KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan masalah dan Pertanyaan penelitian 1. Rumusan masalah ... 6
2. Pertanyaan penelitian ... 7
C. Definisi operasional variabel 1. Media Video ... 7
2. Mengarang Reproduksi ... 9
D. Tujuan dan Kegunaan penelitian 1. Tujuan ... 9
2. Kegunaan ... 9
BAB II PENGGUNAAN MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENGARANG REPRODUKSI PADA ANAK TUNARUNGU ... 11
A. Hambatan yang dialami Anak Tunarungu dalam berbahasa 1. Perkembangan bahasa Anak Tunarungu ... 11
2. Hambatan Anak Tunarungu dalam belajar bahasa ... 14
a. Daya abstraksi Anak Tunarungu ... 15
b. Kemampuan Anak Tunarungu dalam keterampilan menulis ... 16
B. Konsep Media Video ... 19
B. Prosedur Eksperimen
1. Menentukan Baseline ... 24
2. Prosedur Intervensi ... 26
C. Instrumen Penelitian 1. Story Board ... 27
2. Kriteria penilaian ... 29
D. Definisi Operasional variabel ... 33
1. Variabel bebas (Media Video) ... 33
2. Variabel Terikat, Terget Behavior (Mengarang Reproduksi) ... 34
E. Subjek Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 38
A. Hasil penelitian ... 38
1. Keterampilan Mengarang Reproduksi Subjek R.U ... 39
2. Keterampilan Mengarang Reproduksi Subjek D.M ... 42
3. Keterampilan Mengarang Reproduksi Subjek A.S ... 45
B. Pembahasan ... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Banyak keterampilan yang harus dikuasai oleh manusia baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Salah satu keterampilan yang sangat penting dan
harus dikuasai oleh manusia adalah berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal. Salah satu alat komunikasi yang digunakan adalah bahasa. Bahasa menurut Bloom dan Lahey (1978), dikutip Kretchmer (Lani Bunawan (1997 :1) adalah suatu
kode dimana gagasan atau ide tentang dunia sekitar diwakili oleh seperangkat tanda yang telah disepakati bersama untuk keperluan komunikasi atau a’ code whereby
ideas about the world are represented a conveptional system of signal for
communicaton.
Pada umumnya bentuk bahasa yang digunakan manusia untuk keperluan
komunikasi adalah menggunakan bahasa verbal atau lisan atau wicara yang beraturan, (Greg Leigh 1976, dalam laporan lokakarya FNKTRI, 1995). Bentuk
komunikasi lain yang bisa digunakan manusia adalah tulisan, ekspresi muka, bahasa tubuh atau gesti (gesture) dan Isyarat. Secara luas dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan- pesan yang terjadi sewaktu-
waktu bila individu ingin berkenalan atau berhubungan dengan individu lainnya. Adapun pengertian komunikasi menurut Tubs dan Moss adalah proses penciptaan
Kemampuan bahasa meliputi empat tahap seperti yang dikemukakan oleh Tarigan (1994:2) adalah sebagai berikut 1. Keterampilan menyimak (listening skills), 2. Keterampilan bicara (speaking skills), 3. Keterampilan membaca (reading skills),
4. Keterampilan menulis (writing skills). Pada dasarnya keempat tahap kemampuan bahasa tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan antara
satu dengan yang lainnya dan merupakan catur tunggal. Keempat keterampilan tersebut juga tidak memiliki tingkatan yang paling penting, semua sejajar dalam kepentingannya memperoleh dan mengembangkan kebahasaannya. Artinya bahwa
setiap aspek dari keempat bahasa tersebut memiliki peranan penting dalam perkembangan bahasa anak, dan tidak dinilai bahwa salah satunya adalah yang
terpenting, karena semua aspek tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Akan tetapi perlu ditekankan bahwa keterampilan menulis didasari oleh tiga keterampilan lainnya yaitu mendengar, bicara dan membaca. Keterampilan menulis merupakan
keterampilan berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh anak setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca.
Dibandingkan dengan ketiga keterampilan bahasa tersebut, keterampilan menulis lebih sulit dikuasai. Hal ini disebabkan kemampuan menulis memerlukan penguasaan berbagai unsur kebahasaan yaitu unsur kebahasaan yang merupakan prasyarat dan
juga merupakan perkembangan manusia yang telah dimiliki sebelumnya yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan juga
yang dimiliki seseorang. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan setiap individu, sebagai penuangan ide- ide yang telah dimilikinya melalui membaca, menyimak dan berbicara. Melatih
keterampilan menulis pada anak berarti pula melatih keterampilan berfikir, karena memadukan semua aspek bahasa yang ada. Oleh karena itu, keberhasilan pencapaian
belajar seseorang juga akan sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang tersebut dalam mengusai keterampilan menulis.
Keterampilan menulis diajarkan agar siswa mampu menuangkan segala pikiran,
pengalaman, pesan, perasaan, gagasan, pendapat, imajinasi dalam bentuk bahasa tulisan dengan benar. Menurut De Porter & Hernarckhi (2003:179), menulis
merupakan aktivitas seluruh otak kanan dan belahan otak kiri. Otak kanan berubungan dengan emosi, perasaan, sedangkan otak kiri berhubungan dengan logika ilmu pengetahuan. Pada saat pembelajaran menulis dibutuhkan kerja sama antara otak
kiri dan otak kanan. Hal ini berarti pembelajaran menulis tidak hanya berhubungan dengan spontanitas, emosi, warna, gairah dan kegembiraan, tetapi juga berhubungan
dengan aspek lainnya seperti kreatifias dan kognitif seseorang.
Sebagai bekal bagi anak tunarungu untuk dapat berkomunikasi dengan benar maka pembelajaran bahasa menjadi perhatian utama dalam pendidikan bagi mereka.
Pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah selalu mengacu pada kurikulum yang ditetapkan oleh DEPDIKNAS, namun untuk anak tunarungu diperlukan penyesuaian
pengajaran bahasa Indonesia bagi anak tunarungu di SLB yang saat ini digunakan masih merujuk pada kurikulum 2004. Secara umum pembelajaran bahasa pada kurikulum tersebut meliputi aspek menulis, membaca, menyimak, berbicara,
kebahasaan, dan sastra. Secara spesifik yang diajarkan kepada siswa Tunarungu kelas lanjutan diantaranya : 1. Menceritakan kembali suatu peristiwa secara rinci,
2.Membaca buku cerita yang disukainya kemudian melaporkannya secara tertulis, dan 3. Membaca dalam hati teks bacaan dari buku bacaan yang kemudian menjelaskan isi yang terdapat dalam bacaan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian Argiasri Mustika (2009), ditemukan bahwa anak tunarungu memiliki hambatan dalam keterampilan menulis. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya kesalahan dalam menuliskan gagasannya kedalam bentuk tulisan, contohnya ketika melakukan kesalahan dalam menuliskan objek dan kata sambung antara kalimat, hasil tulisan anak tunarungu memiliki kecenderungan sulit untuk
dipahami dan sederhana, hal ini tidak akan terjadi pada anak seusianya yang mendengar. Dari masalah- masalah tersebut di atas maka diperlukan media yang
dapat digunakan oleh anak tunarungu untuk meningkatkan kemampuan keterampilan menulis tersebut.
Media animasi sebagai salah satu media visual dinilai valid dan berpengaruh
untuk anak tunarungu dalam meningkatkan keterampilan menulis. Dengan media animasi siswa tunarungu diberikan pembelajaran bagaimana menuliskan pengalaman
gambar animasi sebagai media visual hasilnya adalah, keterampilan menulis anak tunarungu tersebut meningkat, hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan antara sebelum dan setelah diberikan intervensi. Perbedaan yang terlihat setelah diberikan
intervensi adalah tulisan subjek menjadi lebih rinci dan lebih dapat dimengerti, perkembangan tulisannyapun dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam menuliskan
alur cerita dengan lebih sistematis dibandingkan sebelum intervensi, subjek dapat menuliskan objek- objek yang ditampilkan pada gambar animasi dengan benar, dan dapat menggunakan kata sambung antar kalimat dengan benar sehingga gagasan yang
dituliskan dapat tersampaikan kepada pembaca. Oleh karena itu gambar animasi efektif digunakan sebagai media dalam melatih keterampilan tunarungu dalam
menulis karangan reproduksi.
Namun terdapat beberapa kekurangan dari penelitian yang dilakukan sebelumnya (Argiasri Mustika 2009) yaitu penggunaan gambar animasi, menggunakan gambar
animasi memiliki keterbatasan yaitu 1) hanya terbatas perangkat- perangkat yang tersedia pada software, sehingga gambar yang ditampilkan dalam bentuk gambar
animasi sangat terbatas. 2) Gambar animasipun tidak dapat memperlihatkan ekspresi- ekspresi wajah, sehingga karangan yang dituliskan oleh siswapun lebih terbatas. 3) Media inipun akan sulit dibuat oleh guru- guru disekolah untuk digunakan sebagai
media dalam pembelajaran.
Dari kekurangan- kekurangan yang ada pada penelitian sebelumnya (Argiasri
menyempurnakan kekurangan tersebut yaitu pada penelitian menggunakan media video yang direkam menjadi sebuah film pendek, sehingga dapat menggamarkan kegiatan yang biasa terjadi pada kehidupan sehari- hari. Kelebihan dari media video
yaitu 1) Dapat menampilkan ekspresi- ekspresi wajah yang dapat diceritakan oleh anak tunarungu dalam karangannya, 2) Dapat dibuat dan dikembangkan ceritanya
oleh guru sendiri disekolah sesuai dengan silabus atau materi yang akan disampaikan, pada penelitian inipun diangkat tiga subjek dengan tingkat ketunarungan yang berbeda sehingga dapat dilihat bagaimana pengaruhnya terhadapat ketiga subjek
tersebut.
Berdasarkan pertimbangan bahwa media video dipandang lebih baik daripada
media sebelumnya yaitu media animasi. Penulis memiliki anggapan bahwa media video merupakan salah satu media yang dapat digunakan untuk melatih siswa tunarungu dalam meningkatkan kemampuan menulis, yaitu menuangkan sebuah
kesatuan cerita utuh dengan sistematis ke dalam bentuk tulisan. Dari penggunaan media video ini pula diharapkan siswa tunarungu mendapatkan penambahan kosakata
baru.
B. RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini bertitik tolak dari permasalahan berikut ini:
”Bagaimana pengaruh penggunaan Media Video terhadap keterampilan membuat
karangan reproduksi siswa ATR kelas II SMP”. Untuk menjawab permasalahan yang
1. Bagaimanakah kemampuan Anak Tunarungu tingkat SMPLB dalam membuat karangan reprodsi sebelum diintervensi dengan media video?
2. Bagaimanakah kemampuan Anak Tunarungu tingkat SMPLB dalam membuat
karangan reprodsi setelah diintervensi dengan media video?
3. Bagaimana perbedaan kemampuan Anak tunarungu tingkat SMPLB dalam
membuat karangan reproduksi antara sebelum dan sesudah diintervensi media video?
C. Definisi Operasional Variabel
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah 1. Video sebagai variabel bebas dan 2. Keterampilan mengarang reproduksi sebagai variabel terikat atau
disebut juga target behavior. 1. VARIABEL BEBAS
Media Video
Variabel bebas dapat diartikan sebagai variabel penyebab munculnya variabel lain, variabel bebas atau variabel penyebab pada penelitian ini adalah media video,
Media Video adalah film pendek yang di dalamnya terdiri dari beberapa dan kegiatan atau adegan cerita yang merupakan suatu cerita utuh dan sistematis.
Pada penelitian ini terdiri dari delapan cerita video, yang pertama yaitu video
yang terdiri dari delapan adegan cerita atau delapan kegiatan yang berbeda, video dengan jumlah delapan adegan ini terdiri dari dua judul cerita yaitu, membereskan
yaitu bercerita tentang seorang anak yang bangun pagi untuk berolah raga. Kedua video dengan enam adegan, judul yang diangkat yaitu kepasar, kisah ini bercerita mengenai seorang perempuan yang pergi ke pasar untuk membeli buah- buahan dan
beribadah, kisah ini mengenai kegiatan beribadah mulai dari berwudhu, shalat, dan mengaji. Ketiga adalah video dengan jumlah empat adegan, judul yang diangkat
adalah memasak yang bercerita tentang kegiatan seorang perempuan yang memasak. Kisah ini bercerita tentang kegiatan seorang anak sepulang dari sekolah, dan yang terakhir video dengan jumlah dua adegan, judul yang diangkat adalah menyiram
bunga yaitu bercerita tentang seorang perempuan yang menyiram bunga yang ada di halaman rumah dan cerita dengan judul membaca buku, yaitu tentang seorang
perempuan yang sedang membaca buku dikamarnya. Penggunaan yaitu dengan cara pertama- tama yang dilakukan adalah anak dikondisikan agar dapat menyaksikan Media Video dengan baik, karena siswa tunarungu hanya akan diberi satu kali
kesempatan untuk menyaksikan video, setelah itu siswa diberi kesempatan untuk menuliskan cerita yang terdapat dalam video dengan jangka waktu yang tidak
ditentukan.
2. Variabel Terikat
Keterampilan Mengarang Reproduksi
Variabel terikat atau target behavior dapat diartikan sebagai variable yang dipengaruhi variabel terikat. Variabel terikat atau target behavior pada penelitian ini
adalah kegiantan mempersepsikan indravisual yaitu menceritakan kembali pengalaman visualnya yang diperoleh ke dalam bentuk tulisan.
Pada penelitian ini keterampilan dalam membuat karangan reproduksi
dinyatakan dalam bentuk persentase, semakin besar persentase yang didapat siswa tunarungu tersebut maka dapat diartikan bahwa keterampilan membuat karangan
reproduksi semakin baik.
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah penulis menetapkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :Mengetahui
pengaruh media video terhadap keterampilan siswa tunarungu dalam membuat karangan reproduksi
2. Kegunaan
Kegunaan dari penelitian ini adalah :
a. Menjadi bahan kajian keilmuan mengenai permasalahan menulis dalam
membuat karangan reproduksi pada anak tunarungu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan subjek tunggal (Single Subjek), yaitu suatu metode yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu perlakuan, (intervensi) yang diberikan.
Dalam hubungan ini, peneliti memanipulasi sesuatu perlakuan (intervensi), kemudian mengobservasi pengaruh atau perubahan yang diakibatkan oleh manipulasi secara sengaja dan sistematis. (Faisal, 1982:76)
A. Rancangan Eksperimen
Desain Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan subjek tunggal (Single Subjek Reaserch), dalam penelitian ini desain yang digunakan adalah desain A- B- A. Gambar tampilan desain A- B- A dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :
3.1 Rancangan Eksperimen A- B- A/p
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516 161718192021222324
Keterangan :
A-1 = Kondisi awal atau dasar kemampuan subjek dalam menuliskan cerita. Pada baseline 1 ini subjek peneliti tidak sama sekali diberikan intervensi, subjek
diberi kesempatan untuk melihat video hingga waktu tertentu, dan mengubah sendiri isi cerita dari video ke dalam bentuk tulisan.
B = Subjek diberi perlakuan atau intervensi. Intervensi yang diberikan berupa cara memahami isi cerita ke dalam video kemudian dituliskan menjadi cerita tertulis.
A-2 = Merupakan pengulangan kondisi awal atau kemampuan dasar subjek dalam keterampilan menulis, tahap ini dilakukan pengetesan sebagaimana
pada baseline untuk mengetahui sejauh mana intervensi dengan media video dapat berpengaruh terhadap keterampilan menulis anak tunarungu.
B. Prosedur Eksperimen
1. Menentukan baseline
Pada fase ini pertama- tama subjek diberikan kesempatan untuk melihat media video, video dimulai dari adegan yang paling sedikit yaitu yang terdiri dari dua adegan dengan judul menyiram bunga dan membaca buku.
perlakukan dengan satu judul video, didalam satu hari diberikan dua buah video. Setelah itu subjek diminta mengubah cerita dalam bentuk video itu ke
membaca buku. Setiap video diselesaikan dalam satu sesi dalam waktu kurang lebih lima belas menit. Kemudian dengan cara yang sama dilakukan pada saat pengetesan dengan video dengan empat adegan, enam adegan maupun
delapan adegan.
Setelah diberikan semua setiap video satu persatu, maka hasil tersebut
dihitung scorenya dengan cara menjumlahkan setiap score dari lima criteria yaitu aspek urutan cerita yaitu bagaimana kemampuan anak tunarungu dalam menuliskan karangan pada aspek urutan ceritanya, apakah urutan ceritanya
sesuai dengan alur cerita yang ada dalam video, cara menentukan scorenya adalah dengan cara melihat berapa jumlah kalimatanya dan berapa jumlah
kalimat dengan urutan yang tepat itu dijumlahkan, aspek kedua adalah jumlah kalimat, pada aspek ini dapat dilihat pada kriteria penilaian, berapa score yang didapat disesuaikan dengan tulisan yang mampu dituliskan oleh siswa, aspek
selanjutnya adalah jumlah kata, pada aspek ini dapat dihitung berapa banyak kemampuan siswa dalam menuliskan kata, adapun score maksimal yang pada
aspek ini berbeda pada setiap judulnya, maka hal ini dapat dilihat pada criteria penilaian. Aspek yang keempat adalah menuliskan objek, pada aspek ini bagaimana kemampuan siswa dalam menuliskan objek- objek yang ada
ditampilkan pada video, score yang didapat pada setiap judulpun akan berbeda tergantung pada banyak atau sedikitnya objek yang ditampilkan dan
siswa mampu menggambarkan keterangan waktu yang ada dalam video, adapun contoh kriteria penilaian.
2. Prosedur Intervensi
Pada fase ini prosedur yang dilakukan pertama- tama tidak berbeda dengan sebelumnya yaitu dengan cara memperlihatkan video dari adegan
yang paling sedikit yaitu dimulai dengan video dengan dua adegan yaitu dengan judul membaca buku dan menyiram bunga, kemudian dilanjutkan dengan video dengan jumlah empat adegan dengan judul memasak dan pulang
sekolah, setelah itu dilanjutkan dengan video dengan jumlah enam adegan dengan judul pergi ke pasar dan beribadah, terakhir diperlihatkan video
dengan jumlah adegan paling banyak yaitu dengan jumlah delapan adegan. Prosedur yang dilakukan pada saat intervensi yaitu pada saat penayangan video, penayangan tersebut dapat diberhentikan sementara atau
pause pada setiap objek yang tidak dapat ditulisakan anak, ataupun ketika
peran didalam mengerjakan sesuatu yang namanya tidak kenali oleh siswa,
pada saat itupun diberikan pengajaran mengenai bagaimana menuliskan pengalaman visualnya dari video yang telah dilihat ke dalam sebuah tulisan sehingga siswa tersebut bertambah kosakatanya, mengetahui bagaimana cara
dapat dihitung dengan criteria penilaian sebagai panduannya dan di rubah ke dalam bentuk persentase dan terakhir dimasukan ke dalam grafik.
C. Instrument Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Story board
Story board ini gunakan sebagai panduan dalam membuat kriteria penilaian, di dalam story board berisikan karangan yang isinya sesuai dengan media video yang ditampilkan. Dalam mengembangkan sebuah
cerita dari satu media video hal pertama yang harus diperhatikan adalah menentukan subjek yang ada pada gambar animasi tersebut. Apabila subjek
tersebut perempuan maka subjek tersebut dapat diberi nama ibu dan lain- lain atau subjek yang ditampilkan adalah laki- laki sehingga subjek tersebut dapat diberi nama ayah atau paman. Selanjutnya menggambarkan kegiatan
yang dilakukan oleh subjek pada media video dalam bentuk tulisan dan dilanjutkan dengan keterangan waktu atau keterangan tempat, sehingga
setiap bagian kegiatan dapat tersampaikan dengan sistematis. Terakhir yang harus diperhatikan adalah mampu menggambar setiap objek yang ditampilkan dalam bentuk tulisan. Salah satu contoh story boardnya dapat
3.1 Contoh Story Board
Membereskan rumah (delapan adegan)
2) Kriteria Penilaian
Kriteria penilaian adalah merupakan panduan dalam menentukan besar atau
kecilnya skor yang di dapat siswa dalam membuat karangan reproduksi, kriteria penilaian dibuat berdasarkan story board yang telah dibuat
sebelumnya. Adapun contoh Kriteria penilaian pada media video 3.2 Membereskan rumah adalah:
1. Aspek yang dinilai : Urutan Cerita
Judul : Membereskan Rumah Jumlah Adegan : 8
Kriteria :
Dapat menceritakan keseluruhan cerita dengan urutan yang benar Contoh:
- Membereskan buku dan kunci - Membersihkan kaca
- Mengelap kaca - Menyapu lantai - Mengepel
- Mencuci baju dan menjemur - Menyetrika pakaian
Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Aspek Urutan Cerita
Tabel di atas adalah contoh criteria penilaian ketika subjek dapat menuliskan
cerita dengan jumlah kalimat lengkap, yaitu delapan kalimat, artinya skor yang diperoleh merupakan penjumlahan dari jumlah kalimat yang dapat dituliskan subjek
dan jumlah urutan cerita yang benar.
2. Aspek yang dinilai : Jumlah Kalimat
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Aspek Urutan Cerita Judul Membereskan Rumah
Jumlah Kalimat
Skor
8 8
7 7
6 6
5 5
4 4
3 3
2 2
1 1
3. Aspek yang dinilai : Jumlah Kata
Judul : Membereskan Rumah Jumlah Adegan : 8
Kriteria : Jumlah maksimal kata pada cerita ini adalah 238 kata, skor yang didapat subjek, tergantung pada jumlah kata yang mampu dituliskan
4. Aspek yang dinilai : Jumlah Objek
Judul : Membereskan Rumah
Kriteria : Jumlah objek pada judul ini ada 12, sehingga skor maksimal pada criteria ini adalah 12. Objek yang ada dalam video ini adalah: Buku, rak buku, kunci, lap, kemoceng, debu, ember, baju, kaca,
sabun, jemuran, setrika.
5. Aspek yang dinilai : Jumlah kata tempat, lokasi atau waktu.
Judul : Membereskan Rumah Jumlah Adegan : 8
Kriteria : Jumlah kata tempat pada judul ini ada 3, sehingga
skor maksimal pada criteria ini adalah 3. Kata tempat yang ada dalam video ini adalah: Ruangan atau di luar atau jemuran, kamar mandi dan
kamar.
Setelah dijumlah scorenya dari lima criteria di atas lalu di rubah ke dalam bentuk presentase dengan rumus:
P = �
� x 100 %
Keterangan : P = Persentase
D. DEFINISI OPERASIONAL VARIBEL 1. Variabel Bebas
Media Video
Variabel bebas dapat diartikan sebagai variabel penyebab munculnya variabel lain, variabel bebas atau variabel penyebab pada penelitian ini adalah media video,
Media Video adalah film pendek yang di dalamnya terdiri dari beberapa objek yang dapat ditemui pada kehidupan sehari- hari dan pada setiap ceritanya terdiri dari beberapa kegiatan atau adegan cerita yang merupakan suatu cerita utuh dan
sistematis.
Pada penelitian ini keseluruhan terdiri dari delapan video, yang pertama yaitu
video yang terdiri dari delapan adegan cerita atau delapan kegiatan yang berbeda, video dengan jumlah delapan adegan ini terdiri dari dua judul cerita yaitu, membereskan rumah dan berolah raga. Selanjutnya video dengan jumlah enam
adegan, judul yang diangkat adalah kepasar dan beribadah, selanjutnya adalah video dengan jumlah empat adegan, judul yang diangkat adalah memasak dan pulang
sekolah, dan yang terakhir video dengan jumlah dua adegan, judul yang diangkat adalah menyiram bunga dan membaca buku. Penggunaan yaitu dengan cara pertama- tama yang dilakukan adalah anak dikondisikan agar dapat menyaksikan Media Video
dengan baik, karena siswa tunarungu hanya akan diberi satu kali kesempatan untuk menyaksikan video, setelah itu siswa diberi kesempatan untuk menuliskan cerita yang
1) 2)
3) 4)
3.2 Contoh Media Video (Judul Membereskan Rumah) 2. Variabel Terikat (Target Behavior)
Keterampilan Mengarang Reproduksi
Variabel terikat atau target behavior dapat diartikan sebagai variabel dipengaruhi variabel lain. Variabel terikat atau target behavior pada penelitian ini adalah keterampilan reproduksi. Keterampilan mengarang Reproduksi adalah
kegiantan mempersepsikan indravisual yaitu menceritakan kembali pengalaman visualnya melalui media video yang merupakan sebuah cerita yang sistematis ke
Pada penelitian ini keterampilan dalam membuat karangan reproduksi akan diukur dalam bentuk presentase, semakin besar presentase yang didapat siswa tunarungu tersebut maka dapat diartikan bahwa keterampilan membuat karangan
reproduksi semakin baik.
E. Subjek Penelitian
Subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini berjumlah tiga orang. Dua siswa yang mengalami ketunarunguan dengan tingkat kehilangan pendengaran berat, dan satu orang dengan tingkat kehilangan pendengaran
sedang.
Tabel 3.3 Subjek
No Inisial Tingkat kehilangan pendengaran
Kelas
1 A Berat SMPLB kelas 2
2 B Berat SMPLB kelas 2
3 C Sedang SMPLB kelas 2
F. Pengolahan dan Analisis data
Tahap terakhir sebelum menarik kesimpulan adalah analisis data, pada penelitian desain kasus tunggal akan terfokus pada data individu daripada data
teknik statistic deskriptif. Pada penelitian dengan kasus tunggal penggunaan statistic yang komplek tidak dilakukan tetapi lebih banyak menggunakan statistic deskriptif yang sederhana (Sunanto 2005: 65). Adapun tujuan analisis data dalam bidang
modifikasi perilaku adalah untuk dapat melihat sejauhmana pengarih intervensi terhadap perilaku yang ingin dirubah atau target behavior, pada penelitian ini untuk
melihat bagaimana pengaruh media video pada keterampilan mengarang reproduksi anak tunarungu. Metode analisis visual yang digunakan adalah degan menggunakan pengamatan langsung terhadap data yang ditampilkan dalam grafik, dalam proses
analisis data pada penelitian subjek tunggal banyak mempresentasikan data ke dalam grafik khususnya grafik garis, tujuan grafik dalam penelitian adalah peneliti lebih
mudah untuk menjelaskan perilaku subjek secara efisien dan detail. Menurut Sunanto (2005: 36) terdapat beberapa komponen- komponen dasar yang harus dipenuhi dalam pembuatan grafik di antaranya sebagai berikut:
1. Absis adalah sumbu X merupakan sumbu mendatar yang menunjukan satuan variable bebas (misalnya sesi, hari, tanggal). Dalam penelitian ini absis
digunakan untuk menunjukan banyaknya sesi
2. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertical yang menunjukan satuan untuk variable terikat (misalnya persen, frekuensi, durasi). Penelitian ini
3. Titik awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai titik awal satuan bebas dan terikat.
4. Skala garis- garis pendek pada sumbu X dan sumbu Y yang menunjukan
ukuran( misalnya : 0 %, 25%, 50 %, 75 %).
5. Label kondisi,yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen
misalnya baseline atau intervensi
6. Garis perubahan kondisi yaitu garis vertikl yang menunjukan adanya perubahan kondisi ke kondisi lainnya.
7. Judul grafik, judul yang mengarahkan perhatian pembaca agar segera diketahui hubungan antara variable bebas dan terikat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan seluruh hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga
subjek memiliki hambatan dalam keterampilan menulis, hal ini dapat dilihat dari bagaimana grafik pada ketiga subjek sebelum diberikan intervensi. Data menunjukan bawa terjadi banyak kesalahan pada siwa tunarungu dalam
menuliskan gagasanya, hasil tulisan anak tunarungu memiliki kecenderungan sulit untuk dipahami, banyak terjadi kesalahan dalam penulisan, ataupun
tulisan yang dihasilkan sangat sederhana, dimana hal ini tidak terjadi pada anak pada seusianya yang mendengar, dapat dilihat pada data yang diperoleh yaitu grafik mean, yang menjadi tolak ukur kemampuan siswa, hal ini
menunjukan bahwa rendahnya kemampuan siswa dalam mengarang reproduksi.
2. Setelah diberikan intervensi melalui media video sebagai media visual hasilnya adalah, keterampilan menulis anak tunarungu tersebut meningkat, hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan antara sebelum dan setelah diberikan
intervensi. Perbedaan yang terlihat setelah diberikan intervensi adalah tulisansubjek menjadi lebih rinci dan lebih dapat dimengerti, kemajuan
cerita dengan lebih sistematis dibandingkan sebelum intervensi, subjek dapat menuliskan objek- objek yang ditampilkan pada media video dengan benar, dan dapat menggunakan kata sambung antar kalimat dengan benar sehingga
gagasan yang dituliskan dapat tersampaikan kepada pembaca. Apabila dilihat dari grafik mean level 4.2, terjadi perubahan antara sebelum dan sesudah
diberikan intervensi, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa kemampuan mengarang reproduksi subjek R.U meningkat.
Pada Subjek D.M dapat dilihat pada grafik sebelum diberikan
intervensi yaitu 4.3 bisa dari grafik tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengarang reproduksi subjek D.M meningkat setelah diberikan
intervensi melalui media video, dari hasil karangan yang dihasilkan oleh subjekpun dapat dilihat bahwa karangan siswa lebih detail dan mampu menuliskan menuliskan idenya ke dalam bentuk tulisan setelah diberikan
media video. Terakhir pada subjek A.S dapat dilihat pada grafik 4.5, kemampuan mengarang reproduksi subjek A.S ini dapat disimpulkan
meningkat, walaupun subjek A.S ini merupakan siswa dengan ketunarunguan sedang, namun subjek ini memiliki berbeda dengan subjek sebelumnya, karena dapat dilihat dari baseline pertama, kemampuan mengarang A.S lebih
rendah dari subjek- subjek sebelumnya, tetapi subjek A.S juga mengalami peningkatan dalam kemampuan mengarang reproduksinya, hal ini dapat
3. Pada setiap subjek terjadi perubahan dan perubahan antara sebelum diberikan intervensi dengan setelah intervensi, hal ini membuktikan bahwa media video dapat meningkatkan kemampuan mengarang reproduksi.
B. Saran
Atas dasar hasil penelitian ini, maka penulis memberikan saran- saran sebagai
berikut :
1. Bagi Guru
Diharapkan guru khususnya guru Bahasa Indonesia dapat menggunakan
media visual dalam meningkatkan kemampuan bahasa anak tunarungu, dan salah satunya melalui media video yang dapat meningkatkan
mengarang reproduksi anak tunarungu, hal ini dikarnakan media video secara konkret dapat menampilkan objek- objek yang dapat menambah pembendaharaan kosakata siswa. Guru dapat melakukan perekaman
melalui telepon selular atau HP yang dengan mudah dapat digunakan oleh guru.
2. Peneliti selanjutnya
Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar lebih menyepurnakan kekurangan yang ada media video, yaitu pada media video hanya terdiri
dari delapan judul saja, maka pada penelitian selanjutnya dapat menambah beberapa judul media video dan menggolongkan cerita media video