• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. satu (Suwantoro, 1997: 35). Terbukti bahwa saat ini segala yang dapat menunjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. satu (Suwantoro, 1997: 35). Terbukti bahwa saat ini segala yang dapat menunjang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting, bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor satu (Suwantoro, 1997: 35). Terbukti bahwa saat ini segala yang dapat menunjang sektor pariwisata semakin bertambah kualitas maupun kuantitasnya. Banyak berdiri bangunan-bangunan yang mempengaruhi keberlangsungan pariwisata yang kadang tidak mengikuti aturan-aturan yang dulunya telah dibuat. Pembangunan hotel yang dilakukan secara besar-besaran di daerah yang memiliki angka wisatawan cukup banyak, eksplorasi wisata alam dan budaya yang tidak hanya dilakukan oleh para pemerhati namun juga mulai digeluti oleh pihak yang hanya mengincar keuntungan, serta hal-hal positif lainnya seperti perbaikan akses dari dan ke objek wisata serta jumlah Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan yang terkait didalamnya yang semakin meningkat.

Perkembangan pesat yang dialami oleh Indonesia saat ini sesungguhnya bukanlah fenomena baru. Pariwisata sudah dikenal oleh bangsa Indonesia bahkan sejak zaman penjajahan Belanda. Banyaknya jenis organisasi, penerbitan buku yang terkait dengan kepariwisataan Indonesia bahkan adanya koran mingguan yang diterbitkan yang isinya terkait dengan alat transportasi apa saja yang dapat digunakan oleh masyarakat pada waktu itu untuk melakukan perjalanan. Meskipun perkembangannya sempat terhenti ketika masa penjajahan Jepang,

(2)

setelah merdeka bangsa Indonesia kembali mengembangkan potensi di bidang pariwisata. Awalnya didirikan sebuah organisasi yang diberi nama Dewan Tourisme Indonesia (DTI). DTI berganti nama menjadi Dewan Pariwisata Indonesia (Depari). Pada masa yang sama juga didirikan Sekolah Kejuruan Perhotelan dan juga Akademi Perhotelan (Bagyono, 2007: 9). Dalam buku Bagyono juga menjelaskan bahwa sektor pariwisata, terlepas dari pasang surut dalam perkembangannya, diprediksi akan menjadi sektor yang tidak pernah ada habisnya, karena disamping mengandalkan sumber daya alam, sektor pariwisata juga turut mengandalkan unsur budaya yang jika dikembangkan dengan profesional akan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik dari segi ekonomi maupun peradaban. Hal ini membuktikan bahwa sektor pariwisata merupakan suatu lahan yang sangat menjanjikan untuk dijadikan lahan industri.

Selain pernyataan diatas, salah satu faktor yang menjadi penyebab berkembangnya industri pariwisata adalah meningkatnya minat manusia untuk melakukan perjalanan wisata. Menurut Yoeti (2010: 1) tujuan dari orang-orang melakukan perjalanan wisata adalah untuk mencari kegembiraan dan kesenangan, untuk melihat dan menyaksikan sesuatu yang menarik, memperluas wawasan, menimba pengalaman di tempat yang dikunjungi. Selain itu juga perjalanan wisata yang dulunya dianggap mahal dan hanya dilakukan pada musim liburan saja saat ini sudah berubah menjadi hobi yang kebanyakan manusia melakukannya. Fenomena ini juga tentunya mendapat andil langsung dari pihak-pihak yang terkait dengan dunia pariwisata yang pada akhirnya mampu menambah minat masyarakat untuk berwisata. Semakin diperbaikinya akses

(3)

menuju objek wisata, tarif angkutan yang semakin murah, informasi tentang objek-objek wisata yang sangat mudah didapat saat ini juga menjadi penyebab dari terjadinya fenomena tersebut. Hal ini tentunya bertujuan agar wisatawan dapat merasa nyaman sehingga minat mereka untuk melakukan perjalanan wisata akan semakin tinggi.

Jika membicarakan tentang kenyamanan wisatawan, tentu tidak hanya wisatawan lokal yang menjadi patokan di sini, namun juga wisatawan mancanegara yang lebih membutuhkan perhatian luar biasa. Hal ini disebabkan karena tidaklah mudah menarik perhatian dari wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia, mengingat bahwa Indonesia sering terkena bencana seperti bencana alam, masalah politik seperti demonstrasi, dan juga masalah-masalah lain yang secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan dunia pariwisata. Ini tentunya juga menjadi perhatian bagi wisatawan mancanegara yang memiliki keinginan untuk datang ke Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, perbaikan setiap sarana dan prasarana yang mampu menunjang kepariwisataan juga menjadi perhatian. Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas utama atau dasar yang memungkinkan sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang dalam rangka memberikan pelayanan kepada para wisatawan, sedangkan sarana pariwisata adalah fasilitas perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan baik secara langsung maupun tidak langsung (Bagyono, 2007: 20,21). Maju mundurnya sarana kepariwisataan tergantung pada jumlah kunjungan wisatawan. Oleh karena itu keberadaan sarana pariwisata sangatlah penting dan mutlak untuk menyajikan pelayanan yang

(4)

berkualitas kepada para wisatawan. Biro Perjalanan Wisata sebagai salah satu jenis sarana pariwsata mampu menyediakan beraneka ragam fasilitas, seperti menyediakan fasilitas guide, paket wisata yang dapat menjadi pilihan wisatawan, dan tidak lupa melayani wisatawan yang ingin mencari tiket dengan harga murah juga.

Pertumbuhan Biro Perjalanan Wisata saat ini cukup pesat seiring dengan bertumbuhnya minat wisatawan untuk melakukan perjalanan. Namun dalam hal ini, pihak Biro Perjalanan Wisata juga perlu memperhatikan dengan baik bagaimana wisatawan yang hendak dilayani. Pelayanan ini bisa dibedakan berdasarkan watak asli wisatawan yang dapat dikategorikan berdasarkan daerah asal, umur, tujuan mereka melakukan perjalanan, dan banyak hal lainnya yang perlu menjadi pertimbangan bagi pihak Biro Perjalanan Wisata ketika menemani wisatawan dalam perjalanannya.

Untuk itu perlu dibuat suatu strategi yang baik oleh pihak Biro Perjalanan Wisata ketika hendak membuat paket wisata untuk wisatawan tertentu guna mengantisipasi terjadinya komplain dikemudian hari. Karena banyaknya wisatawan berdasarkan daerah asalnya, maka penulis mengkerucutkan topik pada tulisan ini hanya pada strategi pembuatan paket wisata untuk wisatawan yang berasal dari Negeri sakura, Jepang. Pada penulisan skripsi ini penulis menjadikan Alas Tour & Travel sebagai studi kasus karena Biro Perjalanan Wisata tersebut dianggap mampu dijadikan sebagai lahan penelitian. Biro Perjalanan Wisata ini sudah beberapa kali membuat paket wisata untuk wisatawan dari Jepang dan beberapa negara lainnya.

(5)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ditentukan oleh penulis agar dapat lebih fokus dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah paket wisata yang ditawarkan PT Alas Tour & Travel sudah sesuai dengan keinginan wisatawan Jepang?

2. Bagaimana strategi yang tepat dalam pembuatan paket wisata untuk wisatawan Jepang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui apakah paket wisata yang ditawarkan oleh PT Alas Tour & Travel sudah atau belum sesuai dengan keinginan wisatawan Jepang.

2. Mengetahui bagaimana strategi yang tepat dalam pembuatan paket wisata untuk wisatawan Jepang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian berisi uraian manfaat yang diperoleh setelah penulis menjawab masalah yang sudah dirumuskan (Indrastuti, 2012: 43). Adapun manfaat yang didapat oleh penulis berdasarkan penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoretis

Diharapkan tulisan ini dapat membantu pihak yang terkait dengan pengembangan dunia pariwisata khususnya yang terkait dengan biro

(6)

perjalanan wisata sehingga dapat dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

a. Bagi penulis : penulis mendapat pengetahuan baru berdasar penelitian yang telah dilakukan dan mampu menerapkannya bersama dengan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan di Jurusan Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.

b. Bagi pelaku pariwisata khususnya biro perjalanan wisata: penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam penyusunan paket wisata agar wisatawan khususnya wisatawan Jepang dapat merasa puas dengan pelayanan yang telah diberikan.

c. Bagi masyarakat umum: diharapkan dengan adanya tulisan ini dapat menambah wawasan pembaca tentang hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan serta strategi dalam penyusunan paket wisata untuk wisatawan Jepang.

1.5 Tinjauan Pustaka

Beberapa penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan yang topik dari penelitian tersebut berkaitan dengan Biro Perjalanan Wisata dan menggunakan analisis terhadap produk adalah sebagai berikut :

(7)

Ayuningtyas (2014) dalam skripsi yang berjudul “Peranan Tour Planner Terhadap Kedatangan Wisatawan ke Daya Tarik Wisata Kota Jogjakarta” menjelaskan bahwa para tour planner yang ada di Kota Yogyakarta belum sepenuhnya memasukkan berbagai daya tarik wisata yang ada di Kota Yogyakarta ke dalam paket wisata yang dibuat. Hal ini dikarenakan beberapa alasan sehingga variasi paket wisata lebih terpusat kepada daya tarik wisata yang ada diluar Kota Yogyakarta maupun sekitarnya, seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Purnomo (2009) dalam tesis berjudul “Karsadag Tourism Package sebagai Bentuk Paket Wisata Minat Khusus di Kawasan Goa Cerme, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul” menjelaskan bahwa dalam pembuatan paket wisata diperlukan perhatian khusus terhadap beberapa hal seperti karakteristik pasar yang terdapat didalamnya umur, latar belakang pendidikan, bahkan penghasilan. Adapun potensi dari atraksi wisata yang dimiliki oleh kawasan Goa Cerme juga menjadi perhatian, dan juga adanya strategi linkage dengan beberapa objek wisata lain yang ada di sekitar kawasan Imogiri tersebut.

Bowie dan Chang (2005) dalam Journal of Vacation Marketing Vol 11 Nomor 4 yang berjudul ”Tourist Satisfaction : A View from a Mixed International Guided Package Tour”, mengidentifikasi apa saja hal-hal yang terkait dengan kepuasan pelanggan selama melakukan perjalanan wisata. Ditemukan bahwa pemandu wisata merupakan faktor penentu yang signifikan dalam tingkat keberhasilan suatu perjalanan wisata yang dilakukan. Selain itu juga terdapat dua sumber utama datangnya komplain dari wisatawan, yang pertama adalah perencanaan jadwal perjalanan (acara wisata) dan pemilihan hotel, dan yang

(8)

kedua adalah kompetensi dari pemandu wisata. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kepuasan pelanggan untuk dicapai. Tidak hanya dengan membuat paket dan acara wisata yang baik namun juga perkiraan tentang jadwal, pemilihan hotel, dan juga pemandu wisata menjadi faktor penting dalam menyajikan pelayanan.

Askari (1971) dalam Journal of Transport Economics and Policy Vol. 5 No. 1 yang berjudul “Demand for Package Tour” membahas tentang kemungkinan akan meningkatnya jumlah permintaan terhadap paket wisata oleh wisatawan di masa mendatang. Selain itu juga didalam jurnal ini disimpulkan dua hal, yaitu pertama tentang keberhasilan sebuah Biro Perjalanan Wisata ditentukan oleh dimana Biro Perjalanan Wisata tersebut mengiklankan produknya, berapa harga, dan bagaimana paket wisata dikemas, dan hal kedua yaitu seiring meningkatnya pendapatan masyarakat, permintaan akan paket wisata juga akan bertambah nantinya.

1.6 Landasan Teori

Pada bagian ini penulis memaparkan beberapa teori yang berkaitan baik secara langsung maupun secara tidak langsung dengan penelitian, dimana definisi-definisi tersebut membantu penulis dalam melakukan penelitian.

Menurut Desky (2001: 1-2), Biro Perjalanan Wisata adalah suatu usaha jasa yang melayani dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan perjalanan wisata. Berdasarkan pengertian diatas, Biro Perjalanan Wisata tidak hanya melayani wisatawan namun juga turut mengurus perjalanan wisata yang akan

(9)

dilakukan oleh wisatawan, seperti memberi fasilitas pemandu wisata selama perjalanan, menawarkan berbagai destinasi yang ada di daerah tujuan melalui paket wisata yang ada, hingga menyediakan jasa transportasi bagi wisatawan yang membutuhkan.

Menurut Yoeti (2010: 163), fungsi suatu Biro Perjalanan Wisata selain dapat memberikan informasi, ia juga sekaligus bertindak sebagai konsultan bagi calon wisatawan. Dijelaskan juga disini bahwa sebuah Biro Perjalanan Wisata berperan sebagai perantara yang menghubungkan antara pihak produsen langsung dengan konsumen yaitu wisatawan. Selain memasarkan produk yang dimiliki, sebuah Biro Perjalanan juga memiliki andil untuk memberikan saran dan informasi lebih kepada wisatawan yang membutuhkan.

Damardjati (1992: 62) memberi pengertian tentang package tour yaitu sesuatu rencana atau acara perjalanan wisata yang telah tersusun secara tetap, dengan harga tertentu yang telah termasuk pula biaya-biaya untuk transfer atau pengangkutan, fasilitas akomodasi atau hotel, serta darmawisata atau sightseeing di kota atau kota-kota, objek-objek wisata dan atraksi-atraksi yang telah tercantum dalam acara itu. Menurut Desky (2001: 3-23), paket wisata merupakan perpaduan beberapa produk wisata, minimal dua produk, yang dikemas menjadi satu kesatuan harga yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dijelaskan juga bahwa paket wisata bisa diartikan sebagai totalitas pengalaman wisatawan yang melakukan perjalanan dari satu tempat hingga kembali lagi ke tempat awal Ia berangkat.

(10)

Dalam sebuah paket wisata dikenal istilah acara wisata (itinerary). Dalam pembuatan paket wisata tentunya setiap Biro Perjalanan Wisata membuat itinerary, karena berdasarkan itinerary inilah seluruh rangkaian acara tersusun dengan rapi dan wisatawan akan berpatokan dengan itinerary tersebut selama perjalanan wisata berlangsung.

Menurut Suyitno (2001: 29), itinerary adalah sebuah dokumen yang dapat digunakan untuk mengilustrasikan penyelenggaraan sebuah perjalanan wisata. Acara wisata dapat juga dikatakan sebagai produk bayangan, karena ia memberi bayangan atau gambaran tentang sebuah wisata, sedang ia bukanlah wisata itu sendiri. Menurut Desky (2001: 28), itinerary adalah rencana perjalanan terperinci yang disusun oleh penyelenggara paket wisata.

Profil wisatawan menurut Marpaung (2000: 16), merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Berdasarkan karakteristiknya, beberapa profil wisatawan dikategorikan sebagai berikut : kebangsaan, umur, jenis kelamin dan status, kelompok sosio ekonomi, konvensi dan konferensi dan kategori minat lainnya. Kebangsaan merupakan kategori penting karena merupakan ciri-ciri kebudayaan, seperti cara berpikir, bertingkah laku dan kepercayaan. Dari pengertian di atas terlihat bahwa wisatawan pun dapat dikategorikan kedalam banyak hal berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ada. Dari berbagai kategori inilah nantinya pihak penyelenggara perjalanan wisata seperti Biro Perjalanan Wisata contohnya, dapat

(11)

memberikan pelayanan semaksimal mungkin karena sudah memahami dengan baik bagaimana ciri dan karakteristik wisatawan yang akan dihadapi.

Dalam melakukan analisis tentang penyusunan paket wisata untuk wisatawan Jepang, tentunya penulis memperhatikan karakter wisatawan Jepang tersebut. Adapun karakter wisatawan Jepang menurut Desky (1999: 14) adalah sebagai berikut :

a. Disiplin terhadap waktu

Orang Jepang sebagaimana yang sudah menjadi ciri khas dari bangsa ini adalah sangat disiplin terhadap waktu. Untuk itu sebisa mungkin agar selalu disiplin dalam hal waktu dengan orang Jepang, yang dalam hal ini terkait dengan jadwal dan acara wisata untuk wisatawan Jepang.

b. Sulit menerima keadaan

Wisatawan Jepang selalu menuntut pelayanan sesuai dengan yang biasa mereka dapatkan selama berada di daerah asal mereka. Untuk itu pihak Biro Perjalanan Wisata hendaknya memperhatikan apa keinginan dari wisatawan Jepang tersebut, seperti selalu menyediakan hotel yang bersih dan nyaman mengingat orang Jepang sangat teliti dalam hal kebersihan.

(12)

Orang Jepang pada umumnya sangat kaku dalam menyikapi suatu urusan. Setiap kesepakatan yang telah dibuat sebisa mungkin dilaksanakan sesuai dengan rencana awal. Seperti perubahan objek wisata yang akan dikunjungi, perubahan kendaraan, restoran dan lain sebagainya akan sulit diterima oleh wisatawan Jepang.

d. Mudah berubah pikiran

Dalam membuat transaksi atau kesepakatan dengan orang Jepang harus jelas dan tertulis bahkan kalau perlu ditandatangani diikuti dengan uang muka. Adapun kesepakatan tersebut dibuat untuk mengantisipasi pembatalan secara sepihak oleh pihak orang Jepang karena sifat mereka yang mudah berubah pikiran tersebut.

Berikut karakter wisatawan Jepang menurut beberapa ahli :

Fukada (1979) menjelaskan bahwa kesulitan dalam berbahasa, rasa kekaguman yang tinggi terhadap kota asing dan berbagai kegelisahan lainnya selama perjalanan, membuat wisatawan Jepang lebih nyaman untuk melakukan perjalanan wisata dalam kelompok atau grup.

Sebelumnya, “hampir semua perjalanan yang dilakukan orang Jepang terdiri dari kunjungan ke kuil-kuil, Sankei (kunjungan ke kuil) dan tabi (wisata) yang hampir identik di Jepang pra-modern " (Reader 1993: 123 via Watkins (2008).

(13)

Nozawa (1992) memberikan pernyataan tentang karakter wisatawan Jepang sebagai berikut :

1. Orang Jepang lebih dominan untuk melakukan perjalanan wisata menggunakan paket wisata.

2. Jenis destinasi berupa pemandangan alam, aman, dan terkait dengan sejarah maupun budaya yang merupakan jenis atraksi wisata yang paling disukai oleh orang Jepang.

3. Wisatawan Jepang modern adalah wisatawan yang “royal, suka berbelanja, berorientasi terhadap pelayanan dan kualitas yang baik; mereka sangat memperhatikan tentang keselamatan selama perjalanan dan mereka kesulitan dalam berbicara bahasa lain”

Graburn (1983) menjelaskan bahwa keterlambatan orang Jepang masuk dalam dunia pariwisata dapat dijadikan alasan mengapa orang Jepang lebih menyukai jenis perjalanan menggunakan paket wisata. Tidak hanya karena kelemahan dalam bahasa yang menjadi masalah utama orang Jepang untuk melakukan perjalanan ke luar negeri, namun juga berbagai alasan lain yang membuat mereka tidak memiliki pengalaman untuk menjadi wisatawan luar negeri.

Gilbert & Terrata (2001) menjelaskan bahwa wisatawan Jepang memiliki kebiasaan melakukan perjalanan dalam waktu singkat, dengan kecenderungan tinggi menjadi pengguna paket wisata.

(14)

Nishiyama (2000) menjelaskan bahwa wisatawan Jepang adalah wisatawan yang unik dan berbeda dari berbagai jenis wisatawan lainnya, dan sangat penting untuk memahami dan menyesuaikan kebudayaan mereka dengan cara memberikan pelayanan yang sesuai dengan karakteristik orang Jepang tersebut.

Elemen tempat wisata (tourist attraction) merupakan sebuah faktor penarik (pull factor) yang mampu menggerakkan calon wisatawan untuk melakukan sebuah perjalanan wisata (Rachman, dkk, 2013: 52). Maka daripada itu sangat penting bagi sebuah Biro Perjalanan Wisata untuk memilih objek wisata yang tepat sesuai dengan yang disenangi oleh wisatawan tersebut. Daya tarik yang disukai oleh wisatawan Jepang pada umumnya adalah jenis wisata budaya, seperti benda-benda peninggalan sejarah, wisata alam seperti pantai menjadi daya tarik selanjutnya yang diminati dan diikuti oleh wisata belanja (Desky,1999: 24). Adapun jenis wisata yang disenangi tetap bergantung kepada umur wisatawan tersebut. Wisatawan pada kalangan muda lebih cenderung menyenangi jenis wisata alam dan wisata belanja, sedangkan untuk wisatawan kalangan tua lebih menyukai jenis wisata budaya dan wisata belanja. Selain itu juga orang Jepang biasanya hanya melakukan perjalanan wisata dalam waktu singkat, antara tujuh hingga sepuluh hari, dan waktu yang singkat tersebut sudah termasuk dengan waktu untuk perjalanan pulang pergi wisatawan Jepang.

Hal lain yang juga tidak kalah penting untuk menjadi perhatian adalah bahwa wisatawan Jepang pada umumnya lebih suka tinggal di hotel-hotel berbintang minimal bintang tiga, yang mana pertimbangan utamanya adalah

(15)

faktor kebersihan dan kelengkapan fasilitas yang disediakan terutama bathtub, air panas, dan fasilitas komunikasi (Desky, 1999: 38). Perlu diperhatikan bahwa wisatawan Jepang tidak terbiasa mandi tanpa air panas, maka dirasa perlu dijadikan pertimbangan tentang hotel yang akan digunakan oleh wisatawan Jepang ketika melakukan perjalanan wisata.

Menurut Marpaung (2000: 11) yang termasuk dalam industri pariwisata adalah industri yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan wisata untuk melayani wisatawan sejak keberangkatan dari tempat asal hingga tiba di tempat tujuan, seperti : biro perjalanan wisata, transportasi, hotel, toko cinderamata, dll. Pengertian tentang industri pariwisata selanjutnya dijelaskan oleh Yoeti (2010: 113) menjelaskan bahwa Industri Pariwisata (Tourism Industry) lebih tepat digunakan bagi perusahaan-perusahaan yang langsung memberikan pelayanan kepada wisatawan yang semata-mata tujuannya untuk bersenang-senang (travel for pleasure). Ini artinya bahwa yang dimaksudkan dengan industri pariwisata adalah seluruh perusahaan-perusahaan yang terkait langsung dengan wisatawan yang dilayani seperti contohnya biro perjalanan wisata.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur dalam melakukan penelitian (Sofia, 2012: 102). Pada penelitian ini data diperoleh dari narasumber yang merupakan Direktur dari PT Alas Tour & Travel sendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, karena data didapatkan dari hasil wawancara dan penelitian ke lokasi langsung oleh penulis. Untuk melengkapi data dan agar

(16)

dapat menjawab rumusan masalah yang terdapat pada penelitian ini, maka penulis juga menggunakan beberapa metode pengumpulan data. Adapun beberapa pengumpulan data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data Primer

Penulis menggunakan metode pengumpulan data yang pertama yaitu pengumpulan data primer. Adapun untuk metode pengumpulan data primer ini penulis menggunakan beberapa cara sebagai berikut :

a. Wawancara

Cara pengumpulan data yang satu ini adalah dengan bertemu langsung dengan narasumber. Penulis memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan sehingga hasil dari wawancara yang didapat nantinya bisa membantu penulis dalam melakukan penelitian.

b. Studi pustaka / literatur

Untuk cara pengumpulan data yang satu ini adalah penulis membaca buku-buku yang terkait dengan pariwisata. Penulis juga membaca buku atau literatur yang terkait lebih spesifik dengan judul yang dibahas didalam penelitian ini.

(17)

Data sekunder didapat dari perusahaan yang digunakan sebagai studi kasus dalam penelitian ini. Data sekunder digunakan sebagai bahan untuk melakukan analisis guna melengkapi data primer. Data sekunder ini berguna bagi penulis untuk dapat menguatkan data primer yang telah ada.

3. Metode analisis data

Dalam penelitian ini penulis berusaha menggabungkan data primer berupa hasil wawancara dan juga studi pustaka dengan data sekunder yang didapat dari perusahaan sebagai studi kasus. Kedua jenis data tersebut dianalisis sehingga didapat kesimpulan yang kemudian digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang ada pada penelitian ini.

1.8 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi merupakan hal yang sangat penting karena bagian ini terkait dengan penjelasan yang terdapat pada setiap bab. Dikarenakan didalam skripsi ini terdapat beberapa bab maka tentunya setiap bab tersebut harus saling berkesinambungan agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan dalam penyajian data yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.

Skripsi ini terdiri dari 4 bab :

Bab I

a. Latar Belakang

(18)

c. Tujuan Penelitian d. Manfaat Penelitian e. Tinjauan Pustaka f. Landasan Teori g. Metode Penelitian h. Sistematika Penulisan Bab II a. Lokasi Penelitian

b. Sejarah perkembangan dan Struktur Organisasi PT Alas Tour & Travel

c. Data Kunjungan Wisatawan Jepang pada PT Alas Tour & Travel d. Paket Wisata yang Ditawarkan oleh PT Alas Tour & Travel

Bab III

a. Analisis Paket Wisata Berdasarkan Karakter Wisatawan Jepang

b. Analisis Paket Wisata Berdasarkan Data Wisatawan Jepang pada PT Alas Tour & Travel

c. Strategi Pembuatan Paket Wisata untuk Wisatawan Jepang

Bab IV

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Perawatan intensif yang diberikan oleh nakes pada bayi secara normal adalah hanya sampai dengan 3 hari di fasilitas kesehatan.. Setelah itu bayi dirawat di rumah

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor yang digunakan dalam model penelitian kualitas layanan yaitu produk,

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN

Dengan demikian adanya pemahaman karakteristik, identifikasi kebutuhan dan pelanggan Perguruan Tinggi memberikan harapan bahwa pelayanan yang diberikan akan

Penyebaran minimarket di Kota Padang, dimana terdapat 11 Kecamatan yang ada di Kota Padang ada 1 Kecamatan yang dianggap tidak memiliki minimarket yakni kecamatan Bungus Teluk

Risiko Sistematik (BETA) berpengaruh secara simultan terhadap harga saham pada Perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islaimc Indeks.

Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan sains dalam berbagai disiplin ilmu pada masa dinasti Umayyah Andalusia menjadi salah satu pemantik kemajuan peradaban

Rias Busana dan Aksesories (Hari dan Tempat yang sama) a.. Rias Busana Pengantin Internasional untuk Resepsi