ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DENGAN SISTEM UTANG PIUTANG DI DESA RAGANG
KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN
SKRIPSI
OLEH: KIKI AMILIA NIM: C72210097
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan tentang “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli Bangunan Dengan Sistem Utang Piutang Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai bagaimana proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan? dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan?.
Data penelitian ini diperoleh dari Desa ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan Madura yang menjadi obyek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu memaparkan atau menjelaskan data-data yang diperoleh dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir induktif, dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus, yaitu tentang proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan, kemudian ditarik kepada hal-hal yang bersifat umum kaitannya dengan hukum Islam serta ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa praktik yang terjadi di Desa Ragang Kecamatan Waru, Kabupaten Pamekasan, adalah kuli bangunan yang membangun rumah dan upah yang diberikan kepadanya di hutang terlebih dahulu yaitu dibayarkan ketika musim tembakau. Sedangkan menurut tinjauan Hukum Islam praktik hutang piutang pemberian upah kuli bangunan diperbolehkan dalam hukum Islam, karena dalam praktik tersebut syarat dan rukun sudah terpenuhi. Selain itu menurut mazhab Hanafi hanya mensyaratkan mempercepat upah dan menangguhkannya sah.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xi
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 5
C. Rumusan Masalah ... 6
D. Kajian Pustaka ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 9
G. Definisi Operasional ... 10
H. Metode Penelitian ... 11
I. Sistematika Pembahasan ... 17
BAB II: UJRAH DAN AL-QARD} DALAM HUKUM ISLAM A. Ujrah ... 20
1. Konsep ujrah (upah) ... 20
2. Dasar hukum ujrah dalam DSN ... 26
3. Rukun dan syarat ujrah ... 27
4. Macam-macam ujrah ... 29
B. Al-Qard}} ... 32
1. Konsep al-qard} ... 32
3. Rukun dan syarat al-qard} ... 37
4. 4. Tatakrama al-qard} ... 38
BAB III: PROSES PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DENGAN SISTEM UTANG PIUTANG DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Letak Geografis ... 43
1. Letak lokasi... 43
2. Kependudukan menurut agama/ penghayat ... 44
3. Keadaan penduduk menurut usia kelompok pendidikan ... 45
4. Keadaan sosial ekonomi dan adat istiadat ... 46
5. Struktur organisasi... 48
B. Proses Pemberian Upah Kuli Bangunan dengan Sistem Utang Piutang Di desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan ... 48
BAB IV: ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK HUTANG PIUTANG PEMBERIAN UPAH KULI BANGUNAN DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis Praktik Hutang Piutang Pemberian Upah Kuli Bangunan di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan ... 57
B. Analisis tentang Praktik Hutang Piutang Pemberian Upah Kuli Bangunan di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan dalam Perspektif Hukum Islam ... 62
BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 67
B. Saran ... 68
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia diperbolehkan melakukan muamalah dengan bentuk yang
beranekaragam dan inovatif akan tetapi tetap harus berlandaskan pada
prinsip-prinsip dan konsep muamalah yang diajarkan oleh syari’at Islam.
Islam sebagai suatu sistem dan jalan hidup yang utuh dan terpadu
memberikan paduan yang dinamis dan lugas terhadap semua aspek
kehidupan. Tanpa orang lain manusia tidak akan mampu memenuhi
kebutuhannya sendiri, maka dari itu hubungan antara manusia ini
diperintahkan oleh Allah untuk saling membantu agar semua dapat terpenuhi
kebutuhannya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat di tegaskan dalam firman Allah
dalam surah Almaidah ayat 2, yang berbunyi:
اْوُ نَواَعَ تَو ىَلَع رِبلا ىَوْقَ تلاَو اْوُ نَواَعَ تَاَو ىَلَع ِْثِإا ،ِناَوْدُعْلاَو اْوُقَ تاَو َلا َنِإ َلا ُدْيِدَش ِباَقِعلا
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.1
Mengenai pengupahan banyak dijelaskan dalam Alqur’an dan Alhadis
antara lain seperti sabda Nabi Muhammad saw:2
وُطْعَأ َُرْجَاَرْ يِجَاا َلْبَ ق ْنَا َفِصَي ُهُقَرَع ) ةجام نبا اور (
1 Majma al-Malk Fahd, Al-Qur’an dan Terjahmanya dengan Bahasa Indonesia, (Madinah
al-Munawwarah: Majma’ Malk Fahd, 1418 H), 156-157.
2
Berikanlah upah kepada para pekerja sebelum kering keringatnya (HR. Ibnu Majah).
Adapun maksud dari hadis di atas bersegera menunaikan hak si
pekerja setelah selesai pekerjaannya. Menunda-nunda gaji adalah perbuatan
dhalim, seperti menunda-nunda kewajiban bagi yang mampu termasuk
dhalim atau di larang dalam hukum Islam.3
Dari penjelasan di atas selain tolong menolong atau pengupahan,
diantara bentuk muamalah yang banyak dilakukan oleh manusia, yaitu
utang-piutang. Utang-piutang merupakan salah satu bentuk muamalah yang
diperbolehkan dalam Islam, bahkan seseorang yang memberikan pinjaman
terhadap orang yang lagi membutuhkan merupakan anjuran dalam Islam. Hal
tersebut dapat dipahami melalui dalil-dalil syariat. Firman Allah dalam
Surah Alhadid ayat 11 yang berbunyi:
ْنَم اَذ ْيِذلا ُ ي ُضِرْق َلا اًضْرَ ق اًَسَح ُهَفِعاَضُيَ ف ُهَل ُهَلَو رْجَأ ْيِرَك
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” 4
Dalam Islam, yang disebut dengan utang-piutang ialah pemberian
harta yang diberikan oleh orang yang memberi utang kepada orang yang
berutang untuk dikembalikan kembali sesuai dengan jumlah, perjanjian dan
kesepakatan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu al-qard} adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali
3 Ibid.,
4 Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Kudus: Mubarokatan Toyyibah, t.t. ),
3
atau dengan kata lain meminjamkan dengan tanpa mengharapkan imbalan.5
Dari beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa utang-piutang adalah
suatu transaksi antara seseorang dengan orang lain dengan memberikan
pinjaman berupa harta yang memiliki kesepadanan untuk dikembalikan
sesuai dengan jumlah yang diberikan tanpa adanya tambahan atau imbalan.
Adapun praktik yang terjadi di Desa Ragang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan tentang pembangunan rumah adalah sebuah tradisi
dimana dalam membangun rumah kuli bangunan adalah masyarakat sekitar
sendiri yaitu berjumlah 5 sampai 6 orang, dalam sistem pengupahan dari
hasil bangunan yaitu dengan sistem utang terlebih dahulu yaitu
membayarnya ketika panen musim tembakau dengan jangka waktu 3-6 bulan
dari pembangunan rumah.6
Dalam praktik tersebut sudah menjadi tradisi masyarakat Desa
Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan jika upah kuli bangunan
dibayar ketika musim kemarau panen tembakau karena uang untuk sisa
pembangunan rumah biasanya digunakan untuk modal tembakau sehingga
baik dari orang kalangan miskin, menengah maupun orang yang mampu ikut
menjanjikan pembayarannya dibayar ketika panen tembakau sampai
5 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), 131.
6 Samsul, 40 Tahun, Wawancara, Pamekasan Dusun Batas Timur Desa Ragang, tanggal 15
4
tembakau laku dan mendapatkan uang dari tengkulak atau pembeli
tembakau.7
Adapun jumlah atau nilai dari upah pekerja perhari yaitu Rp
50.000,00 sampai Rp 70.000,00 dengan perhari diberi makan 2x sehari yaitu
pagi dan siang hari, selain itu jika pihak pekerja membangun rumah maka
menjadi kewajiban pihak pemilik rumah membantu bangunan si kuli
bangunan dan sistem upahnya pun diutang.8
Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi terjadinya praktik
tersebut adalah sebagai berikut:9
1. Dalam pengetahuan agama masyarakat desa minim dengan ilmu
pengetahuan dan masih kental dengan tradisi adat dan tidak ada yang
bisa mengubahnya sedikitpun.
2. Desa Ragang merupakan sebuah desa yang jauh dari keramaian kota
atau desa yang sangat terpencil antara desa dengan jalan raya ditempuh
selama satu jam.
3. Pekerjaan masyarakat atau mata pencahariannya adalah petani dan
buruh tani dimana dalam musim hujan dan kemarau biasanya petani
hanya menanam padi dan tembakau saja, padi pada musim hujan
sedangkan tembakau pada musim kemarau.
7 Samsuri, 45 Tahun, Wawancara, Pamekasan, Dusun Batas Timur Desa Ragang,tanggal 16
Oktober 2014.
8 Faiz, 50 Tahun, Wawancara, Pamekasan, Dusun Batas Timur Desa Ragang, tanggal 19 Oktober
2014.
9 Maimun, 40 tahun, Wawancara, Pamekasan, Dusun Batas Timur Desa Ragang,tanggal 23
5
Sikap tolong menolong masyarakat desa sangat kental meskipun
masyarakat desa melakukan apapun maka pihak tetangga yang satu dengan
yang lainnya selalu membantunya.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka pekerja atau para
kuli tersebut belum atau tidak diperlakukan sesuai dengan ketentuan Islam.
dan hal ini berarti para pekerja tersebut belum mendapatkan perlakuan yang
baik berdasarkan uraian di atas peneliti ingin membuktikan benarkah bahwa
praktek upah mengupah terhadap kuli bangunan tersebut sesuai dengan
prinsip Islam.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Melalui latar belakang tersebut di atas, terdapat beberapa
permasalahan yang dapat peneliti identifikasi dalam penulisan penelitian ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Proses terjadinya upah dengan sistem utang piutang di Desa Ragang.
2. Mekanisme upah dengan sistem utang piutang di Desa Ragang.
3. Adanya diskriminasi antara orang yang memberikan upah dengan
pekerja kuli bangunan dengan sistem utang piutang yang tidak sesuai
dengan konsep Islam.
4. Praktik terjadinya upah dengan sistem utang piutang di Desa Ragang.
5. Faktor-faktor yang melatar belakangi upah dengan sistem utang piutang
6
6. Analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan
sistem utang piutang di Desa Ragang
Adapun batasan masalah yang menjadi fokus peneliti dalam
penelitian ini, yaitu peneliti akan mengkaji tentang:
1. Proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di
Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
2. Analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan
sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten
Pamekasan.
C. Rumusan Masalah
Melalui latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah tersebut di
atas. Maka rumusan masalah yang akan peneliti kaji dalam penelitian ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang
piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pemberian upah kuli
bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan
Waru Kabupaten Pamekasan?
D. Kajian Pustaka
Setelah peneliti melakukan kajian pustaka, peneliti menjumpai hasil
7
relevansi dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan, yaitu sebagai
berikut:
Penelitian yang berjudul: “Utang-Piutang dengan Jaminan Hasil
Panen di Desa Banjarsari Kecamatan Buduran Sidoarjo.”10 Oleh Ninik
Umrotun Chasanah, Tahun 2011. Penelitian ini mengakaji tentang:
Bagaimana sistem utang-piutang dengan jaminan hasil panen tambak di
Desa Banjarsari Kecamatan Buduran Sidoarjo. Hasil penelitian ini, bahwa
sistem utang piutang yang terjadi di desa Banjarsari yaitu menggunakan
sistem jaminan hasil panen tambak, yang mana juragan ikan selaku orang
yang berpiutang memberikan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh
orang yang berutang. Menurut hukum Islam, pelaksanaan sistem
utang-piutang dengan jaminan hasil panen tambak harus memenuhi syarat dan
rukun utang-piutang dengan jaminan.
Penelitian yang berjudul: “Mekanisme Penyelesaian Utang-Piutang
Cek Kosong Melalui Lembaga Kliring Di BRI Syariah Surabaya.”11 Oleh
Retno Wahyuni, Tahun 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
proses penyelesaian utang-piutang melalui warkat kliring tersebut dapat
terselesaikan apabila sudah memenuhi syarat dan prosedur yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia. Mekanisme penyelesaian utang-piutang melalui
lembaga kliring sudah sesuai dengan konsep waka<lah dalam Islam dan Islam
10 Ninik Umrotun Chasanah, “Hutang-Piutang Dengan Jaminan Hasil Panen,” (Skripsi-- IAIN
Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 12
11 Retno Wahyuni, 2008, “Mekanisme Penyelesaian Utang-Piutang Cek Kosong Melalui
8
menghendaki perdamaian dalam upaya menyelesaikan permasalahan
utang-piutang tersebut.
Penelitian yang berjudul: “Analisis Hukum Islam terhadap Jual Beli
“Pegawai Tas” di Home Industri Tas Kecamatan Wonocolo Surabaya.”Oleh
Nur Susanto, Tahun 2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Jual beli
yang dilakukan antar home industri yang satu dengan home industri lainnya
merupakan pengupahan atas skil yang dimiliki pegawai dimana semua
hutang dari pegawai lunas dengan dibayarkan oleh home industri yang
membeli pegawai tersebut dan dalam hukum Islam praktik tersebut
diperbolehkan.12
Antara penelitian tersebut dengan penelitian yang sedang peneliti
lakukan, mempunyai sedikit kesamaan, yaitu sama-sama mengkaji tentang
pemberian upah dan utang-piutang. Sedangkan yang membedakan penelitian
tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu dalam pembahasan
penelitian ini peneliti lebih fokus pada praktik pemberian upah kuli
bangunan dengan sistem utang-piutang, dan fokus pada pengembalian upah
yang tidak sesuai dengan konsep syari’at Islam.
12 Nur Susanto “Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli “Pegawai Tas” di Home Industri Tas
9
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti kaji dalam penelitian ini,
maka penulisan penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses pemberian upah kuli
bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan
Waru Kabupaten Pamekasan.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan dari aspek hukum Islam
terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di
Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini
dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis,
sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat
memberikan sumbangsih khazanah keilmuan, khususnya dalam
pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang. Dan
penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi, baik oleh
peneliti selanjutnya maupun bagi pemerhati hukum Islam dalam
memahami praktik pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang
10
2. Secara Praktis
Secara praktis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat
memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, khususnya
masyarakat Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan
dalam pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di
Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami penulisan
penelitian ini, dan untuk berbagai pemahaman interpretatif yang
bermacam-macam, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan
dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Hukum Islam: Adalah firman Allah atau sabda Nabi Muhammad saw
yang berhubungan dengan segala amal perbuatan mukallaf, baik
mengandung perintah, larangan, pilihan, atau ketetapan dalam hal ini
yang berhubungan dengan mukallaf.13
2. Kuli Bangunan: yaitu pembangunan rumah di mana dalam membangun
rumah kuli bangunan masyarakat sekitar sendiri yaitu berjumlah 5
sampai 6 orang, dalam sistem pengupahan dari hasil bangunan yaitu
dengan sistem utang terlebih dahulu yaitu membayarnya ketika panen
musim tembakau dengan jangka waktu 3-6 bulan dari pembangunan
rumah, sedangkan gaji tukang perhari yaitu sekitar Rp 50.000,00 sampai
Rp 70.000,00.
11
3. Utang-piutang: Yaitu pemberian harta yang diberikan oleh orang yang
memberi utang kepada orang yang berutang untuk dikembalikan
kembali sesuai dengan jumlah, perjanjian dan kesepakatan yang telah
disepakati bersama.
H. Metode Penelitian
Penelitian adalah upaya dalam bidang ilmu pengetahuan yang
dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip dengan sabar, hati-hati
dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran.14
1. Jenis Penelitian
Sehubungan dengan permasalahan yang akan diangkat yaitu
Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Upah Kuli Bangunan Dengan
Sistem Utang Piutang Di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten
Pamekasan. Maka penelitian yang penulis gunakan adalah jenis metode
penelitian kualitatif, karena data yang dikemukakan bukan data angka.
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti. dimana peneliti adalah sebagai instumen kunci, teknik
pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat
induktif, dan penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.15
12
2. Pendekatan penelitian
Pendekatan penelitian ini, ialah bersifat deskriptif-analisis dengan
menggunakan pola pola pikir induktif dan deduktif. Yaitu, peneliti
mendeskipsikan data-data yang diperoleh dari objek penelelitian secara
objektif dan apa adanya, serta penulis memberikan interpretasi dan
analisis terhadap data-data yang diperoleh.
3. Data Yang Dikumpulkan
Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penelitian ini,
maka data yang dikumpulkan adalah sebagaimana berikut:
a. Prosedur dalam melakukan transaksi pemberian upah kuli bangunan
dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan.
b. Mekanisme pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang
piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
c. Dampak positif dan negatif yang terjadi dalam pemberian upah kuli
bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan
Waru Kabupaten Pamekasan.
d. Ija>b dan qabu>l, serta akad yang digunakan dalam pemberian upah
kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang
13
4. Sumber Data
Agar memperoleh data yang kompleks dan komprehensif, serta
terdapat korelasi yang akurat sesuai dengan judul penelitian ini, maka
sumber data dalam penelitian ini dibagi dua, yaitu:
a. Sumber Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung
dari sumbernya, data primer yang dimaksud adalah:16
1) Pemilik bangunan rumah yaitu Bapak Salim: yaitu orang yang
mempunyai bangunan yang digarap oleh kuli bangunan dimana
dalam pemberian upah dengan sistem utang-piutang.
2) Kuli bangunan yaitu bapak Syamsuri: Adalah pekerja bangunan
rumah dimana bertugas untuk membangun rumah sesuai apa
yang telah di tentukan oleh pemilik rumah dengan sistem gaji
yang diutangkan.
3) Kepala Desa yaitu Bapaqk M. Moyar: Adalah aparat desa
dimana dalam menjalankan administrasi pemerintahan desa.
4) Tokoh Masyarakat yaitu H. Maimun: masyarakat desa yang
memiliki public vigur yaitu seperti para kiai, takmir masjid,
serta ustad yang ada di Desa Ragang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan.
14
b. Sumber Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang dibutuhkan sebagai
pendukung data primer. Data ini bersumber dari referensi dan
literatur yang mempunyai korelasi dengan judul dan pembahasan
penelitian ini seperti buku, catatan, dan dokumen. Adapun sumber
data sekunder yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, ialah
sebagaimana berikut:
1) Majma al-Malk Fahd, Al-Qur’an dan Terjahmanya dengan Bahasa Indonesia, (al-Madinah al-Munawwarah: Majma’ Malk Fahd, 1418 H),
2) Drs.H. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grapindo, 2002,
3) Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001)
4) Moh. Rifa’i, Ushul Fiqh, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1973).
5) Dokumen-dokumen lain mengenai sistem kemitra
5. Teknik pengumpulan data
Adapun untuk memperoleh data yang akurat dan dibutuhkan oleh
peneliti sesuai dengan judul penelitian, maka dalam pengumpulan data
15
a. Observasi
Observasi yaitu merupakan proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.17
Peneliti menggunakan observasi sebagai salah satu teknik
pengumpulan data, yaitu untuk mengamati secara langsung praktik
atau proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem
utang-piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
b. Interview
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.18
Metode wawancara digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan
data, yaitu untuk memperoleh data mengenai praktik atau proses
pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang-piutang di Desa
Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
Disamping itu, teknik wawancara digunakan peneliti untuk
menanyai langsung mengenai sejarah dan latar belakang terjadinya
proses pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang-piutang
di Desa Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
6. Teknik pengolahan data
Untuk mensistematisasikan data yang telah dikumpulkan dan
mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data, maka peneliti
17 Ibid.,145.
18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rieneka
16
mengolah data tersebut melalui beberapa teknik, dalam hal ini data yang
diolah merupakan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber
adalah sebagaimana berikut:19
a. Editing, yaitu mengedit data-data yang sudah dikumpulkan. Tehnik
ini digunakan oleh peneliti untuk memeriksa atau mengecek sumber
data yang diperoleh melalui tehnik pengumpulan data, dan
memperbaikinya apabila masih terdapat hal-hal yang salah.
b. Coding, yaitu pemberian kode dan pengkategorisasian data. Peneliti
menggunakan tehnik ini untuk mengkategorisasikan sumber data
yang sudah dikumpulkan agar terdapat relevansi dengan
pembahasan dalam penelitian ini.
c. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematisasikan
sumber data. Melalui tehnik ini, peneliti mengelompokkan
data-data yang telah dikumpulkan dan disesuaikan dengan pembahasan
yang telah direncanakan sebelumnya mengenai proses pemberian
upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa Ragang
Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan.
7. Tehnik analisa data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan,
17
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan ke orang lain.20
Untuk menganalisa data-data yang telah dikumpulkan secara
keseluruahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
deskriptif analisis yaitu peneliti mendeskriptifkan dan memaparkan data
yang diperoleh dilapangan mengenai pemberian upah kuli bangunan
dengan sistem utang piutang di Desa Ragang Kecamatan Waru
Kabupaten Pamekasan. Lebih lanjut, digunakan pola pikir induktif, yaitu
mengemukakan data yang besifat khusus mengenai praktik atau proses
pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di Desa
Ragang Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan. Kemudian dianalisis
dengan paparan yang bersifat umum sesuai dengan hukum Islam.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah peneleliti dalam menyusun penulisan penelitian
ini secara sistematis, dan mempermudah pembaca dalam memahami hasil
penelitian ini, maka peneliti mensistematisasikan penulisan penelitian ini
menjadi beberap bab, sebagai berikut:
Bab pertama ini berisi tentang pendahuluan, dalam bab ini, peneliti
mengkaji secara umum mengenai seluruh isi penelitian, yang terdiri dari:
Latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah,
20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rieneka
18
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi
oprasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua ini adalah ujrah dan utang-piutang dalam hukum Islam.
Dalam bab ini, berisi tentang masalah ujrah dan utang-piutang, yang
meliputi: pengertian ujrah, Dasar Hukum ujrah, macam-macam ujrah, serta
prinsip-prinsip ujrah dan yang kedua adalah al-qard yang terdiri dari: 1.
Pengertian al-qard, 2. dasar hukum al-qard, 3. rukun dan syarat al-qard, tata
krama al-qard.
Pada bab ketiga ini menjelaskan tentang praktik pemberian upah kuli
bangunan dengan sistem utang-piutang, dalam bab ini peneliti akan
menyajikan dan memaparkan data dari objek penelitian mengenai gambaran
umum desa ragang yang meliputi: lokasi penelitian, struktur desa ragang,
keadaan sosial dan ekonomi desa ragang, serta praktik pemberian upah kuli
bangunan dengan sistem utang piutang, yang terdiri dari: latar belakang
terjadinya pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang,
Tradisi pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di desa
ragang, yang terdiri: 1. proses dan mekanisme pemberian upah kuli bangunan
dengan sistem utang piutang, 2. akad yang digunakan dalam pemberian upah
kuli bangunan dengan sistem utang piutang, 3. mekanisme pemberian upah
kuli bangunan dengan sistem utang piutang.
Pada bab keempat ini menjelaskan tentang analisis hukum Islam
terhadap pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang di
19
bangunan dengan sistem utang piutang, akad yang digunakan dalam
pemberian upah kuli bangunan dengan sistem utang piutang.
Bab kelima menyajikan penutup. dalam bab ini, peneliti akan
BAB II
UJRAH DAN AL-QARD} DALAM HUKUM ISLAM
A. Ujrah
1. Konsep ujrah (upah)
Secara bahasa, ija>rah digunakan sebagai nama bagi al-ajru yang
berarti "imbalan terhadap suatu pekerjaan" (ءازجلا ىلع لمعلا) dan "pahala" (باوثلا).1 Dalam bentuk lain, kata ija>rah juga biasa dikatakan sebagai nama
bagi al-ujrah yang berarti upah atau sewa (ءاركلا). Selain itu, menurut al-Ba'liy, arti kebahasaan lain dari al-ajru tersebut, yaitu "ganti" (ضوعلا), baik ganti itu diterima dengan didahului oleh akad atau tidak.2 Secara
istilah, ija>rah adalah suatu transaksi (akad) yang manfaat atau jasa yang
mubah dalam syariat dan manfaat tersebut jelas diketahui, dalam jangka
waktu yang jelas serta dengan uang sewa yang jelas.
Al-Ijarah atau ujrah dalam kamus ekonomi dikenal dengan istilah
(wage, lease, hire) arti asalnya adalah imbalan kerja (upah).3 Dalam istilah
bahasa Arab dibedakan menjadi al Ajr dan al ija>rah. Al ajr sama dengan al
Tsawab, yaitu pahala dari Allah sebagai imbalan taat. Sedangkan al ija>rah:
upah sebagai imbalan atau jasa kerja. Di dalam kitab fiqh, konsep ija>rah
hanya berkisar pada persoalan sewa menyewa.
1 Muhammad bin Mukram bin Manzhur, Lisan al-'Arab, (Beirut: Dar Shadir), Juz 4, 10.
2 Al-Sayyid al-Bakriy bin al-Sayyid Muhammad Syatha al-Dimyathiy, I'anah al-Thalibin, (Beirut:
Dar al-Fikr), Juz 3, 109.
21
Dalam istilah fikih, al ija>rah (rent, rental) berarti transaksi
kepemilikan manfaat barang/harta dengan imbalan tertentu.
Mempersewakan ialah akad atas manfaat (jasa) yang dimaksud lagi
diketahui, dengan tukaran yang diketahui, menurut syarat-syarat yang
akan dijelaskan kemudian.4 Dalam Islam, upah dimasukkan dalam kaidah
sewa menyewa, dimana melibatkan ajir dan mutajir (penyewa dan
menyewakan).Dari kacamata bab ini, pengusaha dianggap sebagai pihak
penyewa sedangkan pekerja dianggap sebagai pihak yang menyewakan.
Hal ini bisa dilihat antara pengusaha dan karyawan yang terdapat kontrak
kerja kesepakatan-kesepakatan.
Pengertian upah secara umum dapat ditemukan dalam Undang-
undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat 30
yang berbunyi ”Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau
pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan
menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas
suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan (UU Nomor
13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 30”.5
Sedangkan menurut PP nomor 5 tahun 2003 upah memiliki arti hak
pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah
4 H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (cet..17), (Bandung: PT Sinar Baru 1996), 303.
22
atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian
kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk
tunjangan bagi pekerja dan keluarganya (PP nomor 5 Tahun 2003 tentang
UMR pasal 1 point b).
Dalam konteks yang sama, upah juga diartikan sebagai imbalan
dari Pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah
atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau peraturan
perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara
pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri
maupun keluarganya (PP Nomor 8 tahun 1981 tentang perlindungan upah).
Lebih lanjut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diuraikan upah
diartikan sebagai pembalas jasa atau sebagainya pembayar tenaga kerja
yang sudah dikeluarkan untuk mengerjakan sesuatu.6
Definisi di atas hampir kesemuanya sama, dimana inti dari
pengertian upah adalah hak yang harus diterima oleh tenaga kerja sebagai
bentuk imbalan atas pekerjaan mereka yang kesemuanya didasarkan atas
perjanjian, kesepakatan atau undang-undang, yang ruang lingkupnya
mencakup pada kesejahteraan keluarganya. Lain halnya dengan Dewan
Perupahan Nasional yang juga mendefinisikan upah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu
6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI), cet III, (Balai Pustaka,
23
pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai
jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan produksi,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja.7
Sementara upah menurut pengertian barat terkait dengan
pemberian imbalan kepada pekerja tidak tetap, atau tenaga buruh lepas,
seperti upah buruh lepas di perkebunan kelapa sawit, upah pekerja
bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Berbeda halnya
dengan gaji yang menurut pengertian barat terkait dengan imbalan uang
(finansial) yang diterima oleh karyawan atau pekerja tetap dan dibayarkan
sebulan sekali.8
Konsep barat mendikotomikan gaji dan upah berdasar interval
pembayaran. Inti yang terkandung sama dengan definisi-definisi
sebelumnya. Dua pengertian antara upah dan gaji pada intinya memiliki
persamaan yang mendasar yaitu balasan atau imbalan yang diberikan dari
pengguna tenaga kerja kepada pemilik tenaga kerja. Sedangkan yang
membedakan keduanya adalah waktu pembayaran. Dimana gaji
diperuntukkan bagi mereka yang menerima tiap bulan. Sedangkan upah
diperuntukkan mereka yang pekerja harian atau bulanan.9
7 Hendry Tandjung, KONSEP MANAJEMEN SYARIAH dalam Pengupahan Karyawan Perusahaan.i Hendry mengutip Ahmad S. Ruky, Manajemen Penggajian dan Pengupahan Karyawan Perusahaan. Gramedia Pustaka Utama (Jakarta, 2001), 7
24
Dengan demikian dapat disimpulkan definisi upah secara umum
yaitu hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja atas suatu pekerjaan atau
jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut
suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya yang berfungsi sebagai
jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan.
Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya
dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya, tenaga kerja
diberikan imbalan atas jasanya.10 Upah dapat didefinisikan sebagai harga
yang dibayarkan pada pekerja atas pelayanannya dalam memproduksi
kekayaan. Tenaga kerja seperti halnya faktor produksi lainnya, dibayar
dengan suatu imbalan atas jasa-jasanya. Dengan kata lain, upah adalah
harga tenaga kerja yang dibayarkan atas jasa-jasanya dalam produksi.11
Upah disebut juga dengan ija>rah dalam Islam. Ija>rah menurut
ulama’ hanafiyah adalah transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan
sedangkan menurut ulama’ hanafiyah yaitu transaksi terhadap suatu
manfaat yang dituju, tertentu,bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan
dengan imbalan tertentu.12 Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang
telah diberikan oleh tenaga kerja. Sedangkan mengupah adalah memberi
10 Afzalur, Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, penerjemah , Soeroyo Nastangin. (Jakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1995), 23.
11 Ya’qub Hamzah. DR, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Pola Pembinaan Hidup dalam
Berekonomi), Cet II, (Bandung : CV. Diponegoro, 1992), 56.
25
ganti atas pengambilan manfaat tenaga dan orang lain menurut
syarat-syarat tertentu.
Konsep sewa menyewa dalam hal ini ditekankan adanya asas
manfaat. Maka dari itu, transaksi ija>rah yang tidak terdapat asas manfaat
hukumnya haram. Ghufron. A. Mas’adi mengatakan dalam bukunya Fiqh
Muamalah Kontekstual, bahwa ija>rah sesungguhnya merupakan sebuah
transaksi atas suatu manfaat. Dari sini konsep ijarah dapat dibedakan
menjadi dua macam. Pertama, ija>rah yang memanfaatkan harta benda yang
lazim disebut persewaan, misalnya rumah, pertokoan, kendaraan dan lain
sebagainya. Kedua, ija>rah yang mentransaksikan manfaat SDM yang lazim
disebut perburuhan.13
Pembayaran tenaga kerja dibedakan dua jenis, yaitu upah dan gaji.
Gaji adalah pembayaran yang diberikan kepada pekerja tetap dan tenaga
kerja profesional yang biasanya dilaksanakan sebulan sekali seperti
pegawai pemerintah, guru, dosen, manajer, akuntan. Sedangkan upah
dimaksudkan sebagai pembayaran kepada pekerja – pekerja yang
pekerjaannya berpindah – pindah, seperti pekerja pertanian, tukang kayu,
tukang batu, dan buruh kasar. Berbeda dengan teori ekonomi yang
mengartikan upah sebagai pembayaran atas jasa – jasa fisik maupun
mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha. Dalam
ekonomi pembayaran pekerja tidak dapat dibedakan antara upah dan gaji,
keduanya berarti pembayaran kepada pekerja.
26
2. Dasar hukum ujrah dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
Ibn Rusyd14 menegaskan bahwa semua ahli hukum, baik salaf
maupun khalaf, menetapkan boleh terhadap hukum ija>rah. Kebolehan
tersebut didasarkan pada landasan hukum yang sangat kuat yang dapat
dilacak dari Al-Qur'an dan Sunnah, antara lain yaitu:
a. Alqur’an
Firman Allah dalam Surah An-Nisa’ ayat 29:15
اَهّ يَأَي
ْيجذ لا
اْوُ َمآ
َا
اْوُلُكْأَت
ْمُكَلاَوْمَأ
ْمُكَْ يَ ب
جلجطاَبلاجب
اجإ
ْنَأ
َنْوُكَت
ةَراَجِ
ْنَع
ضاَرَ ت
ْمُكْجم
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salingmemakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”
Artinya: Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik.". (QS. Al-Qhashash : 27)16
14 Muhammad bin Ahmad bin Muhamamd bin Rusyd , Bidayah al-Mujtahid, (Beirut: Dâr al-Fikr),
Juz 2, 165-166.
27 b. Assunah
نع
سنأ
نب
كلام
يضر
ها
ه ع
لاق
مجح
وبأ
ط
ةبي
لوسر
ها
ىلص
ها
هيلع
ملسو
رمأف
هل
عاصب
نم
رم
رمأو
هل أ
نأ
اوففخ
نم
هجارخ
).
اور
يراخبلا
ملسمو
دمأو
(
Artinya: "Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Rasulullah SAW berbedakm dengan Abu Thayyibah. Kemudian beliau menyuruh memberinya satu sha' gandum dan menyuruh keluarganya untuk meringankannya dari beban kharâj". (HR. Al-Bukhâriy, Muslim, dan Ahmad).17
نع
دبع
ها
نب
رمع
لاق
لاق
لوسر
ها
ىلص
ها
هيلع
ملسو
طعأ
رجَا
رجأ
لبق
نأ
في
هقرع
.
Artinya: "Dari Abdullah bin 'Umar, ia berkata: "Telah bersabda rasullah: "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering". (HR. Ibn Mâjaħ)18
3. Rukun dan syarat ujrah
Rasulullah Saw juga mewajibkan setiap umat Islam untuk
memberikan upah kepada siapa saja telah memberikan jasa atau
manfaatkan kepada kita. Sebaliknya Rasullullah Saw. Mengancam
orang-orang yang telah memanfaatkan tenaga dan jasa seseorang-orang, tapi tidak mau
memberi upahnya dengan memasukkan mereka ke dalam tiga golongan
yang akan menjadi musuh Rasulullah Saw.
Adapun Rukun-rukun dalam transaksi upah adalah sebagai
berikut:19
a. Adanya orang yang membutuhkan jasa.
b. Adanya pekerja.
c. Adanya jenis pekerjaan yang harus dikerjakan.
17 Ibid.
18Ibid.
28
d. Adanya upah.
Syarat-syarat ujrah yang lain tersebut antara lain sebagai berikut:20
a. Jelasnya pekerjaan yang harus dikerjakan.
b. Pekerjaannya tidak melanggar ajaran Islam.
c. Jelasnya upah atau imbalan yang akan diterima oleh pihak kedua.
Dari penjelasan di atas Allah memerintahkan kepada kita untuk
memberika upah kepada orang-orang yang telah selesai melakukan tugas
yang kita bebankan kepada mereka. Kecuali jika pemilik jasa atau pekerja
tersebut mengerjakan pekerjaannya dengan suka rela tanpa minta imbalan
apapun. Rukun dan syarat lainnya antara lain yaitu meliputi akad atau
transaksi upah adalah alat yang terjadi antara dua belah pihak dengan
didukung faktor-faktor yang lain, jika salah satunya tidak ada maka
transaksi tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai transaksi upah. Dalam
Islam, semua komponen tersebut disebut dengan rukun. Syarat-syarat
upah antara lain:21
a. Hendaknya upah berupa harta yang berguna atau berharga dan
diketahui Dalil bahwa upah harus diketahui adalah sabda Rasulullah
Saw;”Barang siapa yang mempekerjakan seseorang maka beritahulah
upahnya”. Dan upah tidak mungkin diketahui kecuali kalau
ditentukan.
b. Janganlah upah itu berupa manfaat yang merupakan jenis dari yang
ditransaksikan.
20 Ibid.
29
Seperti contoh yaitu menyewa tempat tinggal dengan tempat
tinggal dan pekerjaan dengan pekerjaan, mengendarai dengan
mengendarai, menanam dengan menanam. Dan menurut hanafiah, syarat
ini sebagaian cabang dari riba, karena mereka menganggap bahwa kalau
jenisnya sama, itu tidak boleh ditransaksikan. Upah tidak menjadi dengan
hanya sekedar akad, menurut mazhab Hanafi. Mensyaratkan mempercepat
upah dan menangguhkannya sah, seperti juga halnya mempercepat yang
sebagian dan menangguhkan yang sebagian lagi, sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak, berdalil kepada sabda Rasulullah Saw.
Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan mempercepat atau
menangguhkan, sekiranya upah itu bersifat dikaitkan dengan waktu
tertentu, maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut.
Misalnya orang yang menyewa suatu rumah untuk selama satu bulan,
kemudian masa satu bulan telah berlalu, maka ia wajib membayar sewaan.
(Sayid Sabiq : 1987)
Jika akad ija>rah untuk suatu pekerjaan, maka kewajiban
pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan.
4. Macam-macam Ujrah
Upah atau ujrah dapat diklasifikasikan menjadi dua; Pertama, upah
yang telah disebutkan (ajrun musamma), Kedua, upah yang sepadan (ajrun
mithli). Upah yang telah disebutkan (ajrun musamma) itu syaratnya ketika
disebutkan harus disertai kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi,
30
dengan kerjanya sesuai dengan kondisi pekerjaannya (profesi kerja) jika
akad ijarahnya telah menyebutkan jasa (manfaat) kerjanya.22
Yang menentukan upah tersebut (ajrun mithli) adalah mereka yang
mempunyai keahlian atau kemampuan (skill) untuk menentukan bukan
standar yang ditetapkan Negara, juga bukan kebiasaan penduduk suatu
Negara, melainkan oleh orang yang ahli dalam menangani upah kerja
ataupun pekerja yang hendak diperkirakan upahnya orang yang ahli
menentukan besarnya upah ini disebut dengan khubara’u.23
Upah (ujrah) adalah setiap harta yang diberikan sebagai
kompensasi atas pekerjaan yang dikerjakan manusia, baik berupa uang
atau barang, yang memiliki nilai harta (ma>l) yaitu setiap sesuau yang
dapat dimanfaatkan.
Upah adalah imbalan yang diterima seseorangan atas pekerjaannya
dalam bentuk imbalan materi di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk
imbalan pahala di akhirat (imbalan yang lebih baik).
Upah uang dan upah riil merupakan pembayaran tenaga kerja yang
dibedakan dua jenis, yaitu upah dan gaji. Gaji adalah pembayaran yang
diberikan kepada pekerja tetap dan tenaga kerja profesional yang biasanya
dilaksanakan sebulan sekali seperti pegawai pemerintah, guru, dosen,
manajer, akuntan. Sedangkan upah dimaksudkan sebagai pembayaran
22 Ya’qub Hamzah. DR, Kode Etik Dagang Menurut Islam (Pola Pembinaan Hidup dalam
Berekonomi), II, Bandung : CV. Diponegoro, 1992. 65.
23 Yusanto, M.I dan M.K. Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam, I, Jakarta : Gema Insani Press,
31
kepada pekerja – pekerja yang pekerjaannya berpindah – pindah, seperti
pekerja pertanian, tukang kayu, tukang batu, dan buruh kasar. Berbeda
dengan teori ekonomi yang mengartikan upah sebagai pembayaran atas
jasa – jasa fisik maupun mental yang disediakan oleh tenaga kerja kepada
para pengusaha. Dalam ekonomi pembayaran pekerja tidak dapat
dibedakan antara upah dan gaji, keduanya berarti pembayaran kepada
pekerja.
Perbedaan upah uang dan upah riil dalam jangka panjang sejumlah
tertentu upah pekerja mempumyai kemampuan yang semakin sedikit di
dalam membeli barang dan jasa. Hal tersebut disebabkan kenaikan barang
dan jasa tersebut yang berlaku dari waktu ke waktu. Meskipun kenaikan
tersebut tidak serentak, hal tersebut tidak menimbulkan peningkatan
keejahteraan bagi pekerja. Untuk mengatasi hal tersebut ahli ekonomi
membuat dua perbedaan antara pengertian upah, yaitu upah uang dan upah
riil. Upah uang adalah jumlah uang yang diterima pekerja dari pengusaha
sebagai pembayaran ke atas tenaga mental dan fisik para pekerja dalam
proses produksi. Upah riil adalah tingkat upah pekerja yang yang diukur
dsari sudut kemampuan upah tersebut dalam membeli barang dan jasa
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja.
B. Al-Qard}
32
Secara etimologi al-qard} berarti al-qatu yang artinya memotong,24
dikatakan demikian karna harta yang dimiliki oleh orang yang memberi
pinjaman terpotong karena diberi kepada orang yang meminjam.
Sedangkan menurut istilah fikih, terdapat beberapa definisi yang
dikedepankan oleh fukaha mengenai al-qard} sebagaimana berikut:25
a. Menurut kalangan Malikiyah:
لا
ُضْرَق
َوُ
ْنَأ
َعَفْدَي
صخش
َرَخ جِ
ا ئْيَش
ُهَل
ةَمْيجق
ةَيجلاَم
جطْرَشجب
ْنَأ
َنْوُكَيَا
َكجلَذ
ُضْوَعلا
ا فجلاَُ
اَمجل
ُهَعَ فَد
“Al-qard} ialah pembayaran seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu yang memiliki nilai materi dengan tanpa kelebihan syarat pengemabalian hendaknya tidak berbeda dengan pembayaran.
b. Menurut kalangan Hanafiyah:
ُضْرَقلا
َوُ
اَم
جهْيجُْعُ ت
ْنجم
لاَم
يجلْثجم
يجضاَقَ تَتجل
،ُهَلْ ثَم
ُطَرَ تْشُيَ ف
ْجف
جضْرَقلا
ْنَأ
َنْوُكَي
ا يجلْثجم
“Al-qard} ialah pemberian harta tertentu untuk dikembalikan sesuai padanannya, dan disyaratkan agar pinjaman berupa sesuatu yang serupa.
c. Menurut kalangan Syafi’iyah:
ُضْرَقلا
ُقَلُُْي
ا عْرَش
َنْعَجِ
ُءْيَشلا
،ُضَرْقُما
َوَُو
ُكْيجلَْم
جءْيَشلا
ىَلَع
ْنَأ
دُرَ ي
ُهَلْ ثجم
“Al-qard} menurut syara’ berarti sesuatu yang dihutangkan, yaitu pemberian kepemilikian sesuatu dengan pengembalian yang serupa.
24 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 337.
25 Abd Al-Rahman Al-Jazairi, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-‘Arba’ah, (Beirut: Dar Kutub
33
d. Menurut kalangan Hanbilah:
ُضْرَقلا
ُعْفَد
لاَم
ْنَمجل
ُعجفَتَْ ي
جهجب
دُرَ يَو
ُهَلَدَب
“Al-qard} ialah pembayaran harta kepada orang yang ingin memanfaatkannya dan dikembalikan sesuai padanannya.
Di samping beberapa definisi tersebut di atas, terdapat definisi
lain yang mengatakan bahwa al-qard} adalah pemberian harta kepada
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan dengan tanpa mengharapkan imbalan.26
Dari beberapa definisi al-qard} tersebut di atas baik secara
etimologi maupun terminologi, dapat dipahami bahwa al-qard} adalah
suatu transaksi antara seseorang dengan orang lain dengan memberikan
pinjaman berupa harta yang memiliki kesepadanan untuk dikembalikan
sesuai dengan jumlah yang diberikan tanpa adanya tambahan.
Adapun mengenai barang-barang yang dapat dijadikan al-qard}
terdapat beberapa pendapat para ulama’, sebagai berikut:27
a. Ulama Hanafiyah berpendapat al-qard} dipandang sah pada harta mitsil,
yaitu sesuatu yang tidak terjadi perbedaan yang menyebabkan
terjadinya perbedaan nilai. Di antara yang dibolehkan adalah
benda-benda yang ditimbang, ditakar atau dihitung. Al-qard} selain perkara di
atas dipandang tidak sah, seperti hewan, benda-benda yang menetap di
tanah dan lain-lain.
26Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
131.
34
b. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah membolehkan al-qard}
pada setiap benda yang tidak dapat diserahkan, baik yang ditakar
maupun yang ditimbang, seperti emas dan perak atau yang bersifat
nilai, seperti barang dagangan, hewan, atau benda yang dihitung.
c. Jumhur ulama’ membolehkan al-qard} pada setiap benda yang dapat
diperjualbelikan kecuali manusia. Mereka juga melarang al-qard}
manfaat, seperti seseorang pada hari mendiami rumah temannya dan
besoknya teman tersebut mendiami rumahnya, tetapi Ibn Taimiyah
membolehkannya.
2. Dasar hukum al-Qard} dalam fatwa dewan syariah nasional
Sebagaimana diketahui, bahwa al-qard} merupakan salah satu
bentuk transaksi yang dilakukan dengan cara pinjam meminjam atau
utang piutang dalam bermuamalah. Dalam al-qard} terdapat unsur saling
tolong menolong antar sesama, yang kaya menolong yang miskin, yang
mempunyai kelebihan memberi pertolongan kepada yang kekurangan,
yang tidak membutuhkan memberi bantuan kepada yang membutuhkan,
dan lain sebagainya.
Dalam hukum Islam, al-qard} merupakan salah satu bentuk
muamalah yang dianjurkan dan diperbolehkan. Hal tersebut dapat
dipahami melalui beberapa nas baik Alquran maupun hadits, sebagai
35
a. Firman Allah dalam Surah Albaqarah ayat 245:28
ْنَم
اَذ
ْيجذ لا
ُضجرْقُ ي
َها
ا ضْرَ ق
ا َسَح
ُهَفجعاَضُيَ ف
ُهَل
ا فاَعْضَأ
، ةَرْ يجثَك
ُهاَو
ُضجبْقُ ي
ُطُصْبَ يَو
جهْيَلجإَو
َنْوُعَجْرُ ت
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepanya-Nya lah kamu dikembalikan.b. Firman Allah dalam Surah Almaidah ayat 2:29
اْوُ نَواَعَ تَو
ىَلَع
ّجِلا
ىَوْق تلاَو
َو
اْوُ نَواَعَ تَا
ىَلَع
جْْجإا
،جناَوْدُعْلاَو
اْوُق تاَو
َها
نجإ
َها
ُدْيجدَش
جباَقجعلا
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kamu kepada Allah sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.c. Firman Allah dalam Surah Al-Hadid ayat 11:30
ْنَم
اَذ
ْيجذ لا
ُضجرْقُ ي
َها
ا ضْرَ ق
ا َسَح
ُهَفجعاَضُيَ ف
،ُهَل
ُهَلَو
رْجَأ
ْيجرَك
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.
Dari beberapa firman Allah tersebut di atas dapat diketahui
bahwa al-qard} merupakan bentuk transaksi yang diperbolehkan dan
dianjurkan dalam syariat Islam bahkan seseorang yang memberi pinjaman
kepada orang lain dengan pinjaman yang baik akan memperoleh bayaran
yang dilipat gandakan oleh Allah. Dengan demikian seseorang yang diberi
pinjaman akan tertolong dan terkurangi bebannya dan orang yang
28Majma’ Al-Malk Fahd, Al-Qur’an dan Terjahmanya dengan Bahasa Indonesia, (Madinah
Al-Munawwarah: Majma’ Malk Fahd, 1418 H), 61.
36
memberi pinjaman hendaknya tidak menyusahkan orang yang diberi
pinjaman dengan berbagai transaksi yang merugikan seperti melebihi
jumlah nilai pinjaman.
Di samping beberapa firman Allah tersebut di atas, terdapat
beberapa riwayat hadits Nabi yang mengindikasikan diperbolehkannya
utang-piutang atau al-qard}, sebagai berikut:
a. Hadis riwayat Muslim:31
ْنَم
َسَفَ ن
ْنَع
جهْيجخَأ
ةَبْرُك
ْنجم
جبَرُك
،اَيْ نُدلا
َس فَ ن
ُها
ُهَْع
ةَبْرُك
ْنجم
جبَرُك
جمْوَ ي
،جةَماَيجقلا
ُهاَو
ْجف
جنْوَع
جدْبَعلا
اَم
َماَد
ُدْبَعلا
ْجف
جنْوَع
جهْيجخَأ
“Barang siapa membantu melonggarkan satu di antara beberapa kesulitan duniawi temannya, maka Allah akan melonggarkan satu dari beberapa kesulitannya di hari Qiamat, dan Allah adalah menolong hamba-Nya selagi hamba itu mau menolong temannya.
b. Hadis Shahih:32
ْنَم
َضَرْ قَأ
جه
جْيَ ت رَم
َناَك
ُهَل
َلْثجم
جرْجَأ
َجُجدَحَأ
ا
ْوَل
َق دَصَت
جهجب
“Barang siapa memberi hutang dua kali karena Allah, maka mendapatkan pahala sebesar mensedakahkan salah satunya.
Berdasarkan kedua hadits tersebut di atas dapat penulis pahami
bahwa memberikan pinjaman kepada orang yang membutuhkan
merupakan bentuk muamalah yang tidak dilarang dalam syariat Islam.
Pemberian pinjaman yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang yang
membutuhkan merupakan bentuk saling tolong menolong yang sangat
dianjurkan dan akan memperoleh balasan yang dilipat gandakan oleh
Allah.
31Aliy As’ad, Terjemah Fathul Mu’in, (Kudus: Menara Kudus, 1979), 206.
37
Kesunnahan memberikan utang adalah jika pengutang tidak
dalam keadaan mud}a>rat, kalau dalam keadaan mudharat maka
memberikan pinjaman hukumnya wajib. Haram berutang bagi orang yang
belum mudlarat serta dari segi lahir tidak bisa diharapkan akan melunasi
dengan seketika untuk yang dijanjikan pelunasannya secara kontan, dan
melunasi setelah batas waktu pembayarannya untuk utang yang
ditangguhkan masa pembayarannya tersebut, sebagaimana haram pula
utang bagi orang yang diketahui secara yakin atau perkiraan bahwa akan
menggunakan hasil pinjamannya untuk maksiat.33
3. Rukun dan syarat al-Qard}
a. Rukun al-qard}
Al-qard} dianggap sah apabila telah memenuhi rukun al-qard},
sebagai berikut:34
1) Pihak yang berakad: Orang yang meminjam (muqtarid}) & orang
yang memberikan pinjaman (muqrid{)
2) Barang atau objek pinjaman (qard})
3) Ijab qabul (sighat})
b. Syarat al-qard}
Agar akad qard sempurna, terdapat beberapa syarat yang
merupakan sahnya akad al-qard}, sebagai berikut:35
33 Ibid., 206-207.
34 Achmad Kamal Badri, 2011, Hutang-Piutang, Ar-Rahn, Hiwalah, dan Kafalah, Makalah
disajikan dalam presentasi mata kuliah fiqh muamalah, UIN, 8.
38
1) Syarat yang berakad :
a) Cakap hukum ( Baligh dan Berakal ), tidak dalam keadaan gila, payah (sakit) dan perwalian, kecuali dalam kondisi darurat
b) Sukarela (rida), tidak dalam keadaan dipaksa atau terpaksa atau dibawah tekanan.
2) Syarat obyek (qard}):
a) Barang itu dapat diukur, ditimbang dan atau ditakar. Barang tersebut termasuk dalam mâl mithli. (Ulama Hanâfi). Sedang
menurut ulama Maliki, Syafi’i dan Hanafi, barang yang
tergolong mâl qimy, juga sah menjadi objek akad. Menurut
mereka mâl qimy meliputi: emas, perak, makanan, barang
perniagaan, dan lain sebagainya.
b) Barang itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan dalam Islam (mâl mutaqawwim)
3) Syarat Akad atau sighat}:
a) Lafadz yang digunakan harus jelas yaitu al-qard} dan atau salaf. b) Bagi muqrid, akad ditujukan dalam rangka menolong muqtarid Di samping syarat-syarat di atas, al-qard} dianggap sempurna
apabila harta sudah ada di tangan atau diserah-terimakan kepada
penerima utang. Syarat ini disebut sebagai qard}.
4. Tatakrama al-Qard}
Sebagaimana diketahui, bahwa manusia diciptakan di muka bumi
39
Dalam ajaran Islam, utang-piutang merupakan bentuk muamalah yang
dibolehkan, tapi hendaknya harus dilakukan dengan ekstra hati-hati dalam
menerapkannya. Hal tersebut dikarenakan, piutang dapat mengantarkan
seseorang ke surga atau bahkan sebaliknya utang-piutang dapat
menjerumuskan seseorang ke dalam neraka. Oleh karena itu, dalam
melakukan utang-piutang hendaknya dilakukan dengan tatakrama yang
baik sehingga tidak akan terjadi unsur saling merugikan. Adapun
tatakrama utang-piutang tersebut, dapat penulis uraikan sebagaimana
berikut:
a. Utang-piutang untuk kebaikan
Islam memperbolehkan utang-piutang dalam bermuamalah
yaitu untuk tujuan kebaikan. Oleh karena itu tidak diperbolehkan
utang-piutang baik yang memberi pinjaman maupun yang meminjam
apabila digunakan untuk tujuan maksiat.
Sebagaimana dikatakan dalam kitab fath al-mu’in, bahwa
“tidak sah meminjamkan meminjamkan barang-barang yang haram
pemanfa’atannya, seperti misalnya alat kemaksiatan, meminjamkan
kuda atau pedang kepada musuh, atau meminjamkan budak wanita
yang wajahnya menarik untuk meladeni laki-laki yang bukan
muhrim.”36
40
b. Bukti tertulis dalam utang-piutang
Dalam utang-piutang hendaknya dilakukan dengan bukti
tertulis agar tidak terjadi hal-hal yang saling merugikan satu sama lain
di kemudian hari. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Albaqarah
ayat 282:37
اَهّ يَأَي
ْيجذ لا
اْوُ َمآ
اَذجإ
ْمُتَْ ياَدَت
نْيَدجب
َلجإ
لَجَأ
ىًمَسُم
،ُْوُ بُتْكاَف
ْبُتْكَيْلَو
ْمُكَْ يَ ب
بجتاَك
، جلْدَعلاجب
َاَو
ْأَي
َب
بجتاَك
ْنَأ
َبُتْكَي
اَمَك
ُهَم لَع
،ُها
ْبُتْكَيْلَ ف
ْلجلْمُيْلَو
ْيجذ لا
جهْيَلَع
ّقَ ا
جق تَيْلَو
َها
ُه بَر
َاَو
ْسَخْبَ ي
ُهْجم
،ا ئْيَش
ْنجإَف
َناَك
ْيجذ لا
جهْيَلَع
ّقَ ا
ا هْ يجفَس
ْوَأ
ا فْ يجعَض
ْوَأ
ُعْيجَُتْسَيَا
ْنَأ
لجُُ
ُ
َو
ْلجلْمُيْلَ ف
ُهّيجلَو
...
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang yang berhutang mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari pada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah keadaanya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkannya, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur.
Berdasarkan firman Allah tersebut di atas, dapat dipahami
bahwa dalam melakukan utang piutang hendaknya dilakukan dengan
jujur dan dibuktikan dengan bukti tertulis yang dilakukan oleh orang
yang memberi pinjaman atau oleh pihak ketiga. Bukti tertulis tersebut
dilakukan untuk menghindari adanya perselisihan antara orang yang
memberi pinjaman dan orang yang meminjam, dan agar jumlah
pinjamannya tidak berkurang dan waktu pengembaliannya dilakukan
tepat pada waktu yang dijanjikan.
41
c. Menghadirkan saksi
Menghadirkan saksi merupakan suatu hal yang penting dalam
utang-piutang karena dengan adanya saksi dapat mengurangi keraguan
di antara orang yang memberi pinjaman dan orang yang meminjam.
Allah berfirman dalam lanjutan Surah Albaqarah ayat 282:38
اْوُدجهْشَتْساَو
جهَش
جنْيَد
ْنجم
،ْمُكجلاَججر
ْنجإَف
َْل
اَنْوُكَي
جْيَلُجَر
لُجَرَ ف
جناَتَأَرْماَو
ْن ج
َنْوَضْرَ ت
َنجم
جءاَدَهُشلا
ْنَأ
لجضَت
اَُُاَدْحجإ
َرّكَذُتَ ف
اَُُاَدْحجإ
،ىَرْخَُا
َاَو
َبْأَي
ُءاَدَهُشلا
اَذجإ
اَم
اْوُعُد
َاَو
اْوُمَئْسَت
ْنَأ
ْوُ بُتْكَت
ُ
ا رْ يجغَص
ْوَأ
ا رْ يجبَك
َلجإ
،جهجلَجَأ
ْمُكجلَذ
ُطَسْقَأ
َدْجع
جها
ُمَوْ قَأَو
جةَداَهَشلجل
َنْدَأَو
اَأ
اْوُ باَتْرَ ت
ااجإ
ْنَأََ
َنْوُكَت
ةَراَجِ
ةَرجضاَح
اَهَ نْوُرْ يجدُت
ْمُكَْ يَ ب
َسْيَلَ ف
ْمُكْيَلَع
حاَُج
اَأ
اَْوُ بُتْكَت
...
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tidak ada dua orang laki-laki, maka boleh seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridloi, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan memberikan keterangan apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar samapai pada waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil disisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak menimbulkan keraguanmu, tulislah mu’amalah itu kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, jika kamu tidak menuliskannya.