GERAKAN POLITIK PEREMPUAN
ORMAS PEREMPUAN MAHARDHIKA
Skripsi
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir
Guna Memperoleh Gelar Sarjanana Strata Satu (S-1)
dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
RIZKY ELOK KUSUMA (NIM : E84211043)
PRODI FILSAFAT POLITIK ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
ABSTRAK
Penelitian yang Berjudul "Gerakan Politik Perempuan Ormas Perempuan Mahardhika". Penelitian ini bersifat kualitatif dan murni penelitian lapangan
(Field Research). Tujuan dari peneiltian ini adalah untuk mengetahui wujud dari
gerakan politik perempuan, yang diwujudkan dengan membentuk wadah untuk sosialisasi dan organisasi perempuan. Kemudian bagaimana proses inisiasi pendirian dan perkembangan Ormas Perempuan Mahardhika, serta upaya gerakan politik Ormas Perempuan Mahardhika.
Perempuan Mahardhika merupakan Organisasi berbasis massa perempuan yang lahir pada pasca reformasi. Konsentrasi gerakan perempuan ormas tersebut pada kekerasan seksual, dan upaya sosialisasi tentang kekerasan seksual.
Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa kekerasan seksual yang terjadi merupakan bentuk kejahatan moral yang terjadi akibat tidak ada pemahaman tentang seksualitas. Kekerasan seksual tidak hanya soal pemerkosaan dan pencabulan, melainkan dibagi menjadi 15 bentuk kekerasan seksual yang akhirnya didesak untuk disahkan oleh pemerintah dalam payung hukum. Kasus kekerasan seksual terus terjadi karna adanya sistem patriarki yang mendiskreditkan perempuan, menjadikan perempuan sebagai posisi obyek seksual sehingga perempuan mengalami represifitas.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
MOTTO ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 12
E. Penegasan Judul ... 13
F. Sistematika Pembahasan ... 16
BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU ... 17
A. Kajian Teori ... 16
1. Perspektif Gender dan Politik ... 18
2. Perspektif Perempuan dan Seksualitas ... 22
BAB III METODE PENELITIAN ... 27
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 27
2. Teknik Pengumpulan Data ... 27
3. Sumber Data ... 29
4. Teknik Analisis Data...30
BAB IV PEMBAHASAN ... 31
A. Setting Penelitian ... 31
1. Sejarah Beredirinya Perempuan Mahardhika ... 31
2. Tujuan Berdirinya Perempuan Mahardhika dan Struktur Organisasi……….32
3. Struktur Nasional Perempuan Mahardhika………..34
4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perempuan Mahardhika………..34
B. Penyajian Data dan Analisis………35
1. Data dan Analisis Proses Inisiasi Pendirian dan Perkembangan Ormas Perempempuan Mahardhika………..35
2. Data dan Analisis Upaya Gerakan Politik Ormas Perempuan Mahardhika………41
BAB V PENUTUP……….60
B. Saran………62
LAMPIRAN………61
1. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perempuan
Mahardhika.
2. Kurikulum Sekolah Feminis.
3. Petisi RUU Penghapusan kekerasan Seksual.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Separuh dari populasi dunia adalah perempuan, dimulai dari perempuan
yang menjadi istri, ibu, anak, pengasuh, pekerja dan produsen. Perempuan terlahir
bersama konstruk yang diadopsi masyarakat dan dijadikan bagian dari “takdir”
kelahiran perempuan. Konstruksi masyarakat tentang perempuan adalah
dilahirkan sebagai perempuan (yang berkelamin vagina), membuat mereka secara
langsung dikaitkan dengan peran, posisi, dan fungsi-fungsi tertentu yang
dibedakan dengan laki-laki (yang berkelamin penis).
Konstruksi ini yang menjadikan perempuan hanya mengatahui peran,
porsi, fungsi-fungsi yang direkatkan padanya oleh keluarga dan masyarakatnya.
Konstruksi inilah yang menjadikan perempuan dalam kondisi tertindas tanpa
disadari oleh mereka. Muncul anggapan bahwa sebenarnya apa yang ada dalam
konstruksi konstruk tersebut adalah bagian dari kodrat atau “God Given” yang
harus diterima oleh seluruh perempuan. Kodrat perempuan diperluas menjadi
“pekerja domestik”setelah kodrat sebenarnya hanyalah hamil, melahirkan dan
menyusui.
Mempersoalkan tentang perempuan tentu berhubungan dengan gender,
gender dianggap bisa menyelamatkan kondisi ketimpangan. Namun terkadang
bisa menjadi memunculkan persoalan dalam ketimpangan. Gender seringkali
2
Jenis kelamin biologis merupakan pemberian; kita dilahirkan sebagai laki-laki
atau perempuan. Tetapi, jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminin adalah
gabungan blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur
kita.1
Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng
di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau
maskulin. Perangkat perilaku khusus ini – yang mencakup penampilan, pakaian,
sikap, kepribadian, bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas,
tanggung jawab keluarga dan sebagainya – secara bersama-sama memoles “peran
gender” kita.2 Gender sebenarnya adalah sebuah fenomena, gender dibentuk oleh
masyarakat berlandaskan pada situasi politik, sosial dan budaya masyarakat pada
saat itu. Oleh karnanya gender bukanlah sesuatu yang konstan atau tetap sehingga
bisa berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan keinginan individu secara
merdeka.3
Gender juga turut menindas perempuan melalui pembagian peran gender
pada masyarakat patriarki, secara patriarki pembagian peran gender meliputi
peran, posisi dan sifat. Dampak dari penindasan tersebut kepada perempuan tak
hanya peran domestik namun juga menimbulkan dampak marjinalisasi,
subordinasi, stereotip, beban ganda, kekerasan terhadap perempuan, objek
seksual, kekerasan seksual, diskriminasi, komodifikasi, dan pemiskinan.
1Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, terj. Hartian Silawati (Yogyakarta
:PustakaPelajar, 2007), 2. 2Ibid.,3
3Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis #5 Perempuan
3
Penindasan terhadap perempuan juga datang dari agama. Dalam
pandangan para pendeta Yahudi, perempuan yang tidak tidak bisa menghasilkan
keuntungan material dianggap beban kehidupan.4 Agama Yahudi percaya bahwa
Siti Hawalah yang menjadi penyebab atas dosa yang dilakukan oleh Nabi Adam
beserta semua konsekuensinya yaitu memakan buah terlarang (khuldi). Ini yang
menjadi landasan bahwa sumber kesalahan adalah perempuan, karenanya
perempuan layak diposisikan setelah laki-laki.
Kemudian agama Kristen memandang teori yang menyatakan bahwa Siti
Hawa adalah penyebab Nabi Adam dikeluarkan dari surga, merupakan teori yang
menempati posisi penting pada kepercayaan Kristen. Chrysostem, seorang
pemikir agama Kristen, mengatakan:
“Wanita adalah kejahatan yang tak pernah berakhir. Sumber inspirasi kejahatan sejak hari pertama mereka dilahirkan, kejahatan yang menyenangkan, ancaman
bagi setiap rumah tangga, alat penghancur, dan jalan menuju nasib yang buruk.”5
Agama Hindu memiliki pandangan tentang kedudukan perempuan sebagai
makhluk yang tidak memiliki hak hidupnya sendiri. Semasa kecil, seorang
perempuan dipandang rendah oleh ayahnya. Sedang saat dewasa, dipandang
rendah oleh suaminya, dan setelah kematian suaminya dia harus menghabiskan
sisa hidupnya melayani anak lelakinya. Jika tidak memiliki anak lelaki, dia akan
menjadi milik keluarga lelaki terdekatnya dalam kondisi bagaimanapun dia tidak
akan pernh mendapatkan haknya untuk memilih sesuatu sesuai keinginannya.
4Muhammad Thalib, Buku Pintar Penggiat Gender dan Feminisme "Mengupas
4
Perempuan tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya (right
self-determination).6
Agama yang terakhir adalah agama Budha, Chulla Wagga, seorang
pemikir Budha mengatakan:
“Seperti layaknya perilaku dasar ikan, sifat dasar perempuan juga tidak dapat dipahami. Seperti pencuri, perempuan memiliki cara-cara licik dalam menyelesaikan
masalahnya dan kebenaran adalah hal yang asing baginya.”7
Penindasan terhadap perempuan kerap disebut sebagai hal yang wajar,
mengingat ketika seseorang terlahir sebagai perempuan maka penindasan adalah
pertanda dari kehidupan perempuan. Di Indonesia gagasan kebebasan hak
perempuan pertama kali datang dari R.A Kartini, gagasannya tentang pendidikan
perempuan dan penolakan terhadap feodalisme ditumpahkan dalam surat
korespondensi yang dikirimkan kepada Estelle Zehandelaar, seorang aktivis
feminis Belanda. Budaya patriarki dalam kalangan menak8 dimana Kartini hidup
membatasi dirinya untuk bisa menikmati pendidikan yang lebih tinggi dibanding
anak laki-laki dalam keluarganya.
Perempuan Jawa dan pingitan merupakan bagian pahit lainnya terlahir
sebagai perempuan, setidaknya perempuan-perempuan yang sudah memasuki usia
belasan diaharuskan mengasingkan diri dalam sebuah ruangan yang disebut
“pingitan”. Kartini muda di usia 12 tahun, 6 bulan pada tahun 1892 mendekam
dalam adat dan menanti adanya pinangan.
Dalam urusan pernikahan, Kartini begitu geram terhadap aturan yang
berlaku saat itu. Perempuan tak memiliki hak bicara dan bisa dikawinkan oleh
6Ibid., 10 7 Ibid., 12
5
orangtuanya begitu saja. Repotnya, si pria besar kemungkinan sudah beristri.
Menjelang peralihan ke abad ke-20 itu, poligami merupakan hal lumrah yang
dilakukan para bangsawan.9 Penolakan Kartini terhadap poligami mengalami
kontradiksi ketika Kartini menerima pinangan bupati Rembang Raden Adipati
Djojo Adiningrat.
Kontribusi Kartini untuk pendidikan perempuan dibuktikan dengan
didirikannnya Sekolah Gadis Jawa yang dibangunnya bersama Kardinah dan
Roekmini adiknya pada Juni 1903. Mengikuti jejak Kartini, tokoh perempuan
lainnya yang miris melihat potret pendidikan perempuan yang dikebiri adalah
Maria Walanda Maramis dan Rohana Kudus. 8 Juli 1917 “PIKAT” atau
Percintaan Ibu Terhadap Anak Tumurunnya didirikan oleh Mari Walanda
Maramis di Minahasa, Usaha dan tujuan pertama dari PIKAT ialah,
mendirikanSekolah Rumah Tangga untuk gadis-gadis.10
Sedangkan Rohana Kudus membangun sekolah serupa dengan nama
“Sekolah Kerajinan Amai Setia” pada tanggal 11 Februari 1911, keprihatinan
Rohana berangkat dari kondisinya yang tidak pernah bisa mengenyam pendidikan
di sekolah formal. Menjelang abad ke-20 konsentrasi persoalan penindasan
terhadap perempuan adalah pendidikan, kesamaan dari Sekolah Gadis Jawa,
PIKAT, dan Sekolah Kerajinan Amai Setia adalah pendidikan dasar membaca dan
menulis, serta keterampilan domestik.
9 Leila S. Chudori dkk, Gelap-terang Hidup Kartini (Jakarta : Kepustakaan Populer
Gramedia, 2013), 12.
10 Bambang S. Dewantara, Maria Walanda Maramis (t.k: Roda Pengetahuan 1982), 77.
6
Persoalan domestifikasi masih dianggap bagian dari kodrat perempuan di
Indonesia pada abad 19 menuju 20. Bahkan kesadaran terhadap penindasan
perempuan melalui domestifikasi hampir mustahil. Perempuan yang merasa perlu
untuk ber-aktualisasi dengan keluar rumah dan membangun sebuah “gerakan”
mulai hidup di abad ke-20. Di awal abad ini perempun sedikit mendapatkan
kebebasan untuk bersosialisasi, para perempun mencoba untuk membuat sebuah
gebrakan untuk kaumnya melalui sebuah gerakan perempuan.
Dalam banyak hal sejarah gerakan perempuan Indonesia itu tidak terlepas
dari gerakan nasional. Setiap partai atau organisasi nasional berusaha membangun
sayap perempuannya sendiri, baik organisasi yang berhaluan nasionalis, Islam,
maupun kiri.
Pada awalnya gerakan perempuan di Indonesia masih sangat lokalistik dan
perhatian pokok mereka sejalan dengan masalah-masalah yang dihadapi oleh
organisasi-organisasi perempuan di negeri-negeri lain ketika itu, misalnya
pendidikan kaum perempuan. Dan masalah-masalah "kemasyarakatan" seperti
pelacuran, permaduan, perkawinan anak-anak, serta perdagangan perempuan den
anak-anak. Perlu diperhatikan bahwa soal-soal seperti sekarang hampir tidak
memperoleh tempat di dalam kegiatan organisasi-organisasi perempuan
Indonesia. Sepak-terjang dan semangat para perempuan perintis ini mendapat
saluran pengucapannya yang penting melalui berbagai majalah yang mereka
7
dalam jangkauan terbatas kepada lapisan atas, tentang masalah-masalah yang
dipandang sangat penting bagi kaum perempuan Indonesia.11
Sebagai bukti hidupnya gerakan perempuan di Indonesia ditandai dengan
diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia secara nasional di Yogyakarta
pada Desember 1928. Hampir tiga puluh organisasi perempuan hadir pada
kongres ini. Mosi mengenai reformasi perkawinan dan pendidikan diterima.
Tetapi, lagi-lagi ketegangan timbul antara organisasi-organisasi perempuan Islam
yang menentang koedukasi lelaki den perempuan bersekolah bersama-sama,
dalam satu kelas] dan penghapusan poligini12 dengan organisasi-organisasi
perempuan nasional dan Kristen. Dibentuk Persatoean Perempoean Indonesia
(PPI), yang merupakan federasi organisasi-organisasi perempuan Indonesia. Pada
tahun berikutnya nama federasi ini diubah menjadi Perikatan Perhimpoenan Istri
Indonesia (PPII). PPII menerbitkan majalah sendiri, sangat giat di bidang
pendidikan, den membentuk panitia penghapusan perdagangan perempuan dan
anak-anak.
Satu-satunya organisasi perempuan yang tidak hadir pada sidang-sidang
nasional organisasi-organisasi perempuan yang tergabung dalam PPII ialah Isteri
Sedar, yang didirikan tahun 1930.
Isteri Sedar adalah organisasi perempuan yang paling radikal pada zaman
itu. Organisasi ini tidak mau berkompromi mengenai masalah-masalah poligini
11Divisi Pendidikan dan Kampanye Perempuan Mahardhika, “Sejarah Gerakan
Perempuan Indonesia”,
https://www.academia.edu/9654711/Sejarah_Gerakan_Perempuan_di_Indonesia/ ( Selasa, 15 Desember 2015, 08.04)
12Poligini : Sistem perkawinan yang memperbolehkan seorang pria memiliki beberapa
8
dan perceraian, yang menimbulkan perbedaan mendalam di antara
organisasi-organisasi perempuan Islam den lain-lainnya.13
Kongres Perempuan nasional berikutnya diadakan di Jakarta (1935),
Bandung (1938), dan Semarang (1941), dalam mana perjuangan nasional
berangsung-angsur semakin menonjol. Dalam kongres 1935 terbentuklah Kongres
Perempuan Indonesia (KPI), dan dengan demikian PPII dibubarkan. Perhatian
tertentu ditujukan kepada kaum perempuan dan golongan miskin, tetapi
keanggotaan masih berasal dari lapisan atas, dan tuntutan yang disuarakan pun
sebagian besar masih diarahkan pada kepentingan kaum perempuan golongan
atas.Perkembangan gerakan perempuan semakin pesat, isu-isu yang dikembangan
dalam setiap generasi dan tahun juga berbeda. Salah satu organisasi gerakan
berbasis perempuan yang lahir dari abad 21 adalah Perempuan Mahardhika.
Organisasi gerakan perempuan ini berbasis massa yang bebas secara orientasi
seksual, dan identitas gender.
Perempuan Mahardhika membawa suasana gerakan perempuan dengan
konsep sosial dimana semua kalangan yang mendukung perempuan diperbolehkan
bergabung atau membangun sebuah jaringan dengan Perempuan Mahardhika.
Perempuan Mahardhika mengangkat persoalan kekerasan seksual sebagai
konsentrasi organisasinya saat ini. Bermula pada tahun 2013 saat Perempuan
Mahardhika menggelar Konferensi Perempuan Jakarta pada Oktober 2013,
konferensi tersebut membahas persoalan Indonesia darurat kekerasan seksual.
Seminggu sebelum konferensi salah satu anggota Perempuan Mahardhika dari
13Ibid.
9
kota Makassar yang juga menjadi kepala Sekolah Feminis 5 menjadi korban
pemerkosaan dan pembunuhan.
Korban dari kekerassan seksual tersebut adalah Nur Halimah, salah
seorang anggota Perempuan Mahardhika kota Makassar yang mencoba
memberikan perlawanan kepada pelaku pemerkosaan, Nur Halimah meregang
nyawa setelah mendapatkan beberapa tikaman benda tajam di tubuhnya.
Perjuangan dan keberanian Nur Halimah menunjukkan bahwa kebutuhan untuk
membangun gerakan melawan kekerasan seksual tidak bisa menunggu lebih lama
lagi.
Pelecehan seksual dan kekerasan seksual merupakan persoalan sosial yang
terjadi dan seringkali dianggap remeh. Perempuan yang kerap dipersalahkan
akibat anatomi tubuh dan cara berpakaiannya dianggap menjadi alasan utama
terjadinya kekerasan seksual ataupun pelecehan seksual. Menurut Perempuan
Mahardhika pelecehan atau kekerasan seksual pelecehan manusia atas manusia
lainya bukan persoalan personal. Pelecehan seksual adalah urusan sosial, urusan
masyarakat, urusan kehidupan bernegara. Pelecehan seksual juga buka persoalan
sepele karena dapat merusak dan membunuh kemanusiaan orang lain.14
Komnas Perempuan menyebutkan terdapat 15 bentuk kekerasan seksual
yakni: 1. perkosaaan, 2. Intimidasi perkosaan (ancaman/percobaan perkosaan), 3.
Pelecehan seksual, 4. Eksploitasi seksual, 5. Perdagangan perempuan untuk tujuan
seksual, 6.Prostitusi paksa, 7. Perbudakan seksual, 8. Pemaksaan perkawinan/cerai
gantung, 9. Pemaksaaan kehamilan, 10. Pemaksaan aborsi, 11. Pemaksaan
14Komite Nasional Perempuan Mahardhika, A-Z Pelecehan Seksual Lawan & Laporkan!
10
kontrasepsi/sterilisasi, 12. Penyiksaan seksual, 13. Penghukuman tidak manusiawi
dan bernuansa seksual, 14. Tradisi seksual yang membahayakan dan diskriminasi
perempuan, 15. Kontrol seksual, aturan diskriminatif moralitas dan agama.
Dari 15 bentuk kekerasan seksual tersebut merupakan kejadian-kejadian
yang masih dan sering berlangsung di Indonesia yang menimpa perempuan,
hukum dan Negara hanya mengakui 3 bentuk kekersan seksual yang bisa dijatuhi
hukuman pidana. Adalah perkosaan, pelecehan seksual, perdagangan perempuan
untuk tujuan seksual. Sisanya pelaku dari ke-12 bentuk kekerasan seksual tersebut
akan bebas dari jeratan pidana dan berpeluang mengulangi melakukan kekerasan
seksual lagi.
Kondisi darurat kekerasan seksual yang semakin bertumbuh pesat
membutuhkan penangan khusus secara mengikat dan menyuluruh, merubah
paradigma dan kesadaran masyarakat tentang kekerasan seksual secara merata
dapat dilakukan melalui sebuah peraturan perundang-undangan, sebagai wujud
dari sebuah sistem yang merata.
Sejak Oktober 2013 ormas Perempuan Mahardhika gencar melakukan
diskusi publik dan menggelar Konferensi Perempuan Jakarta guna mendiskusikan
kondisi darurat kekerasan seksual. Hingga akhirnya pada 11 Oktober 2015
Perempuan Mahardhika dan kumpulan relawannya yang tergabung dalam
Jaringan Muda Melawan Kekerasan Seksual sepakat untuk membuat petisi yang
mendukung dan menuntut adanya rancangan undang-undang penghapusan
11
merupakan bagian dari upaya Perempuan Mahardhika rangka mengangkat
12
B. Rumusan Masalah
Dari penajabaran latar belakang di atas untuk mempermudah pembahasan
serta memperjelas permasalahan, maka peneliti membuat rumusan masalah dalam
bentuk pertanyaan. Adapun rumusan masalahnya, antara lain:
1. Bagaimana proses inisiasi pendirian dan perkembangan Ormas
Perempuan Mahardhika?
2. Bagaimana wujud dari gerakan politik Ormas Perempuan
Mahardhika?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan proses terbentuknya dan perkembangan Ormas
Perempuan Mahardhika.
2. Untuk menjelaskan upaya dari gerakan politik perempuan ormas
Perempuan Mahardhika.
D. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diberikan sebagai sarana keilmuan untuk
mengasah pemikiran manusia sebagaimana kewajiban mahasiswa sebagai insan
akademis. Selain itu penelitian ini juga sebagai bentuk realisasi dari Tri Dharma
Perguruan Tinggi, yakni penelitian. Hasil dari penelitian ini akan menjadi
13
Selain itu hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi
baru untuk pembacaan isu gender atau feminisme agar muncul analisa ilmiah
lainnya sebagai hasil dari pembacaan isu gender atau feminisme terbaru.
E. Penegasan Judul
Penelitian ini berjudul “ Gerakan Politik Perempuan Menutut Rancangan
Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual oleh Ormas Perempuan
Mahardhika Di Kota Jakarta ”. Maka dengan demikian untuk memperjelas topik
yang dibahas peneliti akan memberikan definisi dari istilah dari judul penelitian
ini, di antaranya adalah:
Gerakan adalah sebuah usaha dalam masalah sosial atau politik; perbuatan
bergerak.15 Jika pemaknaanya digunakan untuk sebuah kegiatan sosial ataupun
politik maka di dalamnya bermakna sebuah kegiatan yang direncanakan dan berisi
sekumpulan orang dengan tujuan dan visi yang sama. Gerakan juga bisa
dimaknai sebuah kegiatan yang bertujuan untuk membawa sebuah perubahan.
Atau bisa disebut sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan pola-pola dan
lembaga-lembaga masyarakat yang ada.
Politik sebenarnya memiliki banyak definisi, sampai saat ini setiap ahli
memiliki definisi yang berbeda-beda tentang pengertian politik. Bahkan muncul
anggapan bahwa sampai saat ini belum ada definisi yang memuaskan tentang
politik. Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik,"Politik
ialah interaksi antara pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan
15Pius Abdillah, Danu Prasetya. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Surabaya : Arkola,
t.th.), 215.
14
dan pelaksaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu." Definisi itu mengandung tujuh istilah
yang memerlukan penjelasan lebih lanjut, yakni interaksi, pemerintah,
masyarakat, proses pembuatan dan pelaksaaan keputusan yang mengikat,
kebaikan bersama, dan wilayah tertentu.16
Definisi politik yang lain adalah usaha menggapai kehidupan yang baik.17
Politik juga hal-hal yang berkenaan dengan tata negara: cara bertindak, taktik.18
Peneliti juga memiliki definisi tersendiri terkait politik, menurut peneliti hal yang
berbeda dari penjabaran definisi menurut tokoh-tokoh adalah politik merupakan
seni menghegemoni, memiliki relasi kuasa, dan sifatnya berpeluang kalah ataupun
menang.
Perempuan juga memiliki banyak definisi sama halnya politik, perempuan
adalah ruh yang bisa menjadi sosok yang lebih banyak daripada laki-laki. Secara
biologis perempuan, manusia dengan organ kelamin vagina.19 Perempuan juga
memiliki definisi orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi,
hamil, melahirkan anak, dan menyusui.20 Sedangkan menurut pembagian gender
masyarakat patriarki dalam peran, posisi dan sifat perempuan selalu berada
diposisi setelah laki-laki. Ormas atau kepanjangan dari organisasi massa memiliki
16 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik (Jakarta : PT Grasindo, 2010), 14.
17Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik edisi Revisi (Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2010), 13
18Pius Abdillah dan Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ( Surabaya :
Arkola, t.th), 477
19Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis (t.k.: Komite
Nasional Perempuan Mahardhika, t.th.), 4.
20Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Perempuan. http://kbbi.web.id/perempuan
15
definisi kelompok atau organisasi sosial yang mempunyai tujuan dan cita-cita
yang sama. 21
Sedangkan Perempuan Mahardhika adalah organisasi massa berbasis
peremempuan. Merupakan organisasi yang berasaskan kesetaraan, demokratis,
keadilan sosial, yang anti kapitalisme, anti patriarki, anti militerisme, dan anti
diskriminasi.22 Perempuan Mahardhika memiliki keistimewaan terhadap
penerimaan anggota organisasinya, organisasi ini tidak membatasi anggotanya
dari segi ras, suku, jenis kelamin, agama, kepercayaan, orientasi seksual, etnis,
warna kulit, bentuk tubuh, usia, status perkawinan, jenis pekerjaan, dan
kemampuan fisik yang berbeda.
F. Sistematika Pembahasan
Dalam bab I merupakan pendahuluan dalam penelitian ini, bab ini
berisikan: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, penegasan judul,
Kemudian bab II peneliti akan menjelaskan landasan teori dan penelitian
terdahulu yang akan digunakan untuk menganalisis penelitian ini.
Bab III berisi tentang proses metode penelitian yang digukanan untuk
mejelaskan proses penggalian data, sumber data, dan teknik analisis data.
21Pius Abdillah dan Danu Prasetya, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia ( Surabaya :
Arkola, t.th), 433.
22ANGGARAN DASAR PEREMPUAN MAHARDHIKA
16
Bab IV berisi tentang penyajian data dan analisis proses inisiasi berdirinya
ormas Perempuan Mahardhika dan bentuk gerakan politik perempuan ormas
Perempuan Mahardhika.
Bab V atau bab yang terakhir berisi kesimpulan dari penelitian dan saran
BAB II
KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN TERDAHULU
A. Kajian Teori
Dalam tinjauan pustaka terdapat dua unsur, yakni landasan teori yang
akan digunakan untuk membaca permasalahan yang diteliti dalam karya tulis
ilmiah ini. Kemudian penelitian terdahulu yang akan digukan sebagai acuan dalam
penulisan karya ilmiah ini, penelitian terdahulu dapat berupa jurnal maupun
skripsi.
Sebagai landasan teori untuk menganalisa penelitian ini maka peneliti
menggunakan dua perspektif, yakni perspektif gender dan politik serta perempuan
dan seksualitas. Gender dan politik merupakan gabungan dari dua disiplin yang
berbeda, gender sendiri merupakan sebuah peran yang dihasilkan dari konstruksi
masyarakat yang digunakan untuk membaca identitas seseorang. Gender
merupakan konstruksi sosio-kultural. Pada prinsipnya gender merupakan
interpretasi kultural atas perbedaaan jenis kelamin, akan tetapi tidak selalu
berhubungan dengan perbedaan fisiologis seperti yang selama ini dijumpai dalam
masyarakat.1
sedangkan politik merupakan sebuah hubungan antara kuasa dan aktor
penguasa dalam negara dan pemerintahan. Gender dan politik digunakan untuk
1
Dewi H. Suliastuti, “Gender Ditinjau dari Perspektif Sosiologis”, dalam Perempuan
18
membaca gerakan politik dari ormas Perempuan Mahardhika dalam upayanya
menuntut dan mendukung adanya RUU penghapusan kekerasan seksual.
Sedangkan perempuan dan seksualitas digunakan untuk membaca
persoalan urgensi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual untuk segera di adakan.
Perempuan disini adalah peran secara bilogis sebagai manusia, makhluk yang
secara kodrati memiliki tubuh yang bisa hamil, melahirkan, dan menyusui.
Sedangkan seksualitas merupakan suatu ekspresi hasrat erotik atau berahi manusia
yang dikonstruksikan dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
dengan melibatkan faktor politk, ekonomi, nilai budaya dan ajaran agama. Sebab,
seksualitas merupakan esensi kemanusiaan paling nyata karena menunjukkan jati
diri manusia yang paling dalam.
Seksualitas tidak bekerja secara alami dalam diri manusia, melainkan
harus dipelajari dengan seksama karena terdapat pengetahuan tentang unsur-unsur
anatomi tubuh, nilai etika, hak-hak manusia, kesehatan reproduksi, dan
nilai-nilai spiritual yang dalam. Masyarakat umumnya masih melihat seksualitas
sebagai hal negatif, bahkan tabu dibicarakan. Akibatnya banyak hal positif dari
seksualitas yang disembunyikan dan diingkari. Hal itu membuat manusia tidak
mengerti tentang pentingnya pemenuhan hak-hak seksual.2
1. Perspektif Gender dan Politik
Terlahir dengan jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan membuat bayi
yang terlahir akan memiliki seperangkat peran, posisi, dan sifat yang dilekatkan
padanya karena jenis kelaminnya. Masyarakat meletakkan hal tersebut dan
2Andi Misbahul Pratiwi, “Seksualitas Itu Cair”. http;//
19
menjadikannya konstruksi sosial, sifatnya berubah dan tidak konstan. Biasanya
tergantung pada kondisi politik, sosial dan budaya masyarakat pada saaat itu.
Persoalan peran tersebut disebut gender, gender sendiri adalah seperangkat
peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada
orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Perangkat perilaku khusus
ini – yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam
dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya –
secara bersama-sama memoles “peran gender” kita.3
Gender sebagai suatu konsep bertumpu pada aspek biologis (biological
reductionism) sebagaimana dikatakan oleh Cucchiari (1994) bahwa gender
memiliki dua kategori biologis yang berbeda namun saling mengisi, yaitu pertama
kategori laki-laki dan yang kedua adalah kategori perempuan. Setiap kategori
mengandung makna yang pengertiannya bervariasi dari satu ke lain masyarakat.
Setiap aktivitas, sikap, tata nilai dan simbol-simbol diberi makna oleh masyarakat
pendukungnya menurut kategori biologis masing-masing.4
Gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan
yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir anggapan
tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Bentukan sosial atas
laki-laki dan perempuan itu antara lain : kalau perempuan dikenal sebagai
makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sedangkan laki-laki
dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Sifat-sifat itu dapat dipertukarkan dan
3Julia Cleves Mosse, Gender & Pembangunan, terj. Hartian Silawati (Yogyakarta
:PustakaPelajar, 2007), 2.
4
Fajar Apriani, “Beberapa Pandangan Mengenai Genderdan Feminisme”,
20
berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gender dapat
diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (memilih atau memisahkan)
peran antara laki-laki dan perempuan.5
Persoalan gender kerap diidentikkan dengan perempuan, kerancuan
pemahaman ini berasal dari kesalahpahaman pengetian istilah gender sendiri.
Istilah ini berasal dari bahasa inggris “gender” dan tidak mempunyai padanan arti
dalam bahasa Indonesia sehingga diambil aslinya.6 Salah satu faktor kerancuan
itu, adalah karena kata gender dalam bahasa Indonesia diartikan sama dengan
seks, yakni jenis kelamin.7 Gender selain dipahami sebagai sebuah peran turut
juga dipahami sebagai jenis kelamin sosial. Pengertian politik adalah usaha
menggapai kehidupan yang baik, persoalan politik mencakup negara, kekuasaan,
pengambilan keputusan, kebijakan public, alokasi ditribusi.
Pemikiran mengenai politik (politics) di dunia barat banyak dipengaruhi
oleh filsuf Yunani kuno abad ke -5 S.M. FIlsuf seperti Plato dan Aristoteles
menganggap politics sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik
(Polity) yang terbaik. Di dalam polity semacam itu manusia akan hidup bahagia
karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa
kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi.
Pandangan normative ini berlangsung sampai abad ke-19. Dewasa ini definisi
mengenai politik yang normative itu telah terdesak oleh definisi-definisi lain yang
5 Ibid. 6
Musdah Mulia, Mengupas Seksualitas : Mengerti Arti, Fungsi, dan Problematika
Seksual Manusia Era Kita, (Jakarta : Opus Press, 2015), 6.
7
Ibid, 7.
21
menekankan pada upaya (means) untuk mencapai masyarakat yang baik, seperti
kekuasaan, pembuatan keputusan, kebijakan, alokasi nilai, dan sebagainya.8
Politik juga disebut dengan kemahiran, kemahiran tentang orang-orang
yang mungkin. Orang-orang Yunani purba sudah mengtahui hal itu dan
menamakannya,:politeke techne, yakni kemahiran dalam bidang
kenegaraan.9Secara etimologis kata politik berasal dari bahasa Yunani polis yang
dapat berarti kota atau negara-kota. Dari kata polis ini kemudian diturunkan
kata-kata lain seperti “polities” (warganegara) dan “politikos” nama sifat yang berarti
kewarganegaraan (civic)10.
Pendapat lain menyebutkan bahwa Politik ialah interaksi antara
pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksaan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal
ndalam suatu wilayah tertentu.11 Hakikat politik adalah kekuasaan (power) dan
dengan begitu politik adalah serangkaian peristiwa yang hubungannya satu sama
lain didasarkan atas kekuasaan.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa perspektif Gender dan Politik
merupakan hubungan dari dua aspek, yakni utama dan dominan. Peran politik
menjadi unsur yang paling penting dalam suatu negara yang memiliki pengaruh
terhadap bidang lainnya. Konsep politik mengacu pada hubungan kekuasaan yang
lebih luas tak hanya pada elit politik tetapi juga masyarakat umum. Posisi
8
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik Edisi Revisi, (Jakarta : PT Ikrar Mandiri
Abadi, 2010), 14.
9
F. Isjwar, Pengantar Ilmu Politik, (t.k. : Binacipta, 1985), 13.
10 R.N. Gilchrist, “Principle of Political Sciences”, dalam Pengantar Ilmu Politik, F.
Isjwara (t.k. : Binacipta, 1985), 21.
11 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Poitik, (Jakarta : Grasindo, 2010), 14.
22
gendermenjadi aspek dominan dalam definisi politik tersebut. Dalam relasi kelas,
golongan usia maupun etnisitas, genderjuga terlibat di dalamnya.
Hubungan genderdengan politik dapat ditemukan mulai dari lingkungan keluarga
antara suami dan istri sampai pada tataran kemasyarakatan yang lebih luas,
misalnya dalam politik praktis.
Tataran hubungan kekuasaan itu pun bervariasi, mulai dari tataran
simbolik, dalam penggunaan bahasa dan wacana sampai pada tataran yang lebih
riil dalam masalah perburuhan, migrasi, kekerasan, tanah, dan keterwakilan
perempuan dalam partai politik. Dimensi-dimensi yang dapat menjadi dasar
analisis terhadap relasi genderdan politik pun beragam, mulai dari dimensi
kultural, ideologis, sampai historis. Hubungan genderdengan politik ini penting
untuk dicermati karena banyak permasalahan yang ada dalam masyarakat bertolak
dari ketimpangan hubungan keduanya.
2. Perspektif Perempuan dan Seksualitas
Perempuan adalah satu dari dua jenis kelamin biologis, yangsecara
biologis adalah manusia dengan organ kelamin vagina.12, perempuan adalah ruh
yang bisa menjadi sosok yang lebih banyak daripada laki-laki. Perempuan juga
memiliki definisi orang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi,
hamil, melahirkan anak, dan menyusui.13 Sedangkan menurut pembagian gender
masyarakat patriarki dalam peran, posisi dan sifat perempuan selalu berada
diposisi setelah laki-laki.
12
Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis 5 (t.k.: Komite
Nasional Perempuan Mahardhika, t.th.), 14.
13Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Perempuan. http://kbbi.web.id/perempuan
(Sabtu, 19 Desember 2015 19.31)
23
Seksualitas merupakan bagian dari jati diri. Menurut WHO, seksualitas
memiliki makna yang sangat luas. Seksualitas adalah aspek kehidupan yang
menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi seksual,erotisme, kesenangan
(pleasure), keintiman dan reproduksi.14Seksualitas kerap kali dipahami hanya
sampai pada hubungan antar tubuh secara biologis, sehingga hanya dianggap
fungsinya sampai pada reproduksi saja. Kesalahan lain tentang pemahaman
seksualitas adalah relasi seksual dalam bahasa Indonesia disebut bersetubuh, jadi
hanya melibatkan tubuh jasmani.15
Seksualitas kerapkali dikaitkan dengan maskulinitas, sehingga masyarakat
menuntut lak-laki lebih aktif dan agresif dalam persoalan seksualitas. Seksualitas
merupakan bentuk perpaduan anatara jasmani-biologis, struktur anatomi tubuh,
dan unsur rohani manusia yang sangat kompleks. Jadi yang berhak menikmati
seksualitas tidak hanya laki-laki melainkan perempuan dan manusia dengan
identitas gender lainnya. Manusia selain sebagai makhluk sosial juga merupakan
makshluk seksual, persoalan seksualitas dikonstruksi dan diwariskan dari generasi
ke generasi dengan melibatkan banyak factor diantaranya politik, ekonomi,
nilai-nilai budaya, dan budaya.
Menurut Musdah Mulia, “seksualitas merupakan konstruksi budaya.
Seksualitas adalah konsep yang lebih abstrak, mencakup aspek yang tak terhingga
dari keberadaan manusia, termasuk aspek fisik, psikis, kepercayaan, tradisi,
14
Komite Nasional Perempuan Mahrdhika, Modul Sekolah Feminis 5 (t.k.: Komite
Nasional Perempuan Mahardhika, t.th.), 18.
15
Musdah Mulia, Mengupas Seksualitas Mengerti Arti, Fungsi dan Problematika Seksual
Manusia Era Kita, (Jakarta : Opus Press 2015), VIII.
24
emosional, politik, dan berbagai kebiasaan manusia.”16 Seksualitas melingkupi
makna personal dan sosial, pandangan yang menyeluruh tentang seksualitas
mencakup peran sosial, kepribadian, identitas, dan seksual, biologis, kebiasaan
seksual, hubungan, pikiran, dan perasaan. Seksualitas sebagaimana terdefinisi
secara kultural dan berkembang dalam sejarah sosial, mempunyai konotasi
berbeda dalam komunitas, masyarakat dan kelompok yang berbeda. Bahkan,
dalam masyarakat yang sama, pemahaman seksual akan berbeda menurut umur,
kelas sosial, budaya, dan agama.17
Pesrpektif perempuan dan seksualitas adalah perkawinan antara
perempuan sebagai makhluk dan keberadaan seksualitas sebagai jati diri seorang
mahkluk. Setiap makhluk baik laki-laki maupun perempuan berhak atas tubuhnya,
termasuk perempuan. Perspektif ini mencoba melihat pengalaman subjektif serta
pemaknaan yang melekat didalamnya, mencoba membaca peran sosial,
kepribadian, identitas, dan seksual, biologis, kebiasaan seksual, hubungan, pikiran
dan perasaan dari sisi perempuan sebagai subjek.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang pertama adalah skripsi karya Martha Nia
Zuriyati dengan judul “Perempuan dan Politik dalam Pandangan Soekarno”
(Politik Islam; 2013) dimana pembahasannya terletak pada perempuan dan politik
dalam pandangan Soekarno tidak lepas dari pendekatan sosialis-Marxis.
16
Musdah Mulia, Mengupas Seksualitas; Mengerti Arti, Fungsi, dan Problematika
Seksual Era Kita, (Jakarta : Opus Press, 2015), 11.
17
Ibid, 15.
25
Konsentrasinya pada peran perempuan pada sektor publik dan peranan politik.
Penelitian ini tidak membahas bentuk gerakan perempuan dan tidak membahas
peran perempuan dalam politik dalam menuntut haknya.
Penelitian selanjutnya adalah jurnal karya Wan Asrida, Wazni dan Chitra
Puspita Dewi yang berjudul “Gerakan Politik Perempuan Partai Golkar Kota
Pekanbaru periode 2004-2009 Dalam Memperjuangkan Kepentingan
Perempuan” (Jurnal Unri 2009) membahas keterlibatan perempuan dalam sebuah
partai merupakan hal wajar seiring dengan era reformasi, penempatan perwakilan
perempuan dalam DPRD Kota Pekanbaru merupakan salah satu wujud dari
eksistensi perempuan dalam politik. Keberadaan perempuan dalam posisi
legislatif dianggap mampu mengakomodir kepentingan pemberdayaan perempuan
dalam bentuk agenda yang tersusun, terlembaga, dan dilakukan secara sistematis
didalam partai golkar.
Menurut peneliti penelitian ini terbatas pada kepentingan partai terhadap
perempuan, tawaran-tawaran akomodasi kepentingan perempuan yang diwadahi
partai tidak bisa terlepas dari batasan-batasan kepentingan partai. Sehingga
kontribusi perempuan yang berada pada posisi legislatif bisa digambarkan sebagai
bentuk kontribusi sebagai anggota partai, maka akomodasi pemberdayaan
perempuan yang ditawarkan semata-mata untuk mencitrakan partai dan
menaikkan elektabilitas partai saja. Perempuan dijadikan pelengkap dalam prosesi
politik tanpa memberikan kontribusi terhadap kasus-kasus perempuan. Sedangkan
26
adalah bagian perempuan yang menuntut dan perempuan yang bergerak di luar
pemerintahan.
Drs. H. Muhammad Thalib dalam bukunya "Buku Pintar Penggiat Gender
dan Feminisme, Mengupas Kekerasan dan Kejahatan Terhadap Perempuan"18
menjelaskan tentang kekerasan yang terjadi kepada perempuan dalam kacamata
agama Islam dan agama lainnya. Buku ini hanya mengupas bentuk-bentuk
kekekrasan dan diskriminasi terhadap perempuan tanpa menggambarkan tentang
peran perempuan dakam bentuk perlawanan. Perbedanya dengan karya dari
skripsi penulis adalah adanya bentuk perlawanan sebagai upaya meningkatkan
martabat perempuan melaui usaha-usaha dalam gerakan politik.
18
Muhammad Thalib, Buku Pintar Penggiat gender dan Feminisme Mengupas Kekerasan
dan Kejahatan Terhadap Wanita, (Yogya: Mu;alimul Usrah Media, 2012)
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan riset lapangan (field research) atau mengadakan
penelitian secara langsung dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
ini bersifat deskriptif analitik, adapun yang dimaksud metode deskriptif adalah
metode yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan
nyata sekarang (sementara berlangsung). Kemudian mengangkat kepada
permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi atau pun situas obyek.1
2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperkuat penelitian ini maka peneliti mengumpulkan data untuk
dianalisis, ada pun teknik yang digunakan:
a. Observasi, observasi adalah tindakan pengamatan. Pada dasarnya observasi
digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena sosial yang
tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian atas
perubahan tersebut.2 Peneliti mengamati kondisi gerakan politik dari ormas
Perempuan Mahardhika sebagaimana adanya tanpa adanya maksud untuk
memanipulasi atau mempengaruhi.
1P. JokoSubagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006), 63. 2
28
Sebelumnya peneliti telah melakukan observasi pendahuluan sebelum
pengajuan proposal, karena itu data-data yang ada di bab IV juga
mencantumkan informasi dengan penelitian pendahuluan tersebut.
b. Interview, atau juga bisa disebut wawancara. Wawancara sendiri adalah suatu
kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan para responden. Peneliti
menggunakan metode Purposive sampling untuk menentukan informan
dalam penelitian ini. Purposive sampling adalah pengambilan sampel secara
sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa
sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja
mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu)
sesuai persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria)3. Peneliti
menggunakan teknik ini dan juga melalukan metode dept interview untuk
melakukan wawancara kepada fungsionaris ormas Perempuan Mahardhika
serta kepada Anggota DPR RI dari Komisi IX Fraksi PKB Nihayatul
Wahiroh, Interview yang dilakukan oleh peneliti.
c. Studi Kepustakaan (Library Research) yang mengambil setting perpustakaan
sebagai tempat penelitian dengan objek penelitiannya adalah bahan-bahan
kepustakaan dan di dalam penelitian ini merupakan sebagai data pelengkap
saja. Meliputi catatan, arsip, buku dan dokumen resmi.
3
29
3. Sumber Data
1. Data Primer
Yang dimaksud dengan data primer adalah data yang diperoleh dari secara
langsung oleh peneliti dengan terlibat dalam wawancara dengan fungsionaris
ormas Perempuan Mahardhika. Wawancara dilakukan secara langsung atau face
to face, kemudian wawancara malalui email dan telepon kepada fungsionaris
ormas Perempuan Mahardhika dan juga kepada Anggola DPR RI Komisi IX dari
Fraksi PKB Nihayatul Wahiroh.
2. Data Sekunder
Sedangkan data sekunder adalah data pendukung atau data kedua yang
digunakan untuk membantu penelitian, data sekunder berupa: Modul Sekolah
Feminis 5 untuk Pemula Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis
Lanjutan #2 Perempuan Mahardhuika, buku A-Z Pelecehan Seksual: Lawan dan
Laporkan!, bulletin Jaringan Muda (Liputan Konferensi Perempuan Se-Jawa:
Melawan dan Bebas Kekerasan Seksual), bulletin Mahardhika: Tubuh Diatur dan
Dijual.
Secara keseluruhan dari sumber tersebut adalah terbitan dari Komite
Nasional Perempuan Mahardhika Buku, jurnal (baik cetakan langsung atau
digital), artikel, maupun dokumen-dokumen resmi yang memiliki relevansi
dengan pembahasan dengan tema penelitian ini. Data sekunder digunakan sebagai
30
4. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul, penelitian dilanjutkan dengan penyajian dan
pengolahan data. Untuk menganalisa data tersebut peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan model deskriprtif. Metode deskriptif merupakan
penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status
suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat
penelitian dilakukan. Model deskriptif yang dipilih adalah model studi kasus,
model penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang
berkenaan dengan suatu fase yang spesifik atau khas dari keseluruhan
personalitas.4
Peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi
lingkungan dari unit-unit sosial yang menjadi subjek. Penelitian ini bertujuan
memberikan gambaran mendetail latar belakang, sifat-sifat karakter yang khas
dari kasus, ataupun status dari individu.5 Dalam penenlitian ini yang menjadi
subjek penelitian adalah ormas Perempuan Mahardhika, fase yang diteliti adalah
upaya Perempuan Mahardhika untuk konsistensi perjuangan mereka dalam
penegakan hak-hak perempuan, namun fase yang spesifik adalah meneliti proses
keterlibatan Perempuan Mahardhika dalam upaya menjaring konsolidasi dalam
upaya mendesak RUU Penghapusan kekerasan seksual.
Peneliti juga menggunakan model analisis data Miles dan Huberman,
model ini menekankan dalam tiga macam kegiatan yakni:
4
Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Jogjakarta : Ar-Ruz Media, 2011), 209.
5
Ibid.,
31
1. Reduksi Data
Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan,
abstraksi, dan pentransformasian “data mentah” yang terjadi dalam
catatan-catatan lapangan tertulis. Sebagaimana kita ketahui, redksi data terjadi
secara kontinyu melalui kehidupan suatu proyek yang diorientasikan secara
kualitatif.6
2. Model Data (Data Display)
Langkah utama kedua dari kegiatan analisis data adalah model data. Kita
mendefisinsikan “model” sebagai suatu kumpulan informasi yang tersusun
yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan.7
3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan.
Langkah ketiga dari aktivitas analisis adalah penarikan dan verifikasi
kesmipulan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai
memutuskan apakah “makna” sesuatu, mencatat keteraturan, pola-pola
penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal, dan proposisi-proposisi.8
Peneliti memilih MutiraIka Pratiwi (Sekretaris Nasional Perempuan
Mahardhika) sebagai narasumber untuk memperoleh informasi tentang agenda
dan kegiatan Perempuan Mahrdhika, sedangkan wawancara yang dilakukan
kepada Vivi Widyawati (Insiator berdirinya Perempuan Mahardhika) digunakan
utnuk mengetahui proses inisiasi dan kiprah Perempuan Mahrdhika sejak awal
berdiri. Wawancara yang terakhir sebagai triangulasi sebagai penguat data adalah
6
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2011), 129.
7
Ibid, 131.
8
32
wawancara yang dilakukan kepada Nihayatul Wafiroh (Anggota DPR RI
darikomisi IX fraksi PKB) sebagai bentuk respon anggota legislative terhadap
desakkan darikelompok masyarakat dan organisasi perempuan terkait RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual.
Bentuk-bentuk dokumentasi acara yang dikemas dalam bentuk buletin,
buku, modul Sekolah Feminis dari Komite Nasional Perempuan Mahardhika juga
digunakan sebagai data-data yang mendukung penelitian ini. Penelitian ini
dilakukan di dua kota, yakni Jakarta dan Semarang.
Penelitian yang dilakukan di Jakarta berlokasi di Sekretariat Nasional
Perempuan Mahardhika di Jalan Kedondong 1 No.39 Rawamangun Jakarta
Timur, lokasi selanjutnya di sekretariat Jala PRT di Jalan Bukit Dingin C3A No.
19 Bukit Permata Puri Ngaliyan Semarang - Jawa Tengah. Penelitian juga
dilakukan dalam bentuk wawancara melalui e-mail dan telepon untuk
BAB IV PEMBAHASAN
A. SETTING PENELITIAN
1. Sejarah Berdirinya Perempuan Mahardhika.
Perempuan Mahardhika merupakan salah satu organisasi massa
perempuan yang cukup aktif, dengan selogan semangat "Perempuan keluar
rumah! Bangun Organisasi dan pergerakan perempuan melawan patriarki,
militerisme dan kapitalisme!" mampu bertahan di tengah pesismistik
masyarakat terhadap adanya gerakan perempuan. Adalah Vivi Widyawati,
salah satu inisiator berdirinya Perempuan Mahrdhika.
Inisiatif untuk mendirikan Perempuan Mahardhika terinspirasi dari
tumbuhnya berbagai macam organisasi pergerakan rakyat dalam masa
reformasi 1998 dan kondisi perempuan Indonesia pada umumnya. Pada saat itu
ditengah kegembiraan demokrasi salah satu indikasinya adalah munculnya
berbagai macam organisasi rakyat, belum terlihat adanya upaya membangun
organisasi perempuan dari kaum pergerakan sementara persoalan-persoalan
perempuan semakin banyak dibicarakan. Pasca 1998 banyak organisasi
perempuan berdiri yang diinisiatif oleh aktivis perempuan.
Vivi menuturkan :
Awalnya pada tahun 2000 kami, termasuk saya, perempuan-perempuan yang aktif di serikat buruh, serikat tani, organisasi politik, organisasi mahasiswa bertemu untuk mulai membicarakan kebutuhan untuk membangun sebuah organisasi perempuan berbasis keanggotaan dari berbagai sektor.
Pada tahun 2003 diselenggarakan Konferensi sehari yang dihadiri oleh
32
bersama membuat kelompok kerja yang mempersiapkan pembentukan sebuah
organisasi perempuan. Kelompok kerja itu bernama Mahardhika atau disingkat
Pokja Perempuan Mahardhika, kemudian pada tahun 2006 menjadi Jaringan
Nasional Perempuan Mahardhika dan 2010 melalui kongres disepakati menjadi
Perempuan Mahardhika."1
Pada masa proses inisiasi berdirinya Perempuan Mahrdhika di tahun 2010
isu tentang perempuan mulai banyak dibahas dan disuarakan, dan kondisinya
sedang mengalami pertumbuhan. Proses inisiasi berdirinya Perempuan Mahrdhika
bukan hal yang mudah, beberapa tantangan juga ditemui dalam perjalalanan
berdirinya Perempuan Mahardhika. Salah satu yang menjadi tantangan yang
paling berat adalah proses dari pokja (kelompok kerja) menjadi organisasi
Perempuan Mahardhika, karena sejak awal organisasi Perempuan Mahardhika
dikonsepkan untuk bisa mewadahi kepentingan perempuan dari berbagai sektor
dan juga memperjuangkan agar perjuangan perempuan menjadi bagian dari sektor
buruh, tani, mahasiswa, kelompok masyarakat kecil.
Secara resmi yang dirilis oleh Perempuan Mahardhika dalam anggaran
dasar-anggaran rumah tangga organisasninya adalah "Berdasarkan
KonferensiNasional I Kelompok Kerja Perempuan Mahardhika pada tanggal 26 Februari 2006 di Jakarta telah berdiri Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika.
Berdasarkan keputusan Konfrensi Nasional Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika pada tanggal 8 Maret 2010 di Yogyakarta, Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika berubah nama menjadi Perempuan Mahardhika"2.
2. Tujuan Berdirinya Perempuan Mahrdhika dan Struktur Organisasi Perempuan Mahardhika adalah organisasi perempuan yang secara
konstruktif memeluk teori feminis sosialis dalam perjuangan dan pergerakannya.
1 Vivi Widyawati, Wawancara, Lewat E-mail, 22 Januari 2016.
2
AD-ART Perempuan MahardhikaBab I, Pasal 2.
33
Diinisiatifi sebagai kolektif kerja perempuan sejak tahun 2003 namun berhasil
menjadi sebuah jaringan yang tidak ketat sejak tahun 2006. Perempuan
Mahardhika menjadi lebih eksis dan berakar dalam pergerakan hak-hak
perempuan setelah tahun 2010.
Beberapa organisasi kiri dan progresif—dimana banyak anggota
Mahardhika juga menjadi anggota—secara konstruktif telah terlibat dan
membantu Mahardhika mencapai tujuannya. Perdebatan yang hidup memperkaya
praktek perjuangan organisasi dan sejauh ini tidak menjadi hambatan dalam
melakukan pekerjaan perjuangan untuk meluaskan gerakan perempuan
independen. Menurut Vivi Widyawati, "kami percaya bahwa perjuangan
kesetaraan bagi perempuan akan membawa perubahan yang lebih baik bagi
seluruh masyarakat."3
Tujuan dari berdirinya Perempuan Mahrdhika sendiri adalah sebagai
berikut: "Tujuan dari Perempuan Mahardhika adalah berjuang untuk mewujudkan
masyarakat yang setara dan sejahtera yaitu: memenuhi hak-hak kaum perempuan
dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, seksual, reproduksi, dan
lingkungan hidup yang bebas dari diskriminasi atas dasar jenis kelamin, kelas
sosial, agama, kepercayaan, ras, etnis, orientasi seksual, warna kulit, bentuk
tubuh, usia, status perkawinan, jenis pekerjaan dan kemampuan fisik yang
berbeda."4Perempuan Mahardhika berasaskan kesetaraan, demokratis, keadilan
sosial, yang anti kapitalisme, anti patriarki, anti militerisme, dan anti diskriminasi.
3 Vivi Widyawati, Wawancara, Lewat E-mail, 22 Januari 2016.
4
AD-ART Perempuan Mahardhika BAB II, Pasal 7.
34
3. Struktur Nasional Perempuan Mahrdhika:
Sekretaris Nasional : Mutiara Ika Pratiwi
Departemen Pendidikan dan Sekolah Feminis : Sri Sartika Dewi
Christina Yulita
Departemen Politik dan Kampanye : Dian Novita
Jumisih
Departemen Pengembangan Organisasi : Hasmarani Nento
Latiefah Widuri
Retyaningtyas
Departemen Penggalangan Dana : Thien Kusna
Vivi Widyawati.5
Berdasarkan verifikasi tahun 2015 jumlah cabang atau Komite Kota dari
Perempuan Mahrdhika sebanyak 8 kota, diantaranya Jakarta, Serang, Semarang,
Surabaya, Yogyakarta, Medan, Samarinda, Balikpapan dan Palu dengan jumlah
keseluruhan Anggota aktif 57 orang.
4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perempuan Mahardhika.6
35
B. PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS
1. Data dan Analisis Terhadap Proses Inisiasi dan Perkembangan Ormas
Perempuan Mahrdhika
Sejarah Indonesia secara konvensional hanya mencatat pergerakan
laki-laki dalam melawan kolonialisme. Seolah dalam sejarah hanya laki-laki-laki-laki saja yang
melakukan sebuah pergerakan, dalam buku-buku sejarah jelas yang diutamakan
adalah tentang Sumpah Pemuda yang lahir dari Kongres Pemuda. Keberadaan
perempuan, pegerakan dan perjuangannya seolah hanya sesuatu yang tidak lebih
menarik dari pada pergerakan kaum laki-laki.
Sebagai aksi dari konsolidasi perempuan Indonesia dalam mengupayakan
gerakan perempuan, maka untuk pertama kalinya digelar Kongres Perempuan
pertama di Yogyakarta pada Desember 1928, pada saat itu isu yang dibahas
adalah tentang reformasi perkawinan yang coba diajukan pada pemerintah
kolonial. Selanjutnya konsentrasi dari Kongres Perempuan yang diselenggrakan
pasca kemerdekaan adalah persoalan kaum perempuan dijamin hak-hak hukum
dan politiknya sama seperti kaum laki-laki. Kongres tersebut digelar di Klaten
pada Desember 1945.
Pada masa orde baru, di masa kediktatoran militer Soeharto organisassi
perempuan direndahkan hanya sebagai kelompok pengikut hirarki suami.
36
kewibawaan laki-laki. Pembangunan cara pandang tersebut berlangsung selama
kurang lebih 32 tahun di Indonesia.7
Proses tersebut dapat kita lihat pada pembangunan salah satu organisasi
perempuan yaitu PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). PKK sebenarnya
sudah terbentuk pada 1957 dalam Seminar tentang Ilmu Kesejahteraan Rumah
Tangga di Bogor dengan tujuan awal adalah untuk menguatkan upaya
pembangunan daerah melalui pendidikan dan 10 program PKK yang dikenal
hingga sakarang. Di masa Orba PKK dijadikan alat kontrol negara yang sangat
besar terhadap keuarga melalui peran wanitanya. Negara punya alasan kuat untuk
focus pada keluarga. Keluarga mendukung pembentukan masyarakat dan
keutuhan negara melalui tiga cara. Pertama, sebagai satuan ekonomi, tempat untuk
reproduksi, pembentukan tenaga kerja baru dan juga sebagai medan konsumsi.8
Berakhirnya orde baru pada 1998 membuka semangat baru bagi
munculnya banyak organisasi pergerakan. Isu-isu perempuan juga mulai banyak
dibicarakan, karenanya membangun organisasi pergerakan berbasis perempuan
menjadi kebutuhan yang sangat mendesak. Salah satu sosok yang memiliki
insiatif untuk membangun sentral pergerakan perempuan adalah Vivi Widyawati.
Bersama perempuan-perempuan yang aktif di serikat buruh, serikat tani,
organisasi politik, organisasi mahasiswa Vividan kawan-kawan aktifis
perempuanmulai membicarakan kebutuhan pembangunan organisasi perempuan
berbasis keanggotaan dari berbagai sektor.
7
Komite Nasional Perempuan Mahardhika, Modul Sekolah Feminis Lanjutan 2
Perempuan Mahardhika, (t.k. : Komite Nasional Perempuan Mahardhika, 2014), 54.
8 Ibid,.
37
Pada tahun 2003 diselenggarakan konferensi sehari yang dihadiri oleh
aktivis perempuan dari berbagai sektor, yang kemudian menyepakati untuk
bersama membuat kelompok kerja yang mempersiapkan pembentukna sebuah
organisasi perempuan. Kelompok kerja itu bersana Mahardhika atau disingkat
"Pokja Perempuan Mahardhika", kemudian pada tahun 2006 menjadi Jaringan
Nasional Perempuan Mahardhika dan 2010 melalui kongres disepakati menjadi
Perempuan Mahardhika.9Secara resmi tanggal 8 Maret 2010 di Kota Yogyakarta
Perempuan Mahrdhika resmi berdiri.
Perempuan Mahardhika memiliki karakteristik tersendiri dalam nilai
perjuangan, menurut Vivi Widyawati:
Tidak ada perbedaan khusus dalam hal isu, kami sama-sama memperjuangkan hak-hak perempuan. Perbedaannya adalah perspektif dalam menganalisa masalah-masalah yang dihadapi oleh kaum perempuan. Bagi Perempuan Mahardhika perjuangan pembebasan perempuan tidak bisa dilihat hanya dari satu sisi saja yaitu bebas penindasan patriarkhi tetapi juga harus bebas dari penindasan ekonomi yang memiskinkan. Dan kedua persoalan pokok tersebut hanya bisa diatasi dengan perjuangan politik independen.10
Sejak digagas hingga resmi berdiri sebagai ormas, Perempuan Mahardhika
memliki misi. Misi jangka panjang adalah memperjuangkan kesetaraan dan
kesejahteraan bagi perempuan untuk bebas dari penindasan berbasiskan gender,
perbedaan warna kulit, perbedaan keyakinan, kelas, ekonomi, perbedaan orientasi
seksual, usia, bentuk tubuh dan kemampuan dirinya. Dan untuk misi jangka
pendek adalah membangun komunitas-komunitas perempuan dan
9 Vivi Widyawati, Wawancara, Lewat E-mail, 22 Januari 2016, 07.00.
10 Ibid.
38
mengkonsolidasi gerakan perempuan dan menyebarluaskan kesadaran
feminisme.11
Sebelum resmi menjadi ormas, tantangan yang paling berat adalah proses
dari Pokja (kelompok kerja) menjadi organisasi Perempuan Mahardhika, karena
sejak awal organisasi Perempuan Mahardhika dikonsepkan untuk bisa mewadahi
kepentingan perempuan dari berbagai sektor dan juga memperjuangkan agar
perjuangan perempuan menjadi bagian dari sektor buruh, tani, mahasiswa,
kelompok masyarakat kecil dan lainnya.
Dengan mengusung keyakinan akan kesetaraan bagi perempuan diseluruh
sektor, Perempuan Mahrdhika berkonsentrasi pada gerakan melawan penindasan
terhadap perempuan, melawan kapitalisme, patriarki, dan militerisme. Sebagai
sebuah organisasi perempuan dengan konsep tersebut Perempuan Mahardhika
adalah organisasi ber-aliran Feminis. Feminisme merupakan teori dan pengalaman
juang dan sifatnya tak terpisahkan, artinya feminisme akan dapat dimengerti jika
derajat pemahaman dan pembelaan terhadap masalah-masalah perempuan
bertambah.
Pemahaman feminisme sebagai landasan teori dan pengalaman juang
membawa Perempuan Mahardhika mengusung pendidikan feminisme sebagai
dasar dari kesetaraan. Perempuan Mahardhika menggelar Sekolah Feminis
sebagai bagian dari kontribusi mereka terhadap proses menuju kesetaraan bagi
laki-laki maupun perempuan. Meskipun beraliran feminisme, Perempuan
11 Ibid.
39
Mahardhika tidak bias gender untuk mendiskriminasi kaum laki-laki. Perlawanan
mereka adalah kepada sistem, budaya, dan aturan-aturan patriakis.
Selain menindas kaum perempuan, patriarki juga membuat perempuan
hanya berkutat dan tidak bisa keluar dari ranah privat. Wilayah publik, yang
terdiri atas pranata publik, negara, pemerintahan, pendidikan, media, dunia bisnis,
kegiatan perusahaan, perbankan, agama, dan kultur, di hampir semua masyarakat
dunia didominasi laki-laki. Yang jelas, ada perempuan individu yang memasuki
dan mungkin pada akhirnya memimpin pranata semacam itu, namun di
mana-mana tidak ada perempuan sebagai satu kelompok yang menjalankan kekuasaaan
dan pengaruh di wilayah publik dalam cara yang sama seperti yang dilakukan
laki-laki.12 Inilah sistem yang patriarki yang berjalan dan mendikotomi
perempuan hanya dalam ranah privat.
Dalam sudut pandang gender hilangnya wujud dari kesetaraan gender:
Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang setara dan memiliki
kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak- hak asasi dan potensinya
bagi pembangunan di segala bidang kehidupan, mempengaruhi munculnya
gerakan dari salah satu jenis kelamin, yang dalam hal ini adalah perempuan
membangun sebuah gerakan yang menuntut ruang bagi kaumnya.
Kaitan antara gender dan politik adalah aspek utama dan dominan. Dalam
politik, gender merupakan aspek dominan. Secara gender konstruksi patriarki
dalam budaya masyarakat mempengaruhi proses kekuasaan termasuk dalam hal
politik, posisi laki-laki sebagai penguasa dalam ruang publik dan pelaksana sistem
12
Julia Cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, terj. Hertian Silawati, (Yogyakarta :
Purtaka Pelajar, 2007), 106.
40
politik mendiskriminasi perempuan dan mendikotominya memasuki ranah
domestik.
Berdirinya Perempuan Mahardhika merupakan bentuk reaksi timpangnya
kesetaraan dalam gender yang menindas perempuan akhirnya disikapi melalui
keinginan membangun ruang politik untuk aksi dan kontribusi perempuan dalam
bentuk politik. Keberadaan ormas Perempuan Mahardhika merupakan wujud dari
wadah yang mengakomodir kepentingan dan kebutuhan isu-isu perempuan.
Politik yang seksis turut mempengaruhi akses perempuan dalam politik,
wujud dari seksisme dalam politik adalah sulitnya perempuan turut serta dalam
proses pengambilan kebijakan yang memihak perempuan, adanya kebijakan yang
menindas kebebasan perempuan dan persoalan isu-isu perempuan yang dianggap
remeh. Ormas Perempuan Mahardhika lahir sebagai bentuk kesatuan masyarakat
yang menginginkan kembalinya kesetaraan gender.
Perempuan Mahardhika sendiri merupakan organisasi yang beraliran
feminisme, dengan karakteristik perjuangan feminisme liberal dimana adanya
persamaan hak untuk perempuan dapat diterima melalui cara yang sah dan
perbaikan perbaikan dalam bidang sosial, dan berpandangan bahwa penerapan
hak-hak wanita akan dapat terealisasi jika perempuan disejajarkan dengan
laki-laki. Serupa dengan yang dicita-citakan dalam tujuan berdirinya Perempuan
Mahardhika sebagai organisasi yang menjadi wadah mewujudkan masyarakat
yang setara dan sejahteradalam memenuhi hak-hak kaum perempuan dalam
bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, seksual, reproduksi, dan lingkungan
41
kepercayaan, ras, etnis, orientasi seksual, warna kulit, bentuk tubuh, usia, status
perkawinan, jenis pekerjaan dan kemampuan fisik yang berbeda.
2. Data dan Analisis Upaya Gerakan Politik Ormas Perempuan Mahardhika Pembebasan perempuan dimulai dari titik pengetahuan perempuan
akan dirinya sendiri. Selaian membangun kesadaran akan kebutuhan
feminisme dalam kehidupan sosial, Perempuan Mahardhika membumikan
isu-isu tentang perempuan dan membentuk diskusi untuk membaca persoalan
perempuan dalam segala wilayah. Perempuan Mahrdhika membangun
perlawanan terhadap seksisme yang dialami perempuan dalam berbagai
sektor.
Sejak tahun 2008 Perempuan Mahrdhika mencetuskan pendidikan
feminisme sebagai bagian dari proses kesetaraan dalam masyarakat. Selain itu
pendidikan feminisme yang digagas oleh Perempuan Mahardhika merupakan
upaya pengenalan perempuan terhadap dirinya sendiri, sehingga perempuan
mampu untuk menganalisa kondisi perempuan terkini di sekitarnya.
Pendidikan feminisme yang diberi nama Sekolah Feminis pertama kali
diselenggarakan di kota Yogyakarta pada tahun 2008. Dan kurikulum yang
digunakan dalam pendidikan feminisme tersebut adalah:13
Sebagai kurikulum wajib dalam ajang pendidikan feminisme
Perempuan Mahardhika adalah materi tentang masalah-masalah kaum muda
13
Lihat lampiran no. 2 tentang kurikulum sekolah feminis.