KOMUNIKASI RITUAL TRADISI BANTENGAN MASYARAKAT DESA JATIREJO MOJOKERTO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.) Dalam Bidang Ilmu Komunikasi
Oleh: Asma’ul Fauziyah
NIM : B06213012
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN KOMUNIKASI
ABSTRAK
Asma’ul Fauziyah, B06213012, 2017. Komunikasi Ritual Tradisi Bantengan Masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya
Kata Kunci: Komunikasi, Ritual, Tradisi Bantengan
Ritual tradisi bantengan merupakan salah satu kekayaan kesenian tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Mojokerto. Bantengan merupakan aksi teatrikal menggambarkan kehidupan hewan banteng yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik dan syair/mantra yang kental dengan nuansa magis.
Penelitian ini, peneliti mengangkat rumusan masalah, yaitu (1) bagaimana proses komunikasi ritual tradisi Bantengan masyarakat di Desa Jatirejo Mojokerto, (2) apa makna tradisi Bantengan ini bagi masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan budaya untuk melihat bagaimana makna kebudayaan bagi masyarakat. Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah kualitatif dengan metode deskriptif untu menjelaskan data. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori interaksi simbolik.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah (1)bahwa proses komunikasi ritual yang terjadi bersifat sakral dan keramat, pesan yang terkandung dalam bentuk simbol-simbol secara verbal dan non verbal; (2) makna tradisi Bantengan bagi masyarakat adalah tradisi yang mengandung sebuah nilai penting bagi kehidupan bermasyarakat yakni tentang persatuan dan kesatuan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
MOTTO ...v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... ix
DAFTAR ISI...x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I: PENDAHULUAN...1
A. Konteks Penelitian...1
B. Fokus Penelitian ...5
C. Tujuan Penelitian...5
D. Manfaat Penelitian...5
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu...6
F. Definisi Konsep ...7
G. Kerangka Pikir Penelitian...13
H. Metode Penelitian ...14
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...14
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ...15
3. Jenis dan Sumber Data...16
4. Tahap-tahap Penelitian ...17
5. Teknik Pengumpulan Data...20
6. Teknik Analisis Data ...20
BAB II: KAJIAN TEORETIS ...23
A. Kajian Pustaka...23
1. Komunikasi Ritual...23
2. Komunikasi Sebagai Proses Simbolik...30
3. Peran Tradisi dalam Masyarakat ...37
B. Kajian Teori...44
1. Teori Interaksi Simbolik...44
BAB III: KOMUNIKASI RITUAL TRADISI BANTENGAN ...51
A. Deskripsi Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian...51
1. Subyek Penelitian...51
2. Obyek Penelitian ...53
3. Lokasi Penelitian...54
B. Profil Desa Jatirejo...55
C. Profil Kelompok Bantengan ...58
D. Komunikasi Ritual Tradisi Bantengan...64
1. Tradisi Bantengan ...64
2. Tahapan Penampilan Tradisi Bantengan...72
3. Komunikasi Ritual Bantengan ...79
4. Usaha untuk Melestarikan Tradisi Bantengan ...90
E. Makna Ritual Tradisi Bantengan ...95
BAB IV: INTERPRETASI HASIL PENELITIAN ...99
A. Temuan Penelitian ...99
1. Komunikasi Ritual sebagai Kegiatan Berbagi, Berpartisipasi dan berkumpul ...100
2. Bantengan pada Jaman Dahulu dan Sekarang ...101
3. Citra Kesurupan pada Tradisi Bantengan ...102
4. Proses Komunikasi Ritual Tradisi Bantengan ...103
5. Penggunaan Simbol-simbol Komunikasi dalam Tradisi Bantengan ...104
BAB V: PENUTUP ...111
A. Simpulan ...111
B. Rekomendasi...111
DAFTAR PUSTAKA ...113
Lampiran 1 ...116
Lampiran 2 ...118
Lampiran 3 ...120
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Komunikasi merupakan kebutuhan yang penting dalam kehidupan
manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa
adanya orang lain. Dengan menggunakan interaksi komunikasi memudahkan kita
untuk masuk pada ranah kehidupan sosial. Proses komunikasi pada hakikatnya
adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan)1. Jadi, proses komunikasi berlangsung apabila
antara orang-orang yang terlibat terdapat kesamaan makna mengetahui suatu hal
yang dikomunikasikan2. Jelasnya jika seseorang mengerti sesuatu yang dinyatakan
orang lain kepadanya, maka proses komunikasi berlangsung. Proses komunikasi
hampir terjadi di setiap aspek kehidupan masyarakat, baik itu hubungan dengan
antar individu satu dengan individu lain, individu dengan kelompok masyarakat,
individu dengan dirinya sendiri, bahkan individu dengan Tuhannya.
Hidup di masyarakat tentunya tidak lepas dari adanya budaya dan tradisi
yang berlaku di masyarakat tersebut. Budaya dan komunikasi beriteraksi secara
erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul karena
komunikasi, dan budaya pun tercipta mempengaruhi cara berkomunikasi anggota
budaya
1
Onong Uchjana Effendi,Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 11.
2
2
masyarakat yang bersangkutan3. Kebudayaan sendiri terdiri atas gagasan-gagasan,
simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia. Manusia
sebagai makhluk dengan simbol dan memberikan makna pada simbol, sehingga
manusia berfikir, berperasaan, dan bersikap sesuai ungkapan yang simbolis.
Kebudayaan merupakan persoalan yang sangat luas, mencakup pada cara hidup
manusia, adat istiadat dan tata krama yang dipegang teguh oleh masyarakat. Di
masyarakat Jawa salah satunya masih kental budaya dan kehidupan tradisinya erat
kaitannya dengan kegiatan ritual. Komunikasi yang dilakukan erat kaitannya
dengan komunikasi ekspresif atau disebut komunikasi ritual. Tidak ada pengertian
khusus mengenai komunikasi ritual, secara umum kegiatan ritual merupakan suatu
kegiatan yang sering dilakukan oleh orang-orang sehingga menjadi bentuk
komunikasi mereka dengan Tuhan atau hanya sebagai bentuk adat suatu
komunikasi. Sering dilakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun, mereka
berpartisipasi dalam bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali
komitmen mereka kepada keluarga, komunitas, suku, bangsa, Negara, ideologi
atau agama mereka4. Komunikasi ritual bisa jadi akan tetap ada sepanjang zaman,
karena ia merupakan kebutuhan manusia walaupun bentuknya berubah-ubah demi
memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhuk individu, anggota komunitas
tertentu dan salah satu again dari alam semesta. Kegiatan ritual memungkinkan
para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan
para pesertanya, juga sebagai pengabdian terhadap kelompoknya5. Sampai
kapanpun ritual akan tetap menjadi kebutuhan manusia, bentuknya juga
berubah-3
Deddy Mulyana,Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintasbudaya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hlm. 14.
4
Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), hlm. 27.
5
3
ubah demi memenuhi jati dirinya sebagai individu, sebagai anggota komunitas
sosial dan sebagai salah satu unsur alam semesta. Komunikasi ritual
kadang-kadang memang bersifat mistik, dan bisa saja sulit dipahami oleh orang-orang di
luar komunitas tersebut.
Bantengan merupakan salah satu kekayaan kesenian tradisional yang
dimiliki oleh masyarakat Mojokerto. Seni tradisional Bantengan adalah sebuah
seni pertunjukam budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendra tari, olah
kanuragan, musik dan syair atau mantra yang kental dengan nuansa magis6.
Tradisi ini sudah ada sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda. Menurut
sejarahnya Bantengan merupakan kesenian yang menjadi bentuk kamuflase dari
kegiatan-kegiatan pencak silat. Karena pada zaman itu kegiatan pencak silat
dilarang untuk dilaksanakan karena ditakutkan kegiatan pencak silat ini
mendorong adnaya perlawanan terhadap Belanda. Oleh sebab itu pada tradisi
Bantengan ini banyak mengandung gerakan-gerakan pencak silat dan
menggunakan ilmu kanuragan. Tradisi Bantengan merupakan gabungan antara
seni pencak silat dan seni musik gamelan yang dipadukan dengan kisah simbolik
heroik yang dikombinasikan dengan kondisi trance atau kesurupan seperti
beberapa tradisi kesenian sejenis yang ada di tanah Jawa.
Kesenian Bantengan hanya dapat dinikmati pada acara-acara tertentu saja,
misalnya pada acara memperingati hari Kemerdekaan 17 Agustus, festival grebek
Suro, pawai budaya HUT Kabupaten/ Kota Mojokerto, acara ruwat desa, festival
tahunan dan beberapa acara besar lainnya. Menyadari pentingnya untuk
6
4
melestarikan tradisi budaya daerah yang harus dilestarikan karena nantinya akan
menjadi warisan untuk anak cucu, di Mojokerto oleh Dinas Pemuda Olahraga,
Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto dibentuk FKBM (Forum
Komunikasi Banteng Mojopahit) serta diadakannya festival Bantengan yang
diadakan setiap tahun untuk memperbutkan piala bergilir Bupati Mojokerto7.
Ciri khas dari aksi Bantengan ini adalah ketika para pemainnya berada
dalam kondisi trance atau kesurupan. Unsur yang menarik dalam kondisi trance
atau kesurupan ini adalah ketika para pemain menjadi sosok dari karakter yang
dimainkan. Proses kesurupan ini tidak berbeda jauh dengan tradisi kesenian
lainnya seperti Jaran Kepang, dan dalam keadaan kesurupan ini para pemain
dipandu oleh pawang yang sudah ahli dalam bidang ini. Tidak hanya sebuah
kesenian tradisional, dalam Bantengan juga terkandung simbol-simbol yng
mengandung makna dan juga pesan yang ingin disampaikan dalam proses
komunikais tersebut. Usaha yang dilakukan untuk menjaga dan melestarikan
tradisi dengan melaksanakan acara-acara khusus tentang budaya sangat diperlukan,
selain itu usaha pelestarian dengan tulisan juga dibutuhkan sebagai sumber bacaan,
refereni dan kajian keilmuan. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik
untuk meneliti kesenian tradisional Bantengan ini terutama dalam perspektif
komunikasi.
7
5
B. Fokus Penelitian
1. . Bagaimana proses komunikasi ritual tradisi Bantengan?
2. Apa makna tradisi Bantengan bagi masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menjelaskan proses komunikasi ritual pada tradisi Bantengan.
2. Untuk menjelaskan makna tradisi Bantengan bagi masyarakat Desa
Jatirejo Mojokerto.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
1) Memberikan gambaran tentang proses komunikasi ritual tradisi
Bantengan Masyarakat Desa Jatirejo Mojokerto.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan wacana akademik dalam bidang ilmu komunikasi
interaksi simbolik terutama yang berkaitan dengan komunikasi
ritual.
2. Manfaat Praktis
1) Sebagai masukan pemahaman kepada peneliti dan masyarakat untu
lebih mencintai dan turut melestarikan aset kebudayaan lokal.
6
E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini tidak lepas dari adanya penelitian-penelitian terdahulu yang
relevan. Adanya penelitian terdahulu menjadi bahan referensi dalam penyusunan
penelitian ini. Terdapat beberapa penelitian yang membahas mengenai
komunikasi ritual yang tertuang dalam judul-judul sebagai berikut:
Pertama, Komunikasi Ritual Prosesi “Nyadran” Desa Widang Tuban yang
ditulis oleh Martina Ulfa, Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Sunan
Ampel, Surabaya. Kedua, jurnal penelitian yang ditulis oleh Petrus Ana Andung,
Ilmu Komunikasi, Universitas Nusa Dua Kupang, yang berjudl Perspektif
Komunikasi Ritual Mengenai Pemanfaatan Natoni sebagai Media Tradisional
dalam Masyarakat Adat Boti Dalam Kabupaten Timr Tengah Selatan, Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Ketiga, penelitian yang berkaitan dengan tradisi Bantengan,
peneliti menemukan jurnal penelitian yang ditulis oleh Ruri Darma Desprianto,
Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Surabaya yang berjudul Kesenian
Bantengan Mojokerto Kajian Makna dan Nilai Moral.
Pertama, penelitian berjudul Komunikasi Ritual Prosesi “Nyadran” Desa
Widang Tuban yang ditulis oleh Martina Ulfa. Dalam penelitian ini Martina Ulfa
menekankan pembahasannya pada bentuk simbol komunikasi ritual dan makna
pada tradisi Nyadran. Sedangkan peneliti dalam penelitian ini menginginkan
penekanan pada proses komunikasi ritual.
Pada penelitian kedua yang ditulis oleh Petrus Ana Andung fokus pada
pemanfaatan tradisi Natoni sebagai media komunikasi tradisional utamanya dalam
7
Dan pada penelitian ketiga yaitu jurnal yang ditulis oleh Ruri Darma
Desprianto ini adalah menekankan pada kajian simbol dan nilai moral yang
terdapat dalam tradisi Bantengan. Sedangkan peneliti mengkaji tradisi Bantengan
dari sudut pandang lain yaitu dalam perspektif komunikasi ritual.
F. Definisi Konsep
Tujuan dari definisi konsep ialah dimaksudkan untuk menghindari
ambiguitas pada pemahaman terhadap beberapa istilah yang dipergunakan dalam
penelitian ini. perincian konsep sangat penting dalam sebuah penelitian agar
pembahasan dalam penelitian tidak melebar dan menjadi kabur. Berikut adalahh
definisi konsep dari penelitian ini:
1. Komunikasi Ritual
Komunikasi ritual terdiri dari dua konsep yaitu komunikasi dan
ritual. Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami8. Proses komunikasi pada
hakikatnya adalah proses penyampian pikiran atau perasaaan oleh seseorang
(komunikator) kepada orang (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan,
informasi, opini9. Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu
communication yang berarti sama, sama yang dimaksud adalah sama
makna. Jadi jika ada dua orang yang memiliki kesamaan makna dalam
percakapan mereka maka mereka sedang melakukan proses komunikasi.
8
Kbbi.web.id diakses pada tanggal 17 November 2016.
9
8
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ritual adalah hal ihwal ritus
atau tata cara dalam upacara keagamaan10. Upacara ritual adalah sistem atau
rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam
masyarakat yang berhubungan dengan bebagai macam peristiwa yang
biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Ritual sering
dikaitkan dengan pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala
ataupun penjelasan-penjelasan yang mempunyai ciri-ciri mistis. Ritual disini
memperlihatkan tatanan atas simbol-simbol yang diobyekkan.
Simbol-simbol ini mengungkapkan perilaku dan perasaan. Ritual berkaitan dengan
pertunjukan secara sukarela yang dilakukan msyarakat turun temurun
(berdasarkan kebiasaan) menyangkut perilaku yang terpola, dan pertunjukan
tersebut mensimbolisasi suatu pengaruh dalam kehidupan kemasyarakatan11.
Proses komunikasi ritual, Rothenbuhler dan Coman dengan merujuk
pada pandangan James W. Carey seperti yang dikutip oleh Petrus Anang
Andung, menekankan sebagai salah satu bentuk dan model dari komunikasi
sosial, proses yang terjadi dalam komunikasi ritual bukanlah berpusat pada
transfer (pemindahan) informasi. Sebaliknya lebih mengutamakan sharing
(berbagi) mengenaicommon culture(budaya bersama)12. Jadi dalam praktek
komunikasi ritual, proses transmisi pesan bukanlah hal yang paling
ditonjolkan melainkan lebih banyak menonjolkan upaya berbagi budaya
10
Kbbi.web.id diakses pada tanggal 17 November 2016
11
https://petrusandung.wordpress.com/2009/12/15/komunikasi-dalam-perspektif-ritual diakses tanggal 16 November 2016.
12
9
bersama. Komuikasi ritual juga memiliki kaitan erat dengan komunikasi
ekspresif yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering
melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang
hidup13. Mereka yang melakukan komunikai ritual ini adalah mereka yang
memiliki komitmen terhadap tradisi yang dimiliki oleh keluarga, kelompok,
suku, Bangsa, Negara, ideologi atau agama mereka.
Orang Islam merayakan hari Raya Idul Fitri, orang Kristen
merayakan Natal, orang Hindu melaksanakan Nyepi adalah cotoh
komunikasi ritual umat beragama. Orang sebelum melakukan pernikahan
harus melakukan proses siraman, dilanjutkan malam midodareni, ijab qobul
lalu sungkem orang tua adalah cotoh komunikasi ritual dalam adat Jawa.
Kegiatan ritual ini memungkinkan para pelaksananya berbagi komitmen
emosional dan menjadi perekat bagi mereka, juga sebagai bentuk
pengabdian mereka kepada kelompok mereka. Komunikasi ritual juga
kadang-kadang bersifat mistik, kebanyakan dari kebudayaan Jawa terdapat
banyak ritual yang mengandung nilai mistik seperti kesenian Jaranan, Reog
dan lain sebagainya.
Dari pengertian diatas, dalam penelitian ini komunikasi ritual adalah
proses penyampaian pesan dari pelaku Bantengan sebagai komunikator
kepada masyarakat umum sebagai komunikannya. Pesan dari proses
komunikasi ini dalam bentuk simbol-simbol bik itu bersifat verbal maupun
non verbal. Proses komunikasi ritual dalam penelitian ini fokus kepada
13
10
bagaimana pelaku Bantengan ini dalam mengkomunikasikan tradisi
Bantengan kepada masyarakat umum.
2. Makna
Pengertian makna dalam KBBI adalah maksud pembicara atau
penulis, atau bisa diartikan pengertian yang diberikan kepada suatu benuk
kebahasaan. Makna merupakan arti atau maksud dari kandungan pesan
yang disampaikan oleh pembicara atau penulis kepada komunikannya.
Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna
dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak
bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka
kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu14. Makna sebenarnya ada
dalam kepala kita bukan terletak pada lambang itu sendiri. Bila ada orang
yang mengatakan kata memiliki makna, maka sebenarnya bahwa
kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna yang telah disetujui
bersama terhadap kata-kata itu15.
Dalam proses komunikasi, makna adalah respon komunikan yang
didapat oleh komunikator, jika respon yang diterima positif makan proses
komunikasi berhasil namun apabila respon negatif yang didapat maka ada
kesalahan dalam penyampaian informasi. Makna didapat oleh komunikan
dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi dan hasil belajar yang dimilikinya.
Makna merupakan perpaduan dari empat aspek yaitu pengertian (sense),
14
Bambang Tjiptadi,Tata Bahasa Indonesia,(Jakarta :Yudistira,1984), hlm.19.
15
11
perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Makna pada
dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh dari interaksi, oleh
karena itu makna bisa berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks
dan dari kelompok sosial ke kelompok lainnya. Dengan demikian sifat
objektivitas dari makna adalah relatif dan temporer16.
Dalam penelitian ini, makna disini merupakan bentuk intepretasi
masyarakat terhadap pesan-pesan yang terdapat pada tradisi Bantengan,
pesan disampaikan dalam bentuk simbol-simbol verbal maupun nonverbal.
Simbol-simbol yang muncul seperti pada kegiatan ritual yang dijalankan
masyarakat tidak lepas dari simbol-simbol yang mengandung nilai atau
makna tertentu yang sesuai dengan kesepakatan bersama masyarakat
tersebut.
3. Tradisi Bantengan
Seni tradisional Bantengan merupakan sebuah seni pertunjukkan
budaya tradisi yang menggabungkan unsure sendra tari, olah kanuragan,
music dan syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis. Pelaku
Bantengan yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah
masuk tahap “trans” yaitu tahapan pemain pemegang kepala Bantengan
menjadi kesurupan arwah leluhur Banteng (Dhanyangan)17.
Bantengan mengandung banyak gerak yang diadopsi dari pencak
silat karena menurut sejarah Bantengan merupakan seni hiburan bagi para
pemain pencak silat seteleh melakukan latihan rutin. Perkembangan
16
Sasa Djuarsa Sendjaja,Teori Komunikasi,(Jakarta : UT, 1993), hlm.1-24.
17
12
kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat pedesaan atau wilayah
pinggiran kota di daerah lereng pegunungan se-Jawa Timur tepatnya
Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan
Raung-Argupuro. Kesenian Bantengan dimainkan oleh dua orang, orang yang di
depan berperan menjadi pemegang kepala banteng dan yang belakang
berperan sebagai ekor Bantengan. Apabila pemain depan kesurupan maka
pemain belakang harus mengikuti setiap gerakan pemain depan. Dan ada
juga pawang yang membantu jalannya proses kesurupan, yang memakai
kaos merah disebut abangan dan kaos hitam disebut irengan. Selain itu ada
karakter lain juga dalam kesenian Bantengan yaitu karakter harimau yang
disebut macanan, dan juga ada karakter monyet.
Dalam penelitian ini tradisi Bantengan yang dimaksud tidak berbeda
jauh dari apa yang dijelaskan diatas. Tradisi Bantengan ini biasanya
dilaksanakan untuk memperingati hari-hari khusus, misalnya untuk
memperingati ruwat desa, kirab budaya daerah, memeriahkan hari besar
seerti hajatan dan sebagainya. Aksi teatrikal yang ditampilkan dalam tradisi
ini mengandung pesan bahwa dengan persatuan kita bisa melawan kebatilan.
13
G. Kerangka Pikir Penelitian
Dalam bagan diatas dijelaskan mengenai kerang pikir dalam penelitian ini,
bahwasannya sebuah makna itu terbentuk dengan dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya latar budaya masyarakat, tingkat religiusitas, ekonomi dan pendidikan
masyarakat. Dalam upaya memahami bentuk komunikasi ritual dan maknanya,
dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori interaksi simbolik. Dengan teori
interaksi simbolik kia bisa lebih mengkaji bagaimana sebuah interaksi bisa
menghasilkan makna dan bagaimana simbol dipahami melalui interaksi. Teori
interkasi simbolik (symbolic interaction) dicetuskan oleh George Herbert Mead,
teori ini memfokuskan perhatiannya pada cara-cara yang digunakan manusia Makna Tradisi
Bantengan
Tingkat religiusitas
Masarakat
Media Tradisi
Masyarakat Mojokerto Tingkat
ekonomi/pendi-dikan masyarakat
14
untuk membentuk makna dan struktur masyarakat melalui percakapan18. Makna
merupakan hasil komunikasi yang penting, makna yang kita tangkap merupakan
hasil interaksi kita dengan orang lain. Singkatnya makna yang kita berikan pada
simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan
kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula19. Esensi
interaksi simbolik adalah suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia yaitu
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan konsep yang digunakan untuk memperoleh
data dan informasi yang terkait dalam penelitian sehingga memperoleh jawaban
atas pertanyaan dari penelitian ini, metode yang ditempuh yaitu:
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
budaya. Pedekataan budaya dapat diartikan sebagai sebuah sudut pandang
atau cara melihat dan memperlakukan suatu gejala yang menjadi perhatian
dengan menggunakan kebudayaan dari gejala yang dikaji tersebut sebagai
acuan dalam melihat, memperlakukan dan menilitinya. Pendekatan budaya
digunakan untuk melihat bagaimana tradisi Bantengan ini berkembang di
dalam masyarakat dan menjadi sebuah tradisi yang dilakukan secara turun
temurun. Melalui pendekatan budaya, peneliti ingin melihat bagaimana
sebuah ritual dalam tradisi sebagai sebuah perilaku yang sudah diatur oleh
18
Morissan,Teori Komunikasi Individu Hingga Massa,(Jakarta : Kencana,2014), hlm. 224.
19
15
tradisi masyarakat setempat sebagai upaya komitmen terhadap tradisi
budaya masyarakat tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian
kualitatif yaitu dengan menghimpun data dari observasi yang terlibat.
Karena metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang diamati dan diarahkan pada latar dan perilaku yang diamati
diarahkan pada altar dan individu secara holistic. Penelitian kualitatif
mempunyai tujuan agar peneliti lebih mengenal lingkungan dan dapat terjun
langsung ke lapangan20.
2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian
Pada bab ini akan dipaparkan mengenai subyek, obyek dan lokasi
penelitian ini. yaitu sebagai berikut:
a. Subyek
Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat
Mojokerto khususnya di Desa Jatirejo. Masyarakat yang dijadikan sebagai
informan dipilih karena memenuhi persyaratan, yaitu masyarakat yang
mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang tradisi Bantengan.
Seperti pemain Bantengan, sesepuh kelompok Bantengan, budayawan,
tokoh agama,dan tokoh masyarakat.
20
16
b. Obyek
Obyek dalam penelitian ini adalah tentang komunikasi budaya.
Jadi peneliti akan melakukan penelitian berkaitan dengan kegiatan warga
setempat yang mengandung nilai komunikasi budaya terutama yang
berkaitan dengan tradisi Bantengan tersebut. Dalam penelitian ini obyek
yang dimaksud adalah proses komunikasi riual yang terjadi dalam
pertunjukan kesenian tradisional Bantengan.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini yaitu Desa Jatirejo
Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto. Lokasi ini dipilih karena di
desa ini masyarakat masih cukup sering mengadakan pertunjukan
Bantengan. Ada beberapa kelompok Bantengan yang masih aktif sampai
sekarang. Selain itu lokasi ini merupakan salah satu wilayah lereng
pegunungan dari beberapah wilayah seperti Kecamatan Pacet dan Trawas
dimana tradisi Bantengan berkembang dan tumbuh subur.
3. Jenis dan Sumber Data
Dalam penenelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau
tangan pertama di lapangan21. Data sekunder adalah data yang diperoleh
secara tidak langsung oleh peneliti, tapi telah berjenjang melalui sumber
21
17
tangan kedua atau ketiga22atau bisa dibilang sumber data pelengkap dan
pelengkap data utama.
Menurut Lofland sumber data dalam penelitian kualitatif ialah
kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain-lain23. Dalam penelitian ini jenis data utama berupa data kata-kata dan
tindakan dari orang-orang yang diamati dan diwawancarai. Data didapat
dengan melakukan wawancara dengan subyek penelitian yakni masyarakat
desa Jatirejo dan beberapa tokoh penting, dan pengamatan langsung ke
lokasi penelitian. Sumber data utama nantinya akan dicatat melalui perekam
audio/visual, pengambilan foto atau film. Pencatatan sumber data utama ini
merupakan gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.
Sumber data kedua ialah sumber data selain kata-kata dan tindakan,
sumber data ini merupakan sumber data tambahan yang diperoleh dari
sumber tertulis, seperti sumber dari buku, arsip, dokumen pribadi, ataupun
jurnal penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini sumber data kedua didapat
dari sumber-sumber buku, dokumen pribadi atau jurnal penelitian ilmiah
yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu:
22
Mukhtar,Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif(Jakarta Selatan, Referensi, 2013), hlm.35.
23
18
a. Tahap Pra-Lapangan
Yaitu tahap sebelum peneliti terjuan ke lapangan untuk melakukan
penelitian atau bisa dijuga sebagai tahap persiapan. Dalam tahap persiapan
ini, kegiatan yang perlu dilakukan sebagai berikut:
1. Menyusun Rancangan Penelitian
Pada tahap ini peneliti membuat pengajuan usulan
penelitian berbentuk proposal penelitian sebagai rancangan
penelitian yang akan dilakukan. Isi dari rancangan penelitian ini
meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, hingga metode
penelitian yang akan dilakukan. Nantinya proposal penelitian ini
akan diajukan kepada Prodi Ilmu Komunikasi untuk selanjutnya
disetujui dan diujikan.
2. Memilih Lapangan
Tempat yang dipilih adalah sebuah desa yang
masyarakatnya menikmati tradisi Bantengan dan perkumpulan
Bantengan yang masih melestarikan kesenian tradisional
Bantengan.
3. Mengurus Perizinan
Peneliti mengumpulkan draft proposal penelitian untuk
mendapatkan surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh Fakultas
19
dipergunakan untuk memperoleh izin melakukan penelitian di
lokasi yang sudah disebutkan.
4. Menentukan Informan
Peneliti menentukan kriteria-kriteria tertentu untuk
menentukan informan yang akan dipilih. Informan yang
dibutuhkan tentunya informan yang dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan peneliti.
5. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian
Perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan saat
melakukan pengamatan maupun wawancara seperti buku catatan,
ball point, recorder, kamera dan sebagainya.
b. Tahap Lapangan
Pada tahap ini peneliti langsung terjun ke lapangan dan fokus pada
pencarian dan pengumpulan data dengan mengamati semua kegiatan yang
terjadi di lokasi penelitan. Sambil menulis catatan lapangan dan
mempersiapkan untuk tahap selanjutnya.
c. Penulisan Laporan
pada tahap ini peneliti menuangkan hasil catatan selama penelitian
kedalam suatu laporan. Tahap ini adalah tahap terakhir dari seluruh
prosedur penelitan, dan tentunya penulisan laporan harus sesuai dengan
20
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain:
a. Observasi partisipan yaitu peneliti langsung terjun ke lapangan
untuk melakukan pengamatan kepada obyek penelitian. Peneliti
melekukan pengamatan dengan melihat langsung kegiatan
masyarakat.
b. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan
melakukan tanya jawah dengan informan. Wawancara mendalam
dilakukan dengan langsung tatap muka dengan para narasumber.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses pencarian dan perencanaan secara
sistematik dari semua data dan bahan yang telah terkumpul, sehingga
peneliti mengertibenar makna yang telah dikemukakan, dan dapat
menyajikan kepada orang lain secara jelas 24 . Karena penelitian ini
menggunakan metode kualitatif sehingga analisis data juga bersifat kualitatif.
Tahap analisa data dalam penelitian kualitatif secara umum sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, pada tahap ini peneliti mengumpulkan semua
data yang telah diperoleh selama penelitian dan memastikan apakah
24
21
data yang diperoleh sudah cukup atau masih memerlukan tambahan
data lagi.
b. Reduksi data, sebagai proses seleksi data pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan tertulis lapangan.
c. Penyajian data, pada proses ini data yang telah melalu proses
reduksi selanjutnya ditampilan dan disajikan sebagai sekumpulan
informasi yang memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan.
7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan datadalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain 25 . Terdapat empat macam teknik
triangulasi untuk teknik pemeriksaan yaitu dengan memanfaatkan sumber,
metode, penyidik dan teori. Namun teknik triangulasi yang paling banyak
digunakan adalah pemeriksaan memalui sumber lainnya.
Membandingkan dan mengecek balik sumber dapat dicapai dengan
jalan : (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara ; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi; (3) membandingkan apa yang
dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan
sepanjang waktu ; (4)membandingkan keadaan dan perspektif seseorang
25
22
dengan berbagai pendapat dan pandangan orang; (5) membandingkan hasil
wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
I. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan pembahasan studi ini, sehingga permasalahan yang
dipelajari lebih terarah dan sistematis. Maka disusunlah sistematika pembahasan
penelitian, sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, definisi konsep, metode
penelitian, sistematikan pembahasan dan jadwal penelitian.
BAB II : KERANGKA TEORITIK
Pada bab ini akan membahas dan menguraikan beberapa hal yang
berkaitan dengan penelitian ini. Di dalamnya terdiri dari Kajian Pustaka dan
Kajian Teori.
BAB III : PENYAJIAN DATA
Pada bab ini akan berisi deskripsi subyek dan lokasi penelitian dan
deskripsi data penelitian.
BAB IV : ANALISIS DATA
Bab ini berisi temuan penelitian dan konfirmasi temuan dengan teori.
BAB V : PENUTUP
Bab penutup berupa Kesimpulan dan Saran.Menyajikan kesimpulan dari
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Kajian Pustaka 1. Komunikasi Ritual
Pada dasarnya komunikasi ritual terdiri dari dua konsep dasar yaitu
mengenai komunikasi dan ritual. Komunikasi berasal dari bahasa latin
yaitu communis yang memiliki arti sama. Dalam hal hal ini yang
dimaksud sama adalah kesamaan dalam makna.
Pengertian komunikasi menurut Onong Uchjana1bahwa, komunikasi
sebagai proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian
pikiran, atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain
komunikan. Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi, opini dan lain-lain
yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan , kepastian,
keraguan, kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan
sebaganiya yang timbul dari lubuk hati. Theonordoson and Theonordoson
(1969) 2 memberi batasan lingkup komunikasi berupa penyebaran
informasi, ide-ide, sikap-sikap, atau emosi dari seseorang atau kelompok
kepada yang lain teurtama melalui simbol. Definisi lain komunikasi
menurut beberapa tokoh lain, yaitu:
a) Harold Lasswell (1960)
1
Onong Uchjana Effendi, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung; Citra Adiya Bakti, 2000), hlm.11.
2
24
Komunikasi pada dasarnya merupakan proses ang menjelaskan siap,
mengatakan apa, dengan saluran ap, kepada siapa, dan untuk efek
apa.Who?says what/in wich channel? To whom? With hat effect?
b) Hovland dan Kelley 91953)
Komunikasi adalah suatu proses melalui seseorang (komunikator)
meyampaikan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk
perilaku orang lain.
c) Warren Weaver (1949)
Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui sejauh mana pikiran
seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.
d) Evret M Rogers
Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada suatu penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka.
Fungsi komunikasi secara umum sebagai berikut:
1) To inform (menginformasikan). Yakni memberikan informasi
kepada orang lain tentang sutau peristiwa, masalah, pendapat,
pikiran dan segala itngkah laku orang lain dan apa yang
disampaikan orang lain.
2) To educate (mendidik). Komunikasi sebagai sarana pendidikan.
Melalui komunikasi, manusia dalam suatu lingkungan masyarakat
dapat menyampaikan ide, gagasannya kepada orang lain sehingga
25
3) To entertain (menghibur). Komunikasi juga berfungsi untuk
menyenangkan hati orang lain.
4) To influence(mempengaruhi). Komunikasi juga berfungsi memberi
pengaruh kepada komunikannya. Mempengaruhi dalam bentu
perilaku dan bentuk sikap untuk mengikuti apa yang diharapkan
oleh komunikator.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ritual adalah suatu tata cara
dalam keagamaan3. Namun dalam prakteknya bisa kia ketahui bahwa ritual
tidak hanya dilakukan untuk acara keagamaan saja, tapi juga banyak
dilakuan untuk acara-acara kebudayaan terutama pada kebudayaan
tradisional. Ritual adalah tindakan yang memperoleh hubungan pelaku
dengan objek yang suci, dan mempererat solidaritas kelompok yang
menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Dalam tinjauan sosiologis ritual
merupakan perilaku yang diatur secara ketat, dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berbeda dengan perilaku sehari-hari, baik cara
melakukannya ataupun maknanya. Apabila dilakukan sesuai dengan
ketentuan, ritual diyakini akan mendatangkan keberkahan, karena percaya
akan hadirnya sesuai sakral4.
Ritual menurut Winnick yang dikutip oleh Nur Syam5yaitu A set or
series of acts, usually involving religion or magic, with the sequence
established by tradition they often stem from the daily life… “ Ritual
adalah seperangkat tindakan yang biasanya melibatkan agama atau magi,
3
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamu Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm.751.
4
Atang Abd Hakim, Jaih Mubarok,Metodologi Studi Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm.126.
5
26
yang dimantapkan melalui tradisi. Ritual tidak sama persis dengan sebuah
pemujaan, karena ritual merupakan tindakan yang bersifat keseharian.
Adapun ritual secara klasikal adalah bentuk atau metode tertentu dalam
melakukan upacara keagamaan atau upacara penting, atau tata cara dan
bentuk upacara. Dirks menyebutkan bahwa di dalam melihat ritual, dia
lebih menekankan pada bentuk ritual sebagai penguatan ikatan tradisi
sosial dan indvidu dengan struktur sosial dari kelompok. Integrasi itu
dikuatkan dan diabadikan melalui simbolisai ritual atau mistik. Jadi ritual
sebagai perwujudan esensial dari kebudayaan6.
Menurut Leach ritual adalah setiap perilaku untuk mengungkapkan
status pelakunya sebagai makhluk sosial dalam sistem struktural dimana ia
berada pada saat itu. Sementara itu ada pendapat lain, bahwa ritual
mencakup semua tindakan simbolik, baik yang berisifat duniawi atau
sakral, teknik ataupun estetik, sederhana ataupun rumit. Mulai dari etika
penyapaan, pengucapan mantra, hingga penyelenggaraan berbagai bentuk
upacara yang khidmat7. Salah satu tujuan pelaksanaan ritual adalah
pemeliharaan dan pelestarian kesakralan. Beberapa ciri-ciri tentang
kesakralan yaitu adanya keyakinan, ritus, misteri dan supernatural. Selain
itu ritual juga merupakan tindakan untuk memperkokoh hubungan pelaku
dengan objek yang suci dan memperkuat solidaritas kelompok yang
menimbulkan rasa aman dan kuat mental. Masyarakat yang melakukan
ritual dilatarbelakangi oleh kepercayaan , adanya kepercayaan pada yang
6
Ibid, hlm.19.
7
27
sakral ini menimbulkan ritual. Ritual yang dilakukan diyakini akan
memberikan berkah bagi yang melakukannya.
Komunikasi dalam perspektif ritual diibaratkan sebagai sebuah
upacara suci dan mengharuskan komunikan untuk ikut mengambil bagian
secara bersama. Keterlibatan komunikan dalam proses ini diibaratkan
seperti bermain dalam suatu drama yang suci. Karena hal-hal yang
dianggap suci ini mengandung hal-hal yang dianggap sakral. Ritual-ritual
yang dilakukan banyak menggunakan simbol-simbol, baik yang berbentuk
verbal maupun non verbal. Dalam ritual simbol adalah gambaran penting
yang membantu jiwa yang sedang melakukan pemujaan untuk memahami
realitas spiritual8.
Dalam analisis Djamari, ritual ditinjau dari dua segi yaitu dari segi
tujuan (makna) dan cara. Dari segi tujuan ritual dilakukan untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan
rahmat. Ada juga yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang
dilakukan . Dari segi cara ritual dapat dilakukan secara individual dan
kolektif. Beberapa ritual bisa dilakukan secara individu, bahkan ada yang
dilakukan dengan cara mengasingkan diri dari kermaian seperti meditasi,
bertapa dan yoga. Ritual yang dilakukan secara kolektif , seperti khotbah,
shalat berjamaah dan haji.9
C. Anthony Wallace meninjau ritual dari segi jangkaunnya, sebagai
berikut:10
8
Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama,(Jakarta : Rajawali, 1992), hlm.130.
9
Djamari,Agama dalam Perspektif Sosiologi,(Bandung ; Alphabeta, 1993), hlm. 36.
10
28
a) Ritual sebagai teknologi, seperti upacara yang berhubungan dengan
kegiatan pertanian dan perburuan.
b) Ritual sebagai terapi, seperti upacara untuk mengobati dan
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
c) Ritual sebagai ideologi, mitos dan ritual tergabung mengendalikan
suasana perasaan hati, nilai, sentimen, dan perilaku untuk
kelompok yang baik.misalnya, upacara inisiasi (upacara yang
berhubungan dengan kelahiran, perawinan dan kematian) yang
merupakan konfirmasi kelompok terhadap status, hak, dan
tanggung jawab yang baru.
d) Ritual sebagai penyelamatan (salvation), misalnya seseorang yang
mempunyai pengalaman mistikal, seolah-olah menjadi yang baru;
ia berhubungan dengan kosmos yang juga mempengaruhi
hubungan dengan dunia profan.
e) Ritual sebagai revitalisasi (penguatan atau penghidupan kembali).
Ritual ini sama dengan ritual salvation yang bertujuan untuk
penyelamatan tetapi fokusnya masyarakat.
Menurut Dhavamony ritual dibedakan menjadi empat macam yaitu11:
1) tindakan magi, yang dikaitkan denga penggunaan
bahan-bahan yang bekerja karena daya-daya mistis.
2) tindakan religius, kultus para leluhur juga bekerja dengan
cara ini.
29
3) ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah
hubungan sosial dengan merujuk pada
pengertian-pengertian mistis, dengan cara ini upacara-upacara
kehidupan menjadi khas.
4) ritual faktitif yang meningkatkan produktivitas atau
kekuatan atau pemurnian dan perlindungan, atau dengan
cara lain meningkatkan kejahteraan materi suatu kelompok.
James W. Carey menjelaskan ciri-ciri komunikas ritual sebagai
berikut:
1) Komunikasi dikaitkan dengan terminologi-terminologi seperti berbagi
(sharing), partisipasi (participation), asosiasi (association),
persahabatan (fellowship), memiliki keyakinan yang sama (the
possession of common faith).
2) Komunikasi dalam pandangan ini tidak diarahkan untuk
menyebarluaskan pesan melainkan untuk memelihara komunitas
dalam suatu waktu.
3) Komunikai dalam pandangan ini tidak diarahkan untu memberikan
informasi, tetapi untuk melahirkan kembalik kepercayaan bersama
4) Proses komunikasi dalam pandangan ini diibarakan dengan upacara
suci (sacred ceremony) dimana setiap orang berada dalam suasana
persahabatan dan kebersamaan.
5) Penggunaan bahasa dalam komunikasi ritual tidak disediakan untuk
kepentingan informasi tetapi untuk kofirmasi (peneguhan nilai
30
menggambarkan sesuatu yang dianggap penting oleh sebuah
komunitas. Tidak untuk membentuk fungsi-fungsi tetapi untuk
menunjukkan sesuatu yang sedang berlangsung dan mudah pecah
dalam sebuah proses sosial.
6) Dalam model komunikasi ritual seperti dalam upacara ritual,
komunikan diusahakan terlibat dalam drama suci tersebut tidak hanya
menjadi pengamat atau penonton saja.
7) Oleh karena itu agar komunikan terlarut dalam ritual maka
pemmilihan simbol komunikasi berakar dari tradisi komunitas itu
sendiri, seperti hal-hal unik dan asli.
Komunikasi ritual bertujuan untuk menjaga komitmen mereka kepada
tradisi keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama
mereka. Maka dengan komitmen inilah mereka berusaha untuk tetap
menjaga apa yang mereka miliki dari suku, agama ataupun negara mereka.
Selain itu komunikasi yang dilakukan untuk penyebaran pesan tidak
sebatas hanya untuk memberikan informasi saja melainkan untuk
menghadirkan kembali kepercayaan bersama.
2. Komunikasi Sebagai Proses Simbolik
Kebutuhan komunikasi memang merupakan salah satu kebutuhan
yang mendasar bagi manusia. Dan proses simbolik merupakan salah satu
dari bagian komunikasi itu sendiri. Seperti yang disebutkan Susanne K
31
kebutuhan akan simbolisasi atau penggunaan lambang 12 . Fungsi
pembentukan simbol ini adalah satu diantara kegiatan-kegiatan dasar
manusia, seperti makan, melihat, dan bergerak. Ini adalah proes
fundamental dari pikiran dan berlangsung setiap waktu. Prestasi-prestasi
manusia bergantung pada penggunaan simbol-simbol 13 . Hal ini
menjelasakan bahwa dalam kehidupan sosial manusia di tengah-tengah
masyarakat yang dibutuhkan adalah simbol-simbol yang bersifat universal,
sehingga mudah untuk dipahami oleh masyarakat. Diantaranya
simbol-simbol yang berkembang di masyarakat adalah bahasa secara lisan, gerak
tubuh, pakaian, perhiasan, kendaraan, makanan, dan sebagainya. Bahasa
sendiri diantara simbol lainnya merupakan simbol yang paling rumit
karena bahasa merupakan simbol yang halus dan terus berkembang.
Karena dalam masyarakat bagaimanapun bentuknya selalu terdapat bahasa
yang berlaku diantara mereka, bahasa bersifat simbolik artinya suatu
perkataan melambangkan arti apapun. Simbol atau lambang yang
digunakan dalam komunikasi dibedakanmenjadi dua jenis, yaitu
simbol-simbol yang menggunakan bahasa baik dalam bentuk lisan maupun tulisan
yang disebut simbol verbal. Sedangkan simbol-simbol lainya yang
bukanmenggunakan bahasa disebut dengan simbol nonverbal.
Manusia sendiri memiliki kemampuan unik untuk bebas menghasilkan,
mengubah, dan menentukan simbol-simbol yang mereka pergunakan.
Bahkan manusia bisa menentukan simbol-simbol bagi simbol-simbol
12
Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,(Bandung: Remaja rosdakarya,2008), hlm.92.
13
32
lainnya, dan proses inilah yang disebut proes simbolik. Seperti ketika
memilih sebuah jenis pakaian dengan mempertimbangan beberapa hal
seperti bahan, potongan, model, dengan segala hiasannya, hal ini bertujuan
untuk menjelaskan kepada orang lain siapa kita dibalik pakaian itu tentang
status pendidikan ataupun pekerjaan.
Menurut Hayakawa seperti yang dikutip oleh Ahmad Sihabuddin
dalam bukunya berjudul Komunikasi antarbudaya bahwa14 kemampuan
kita berpaling, kita melihat proses simbolik yang sedang berlangung.
Proses simbolik menembus kehidupan manusia dalam tingkat paling
primitif dan tingkat paling beradab. Aplikasi proses simbolik yang kita
temui dalam kehidupan bermasyarakat, seperti ketika seseorang memakai
perhiasan emas cincin, kalung, gelang dan membawa tas bermerk
internasional dengan pakaian yang terlihat mewah dan juga tata rambut
yang mewah melambangkan tingkat kekakayan yang dimiliki seseorang.
Seseorang yang berangkat bekerja menggunakan seragam tertentu seperti
pakaian dengan motif loreng menggambarkan bahwa profesi orang
tersebut adalah anggota tentara, atau seorang perawat dengan seragam
khasnya yaitu setelah putih. Bahkan makanan pun juga bersifat simbolik,
seperti di daerah Jawa ada Nasi Tumpeng yang hanya ada pada acara
untuk memperingati hari-hari besar tertentu. Nasi tumpeng yang terdiri
dari lauk pauk dari tempe hingga daging, sayur-mayur yang
melambangkan baha hidup itu harus merasakan kepahitan, kegetiran dan
kemanisan, dan simbol nasi berbentuk kerucut melambangkan ketabahan.
✁✂
33
Dengan demikian, seperti yang dijelaskan oleh Blumer bahwa
interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh
penafsiran dan kepasatian makna dari tindakan-tindakan orang lain. Dalam
kasus perilaku manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses
penafsiran diantara stimulus dan respons15.
Kebudayaan merupakan kumpulan dari gagasan-gagasan,
simbol-simbol dan nilai-nilai dari hasil karya tindakan manusia, sehingga manusia
bisa disebut makhluk dengan simbol-simbol. Simbol-simbol tersebut
diungkapkan melalui perilaku, pikiran, sikap hingga perasaannya.
Kebudayaan merupakan sebuah sistem dari konsep-konsep yang
diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk simbolik melalui aktivitas
manusia berkomunikasi. Clifford Geertz menyebut makna hanya dapat
disimpan dalam bentuk simbol. Pengetahuan kebudayaan lebih dari sutu
kumpulan simbol, baik istilah-istilah rakyat maupun jenis simbol lain.
Semua simbol baik kata-kata ang terucapkan, objek atau artefak
kebudayaan, upacara atau ritual adat merupakan bagian dari sistem simbol,
dimana simbol merupakan objek atau peristiwa yang merujuk pada
seuatu16. Simbol-simbol budaya itu sendiri menjadi media sekaligus pesan
dalam proses komunikasi. Casssier mengatakan bahwa manusia hidup
dalam suatu dunia simbolis, dimana bahasa mite, seni, agama, adalah
bagian dari dunia simbolis sehingga pemikiran simbolis merupakan ciri
15
Ibid, hlm.71.
16
34
yang menunjukkan kekhususan bagi kemajuan kebudayaan manusia17.
Terdapat sebuah pendapat mengenai simbol, bahwa simbol dipakai untuk
dimensi horisontal saja. Namun ada pemikiran lain yang menyatakan
bahwa simbol juga digunakan untuk dimensi vertikal yaitu hubungan
transenden. Proses mewujudkan simbol-simbol sangat diperlukan, hal
tersebut bertujuan untuk memudahkan manusia untuk berupaya memahami
hubungannya dengan Sang pencipta, alam, sesama manusia , dan maupun
dengan alam ghaib.
Berikut adalah beberapa simbol yang digunakan dalam proses
komunikasi, yaitu:
1. Simbol Gerak
Simbol ini menggunakan gerakan anggota tubuh, misalnya
menggelengkan kepala berarti memberi penolakan atau tidak
setuju ada sesuatu, sebaliknya jika menganggukkan kepala berarti
setuju.
2. Simbol Suara
Simbol ini berasal dari suara atau bunyi yang menggunakan indra
pendengaran untuk menangkapnya.
3. Simbol Gambar
Simbol ini menggunakan media gambar-gambar, misalnya pada
iklan-iklan di surat kabar ataupun televisi.
4. Simbol Bahasa
17
35
Simbol ini menggunakan bahasa dalam bentuk tulisan ataupun
lisan, simbol bahasa ini sangat sering digunakan dalam kehidupan
berkomunikasi sehari-hari.
5. Simbol Warna
Simbol ini menggunakan warna-warna sebagai pesannya,
misalnnya warna-warna yang terdapat pada lampu lalu lintas.
6. Simbol Angka
Simbol ini menggunakan angka-angka misalnya yang terdapat
pada alat pengukur, alat penghitung dan sebagainya.
Simbol-simbol yang digunakan dalam proses komunikai memiliki
fungsi sebagai berikut:
1. Simbol adalah alat untuk mempengaruhi komunikan
2. Simbol adalah alat untuk menjadikan pengertian terhadap
pesan-pesan yang disampaikan
3. Simbol adalah alat untuk penghubung komunikator dengan
komunikan
4. Simbol adalah alat untuk menjadikan seseorang atau komunika
menjadi paham akan pean yang disampaikan oleh komunikator
5. Simbol adalah alat untuk mencapai suatu tujuan komunikasi
Victor Turner menegaskan perbedaan antara simbol dengan tanda
seperti yang dikutip oleh Wartaya Winangun18, Turner mendefinisikan
simbol sebagai sesuatu yang dianggap dengan persetujuan yang bersama
sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau mewakili atau
✄8
36
mengingatkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau dengan
membayangkan dalam kenyataan atau pikiran. Perbeadaan antara simbol
dengan tanda adalah simbol itu merangsang perasaan seseorng, sedangkan
tanda tidak mempunyai sifat merangsang. Simbol berpartisipasi dalam arti
da kekuatan yang disimbolkan sedangakan tanda tidak berpartiispasi dalam
realitas yang ditandakan. Perbedaan lainnya yaitu bahwa ciri simbol adalah
cenderung multivokal yaitu menunjuk pada banyak arti, sedangkan tanda
hanya cenderung univokal. Beberapa ciri simbol diantaranya : (a) simbol
ritual bersifat multivokal yaitu bahwa simbol itu mempunyai banyak arti,
menunjuk pada banyak hal, pribadi, dan fenomena. (b) polarisasi simbol,
karena simbol memiliki banyak arti sehinga ada arti-arti yang bertentangan,
dalam hal ini Turner memfokuskan pada dua kutub yaitu fisik atau
inderawi dan kutub ideologi dan atau normatif. (c) simbol memiliki ciri
unifikasi atau penyatuan, ciri khas simbol-simbol ritual adalah unifikasi
dari arti-arti yang terpisah. Penyatuann ini menjadi mungkin karena
adanya sifat yang sangat umum dan kemiripan.
Fungsi simbol-simbol yang ada dalam banyak upacara adalah sebagai
alat komunikai dan menyuarakan pesan-pesan ajaran agama dan
kebudayaan yang dimilikinya, khususnya yang berkaitan dengan etos dan
pandangan hidup, seusai dengan maksud yang ingin dicapai oleh adanya
upacara tersebut19. tak lebih dari itu, simbo juga merupakan deskripsian
yang sacral sekaligus digunakan manusia sebagai lat untuk
menghubungkannya denga yang sacral. Hal itu dikarenaan bahwa manusia
19
37
sbagai makhluk yang lemah dan selalu terikat dengan keduniawian, maka
dari itu manusia perlu perantara untuk mendekati yang sacral serta
transenden tersebut. selain itu simbol juga bisa dipandang sebagai cara
yang palig efektif guna mempererat persatuan diantara penduduk agama di
dunia ini. namun simbol bukanlah sekedar cerminan realitas obyektif
pemerasatu agama, akan tetapi ia mengungkapkan sesuatu yang lebih
pokok dan mendasar.
3. Peran Tradisi dalam Masyarakat a) Pengertian Tradisi
Tradisi merupakan suatu kebiasaan yang berlaku di masyarakat
yang dilakukan secara turun temurun. Dalam Kamus Besar bahasa
Indonesia tradisi adalah segala sesuatu (seperti adat, kepercayaan,
kebiasaan, ajaran dan sebagainya) yang turun temurun dari nenek
moyang20. Tradisi berasal dari bahasa Latin “tradition” yang berarti
diterukan atau kebiasaan. Menurut C.Avan Peursen , tradisi
diterjemahkan sebagai proes pewarisan atau penerusan norma-norma,
adatistiadat, kaidah-kaidah, harta-harta. Tradisi dapat dirubah, diangkat,
ditolak dan dipadukan dengan aneka ragam perbuaan manusia21.
Dengan demikian tradisi merupakan sesuatu yang telah dilakukan sejak
lama dan sudah menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat. Dalam masyarakat tradisi berlaku secara turun temurun,
baik itu berupa lisan seperti cerita, dongeng, maupun dalam bentuk
20
Poerwadarminto ,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm.1088.
21
38
tulisan yang terdapat dalam kitab-kitab kuno dan catatan pada
prasasti-prasasti.
Pada umumnya istilah tradisi memang dipakai untuk menunjukkan
hal-hal yang keberadaanya diyakini telah diturunkan oleh
generasi-generasi sebelumnya, biasanya minimal tiga generasi-generasi. Oleh karena itu
tradisi sering dihubungkan dengan pengertian ketuaan usia, warisan,
atau kebiasaan22. Orang juga sering mengaitkan istilah tradisi ini
dengan keberlangsungan sesuatu dalam jangka waktu yang panjang,
sesuatu yang konsta dan tidak berubah. Namun jika dipikir kembali
apakah mungkin ada suatu hal yang sama sekali tidak berubah dalam
jangka waktu yang panjang. Hal itu juga berlaku pada tradisi, tradisi
yang masih dilakukan dalam suatu kelompok masyarakat sampai saat
ini tentu saja sudah mengalami perubahan. Bahkan batu yang keras pun
akan lapuk dengan seiring waktu karena ditumbuhi lumut, bisa
dikatakan bahwa tidak ada tradisi yang tidak mengalami perubahan.
Agar tradisi tetap bertahan hingga masa kini dan seterusnya, maka
dibutuhkan orang-orang yang mengetahui tradisi dan menginginkannya
untuk terus menghidupkan tradisi dengan cara menyesuaikan pada
kondisi kelompok masyarakat saat ini. karena hanya dengan
dipraktikkan tradisi itu bisa bertahan. . Karena tradisi bisa menjadi
langka, rusak hingga musnah apabila pewarisnya tidak melakukan atau
menggelarnya, karena hanya dengan dipraktikkan maka tradisi itu
diberi kehidupan.
22
39
Tradisi memiliki dua muatan pokok yaitu kebiasaan dan masa
silam. Kebiasaan merujuk pada tindakan-tindakan yang serta-merta
dilakukan bila terpicu oleh oleh situasi kondisi tertentu23. Namun tidak
semua kebiasaan-kebiasaan yang telah dilakukan dalam jangka waktu
lama merupakan tradisi. Pada umumnya kebiasaan yang dilabeli
sebagai “tradisi” adalah kebiasaan-kebiasaan tertentu yang bernilai
positif bagi masyarakat yang melakukannya. Maka tradisi merupakan
hasil seleksi dan konstruksi atas kebiasaan sosial. Masyarakat
melakukan dan menjaga kebiasaan tersebut untuk mempertahankan
keberadaan tradisi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Tradisi
menunjukkan bagaimana suatu kelompok masyarakat bertingkah laku,
dalam kehidupan yang bersifat duniawi ataupun yag bersifat ghaib atau
keagamaan.
b) Kemunculan dan Perubahan Tradisi
Ada dua cara munculnya sebuah tradisi menurut Piotr24, yaitu :
1. Muncul dari bawah melalui mekanisme kemunculan secara spontan
dan tak diharapkan serta melibatkan rakyat banyak. Tradisi
dilakukan melalui berbagai cara dengan mempengaruhi orang
banyak. Karena sesuatu alassan, indvidu tertentu menemukan
historis yang menarik. Karena hal-hal yang menarik tersebut
menimbulkan perhatian, ketakziman, kecintaan dan kekaguman
kemudian disebarkan melalui berbagai cara. Sikap-sikap ini
kemudian berubah menjadi perilaku yang direalisasikan dalam
23
Ibid, hlm.220. 24
40
bentuk upacara, penelitian, pemugaran peninggalan pubakala dan
penafsiran ulang keyakinan lama. Perbuatan-perbuatan tersebut
bertujuan untuk memperkokoh sikap.
2. Muncul dari atas melalui mekanisme paksaan. Sesuatu yang
dianggap sebagai tradisi lalu dipilih dan dijadikan perhatian umum,
atau dilakukan dengan dipaksakan oleh orang yang berpengaruh dan
berkuasa. Contohnya seperti seorang Raja memaksakan tradisi
dinastinya kepada rakyat yang dipimpinnya.
Tradisi yang berkembang di masyarakat tentunya tidak lepas dari
adanya perubahan, karena bisa diketahui bahwa kehidupan masyarakat
berbentuk dinamis maka akan selalu ada perubahan. Beberapa alasan
yang melatarbelakangi adanya perubahan pada tradisi, diantaranya
karena kualitas psikologis manusia yang terus berjuang mendapakan
kesenangan baru dan keaslian, mewujudkan kreativitas, semangat
pembaruan dan imajinasi. Ditambah dengan adanya persoalan khusus
yang timbul apabila tradisi dilandasi fakta baru, tadisi tersebut
berbenturan dengan realitas dan ditunjukan sebagai sesuatu yang tidak
benar atau tidak berguna. Sehingga hal-hal tersebut mendukung adanya
perubahan pada tradisi dalam suatu masyarakat.
Perubahan tradisi juga diebabkan karena terdapat banyaknya tradisi
sehingga menyebabkan bentrokan suatu tradisi denga tradisi lainnya.
Benturan itu dapat terjadi antara tradisi masyarakat atau antara kultur
yang berbeda dalam masyarakat tertentu. Benturan yang sering terjadi di
41
masyarakat multi etnik. Biasanya konflik antara tradisi yag dihormati
dengan kelas atau strata yang berlainan. Sehingga timbul kebencian dan
kecurigaan yang ditujukan oleh kelas yang kurang mendapat hak
istimewa terhadap tradisielite.
Tradisi yang bentrok atau saling mendukung dapat mempengaruhi
satu sama lain, namu tergantung pada kekuatan relative tradisi yang
bersaing tersebut. Dampaknya ditandai dengan adanya
ketidakseimbangan kekuatan (artikulasi, daya pikat, cakupan, dan
sebagainya) atau melemahnya dukungan dari pihak yang berkuasa
(pemerintah, militer, gerakan sosial). Hal ini sering terjadi kasus
penaklukan kolonial dan pencaplokan ilayah asing. Apabila tradisi
pribumi cukup kuat atau bila tradisi asing tidak terlalu dipaksakan maka
sebagian unsur tradisi dari luar akan diserap oleh tradisi pribumi. Bila
kedua tradisi sama-sama kuat maka yang akan terjadi adalah
pencampuran tradisi. Meskipun unsur-unsur pokok masing-masing
dipertahankan akan tetap terjadi perubahan di kedua pihak.
c) Fungsi Tradisi
Shils menegaskan, seperti yang dikutip oleh Piotr dalam bukunya
bahwa manusia tak mampu hidup tanpa tradisi meski mereka sering
merasa tak puas terhadap tradisi mereka. Karena itulah tradisi memiliki
peran yang penting dalam kehidupan manusia. Berikut adalah fungsi dari
tradisi bagi kehidupan masyarakat:25
25
42
1. Dalam bahasa klise dinyatakan, tradisi adalah kebijakan
turun-temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan
nilai yang kita anut kini serta di dalambenda yang diciptakan di
masa lalu. Tradisi pun seperti onggokan gagasan dan material yang
dapat digunakan orang dalam tindakan kini dan untuk membangun
masa depan.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan,
pranata dan aturan yang sudah ada. Smuanya ini memerlukan
pembenaran agar dapat mengikat anggotanya. Salah satu umber
legitimasi terdapat dalam tradisi.
3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan,
memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan
kelompok. Tradisi daerah, kota dan komunitas lokal sama perannya
yakni mengikat warga atau anggotanya dalam bidang tertentu.
4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, kekeceaan
dan ketidakpuasan kehidupan modern. Tradisi yang mengesankan
masa lalu yang lebih bahagia menyediakn sumber pengganti
kebanggaan bila masyarakat berada dalam krisis.
Karena tradisi yang berkembang di masyarakat telah dilakukan
secara turun-temurn dan dalam tempo waktu yang cukup lama, maka
tidak heran banyak tradisi yang dilakukan menjadi bagian dari
kebudayaan masyarakat tersebut. Atau bisa dikatakan juga bahwa tradisi
43
tradisi iu sendiri. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan memiliki tiga
wujud26, yaitu:
a) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide,
gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b) Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat.
c) Wujud kebudayaan sebagai bendabenda hasil karya manusia.
Di dalam tradisi diatur bagaimana manuia berhubungan dengan
manusia lain atau suatu kelompok dengan kelompok lain, bagaimana
manusia bertindak terhadap lingkungannya, dan bagaimana mausia
berperilaku dengan alam lain. Karena tradisi mempengaruhi sebagian
besar kehidupan manusia maka ia berkembang menjadi suatu sistem yang
memilik pola dan norma, dan juga terdapat sanksi bagi yang melakukan
pelanggaran atau penyimpangan.
Jadi hal penting dibutuhkan untuk memahami tradisi adalah sikap
dan orientasi pikiran pada benda material atau gagasan tertentu yang
berasal dari masa lalu dan masih dilakukan hingga masa kini. Sikap dan
orientasi ini menempati bagian khusus dari warisan historis lalu
mengangkatnya menjadi tradisi. Sesuatu yang secara sosial ditetapkan
menjadi tradisi menjelakan betapa menariknya fenomena tersebut untuk
dipertahankan sampai masa kini dan seterusnya.
26