• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DENGAN SISTEM UTANG PIUTANG DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DENGAN SISTEM UTANG PIUTANG DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN."

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DENGAN SISTEM UTANG PIUTANG DI DESA RAGANG

KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

SKRIPSI

OLEH: KIKI AMILIA NIM: C72210097

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan tentang “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli Bangunan Dengan Sistem Utang Piutang Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan? dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan?.

Data penelitian ini diperoleh dari Desa ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan Madura yang menjadi obyek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu memaparkan atau menjelaskan data-data yang diperoleh dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir induktif, dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus, yaitu tentang proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan, kemudian ditarik kepada hal-hal yang bersifat umum kaitannya dengan hukum Islam serta ditarik kesimpulan.

Hasil penelitian menyatakan bahwa praktik yang terjadi di Desa Ragang Kecamatan Waru, Kabupaten Pamekasan, adalah kuli bangunan yang membangun rumah dan upah yang diberikan kepadanya di hutang terlebih dahulu yaitu dibayarkan ketika musim tembakau. Sedangkan menurut tinjauan Hukum Islam praktik hutang piutang pemberian upah kuli bangunan diperbolehkan dalam hukum Islam, karena dalam praktik tersebut syarat dan rukun sudah terpenuhi. Selain itu menurut mazhab Hanafi hanya mensyaratkan mempercepat upah dan menangguhkannya sah.

(7)
(8)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ...i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9

G. Definisi Operasional ... 10

H. Metode Penelitian ... 11

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II: UJRAH DAN AL-QARD} DALAM HUKUM ISLAM A. Ujrah ... 20

1. Konsep ujrah (upah) ... 20

2. Dasar hukum ujrah dalam DSN ... 26

3. Rukun dan syarat ujrah ... 27

4. Macam-macam ujrah ... 29

B. Al-Qard}} ... 32

1. Konsep al-qard} ... 32

(9)

3. Rukun dan syarat al-qard} ... 37

4. 4. Tatakrama al-qard} ... 38

BAB III: PROSES PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DENGAN SISTEM UTANG PIUTANG DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Letak Geografis ... 43

1. Letak lokasi... 43

2. Kependudukan menurut agama/ penghayat ... 44

3. Keadaan penduduk menurut usia kelompok pendidikan ... 45

4. Keadaan sosial ekonomi dan adat istiadat ... 46

5. Struktur organisasi... 48

B. Proses Pemberian Upah Kuli Bangunan dengan Sistem Utang Piutang Di desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan ... 48

BAB IV: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis Praktik Hutang Piutang Pemberian Upah Kuli Bangunan di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan ... 57

B. Analisis tentang Praktik Hutang Piutang Pemberian Upah Kuli Bangunan di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan dalam Perspektif Hukum Islam ... 62

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diperbolehkan melakukan muamalah dengan bentuk yang

beranekaragam dan inovatif akan tetapi tetap harus berlandaskan pada

prinsip-prinsip dan konsep muamalah yang diajarkan oleh syari’at Islam.

Islam sebagai suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu

memberikan paduan yang dinamis dan lugas terhadap semua aspek

kehidupan. Tanpa orang lain manusia tidak akan mampu memenuhi

kebutuhannya sendiri, maka dari itu hubungan antara manusia ini

diperintahkan oleh Allah untuk saling membantu agar semua dapat terpenuhi

kebutuhannya.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat di tegaskan dalam firman Allah

dalam surah Almaidah ayat 2, yang berbunyi:

اْوُ نَواَعَ تَو ىَلَع رِبلا ىَوْقَ تلاَو اْوُ نَواَعَ تَاَو ىَلَع ِْثِإا ،ِناَوْدُعْلاَو اْوُقَ تاَو َلا َنِإ َلا ُدْيِدَش ِباَقِعلا

Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.1

Mengenai pengupahan banyak dijelaskan dalam Alqur’an dan Alhadis

antara lain seperti sabda Nabi Muhammad saw:2

وُطْعَأ َُرْجَاَرْ يِجَاا َلْبَ ق ْنَا َفِصَي ُهُقَرَع ) ةجام نبا اور (

1 Majma al-Malk Fahd, Al-Qur’an dan Terjahmanya dengan Bahasa Indonesia, (Madinah

al-Munawwarah: Majma’ Malk Fahd, 1418 H), 156-157.

(12)

2

Berikanlah upah kepada para pekerja sebelum kering keringatnya (HR. Ibnu Majah).

Adapun maksud dari hadis di atas bersegera menunaikan hak si

pekerja setelah selesai pekerjaannya. Menunda-nunda gaji adalah perbuatan

dhalim, seperti menunda-nunda kewajiban bagi yang mampu termasuk

dhalim atau di larang dalam hukum Islam.3

Dari penjelasan di atas selain tolong menolong atau pengupahan,

diantara bentuk muamalah yang banyak dilakukan oleh manusia, yaitu

utang-piutang. Utang-piutang merupakan salah satu bentuk muamalah yang

diperbolehkan dalam Islam, bahkan seseorang yang memberikan pinjaman

terhadap orang yang lagi membutuhkan merupakan anjuran dalam Islam. Hal

tersebut dapat dipahami melalui dalil-dalil syariat. Firman Allah dalam

Surah Alhadid ayat 11 yang berbunyi:

ْنَم اَذ ْيِذلا ُ ي ُضِرْق َلا اًضْرَ ق اًَسَح ُهَفِعاَضُيَ ف ُهَل ُهَلَو رْجَأ ْيِرَك

Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu

untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” 4

Dalam Islam, yang disebut dengan utang-piutang ialah pemberian

harta yang diberikan oleh orang yang memberi utang kepada orang yang

berutang untuk dikembalikan kembali sesuai dengan jumlah, perjanjian dan

kesepakatan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu al-qard} adalah

pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali

3 Ibid.,

4 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Kudus: Mubarokatan Toyyibah, t.t. ),

(13)

3

atau dengan kata lain meminjamkan dengan tanpa mengharapkan imbalan.5

Dari beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa utang-piutang adalah

suatu transaksi antara seseorang dengan orang lain dengan memberikan

pinjaman berupa harta yang memiliki kesepadanan untuk dikembalikan

sesuai dengan jumlah yang diberikan tanpa adanya tambahan atau imbalan.

Adapun praktik yang terjadi di Desa Ragang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan tentang pembangunan rumah adalah sebuah tradisi

dimana dalam membangun rumah kuli bangunan adalah masyarakat sekitar

sendiri yaitu berjumlah 5 sampai 6 orang, dalam sistem pengupahan dari

hasil bangunan yaitu dengan sistem utang terlebih dahulu yaitu

membayarnya ketika panen musim tembakau dengan jangka waktu 3-6 bulan

dari pembangunan rumah.6

Dalam praktik tersebut sudah menjadi tradisi masyarakat Desa

Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan jika upah kuli bangunan

dibayar ketika musim kemarau panen tembakau karena uang untuk sisa

pembangunan rumah biasanya digunakan untuk modal tembakau sehingga

baik dari orang kalangan miskin, menengah maupun orang yang mampu ikut

menjanjikan pembayarannya dibayar ketika panen tembakau sampai

5 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,

2001), 131.

6 Samsul, 40 Tahun, Wawancara, Pamekasan Dusun Batas Timur Desa Ragang, tanggal 15

(14)

4

tembakau laku dan mendapatkan uang dari tengkulak atau pembeli

tembakau.7

Adapun jumlah atau nilai dari upah pekerja perhari yaitu Rp

50.000,00 sampai Rp 70.000,00 dengan perhari diberi makan 2x sehari yaitu

pagi dan siang hari, selain itu jika pihak pekerja membangun rumah maka

menjadi kewajiban pihak pemilik rumah membantu bangunan si kuli

bangunan dan sistem upahnya pun diutang.8

Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya praktik

tersebut adalah sebagai berikut:9

1. Dalam pengetahuan agama masyarakat desa minim dengan ilmu

pengetahuan dan masih kental dengan tradisi adat dan tidak ada yang

bisa mengubahnya sedikitpun.

2. Desa Ragang merupakan sebuah desa yang jauh dari keramaian kota

atau desa yang sangat terpencil antara desa dengan jalan raya ditempuh

selama satu jam.

3. Pekerjaan masyarakat atau mata pencahariannya adalah petani dan

buruh tani dimana dalam musim hujan dan kemarau biasanya petani

hanya menanam padi dan tembakau saja, padi pada musim hujan

sedangkan tembakau pada musim kemarau.

7 Samsuri, 45 Tahun, Wawancara, Pamekasan, Dusun Batas Timur Desa Ragang,tanggal 16

Oktober 2014.

8 Faiz, 50 Tahun, Wawancara, Pamekasan, Dusun Batas Timur Desa Ragang, tanggal 19 Oktober

2014.

9 Maimun, 40 tahun, Wawancara, Pamekasan, Dusun Batas Timur Desa Ragang,tanggal 23

(15)

5

Sikap tolong menolong masyarakat desa sangat kental meskipun

masyarakat desa melakukan apapun maka pihak tetangga yang satu dengan

yang lainnya selalu membantunya.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka pekerja atau para

kuli tersebut belum atau tidak diperlakukan sesuai dengan ketentuan Islam.

dan hal ini berarti para pekerja tersebut belum mendapatkan perlakuan yang

baik berdasarkan uraian di atas peneliti ingin membuktikan benarkah bahwa

praktek upah mengupah terhadap kuli bangunan tersebut sesuai dengan

prinsip Islam.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Melalui latar belakang tersebut di atas, terdapat beberapa

permasalahan yang dapat peneliti identifikasi dalam penulisan penelitian ini,

yaitu sebagai berikut:

1. Proses terjadinya upah dengan sistem utang piutang di Desa Ragang.

2. Mekanisme upah dengan sistem utang piutang di Desa Ragang.

3. Adanya diskriminasi antara orang yang memberikan upah dengan

pekerja kuli bangunan dengan sistem utang piutang yang tidak sesuai

dengan konsep Islam.

4. Praktik terjadinya upah dengan sistem utang piutang di Desa Ragang.

5. Faktor-faktor yang melatar belakangi upah dengan sistem utang piutang

(16)

6

6. Analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan

sistem utang piutang di Desa Ragang

Adapun batasan masalah yang menjadi fokus peneliti dalam

penelitian ini, yaitu peneliti akan mengkaji tentang:

1. Proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di

Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

2. Analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan

sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten

Pamekasan.

C. Rumusan Masalah

Melalui latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah tersebut di

atas. Maka rumusan masalah yang akan peneliti kaji dalam penelitian ini,

yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang

piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli

bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan

Waru Kabupaten Pamekasan?

D. Kajian Pustaka

Setelah peneliti melakukan kajian pustaka, peneliti menjumpai hasil

(17)

7

relevansi dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan, yaitu sebagai

berikut:

Penelitian yang berjudul: “Utang-Piutang dengan Jaminan Hasil

Panen di Desa Banjarsari Kecamatan Buduran Sidoarjo.”10 Oleh Ninik

Umrotun Chasanah, Tahun 2011. Penelitian ini mengakaji tentang:

Bagaimana sistem utang-piutang dengan jaminan hasil panen tambak di

Desa Banjarsari Kecamatan Buduran Sidoarjo. Hasil penelitian ini, bahwa

sistem utang piutang yang terjadi di desa Banjarsari yaitu menggunakan

sistem jaminan hasil panen tambak, yang mana juragan ikan selaku orang

yang berpiutang memberikan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh

orang yang berutang. Menurut hukum Islam, pelaksanaan sistem

utang-piutang dengan jaminan hasil panen tambak harus memenuhi syarat dan

rukun utang-piutang dengan jaminan.

Penelitian yang berjudul: “Mekanisme Penyelesaian Utang-Piutang

Cek Kosong Melalui Lembaga Kliring Di BRI Syariah Surabaya.”11 Oleh

Retno Wahyuni, Tahun 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

proses penyelesaian utang-piutang melalui warkat kliring tersebut dapat

terselesaikan apabila sudah memenuhi syarat dan prosedur yang ditetapkan

oleh Bank Indonesia. Mekanisme penyelesaian utang-piutang melalui

lembaga kliring sudah sesuai dengan konsep waka<lah dalam Islam dan Islam

10 Ninik Umrotun Chasanah, “Hutang-Piutang Dengan Jaminan Hasil Panen,” (Skripsi-- IAIN

Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 12

11 Retno Wahyuni, 2008, “Mekanisme Penyelesaian Utang-Piutang Cek Kosong Melalui

(18)

8

menghendaki perdamaian dalam upaya menyelesaikan permasalahan

utang-piutang tersebut.

Penelitian yang berjudul: “Analisis Hukum Islam terhadap Jual Beli

“Pegawai Tas” di Home Industri Tas Kecamatan Wonocolo Surabaya.”Oleh

Nur Susanto, Tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Jual beli

yang dilakukan antar home industri yang satu dengan home industri lainnya

merupakan pengupahan atas skil yang dimiliki pegawai dimana semua

hutang dari pegawai lunas dengan dibayarkan oleh home industri yang

membeli pegawai tersebut dan dalam hukum Islam praktik tersebut

diperbolehkan.12

Antara penelitian tersebut dengan penelitian yang sedang peneliti

lakukan, mempunyai sedikit kesamaan, yaitu sama-sama mengkaji tentang

pemberian upah dan utang-piutang. Sedangkan yang membedakan penelitian

tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu dalam pembahasan

penelitian ini peneliti lebih fokus pada praktik pemberian upah kuli

bangunan dengan sistem utang-piutang, dan fokus pada pengembalian upah

yang tidak sesuai dengan konsep syari’at Islam.

12 Nur Susanto “Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli “Pegawai Tas” di Home Industri Tas

(19)

9

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti kaji dalam penelitian ini,

maka penulisan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses pemberian upah kuli

bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan

Waru Kabupaten Pamekasan.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan dari aspek hukum Islam

terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di

Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini

dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis,

sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat

memberikan sumbangsih khazanah keilmuan, khususnya dalam

pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang. Dan

penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi, baik oleh

peneliti selanjutnya maupun bagi pemerhati hukum Islam dalam

memahami praktik pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang

(20)

10

2. Secara Praktis

Secara praktis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat

memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, khususnya

masyarakat Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan

dalam pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di

Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pembaca dalam memahami penulisan

penelitian ini, dan untuk berbagai pemahaman interpretatif yang

bermacam-macam, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan

dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Hukum Islam: Adalah firman Allah atau sabda Nabi Muhammad saw

yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf, baik

mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan dalam hal ini

yang berhubungan dengan mukallaf.13

2. Kuli Bangunan: yaitu pembangunan rumah di mana dalam membangun

rumah kuli bangunan masyarakat sekitar sendiri yaitu berjumlah 5

sampai 6 orang, dalam sistem pengupahan dari hasil bangunan yaitu

dengan sistem utang terlebih dahulu yaitu membayarnya ketika panen

musim tembakau dengan jangka waktu 3-6 bulan dari pembangunan

rumah, sedangkan gaji tukang perhari yaitu sekitar Rp 50.000,00 sampai

Rp 70.000,00.

(21)

11

3. Utang-piutang: Yaitu pemberian harta yang diberikan oleh orang yang

memberi utang kepada orang yang berutang untuk dikembalikan

kembali sesuai dengan jumlah, perjanjian dan kesepakatan yang telah

disepakati bersama.

H. Metode Penelitian

Penelitian adalah upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang

dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati

dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.14

1. Jenis Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan yang akan diangkat yaitu

Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli Bangunan Dengan

Sistem Utang Piutang Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten

Pamekasan. Maka penelitian yang penulis gunakan adalah jenis metode

penelitian kualitatif, karena data yang dikemukakan bukan data angka.

Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti. dimana peneliti adalah sebagai instumen kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat

induktif, dan penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada

generalisasi.15

(22)

12

2. Pendekatan penelitian

Pendekatan penelitian ini, ialah bersifat deskriptif-analisis dengan

menggunakan pola pola pikir induktif dan deduktif. Yaitu, peneliti

mendeskipsikan data-data yang diperoleh dari objek penelelitian secara

objektif dan apa adanya, serta penulis memberikan interpretasi dan

analisis terhadap data-data yang diperoleh.

3. Data Yang Dikumpulkan

Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penelitian ini,

maka data yang dikumpulkan adalah sebagaimana berikut:

a. Prosedur dalam melakukan transaksi pemberian upah kuli bangunan

dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan.

b. Mekanisme pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang

piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

c. Dampak positif dan negatif yang terjadi dalam pemberian upah kuli

bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan

Waru Kabupaten Pamekasan.

d. Ija>b dan qabu>l, serta akad yang digunakan dalam pemberian upah

kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang

(23)

13

4. Sumber Data

Agar memperoleh data yang kompleks dan komprehensif, serta

terdapat korelasi yang akurat sesuai dengan judul penelitian ini, maka

sumber data dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu:

a. Sumber Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung

dari sumbernya, data primer yang dimaksud adalah:16

1) Pemilik bangunan rumah yaitu Bapak Salim: yaitu orang yang

mempunyai bangunan yang digarap oleh kuli bangunan dimana

dalam pemberian upah dengan sistem utang-piutang.

2) Kuli bangunan yaitu bapak Syamsuri: Adalah pekerja bangunan

rumah dimana bertugas untuk membangun rumah sesuai apa

yang telah di tentukan oleh pemilik rumah dengan sistem gaji

yang diutangkan.

3) Kepala Desa yaitu Bapaqk M. Moyar: Adalah aparat desa

dimana dalam menjalankan administrasi pemerintahan desa.

4) Tokoh Masyarakat yaitu H. Maimun: masyarakat desa yang

memiliki public vigur yaitu seperti para kiai, takmir masjid,

serta ustad yang ada di Desa Ragang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan.

(24)

14

b. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang dibutuhkan sebagai

pendukung data primer. Data ini bersumber dari referensi dan

literatur yang mempunyai korelasi dengan judul dan pembahasan

penelitian ini seperti buku, catatan, dan dokumen. Adapun sumber

data sekunder yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, ialah

sebagaimana berikut:

1) Majma al-Malk Fahd, Al-Qur’an dan Terjahmanya dengan Bahasa Indonesia, (al-Madinah al-Munawwarah: Majma’ Malk Fahd, 1418 H),

2) Drs.H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grapindo, 2002,

3) Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001)

4) Moh. Rifa’i, Ushul Fiqh, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1973).

5) Dokumen-dokumen lain mengenai sistem kemitra

5. Teknik pengumpulan data

Adapun untuk memperoleh data yang akurat dan dibutuhkan oleh

peneliti sesuai dengan judul penelitian, maka dalam pengumpulan data

(25)

15

a. Observasi

Observasi yaitu merupakan proses yang kompleks, suatu

proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.17

Peneliti menggunakan observasi sebagai salah satu teknik

pengumpulan data, yaitu untuk mengamati secara langsung praktik

atau proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem

utang-piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

b. Interview

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh

pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.18

Metode wawancara digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan

data, yaitu untuk memperoleh data mengenai praktik atau proses

pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang-piutang di Desa

Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

Disamping itu, teknik wawancara digunakan peneliti untuk

menanyai langsung mengenai sejarah dan latar belakang terjadinya

proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang-piutang

di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

6. Teknik pengolahan data

Untuk mensistematisasikan data yang telah dikumpulkan dan

mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data, maka peneliti

17 Ibid.,145.

18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rieneka

(26)

16

mengolah data tersebut melalui beberapa teknik, dalam hal ini data yang

diolah merupakan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber

adalah sebagaimana berikut:19

a. Editing, yaitu mengedit data-data yang sudah dikumpulkan. Tehnik

ini digunakan oleh peneliti untuk memeriksa atau mengecek sumber

data yang diperoleh melalui tehnik pengumpulan data, dan

memperbaikinya apabila masih terdapat hal-hal yang salah.

b. Coding, yaitu pemberian kode dan pengkategorisasian data. Peneliti

menggunakan tehnik ini untuk mengkategorisasikan sumber data

yang sudah dikumpulkan agar terdapat relevansi dengan

pembahasan dalam penelitian ini.

c. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematisasikan

sumber data. Melalui tehnik ini, peneliti mengelompokkan

data-data yang telah dikumpulkan dan disesuaikan dengan pembahasan

yang telah direncanakan sebelumnya mengenai proses pemberian

upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang

Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.

7. Tehnik analisa data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan,

(27)

17

dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya

dapat diinformasikan ke orang lain.20

Untuk menganalisa data-data yang telah dikumpulkan secara

keseluruahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode

deskriptif analisis yaitu peneliti mendeskriptifkan dan memaparkan data

yang diperoleh dilapangan mengenai pemberian upah kuli bangunan

dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru

Kabupaten Pamekasan. Lebih lanjut, digunakan pola pikir induktif, yaitu

mengemukakan data yang besifat khusus mengenai praktik atau proses

pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa

Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Kemudian dianalisis

dengan paparan yang bersifat umum sesuai dengan hukum Islam.

I. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah peneleliti dalam menyusun penulisan penelitian

ini secara sistematis, dan mempermudah pembaca dalam memahami hasil

penelitian ini, maka peneliti mensistematisasikan penulisan penelitian ini

menjadi beberap bab, sebagai berikut:

Bab pertama ini berisi tentang pendahuluan, dalam bab ini, peneliti

mengkaji secara umum mengenai seluruh isi penelitian, yang terdiri dari:

Latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,

20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rieneka

(28)

18

kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi

oprasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua ini adalah ujrah dan utang-piutang dalam hukum Islam.

Dalam bab ini, berisi tentang masalah ujrah dan utang-piutang, yang

meliputi: pengertian ujrah, Dasar Hukum ujrah, macam-macam ujrah, serta

prinsip-prinsip ujrah dan yang kedua adalah al-qard yang terdiri dari: 1.

Pengertian al-qard, 2. dasar hukum al-qard, 3. rukun dan syarat al-qard, tata

krama al-qard.

Pada bab ketiga ini menjelaskan tentang praktik pemberian upah kuli

bangunan dengan sistem utang-piutang, dalam bab ini peneliti akan

menyajikan dan memaparkan data dari objek penelitian mengenai gambaran

umum desa ragang yang meliputi: lokasi penelitian, struktur desa ragang,

keadaan sosial dan ekonomi desa ragang, serta praktik pemberian upah kuli

bangunan dengan sistem utang piutang, yang terdiri dari: latar belakang

terjadinya pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang,

Tradisi pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di desa

ragang, yang terdiri: 1. proses dan mekanisme pemberian upah kuli bangunan

dengan sistem utang piutang, 2. akad yang digunakan dalam pemberian upah

kuli bangunan dengan sistem utang piutang, 3. mekanisme pemberian upah

kuli bangunan dengan sistem utang piutang.

Pada bab keempat ini menjelaskan tentang analisis hukum Islam

terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di

(29)

19

bangunan dengan sistem utang piutang, akad yang digunakan dalam

pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang.

Bab kelima menyajikan penutup. dalam bab ini, peneliti akan

(30)
(31)
(32)

BAB II

UJRAH DAN AL-QARD} DALAM HUKUM ISLAM

A. Ujrah

1. Konsep ujrah (upah)

Secara bahasa, ija>rah digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang

berarti "imbalan terhadap suatu pekerjaan" (ءازجلا ىلع لمعلا) dan "pahala" (باوثلا).1 Dalam bentuk lain, kata ija>rah juga biasa dikatakan sebagai nama

bagi al-ujrah yang berarti upah atau sewa (ءاركلا). Selain itu, menurut al-Ba'liy, arti kebahasaan lain dari al-ajru tersebut, yaitu "ganti" (ضوعلا), baik ganti itu diterima dengan didahului oleh akad atau tidak.2 Secara

istilah, ija>rah adalah suatu transaksi (akad) yang manfaat atau jasa yang

mubah dalam syariat dan manfaat tersebut jelas diketahui, dalam jangka

waktu yang jelas serta dengan uang sewa yang jelas.

Al-Ijarah atau ujrah dalam kamus ekonomi dikenal dengan istilah

(wage, lease, hire) arti asalnya adalah imbalan kerja (upah).3 Dalam istilah

bahasa Arab dibedakan menjadi al Ajr dan al ija>rah. Al ajr sama dengan al

Tsawab, yaitu pahala dari Allah sebagai imbalan taat. Sedangkan al ija>rah:

upah sebagai imbalan atau jasa kerja. Di dalam kitab fiqh, konsep ija>rah

hanya berkisar pada persoalan sewa menyewa.

1 Muhammad bin Mukram bin Manzhur, Lisan al-'Arab, (Beirut: Dar Shadir), Juz 4, 10.

2 Al-Sayyid al-Bakriy bin al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyathiy, I'anah al-Thalibin, (Beirut:

Dar al-Fikr), Juz 3, 109.

(33)

21

Dalam istilah fikih, al ija>rah (rent, rental) berarti transaksi

kepemilikan manfaat barang/harta dengan imbalan tertentu.

Mempersewakan ialah akad atas manfaat (jasa) yang dimaksud lagi

diketahui, dengan tukaran yang diketahui, menurut syarat-syarat yang

akan dijelaskan kemudian.4 Dalam Islam, upah dimasukkan dalam kaidah

sewa menyewa, dimana melibatkan ajir dan mutajir (penyewa dan

menyewakan).Dari kacamata bab ini, pengusaha dianggap sebagai pihak

penyewa sedangkan pekerja dianggap sebagai pihak yang menyewakan.

Hal ini bisa dilihat antara pengusaha dan karyawan yang terdapat kontrak

kerja kesepakatan-kesepakatan.

Pengertian upah secara umum dapat ditemukan dalam Undang-

undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat 30

yang berbunyi ”Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan

dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau

pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan

menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan

perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas

suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (UU Nomor

13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 30”.5

Sedangkan menurut PP nomor 5 tahun 2003 upah memiliki arti hak

pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah

4 H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (cet..17), (Bandung: PT Sinar Baru 1996), 303.

(34)

22

atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian

kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk

tunjangan bagi pekerja dan keluarganya (PP nomor 5 Tahun 2003 tentang

UMR pasal 1 point b).

Dalam konteks yang sama, upah juga diartikan sebagai imbalan

dari Pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah

atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang

ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan

perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara

pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri

maupun keluarganya (PP Nomor 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah).

Lebih lanjut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diuraikan upah

diartikan sebagai pembalas jasa atau sebagainya pembayar tenaga kerja

yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.6

Definisi di atas hampir kesemuanya sama, dimana inti dari

pengertian upah adalah hak yang harus diterima oleh tenaga kerja sebagai

bentuk imbalan atas pekerjaan mereka yang kesemuanya didasarkan atas

perjanjian, kesepakatan atau undang-undang, yang ruang lingkupnya

mencakup pada kesejahteraan keluarganya. Lain halnya dengan Dewan

Perupahan Nasional yang juga mendefinisikan upah suatu penerimaan

sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu

6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), cet III, (Balai Pustaka,

(35)

23

pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai

jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi,

dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu

persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu

perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja.7

Sementara upah menurut pengertian barat terkait dengan

pemberian imbalan kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh lepas,

seperti upah buruh lepas di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja

bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Berbeda halnya

dengan gaji yang menurut pengertian barat terkait dengan imbalan uang

(finansial) yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan

sebulan sekali.8

Konsep barat mendikotomikan gaji dan upah berdasar interval

pembayaran. Inti yang terkandung sama dengan definisi-definisi

sebelumnya. Dua pengertian antara upah dan gaji pada intinya memiliki

persamaan yang mendasar yaitu balasan atau imbalan yang diberikan dari

pengguna tenaga kerja kepada pemilik tenaga kerja. Sedangkan yang

membedakan keduanya adalah waktu pembayaran. Dimana gaji

diperuntukkan bagi mereka yang menerima tiap bulan. Sedangkan upah

diperuntukkan mereka yang pekerja harian atau bulanan.9

7 Hendry Tandjung, KONSEP MANAJEMEN SYARIAH dalam Pengupahan Karyawan Perusahaan.i Hendry mengutip Ahmad S. Ruky, Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama (Jakarta, 2001), 7

(36)

24

Dengan demikian dapat disimpulkan definisi upah secara umum

yaitu hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang

sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau

jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut

suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,

termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya yang berfungsi sebagai

jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan.

Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya

dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya, tenaga kerja

diberikan imbalan atas jasanya.10 Upah dapat didefinisikan sebagai harga

yang dibayarkan pada pekerja atas pelayanannya dalam memproduksi

kekayaan. Tenaga kerja seperti halnya faktor produksi lainnya, dibayar

dengan suatu imbalan atas jasa-jasanya. Dengan kata lain, upah adalah

harga tenaga kerja yang dibayarkan atas jasa-jasanya dalam produksi.11

Upah disebut juga dengan ija>rah dalam Islam. Ija>rah menurut

ulama’ hanafiyah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan

sedangkan menurut ulama’ hanafiyah yaitu transaksi terhadap suatu

manfaat yang dituju, tertentu,bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan

dengan imbalan tertentu.12 Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang

telah diberikan oleh tenaga kerja. Sedangkan mengupah adalah memberi

10 Afzalur, Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, penerjemah , Soeroyo Nastangin. (Jakarta: Dana

Bhakti Wakaf, 1995), 23.

11 Ya’qub Hamzah. DR, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Pola Pembinaan Hidup dalam

Berekonomi), Cet II, (Bandung : CV. Diponegoro, 1992), 56.

(37)

25

ganti atas pengambilan manfaat tenaga dan orang lain menurut

syarat-syarat tertentu.

Konsep sewa menyewa dalam hal ini ditekankan adanya asas

manfaat. Maka dari itu, transaksi ija>rah yang tidak terdapat asas manfaat

hukumnya haram. Ghufron. A. Mas’adi mengatakan dalam bukunya Fiqh

Muamalah Kontekstual, bahwa ija>rah sesungguhnya merupakan sebuah

transaksi atas suatu manfaat. Dari sini konsep ijarah dapat dibedakan

menjadi dua macam. Pertama, ija>rah yang memanfaatkan harta benda yang

lazim disebut persewaan, misalnya rumah, pertokoan, kendaraan dan lain

sebagainya. Kedua, ija>rah yang mentransaksikan manfaat SDM yang lazim

disebut perburuhan.13

Pembayaran tenaga kerja dibedakan dua jenis, yaitu upah dan gaji.

Gaji adalah pembayaran yang diberikan kepada pekerja tetap dan tenaga

kerja profesional yang biasanya dilaksanakan sebulan sekali seperti

pegawai pemerintah, guru, dosen, manajer, akuntan. Sedangkan upah

dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja – pekerja yang

pekerjaannya berpindah – pindah, seperti pekerja pertanian, tukang kayu,

tukang batu, dan buruh kasar. Berbeda dengan teori ekonomi yang

mengartikan upah sebagai pembayaran atas jasa – jasa fisik maupun

mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. Dalam

ekonomi pembayaran pekerja tidak dapat dibedakan antara upah dan gaji,

keduanya berarti pembayaran kepada pekerja.

(38)

26

2. Dasar hukum ujrah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional

Ibn Rusyd14 menegaskan bahwa semua ahli hukum, baik salaf

maupun khalaf, menetapkan boleh terhadap hukum ija>rah. Kebolehan

tersebut didasarkan pada landasan hukum yang sangat kuat yang dapat

dilacak dari Al-Qur'an dan Sunnah, antara lain yaitu:

a. Alqur’an

Firman Allah dalam Surah An-Nisa’ ayat 29:15

اَهّ يَأَي

ْيجذ لا

اْوُ َمآ

َا

اْوُلُكْأَت

ْمُكَلاَوْمَأ

ْمُكَْ يَ ب

جلجطاَبلاجب

اجإ

ْنَأ

َنْوُكَت

ةَراَجِ

ْنَع

ضاَرَ ت

ْمُكْجم

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”                                                         

Artinya: Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik.". (QS. Al-Qhashash : 27)16

14 Muhammad bin Ahmad bin Muhamamd bin Rusyd , Bidayah al-Mujtahid, (Beirut: Dâr al-Fikr),

Juz 2, 165-166.

(39)

27 b. Assunah

نع

سنأ

نب

كلام

يضر

ها

ه ع

لاق

مجح

وبأ

ط

ةبي

لوسر

ها

ىلص

ها

هيلع

ملسو

رمأف

هل

عاصب

نم

رم

رمأو

هل أ

نأ

اوففخ

نم

هجارخ

).

اور

يراخبلا

ملسمو

دمأو

(

Artinya: "Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah SAW berbedakm dengan Abu Thayyibah. Kemudian beliau menyuruh memberinya satu sha' gandum dan menyuruh keluarganya untuk meringankannya dari beban kharâj". (HR. Al-Bukhâriy, Muslim, dan Ahmad).17

نع

دبع

ها

نب

رمع

لاق

لاق

لوسر

ها

ىلص

ها

هيلع

ملسو

طعأ

رجَا

رجأ

لبق

نأ

في

هقرع

.

Artinya: "Dari Abdullah bin 'Umar, ia berkata: "Telah bersabda rasullah: "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering". (HR. Ibn Mâjaħ)18

3. Rukun dan syarat ujrah

Rasulullah Saw juga mewajibkan setiap umat Islam untuk

memberikan upah kepada siapa saja telah memberikan jasa atau

manfaatkan kepada kita. Sebaliknya Rasullullah Saw. Mengancam

orang-orang yang telah memanfaatkan tenaga dan jasa seseorang-orang, tapi tidak mau

memberi upahnya dengan memasukkan mereka ke dalam tiga golongan

yang akan menjadi musuh Rasulullah Saw.

Adapun Rukun-rukun dalam transaksi upah adalah sebagai

berikut:19

a. Adanya orang yang membutuhkan jasa.

b. Adanya pekerja.

c. Adanya jenis pekerjaan yang harus dikerjakan.

17 Ibid.

18Ibid.

(40)

28

d. Adanya upah.

Syarat-syarat ujrah yang lain tersebut antara lain sebagai berikut:20

a. Jelasnya pekerjaan yang harus dikerjakan.

b. Pekerjaannya tidak melanggar ajaran Islam.

c. Jelasnya upah atau imbalan yang akan diterima oleh pihak kedua.

Dari penjelasan di atas Allah memerintahkan kepada kita untuk

memberika upah kepada orang-orang yang telah selesai melakukan tugas

yang kita bebankan kepada mereka. Kecuali jika pemilik jasa atau pekerja

tersebut mengerjakan pekerjaannya dengan suka rela tanpa minta imbalan

apapun. Rukun dan syarat lainnya antara lain yaitu meliputi akad atau

transaksi upah adalah alat yang terjadi antara dua belah pihak dengan

didukung faktor-faktor yang lain, jika salah satunya tidak ada maka

transaksi tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai transaksi upah. Dalam

Islam, semua komponen tersebut disebut dengan rukun. Syarat-syarat

upah antara lain:21

a. Hendaknya upah berupa harta yang berguna atau berharga dan

diketahui Dalil bahwa upah harus diketahui adalah sabda Rasulullah

Saw;”Barang siapa yang mempekerjakan seseorang maka beritahulah

upahnya”. Dan upah tidak mungkin diketahui kecuali kalau

ditentukan.

b. Janganlah upah itu berupa manfaat yang merupakan jenis dari yang

ditransaksikan.

20 Ibid.

(41)

29

Seperti contoh yaitu menyewa tempat tinggal dengan tempat

tinggal dan pekerjaan dengan pekerjaan, mengendarai dengan

mengendarai, menanam dengan menanam. Dan menurut hanafiah, syarat

ini sebagaian cabang dari riba, karena mereka menganggap bahwa kalau

jenisnya sama, itu tidak boleh ditransaksikan. Upah tidak menjadi dengan

hanya sekedar akad, menurut mazhab Hanafi. Mensyaratkan mempercepat

upah dan menangguhkannya sah, seperti juga halnya mempercepat yang

sebagian dan menangguhkan yang sebagian lagi, sesuai dengan

kesepakatan kedua belah pihak, berdalil kepada sabda Rasulullah Saw.

Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan mempercepat atau

menangguhkan, sekiranya upah itu bersifat dikaitkan dengan waktu

tertentu, maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut.

Misalnya orang yang menyewa suatu rumah untuk selama satu bulan,

kemudian masa satu bulan telah berlalu, maka ia wajib membayar sewaan.

(Sayid Sabiq : 1987)

Jika akad ija>rah untuk suatu pekerjaan, maka kewajiban

pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan.

4. Macam-macam Ujrah

Upah atau ujrah dapat diklasifikasikan menjadi dua; Pertama, upah

yang telah disebutkan (ajrun musamma), Kedua, upah yang sepadan (ajrun

mithli). Upah yang telah disebutkan (ajrun musamma) itu syaratnya ketika

disebutkan harus disertai kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi,

(42)

30

dengan kerjanya sesuai dengan kondisi pekerjaannya (profesi kerja) jika

akad ijarahnya telah menyebutkan jasa (manfaat) kerjanya.22

Yang menentukan upah tersebut (ajrun mithli) adalah mereka yang

mempunyai keahlian atau kemampuan (skill) untuk menentukan bukan

standar yang ditetapkan Negara, juga bukan kebiasaan penduduk suatu

Negara, melainkan oleh orang yang ahli dalam menangani upah kerja

ataupun pekerja yang hendak diperkirakan upahnya orang yang ahli

menentukan besarnya upah ini disebut dengan khubara’u.23

Upah (ujrah) adalah setiap harta yang diberikan sebagai

kompensasi atas pekerjaan yang dikerjakan manusia, baik berupa uang

atau barang, yang memiliki nilai harta (ma>l) yaitu setiap sesuau yang

dapat dimanfaatkan.

Upah adalah imbalan yang diterima seseorangan atas pekerjaannya

dalam bentuk imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk

imbalan pahala di akhirat (imbalan yang lebih baik).

Upah uang dan upah riil merupakan pembayaran tenaga kerja yang

dibedakan dua jenis, yaitu upah dan gaji. Gaji adalah pembayaran yang

diberikan kepada pekerja tetap dan tenaga kerja profesional yang biasanya

dilaksanakan sebulan sekali seperti pegawai pemerintah, guru, dosen,

manajer, akuntan. Sedangkan upah dimaksudkan sebagai pembayaran

22 Ya’qub Hamzah. DR, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Pola Pembinaan Hidup dalam

Berekonomi), II, Bandung : CV. Diponegoro, 1992. 65.

23 Yusanto, M.I dan M.K. Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, I, Jakarta : Gema Insani Press,

(43)

31

kepada pekerja – pekerja yang pekerjaannya berpindah – pindah, seperti

pekerja pertanian, tukang kayu, tukang batu, dan buruh kasar. Berbeda

dengan teori ekonomi yang mengartikan upah sebagai pembayaran atas

jasa – jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada

para pengusaha. Dalam ekonomi pembayaran pekerja tidak dapat

dibedakan antara upah dan gaji, keduanya berarti pembayaran kepada

pekerja.

Perbedaan upah uang dan upah riil dalam jangka panjang sejumlah

tertentu upah pekerja mempumyai kemampuan yang semakin sedikit di

dalam membeli barang dan jasa. Hal tersebut disebabkan kenaikan barang

dan jasa tersebut yang berlaku dari waktu ke waktu. Meskipun kenaikan

tersebut tidak serentak, hal tersebut tidak menimbulkan peningkatan

keejahteraan bagi pekerja. Untuk mengatasi hal tersebut ahli ekonomi

membuat dua perbedaan antara pengertian upah, yaitu upah uang dan upah

riil. Upah uang adalah jumlah uang yang diterima pekerja dari pengusaha

sebagai pembayaran ke atas tenaga mental dan fisik para pekerja dalam

proses produksi. Upah riil adalah tingkat upah pekerja yang yang diukur

dsari sudut kemampuan upah tersebut dalam membeli barang dan jasa

yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.

B. Al-Qard}

(44)

32

Secara etimologi al-qard} berarti al-qatu yang artinya memotong,24

dikatakan demikian karna harta yang dimiliki oleh orang yang memberi

pinjaman terpotong karena diberi kepada orang yang meminjam.

Sedangkan menurut istilah fikih, terdapat beberapa definisi yang

dikedepankan oleh fukaha mengenai al-qard} sebagaimana berikut:25

a. Menurut kalangan Malikiyah:

لا

ُضْرَق

َوُ

ْنَأ

َعَفْدَي

صخش

َرَخ جِ

ا ئْيَش

ُهَل

ةَمْيجق

ةَيجلاَم

جطْرَشجب

ْنَأ

َنْوُكَيَا

َكجلَذ

ُضْوَعلا

ا فجلاَُ

اَمجل

ُهَعَ فَد

“Al-qard} ialah pembayaran seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu yang memiliki nilai materi dengan tanpa kelebihan syarat pengemabalian hendaknya tidak berbeda dengan pembayaran.

b. Menurut kalangan Hanafiyah:

ُضْرَقلا

َوُ

اَم

جهْيجُْعُ ت

ْنجم

لاَم

يجلْثجم

يجضاَقَ تَتجل

،ُهَلْ ثَم

ُطَرَ تْشُيَ ف

ْجف

جضْرَقلا

ْنَأ

َنْوُكَي

ا يجلْثجم

“Al-qard} ialah pemberian harta tertentu untuk dikembalikan sesuai padanannya, dan disyaratkan agar pinjaman berupa sesuatu yang serupa.

c. Menurut kalangan Syafi’iyah:

ُضْرَقلا

ُقَلُُْي

ا عْرَش

َنْعَجِ

ُءْيَشلا

،ُضَرْقُما

َوَُو

ُكْيجلَْم

جءْيَشلا

ىَلَع

ْنَأ

دُرَ ي

ُهَلْ ثجم

“Al-qard} menurut syara’ berarti sesuatu yang dihutangkan, yaitu pemberian kepemilikian sesuatu dengan pengembalian yang serupa.

24 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 337.

25 Abd Al-Rahman Al-Jazairi, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-‘Arba’ah, (Beirut: Dar Kutub

(45)

33

d. Menurut kalangan Hanbilah:

ُضْرَقلا

ُعْفَد

لاَم

ْنَمجل

ُعجفَتَْ ي

جهجب

دُرَ يَو

ُهَلَدَب

“Al-qard} ialah pembayaran harta kepada orang yang ingin memanfaatkannya dan dikembalikan sesuai padanannya.

Di samping beberapa definisi tersebut di atas, terdapat definisi

lain yang mengatakan bahwa al-qard} adalah pemberian harta kepada

orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain

meminjamkan dengan tanpa mengharapkan imbalan.26

Dari beberapa definisi al-qard} tersebut di atas baik secara

etimologi maupun terminologi, dapat dipahami bahwa al-qard} adalah

suatu transaksi antara seseorang dengan orang lain dengan memberikan

pinjaman berupa harta yang memiliki kesepadanan untuk dikembalikan

sesuai dengan jumlah yang diberikan tanpa adanya tambahan.

Adapun mengenai barang-barang yang dapat dijadikan al-qard}

terdapat beberapa pendapat para ulama’, sebagai berikut:27

a. Ulama Hanafiyah berpendapat al-qard} dipandang sah pada harta mitsil,

yaitu sesuatu yang tidak terjadi perbedaan yang menyebabkan

terjadinya perbedaan nilai. Di antara yang dibolehkan adalah

benda-benda yang ditimbang, ditakar atau dihitung. Al-qard} selain perkara di

atas dipandang tidak sah, seperti hewan, benda-benda yang menetap di

tanah dan lain-lain.

26Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),

131.

(46)

34

b. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah membolehkan al-qard}

pada setiap benda yang tidak dapat diserahkan, baik yang ditakar

maupun yang ditimbang, seperti emas dan perak atau yang bersifat

nilai, seperti barang dagangan, hewan, atau benda yang dihitung.

c. Jumhur ulama’ membolehkan al-qard} pada setiap benda yang dapat

diperjualbelikan kecuali manusia. Mereka juga melarang al-qard}

manfaat, seperti seseorang pada hari mendiami rumah temannya dan

besoknya teman tersebut mendiami rumahnya, tetapi Ibn Taimiyah

membolehkannya.

2. Dasar hukum al-Qard} dalam fatwa dewan syariah nasional

Sebagaimana diketahui, bahwa al-qard} merupakan salah satu

bentuk transaksi yang dilakukan dengan cara pinjam meminjam atau

utang piutang dalam bermuamalah. Dalam al-qard} terdapat unsur saling

tolong menolong antar sesama, yang kaya menolong yang miskin, yang

mempunyai kelebihan memberi pertolongan kepada yang kekurangan,

yang tidak membutuhkan memberi bantuan kepada yang membutuhkan,

dan lain sebagainya.

Dalam hukum Islam, al-qard} merupakan salah satu bentuk

muamalah yang dianjurkan dan diperbolehkan. Hal tersebut dapat

dipahami melalui beberapa nas baik Alquran maupun hadits, sebagai

(47)

35

a. Firman Allah dalam Surah Albaqarah ayat 245:28

ْنَم

اَذ

ْيجذ لا

ُضجرْقُ ي

َها

ا ضْرَ ق

ا َسَح

ُهَفجعاَضُيَ ف

ُهَل

ا فاَعْضَأ

، ةَرْ يجثَك

ُهاَو

ُضجبْقُ ي

ُطُصْبَ يَو

جهْيَلجإَو

َنْوُعَجْرُ ت

“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepanya-Nya lah kamu dikembalikan.

b. Firman Allah dalam Surah Almaidah ayat 2:29

اْوُ نَواَعَ تَو

ىَلَع

ّجِلا

ىَوْق تلاَو

َو

اْوُ نَواَعَ تَا

ىَلَع

جْْجإا

،جناَوْدُعْلاَو

اْوُق تاَو

َها

نجإ

َها

ُدْيجدَش

جباَقجعلا

“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

c. Firman Allah dalam Surah Al-Hadid ayat 11:30

ْنَم

اَذ

ْيجذ لا

ُضجرْقُ ي

َها

ا ضْرَ ق

ا َسَح

ُهَفجعاَضُيَ ف

،ُهَل

ُهَلَو

رْجَأ

ْيجرَك

“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.

Dari beberapa firman Allah tersebut di atas dapat diketahui

bahwa al-qard} merupakan bentuk transaksi yang diperbolehkan dan

dianjurkan dalam syariat Islam bahkan seseorang yang memberi pinjaman

kepada orang lain dengan pinjaman yang baik akan memperoleh bayaran

yang dilipat gandakan oleh Allah. Dengan demikian seseorang yang diberi

pinjaman akan tertolong dan terkurangi bebannya dan orang yang

28Majma’ Al-Malk Fahd, Al-Qur’an dan Terjahmanya dengan Bahasa Indonesia, (Madinah

Al-Munawwarah: Majma’ Malk Fahd, 1418 H), 61.

(48)

36

memberi pinjaman hendaknya tidak menyusahkan orang yang diberi

pinjaman dengan berbagai transaksi yang merugikan seperti melebihi

jumlah nilai pinjaman.

Di samping beberapa firman Allah tersebut di atas, terdapat

beberapa riwayat hadits Nabi yang mengindikasikan diperbolehkannya

utang-piutang atau al-qard}, sebagai berikut:

a. Hadis riwayat Muslim:31

ْنَم

َسَفَ ن

ْنَع

جهْيجخَأ

ةَبْرُك

ْنجم

جبَرُك

،اَيْ نُدلا

َس فَ ن

ُها

ُهَْع

ةَبْرُك

ْنجم

جبَرُك

جمْوَ ي

،جةَماَيجقلا

ُهاَو

ْجف

جنْوَع

جدْبَعلا

اَم

َماَد

ُدْبَعلا

ْجف

جنْوَع

جهْيجخَأ

“Barang siapa membantu melonggarkan satu di antara beberapa kesulitan duniawi temannya, maka Allah akan melonggarkan satu dari beberapa kesulitannya di hari Qiamat, dan Allah adalah menolong hamba-Nya selagi hamba itu mau menolong temannya.

b. Hadis Shahih:32

ْنَم

َضَرْ قَأ

جه

جْيَ ت رَم

َناَك

ُهَل

َلْثجم

جرْجَأ

َجُجدَحَأ

ا

ْوَل

َق دَصَت

جهجب

“Barang siapa memberi hutang dua kali karena Allah, maka mendapatkan pahala sebesar mensedakahkan salah satunya.

Berdasarkan kedua hadits tersebut di atas dapat penulis pahami

bahwa memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan

merupakan bentuk muamalah yang tidak dilarang dalam syariat Islam.

Pemberian pinjaman yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang yang

membutuhkan merupakan bentuk saling tolong menolong yang sangat

dianjurkan dan akan memperoleh balasan yang dilipat gandakan oleh

Allah.

31Aliy As’ad, Terjemah Fathul Mu’in, (Kudus: Menara Kudus, 1979), 206.

(49)

37

Kesunnahan memberikan utang adalah jika pengutang tidak

dalam keadaan mud}a>rat, kalau dalam keadaan mudharat maka

memberikan pinjaman hukumnya wajib. Haram berutang bagi orang yang

belum mudlarat serta dari segi lahir tidak bisa diharapkan akan melunasi

dengan seketika untuk yang dijanjikan pelunasannya secara kontan, dan

melunasi setelah batas waktu pembayarannya untuk utang yang

ditangguhkan masa pembayarannya tersebut, sebagaimana haram pula

utang bagi orang yang diketahui secara yakin atau perkiraan bahwa akan

menggunakan hasil pinjamannya untuk maksiat.33

3. Rukun dan syarat al-Qard}

a. Rukun al-qard}

Al-qard} dianggap sah apabila telah memenuhi rukun al-qard},

sebagai berikut:34

1) Pihak yang berakad: Orang yang meminjam (muqtarid}) & orang

yang memberikan pinjaman (muqrid{)

2) Barang atau objek pinjaman (qard})

3) Ijab qabul (sighat})

b. Syarat al-qard}

Agar akad qard sempurna, terdapat beberapa syarat yang

merupakan sahnya akad al-qard}, sebagai berikut:35

33 Ibid., 206-207.

34 Achmad Kamal Badri, 2011, Hutang-Piutang, Ar-Rahn, Hiwalah, dan Kafalah, Makalah

disajikan dalam presentasi mata kuliah fiqh muamalah, UIN, 8.

(50)

38

1) Syarat yang berakad :

a) Cakap hukum ( Baligh dan Berakal ), tidak dalam keadaan gila, payah (sakit) dan perwalian, kecuali dalam kondisi darurat

b) Sukarela (rida), tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan.

2) Syarat obyek (qard}):

a) Barang itu dapat diukur, ditimbang dan atau ditakar. Barang tersebut termasuk dalam mâl mithli. (Ulama Hanâfi). Sedang

menurut ulama Maliki, Syafi’i dan Hanafi, barang yang

tergolong mâl qimy, juga sah menjadi objek akad. Menurut

mereka mâl qimy meliputi: emas, perak, makanan, barang

perniagaan, dan lain sebagainya.

b) Barang itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan dalam Islam (mâl mutaqawwim)

3) Syarat Akad atau sighat}:

a) Lafadz yang digunakan harus jelas yaitu al-qard} dan atau salaf. b) Bagi muqrid, akad ditujukan dalam rangka menolong muqtarid Di samping syarat-syarat di atas, al-qard} dianggap sempurna

apabila harta sudah ada di tangan atau diserah-terimakan kepada

penerima utang. Syarat ini disebut sebagai qard}.

4. Tatakrama al-Qard}

Sebagaimana diketahui, bahwa manusia diciptakan di muka bumi

(51)

39

Dalam ajaran Islam, utang-piutang merupakan bentuk muamalah yang

dibolehkan, tapi hendaknya harus dilakukan dengan ekstra hati-hati dalam

menerapkannya. Hal tersebut dikarenakan, piutang dapat mengantarkan

seseorang ke surga atau bahkan sebaliknya utang-piutang dapat

menjerumuskan seseorang ke dalam neraka. Oleh karena itu, dalam

melakukan utang-piutang hendaknya dilakukan dengan tatakrama yang

baik sehingga tidak akan terjadi unsur saling merugikan. Adapun

tatakrama utang-piutang tersebut, dapat penulis uraikan sebagaimana

berikut:

a. Utang-piutang untuk kebaikan

Islam memperbolehkan utang-piutang dalam bermuamalah

yaitu untuk tujuan kebaikan. Oleh karena itu tidak diperbolehkan

utang-piutang baik yang memberi pinjaman maupun yang meminjam

apabila digunakan untuk tujuan maksiat.

Sebagaimana dikatakan dalam kitab fath al-mu’in, bahwa

“tidak sah meminjamkan meminjamkan barang-barang yang haram

pemanfa’atannya, seperti misalnya alat kemaksiatan, meminjamkan

kuda atau pedang kepada musuh, atau meminjamkan budak wanita

yang wajahnya menarik untuk meladeni laki-laki yang bukan

muhrim.”36

(52)

40

b. Bukti tertulis dalam utang-piutang

Dalam utang-piutang hendaknya dilakukan dengan bukti

tertulis agar tidak terjadi hal-hal yang saling merugikan satu sama lain

di kemudian hari. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Albaqarah

ayat 282:37

اَهّ يَأَي

ْيجذ لا

اْوُ َمآ

اَذجإ

ْمُتَْ ياَدَت

نْيَدجب

َلجإ

لَجَأ

ىًمَسُم

،ُْوُ بُتْكاَف

ْبُتْكَيْلَو

ْمُكَْ يَ ب

بجتاَك

، جلْدَعلاجب

َاَو

ْأَي

َب

بجتاَك

ْنَأ

َبُتْكَي

اَمَك

ُهَم لَع

،ُها

ْبُتْكَيْلَ ف

ْلجلْمُيْلَو

ْيجذ لا

جهْيَلَع

ّقَ ا

جق تَيْلَو

َها

ُه بَر

َاَو

ْسَخْبَ ي

ُهْجم

،ا ئْيَش

ْنجإَف

َناَك

ْيجذ لا

جهْيَلَع

ّقَ ا

ا هْ يجفَس

ْوَأ

ا فْ يجعَض

ْوَأ

ُعْيجَُتْسَيَا

ْنَأ

لجُُ

ُ

َو

ْلجلْمُيْلَ ف

ُهّيجلَو

...

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang yang berhutang mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaanya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkannya, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.

Berdasarkan firman Allah tersebut di atas, dapat dipahami

bahwa dalam melakukan utang piutang hendaknya dilakukan dengan

jujur dan dibuktikan dengan bukti tertulis yang dilakukan oleh orang

yang memberi pinjaman atau oleh pihak ketiga. Bukti tertulis tersebut

dilakukan untuk menghindari adanya perselisihan antara orang yang

memberi pinjaman dan orang yang meminjam, dan agar jumlah

pinjamannya tidak berkurang dan waktu pengembaliannya dilakukan

tepat pada waktu yang dijanjikan.

(53)

41

c. Menghadirkan saksi

Menghadirkan saksi merupakan suatu hal yang penting dalam

utang-piutang karena dengan adanya saksi dapat mengurangi keraguan

di antara orang yang memberi pinjaman dan orang yang meminjam.

Allah berfirman dalam lanjutan Surah Albaqarah ayat 282:38

اْوُدجهْشَتْساَو

جهَش

جنْيَد

ْنجم

،ْمُكجلاَججر

ْنجإَف

َْل

اَنْوُكَي

جْيَلُجَر

لُجَرَ ف

جناَتَأَرْماَو

ْن ج

َنْوَضْرَ ت

َنجم

جءاَدَهُشلا

ْنَأ

لجضَت

اَُُاَدْحجإ

َرّكَذُتَ ف

اَُُاَدْحجإ

،ىَرْخَُا

َاَو

َبْأَي

ُءاَدَهُشلا

اَذجإ

اَم

اْوُعُد

َاَو

اْوُمَئْسَت

ْنَأ

ْوُ بُتْكَت

ُ

ا رْ يجغَص

ْوَأ

ا رْ يجبَك

َلجإ

،جهجلَجَأ

ْمُكجلَذ

ُطَسْقَأ

َدْجع

جها

ُمَوْ قَأَو

جةَداَهَشلجل

َنْدَأَو

اَأ

اْوُ باَتْرَ ت

ااجإ

ْنَأََ

َنْوُكَت

ةَراَجِ

ةَرجضاَح

اَهَ نْوُرْ يجدُت

ْمُكَْ يَ ب

َسْيَلَ ف

ْمُكْيَلَع

حاَُج

اَأ

اَْوُ بُتْكَت

...

Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridloi, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan memberikan keterangan apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar samapai pada waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil disisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu, tulislah mu’amalah itu kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, jika kamu tidak menuliskannya.

Gambar

Tabel 3.1 Letak Lokasi Desa Ragang Kecamatan Waru
Tabel 3.3 Kependudukan Menurut Agama Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
Tabel 3.4 Pendidikan  Desa Ragang Kecamatan Waru
Tabel 3.6 Keadaan Sosial Ekonomi Desa Ragang Kecamatan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini, pembinaan yang dilakukan oleh pihak/lembaga WH di Tapaktuan juga sesuai dengan tugasnya yaitu: (a) Mengidentifikasi perbuatan yang termasuk kegiatan

Berdasarkan analisis data di atas sudah terlihat bahawa terjadi peningkatan baik pada aktivitas guru dan aktivitas siswa maupun pada hasil belajar IPS, hal ini

Bersadarkan distribusinya, Kridalaksana membagi afiks dalam beberapa jenis, yaitu (1) prefiks, adalah afiks yang ditambahkan di awal kata dasar, dalam proses

Desain awal dari produk meliputi cover LKS yang dibuat semenarik mungkin, menggambarkan isi LKS dan menampilkan identitas LKS serta identitas siswa untuk

Aktivitas belajar siswa terhadap penggunaan model Berbasis Lingkungan dengan pemanfaatan media Video Compact Disk (VCD) pada materi hewan langka dan tidak langka

 menyentang (√ ) kolom W ( Weakness ) dan juga kolom O ( opportunity ), jika variabel aspek yang ada Anda pandang sebagai kelemahan bisnis dot.com Anda,

Gambar 4.35 Lanjutan tampilan dari contoh file hasil analisis yang diunduh

tsap-istik (kahit isang salita ang orihinal na chopstick) brawn-awt (kahit isang salita ang orihinal na brownout) Ngunit ginagamitan ng gitling ang salita kahit