• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomika Vol.1 No.1 Juni 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekonomika Vol.1 No.1 Juni 2012"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN: Nomor ISSN : 2338-4123

Volume 1, Nomor 1, Juni 2012

Jurusan Ekonomi Pembangunan

FAKULTAS EKONOMI

Universitas Malikussaleh

Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Setelah Pemekaran Wilayah Kabupaten Bener Meriah

Alwin Teniro & Khairil Anwar

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur di Provinsi Aceh

Faisal Matriadi

Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Suku Bunga Deposito Terhadap Alokasi Dana Kredit Bank Umum di Indonesia

Fikriah & Musrita Dwi

Community Involvement in Urban Infrastructure Development Planning in Indonesia During The New Order Period

A Review Of Permendagri No. 9/1982 I c h s a n

Analisis Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh

Jariah Abu Bakar

Analisis Faktor-Faktor Ekonomi dan Sosial yang Mempengaruhi Fertilitas di Provinsi Aceh

Muhammad Nasir

Evaluasi Kebijakan Pemerintah dalam Peran Sertanya Mengatasi Polusi Udara di Kota Yogyakarta

Sulistya Rini Pratiwi

Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara

Yeni Irawan

Analisis Perumusan Visi dan Misi Pembangunan Daerah

Studi Kasus Provinsi Lampung Y u l B a h r i

Kredit Bank Perkreditan Rakyat dan Pengaruhnya pada Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kota Banda Aceh

Y u r i n a

JURNAL

K

o n o m

I K

a

(2)
(3)

ISSN: 2338-4123

Volume 1, Nomor 1, Juni 2012

Jurusan Ekonomi Pembangunan

FAKULTAS EKONOMI

Universitas Malikussaleh

Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Setelah Pemekaran Wilayah Kabupaten Bener Meriah

Alwin Teniro & Khairil Anwar

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur di Provinsi Aceh

Faisal Matriadi

Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Suku Bunga Deposito Terhadap Alokasi Dana Kredit Bank Umum di Indonesia

Fikriah & Musrita Dwi

Community Involvement in Urban Infrastructure Development Planning in Indonesia During The New Order Period

A Review Of Permendagri No. 9/1982

Ichsan

Analisis Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh

Jariah Abu Bakar

Analisis Faktor-Faktor Ekonomi dan Sosial yang Mempengaruhi Fertilitas di Provinsi Aceh

Muhammad Nasir

Evaluasi Kebijakan Pemerintah dalam Peran Sertanya Mengatasi Polusi Udara di Kota Yogyakarta

Sulistya Rini Pratiwi

Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara

Yeni Irawan

Analisis Perumusan Visi dan Misi Pembangunan Daerah

Studi Kasus Provinsi Lampung

Yul Bahri

Kredit Bank Perkreditan Rakyat dan Pengaruhnya pada Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kota Banda Aceh

Y u r i n a

JURNAL

K

o n o m

I K

a

(4)

ADVISORY BOARD Rektor Universitas Malikussaleh Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh

EDITORS Yulbahri (Chief) Jariah Abu Bakar (Managing Editor) Damamhur, Khairil Anwar, Hijri Juliansyah, Yurina

REVIEWERS Apridar, Tarmidi Abbas, Asnawi, Ichhsan Aliasuddin, Muhammad Nasir, Sabri Abd Madjid

EDITORIAL SECRETARY Cut Putri Meillitasari, Umaruddin Usman Munardi, Roslina, Salmi

EDITORIAL OFFICE

Kantor Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Kampus Bukit Indah, Lhokseumawe Telp/Fax: 0645-41373/44450 Email: ekonomika@fe-unimal.org http://www.fe-unimal.org/jurnal/ekonomika

JURNAL EKONOMIKA INDONESIA

Diterbitkan oleh Jurusan Ekonomi Pembangunan FE-Unimal Bekerja sama dengan Ikatan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Cabang Lhokseumawe

JURNAL

K

o n o m

I K

a

(5)

Daftar Isi

The Development of Employee at Malikussaleh University, Lhokseumawe

D a h r u m 395

Pengaruh Manfaat Relasional terhadap Keputusan Berbelanja Secara Online pada Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe

H a m d i a h 411

Analisis Kluster Komoditi Karet di Kabupaten Aceh Utara

Jullimursyida, Mawardati, Mariyudi dan Yulius Dharma 421 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap

Pendapatan Daerah Kota Lhokseumawe

Khairil Anwar 429

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Pegawai pada Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertanaman (DPKP)Kabupaten Aceh Utara

Marbawi Adamy dan Eddy Mulyadi 437

Pengaruh Tingkat Pendapatan Pegawai Negeri Sipil terhadap Permintaan Kredit Konsumtif di Kota Lhokseumawe

M a r z u k i 447

Nilai Perusahaan dan Hubungannya dengan Kepemilikan Manajerial, Set Peluang Investasi, dan Dewan Komisaris

Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Muhammad Arfan dan Azimah Dianah 463

Teaching Management for The Lecturers of Economics Faculty of Malikussaleh University, Lhokseumawe

Sayni Nasrah 477

Perilaku Konsumen, Keputusan Pembelian, dan Kepuasan Konsumen

Y a n i t a 495

Dampak Dana Bergulir BRR NAD–Nias terhadap Pendapatan Penerima Manfaat pada Lembaga Keuangan Mikro di Provinsi Aceh

Yeni Irawan 511

Pengaruh Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah Setelah Pemekaran Wilayah Kabupaten Bener Meriah

Alwin Teniro & Khairil Anwar 1

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur di Provinsi Aceh

Faisal Matriadi 17

Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar dan Suku

Bunga Deposito Terhadap Alokasi Dana Kredit Bank Umum di Indonesia

Fikriah & Musrita Dwi 33

Community Involvement in Urban Infrastructure Development Planning in Indonesia During The New Order Period

A Review Of Permendagri No. 9/1982

I c h s a n 49

Analisis Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh

Jariah Abu Bakar 61

Analisis Faktor-Faktor Ekonomi dan Sosial yang Mempengaruhi Fertilitas di Provinsi Aceh

Muhammad Nasir 73

Evaluasi Kebijakan Pemerintah dalam Peran Sertanya Mengatasi Polusi Udara di Kota Yogyakarta

Sulistya Rini Pratiwi 89

Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Aceh Utara

Yeni Irawan 101

Analisis Perumusan Visi dan Misi Pembangunan Daerah

Studi Kasus Provinsi Lampung

Y u l B a h r i 121

Kredit Bank Perkreditan Rakyat dan Pengaruhnya pada

Perkembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kota Banda Aceh

(6)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD... J u R n A l E K O n O M I K A I n D O n E S I A

Volume 1, Nomor 1, Juni 2012 ISSN: 2338-4123

Hal. 1-11

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

terhadap Pendapatan Asli Daerah Setelah

Pemekaran Wilayah Kabupaten Bener Meriah

Alwin Teniro

Dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Gajah Putih, Takengon

Khairil Anwar

Dosen pada Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe

Purpose of this study was to determine the effect of Local Taxes and Levies against Revenue Regency. The data used in this study by using time series data for 16 years, which was in 1996-2011. Object under study is the

result of the government’s inancial statements district on Regional Taxes

and Levies and PAD in the form of half of the sixteen years 1996-2011

consists of 32 semester. The inancial statements for 32 semesters used as

data in the study. The collected data is secondary data and data processing techniques using multiple linear regression. The results showed variation in the ability of the independent variables (local taxes and levies as well as the expansion area) in explaining the effects on PAD Central Aceh District for

the remaining 92,7% of 7,2% is inluenced by other variables not examined

in this study. From the value of R and R-Square can be concluded that the

linear regression model speciications are tested well enough.

(7)

Alwin Teniro & Khairil Anwar

PEnDAHuluAn

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dengan essensi kebijakan otonomi daerah yang bergulir dewasa ini telah menempatkan Kabupaten/Kota sebagai titik berat otonomi nampaknya akan memberi harapan yang lebih baik bagi daerah untuk dapat mengembangkan diri. Mardiasmo (2002), menyatakan bahwa pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan eisiensi, efektiitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia.

Konsekuensi dari diberlakukannya otonomi daerah dan desentralisasi iskal ini adalah Pemerintah Pusat akan menyerahkan wewenang dan tanggungjawab yang lebih besar dalam hal pembiayaan, personalia, dan perlengkapan kepada pemerintah daerah, dan pemerintah daerah harus dapat mengurus rumah tangganya sendiri terutama dalam mengelola keuangan daerah sesuai dengan tujuan dari otonomi yaitu untuk menciptakan kemandirian daerah.

Penerimaan pemerintah yang paling sentral adalah pajak, sumbangan pajak bagi anggaran pemerintah sangat besar, sehingga peran pajak begitu sentral. Untuk itu pemerintah selalu berupaya meningkatkan pendapatan dari sektor pajak, melalui upaya-upaya pemberantasan maia pajak. Pemerintah saat ini memperbaiki sistem pajaknya karena sistem lama dianggap banyak mempunyai kelemahan-kelemahan ini dilakukan untuk mengamankan pendapatan negara dari sektor pajak agar tidak bocor, upaya ini dilakukan agar penerimaan negara dari pajak dari tahun-tahun terus meningkat.

Gambaran citra kemandirian daerah dalam otonomi daerah dapat diketahui dari seberapa besar kemampuan dari pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan daerah, dan

pelayanan kepada masyarakat daerah. Dalam penciptaan kemandirian daerah sebagai tujuan dari otonomi daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor pajak daerah dan retribusi daerah.

Pembiayaan daerah dahulu, berasal dari pemerintah pusat saja. Dengan adanya otonomi, pembiayaan tidak hanya berasal dari pusat saja akan juga berasal dari daerahnya sendiri, sehingga pemerintah daerah berusaha meningkatkan pendapatan asli daerah itu sendiri. Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah pemerintah berusaha memperbaiki sistem pajak daerah dan retribusi daerahnya. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan pendapatan yang paling besar yang diperoleh daerah.

Pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta peraturan pelaksanaan lainnya termasuk peraturan daerah. Dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) terlihat bahwa kontribusi terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah bersumber dari pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu unsur terpenting dan merupakan kontribusi daerah ini perlu untuk Pendapatan Asli Daerah, untuk itulah peranan pajak daerah dan retribusi daerah ini perlu untuk daerah memberikan sumbangan yang besar dalam perolehan daerah.

Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa: 1. Kepastian tersedianya pendanaan

dari pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan;

(8)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD...

perimbangan lainnya.

3. Hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan. Kemudian menurut pasal 157 dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sumber pendapatan daerah terdiri atas:

a. Pendapatan asli daerah yang selanjut-nya disebut PAD, yang terdiri dari: hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah;

b. Dana perimbangan;

c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Tekad pemerintah pusat untuk mening-katkan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya bersumber dari prinsip dasar yang terkandung dalam UUD 1945 Pasal 18 yang berbunyi : Pemerintah daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintah Negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa. UUD 1945 pasal 18 tersebut dipertegas dengan lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.

pemerintah di daerah prinsipnya adalah untuk lebih memberdayakan gunakan peran serta partisipasi pemerintah dan masyarakat di daerah dalam meningkatkan pembangunan wilayah. Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah.

Abdulah (2007) menyatakan pajak daerah merupakan pendapatan Asli daerah yang berasal dari pajak. Lebih lanjut Simanjuntak (2003) menyatakan bahwa pajak daerah adalah pajak-pajak yang dipungut oleh daerah-daerah seperti Provinsi, Kabupaten/ Kota berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing.

Kesit (2003) menyatakan pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipakai berdasarkan Undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.

(9)

Alwin Teniro & Khairil Anwar

Terakhir pemerintah menerbitkan Undang-undanga Nomor. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dalam Undang-undang tersebut dijelaskan tentang pembagian hasil pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta pembagian beberapa penerimaan Negara.

TInJAuAn TEORITIS

Menurut Mardiasmo (2002) “Pendapatan

Asli Daerah adalah penerimaan yang

diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”.

Di dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Pendapatan Asli Daerah sendiri terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Klasiikasi Pendapatan Asli Daerah yang terbaru berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Sebagai salah satu tujuan yang hendak dicapai di dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi Daerah, jargon tentang kemandirian Daerah bukan hal yang baru. Secara teoritis pengukuran kemandirian Daerah diukur dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 disebutkan bahwasanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari :

1. Pajak Daerah merupakan pungutan daerah menurut peraturan daerah yang dipergunakan untuk membiayai urusan

rumah tangga daerah sebagai badan hukum publik.

2. Retribusi Daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena memperoleh jasa atau pekerjaan atau pelayanan pemerintah daerah dan jasa usaha milik daerah bagi yang berkepentingan atas jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung.

3. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah ialah bagian keuntungan atau laba bersih dari perusahaan daerah atas badan lain yang merupakan badan usaha milik daerah. Sedangkan perusahaan daerah adalah perusahaan yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

(10)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD...

Pajak Daerah menurut undang-undang

nomor 34 tahun 2000 Tentang jenis pajak daerah, adalah:

1. Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi)

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air.

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan kendaraan diatas air.

c. Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor.

d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 2. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten)

a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Pengambilan Bahan galian Golongan C

g. Pajak Parkir

Retribusi Daerah seperti yang dijelaskan

pada Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 pasal 1 ayat 2 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Selanjutnya dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 pasal 18 ayat (2) golongan retribusi terdiri dari 3 golongan dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 21 yaitu:

1. Retribusi Jasa Umum.

Pemekaran Daerah mengakibatkan

perubahan pola perkembangan wilayah. Dalam kurun waktu sepuluh tahun sejak keluarnya Undang-undang otonomi daerah Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah (PP) pemekaran daerah jumlah daerah otonom hamper belipat dua terhitung sejak tahun 1999 telah terbentuk daerah otonom baru sebanyak 205 buah yang terdiri dari 7 Provinsi, 164 kabupaten dan 34 Kota. Dengan perkataan lain terjadi peningkatan 64% dari jumlah daerah otonom tahun 1998 atau secara rata-rata dalam satu tahun lahir 20 daerah otonom baru, Djoko Hermanto, (2011).

Pemekaran daerah di Indonesia adalah

(11)

Alwin Teniro & Khairil Anwar

berdasarkan konigurasi lahan, jenis tumbuhan, kepadatan penduduk atau gabungan dari cirri-ciri tersebut.

Robinson (2005). Pelaksanaan Pemekaran Wilayah yaitu untuk dapat mewujudkan terselenggaranya otonomi daerah yang 1). Nyata yaitu dalam urusan pemerintah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pembangunan 2) Dinamis yaitu sesuai dengan perkambangan dinamika masyarakat. 3) Serasi yaitu semua urusan dilaksanakan berdasarkan arahan dan kebijakan pemerintah pusat. 4) Tanggung Jawab yaitu tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pemekaran Wilayah Kabupaten Bener Meriah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2003 Pasal 8 tentang Pembentukan Kabupaten Bener Meriah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bahwa Kewenangan Kabupaten Bener Meriah mencakup kewenangan, tugas dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus bidang pemerintahan yang diserahkan sejalan kepada kabupaten induk sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan dengan penelitian ini menyatakan bahwa Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah dapat mempengaruhi peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Menurut penelitian Rina Rahmawati Ruswandi (2009) menunjukkan bahwa pajak daerah berpengaruh signiikan secara positif terhadap nilai Pendapatan Asli Daerah. Hasil regresi linier berganda menunjukan bahwa pajak daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, retribusi daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Riduansyah (2003) Kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap perolehan Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kota Bogor dalam

kurun waktu cukup signiikan dengan, menunjukkan DAU berpengaruh positif yang tidak signiikan terhadap upaya pajak daerah, sedangkan penerimaan selain DAU dan pajak daerah berpengaruh negatif yang tidak signiikan.

Nugroho, Dkk (2011) dengan Judul Penelitian Pengaruh Penerimaan Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (Analisis Terhadap Kota Batu Periode Januari 2008 - Juni 2010). Hasil Penelitian 1). Secara parsial pajak daerah berpengaruh positif dan signiikan terhadap pendapatan asli daerah, sedangkan retribusi daerah berpenmngaruh positif dan tidak signiikan terhadap pendapatan asli daerah”. 2). Secara simultan pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh signiikan terhadap pendapatan asli daerah 3). Variabel bebas yang mempunyai pengaruh kuat terhadap variabel terikat pendapatan asli daerah adalah variabel pajak daerah (X1)

Gambar 1.3 Kerangka Konseptual

METODOlOGI PEnElITIAn

Penelitian ini dilakukan pada Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dengan alasan penelitian yang sejenis belum pernah diteliti di kabupaten Aceh Tengah sehingga dapat mempermudah melakukan penelitian.

Objek yang diteliti adalah hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Analisis yang digunakan adalah Analisis regresi linier berganda.

(12)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD...

Mengunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat ex post facto yakni mempelajari fakta-fakta yang sudah ada. Prosesnya berupa mendiskripsikan dengan cara menginterprestasi data yang telah diolah. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data time series (runtut waktu) selama Tahun 1996 sampai dengan Tahun 2011 dalam semesteran, sehingga data n = 32 meliputi data: pajak daerah, retribusi daerah, Pendapatan Asli Daerah.

Teknik pengumpulan data dilakukan

dengan mengumpulkan berupa data dokumentasi yaitu data sekunder yang diperoleh dari dokumentasi, data BPKKD, Badan Pusat Statistik, BAPPEDA dan data primer yang diperoleh dari media dan lain-lain.

Teknik analisa data menggunakan

pendekatan kuantitatif yang bersifat (ex post facto) yakni mempelajari

fakta-fakta yang sudah ada. Prosesnya berupa mendiskripsikan dengan cara menginterprestasi data yang telah diolah. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data Time Series (runtut waktu) selama Tahun 1997 sampai dengan Tahun 2011 mulai bulan Januari sampai bulan Desember meliputi data: pajak daerah, retribusi daerah, dan pendapatan asli daerah Kabupaten Aceh Tengah. Statistik deskriptif bertujuan untuk mengembangkan atau menggambarkan proil data penelitian dan mengidentiikasi variabel-variabel pada setiap hipotesis. Statistik deskriptif yang

data harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung multikolonieritas, autokorelasi dan heteroskedastisitas.

Model Regresi linear Berganda

Menggambarkan tentang studi bagaimana variabel dependen dipengaruhi oleh satu atau lebih dari variabel independen dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi nilai rata-rata variabel dependen didasarkan pada nilai variabel independen yang diketahui.

Analisis regresi yang menjelaskan hubungan antara variabel dependen dan independen berkaitan erat dengan hubungan yang bersifat statistik, bukan hubungan yang pasti.

Menurut Widarjono (2005). Hubungan yang tidak pasti ini disebut hubungan yang acak (random atau stokastik) suatu model regresi berganda dengan hanya dua variabel independen dari suatu populasi dimana terdapat satu variabel yang dependen dapat dinyatakan sebagai berikut:

PAD = a+ ß PD+ ß RD + cD + ei

Dimana,

Y = Pendapatan Asli Daerah a, = Konstanta

(13)

Alwin Teniro & Khairil Anwar

akan diperoleh, realisasikan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Tengah pada tahunb 1996 dan 1997 Rp 1.257.440.000, sedangkan pada tahun 1998 turun sebesar Rp. 3.1622.000 dengan jumlah realisasi adalah Rp. 1.225.818.000, namun pada tahun 1999 terjadi kenaikan Rp. 1.654.803.000, dan di ikuti tahun 2000 sebesar Rp. 1.900.681.446 dan pada tahun 2001/2002 juga mengalami kenaikan, namum pada kedua tahun tersebut angka realisasi PAD Kabupaten Aceh Tengah mengalami kesamaan jumlah yaitu Rp. 2.618.694.434, dan diikuti tahun 2003 yang juga meningkat sebesar Rp. 6.944.749.435.

Terjadinya Pemekaran wilayah Kabupaten Bener Meriah pada tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah mengalami penurunan hal ini disebabkan wilayah Kabupaten Aceh Tengah semakin kecil sehingga terjadi penurunan sebesar Rp. 5.158.160.125. Setelah Pemekaran wilayah Kabupaten Bener Meriah maka Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 2005/2009 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Tengah justru mengalami peningkat dan tidak mempengaruhi Pemekaran wilayah Kabupaten Bener Meriah, hal ini dapat dilihat dari realisasi Pendapatan Asli Daerah yaitu sebesar Rp. 5.767.193.260, tahun 2006 Rp.10,195,089,222.00, Tahun 2007 Rp. 15.871.245.889, Tahun 2008 Rp. 16.580.990.641, Tahun 2009 Rp. 21.969.535.764, kemudian pada tahun 2010/2011 terjidi penurun Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh

Tengah dibandingkat dengan 2005/2009 jauh lebih baik, yaiu tahun 2010 Rp.18.535.162.504, Tahun 2011 Rp. 20.780.854.963. Dari data realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Aceh Tengah menunjukan bahwa terjadi kanaikan dan penurunan Pendapatan Asli Daerah.

Perkembangan Pajak Daerah Sebelum Dan Sesudah Pemekaran Kabupaten Bener Meriah

Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Seiring dengan diterapkannya otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengelola pajak masing-masing, begitupun dengan Kabupaten Aceh Tengah, seperti terlihat pada Tabel 1.

Berdasarkan data, dapat dilihat potensi pajak daerah dari tahun 2004-2011 Kabupaten daerahnya masing-masing sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah yang berfungsi untuk membiayai rumah tangga daerah yang bersangkutan. Setiap daerah memiliki potensi pajaknya masing Aceh Tengah yang mengalami peningkatan yaitu tahun 2004 terjadi penurunan dikarenakan pada akhir tahun 2003 Kabupaten Aceh Tengah dipecah menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah sebesar Rp. 850.629.349 dari Pendapatan Asli Daerah, tahun 2005 dan

Tabel 1

Perkembanga Pajak Daerah di Kabupaten Aceh Tengah Setelah Pemekaran Kabupaten Bener Meriah Tahun 2004-2011

Tahun Anggaran PAD Pajak Daerah

(14)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD...

tahun 2006 Pendapatan Pajak sebesar Rp. 685.735.888 dan 2007 dengan realisasi Rp.940.546.161, pada tahun 2008, dengan realisasi Rp.1.208.415.323 pada tahun 2009, sebesar dengan realisasi Rp.1.582.600.904 pada tahun 2010 Rp.2.098.647.070 dan pada tahun 2011, sebesar yaitu Rp.4.022.397.348.

Perkembangan Retribusi Daerah Sebelum Dan Sesudah Pemekaran Kabupaten Bener Meriah

Retribusi daerah merupakan retribusi yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Seiring dengan diterapkannya otonomi daerah, setiap daerah memiliki kewenangan untuk mengelola pajak daerahnya masing-masing sebagai salah satu komponen PAD yang berfungsi untuk membiayai rumah tangga daerah yang bersangkutan. Setiap daerah memiliki potensi pajaknya masing-masing, begitupun dengan Kabupaten Aceh Tengah. Adapun potensi Retribusi daerah yang dimiliki oleh Kabupaten Aceh Tengah dapat dilihat di Tabel 2.

Berdasarkan data, dapat dilihat potensi retribusi daerah dari tahun 2004-2011. Kabupaten Aceh Tengah yang mengalami peningkatan yaitu tahun 1997 retribusi daerah terus meningkat secara bertahap. Tahun 2004 terjadi penurunan dikarenakan pada akhir tahun 2003 kabupaten Aceh Tengah dipecah menjadi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah

tahun 2006 Pendapatan Retribusi Daerah sebesar Rp. 2.957.120.678 dan 2007 sebesar Rp. 5.584.164.311dan pada tahun 2008, sebesar Rp. 6.036.543.269, pada tahun 2009, sebesar Rp. 6.600.636.373 dan tahun 2010 sebesar Rp. 8.628.659.515 dan pada tahun 2011, Rp. 12.494.831.787.

Hasil estimasi Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Tengah

Estimasi data menggunakan model regresi linier berganda dimana variabel bebas yang diujikan adalah variabel pajak daerah dan variabel retribusi daerah serta variabel pemekaran wilayah sebagai variabel dummy yang menjelaskan perkembangan Pendapata Asli Daerah sebelum dan sesudah pemekaran, untuk menjelaskan data sebelum pemekaran wilayah Kabupaten Bener Meriah dari Kabupaten Aceh Tengah sebagai kabupaten induk diberi nilai 0 dan sesudah pemekaran diberi nilai 1 dimana batas yang diambil adalah pada semester pertama tahun 2006. Hasil estimasi sebagaimana disajikan pada Tabel 3

(15)

Alwin Teniro & Khairil Anwar

kenaikan Pendapata Asli Daerah sebesar Rp 603.

Koeisien regresi variabel retribusi daerah yang positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah dengan besaran koeisien sebesar 1.409 yang menggambarkan bahwa peningkatan dari penerimaan retribusi daerah sebesar Rp. 1.000 akan meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp. 1.409.

Dari perbandingan kedua variabel tersebut menunjukkan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memberikan pengaruh yang positif terhadap Pendapata Asli Daerah, namun retribusi daerah Secara umum dari hasil penelitian lapangan dapat diketahui bahwa sumbangan terbesar dalam

Tabel 3

Hasil Estimasi Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Aceh Tengah

Coeficientsa a. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Output SPSS (data diolah) 2012

Tabel 4

Hasil Pengujian Goodness of Fit

Model Summaryb

1 .927a .869 .873 1506455949

a. Predictors: (Constant), Pemekaran Wilayah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Output SPSS (data diolah) 2012

Tabel 5 uji F

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression

a. Predictors: (Constant), Pemekaran Wilayah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah b. Dependent Variable: Pendapatan Asli Daerah

Sumber: Output SPSS (data diolah) 2012

penerimaan retribusi daerah bersumber dari komoditi sektor perkebunan khususnya Kopi.

(16)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD...

0,363 sementara t hitung pada df = n – k (32 – 3 = 29) diperoleh ttabel sebesar ± 2.045 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pajak daerah berpengaruh positif terhadap Pendapata Asli Daerah. Sementara t hitung variabel retribusi daerah sebesar 2.536 > ±2.045 dengan demikian menunjukkan bahwa variabel retribusi daerah signiikan pengaruhnya dalam meningkatkan penerimaan Pendapata Asli Daerah Kabupaten Aceh Tengah.

Pengujian simultan dilakukan dengan

membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Hasil pengujian sebagaimana Tabel 5.

Lebih lanjut dilakukan uji F untuk melihat pengaruh pajak daerah, retribusi daerah dan Pemekaran wilayah Kabupaten Aceh Tengah secara simultan terhadap PAD. Dari hasil pengelolaan data seperti pada tabel 5.8 diperoleh Fhitung 56.676 dengan sig F = 0,000. Pada v1 = 3 dan v2 = 28 Ftabel = 2,92. Hasil tersebut menunjukan bahwa Fhitung 56.676> Ftable 2,92 maka hasil dari regresi menunjukan bahwa Pajak Daerah, Retribusi Daerah Kabupaten Aceh Tengah secara simultan berpengaruh positif dan signiikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.

KESIMPulAn

Berdasarkan hasil pengumpulan dan pengelolahan data, maka penelitian ini dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:

signiikan memberikan dampak kepada Kabupaten Aceh Tengah

Pengujian goodness of it bertujuan

untuk melihat apakah spesiikasi model regresi yang diujikan menunjukkan sudah cukup baik. Hasil pengujian terlihat pada Tabel 4.

Berdasarkan hasil pengujian dijumpai R sebesar 0.927 yang menunjukkan korelasi antara variabel pajak daerah dan retribusi daerah dengan Pendapata Asli Daerah dalam model yang diujikan sebesar 92,7% selebihnya Pendapata Asli Daerah berhubungan dengan variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

Nilai R-Square sebesar 0.859 yang menunjukkan variasi kemampuan variabel bebas (pajak daerah dan retribusi daerah serta pemekaran wilayah) dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap Pendapata Asli Daerah Kabupaten Aceh Tengah sebesar 85,9% sisanya sebesar 14,1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Dari nilai R dan R-Square dapat disimpulkan bahwa spesiikasi model regresi linier berganda yang diujikan sudah cukup baik.

Pengujian parsial dilakukan untuk

(17)

Alwin Teniro & Khairil Anwar

SARAn

Berdasarkan kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan untuk penyempurnaan penelitian ini, disarankan:

1. Agar Pendapatan Asli Daerah dapat meningkat terutama yang bersumber dari Pajak Daerah maka pemerintah Kabupaten Aceh Tengah perlu meningkatkan upaya dalam pemungutan Pajak Daerah, Retribusi Daerah secara intensif dan lebih aktif.

2. Setiap kepala Satuan Kerja Pemerintah Kabupaten (SKPK) harus menyadari kedudukan dan kemampuan unit kerjanya dalam mengelola potensi dan target Pendapatan Asli Daerah.

(18)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD...

REFEREnSI

Abdul Halim. (2007) Akutansi Keuangan Daerah. Selembang Empat. Jakarta

Anggraeni Rima (2009), “Analisis Penerimaan Pajak Daerah Dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah dan Kesejahteraan Hidup Masyarakat Kota Malang”, Jurusan Akutansi, Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang.

Davey, K. J. (1988). Pembiayaan Pemerintah daerah: Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga. Terjemahan Anarullah. Dkk. UI-Press. Jakarta

Devas, et al. (1988). Keuangan Pemerintah daerah di Indonesia. Terjemahan Maris maris. UI-Press. Jakarta

Djajadiningrat S.I, sebagaimana dikutip oleh Achmad Tjahjono dan Muhammad F. Husain, Perpajakan (Yogyakarta: Akademika Manajemen Perusahaan YKPN, (1997).

Ghozali, Imam (2006). Statistik Multivariat SPSS. Penerbit BP Universitas Diponegoro.

Husain, Perpajakan. Yogyakarta: Akademika Manajemen Perusahaan YKPN (1997).

Imamunah Mutura dan Akbar Rusdi (2008) Flypaper Effect Pada Dana Alokasi Umum (Dau) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Daerah Pada Kabupatenkota Di Pulau Sumatera

imarho.iles.wordpress.com/2011/09/proil-kabupaten-aceh-tengah.docx

Kesit, Bambang Prakosa (2003). Pajak dan Retribusi Dearah. UII Press. Yogyakarta.

Koswara, E. (2001). OtonomiDaerah Untuk Demokrasi dan Kemandirian Rakyat. Yayasan Pribadi. Jakarta

Mardiasmo. (2002). Perpajakan Edisi Revisi 2002. Andi Yogyakarta, Yogyakarta.

(19)

Alwin Teniro & Khairil Anwar

Redjo, Samargio Ibnu (1998). Keuangan Pusat dan Derah. BKU Ilmu Pemerintahan Fakultas Ekonomi Pescasarjana Keserjanaan Unversitas Padjajaran. Bandung.

Robinson Tarigan (2005) Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara.

Riduansyah Mohammad (2003). Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) http:// respository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/977183

Ruswandi Rina Rahmawati (2009). Analisis Pengaruh Pajak Daerah Terhadap Pendatan Asli Daerah. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/1234567 89/14357.pdf

Suparmoko. (2002). Ekonomi Publik Untuk Keuangan Negara. Rineka Cipta Jakarta.

Simanjuntak, Oloan (2003). Hukum Pajak. Nomensen-Press. Jakarta

Sumit. Rohmat. (1987). Azas dan dasar Perpajakan. Eresco.Bandung.

Syamsi, Ibnu. (1994). Dasar-Dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. Rineka Cipta. Jakarta

Soemitro Rochmat, sebagaimana dikutip oleh Mardiasmo (2002). Perpajakan (Yogyakarta): Andi Yogyakarta.

Sukandarrumidi (2002). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Situngkir Anggiat, Manurung John Sihar (2009).Efek Memiliki Pendapatan Daerah, Pengalokasian Dana Umum, dan Dana Khusus Pada Belanja Modal.

Syukri Muhammad, Wahab Arslan Abd dan Tanwir (2012). evaluasi PAD dan PBB-P2 triwulan pertama di operation. www.acehtengahkab.go.id/wp-content/uploads/2011/07/Bab34.pdf.

Widarjono Agus, (2005). Ekonometrika Teori dan Aplikasi ,Yogyakarta: Ekonosia

Widhi Ardiasyah, Indra “Analisis Kontribusi Pajak Hotel Dan Restoran Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Purworejo Tahun 1989 -2003”, skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2005, hml 63-64

..., Undang-Unadang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Pajak DanRetribusi Sebagai

Perubahan UU No. 18 tahun 1997. Dengan Diberlakukannya UU No. 34 tahun 2004

..., Undang-Unadang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.

..., Undang Undang Nomor 34 Tahun 2000 Pasal 1 Ayat 2 Undang Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 18 Ayat (2) Golongan Retribusi.

(20)

Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap PAD...

..., Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah.

..., Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah

..., Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000. Daerah Otonom dan Pemekaran Wilayah.

(21)
(22)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

J u R n A l E K O n O M I K A I n D O n E S I A

Volume 1, Nomor 1, Juni 2012 ISSN: 2338-4123

Hal. 17-31

Analisis Kemiskinan Masyarakat

Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan

Wilayah Pantai Timur di Provinsi Aceh

Faisal Matriadi

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe

Poverty between regions in Aceh still quite obvious. This study investigates the levels of poverty that exist between regions in the province of Aceh. The data used are secondary data from the number of poor people, the highest education attained, the number of illiterate people and inter-regional IPM. From the data it was found that there are striking disparities between areas of poverty that exist in the region of Aceh Province. East Coast region is the region that has the lowest poverty rates followed by the central region, while the West Coast is a region with the highest poverty rates. To avoid the poverty gap between regions in Aceh recommended that the Government of Aceh natural fairer development budget allocated to these three areas as well as doing a fair development policies for the three regions.

(23)

Faisal Matriadi

lATAR BElAKAnG

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebuah provinsi dalam wilayah negara Republik Indonesia. Provinsi ini memiliki wilayah seluas 57.365,57 Km2 dan berbatasan langsung dengan Negara lain seperti Malaysia dan Hindia. Sebelah utara Provinsi ini berbatasan dengan Laut Andaman (Hindia), sebelah timur dengan Selat Melaka (Malaysia), sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, dan sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia.

Secara alamiah provinsi ini di anugerahi dengan endowment factor yang sangat banyak dan merupakan provinsi terkaya ke tiga di Indonesia. Tetapi kenyataannya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah provinsi termiskin kedua setelah Propinsi Papua di Indonesia. (World Bank Report, 2005).

Secara umum Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terbagi dalam tiga wilayah yaitu wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur. untuk lebih jelas distribusi penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dapat kita lihat pada Tabel 1.

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam jumlah penduduk miskin pada tahun 1999 sebanyak 21,72 persen. Jumlah penduduk miskin terus meningkat meningkat menjadi 28,47 persen pada tahun 2004 (BPS, 2004 dan World Bank Institute, 2002).

Pada tahun 2005 penduduk miskin belum beranjak dari angka 28,69 persen (atau sekitar 1,1664 juta jiwa). Kondisi ini merupakan keadaan pasca bencana gempa bumi dan tsunami yang menghancurkan wilayah-wilayah pesisir. Setahun berikutnya (tahun 2006) keadaan tidak jauh berbeda, dimana penduduk miskin mencapai 1,1497 juta jiwa atau 28,28 persen dari populasi penduduk. Kemudian pada tahun 2007 penduduk miskin berkurang menjadi 26,65 persen atau 1,0837 juta jiwa (BPS, 2007). Kondisi kemiskinan yang terjadi provinsi ini semakin parah dengan terjadinya

kesenjangan antar wilayah yaitu wilayah pantai barat dan wilayah tengah jauh lebih miskin dibandingkan dengan wilayah pantai timur. Kesenjangan yang terjadi antar kawasan ini telah memicu konlik baru antara wilayah pantai barat dan wilayah tengah dengan wilayah pantai timur.

Masyarakat yang berada pada wilayah Pantai Barat dan wilayah Tengah menuntut pemekaran wilayah melalui pendirian provinsi baru yaitu Provinsi ALA untuk Wilayah Tengah dan Provinsi ABAS untuk wilayah Pantai Barat sebagai perwujudan kekecewaan terhadap Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang dianggap tidak adil dalam pembangunan wilayah Pantai Barat, wilayah Tengah dan wilayah Pantai Timur.

Dari kondisi di atas maka penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Sejauh mana perbedaan kesenjangan kimiskinan antara tiga wilayah yang ada di Provinsi Aceh.

2. Bagaimana kebijakan yang harus di ambil oleh Pemerintah Provinsi Aceh untuk mereduksi kesenjangan kemiskinan antar wilayah tersebut.

Dari beberapa pertanyaan tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk:

1. Menganalisis perbedaan kemiskinan yang terjadi antara wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur Provinsi Aceh.

2. Memberikan saran kepada pihak terkait terutama Provinsi Aceh dalam upaya mereduksi kesenjangan kemiskinan yang terjadi antara WilayahPantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur Provinsi Aceh.

TInJAuAn TEORITIS

(Gönner dkk. 2007a, Haug), medeinisikan

kemiskinan yang mereka rumuskan yakni

(24)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

ini terbukti sangat berguna untuk mengukur persepsi kemiskinan setempat dan meng-analisis berbagai dimensi kemiskinan.

Untuk menangkap berbagai konsep dan atribut kemiskinan, Gönner dkk. (2007) membuat konsep multidimensi yang bertumpu pada ide “pendekatan

kepercayaan diri yang rendah dan ketidakberdayaan (World Bank Institute, 2002:2).

Berdasarkan penelitian Partisipatory Poverty Assesment (PPA1) dan PPA2 (Word Bank, 1994 dan AMREF-GOK, 1997), mndeinisikan kemiskinan sebagai

Tabel 1

Jumlah Penduduk nanggroe Aceh Darussalam Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Kelamin

Tahun 2007

No Wilayah Laki-Laki Perempuan Total Pantai Barat

1 Kabupaten Simeulue 40.519 37.870 78.389 2 Kabupaten Aceh Barat 76.932 73.518 150.450 3 Kabupaten Aceh Jaya 31.515 29.145 60.660 4 Kabupaten Nagan Raya 61.609 62.134 123.743 5 Kabupaten Aceh Barat Daya 56.809 58.867 115.676 6 Kabupaten Aceh Selatan 93.684 97.855 191.539

Wilayah Tengah

7 Kabupaten Aceh Tengah 81.016 79.533 160.549 8 Kabupaten Bener Meriah 53.168 52.980 106.148 9 Kabupaten Gayo Lues 35.488 36.557 72.045 10 Kabupaten Aceh Tenggara 84.143 84.910 169.053 11 Kabupaten Aceh Singkil 75.177 73.100 148.277

Pantai Timur

12 Kota Sabang 14.663 13.934 28.597

13 Kota Banda Aceh 94.052 83.829 177.881 14 Kabupaten Aceh Besar 152.377 144.164 296.541 15 Kabupaten Pidie 228.404 245.955 474.359 16 Kabupaten Bireuen 169.767 182.068 351.835 17 Kabupaten Aceh Utara 241.942 251.728 493.670 18 Kota Lhokseumawe 76.614 78.020 154.634 19 Kabupaten Aceh Timur 150.785 153.858 304.643

20 Kota Langsa 68.518 69.068 137.586

21 Kabupaten Aceh Tamiang 118.581 116.733 235.314

(25)

Faisal Matriadi

hidupnya seperti deinisi berikut:

a. Kecukupan kebutuhan dasar seperti makanan, air, perumahan dan pakaian. b. Tidak adanya kemampuan mengakses

sektor kesehatan dan pendidikan.

c. Tidak adanya kepercayaan dari lembaga formal pemerintah dan masyarakat sipil d. Tida terbebas dari pengaruh ancaman

dan ganguan pihak lain.

Kemiskinan dilihat dari pendekatan kebutuhan dasar sebagai suatu ketidak-mampuan (lack of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi keperluan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Sedangkan dari pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara rigid standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan, (Sahdan, 2005).

Kemiskinan menurut World Bank Institute

(2002:1-3) dideinisikan sebagai rumahtangga atau individu yang tidak memiliki sumberdaya atau kemampuan yang cukup untuk memenuhi keperluannya. Aspek ini didasarkan pada perbandingan pendapatan, pengeluaran, pendidikan atau atribut lain dari individu dengan beberapa batasan yang

ditentukan, di mana mereka yang berada di bawah batas yang ditentukan tersebut dikatakan sebagai miskin. Kemiskinan merupakan suatu ketidakcukupan atau kekurangan (deprivation) akan aset-aset penting dan peluang-peluang di mana setiap manusia berhak memperolehnya. Jelasnya, seseorang dapat berpikir tentang kemiskinan dari sudut pandang non-moneter.

Penyebab Kemiskinan

Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan multidimensional, sehingga cara penanggulangannyapun membutuhkan analisis yang tepat, melibatkan semua komponen permasalahan, dan diperlukan strategi penanganan yang tepat, berkelanjutan dan tidak bersifat temporer. Oleh karena itu diperlukan analisis-analisis variabel yang dapat dipakai untuk mengidentiikasi persoalan kemiskinan, dan dari variabel ini dihasilkan serangkaian strategi dan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang tepat sasaran dan berkesinambungan.

(26)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

(12) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan keluarga; (13) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan ineisiensi dan inefektivitas dalam pelayanan publik, meluasnya korupsi dan rendahnya jaminan sosial terhadap masyarakat.

World Bank Institute (2002:131-140) menjelaskan bahwa faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat berupa karakteristik penduduk menurut wilayah, komunitas, karakteristik rumahtangga dan karakteristik individu. Karakteristik wilayah atau komunitas didekati dengan kondisi tempat tinggal di daerah perkotaan/ perdesaan. Sedangkan karakteristik rumahtangga dan individu antara lain dapat dilihat dari karakteristik demograi (yaitu struktur dan ukuran rumahtangga, rasio ketergantungan dan jender kepala rumahtangga); karakteristik ekonomi (yaitu ketenagakerjaan, pendapatan, struktur pengeluaran, dan kepemilikan rumahtangga); dan karakteristik sosial (yaitu kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal/perumahan).

METODE PEnElITIAn

Penelitian dilakukan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran kemiskinan yang terjadi antara Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Pantai Timur Aceh. Kesenjangan kemiskinan tersebut akan dilihat dari beberapa indikator kemiskinan yang telah

Kemiskinan, Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Usia 10 Tahun Ke atas, Persentase Angka Melek Huruf dan Lama Sekolah Penduduk Berusia 15 Tahun Keatas, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta Angka Harapan Hidup masyarakat yang berada pada Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur Provinsi Aceh. Dimana Kondisi Masyarakat yang berada pada Penelitian mencakup 21 kabupaten/kota (distrik) di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kemudian ke-21 distrik tersebut dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) wilayah, yaitu Pantai Timur (Sabang, Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang), Wilayah Pantai Barat (Aceh Barat, Aceh Jaya, Nagan Raya, Simeulue, Aceh Barat Daya), dan Wilayah Tengah (Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Selatan, Aceh Singkil).

Data data hasil penelitian tersebut di analisis dengan secara kuantitatif dan deskriptif untuk mendapatkan gambaran serta perbandingan tingkat kemiskinan yang terjadi antar wilayah tersebut.

HASIl PEnElITIAn

(27)

Faisal Matriadi

persen pada tahun 2007. sedangkan untuk Wilayah Pantai Timur yang merupakan daerah Pusat Pemerintahaan Provinsi NAD sebenarnya juga masih memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi yaitu sebesar 23,14 persen pada tahun 2007. namun jika dibandingkan dengan dua wilayah lain tentunya tingkat kemiskinan di wilayah Pantai Timur ini jauh lebih rendah.

Jika kita amati lebih dalam lagi, tampak bahwa untuk wilayah pantai timur terjadi kesenjangan yang amat kentara distribusi tingkat kemiskinan antar kabupaten dan kotanya. Misalnya Kota Banda Aceh sebagai pusat Pemerintahan Provinsi NAD memiliki tingkat kemiskinan amat rendah yaitu 6,61 persen pada tahun 2007. hal ini tentu amat kontradiktif dengan kabupaten dan kota

Tabel 2

Jumlah, Persentase, dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2007

No

Kabupaten/Kota

Jumlah

(000) Persentase Garis Kemiskinan 2005 2006 2007 2005 2006 2007 2005 2006 2007 Pantai Barat

1 Simeulue 27.1 26.9 25.1 34.09 33.80 32.26 181.102 201.689 216.518 2 Aceh Barat 54.4 52.5 48.2 35.50 34.54 32.63 221.402 265.514 297.287 3 Aceh Jaya 19.1 18.6 19.5 31.28 30.42 29.28 182.677 200.165 212.762 4 Nagan Raya 45.8 43.7 40.0 36.18 35.25 33.61 204.919 235.306 257.193 5 Aceh Barat Daya 33.5 33.0 33.5 28.29 28.30 28.63 147.016 176.979 198.562 6 Aceh Selatan 52.4 47.5 49.8 26.98 24.58 24.72 172.427 186.227 196.167

Rata-rata 38,7 37.0 36.0 32.05 31.14 30.18

Wilayah Tengah

7 Aceh Tengah 45.0 43.6 39.9 27.68 26.68 24.41 213.832 232.783 246.435 8 Bener Meriah 31.4 30.2 28.1 28.76 27.98 26.55 207.813 233.786 252.495 9 Gayo Lues 24.8 24.5 23.1 33.97 33.51 32.31 198.398 201.566 203.848 10 Aceh Tenggara 42.5 40.3 36.3 24.63 23.56 21.60 145.487 151.263 155.423 11 Aceh Singkil 44.0 43.3 26.5 29.20 28.41 28.54 168.566 191.539 208.087

Rata-rata 28.41 28.02 26.68

Pantai Timur

12 Sabang 8.8 8.3 7.8 29.78 28.56 27.13 195.493 256.447 300.351 13 Banda Aceh 15.1 14.7 14.0 8.37 8.25 6.61 276.736 317.435 346.750 14 Aceh Besar 88.5 86.3 79.1 29.40 28.66 26.69 250.416 259.910 266.749 15 Pidie 173.9 168.6 120.3 36.01 35.32 33.31 209.216 232.598 249.440 16 Bireuen 106.3 102.9 93.0 29.70 29.05 27.18 168.496 186.844 200.060 17 Aceh Utara 180.4 174.5 163.2 35.87 34.98 33.16 164.343 177.098 186.286 18 Lhokseumawe 25.6 22.2 19.4 15.90 14.25 12.75 150.486 166.202 177.523 19 Aceh Timur 92.8 92.2 84.9 30.02 29.85 28.15 193.755 210.094 221.862 20 Langsa 21.0 19.4 19.1 14.98 13.95 14.25 132.703 157.377 175.149 21 Aceh Tamiang 58.7 56.7 50.8 24.50 23.89 22.19 183.064 196.461 206.110

Rata-rata 25.43 24.67 23.14

N A D 1166.4 1149.7 1083.7 28.69 28.28 26.65 172.084 198.858 218.143

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007

lain yang ada di wilayah pantai timur seperti Kota Sabang sebesar 27,13 persen, Aceh Besar 26,69 persen, Aceh Timur 28,15 persen, Bireun 27,18 persen bahkan Kabupaten Pidie 33,31 persen serta Aceh Utara yang juga mencapai 33,13 persen.

(28)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

dapat kita amati pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa secara umum tingkat pendidikan masyarakat Provinsi NAD masih terkonsentrasi pada pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar. Namun jika kita teliti lebih dalam tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh masyarakat dalam tiga kawasan dalam Provinsi NAD memeliki perbedaan yang sangat kentara. Pada wilayah Pantai Barat sebagian besar masyarakatnya yaitu 59,64 persen hanya memiliki tingkat pendidikan sampai Sekolah Dasar. Sedangkan masyarakat yang mengenyam pendidikan sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama hanya 21,08 persen. Sementara persentase masyarat yang mengenyam pendidikan sampai dengan SLTA ke atas hanya 19,27 persen pada tahun 2006.

Tidak jauh berbeda dengan wilayah Pantai Barat, wilayah tengah Provinsi NAD juga memeliki tingkat pendidikan yang masih terkonsentrasi hanya sampai pada Sekolah Dasar yaitu mencapai 54,24 persen. Sementara yang mengenyam pendidikan sampai dengan SLTP hanya 22,13 persen. Demikian pula masyarakat yang mengenyam pendidikan sampai dengan SLTA keatas hanya tercatat 23,61 persen pada tahun 2006.

Kondisi di dua wilayah di atas dalam Provinsi NAD tentu amat kontras jika dibandingkan dengan wilayah Pantai Timur yang persentase tingkat pendidikan yaitu wilayah pantai barat dan wilayah

tengah.

Sementara untuk wilayah pantai barat hampir semua kabupaten dan kotanya memiliki tingkat kemiskinan yang hampir merata berada pada kisaran 24,72 persen paling rendah yaitu Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2007 dan paling tinggi berada pada posisi 33,61 persen yaitu Kabupaten Nagan Raya pada tahun 2007. Kabupaten Simeulue dan kabupeten Aceh Barat memiliki 32 persen masyarakat miskin, sedangkan aceh barat daya dan Aceh Jaya masing masing memiliki masyarakat miskin sebanyak 28 dan 29% pada tahun 2007.

Untuk wilayah tengah hampir sama kondisi kemiskinannya dengan wilayah pantai barat. Dimana tingkat kemiskinan yang paling rendah berada pada Kabupaten Aceh Tenggara dengan 21,60 persen pada taun 2007 dan yang paling tinggi terletak pada Kabupaten Gayo Luwes dengan tingkat kemiskinan mencapai 32,31 persen pada tahun 2007. sedangkan Kabupaten lain yaitu Aceh Tengah memiliki tingkat kemiskinan sebesar 24,41 persen, Kabupaten Bener Meriah memiliki tingkat keiskinan sebesar 26,55 persen dan terakhir Kabupaten Aceh Singkil yang memiliki tingkat kemiskinan sebesar 28,54 persen pada tahun 2007.

(29)

Faisal Matriadi

NAD masih amat kentara perbedaannya. Kawasan Pantai Barat tercatat rata-rata angka buta huruf 11,15 persen pada tahun 2004, tahun 2006 8,15 persen. Angka buta huruf di kawasan Pantai Barat ini relative sangat tinggi jika dibandingkan dengan Kawasan Pantai Timur yang hanya tercatat 3,3 persen pada tahun 2004 dan 2,8 persen pada tahun 2006. kondisi buta huruf pada wilayah Pantai Barat tersebut juga jauh diatas rata rata provinsi yaitu 4,3 persen pada tahun 2004 dan 3,8 persen pada tahun 2006. Jika dibandingkan dengan rata rata nasional angka buta huruf di kawasan Pantai Barat NAD juga masih sangat tinggi dimana angka buta huruf secara nasional tercatat 9,6 persen pada tahun 2004 dan 8,5 persen pada

Tabel 3

Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk usia 10 Tahun Ke atas di Provinsi Aceh

Kabupaten/Kota

Simeulue 57,28 21,13 21,60 58,62 25,01 16,37 Aceh Barat 58,55 20,58 20,87 55,97 18,91 25,12 Aceh Jaya 47,12 25,99 26,89 65,99 19,83 14,17 Nagan Raya 66,68 20,55 12,78 59,39 22,45 18,16 Aceh Barat Daya 66,04 20,04 13,92 59,85 18,28 21,87 Aceh Selatan 50,26 24,57 25,17 58,04 22,01 19,95 Rata rata 57,65 22,14 20,20 59,64 21,08 19,27

Wilayah Tengah

Aceh Tengah 44,77 25,25 29,97 48,50 21,99 29,51 Bener Meriah - - - 50,33 26,08 23,60 Gayo Lues 42,78 19,91 37,31 66,18 15,96 17,86 Aceh Tenggara 38,99 25,65 35,37 41,62 29,89 28,48 Aceh Singkil 60,26 20,25 19,50 64,59 16,76 18,64 Rata rata 46,07 22,76 30,53 54,24 22,13 23,61

Pantai Timur

Sabang 37,51 21,59 40,89 34,22 22,56 43,22 Banda Aceh 27,08 17,68 55,23 21,63 16,76 61,61 Aceh Besar 35,92 26,36 37,72 45,44 21,32 33,23 Pidie 46,90 30,10 23,01 53,13 23,33 23,54 Bireuen 57,45 23,20 19,35 53,29 24,98 21,74 Aceh Utara 55,95 23,82 20,24 57,98 25,55 16,48 Lhokseumawe 36,10 21,26 42,64 38,14 23,00 38,86 Aceh Timur 54,66 26,93 18,41 62,98 22,80 14,22 Langsa 41,98 19,42 38,60 35,46 22,56 42,00 Aceh Tamiang 50,87 31,44 17,69 54,84 21,54 23,61 Rata rata 44,44 24,18 31,37 45,71 22,44 31,85

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006 (data diolah)

tahun 2006.

(30)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

dan 8,5 persen pada tahun 2006.

Sementara untuk wilayah Pantai Timur NAD yang hanya tercatat 3,3 persen pada tahun 2004 dan 2,8 persen pada tahun 2006

Tabel 4

Persentase Angka Melek Huruf dan lama Sekolah Penduduk Berusia 15 Tahun Keatas

Kabupaten/Kota

Persentase Melek Huruf Lama Sekolah 2004 2006 2004 2006 Pantai Barat

Simeulue 5,5 11,7 6,1 6,1

Aceh Barat 10,9 10,1 8,1 8,2

Aceh Jaya 10,4 8,9 8,6 8,7

Nagan Raya 10,7 10,3 6,3 6,7

Aceh Barat Daya 15,1 4,3 7,2 7,5

Aceh Selatan 14,3 3,6 8,1 8,2

Rata rata 11,15 8,15 7.40 7.57

Wilayah Tengah

Aceh Tengah 2,9 2,5 9,0 9,0

Bener Meriah 4,0 3,6 7,8 8,1

Gayo Lues 14,5 13,3 8,3 8,7

Aceh Tenggara 4,0 3,1 9,3 9,3

Aceh Singkil 3,8 3,8 7,7 7,7

Rata rata 5,84 5,26 8.42 8.56

Pantai Timur

Sabang 2,1 1,8 9,4 9,6

Banda Aceh 1,2 1,0 11,2 11,2

Aceh Besar 3,9 3,1 9,4 9,4

Pidie 6,1 5,5 8,3 8,6

Bireuen 3,2 1,7 9,1 9,2

Aceh Utara 5,6 4,0 8,9 9,1

Lhokseumawe 7,8 1,2 9,6 9,7

Aceh Timur 3,3 2,8 8,1 8,4

Langsa 3,4 1,5 9,2 9,4

Aceh Tamiang 2,1 2,0 8,1 8,4

Rata rata 3,87 2,46 9,13 9,30

Provinsi NAD 4,3 3,8 8,4 8,5

Indonesia 9,6 8,,5 7,2 7,4

Sumber: Badan Pusat Statistik 2006

(31)

Faisal Matriadi

dengan indeks pengembangan manusia tingkat Provinsi NAD yaitu sebesar 69,4 persen. Apalagi jika dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia di tingkat nasioanal yang mencapai 70,1 pada tahun yang sama.

Sementara untuk wilayah Pantai Timur Provinsi NAD memiliki Indeks Pengembangan Manusia yang sangat baik yaitu mencapai angka 71,64. Angka ini tentunya lebih tinggi jika dibandingkan rata rata Provinsi NAD yang hanya 69,4 dan juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indeks Pembangunan Manusia Nasional yang hanya 70,1.

Berikut kita akan lihat dimensi lain yang

Tabel 6

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/Kota dalam Provinsi nAD

Kabupaten/Kota

IPM Peringkat di Provinsi NAD

2004 2006 2004 2006 Pantai Barat

Simeulue 64,5 66,4 21 21

Aceh Barat 66,7 68,1 14 14

Aceh Jaya 66,2 67,8 16 16

Nagan Raya 65,5 66,9 19 19

Aceh Barat Daya 65,9 67,5 17 17

Aceh Selatan 66,9 68,4 13 13

Rata rata 67,51

Wilayah Tengah

Aceh Tengah 69,9 71,2 6 7

Bener Meriah 66,3 68,1 15 15

Gayo Lues 64,8 66,6 20 20

Aceh Tenggara 69,4 70,6 8 8

Aceh Singkil 65,8 67,2 18 18

Rata rata 68,74

Lhokseumawe 72,8 73,8 2 2

Aceh Timur 67,7 68,8 11 11

Langsa 69,5 71,5 7 6

Aceh Tamiang 67,3 68,7 12 12

Rata rata 71,64

Rata rata NAD * 68,7 69,4 18 18 Indonesia 68,7 70,1

Catatan: * Peringkat provinsi se-Indonesia

Sumber: Badan Pusat Statistik

berbeda antara wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur Provinsi NAD. Dimensi tersebut adalah angka harapan hidup masyarakat Provinsi NAD yang akan kita lihat menurut kabupaten dan kota yang ada dalam tiga wilayah dalam Provinsi NAD.

(32)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

Tengan angka haapan hidupnya berada pada 67,22 tahun pada tahun 2006. Angka tersebut tentu lebih rendah jika dibandingkan

Tabel 7

Angka Harapan Hidup Tahun 2004-2006

Kabupaten/Kota 2004 2006 Pantai Barat

Simeulue 62,4 62,7

Aceh Barat 68,7 69,6

Aceh Jaya 66,9 67,8

Nagan Raya 68,9 69,2

Aceh Barat Daya 65,2 66,0

Aceh Selatan 65,5 66,5

Rata rata 66,2 66,8

Wilayah Tengah

Aceh Tengah 68,5 69,2

Bener Meriah 65,8 67,2

Gayo Lues 65,9 66,6

Aceh Tenggara 68,6 69,1

Aceh Singkil 63,0 64,0

Rata rata 66,36 67,22

Pantai Timur

Sabang 69,4 69,7

Banda Aceh 68,6 69,6

Aceh Besar 69,8 70,3

Pidie 68,2 68,7

Bireuen 72,1 72,2

Aceh Utara 68,9 69,3

Lhokseumawe 68,3 69,2

Aceh Timur 68,5 69,3

Langsa 68,3 69,7

Aceh Tamiang 67,2 68,0

Rata rata 68,9 69,6

Rata rata NAD * 67,9 68,3

Indonesia 67,6 68,5

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2006

(33)

Faisal Matriadi

Uplands memiliki Headcount Index 59%, Red River 29 %, North Central 48%, Central Coast 35%, Central Highlands 52%, Southeast 7%, Mekong Delta 37%. (AusAid : 2002).

Tetapi Pemerintahan yang baik sebenarnya adalah pemerintah yang mampu mengelola berbagai sumber daya yang ada di wilayahnya untuk sebesar besar kemakmuran rakyat dan dapat menekan kesenjangan kemiskinan baik antar masyarakat maupun antar kawasan. Sehingga berbagai persoalan yang disebabkan oleh perbedaan kemiskinan yang mencolok tersebut dapat dihindari dengan baik.

Disadari bahwa tingkat kemiskinan antar wilayah sangat berbeda. Namun jika perbedaan kemiskinan ini lebih disebabkan oleh mismanagement tentu tidak perlu terjadi. Untuk itu maka perlu dilakukan suatu pendekatan strategis agar perbedaan tingkat kemiskinan yang sangat kentara antara tiga wilayah dalam Provinsi Aceh dapat teratasi.

Pada sisi lain perbedaan karakteristik dan persoalan kemiskinan serta perbedaan kebijakan pembangunan antar satu kawasan dengan kawasan lainnya telah menyebabkan perbedaan atau kesenjangan pembangunan antar kawasan, sehingga antara Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki tingkat kemiskinan yang berbeda dan menimbulkan persoalan tersendiri dalam masyarakat.

Kebijakan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Aceh untuk mereduksi kesenjangan tingkat kemiskinan tersebut adalah melalui alokasi anggaran pembangunan yang lebih berimbang antar wilayah sehingga mampu mempercepat ketertinggalan yang di alami oleh Wilayah Pantai Barat dan Wilayah Tengah. Serta melakukan pengawasan secara terpadu dalam berbagai sektor pembangunan sehingga tidak terjadi kebocoran dalam pelaksanaan pembangunan yang justru memperlambat terjadinya pembangunan itu sendiri. Pemerintah Provinsi Aceh juga

disarankan agar dapat menyusun rencana dan program pengentasan kemiskinan yang lebih komprehensif dan sekaligus dapat mengurangi variasi kemiskinan antara wilayah wilayah yang ada dalam Provinsi.

KESIMPulAn.

1. Jika dilihat dari Persentase masyarakat miskin dan garis kemiskinan, Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Usia 10 Tahun Ke atas, Persentase Angka Melek Huruf dan Lama Sekolah Penduduk Berusia 15 Tahun Keatas, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta Angka Harapan Hidup, maka jelas terlihat bahwa terdapat kesenjangan antara masyarakat yang berada pada Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan Wilayah Pantai Timur Provinsi Aceh. Dimana Kondisi Masyarakat yang berada pada Wilayah Pantai Timur Jauh lebih baik dibandingkan dengan masyarakat yang berada di Wilayah Tengah dan wilayah Pantai Barat, sedangkan masyarakat wilayah tengah juga lebih baik jika dibandingkan dengan masyarakat yang berada di Wilayah Pantai Barat. Dengan demikian masyarakat yang berada pada Wilayah Pantai Barat jauh lebih buruk dibandingkan dua wilayah lainnya. 2. Kesenjangan tersebut tentunya dapat

disebabkan oleh perbedaan sumber daya alam, perbedaan sumber daya manusia serta kebijakan pembangunan yang masih belum merata, belum adil dan belum berpihak pada masyarakat yang berada pada Wilayah Pantai Barat dan Wilayah Tengah.

SARAn

(34)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

Pantai Barat Aceh. Alokasi dana untuk pembangunan untuk dua wilayah tersebut perlu lebih proporsional sehingga mampu memperkecil ketertinggalan dibandingkan dengan Wilayah Pantai Timur.

2. Kebijakan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Aceh untuk mereduksi kesenjangan tingkat kemiskinan tersebut adalah melalui alokasi anggaran pembangunan yang lebih berimbang antar wilayah sehingga mampu mempercepat ketertinggalan yang di alami oleh Wilayah Pantai Barat dan Wilayah Tengah.

3. Perlu melakukan pengawasan secara

terpadu dalam berbagai sektor pembangunan sehingga tidak terjadi kebocoran dalam pelaksanaan pembangunan yang justru memperlambat terjadinya pembangunan itu sendiri. 4. Pemerintah Provinsi Aceh juga

(35)

Faisal Matriadi

REFEREnSI

Arsyad, Lincolin, (1999). Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, UGM, Yogyakarta.

AusAID, 2001. Enclaves or Equity: The Rural Crisis and Development Choice in Papua New Guinea, International Development Issues No. 54, Australian Agency for International Development, Canberra.

Ayako, Aloys B and Musambayi Katumanga (1997) Review of Poverty in Kenya Institute for Policy Analysis and Research, Nairobi.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Aceh Dalam Angka 2004. Banda Aceh: BAPPEDA dan BPS Provinsi NAD.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Metodologi dan Proil Kemiskinan 2004. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun. Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Press Release: Rumahtangga Penerima Kompensasi BBM. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Penduduk dan Kependudukan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Hasil SPAN 2005. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2005. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2004. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Proil Ketenagakerjaan 2002-2006. Jakarta: BPS.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2006, Pedoman Pencacah KOR. Jakarta: BPS.

Chambers, R. and G.R. Conway. 1991. Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts for the 21st Century. Institute of Development StudiesDP 296, 1991. University of Sussex: Brighton.

Gonner, C.; Cahyat, A.; Haug, M.; Limberg, G. 2007. Towards wellbeing: monitoring poverty in Kutai Barat, Indonesia. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor, Indonesia. 93p.

Gonner, C.; Cahyat, A.; Haug, M.; Limberg, G.2007. Menuju Kesejahteraan: Pemantauan Kemiskinan di Kutai Barat, Indonesia. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor, Indonesia. 99p.

(36)

Analisis Kemiskinan Masyarakat Wilayah Pantai Barat, Wilayah Tengah dan ...

poverty analysis and monitoring. CIFOR Occasional Paper No. 46. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor, Indonesia. 24p.

Gregorius sahdan.2005. Menanggulangi Kemiskinan Desa, Gregorius Sahdan, Jurnal Ekonomi Rakyat, Maret 2005.

Solesbury,W. 2003. Sustainable Livelihoods: A case study of the evolution of DFID Policy. ODI Working Paper217. London.

World Bank Institute. 2002. Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. (Terjemahan Ali Said dan Aryago Mulia). Jakarta: Institut Bank Dunia.

(37)

Gambar

Gambar 1.3 Kerangka Konseptual
Tabel 5 uji F
Tabel 1Jumlah Penduduk nanggroe Aceh Darussalam
Tabel 2Jumlah, Persentase, dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surat ijin keluar, Rincian biaya perkara yang telah diputus Pemegang Kas Petugas Meja 1 Sistem Informasi Eksekutif Keuangan SKUM ttd, surat gugatan telah dibubuh nomor &

Hasil penelitian menunjukkan : (1) tidak terdapat pengaruh langsung yang signifikan aktivitas organisasi terhadap prestasi belajar biologi siswa ditunjukan oleh t hitung

Dengan menggunakan analisis regresi multilinier, sebanyak 20 senyawa xanton yang sudah diketahui nilai IC50-nya digunakan sebagai senyawa fitting untuk mendapatkan

Oleh sebab itu, atas inisiatif Koperasi Unit Desa dan usulan Pemerintahan Desa Ambapa pada tahun 2015 dibangunlah PLTMH dengan kpasitas terpasang 100 kW, dengan

Dari hasil pengujian sidik ragam terlihat bahwa berat basah akar benih kakao pada umur 12 MSPT menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada perlakuan klon (K) dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi analisis yang terpilih untuk menetapkan kadar etanol dalam hair tonic dan hair spray adalah suhu kolom 50°C, suhu injektor 70°C,

Misal: Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), usaha sepi. b) Nasabah memindahtangankan atau jual beli bawah tangan tanpa sepengetahuan pihak bank. Hal ini sering terjadi saat

Berdasarkan berat ikan tunggal dari ikan pelagis di LCSI yang ditemukan selama penelitian di Lokasi A, diperoleh ikan tunggal dengan berat 37,6 – 149 624 gram sebanyak 147 724