• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI Kooperatif Learning Menurut Johnson(2010:4) Kooperasi berarti kegiatan bekerja secara bersamasama untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI Kooperatif Learning Menurut Johnson(2010:4) Kooperasi berarti kegiatan bekerja secara bersamasama untuk"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORI

2.1.1 Kooperatif Learning

Menurut Johnson(2010:4) Kooperasi berarti kegiatan bekerja secara bersama-sama untuk mencapai sebuah tujuan berbersama-sama pada kelompoknya masing-masing. Dalam kegiatan yang kooperatif setiap anggota kelompok berusaha untuk mencapai hasil semaksimal mungkin yang menguntungkan bagi dirinya sendiri dan semua anggota kelompoknnya. Model pembelajaran kooperatif learning merupakan salah satu dari sekian banyak model yang mampu membuat suasana kegiatan belajar menjadi aktif dan kreatif. Kooperatif learning dikatakan sebagai model pembelajaran yang aktif karena mampu membuat siswa menjadi lebih berperan dalam kegiatan belajar mengajar dan kooperatif learning dikatakan kreatif dapat diartikan bahwa model pembelajaran kooperatif ini akan membuat guru dalam penerapan model ini menjadi lebih inovatif.

menurut Suprijono (2009:54 ) mengatakan bahwa terdapat beberapa istilah tentang pembelajaran Kooperatif yang merupakan salah satu dari model pembelajaran yang berbasis sosial. Konsep dari pembelajaran kooperatif meliputi semua jenis kegiatan kerja berkelompok siswa yang diarahkan oleh guru agar kerja kelompok tersebut tidak menyimpang. Guru menyediakan berbagai pertanyaan, bahan-bahan dan informasi mengenai sebuah permasalahan dalam kegiatan pembelajaran yang dirancang sebagai sebuah alat untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah.

Menurut Johnson (2010:4) “pembelajaran kooperatif adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok kecil dalam penerapannya yang memungkinkan siswa untuk bekerja bersama-sama didalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain”.

Pembelajaran kooperatif tidak bisa disamakan dengan hanya belajar dalam kelompok. Akan tetapi masih banyak unsur-unsur yang membedakanya dengan

(2)

pembagian kelompok secara asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif yang benar memungkinkan bagi guru untuk mengelola kelas menjadi lebih efektif. Pembelajaran kooperatif yang menumbuhkan pembelajaran menjadi lebih efektif diantaranya:1) memudahkan siswa dalam belajar, 2)pengetahuan, nilai, dan keterampilan.

Menurut Roger dan Davit Johnson dalam suprijono (2009:58) “mengatakan bahwa semua kegiatan belajar berkelompok diangap sebagai pembelajaran yang kooperatif”. Agar pembelajaran kooperatif dapat mencapai hasil yang maksimal diperlukan lima unsur yang harus di terapkan diantarannya:

a) Positive interdependence ( saling ketergantungan positif ) b) Personal responsibility ( tanggung jawab perorangan ) c) Face to face promotive interaction ( interaksi promotif ) d) interpersonal skill (komunikasi antar anggota )

e) group processing ( pemrosesan kelompok )

Model pembelajaran kooperative dikembangkan untuk mencapai sebuah hasil belajar yang diwujutkan dengan prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman dan pengetahuan keterampilan sosial. Menurut suprijono(2009:65) agar model pembelajaran kooperatif dapat dilakukan secara optimal sebagai seorang guru hendaknya terlebih dahulu memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 tahapan diantaranya:

Tabel 2.1

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

FASE-FASE PERILAKU GURU

Fase 1 : Present goal and set

Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan peserta didik.

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar.

Fase 2 : Present information Menyajikan informasi

Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal.

(3)

Fase 3 : Organize students into learning teams

Mengorganisir peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peseta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transmisi yang efisien.

Fase 4: Assist team work and study Membantu kerja tim belajar

Menguji pengetahuan peserta didik mengenali berbagai materi pembelajaran ataukelompok-kelompok

mempresentasikan hasil kerjannya. Fase 5: test on the materials

Mengevaluasi

Menguji peserta didikmengenali berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjannya.

Fase 6: Provide recognition

Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa cooperative learning merupakan salah satu model yang lebih menekankan kepada hubungan sosial. Hubungan sosial dalam model ini ditunjukkan dengan adanya hubungan kerjasama yang terjadi dalam masing-masing kelompok untuk mencapai sebuah tujuan yang sama yakni mencapai sebuah hasil yang semaksimal mungkin. Pemilihan anggota kelompok harus dipilih secara merata antara yang mempunyai intelektual tinggi dan mempunyai intelektual rendah sehingga akan memudahkan siswa dalam kegiatan belajar.

2.1.2 Model Pembelajaran

menurut Trianto(2010:51) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan

(4)

digunakan, termasuk didalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Menurut pendapat joyce(1992:4) dalam bukunya Triyanto mengatakan pendapat bahwa ” each model guides us as we design intruction to help students acrieve various objektives” yang maksudnya adalah bahwa setiap model mengarahkan kita dalam merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.

Selain itu menurut Arends dalam Triyanto (2010), mengemukakan pendapatnya bahwa model pembelajaran lebih mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk didalamnya terdapat tujuan –tujuan pengajaran, tahap –tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pembelajaran merupakan sebuah alat yang tidak bisa di pisahkan dalam dunia pendidikan, model pembelajaran merupakan sebuah perantara yang sangat penting untuk membantu peserta didik dalam mencapai sebuah tujuan pembelajaran sehingga dengan adanya model ini peserta didik akan lebih mampu menerima pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli dimana dari pendapat ketiga ahli diatas dapat disimpulkan dimana model pembelajaran merupakan sebuah pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas yang berfungsi untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran dan mempengarui tahap-tahap guru dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

2.1.3 Talking Stick

Menurut Carol Locus dalam miftahul huda(2013:224) menjelaskan mengenai talking stick bahwa:

The talking stick has been used for centuries by many indian tribesas a mean of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern wouldcome before to council, the leading elderwould hold the talking stick, and beginthe discussion. When he would finish what he had to say, he would

(5)

hold out the talking stick, and whoever would speakafter him would take it. in this manner, the talking stick would be passed from the one individual to another until all who wanted to speak had done so. the stick was then passed back to the elder for safe keeping.

Dari penjelasan di atas Miftahul Huda (2013:224) menyimpulkan bahwa Talking Stick (tongkat berbicara) adalah model yang pada mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku). Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh suku–suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke ketua/pimpinan rapat. Dalam dunia pendidikan talking stick dikembangkan sehingga menjadi model pembelajaran. Sesuai dengan namanya talking stick merupakan sebuah model yang mana diterapkan dengan bantuan tongkat.

Menurut Miftahul Huda (2013:225) dalam penerapan model talking stick, siswa dibagi dalam bentuk kelompok-kelompok yang dengan jumlah 5-6 siswa heterogen dalam setiap kelompoknya. pembentukan kelompok dilakukan dengan mempertimbangkan keakrapan, kecerdasan, persahabatan, atau minat yang berbeda. Metode talking stick ini merupakan salah satu model yang cocok untuk diterapkan disemua kalangan dan tingkatan umur yang berbeda.

Adapun sintak dari model pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut: a) Pertama guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya kurang

lebih 20 cm dan membagi kelas dalam bentuk kelompok.

b) Sebelum model talking stick diterapkan terlebih dahulu guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

(6)

memberikan kesempatan bagi tiap-tiap kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pekerjaan.

c) Siswa disuruh berdiskusi untuk mencari masalah yang ada dalam wacana.

d) Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya,guru mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan.

e) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu siswa, setelah itu tongkat diputarkan dengan bantuan musik sebagai pendamping. Saat musik berhenti siswa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru. Demikian seterusnya sampai sebagian siswa mendapatkan bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru. f) Guru memberikan kesimpulan.

g) Guru melakukan evaluasi/penilaian. h) Guru menutup pembelajaran.

Menurut Suprijono(2009:109) menjelaskan bahwa pembelajaran menggunakan model talking stick mendorong setiap siswa untuk berani berbicara di ruang kelas dan mengemukakan pendapatnya. Hal ini dikarenakan siswa yang menerima tongkat tersebut diwajibkan untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Menurut Eggen and Kauchak, 1996: 279 dalam Trianto,( 2007: 41)” Talking stick termasuk salah satu model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaboratisi untuk mencapai tujuan bersama”. Model pembelajaran talking stick dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Pembelajaran talking stick sangat cocok diterapkan bagi siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan membuat siswa aktif.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai sebagai wujud pemberian kesempatan bagi siswa untuk mengeluarkan hak suara (berbicara)

(7)

yang diberikan secara bergiliran/bergantian. Model pembelajaran talking stick menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian secara estafet tongkat tersebut ke tangan siswa lainnya secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan.

2.1.4 Model Pembelajaran Team Game Tournament

Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan salah satu strategi pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh slavin. Seperti pembelajaran kooperatif yang lainnya yang menggunakan kerjasama kelompok yang terdiri 4 -5 siswa setiap anggota kelompok. Kelompok tersebut dibentuk secara heterogen baik dalam prestasi akademik, jenis kelamin, ras, maupun etnis. Dalam model pembelajaran TGT terdapat turnamen / kompetisi antar kelompok yang berhubungan dengan materi pembelajaran.

Robert E.Slavin (2005:163) mengemukakan bahwa secara umum TGT sama saja dengan STAD kecuali dalam TGT lebih menggunakan tournament akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim dengan anggota tim yang lainnya.

Menurut Slavin dalam miftahul huda (2011) menemukan bahwa TGT berhasil meningkatkan skill – skill dasar, pencapaian, interaksi positif antar siswa, harga-diri, dan sikap penerimaan pada siswa-siswa lain yang berbeda. Permainan dalam model TGT terdiri atas pertanyaan – pertanyaan yang kontennya relevan yang dirancang untuk menguji pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim.

Menurut Robert E.Slavin ( 2005:166 ) Pembelajaran Kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama yaitu : 1. Presentasi di kelas / penyajian materi, 2. Tim ( kelompok ), 3. Game ( permainan ), 4. Turnament ( pertandingan ),dan rekognisi tim ( penghargaan kelompok ). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, kemudian siswa bekerja dalam

(8)

kelompoknya untuk mendiskusikan materi ajar yang diberikan guru. Selanjutnya diadakan turnamen dimana siswa memainkan game pembelajaran dengan anggota kelompok lain untuk mennyumbang poin bagi skor kelompoknya. Kelompok yang memenangkan turnamen akan mendapat penghargaan dari guru. Komponen- komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, turnamen, dan penghargaan kelompok. Sintak dari model pembelajaran team game tournament sebagai berikut :

1. Penyajian Materi

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru. Karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.

2. Kelompok ( tim )

Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang siswa. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.

3. Game

Game terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. Siswa

(9)

memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor.

4. Turnamen

Untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian. Siswa yang mendapatkan nomor terbesar sebagai reader 1, terbesar kedua sebagai chalennger 1, terbesar ketiga sebagai chalenger 2, terbesar keempat sebagai chalenger 3. Dan kalau jumlah peserta dalam kelompok itu lima orang maka yang mendapatkan nomor terendah sebagai reader2. Reader 1 tugasnya membaca soal dan menjawab soal pada kesempatan yang pertama. Chalenger 1 tugasnya menjawab soal yang dibacakan oleh reader1 apabila menurut chalenger 1 jawaban reader 1 salah. Chalenger 2 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 tadi apabila jawaban reader 1 dan chalenger 1 menurut chalenger 2 salah. Chalenger 3 tugasnya adalah menjawab soal yang dibacakan oleh reader 1 apabila jawaban reader1, chalenger 1, chalenger 2 menurut chalenger 3 salah. Reader 2 tugasnya adalah membacakan kunci jawaban. Permainan dilanjutkan pada soal nomor dua. Posisi peserta berubah searah jarum jam yang tadi menjadi chalenger 1 sekarang menjadi reader1, chalenger 2 menjadi chalenger 1, chalenger3 menjadi chalenger 2, reader 2 menjadi chalenger 3 dan reader 1 menjadi reader2. Hal itu terus dilakukan sebanyak jumlah soal yang disediakan guru.

5. Penghargaan kelompok (team recognise)

Guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi kriteria yang ditentukan.

(10)

Tabel 2.2

Rata-Rata Skor Kriteria Yang Ditentukan Kriteria(rata–rata Kelompok ) Predikat ≥ 45 Super Team 40 – 45 Great Team 30 – 40 Good Team

Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran team game tournament merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja berkelompok atau dalam sebuah tim yang di bentuk secara heterogen. Dalam pelaksanaan model pembelajaran team game tournament lebih menggutamakan adanya sebuah tournamen dan kuis-kuis tentang materi yang telah di jelaskan oleh guru yang berguna untuk mengasah kemampuan secara individu maupun kelompok.

2.1.5 Hasil Belajar

Belajar bukanlah sebuah hal yang mudah, belajar merupakan proses seseorang dalam memperoleh perubahan perilaku yang yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya guru menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Siswa dikatakan berhasil dalam kegiatan belajar apabila siswa tersebut telah mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan guru (Jihat 2010:14)

Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah “suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Selanjutnya Winkel dalam Eriyani (2011:7) belajar adalah”suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman ,

(11)

keterampilan, dan nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas”.

Para pakar pendidikan mengemukakan pengertian yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun demikian selalu mengacu pada satu prinsip yaitu setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan dalam dirinya. Belajar merupakan suatu kegiatan atau proses yang dilakukan seseorang melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh perubahan perilaku yang semula belum tahu menjadi tahu supaya mendapatkan suatu kepribadian yang baru yang lebih baik.

belajar membutuhkan usaha dari seseorang untuk yang melewati sebuah proses yang bisa dibilang panjang. Seseorang yang telah belajar tidak akan merasa puas sebelum mengetahui hasilnya apakah sudah benar-benar memahami apa yang di pelajarinya atau belum. Dalam dunia pendidikan untuk mengetahui batas kemampuan siswa apakah ia sudah benar-benar memahami apa yang di sampaikan guru dapat diukur dengan hasil belajarnya. Salah salah satu hal yang dilakukan adalah dengan melakukan tes. Pada umumnya hasil belajar siswa hanya diperoleh dari ranah kognitif saja yang berupa skor dari proses tes uji pemahaman suatu pelajaran.

Menurut Suprijono (2009 ) “hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai,pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan”. Menurut pemikiran gadne hasil belajar berupa:1) informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lesan maupun tertulis. kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. 2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan membagi, kemampuan analisis sintesis, fakta konsep dan memngembangkan konsep-konsep keilmuan. keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktifitas kognitif bersifat khas. 3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktifitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

(12)

konsep dan kaidah dalam memecahlkan masalah. 4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan untuk melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujut otomatisme gerak jasmani. 5)Kemampuan menerima atau menolak pengetahuan dan tindakan berdasarkan penilaian terhadap pengetahuan dan tindakan tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai . sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (dalam Lina, 2009: 5), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi pengajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi pengajar, adalah bagaimana seorang guru mampu menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerima dan memahaminya.

Sudjana (1989:22) menyimpulkan bahwa “ Pengertian hasil belajar dalam hal ini adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia melaksanakan pengalaman belajarnya”

Menurut Oemar Hamalik (2004:16) hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar maka akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti. Pendapat ini juga sesuai dengan pendapat Bloom dalam Suprijono (2011:5) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Berkenaan dengan hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.

Menurut Sudjana (2009:22), bahwa “hasil belajar adalah kemampuan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran oleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran”. Sudjana membagi tiga macam hasil

(13)

belajar mengajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengarahan, dan (c) sikap dan cita-cita.

Menurut Bloom dan Krathwohl dan Bloom dan Maria (dalam Rusman, 2012 : 171) klasifikasi tujuan pembelajaran terdiri dari 3 domain atau schemata, yaitu :

1). Domain kognitif, yaitu menekankan pada aspek intelektual dan memiliki jenjang dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu (1) Pengetahuan yang menitikberatkan pada aspek ingatan terhadap materi yang telah dipelajari mulai dari fakta sampai teori. (2) Pemahaman, yaitu langkah awal untuk dapat menjelaskan dan menguraikan sebuah konsep ataupun pengertian. (3) Aplikasi, yaitu kemampuan untuk menggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam situasi yang nyata, meliputi aturan, metode, konsep, prinsip, hukum, dan teori. (4) Analisis, yaitu kemampuan dalam merinci bahan menjadi bagian-bagian supaya strukturnya mudah untuk dimengerti. (5) Sintesis, yaitu kemampuan mengkombinasikan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan baru yang menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan cara memformulasikan pola dan struktur baru. dan (6) Evaluasi, yaitu kemampuan dalam mempertimbangkan nilai untuk maksud tertentu berdasarkan kriteria internal dan kriteria eksternal.

2). Domain Afektif, yaitu menekankan pada sikap, perasaan, emosi, dan karakteristik moral yang diperlukan untuk kehidupan di masyarakat. Domain afektif memiliki lima tingkatan dari yang rendah sampai pada yang tinggi, yaitu (1) Penerimaan (receiving), misalnya kemampuan siswa untuk mau mendengarkan materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dan media pembelajaran dengan melibatkan perasaan, antusiasme, dan semangat belajar yang tinggi. (2) Responding, yaitu kemampuan siswa untuk memberikan timbal balik positif terhadap lingkungan dalam pembelajaran, misalnya : menanggapi, menyimak, bertanya, dan berempati. (3) Penilaian, yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai yang ditanamkan dalam pembelajaran, membuat pertimbangan terhadap berbagai nilai untuk diyakini dan diaplikasikan. (4) Pengorganisasian, yaitu kemampuan siswa dalam hal mengorganisasi suatu sistem nilai, dan (5) karakterisasi, yaitu pengembangan dan internalisasi dari tingkatan pengorganisasian terhadap representasi kehidupan secara luas.

3). Domain Psikomotorik, yaitu domain yang menekankan pada gerakan fisik. Kecakapan-kecakapan fisik dapat berupa gerakan-gerakan atau keterampilan fisik, baik keterampilan fisik halus maupun kasar. Ranah kognitif dalam penilaian hasil belajar biasanya menjadi ranah paling dominan dalam menentukan hasil setelah mengikuti serangkaian pembelajaran. Namun hasil belajar juga tidak boleh lepas dari ranah afektif dan psikomotor. Ketiganya harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah.

(14)

Dari pendapat beberapa ahli diatas hasil belajar merupakan sebuah puncak dari belajar sebagai bahan untuk mengukur kemampuan peserta didik dalam menerima apa yang ia pelajarinnya. Hasil belajar sanggat bergantung terhadap kemampuan peserta didik dalam memahami dan menguasai materi, dimana hal ini juga terdapat perubahan tingkahlaku dari dalam diri siswa yang baru dari semula yang belum diketahui melalui hasil belajar yang dicapainnya orang lain akan mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik tersebut yang didapat melalui pengalamannya sendiri yang sangat mempengarui beberapa aspek diantarannya ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.

2.1.6 Hakikat Ilmu pengetahuan Sosial.

Dalam lingkup pendidikan IPS merupakan intergrasi dari banyak cabang ilmu-ilmu social seperti geografi, ekonomi, politik, hukum dan budaya. Pada dasarnya ilmu pengetahuan sosial merupakan bidang studi yang mempelajari mengenai fenomena dan kenyataan yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat. Dalam lingkup pendidikan Sekolah Dasar bidang studi IPS merupakan kajian ilmu yang menjadi satu kesatuan dan tidak terpisah-pisah. Hal ini sesuai dengan beberapa pendapat pendapat para ahli

Menurut triyanto (2010:171) IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial: sosiologi, sejarah ,ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi social. geografi dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan ,struktur sosial aktifitas-aktifitas ekonomi, organisasi politik , ekspresi-ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih.

(15)

Mengenai tujuan dari pembelajaran ilmu pengetahuan sosial beberapa pendapat para ahli sering mengkaitkan pembelajaran ilmu pengetahuan sosial dengan kehidupan masyarakan, menyangkut mengenai kepribadian , akhlak dan moral , serta kehidupan masyarakat. Gross,1978 dalam Trianto (2010:173) menyebutkan bahwa tujuan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga Negara yang baik dalam kehidupan bersosial di lingkungan masyarakatnya masing-masing yang sesuai dengan moral,secara tegas ia mengatakan “to prepare student to be well functioning citizens in a democratic society”. Tujuan lain dari pendidikan IPS adalah mengembangkan kemampuan siswa menggunakan penalaran dalam mengambil keputusan setiap persoalan yang dihadapinya.

Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. lingkungan masyarakat dimana peserta didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnnya. Pendidikan IPS berusaha membantu siswa dalam membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnnya (Kokasih, 1994 dalam Trianto 2010:173).

Tabel 2.3

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Kelas V Semester 2

Mata Pelajaran : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Kelas / Semester : V / 2

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar 2. Menghargai peranan tokoh

pejuang dan masyarakat dalam

2.1.Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada pada penjajah

(16)

mempersiapkan dan

mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Belanda dan Jepang.

2.2.Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mem-persiapkan kemerdekaan Indonesia .

2.3.Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mem-proklamasikan kemerdekaan Indonesia.

2.4.Menghargai perjuangan para tokoh dalam mem-pertahankan kemerdeka-an.

2.2 Penelitian yang Relevan

Dalam telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan penelitian yang ada kaitannya dengan variable penelitian yang dilakukan. menurut habiburrohman,dkk (2010), dalam penelitiannya berjudul “ Peningkatan hasil belajar IPS dengan Cooperative Learning Tipe Team Games Tournament (TGT) pada siswa kelas V SD Negeri Pilang 1 Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2009/2010”

Hasil penelitian ini adalah adanya peningkatan rata-rata nilai hasil belajar IPS yang diperoleh siswa dari sebelumnya. Pada tes awal 50; kemudian pada tes siklus pertama 64,44; menjadi 75,25 pada siklus kedua. Kemudian adanya peningkatan prosentase

(17)

ketuntasan belajar siswa yang pada tes awal hanya 25,92%; dan pada tes siklus pertama 70,37%; kemudian pada siklus kedua menjadi 88,89%.

Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan pembelajaran Cooperative Learning Model Team Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas V SD Negeri Pilang 1 Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.

Menurut Wardani, Aprilia Isti. 2013. Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui Model Talking Stick dengan Media Visual pada Siswa Kelas IV SDN Purwoyoso 01 Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan keterampilan guru pada siklus I memperoleh skor 16 dengan kriteria cukup, siklus II memperoleh skor 22 dengan kriteria baik dan siklus III memperoleh skor 27 dengan kriteria sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus I memperoleh skor 11,7 dengan kriteria cukup, siklus II memperoleh skor 15,1 dengan kriteria baik dan siklus III memperoleh skor 16,8 dengan kriteria baik. Persentase ketuntasan hasil belajar siklus I sebesar 63,8% dengan rata-rata kelas 64, siklus II 74% dengan rata-rata kelas 70,2 dan 86,48% pada siklus III dengan rata-rata kelas 73,8.

Simpulan dalam penelitian ini adalah model talking stick dengan media visual dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar dalam pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN Purwoyoso 01 Semarang. Saran yang diberikan adalah guru hendaknya menggunakan model dan media pembelajaran dengan optimal untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Penelitian yang telah dikemukakan disimpulkan bahwa penelitian tersebut mendukung penelitian ini. Maka dari itu pada penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajara team game tournament(TGT) dan Talking Stick untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

(18)

2.3 Kerangka Berpikir

Mata pelajaran IPS merupakan mata pelajaran yang sangat erat dengan lingkungan masyarakat anak, misalnya saja saat anak mempelajari tentang kegiatan jual beli di pasar. Materi tersebut tidak hanya didapatkan anak dari hasil belajar di sekolah akan tetapi anak juga seringkali mengalami hal tersebut. Sehingga dalam menyampaikan materi IPS tidak hanya dilakukan dengan proses memberitahu materi pelajaran kepada anak akan tetapi kita hendaknya membangun apa yang yang sudah dialami siswa. Upaya memberikan kesan tersendiri terhadap mata pelajaran IPS merupakan salah satu hal yang bisa dilakukan oleh seorang pengajar. Seperti yang telah dicontohkan untuk mengetahui keadaan sosial yang ada di pasar dalam mengajar hendaknya apa yang akan diajarkan kepada siswa mampu diterima oleh siswa sesuai dengan hal yang pernah mereka lihat sebenarnnya misalnya dengan menayangkan kegiatan jual beli yang ada di pasar.

Melihat apa yang sudah dijabarkan di atas kadang penyampaian materi IPS sering mengalami kesulitan. Hal ini tidak terletak pada materi IPS yang susah, akan tetapi bagaimana membuat materi IPS ini menjadi lebih menyenangkan. Dengan menggunakan model pembelajaran Talking stick dan Team Game Tournamen, siswa terlibat secara maksimal dalam upaya untuk memahami materi serta memecahkan masalah, sehingga pembelajaran mata pelajaran IPS menjadi lebih bisa untuk dipahami siswa dengan proses yang sangat menyenangkan.

Kondisi awal kelas kontrol dan kelas eksperimen berada dalam kondisi yang seimbang dalam prestasi mata pelajaran IPS. Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dengan cara melakukan tes terlebih dahulu. Kemudian setelah mengetahui hasil dari tes kedua kelas tersebut yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas untuk selanjutnya dalam penelitian ini kedua kelas tersebut diberikan perlakuan. Kelas kontrol diberi perlakuan dengan menggunakan model talking stick. Pada kelas eksperimen setelah diberikan pre tes selanjutnya diberi perlakuan dengan menggunakan Team game tournament.

(19)

Dengan menggunakan kedua model tersebut diharapkan siswa bisa memperoleh prestasi belajar diatas rata-rata. Membandingkan prestasi belajar siswa antara yang menggunakan model talking stick dengan yang menggunakan model team game tournament adalah salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar perbedaan pengaruh penggunaan model talking stick dan team game tournament pada siswa kelas 5 pada mata pelajaran IPS dalam dunia pendidikan. Di bawah ini adalah bagan dari kerangka berpikir penelitian yang dilakukan.

Gambar 2.1 : Bagan Kerangka Berfikir Penelitian Eksperimen

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian kajian teoretis dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitiannya adalah

OX1 = OX2 maka Ho diterima dan Ha ditolak OX1 ≠ OX2 maka Ho ditolak dan Ha diterima Keterangan:

H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran talking stick dan team game tournament terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di SDN Getas 3 dan SD Negeri Telogowunggu.

(20)

Ha: Terdapat perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran talking stick dan team game tournament terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di SDN Getas 3 dan SD Negeri Telogowunggu.

Gambar

Gambar 2.1 :  Bagan Kerangka Berfikir Penelitian Eksperimen

Referensi

Dokumen terkait

menghimpun data tentang karakteristik petani, kelayakan usahatani padi dan kesediaan membayar (Willingness to Pay, WTP). Data dan informasi usahatani padi

nakon čega se postavljeni cilj kampanje (koji mora biti jasan, realističan, konkretan, mjerljiv i inspirativan jer on predstavlja polaznu poziciju za cjelokupnu

10: - preventivno zagotavljanje kakovosti – kakovost mora biti zagotovljena že v zgodnjih fazah nastajanja izdelka na primer v razvoju in v konstrukciji, tako da se napake sploh

Berdasarkan angka sementara hasil pencacahan lengkap Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Kepulauan Talaud mengalami penurunan sebanyak 531

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége 

homeschooling yaitu (1) anak akan benar-benar dapat dijadikan subjek dalam kegiatan belajar, (2) objek yang dipelajari sangat beragam dan luas, (3) orang tua berperan

Adanya pemekaran pada kabupaten/kota dengan memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda dari segi ekonomi dan non ekonomi dapat mengindikasikan adanya

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar passing sepak bola kaki bagian dalam pada siswa kelas XI IPS 2 SMAN 1 Pacitan dengan