutnya dilakukan klasifikasi menurut isinya. Pada prasasti Canggal dibagi menjadi tiga yang pertama tentang pujian dewa, kedua tentang Sanjaya, dan ketiga tentang wilayah. Naskah Carita Parahiyangan dibagi menjadi dua bagian, yang pertama tentang pemimpin-pemimpin sebelum Sanjaya dan yang kedua adalah tentang masa kepemimpinan Sanjaya. Uraian yang telah dibuat pada masing-masing bagian kemudian dianalisis untuk mengetahui kepemimpinan Sanjaya.

18Kropak adalah nomor katalog kumpulan naskah kuno di PNRI. Penulisan Kropak selanjutnya

(15)

15 Tahap ketiga adalah analisis aspek. Dilakukan dengan cara meneliti hubungan antara aspek kepemimpinan Sanjaya sebagaimana terdapat dalam prasasti Canggal dan naskah Carita Parahiyangan dengan Astabrata dan Tritangtu. Uraian kepemimpinan yang terdapat pada bagian kritik intern menjadi dasar untuk dikaji dengan konsep kepemimpinan. Hasil analisis ini adalah hubungan antara aspek dan konsep.

Tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan masalah tentang kepemimpinan. Sanjaya sebagai seorang pemimpin wajib menjalankan seluruh tugas sebaik mungkin sebagaimana terdapat pada Astabrata dan Tritangtu.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan perilaku child abuse yang dilakukan orang tua dengan prestasi belajar anak usia sekolah di SD N 14

Oleh karena itu untuk memperkaya penelitian yang ada, penulis bermaksud memfokuskan penelitian pada kemampuan pembelajar khususnya mahasiswa di lingkungan Jurusan

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah untuk memudahkan pemahaman pemelajar bahasa Jepang yang mengalami kesulitan dalam memahami fungsi penggunaan kata benda mono yang

Sehingga rumah sakit sangat membutuhkan pengendalian dan kepemimpinan agar dapat mencapai kinerja organisasi yang baik dan juga untuk menghadapi persaingan dalam

dengan Menggunakan Blog Aljabar untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Peserta didik Pada Materi Persamaan Kuadrat.” Dari penelitian ini diperoleh hasil

Mendeskripsikan tentang fungsi sintaksis seperti apa saja yang dapat dibentuk dari kakujoshi で yang bermakna cakupan/batasan, yang berhubungan dengan setiap unit

Mengumpulkan data, dengan cara memilih film yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini, yaitu film Wedding Dress yang akan menggambarkan tentang seorang

Penelitian ini bermaksud mencari kebenaran dan makna akan fungsi musik yang mampu menjadi sebuah alternatif penyampaian nilai-nilai dakwah dengan balutan aliran musik yang