• Tidak ada hasil yang ditemukan

GERAKAN POLITIK PEREMPUAN ORMAS PEREMPUAN MAHARDHIKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GERAKAN POLITIK PEREMPUAN ORMAS PEREMPUAN MAHARDHIKA."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

GERAKAN POLITIK PEREMPUAN

ORMAS PEREMPUAN MAHARDHIKA

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir

Guna Memperoleh Gelar Sarjanana Strata Satu (S-1)

dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh:

RIZKY ELOK KUSUMA (NIM : E84211043)

PRODI FILSAFAT POLITIK ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian yang Berjudul "Gerakan Politik Perempuan Ormas Perempuan Mahardhika". Penelitian ini bersifat kualitatif dan murni penelitian lapangan

(Field Research). Tujuan dari peneiltian ini adalah untuk mengetahui wujud dari

gerakan politik perempuan, yang diwujudkan dengan membentuk wadah untuk sosialisasi dan organisasi perempuan. Kemudian bagaimana proses inisiasi pendirian dan perkembangan Ormas Perempuan Mahardhika, serta upaya gerakan politik Ormas Perempuan Mahardhika.

Perempuan Mahardhika merupakan Organisasi berbasis massa perempuan yang lahir pada pasca reformasi. Konsentrasi gerakan perempuan ormas tersebut pada kekerasan seksual, dan upaya sosialisasi tentang kekerasan seksual.

Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kekerasan seksual yang terjadi merupakan bentuk kejahatan moral yang terjadi akibat tidak ada pemahaman tentang seksualitas. Kekerasan seksual tidak hanya soal pemerkosaan dan pencabulan, melainkan dibagi menjadi 15 bentuk kekerasan seksual yang akhirnya didesak untuk disahkan oleh pemerintah dalam payung hukum. Kasus kekerasan seksual terus terjadi karna adanya sistem patriarki yang mendiskreditkan perempuan, menjadikan perempuan sebagai posisi obyek seksual sehingga perempuan mengalami represifitas.

(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

MOTTO ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Penegasan Judul ... 13

F. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU ... 17

A. Kajian Teori ... 16

1. Perspektif Gender dan Politik ... 18

2. Perspektif Perempuan dan Seksualitas ... 22

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 27

2. Teknik Pengumpulan Data ... 27

3. Sumber Data ... 29

4. Teknik Analisis Data...30

BAB IV PEMBAHASAN ... 31

A. Setting Penelitian ... 31

1. Sejarah Beredirinya Perempuan Mahardhika ... 31

2. Tujuan Berdirinya Perempuan Mahardhika dan Struktur Organisasi……….32

3. Struktur Nasional Perempuan Mahardhika………..34

4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perempuan Mahardhika………..34

B. Penyajian Data dan Analisis………35

1. Data dan Analisis Proses Inisiasi Pendirian dan Perkembangan Ormas Perempempuan Mahardhika………..35

2. Data dan Analisis Upaya Gerakan Politik Ormas Perempuan Mahardhika………41

BAB V PENUTUP……….60

(9)

B. Saran………62

LAMPIRAN………61

1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perempuan

Mahardhika.

2. Kurikulum Sekolah Feminis.

3. Petisi RUU Penghapusan kekerasan Seksual.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Separuh dari populasi dunia adalah perempuan, dimulai dari perempuan

yang menjadi istri, ibu, anak, pengasuh, pekerja dan produsen. Perempuan terlahir

bersama konstruk yang diadopsi masyarakat dan dijadikan bagian dari “takdir”

kelahiran perempuan. Konstruksi masyarakat tentang perempuan adalah

dilahirkan sebagai perempuan (yang berkelamin vagina), membuat mereka secara

langsung dikaitkan dengan peran, posisi, dan fungsi-fungsi tertentu yang

dibedakan dengan laki-laki (yang berkelamin penis).

Konstruksi ini yang menjadikan perempuan hanya mengatahui peran,

porsi, fungsi-fungsi yang direkatkan padanya oleh keluarga dan masyarakatnya.

Konstruksi inilah yang menjadikan perempuan dalam kondisi tertindas tanpa

disadari oleh mereka. Muncul anggapan bahwa sebenarnya apa yang ada dalam

konstruksi konstruk tersebut adalah bagian dari kodrat atau “God Given” yang

harus diterima oleh seluruh perempuan. Kodrat perempuan diperluas menjadi

“pekerja domestik”setelah kodrat sebenarnya hanyalah hamil, melahirkan dan

menyusui.

Mempersoalkan tentang perempuan tentu berhubungan dengan gender,

gender dianggap bisa menyelamatkan kondisi ketimpangan. Namun terkadang

bisa menjadi memunculkan persoalan dalam ketimpangan. Gender seringkali

(11)

2

Jenis kelamin biologis merupakan pemberian; kita dilahirkan sebagai laki-laki

atau perempuan. Tetapi, jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminin adalah

gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur

kita.1

Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng

di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau

maskulin. Perangkat perilaku khusus ini – yang mencakup penampilan, pakaian,

sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas,

tanggung jawab keluarga dan sebagainya – secara bersama-sama memoles “peran

gender” kita.2 Gender sebenarnya adalah sebuah fenomena, gender dibentuk oleh

masyarakat berlandaskan pada situasi politik, sosial dan budaya masyarakat pada

saat itu. Oleh karnanya gender bukanlah sesuatu yang konstan atau tetap sehingga

bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan keinginan individu secara

merdeka.3

Gender juga turut menindas perempuan melalui pembagian peran gender

pada masyarakat patriarki, secara patriarki pembagian peran gender meliputi

peran, posisi dan sifat. Dampak dari penindasan tersebut kepada perempuan tak

hanya peran domestik namun juga menimbulkan dampak marjinalisasi,

subordinasi, stereotip, beban ganda, kekerasan terhadap perempuan, objek

seksual, kekerasan seksual, diskriminasi, komodifikasi, dan pemiskinan.

1Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, terj. Hartian Silawati (Yogyakarta

:PustakaPelajar, 2007), 2. 2Ibid.,3

3Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis #5 Perempuan

(12)

3

Penindasan terhadap perempuan juga datang dari agama. Dalam

pandangan para pendeta Yahudi, perempuan yang tidak tidak bisa menghasilkan

keuntungan material dianggap beban kehidupan.4 Agama Yahudi percaya bahwa

Siti Hawalah yang menjadi penyebab atas dosa yang dilakukan oleh Nabi Adam

beserta semua konsekuensinya yaitu memakan buah terlarang (khuldi). Ini yang

menjadi landasan bahwa sumber kesalahan adalah perempuan, karenanya

perempuan layak diposisikan setelah laki-laki.

Kemudian agama Kristen memandang teori yang menyatakan bahwa Siti

Hawa adalah penyebab Nabi Adam dikeluarkan dari surga, merupakan teori yang

menempati posisi penting pada kepercayaan Kristen. Chrysostem, seorang

pemikir agama Kristen, mengatakan:

“Wanita adalah kejahatan yang tak pernah berakhir. Sumber inspirasi kejahatan sejak hari pertama mereka dilahirkan, kejahatan yang menyenangkan, ancaman

bagi setiap rumah tangga, alat penghancur, dan jalan menuju nasib yang buruk.”5

Agama Hindu memiliki pandangan tentang kedudukan perempuan sebagai

makhluk yang tidak memiliki hak hidupnya sendiri. Semasa kecil, seorang

perempuan dipandang rendah oleh ayahnya. Sedang saat dewasa, dipandang

rendah oleh suaminya, dan setelah kematian suaminya dia harus menghabiskan

sisa hidupnya melayani anak lelakinya. Jika tidak memiliki anak lelaki, dia akan

menjadi milik keluarga lelaki terdekatnya dalam kondisi bagaimanapun dia tidak

akan pernh mendapatkan haknya untuk memilih sesuatu sesuai keinginannya.

4Muhammad Thalib, Buku Pintar Penggiat Gender dan Feminisme "Mengupas

(13)

4

Perempuan tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya (right

self-determination).6

Agama yang terakhir adalah agama Budha, Chulla Wagga, seorang

pemikir Budha mengatakan:

“Seperti layaknya perilaku dasar ikan, sifat dasar perempuan juga tidak dapat dipahami. Seperti pencuri, perempuan memiliki cara-cara licik dalam menyelesaikan

masalahnya dan kebenaran adalah hal yang asing baginya.”7

Penindasan terhadap perempuan kerap disebut sebagai hal yang wajar,

mengingat ketika seseorang terlahir sebagai perempuan maka penindasan adalah

pertanda dari kehidupan perempuan. Di Indonesia gagasan kebebasan hak

perempuan pertama kali datang dari R.A Kartini, gagasannya tentang pendidikan

perempuan dan penolakan terhadap feodalisme ditumpahkan dalam surat

korespondensi yang dikirimkan kepada Estelle Zehandelaar, seorang aktivis

feminis Belanda. Budaya patriarki dalam kalangan menak8 dimana Kartini hidup

membatasi dirinya untuk bisa menikmati pendidikan yang lebih tinggi dibanding

anak laki-laki dalam keluarganya.

Perempuan Jawa dan pingitan merupakan bagian pahit lainnya terlahir

sebagai perempuan, setidaknya perempuan-perempuan yang sudah memasuki usia

belasan diaharuskan mengasingkan diri dalam sebuah ruangan yang disebut

“pingitan”. Kartini muda di usia 12 tahun, 6 bulan pada tahun 1892 mendekam

dalam adat dan menanti adanya pinangan.

Dalam urusan pernikahan, Kartini begitu geram terhadap aturan yang

berlaku saat itu. Perempuan tak memiliki hak bicara dan bisa dikawinkan oleh

6Ibid., 10 7 Ibid., 12

(14)

5

orangtuanya begitu saja. Repotnya, si pria besar kemungkinan sudah beristri.

Menjelang peralihan ke abad ke-20 itu, poligami merupakan hal lumrah yang

dilakukan para bangsawan.9 Penolakan Kartini terhadap poligami mengalami

kontradiksi ketika Kartini menerima pinangan bupati Rembang Raden Adipati

Djojo Adiningrat.

Kontribusi Kartini untuk pendidikan perempuan dibuktikan dengan

didirikannnya Sekolah Gadis Jawa yang dibangunnya bersama Kardinah dan

Roekmini adiknya pada Juni 1903. Mengikuti jejak Kartini, tokoh perempuan

lainnya yang miris melihat potret pendidikan perempuan yang dikebiri adalah

Maria Walanda Maramis dan Rohana Kudus. 8 Juli 1917 “PIKAT” atau

Percintaan Ibu Terhadap Anak Tumurunnya didirikan oleh Mari Walanda

Maramis di Minahasa, Usaha dan tujuan pertama dari PIKAT ialah,

mendirikanSekolah Rumah Tangga untuk gadis-gadis.10

Sedangkan Rohana Kudus membangun sekolah serupa dengan nama

“Sekolah Kerajinan Amai Setia” pada tanggal 11 Februari 1911, keprihatinan

Rohana berangkat dari kondisinya yang tidak pernah bisa mengenyam pendidikan

di sekolah formal. Menjelang abad ke-20 konsentrasi persoalan penindasan

terhadap perempuan adalah pendidikan, kesamaan dari Sekolah Gadis Jawa,

PIKAT, dan Sekolah Kerajinan Amai Setia adalah pendidikan dasar membaca dan

menulis, serta keterampilan domestik.

9 Leila S. Chudori dkk, Gelap-terang Hidup Kartini (Jakarta : Kepustakaan Populer

Gramedia, 2013), 12.

10 Bambang S. Dewantara, Maria Walanda Maramis (t.k: Roda Pengetahuan 1982), 77.

(15)

6

Persoalan domestifikasi masih dianggap bagian dari kodrat perempuan di

Indonesia pada abad 19 menuju 20. Bahkan kesadaran terhadap penindasan

perempuan melalui domestifikasi hampir mustahil. Perempuan yang merasa perlu

untuk ber-aktualisasi dengan keluar rumah dan membangun sebuah “gerakan”

mulai hidup di abad ke-20. Di awal abad ini perempun sedikit mendapatkan

kebebasan untuk bersosialisasi, para perempun mencoba untuk membuat sebuah

gebrakan untuk kaumnya melalui sebuah gerakan perempuan.

Dalam banyak hal sejarah gerakan perempuan Indonesia itu tidak terlepas

dari gerakan nasional. Setiap partai atau organisasi nasional berusaha membangun

sayap perempuannya sendiri, baik organisasi yang berhaluan nasionalis, Islam,

maupun kiri.

Pada awalnya gerakan perempuan di Indonesia masih sangat lokalistik dan

perhatian pokok mereka sejalan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh

organisasi-organisasi perempuan di negeri-negeri lain ketika itu, misalnya

pendidikan kaum perempuan. Dan masalah-masalah "kemasyarakatan" seperti

pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan perempuan den

anak-anak. Perlu diperhatikan bahwa soal-soal seperti sekarang hampir tidak

memperoleh tempat di dalam kegiatan organisasi-organisasi perempuan

Indonesia. Sepak-terjang dan semangat para perempuan perintis ini mendapat

saluran pengucapannya yang penting melalui berbagai majalah yang mereka

(16)

7

dalam jangkauan terbatas kepada lapisan atas, tentang masalah-masalah yang

dipandang sangat penting bagi kaum perempuan Indonesia.11

Sebagai bukti hidupnya gerakan perempuan di Indonesia ditandai dengan

diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia secara nasional di Yogyakarta

pada Desember 1928. Hampir tiga puluh organisasi perempuan hadir pada

kongres ini. Mosi mengenai reformasi perkawinan dan pendidikan diterima.

Tetapi, lagi-lagi ketegangan timbul antara organisasi-organisasi perempuan Islam

yang menentang koedukasi lelaki den perempuan bersekolah bersama-sama,

dalam satu kelas] dan penghapusan poligini12 dengan organisasi-organisasi

perempuan nasional dan Kristen. Dibentuk Persatoean Perempoean Indonesia

(PPI), yang merupakan federasi organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Pada

tahun berikutnya nama federasi ini diubah menjadi Perikatan Perhimpoenan Istri

Indonesia (PPII). PPII menerbitkan majalah sendiri, sangat giat di bidang

pendidikan, den membentuk panitia penghapusan perdagangan perempuan dan

anak-anak.

Satu-satunya organisasi perempuan yang tidak hadir pada sidang-sidang

nasional organisasi-organisasi perempuan yang tergabung dalam PPII ialah Isteri

Sedar, yang didirikan tahun 1930.

Isteri Sedar adalah organisasi perempuan yang paling radikal pada zaman

itu. Organisasi ini tidak mau berkompromi mengenai masalah-masalah poligini

11Divisi Pendidikan dan Kampanye Perempuan Mahardhika, “Sejarah Gerakan

Perempuan Indonesia”,

https://www.academia.edu/9654711/Sejarah_Gerakan_Perempuan_di_Indonesia/ ( Selasa, 15 Desember 2015, 08.04)

12Poligini : Sistem perkawinan yang memperbolehkan seorang pria memiliki beberapa

(17)

8

dan perceraian, yang menimbulkan perbedaan mendalam di antara

organisasi-organisasi perempuan Islam den lain-lainnya.13

Kongres Perempuan nasional berikutnya diadakan di Jakarta (1935),

Bandung (1938), dan Semarang (1941), dalam mana perjuangan nasional

berangsung-angsur semakin menonjol. Dalam kongres 1935 terbentuklah Kongres

Perempuan Indonesia (KPI), dan dengan demikian PPII dibubarkan. Perhatian

tertentu ditujukan kepada kaum perempuan dan golongan miskin, tetapi

keanggotaan masih berasal dari lapisan atas, dan tuntutan yang disuarakan pun

sebagian besar masih diarahkan pada kepentingan kaum perempuan golongan

atas.Perkembangan gerakan perempuan semakin pesat, isu-isu yang dikembangan

dalam setiap generasi dan tahun juga berbeda. Salah satu organisasi gerakan

berbasis perempuan yang lahir dari abad 21 adalah Perempuan Mahardhika.

Organisasi gerakan perempuan ini berbasis massa yang bebas secara orientasi

seksual, dan identitas gender.

Perempuan Mahardhika membawa suasana gerakan perempuan dengan

konsep sosial dimana semua kalangan yang mendukung perempuan diperbolehkan

bergabung atau membangun sebuah jaringan dengan Perempuan Mahardhika.

Perempuan Mahardhika mengangkat persoalan kekerasan seksual sebagai

konsentrasi organisasinya saat ini. Bermula pada tahun 2013 saat Perempuan

Mahardhika menggelar Konferensi Perempuan Jakarta pada Oktober 2013,

konferensi tersebut membahas persoalan Indonesia darurat kekerasan seksual.

Seminggu sebelum konferensi salah satu anggota Perempuan Mahardhika dari

13Ibid.

(18)

9

kota Makassar yang juga menjadi kepala Sekolah Feminis 5 menjadi korban

pemerkosaan dan pembunuhan.

Korban dari kekerassan seksual tersebut adalah Nur Halimah, salah

seorang anggota Perempuan Mahardhika kota Makassar yang mencoba

memberikan perlawanan kepada pelaku pemerkosaan, Nur Halimah meregang

nyawa setelah mendapatkan beberapa tikaman benda tajam di tubuhnya.

Perjuangan dan keberanian Nur Halimah menunjukkan bahwa kebutuhan untuk

membangun gerakan melawan kekerasan seksual tidak bisa menunggu lebih lama

lagi.

Pelecehan seksual dan kekerasan seksual merupakan persoalan sosial yang

terjadi dan seringkali dianggap remeh. Perempuan yang kerap dipersalahkan

akibat anatomi tubuh dan cara berpakaiannya dianggap menjadi alasan utama

terjadinya kekerasan seksual ataupun pelecehan seksual. Menurut Perempuan

Mahardhika pelecehan atau kekerasan seksual pelecehan manusia atas manusia

lainya bukan persoalan personal. Pelecehan seksual adalah urusan sosial, urusan

masyarakat, urusan kehidupan bernegara. Pelecehan seksual juga buka persoalan

sepele karena dapat merusak dan membunuh kemanusiaan orang lain.14

Komnas Perempuan menyebutkan terdapat 15 bentuk kekerasan seksual

yakni: 1. perkosaaan, 2. Intimidasi perkosaan (ancaman/percobaan perkosaan), 3.

Pelecehan seksual, 4. Eksploitasi seksual, 5. Perdagangan perempuan untuk tujuan

seksual, 6.Prostitusi paksa, 7. Perbudakan seksual, 8. Pemaksaan perkawinan/cerai

gantung, 9. Pemaksaaan kehamilan, 10. Pemaksaan aborsi, 11. Pemaksaan

14Komite Nasional Perempuan Mahardhika, A-Z Pelecehan Seksual Lawan & Laporkan!

(19)

10

kontrasepsi/sterilisasi, 12. Penyiksaan seksual, 13. Penghukuman tidak manusiawi

dan bernuansa seksual, 14. Tradisi seksual yang membahayakan dan diskriminasi

perempuan, 15. Kontrol seksual, aturan diskriminatif moralitas dan agama.

Dari 15 bentuk kekerasan seksual tersebut merupakan kejadian-kejadian

yang masih dan sering berlangsung di Indonesia yang menimpa perempuan,

hukum dan Negara hanya mengakui 3 bentuk kekersan seksual yang bisa dijatuhi

hukuman pidana. Adalah perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan

untuk tujuan seksual. Sisanya pelaku dari ke-12 bentuk kekerasan seksual tersebut

akan bebas dari jeratan pidana dan berpeluang mengulangi melakukan kekerasan

seksual lagi.

Kondisi darurat kekerasan seksual yang semakin bertumbuh pesat

membutuhkan penangan khusus secara mengikat dan menyuluruh, merubah

paradigma dan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual secara merata

dapat dilakukan melalui sebuah peraturan perundang-undangan, sebagai wujud

dari sebuah sistem yang merata.

Sejak Oktober 2013 ormas Perempuan Mahardhika gencar melakukan

diskusi publik dan menggelar Konferensi Perempuan Jakarta guna mendiskusikan

kondisi darurat kekerasan seksual. Hingga akhirnya pada 11 Oktober 2015

Perempuan Mahardhika dan kumpulan relawannya yang tergabung dalam

Jaringan Muda Melawan Kekerasan Seksual sepakat untuk membuat petisi yang

mendukung dan menuntut adanya rancangan undang-undang penghapusan

(20)

11

merupakan bagian dari upaya Perempuan Mahardhika rangka mengangkat

(21)

12

B. Rumusan Masalah

Dari penajabaran latar belakang di atas untuk mempermudah pembahasan

serta memperjelas permasalahan, maka peneliti membuat rumusan masalah dalam

bentuk pertanyaan. Adapun rumusan masalahnya, antara lain:

1. Bagaimana proses inisiasi pendirian dan perkembangan Ormas

Perempuan Mahardhika?

2. Bagaimana wujud dari gerakan politik Ormas Perempuan

Mahardhika?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai

dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan proses terbentuknya dan perkembangan Ormas

Perempuan Mahardhika.

2. Untuk menjelaskan upaya dari gerakan politik perempuan ormas

Perempuan Mahardhika.

D. Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diberikan sebagai sarana keilmuan untuk

mengasah pemikiran manusia sebagaimana kewajiban mahasiswa sebagai insan

akademis. Selain itu penelitian ini juga sebagai bentuk realisasi dari Tri Dharma

Perguruan Tinggi, yakni penelitian. Hasil dari penelitian ini akan menjadi

(22)

13

Selain itu hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi

baru untuk pembacaan isu gender atau feminisme agar muncul analisa ilmiah

lainnya sebagai hasil dari pembacaan isu gender atau feminisme terbaru.

E. Penegasan Judul

Penelitian ini berjudul “ Gerakan Politik Perempuan Menutut Rancangan

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual oleh Ormas Perempuan

Mahardhika Di Kota Jakarta ”. Maka dengan demikian untuk memperjelas topik

yang dibahas peneliti akan memberikan definisi dari istilah dari judul penelitian

ini, di antaranya adalah:

Gerakan adalah sebuah usaha dalam masalah sosial atau politik; perbuatan

bergerak.15 Jika pemaknaanya digunakan untuk sebuah kegiatan sosial ataupun

politik maka di dalamnya bermakna sebuah kegiatan yang direncanakan dan berisi

sekumpulan orang dengan tujuan dan visi yang sama. Gerakan juga bisa

dimaknai sebuah kegiatan yang bertujuan untuk membawa sebuah perubahan.

Atau bisa disebut sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan

lembaga-lembaga masyarakat yang ada.

Politik sebenarnya memiliki banyak definisi, sampai saat ini setiap ahli

memiliki definisi yang berbeda-beda tentang pengertian politik. Bahkan muncul

anggapan bahwa sampai saat ini belum ada definisi yang memuaskan tentang

politik. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik,"Politik

ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan

15Pius Abdillah, Danu Prasetya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya : Arkola,

t.th.), 215.

(23)

14

dan pelaksaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat

yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu." Definisi itu mengandung tujuh istilah

yang memerlukan penjelasan lebih lanjut, yakni interaksi, pemerintah,

masyarakat, proses pembuatan dan pelaksaaan keputusan yang mengikat,

kebaikan bersama, dan wilayah tertentu.16

Definisi politik yang lain adalah usaha menggapai kehidupan yang baik.17

Politik juga hal-hal yang berkenaan dengan tata negara: cara bertindak, taktik.18

Peneliti juga memiliki definisi tersendiri terkait politik, menurut peneliti hal yang

berbeda dari penjabaran definisi menurut tokoh-tokoh adalah politik merupakan

seni menghegemoni, memiliki relasi kuasa, dan sifatnya berpeluang kalah ataupun

menang.

Perempuan juga memiliki banyak definisi sama halnya politik, perempuan

adalah ruh yang bisa menjadi sosok yang lebih banyak daripada laki-laki. Secara

biologis perempuan, manusia dengan organ kelamin vagina.19 Perempuan juga

memiliki definisi orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi,

hamil, melahirkan anak, dan menyusui.20 Sedangkan menurut pembagian gender

masyarakat patriarki dalam peran, posisi dan sifat perempuan selalu berada

diposisi setelah laki-laki. Ormas atau kepanjangan dari organisasi massa memiliki

16 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT Grasindo, 2010), 14.

17Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik edisi Revisi (Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama, 2010), 13

18Pius Abdillah dan Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ( Surabaya :

Arkola, t.th), 477

19Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis (t.k.: Komite

Nasional Perempuan Mahardhika, t.th.), 4.

20Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Perempuan. http://kbbi.web.id/perempuan

(24)

15

definisi kelompok atau organisasi sosial yang mempunyai tujuan dan cita-cita

yang sama. 21

Sedangkan Perempuan Mahardhika adalah organisasi massa berbasis

peremempuan. Merupakan organisasi yang berasaskan kesetaraan, demokratis,

keadilan sosial, yang anti kapitalisme, anti patriarki, anti militerisme, dan anti

diskriminasi.22 Perempuan Mahardhika memiliki keistimewaan terhadap

penerimaan anggota organisasinya, organisasi ini tidak membatasi anggotanya

dari segi ras, suku, jenis kelamin, agama, kepercayaan, orientasi seksual, etnis,

warna kulit, bentuk tubuh, usia, status perkawinan, jenis pekerjaan, dan

kemampuan fisik yang berbeda.

F. Sistematika Pembahasan

Dalam bab I merupakan pendahuluan dalam penelitian ini, bab ini

berisikan: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, penegasan judul,

Kemudian bab II peneliti akan menjelaskan landasan teori dan penelitian

terdahulu yang akan digunakan untuk menganalisis penelitian ini.

Bab III berisi tentang proses metode penelitian yang digukanan untuk

mejelaskan proses penggalian data, sumber data, dan teknik analisis data.

21Pius Abdillah dan Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ( Surabaya :

Arkola, t.th), 433.

22ANGGARAN DASAR PEREMPUAN MAHARDHIKA

(25)

16

Bab IV berisi tentang penyajian data dan analisis proses inisiasi berdirinya

ormas Perempuan Mahardhika dan bentuk gerakan politik perempuan ormas

Perempuan Mahardhika.

Bab V atau bab yang terakhir berisi kesimpulan dari penelitian dan saran

(26)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU

A. Kajian Teori

Dalam tinjauan pustaka terdapat dua unsur, yakni landasan teori yang

akan digunakan untuk membaca permasalahan yang diteliti dalam karya tulis

ilmiah ini. Kemudian penelitian terdahulu yang akan digukan sebagai acuan dalam

penulisan karya ilmiah ini, penelitian terdahulu dapat berupa jurnal maupun

skripsi.

Sebagai landasan teori untuk menganalisa penelitian ini maka peneliti

menggunakan dua perspektif, yakni perspektif gender dan politik serta perempuan

dan seksualitas. Gender dan politik merupakan gabungan dari dua disiplin yang

berbeda, gender sendiri merupakan sebuah peran yang dihasilkan dari konstruksi

masyarakat yang digunakan untuk membaca identitas seseorang. Gender

merupakan konstruksi sosio-kultural. Pada prinsipnya gender merupakan

interpretasi kultural atas perbedaaan jenis kelamin, akan tetapi tidak selalu

berhubungan dengan perbedaan fisiologis seperti yang selama ini dijumpai dalam

masyarakat.1

sedangkan politik merupakan sebuah hubungan antara kuasa dan aktor

penguasa dalam negara dan pemerintahan. Gender dan politik digunakan untuk

1

Dewi H. Suliastuti, “Gender Ditinjau dari Perspektif Sosiologis”, dalam Perempuan

(27)

18

membaca gerakan politik dari ormas Perempuan Mahardhika dalam upayanya

menuntut dan mendukung adanya RUU penghapusan kekerasan seksual.

Sedangkan perempuan dan seksualitas digunakan untuk membaca

persoalan urgensi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk segera di adakan.

Perempuan disini adalah peran secara bilogis sebagai manusia, makhluk yang

secara kodrati memiliki tubuh yang bisa hamil, melahirkan, dan menyusui.

Sedangkan seksualitas merupakan suatu ekspresi hasrat erotik atau berahi manusia

yang dikonstruksikan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya

dengan melibatkan faktor politk, ekonomi, nilai budaya dan ajaran agama. Sebab,

seksualitas merupakan esensi kemanusiaan paling nyata karena menunjukkan jati

diri manusia yang paling dalam.

Seksualitas tidak bekerja secara alami dalam diri manusia, melainkan

harus dipelajari dengan seksama karena terdapat pengetahuan tentang unsur-unsur

anatomi tubuh, nilai etika, hak-hak manusia, kesehatan reproduksi, dan

nilai-nilai spiritual yang dalam. Masyarakat umumnya masih melihat seksualitas

sebagai hal negatif, bahkan tabu dibicarakan. Akibatnya banyak hal positif dari

seksualitas yang disembunyikan dan diingkari. Hal itu membuat manusia tidak

mengerti tentang pentingnya pemenuhan hak-hak seksual.2

1. Perspektif Gender dan Politik

Terlahir dengan jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan membuat bayi

yang terlahir akan memiliki seperangkat peran, posisi, dan sifat yang dilekatkan

padanya karena jenis kelaminnya. Masyarakat meletakkan hal tersebut dan

2Andi Misbahul Pratiwi, “Seksualitas Itu Cair”. http;//

(28)

19

menjadikannya konstruksi sosial, sifatnya berubah dan tidak konstan. Biasanya

tergantung pada kondisi politik, sosial dan budaya masyarakat pada saaat itu.

Persoalan peran tersebut disebut gender, gender sendiri adalah seperangkat

peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada

orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Perangkat perilaku khusus

ini – yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam

dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya –

secara bersama-sama memoles “peran gender” kita.3

Gender sebagai suatu konsep bertumpu pada aspek biologis (biological

reductionism) sebagaimana dikatakan oleh Cucchiari (1994) bahwa gender

memiliki dua kategori biologis yang berbeda namun saling mengisi, yaitu pertama

kategori laki-laki dan yang kedua adalah kategori perempuan. Setiap kategori

mengandung makna yang pengertiannya bervariasi dari satu ke lain masyarakat.

Setiap aktivitas, sikap, tata nilai dan simbol-simbol diberi makna oleh masyarakat

pendukungnya menurut kategori biologis masing-masing.4

Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan

yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir anggapan

tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Bentukan sosial atas

laki-laki dan perempuan itu antara lain : kalau perempuan dikenal sebagai

makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sedangkan laki-laki

dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sifat-sifat itu dapat dipertukarkan dan

3Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, terj. Hartian Silawati (Yogyakarta

:PustakaPelajar, 2007), 2.

4

Fajar Apriani, “Beberapa Pandangan Mengenai Genderdan Feminisme”,

(29)

20

berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gender dapat

diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (memilih atau memisahkan)

peran antara laki-laki dan perempuan.5

Persoalan gender kerap diidentikkan dengan perempuan, kerancuan

pemahaman ini berasal dari kesalahpahaman pengetian istilah gender sendiri.

Istilah ini berasal dari bahasa inggris “gender” dan tidak mempunyai padanan arti

dalam bahasa Indonesia sehingga diambil aslinya.6 Salah satu faktor kerancuan

itu, adalah karena kata gender dalam bahasa Indonesia diartikan sama dengan

seks, yakni jenis kelamin.7 Gender selain dipahami sebagai sebuah peran turut

juga dipahami sebagai jenis kelamin sosial. Pengertian politik adalah usaha

menggapai kehidupan yang baik, persoalan politik mencakup negara, kekuasaan,

pengambilan keputusan, kebijakan public, alokasi ditribusi.

Pemikiran mengenai politik (politics) di dunia barat banyak dipengaruhi

oleh filsuf Yunani kuno abad ke -5 S.M. FIlsuf seperti Plato dan Aristoteles

menganggap politics sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik

(Polity) yang terbaik. Di dalam polity semacam itu manusia akan hidup bahagia

karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa

kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi.

Pandangan normative ini berlangsung sampai abad ke-19. Dewasa ini definisi

mengenai politik yang normative itu telah terdesak oleh definisi-definisi lain yang

5 Ibid. 6

Musdah Mulia, Mengupas Seksualitas : Mengerti Arti, Fungsi, dan Problematika

Seksual Manusia Era Kita, (Jakarta : Opus Press, 2015), 6.

7

Ibid, 7.

(30)

21

menekankan pada upaya (means) untuk mencapai masyarakat yang baik, seperti

kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, alokasi nilai, dan sebagainya.8

Politik juga disebut dengan kemahiran, kemahiran tentang orang-orang

yang mungkin. Orang-orang Yunani purba sudah mengtahui hal itu dan

menamakannya,:politeke techne, yakni kemahiran dalam bidang

kenegaraan.9Secara etimologis kata politik berasal dari bahasa Yunani polis yang

dapat berarti kota atau negara-kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan

kata-kata lain seperti “polities” (warganegara) dan “politikos” nama sifat yang berarti

kewarganegaraan (civic)10.

Pendapat lain menyebutkan bahwa Politik ialah interaksi antara

pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksaan

keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal

ndalam suatu wilayah tertentu.11 Hakikat politik adalah kekuasaan (power) dan

dengan begitu politik adalah serangkaian peristiwa yang hubungannya satu sama

lain didasarkan atas kekuasaan.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa perspektif Gender dan Politik

merupakan hubungan dari dua aspek, yakni utama dan dominan. Peran politik

menjadi unsur yang paling penting dalam suatu negara yang memiliki pengaruh

terhadap bidang lainnya. Konsep politik mengacu pada hubungan kekuasaan yang

lebih luas tak hanya pada elit politik tetapi juga masyarakat umum. Posisi

8

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, (Jakarta : PT Ikrar Mandiri

Abadi, 2010), 14.

9

F. Isjwar, Pengantar Ilmu Politik, (t.k. : Binacipta, 1985), 13.

10 R.N. Gilchrist, “Principle of Political Sciences”, dalam Pengantar Ilmu Politik, F.

Isjwara (t.k. : Binacipta, 1985), 21.

11 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Poitik, (Jakarta : Grasindo, 2010), 14.

(31)

22

gendermenjadi aspek dominan dalam definisi politik tersebut. Dalam relasi kelas,

golongan usia maupun etnisitas, genderjuga terlibat di dalamnya.

Hubungan genderdengan politik dapat ditemukan mulai dari lingkungan keluarga

antara suami dan istri sampai pada tataran kemasyarakatan yang lebih luas,

misalnya dalam politik praktis.

Tataran hubungan kekuasaan itu pun bervariasi, mulai dari tataran

simbolik, dalam penggunaan bahasa dan wacana sampai pada tataran yang lebih

riil dalam masalah perburuhan, migrasi, kekerasan, tanah, dan keterwakilan

perempuan dalam partai politik. Dimensi-dimensi yang dapat menjadi dasar

analisis terhadap relasi genderdan politik pun beragam, mulai dari dimensi

kultural, ideologis, sampai historis. Hubungan genderdengan politik ini penting

untuk dicermati karena banyak permasalahan yang ada dalam masyarakat bertolak

dari ketimpangan hubungan keduanya.

2. Perspektif Perempuan dan Seksualitas

Perempuan adalah satu dari dua jenis kelamin biologis, yangsecara

biologis adalah manusia dengan organ kelamin vagina.12, perempuan adalah ruh

yang bisa menjadi sosok yang lebih banyak daripada laki-laki. Perempuan juga

memiliki definisi orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi,

hamil, melahirkan anak, dan menyusui.13 Sedangkan menurut pembagian gender

masyarakat patriarki dalam peran, posisi dan sifat perempuan selalu berada

diposisi setelah laki-laki.

12

Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis 5 (t.k.: Komite

Nasional Perempuan Mahardhika, t.th.), 14.

13Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Perempuan. http://kbbi.web.id/perempuan

(Sabtu, 19 Desember 2015 19.31)

(32)

23

Seksualitas merupakan bagian dari jati diri. Menurut WHO, seksualitas

memiliki makna yang sangat luas. Seksualitas adalah aspek kehidupan yang

menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi seksual,erotisme, kesenangan

(pleasure), keintiman dan reproduksi.14Seksualitas kerap kali dipahami hanya

sampai pada hubungan antar tubuh secara biologis, sehingga hanya dianggap

fungsinya sampai pada reproduksi saja. Kesalahan lain tentang pemahaman

seksualitas adalah relasi seksual dalam bahasa Indonesia disebut bersetubuh, jadi

hanya melibatkan tubuh jasmani.15

Seksualitas kerapkali dikaitkan dengan maskulinitas, sehingga masyarakat

menuntut lak-laki lebih aktif dan agresif dalam persoalan seksualitas. Seksualitas

merupakan bentuk perpaduan anatara jasmani-biologis, struktur anatomi tubuh,

dan unsur rohani manusia yang sangat kompleks. Jadi yang berhak menikmati

seksualitas tidak hanya laki-laki melainkan perempuan dan manusia dengan

identitas gender lainnya. Manusia selain sebagai makhluk sosial juga merupakan

makshluk seksual, persoalan seksualitas dikonstruksi dan diwariskan dari generasi

ke generasi dengan melibatkan banyak factor diantaranya politik, ekonomi,

nilai-nilai budaya, dan budaya.

Menurut Musdah Mulia, “seksualitas merupakan konstruksi budaya.

Seksualitas adalah konsep yang lebih abstrak, mencakup aspek yang tak terhingga

dari keberadaan manusia, termasuk aspek fisik, psikis, kepercayaan, tradisi,

14

Komite Nasional Perempuan Mahrdhika, Modul Sekolah Feminis 5 (t.k.: Komite

Nasional Perempuan Mahardhika, t.th.), 18.

15

Musdah Mulia, Mengupas Seksualitas Mengerti Arti, Fungsi dan Problematika Seksual

Manusia Era Kita, (Jakarta : Opus Press 2015), VIII.

(33)

24

emosional, politik, dan berbagai kebiasaan manusia.”16 Seksualitas melingkupi

makna personal dan sosial, pandangan yang menyeluruh tentang seksualitas

mencakup peran sosial, kepribadian, identitas, dan seksual, biologis, kebiasaan

seksual, hubungan, pikiran, dan perasaan. Seksualitas sebagaimana terdefinisi

secara kultural dan berkembang dalam sejarah sosial, mempunyai konotasi

berbeda dalam komunitas, masyarakat dan kelompok yang berbeda. Bahkan,

dalam masyarakat yang sama, pemahaman seksual akan berbeda menurut umur,

kelas sosial, budaya, dan agama.17

Pesrpektif perempuan dan seksualitas adalah perkawinan antara

perempuan sebagai makhluk dan keberadaan seksualitas sebagai jati diri seorang

mahkluk. Setiap makhluk baik laki-laki maupun perempuan berhak atas tubuhnya,

termasuk perempuan. Perspektif ini mencoba melihat pengalaman subjektif serta

pemaknaan yang melekat didalamnya, mencoba membaca peran sosial,

kepribadian, identitas, dan seksual, biologis, kebiasaan seksual, hubungan, pikiran

dan perasaan dari sisi perempuan sebagai subjek.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang pertama adalah skripsi karya Martha Nia

Zuriyati dengan judul “Perempuan dan Politik dalam Pandangan Soekarno

(Politik Islam; 2013) dimana pembahasannya terletak pada perempuan dan politik

dalam pandangan Soekarno tidak lepas dari pendekatan sosialis-Marxis.

16

Musdah Mulia, Mengupas Seksualitas; Mengerti Arti, Fungsi, dan Problematika

Seksual Era Kita, (Jakarta : Opus Press, 2015), 11.

17

Ibid, 15.

(34)

25

Konsentrasinya pada peran perempuan pada sektor publik dan peranan politik.

Penelitian ini tidak membahas bentuk gerakan perempuan dan tidak membahas

peran perempuan dalam politik dalam menuntut haknya.

Penelitian selanjutnya adalah jurnal karya Wan Asrida, Wazni dan Chitra

Puspita Dewi yang berjudul “Gerakan Politik Perempuan Partai Golkar Kota

Pekanbaru periode 2004-2009 Dalam Memperjuangkan Kepentingan

Perempuan” (Jurnal Unri 2009) membahas keterlibatan perempuan dalam sebuah

partai merupakan hal wajar seiring dengan era reformasi, penempatan perwakilan

perempuan dalam DPRD Kota Pekanbaru merupakan salah satu wujud dari

eksistensi perempuan dalam politik. Keberadaan perempuan dalam posisi

legislatif dianggap mampu mengakomodir kepentingan pemberdayaan perempuan

dalam bentuk agenda yang tersusun, terlembaga, dan dilakukan secara sistematis

didalam partai golkar.

Menurut peneliti penelitian ini terbatas pada kepentingan partai terhadap

perempuan, tawaran-tawaran akomodasi kepentingan perempuan yang diwadahi

partai tidak bisa terlepas dari batasan-batasan kepentingan partai. Sehingga

kontribusi perempuan yang berada pada posisi legislatif bisa digambarkan sebagai

bentuk kontribusi sebagai anggota partai, maka akomodasi pemberdayaan

perempuan yang ditawarkan semata-mata untuk mencitrakan partai dan

menaikkan elektabilitas partai saja. Perempuan dijadikan pelengkap dalam prosesi

politik tanpa memberikan kontribusi terhadap kasus-kasus perempuan. Sedangkan

(35)

26

adalah bagian perempuan yang menuntut dan perempuan yang bergerak di luar

pemerintahan.

Drs. H. Muhammad Thalib dalam bukunya "Buku Pintar Penggiat Gender

dan Feminisme, Mengupas Kekerasan dan Kejahatan Terhadap Perempuan"18

menjelaskan tentang kekerasan yang terjadi kepada perempuan dalam kacamata

agama Islam dan agama lainnya. Buku ini hanya mengupas bentuk-bentuk

kekekrasan dan diskriminasi terhadap perempuan tanpa menggambarkan tentang

peran perempuan dakam bentuk perlawanan. Perbedanya dengan karya dari

skripsi penulis adalah adanya bentuk perlawanan sebagai upaya meningkatkan

martabat perempuan melaui usaha-usaha dalam gerakan politik.

18

Muhammad Thalib, Buku Pintar Penggiat gender dan Feminisme Mengupas Kekerasan

dan Kejahatan Terhadap Wanita, (Yogya: Mu;alimul Usrah Media, 2012)

(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan riset lapangan (field research) atau mengadakan

penelitian secara langsung dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian

ini bersifat deskriptif analitik, adapun yang dimaksud metode deskriptif adalah

metode yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan

nyata sekarang (sementara berlangsung). Kemudian mengangkat kepada

permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi atau pun situas obyek.1

2. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperkuat penelitian ini maka peneliti mengumpulkan data untuk

dianalisis, ada pun teknik yang digunakan:

a. Observasi, observasi adalah tindakan pengamatan. Pada dasarnya observasi

digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang

tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas

perubahan tersebut.2 Peneliti mengamati kondisi gerakan politik dari ormas

Perempuan Mahardhika sebagaimana adanya tanpa adanya maksud untuk

memanipulasi atau mempengaruhi.

1P. JokoSubagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta,

2006), 63. 2

(37)

28

Sebelumnya peneliti telah melakukan observasi pendahuluan sebelum

pengajuan proposal, karena itu data-data yang ada di bab IV juga

mencantumkan informasi dengan penelitian pendahuluan tersebut.

b. Interview, atau juga bisa disebut wawancara. Wawancara sendiri adalah suatu

kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan

mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan para responden. Peneliti

menggunakan metode Purposive sampling untuk menentukan informan

dalam penelitian ini. Purposive sampling adalah pengambilan sampel secara

sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa

sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja

mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu)

sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria)3. Peneliti

menggunakan teknik ini dan juga melalukan metode dept interview untuk

melakukan wawancara kepada fungsionaris ormas Perempuan Mahardhika

serta kepada Anggota DPR RI dari Komisi IX Fraksi PKB Nihayatul

Wahiroh, Interview yang dilakukan oleh peneliti.

c. Studi Kepustakaan (Library Research) yang mengambil setting perpustakaan

sebagai tempat penelitian dengan objek penelitiannya adalah bahan-bahan

kepustakaan dan di dalam penelitian ini merupakan sebagai data pelengkap

saja. Meliputi catatan, arsip, buku dan dokumen resmi.

3

(38)

29

3. Sumber Data

1. Data Primer

Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh dari secara

langsung oleh peneliti dengan terlibat dalam wawancara dengan fungsionaris

ormas Perempuan Mahardhika. Wawancara dilakukan secara langsung atau face

to face, kemudian wawancara malalui email dan telepon kepada fungsionaris

ormas Perempuan Mahardhika dan juga kepada Anggola DPR RI Komisi IX dari

Fraksi PKB Nihayatul Wahiroh.

2. Data Sekunder

Sedangkan data sekunder adalah data pendukung atau data kedua yang

digunakan untuk membantu penelitian, data sekunder berupa: Modul Sekolah

Feminis 5 untuk Pemula Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis

Lanjutan #2 Perempuan Mahardhuika, buku A-Z Pelecehan Seksual: Lawan dan

Laporkan!, bulletin Jaringan Muda (Liputan Konferensi Perempuan Se-Jawa:

Melawan dan Bebas Kekerasan Seksual), bulletin Mahardhika: Tubuh Diatur dan

Dijual.

Secara keseluruhan dari sumber tersebut adalah terbitan dari Komite

Nasional Perempuan Mahardhika Buku, jurnal (baik cetakan langsung atau

digital), artikel, maupun dokumen-dokumen resmi yang memiliki relevansi

dengan pembahasan dengan tema penelitian ini. Data sekunder digunakan sebagai

(39)

30

4. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, penelitian dilanjutkan dengan penyajian dan

pengolahan data. Untuk menganalisa data tersebut peneliti menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan model deskriprtif. Metode deskriptif merupakan

penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status

suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat

penelitian dilakukan. Model deskriptif yang dipilih adalah model studi kasus,

model penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang

berkenaan dengan suatu fase yang spesifik atau khas dari keseluruhan

personalitas.4

Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi

lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Penelitian ini bertujuan

memberikan gambaran mendetail latar belakang, sifat-sifat karakter yang khas

dari kasus, ataupun status dari individu.5 Dalam penenlitian ini yang menjadi

subjek penelitian adalah ormas Perempuan Mahardhika, fase yang diteliti adalah

upaya Perempuan Mahardhika untuk konsistensi perjuangan mereka dalam

penegakan hak-hak perempuan, namun fase yang spesifik adalah meneliti proses

keterlibatan Perempuan Mahardhika dalam upaya menjaring konsolidasi dalam

upaya mendesak RUU Penghapusan kekerasan seksual.

Peneliti juga menggunakan model analisis data Miles dan Huberman,

model ini menekankan dalam tiga macam kegiatan yakni:

4

Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Jogjakarta : Ar-Ruz Media, 2011), 209.

5

Ibid.,

(40)

31

1. Reduksi Data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan,

abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang terjadi dalam

catatan-catatan lapangan tertulis. Sebagaimana kita ketahui, redksi data terjadi

secara kontinyu melalui kehidupan suatu proyek yang diorientasikan secara

kualitatif.6

2. Model Data (Data Display)

Langkah utama kedua dari kegiatan analisis data adalah model data. Kita

mendefisinsikan “model” sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun

yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan.7

3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan.

Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan verifikasi

kesmipulan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai

memutuskan apakah “makna” sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola

penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal, dan proposisi-proposisi.8

Peneliti memilih MutiraIka Pratiwi (Sekretaris Nasional Perempuan

Mahardhika) sebagai narasumber untuk memperoleh informasi tentang agenda

dan kegiatan Perempuan Mahrdhika, sedangkan wawancara yang dilakukan

kepada Vivi Widyawati (Insiator berdirinya Perempuan Mahardhika) digunakan

utnuk mengetahui proses inisiasi dan kiprah Perempuan Mahrdhika sejak awal

berdiri. Wawancara yang terakhir sebagai triangulasi sebagai penguat data adalah

6

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2011), 129.

7

Ibid, 131.

8

(41)

32

wawancara yang dilakukan kepada Nihayatul Wafiroh (Anggota DPR RI

darikomisi IX fraksi PKB) sebagai bentuk respon anggota legislative terhadap

desakkan darikelompok masyarakat dan organisasi perempuan terkait RUU

Penghapusan Kekerasan Seksual.

Bentuk-bentuk dokumentasi acara yang dikemas dalam bentuk buletin,

buku, modul Sekolah Feminis dari Komite Nasional Perempuan Mahardhika juga

digunakan sebagai data-data yang mendukung penelitian ini. Penelitian ini

dilakukan di dua kota, yakni Jakarta dan Semarang.

Penelitian yang dilakukan di Jakarta berlokasi di Sekretariat Nasional

Perempuan Mahardhika di Jalan Kedondong 1 No.39 Rawamangun Jakarta

Timur, lokasi selanjutnya di sekretariat Jala PRT di Jalan Bukit Dingin C3A No.

19 Bukit Permata Puri Ngaliyan Semarang - Jawa Tengah. Penelitian juga

dilakukan dalam bentuk wawancara melalui e-mail dan telepon untuk

(42)

BAB IV PEMBAHASAN

A. SETTING PENELITIAN

1. Sejarah Berdirinya Perempuan Mahardhika.

Perempuan Mahardhika merupakan salah satu organisasi massa

perempuan yang cukup aktif, dengan selogan semangat "Perempuan keluar

rumah! Bangun Organisasi dan pergerakan perempuan melawan patriarki,

militerisme dan kapitalisme!" mampu bertahan di tengah pesismistik

masyarakat terhadap adanya gerakan perempuan. Adalah Vivi Widyawati,

salah satu inisiator berdirinya Perempuan Mahrdhika.

Inisiatif untuk mendirikan Perempuan Mahardhika terinspirasi dari

tumbuhnya berbagai macam organisasi pergerakan rakyat dalam masa

reformasi 1998 dan kondisi perempuan Indonesia pada umumnya. Pada saat itu

ditengah kegembiraan demokrasi salah satu indikasinya adalah munculnya

berbagai macam organisasi rakyat, belum terlihat adanya upaya membangun

organisasi perempuan dari kaum pergerakan sementara persoalan-persoalan

perempuan semakin banyak dibicarakan. Pasca 1998 banyak organisasi

perempuan berdiri yang diinisiatif oleh aktivis perempuan.

Vivi menuturkan :

Awalnya pada tahun 2000 kami, termasuk saya, perempuan-perempuan yang aktif di serikat buruh, serikat tani, organisasi politik, organisasi mahasiswa bertemu untuk mulai membicarakan kebutuhan untuk membangun sebuah organisasi perempuan berbasis keanggotaan dari berbagai sektor.

Pada tahun 2003 diselenggarakan Konferensi sehari yang dihadiri oleh

(43)

32

bersama membuat kelompok kerja yang mempersiapkan pembentukan sebuah

organisasi perempuan. Kelompok kerja itu bernama Mahardhika atau disingkat

Pokja Perempuan Mahardhika, kemudian pada tahun 2006 menjadi Jaringan

Nasional Perempuan Mahardhika dan 2010 melalui kongres disepakati menjadi

Perempuan Mahardhika."1

Pada masa proses inisiasi berdirinya Perempuan Mahrdhika di tahun 2010

isu tentang perempuan mulai banyak dibahas dan disuarakan, dan kondisinya

sedang mengalami pertumbuhan. Proses inisiasi berdirinya Perempuan Mahrdhika

bukan hal yang mudah, beberapa tantangan juga ditemui dalam perjalalanan

berdirinya Perempuan Mahardhika. Salah satu yang menjadi tantangan yang

paling berat adalah proses dari pokja (kelompok kerja) menjadi organisasi

Perempuan Mahardhika, karena sejak awal organisasi Perempuan Mahardhika

dikonsepkan untuk bisa mewadahi kepentingan perempuan dari berbagai sektor

dan juga memperjuangkan agar perjuangan perempuan menjadi bagian dari sektor

buruh, tani, mahasiswa, kelompok masyarakat kecil.

Secara resmi yang dirilis oleh Perempuan Mahardhika dalam anggaran

dasar-anggaran rumah tangga organisasninya adalah "Berdasarkan

KonferensiNasional I Kelompok Kerja Perempuan Mahardhika pada tanggal 26 Februari 2006 di Jakarta telah berdiri Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika.

Berdasarkan keputusan Konfrensi Nasional Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika pada tanggal 8 Maret 2010 di Yogyakarta, Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika berubah nama menjadi Perempuan Mahardhika"2.

2. Tujuan Berdirinya Perempuan Mahrdhika dan Struktur Organisasi Perempuan Mahardhika adalah organisasi perempuan yang secara

konstruktif memeluk teori feminis sosialis dalam perjuangan dan pergerakannya.

1 Vivi Widyawati, Wawancara, Lewat E-mail, 22 Januari 2016.

2

AD-ART Perempuan MahardhikaBab I, Pasal 2.

(44)

33

Diinisiatifi sebagai kolektif kerja perempuan sejak tahun 2003 namun berhasil

menjadi sebuah jaringan yang tidak ketat sejak tahun 2006. Perempuan

Mahardhika menjadi lebih eksis dan berakar dalam pergerakan hak-hak

perempuan setelah tahun 2010.

Beberapa organisasi kiri dan progresif—dimana banyak anggota

Mahardhika juga menjadi anggota—secara konstruktif telah terlibat dan

membantu Mahardhika mencapai tujuannya. Perdebatan yang hidup memperkaya

praktek perjuangan organisasi dan sejauh ini tidak menjadi hambatan dalam

melakukan pekerjaan perjuangan untuk meluaskan gerakan perempuan

independen. Menurut Vivi Widyawati, "kami percaya bahwa perjuangan

kesetaraan bagi perempuan akan membawa perubahan yang lebih baik bagi

seluruh masyarakat."3

Tujuan dari berdirinya Perempuan Mahrdhika sendiri adalah sebagai

berikut: "Tujuan dari Perempuan Mahardhika adalah berjuang untuk mewujudkan

masyarakat yang setara dan sejahtera yaitu: memenuhi hak-hak kaum perempuan

dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, seksual, reproduksi, dan

lingkungan hidup yang bebas dari diskriminasi atas dasar jenis kelamin, kelas

sosial, agama, kepercayaan, ras, etnis, orientasi seksual, warna kulit, bentuk

tubuh, usia, status perkawinan, jenis pekerjaan dan kemampuan fisik yang

berbeda."4Perempuan Mahardhika berasaskan kesetaraan, demokratis, keadilan

sosial, yang anti kapitalisme, anti patriarki, anti militerisme, dan anti diskriminasi.

3 Vivi Widyawati, Wawancara, Lewat E-mail, 22 Januari 2016.

4

AD-ART Perempuan Mahardhika BAB II, Pasal 7.

(45)

34

3. Struktur Nasional Perempuan Mahrdhika:

Sekretaris Nasional : Mutiara Ika Pratiwi

Departemen Pendidikan dan Sekolah Feminis : Sri Sartika Dewi

Christina Yulita

Departemen Politik dan Kampanye : Dian Novita

Jumisih

Departemen Pengembangan Organisasi : Hasmarani Nento

Latiefah Widuri

Retyaningtyas

Departemen Penggalangan Dana : Thien Kusna

Vivi Widyawati.5

Berdasarkan verifikasi tahun 2015 jumlah cabang atau Komite Kota dari

Perempuan Mahrdhika sebanyak 8 kota, diantaranya Jakarta, Serang, Semarang,

Surabaya, Yogyakarta, Medan, Samarinda, Balikpapan dan Palu dengan jumlah

keseluruhan Anggota aktif 57 orang.

4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perempuan Mahardhika.6

(46)

35

B. PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

1. Data dan Analisis Terhadap Proses Inisiasi dan Perkembangan Ormas

Perempuan Mahrdhika

Sejarah Indonesia secara konvensional hanya mencatat pergerakan

laki-laki dalam melawan kolonialisme. Seolah dalam sejarah hanya laki-laki-laki-laki saja yang

melakukan sebuah pergerakan, dalam buku-buku sejarah jelas yang diutamakan

adalah tentang Sumpah Pemuda yang lahir dari Kongres Pemuda. Keberadaan

perempuan, pegerakan dan perjuangannya seolah hanya sesuatu yang tidak lebih

menarik dari pada pergerakan kaum laki-laki.

Sebagai aksi dari konsolidasi perempuan Indonesia dalam mengupayakan

gerakan perempuan, maka untuk pertama kalinya digelar Kongres Perempuan

pertama di Yogyakarta pada Desember 1928, pada saat itu isu yang dibahas

adalah tentang reformasi perkawinan yang coba diajukan pada pemerintah

kolonial. Selanjutnya konsentrasi dari Kongres Perempuan yang diselenggrakan

pasca kemerdekaan adalah persoalan kaum perempuan dijamin hak-hak hukum

dan politiknya sama seperti kaum laki-laki. Kongres tersebut digelar di Klaten

pada Desember 1945.

Pada masa orde baru, di masa kediktatoran militer Soeharto organisassi

perempuan direndahkan hanya sebagai kelompok pengikut hirarki suami.

(47)

36

kewibawaan laki-laki. Pembangunan cara pandang tersebut berlangsung selama

kurang lebih 32 tahun di Indonesia.7

Proses tersebut dapat kita lihat pada pembangunan salah satu organisasi

perempuan yaitu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). PKK sebenarnya

sudah terbentuk pada 1957 dalam Seminar tentang Ilmu Kesejahteraan Rumah

Tangga di Bogor dengan tujuan awal adalah untuk menguatkan upaya

pembangunan daerah melalui pendidikan dan 10 program PKK yang dikenal

hingga sakarang. Di masa Orba PKK dijadikan alat kontrol negara yang sangat

besar terhadap keuarga melalui peran wanitanya. Negara punya alasan kuat untuk

focus pada keluarga. Keluarga mendukung pembentukan masyarakat dan

keutuhan negara melalui tiga cara. Pertama, sebagai satuan ekonomi, tempat untuk

reproduksi, pembentukan tenaga kerja baru dan juga sebagai medan konsumsi.8

Berakhirnya orde baru pada 1998 membuka semangat baru bagi

munculnya banyak organisasi pergerakan. Isu-isu perempuan juga mulai banyak

dibicarakan, karenanya membangun organisasi pergerakan berbasis perempuan

menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Salah satu sosok yang memiliki

insiatif untuk membangun sentral pergerakan perempuan adalah Vivi Widyawati.

Bersama perempuan-perempuan yang aktif di serikat buruh, serikat tani,

organisasi politik, organisasi mahasiswa Vividan kawan-kawan aktifis

perempuanmulai membicarakan kebutuhan pembangunan organisasi perempuan

berbasis keanggotaan dari berbagai sektor.

7

Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis Lanjutan 2

Perempuan Mahardhika, (t.k. : Komite Nasional Perempuan Mahardhika, 2014), 54.

8 Ibid,.

(48)

37

Pada tahun 2003 diselenggarakan konferensi sehari yang dihadiri oleh

aktivis perempuan dari berbagai sektor, yang kemudian menyepakati untuk

bersama membuat kelompok kerja yang mempersiapkan pembentukna sebuah

organisasi perempuan. Kelompok kerja itu bersana Mahardhika atau disingkat

"Pokja Perempuan Mahardhika", kemudian pada tahun 2006 menjadi Jaringan

Nasional Perempuan Mahardhika dan 2010 melalui kongres disepakati menjadi

Perempuan Mahardhika.9Secara resmi tanggal 8 Maret 2010 di Kota Yogyakarta

Perempuan Mahrdhika resmi berdiri.

Perempuan Mahardhika memiliki karakteristik tersendiri dalam nilai

perjuangan, menurut Vivi Widyawati:

Tidak ada perbedaan khusus dalam hal isu, kami sama-sama memperjuangkan hak-hak perempuan. Perbedaannya adalah perspektif dalam menganalisa masalah-masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan. Bagi Perempuan Mahardhika perjuangan pembebasan perempuan tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja yaitu bebas penindasan patriarkhi tetapi juga harus bebas dari penindasan ekonomi yang memiskinkan. Dan kedua persoalan pokok tersebut hanya bisa diatasi dengan perjuangan politik independen.10

Sejak digagas hingga resmi berdiri sebagai ormas, Perempuan Mahardhika

memliki misi. Misi jangka panjang adalah memperjuangkan kesetaraan dan

kesejahteraan bagi perempuan untuk bebas dari penindasan berbasiskan gender,

perbedaan warna kulit, perbedaan keyakinan, kelas, ekonomi, perbedaan orientasi

seksual, usia, bentuk tubuh dan kemampuan dirinya. Dan untuk misi jangka

pendek adalah membangun komunitas-komunitas perempuan dan

9 Vivi Widyawati, Wawancara, Lewat E-mail, 22 Januari 2016, 07.00.

10 Ibid.

(49)

38

mengkonsolidasi gerakan perempuan dan menyebarluaskan kesadaran

feminisme.11

Sebelum resmi menjadi ormas, tantangan yang paling berat adalah proses

dari Pokja (kelompok kerja) menjadi organisasi Perempuan Mahardhika, karena

sejak awal organisasi Perempuan Mahardhika dikonsepkan untuk bisa mewadahi

kepentingan perempuan dari berbagai sektor dan juga memperjuangkan agar

perjuangan perempuan menjadi bagian dari sektor buruh, tani, mahasiswa,

kelompok masyarakat kecil dan lainnya.

Dengan mengusung keyakinan akan kesetaraan bagi perempuan diseluruh

sektor, Perempuan Mahrdhika berkonsentrasi pada gerakan melawan penindasan

terhadap perempuan, melawan kapitalisme, patriarki, dan militerisme. Sebagai

sebuah organisasi perempuan dengan konsep tersebut Perempuan Mahardhika

adalah organisasi ber-aliran Feminis. Feminisme merupakan teori dan pengalaman

juang dan sifatnya tak terpisahkan, artinya feminisme akan dapat dimengerti jika

derajat pemahaman dan pembelaan terhadap masalah-masalah perempuan

bertambah.

Pemahaman feminisme sebagai landasan teori dan pengalaman juang

membawa Perempuan Mahardhika mengusung pendidikan feminisme sebagai

dasar dari kesetaraan. Perempuan Mahardhika menggelar Sekolah Feminis

sebagai bagian dari kontribusi mereka terhadap proses menuju kesetaraan bagi

laki-laki maupun perempuan. Meskipun beraliran feminisme, Perempuan

11 Ibid.

(50)

39

Mahardhika tidak bias gender untuk mendiskriminasi kaum laki-laki. Perlawanan

mereka adalah kepada sistem, budaya, dan aturan-aturan patriakis.

Selain menindas kaum perempuan, patriarki juga membuat perempuan

hanya berkutat dan tidak bisa keluar dari ranah privat. Wilayah publik, yang

terdiri atas pranata publik, negara, pemerintahan, pendidikan, media, dunia bisnis,

kegiatan perusahaan, perbankan, agama, dan kultur, di hampir semua masyarakat

dunia didominasi laki-laki. Yang jelas, ada perempuan individu yang memasuki

dan mungkin pada akhirnya memimpin pranata semacam itu, namun di

mana-mana tidak ada perempuan sebagai satu kelompok yang menjalankan kekuasaaan

dan pengaruh di wilayah publik dalam cara yang sama seperti yang dilakukan

laki-laki.12 Inilah sistem yang patriarki yang berjalan dan mendikotomi

perempuan hanya dalam ranah privat.

Dalam sudut pandang gender hilangnya wujud dari kesetaraan gender:

Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki

kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak- hak asasi dan potensinya

bagi pembangunan di segala bidang kehidupan, mempengaruhi munculnya

gerakan dari salah satu jenis kelamin, yang dalam hal ini adalah perempuan

membangun sebuah gerakan yang menuntut ruang bagi kaumnya.

Kaitan antara gender dan politik adalah aspek utama dan dominan. Dalam

politik, gender merupakan aspek dominan. Secara gender konstruksi patriarki

dalam budaya masyarakat mempengaruhi proses kekuasaan termasuk dalam hal

politik, posisi laki-laki sebagai penguasa dalam ruang publik dan pelaksana sistem

12

Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, terj. Hertian Silawati, (Yogyakarta :

Purtaka Pelajar, 2007), 106.

(51)

40

politik mendiskriminasi perempuan dan mendikotominya memasuki ranah

domestik.

Berdirinya Perempuan Mahardhika merupakan bentuk reaksi timpangnya

kesetaraan dalam gender yang menindas perempuan akhirnya disikapi melalui

keinginan membangun ruang politik untuk aksi dan kontribusi perempuan dalam

bentuk politik. Keberadaan ormas Perempuan Mahardhika merupakan wujud dari

wadah yang mengakomodir kepentingan dan kebutuhan isu-isu perempuan.

Politik yang seksis turut mempengaruhi akses perempuan dalam politik,

wujud dari seksisme dalam politik adalah sulitnya perempuan turut serta dalam

proses pengambilan kebijakan yang memihak perempuan, adanya kebijakan yang

menindas kebebasan perempuan dan persoalan isu-isu perempuan yang dianggap

remeh. Ormas Perempuan Mahardhika lahir sebagai bentuk kesatuan masyarakat

yang menginginkan kembalinya kesetaraan gender.

Perempuan Mahardhika sendiri merupakan organisasi yang beraliran

feminisme, dengan karakteristik perjuangan feminisme liberal dimana adanya

persamaan hak untuk perempuan dapat diterima melalui cara yang sah dan

perbaikan perbaikan dalam bidang sosial, dan berpandangan bahwa penerapan

hak-hak wanita akan dapat terealisasi jika perempuan disejajarkan dengan

laki-laki. Serupa dengan yang dicita-citakan dalam tujuan berdirinya Perempuan

Mahardhika sebagai organisasi yang menjadi wadah mewujudkan masyarakat

yang setara dan sejahteradalam memenuhi hak-hak kaum perempuan dalam

bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, seksual, reproduksi, dan lingkungan

(52)

41

kepercayaan, ras, etnis, orientasi seksual, warna kulit, bentuk tubuh, usia, status

perkawinan, jenis pekerjaan dan kemampuan fisik yang berbeda.

2. Data dan Analisis Upaya Gerakan Politik Ormas Perempuan Mahardhika Pembebasan perempuan dimulai dari titik pengetahuan perempuan

akan dirinya sendiri. Selaian membangun kesadaran akan kebutuhan

feminisme dalam kehidupan sosial, Perempuan Mahardhika membumikan

isu-isu tentang perempuan dan membentuk diskusi untuk membaca persoalan

perempuan dalam segala wilayah. Perempuan Mahrdhika membangun

perlawanan terhadap seksisme yang dialami perempuan dalam berbagai

sektor.

Sejak tahun 2008 Perempuan Mahrdhika mencetuskan pendidikan

feminisme sebagai bagian dari proses kesetaraan dalam masyarakat. Selain itu

pendidikan feminisme yang digagas oleh Perempuan Mahardhika merupakan

upaya pengenalan perempuan terhadap dirinya sendiri, sehingga perempuan

mampu untuk menganalisa kondisi perempuan terkini di sekitarnya.

Pendidikan feminisme yang diberi nama Sekolah Feminis pertama kali

diselenggarakan di kota Yogyakarta pada tahun 2008. Dan kurikulum yang

digunakan dalam pendidikan feminisme tersebut adalah:13

Sebagai kurikulum wajib dalam ajang pendidikan feminisme

Perempuan Mahardhika adalah materi tentang masalah-masalah kaum muda

13

Lihat lampiran no. 2 tentang kurikulum sekolah feminis.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil uji paired sample t-test yang dilakukan, diperoleh nilai t- hitung yang lebih besar dari t-tabel dan nilai signifikan yang lebih kecil dari 0.05, hal ini menunjukkan

Judul Skripsi : Analisis Spasial Kandungan Bakteri Coliform Pada Air Tanah Dangkal Di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar (sebagai Bahan Ajar Geografi SMA Kelas

Mak (1989) ; Miles dan Snow (1978); Porter (1980) menyimpulkan bahwa perusahaan yang menerapkan strategi differentiation dan berada dalam ketidakpastian lingkungan yang

Dengan adanya dukungan dan peran suami seperti adat dan budaya yang ada di Indonesia bahwa keputusan sebagian besar ada pada suami maka akan berpengaruh terhadap

berusaha , tersenyum , semangat dan percaya diri untuk menghadapi semua rintangan yang ada , walaupun aku selalu sedih , putus asa dan menyerah untuk menghadapi hidup ini tapi

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitian yang diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), termasuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua sektor ekonomi kabupaten Blora mempunyai pengaruh pertumbuhan wilayah (Nij) yang positif dan ada tujuh sektor yang

pengaruhnya terhadap karakteristik fisik pasta gigi ekstrak etanol daun jambu biji (EEDJB) dan ekstrak etanoldaun sirih merah (EEDSM) dengan variasi konsentrasi CMC