DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul ... i
Halaman Pengesahan ... ii
Pernyataan ... iii
Kata Pengantar ... iv
Ucapan Terima Kasih ... v
Abstrak ... vii
Daftar Isi... viii
Daftar Tabel ... x
Daftar Bagan...xi
Daftar Gambar ... xii
Daftar Lampiran ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Keterampilan Sosial... 10
1. Pengertian Keterampilan Sosial ... 10
2. Kategori Keterampilan Sosial ... 11
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial ... 14
B. Pola Asuh Orangtua ... 16
1. Pengertian Pola Asuh Orangtua...16
2. Dimensi Pola Asuh Orangtua...18
C. Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Keterampilan Sosial Anak...24
D. Tunarungu Usia Dini, Keterampilan Sosial dan Pola Asuh Orangtua...28
E. Penelitian-penelitian terdahulu...33
BAB III METODE PENELITIAN ... 35
A. Lokasi dan Informan Penelitian... 35
B. Desain Penelitian ... 39
D. Definisi Istilah ... 41
E. Instrumen Penelitian ... 43
F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 49
G. Analisis Data ... 53
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57
A. Hasil Penelitian ... 57
1. Keterampilan Sosial Anak Tunarungu Usia Dini di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia ... 58
2. Pola Asuh Orangtua Anak Tunarungu Usia Dini yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik...140
B. Pembahasan ...156
1. Keterampilan Sosial Anak Tunarungu Usia Dini di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia...156
2. Pola Asuh Orangtua Anak Tunarungu Usia Dini yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik...157
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...171
A. Kesimpulan ... 171
B. Rekomendasi ... ………. 172
DAFTAR PUSTAKA ... 174
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
2.1 Environmental Behavior (Perilaku terhadap Lingkungan) ... 12
2.2 Interpersonal Behavior (Perilaku Interpersonal) ... 12
2.3 Self-Related Behavior (Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri) ... 13
2.4 Task-Related Behavior (Perilaku yang Berhubungan dengan Tugas) ... 14
2.5 Pengaruh Parenting Style Terhadap Perilaku Anak ... 26
3.1 Identitas Ke-10 Anak Tunarungu Usia Dini ... 37
3.2 Identitas Ke-5 Orangtua Dari Anak Tunarungu Usia Dini yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik ... 38
3.3 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial...43
3.4 Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Orangtua...47
3.5 Keterangan Skor...51
3.6 Kriteria Interpretasi...55
4.1 Nilai Persentase dan Kategori Keterampilan Sosial Sepuluh Anak Tunarungu Usia Dini...59
4.2 Hasil Observasi Keterampilan Sosial DV...65
4.3 Hasil Observasi Keterampilan Sosial FZ...73
4.4 Hasil Observasi Keterampilan Sosial NL...80
4.5 Hasil Observasi Keterampilan Sosial JJ...88
4.6 Hasil Observasi Keterampilan Sosial VL...96
4.7 Hasil Observasi Keterampilan Sosial VN... ..104
4.8 Hasil Observasi Keterampilan Sosial ST...112
4.9 Hasil Observasi Keterampilan Sosial FT...121
4.10 Hasil Observasi Keterampilan Sosial YS...129
4.11 Hasil Observasi Keterampilan Sosial SM...137
4.12 Hasil Lima Anak Tunarungu yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik...140
DAFTAR BAGAN Bagan Hal 3.1 Desain Penelitian ... 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Keterampilan sosial menjadi keterampilan yang penting dikuasai setiap
anak. Menurut Plato (Makmun, 2003:105), “secara potensial (fitrah) manusia
dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon)”. Oleh karena itu, sebagai
makhluk sosial, anak harus dapat mengembangkan keterampilan sosialnya sebagai
bekal untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan yang menjadi harapan
masyarakat atau social expectations. Akan tetapi, tidak semua anak memiliki
keterampilan sosial dan kemampuan menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.
Salah satu indikator ialah munculnya permasalahan yang dialami anak seperti
ingin menang sendiri, merasa berkuasa, tidak mau berteman atau memilih-milih
teman, bersikap agresif, dan tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan
(Syaodih,1995:29).
Anak-anak yang kurang memiliki keterampilan sosial sangat
memungkinkan untuk ditolak oleh rekan yang lain. Anak yang tidak memiliki
keterampilan sosial (tidak mampu bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi
dengan baik, mengontrol diri, berempati, menaati aturan serta menghargai orang
lain) akan sangat mempengaruhi perkembangan anak lainnya. Sebaliknya,
2
teman sebaya, penerimaan dari guru, dan sukses belajarnya (Kurniati, 2006b:
112).
Berdasarkan hal tersebut, maka keterampilan sosial menjadi kebutuhan
bagi setiap individu untuk dapat diterima di lingkungan sosialnya, termasuk anak
tunarungu. Tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
keadaan kehilangan pendengaran yang dialami oleh seseorang. Secara umum
tunarungu dikategorikan kurang dengar dan tuli, sebagaimana yang diungkap
Hallahan dan Kauffman (1991:26) bahwa “Tunarungu adalah suatu istilah umum
yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi keseluruhan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan
kurang dengar”.
Berdasarkan hambatan tersebut, maka dapat mengakibatkan kesulitan
dalam belajar di sekolah dan dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat
mendengar sehingga berdampak pada perkembangan sosial dan keragaman
pengalamannya. Sebagian besar perkembangan sosial anak didasarkan atas
komunikasi lisan, begitu pula perkembangan komunikasi itu sendiri, sehingga
gangguan dalam proses pendengaran akan menimbulkan hambatan dalam
berinteraksi dan berkomunikasi.
Masalah mendasar yang dialami oleh anak tunarungu adalah hambatan
dalam perkembangan bahasa, sehingga anak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya. Anak yang dari lahir sudah mengalami
kehilangan pendengaran tidak mendapatkan rangsangan bunyi/suara dari
3
anak tunarungu, tidak terjadi umpan balik dan proses meniru ucapan, maka alat
bicaranya pun tidak terlatih untuk mengucapkan kata-kata atau berkata. Alat
bicaranya menjadi kaku, dalam arti mereka mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan sesuatu tanpa terlatih berbicara, karena alat bicara tidak bisa
bergerak secara otomatis, melainkan harus mengeja. Oleh karena itu banyak anak
tunarungu sulit untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain dan mereka
juga sulit untuk bisa berinteraksi dengan orang lain, sulit mengungkapkan isi
hatinya, disebabkan dari masukan bahasa yang diterimanya sangat kurang,
sehingga bahasanya pun kurang berkembang. Kekurangan anak tunarungu dalam
perolehan bahasa secara verbal, maka kompensasi komunikasinya adalah dengan
menggunakan bahasa isyarat. Kurangnya masukan bahasa yang bisa diterima oleh
anak tunarungu akhirnya menyebabkan banyak dari mereka sulit berkomunikasi
dengan orang lain. Dengan keterbatasannya dalam berkomunikasi ini maka
banyak mempengaruhi keterampilan sosial anak tunarungu. Memang tidak semua
dari anak tunarungu memiliki keterampilan sosial yang kurang baik, tetapi banyak
juga dari mereka yang selalu merasa rendah diri dan sensitif (mudah curiga) jika
berhadapan dengan orang lain pada umumnya. Banyak dari mereka yang menarik
diri dari lingkungannya karena keterbatasan bahasa yang dimiliki, sehingga
mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap anak, termasuk anak tunarungu membutuhkan orang lain dalam
membantu perkembangan keseluruhan dirinya, dan orang yang paling pertama
bertanggung jawab adalah kedua orang tua atau keluarganya. Keluarga sebagai
4
dalam mengembangkan keterampilan sosial anak tunarungu. Robandi, dkk.
(2007:175) menyatakan bahwa:
Disebut sebagai lembaga pertama karena pada umumnya setiap anak dilahirkan dan kemudian dibesarkan pada awal pertama dalam lingkungan keluarga. Kemudian disebut sebagai lembaga utama bagi anak, karena keberhasilan pendidikan dalam keluarga ketika anak berada dalam usia dini atau sering disebut masa golden age.
Karena itulah keluarga dipandang sebagai lembaga pertama dan utama
bagi anak. Hubungan anak dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya
menjadi landasan sikap anak terhadap orang lain, benda dan kehidupan secara
umum. Keluarga merupakan primary group bagi anak yang pertama-tama
mendidiknya dan merupakan lingkungan sosial pertama di mana anak
berkembang sebagai mahluk sosial. Merawat dan mengasuh anak bukan hanya
memenuhi kebutuhan fisik atau jasmaninya saja, melainkan juga pada pemenuhan
optimalisasi perkembangan yang lain seperti emosi, sosial, bahasa, motorik dan
kognitif. Hofman (Syaodih, E, 1999:5) menyatakan bahwa “perlakuan orang tua
dalam pengasuhan anak sangat menentukan perilaku anak menjadi perilaku yang
prososial atau anti sosial”. Sejalan dengan ini, Santrock (2002:257) menyatakan
bahwa:
Kasih sayang pengasuhan selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan ramuan kunci dalam perkembangan sosial anak, meningkatkan kemungkinan anak akan berkompeten secara sosial dan menyesuaikan diri dengan baik pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.
Perbedaan pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya turut
berpengaruh pada perkembangan sosial anak. Penelitian sebelumnya yang
5
pengalaman pengasuhan yang baik menunjukkan pemenuhan kriterianya dalam
semua item (perkembangan sosial dan emosi, komunikasi, kognitif dan
pengetahuan umum), dibandingkan dengan 30% anak-anak yang tidak mendapat
pengalaman pengasuhan yang baik”.
Berdasarkan hal tersebut, maka orangtua dituntut untuk lebih optimal,
dalam memberikan didikan, bimbingan, pengasuhan juga arahan pada anak
khususnya anak tunarungu yang memiliki hambatan pendengaran dalam mencapai
suatu kematangan sosial untuk bekalnya menghadapi kehidupan yang lebih luas,
kompleks dan beragam. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini
bermaksud untuk melihat pola asuh orangtua anak tunarungu usia dini yang
memiliki keterampilan sosial baik di SLB Prima Bhakti Mulia, Kota Cimahi.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Keterbatasan bahasa yang dialami oleh anak tunarungu, tentunya akan
berdampak pada kehidupannya khususnya dalam kemampuan bicaranya.
Kemampuan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman bahasa
yang dimilikinya. Secara umum anak tunarungu secara potensial sama dengan
anak pada umumnya, tetapi secara fungsional perkembangan kognitif anak
tunarungu dipengaruhi oleh tingkat kemampuan bahasanya.
Selain hambatan tersebut di atas, ketunarunguan dapat mengakibatkan
6
perkembangan kepribadian anak menuju proses kedewasaan. Egosentrisme yang
melebihi anak pada umumnya, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang
lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, lebih mudah marah dan cepat
tersinggung, pemalu dan terkadang menarik diri apabila berada dalam suatu
situasi yang baru dimana orang-orang yang hadir lebih beragam (cenderung
menarik diri dan sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru).
Berdasarkan hal tersebut, dalam mendukung keterampilan sosial anak
tunarungu dibutuhkan peran serta keluarga khususnya orangtua dalam
menerapkan pola asuh. Karena keterampilan sosial merupakan salah satu
keterampilan yang penting bagi anak, keterampilan sosial perlu dimiliki dan
dikembangkan oleh anak sejak dini untuk mencegah kegagalan dan kesulitan di
masa sekolah dan masa dewasa kelak.
Hasil temuan tentang keterampilan sosial (Field & Roopnarine, 1982;
Doyle, Connoly & Rivest, 1980; Ladd, et al., 1992; dalam Spodek, 1993: 71)
menyebutkan, keterampilan sosial anak lebih bergantung pada “kualitas
pertemanan” dengan orang-orang yang telah dikenal atau familiar sebelumnya,
yaitu lingkungan keluarga. Sejalan dengan hasil temuan Field & Roopnarine;
Doyle, Connoly & Rivest; Ladd, et al., Nasution (2010: 1) mengungkapkan, anak
akan baik perkembangan keterampilan sosialnya apabila pola asuh yang diberikan
orang tuanya baik pula. Pendapat yang mengungkapkan keterampilan sosial anak
lebih baik jika dikembangkan melalui lingkungan keluarga didasari alasan
7
mengembangkan dan menanamkan berbagai kebiasaan dan norma perilaku
sebagai bekal kehidupan pribadi di keluarga dan masyarakat (Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, 2003:1).
Hasil studi pendahuluan memperlihatkan bahwa sebagian anak-anak
tunarungu memiliki keterampilan sosial yang baik, tetapi ada pula anak-anak
tunarungu yang keterampilan sosialnya kurang baik, padahal anak-anak tunarungu
tersebut relatif sama dalam hal kemampuan kognitif maupun tingkat kehilangan
pendengarannya. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana pola asuh orangtua mempengaruhi keterampilan sosial anak
tunarungu? Berdasarkan permasalahan itulah peneliti ingin menelusuri bagaimana
keluarga memperlakukan anak tunarungu di rumah sehingga mereka (anak
tunarungu) ini memiliki keterampilan sosial yang baik.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah: “pola asuh orangtua anak tunarungu usia dini yang
memiliki keterampilan sosial baik di SLB Prima Bhakti Mulia, Kota Cimahi”
dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar
Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi?
2. Bagaimana pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki
8
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan
umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pola asuh orangtua
dilihat dari keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar Biasa
Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.
Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk:
1. Mengetahui gambaran keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di
Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.
2. Mengetahui pola asuh orang tua anak tunarungu usia dini yang memiliki
keterampilan sosial baik.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bernilai guna baik untuk keperluan teoritik
maupun secara aplikatif. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Teoritik, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan anak
berkebutuhan khusus, khususnya dalam bidang intervensi dini dimana
diharapkan orangtua dapat mengintervensi anaknya secara dini dengan
menerapkan pola asuh yang baik agar dapat mengoptimalkan keterampilan
sosial anaknya.
2. Aplikatif, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara
9
keterampilan sosialnya kurang baik; sebagai masukan untuk menerapkan pola
asuh yang lebih baik untuk meningkatkan keterampilan sosial anaknya.
3. Peneliti lain; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya dalam rangka untuk menerapkan dan
mengembangkan pola asuh orangtua untuk meningkatkan keterampilan sosial
bagi anak tunarungu.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam tesis ini dibagi dalam lima bab, setiap bab
dirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : Kajian pustaka, meliputi: pengertian keterampilan sosial, kategori
keterampilan sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial,
pengertian pola asuh orangtua, dimensi pola asuh orangtua, pengaruh pola asuh
orangtua terhadap keterampilan sosial anak, tunarungu usia dini, keterampilan
sosial dan pola asuh orangtua, juga penelitian-penelitian terdahulu.
BAB III : Metodologi penelitian, meliputi: lokasi dan informan penelitian, desain
penelitian, metode penelitian, definisi istilah, instrumen penelitian, teknik
pengumpulan data penelitian, teknik keabsahan data, dan analisis data.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, meliputi: deskripsi hasil data
10
wawancara pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki
keterampilan sosial baik, beserta pembahasan.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
Secara umum penelitian ini akan dilaksanakan dengan melakukan
observasi terhadap keterampilan sosial anak tunarungu usia dini untuk menjaring
anak tunarungu yang keterampilan sosialnya termasuk dalam kategori yang baik.
Kemudian melakukan wawancara kepada orangtua siswa tunarungu yang
memiliki keterampilan sosial baik dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran
tentang pola asuh orangtua. Untuk lebih jelasnya, tentang prosedur dalam
penelitian ini, akan dijabarkan sebagai berikut:
A. Lokasi dan Informan Penelitian
Penelitian mengambil lokasi di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia
(SLB-B PBM), di Kota Cimahi. Informan penelitian ialah seluruh anak
Tunarungu kelas Taman Kanak-kanak 1 (TK-1) di SLB-B PBM tahun ajaran
2011/2012, dan orangtua dari anak Tunarungu (salah satu di antara Bapak atau
Ibunya). Pertimbangan dalam menentukan lokasi dan informan dalam penelitian
ini adalah:
1. Lokasi Penelitian
Pemilihan SLB-B PBM untuk menjadi lokasi penelitian dilatar belakangi
35
a. Sekolah ini khusus menangani anak yang mengalami hambatan pendengaran
atau biasa disebut sebagai anak tunarungu.
b. Di SLB-B PBM ini banyak dari anak tunarungu mengalami keterampilan
sosial yang kurang baik dikarenakan hambatan komunikasi yang mereka
miliki, sehingga menghambat dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain.
c. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai keterampilan sosial dan pola
asuh orangtua di SLB-B PBM.
Berikut adalah profil SLB-B Prima Bhakti Mulia:
Nama Sekolah : Prima Bhakti Mulia
Status Sekolah : Swasta
Alamat Sekolah : Jl. Budhi No. 123 Komp. Cimindi Raya Kel. Pasirkaliki, Kec. Cimahi Utara, Kota Cimahi.
Tahun Berdiri : 2000
Waktu Penyelenggaraan : Pagi dan Siang
Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia ini dikhususkan untuk anak-anak
yang mengalami gangguan pendengaran saja. Pembelajaran di sekolah ini
menggunakan sistem oral atau verbal atau membaca bibir, dan tidak
36
2. Informan Penelitian
Informan penelitian meliputi satu kelas TK-1 di SLB-B PBM yang terdiri
dari 10 orang anak tunarungu, tujuh laki-laki dan tiga perempuan. Informan
lainnya adalah lima orangtua dari anak tunarungu usia dini yang masuk ke dalam
kategori keterampilan sosial baik. Informan anak tunarungu yang diteliti adalah
anak berumur lima hingga delapan tahun. Subyek tersebut dipilih berdasarakan
kriteria yang ditetapkan oleh peneliti berdasarkan teori perkembangan Buhler C.
(Sobur Alex, 2003:132) yaitu: a) masa tersebut merupakan masa sosialisasi anak,
b) masa ini anak mulai memasuki masyarakat luas (misalnya: taman
kanak-kanak), c) anak mulai belajar mengenal dunia sekitar secara objektif, d) anak
mulai belajar mengenai tugas dan kewajiban. Berdasarkan teori tersebut, maka
keterampilan sosial anak tersebut akan lebih terlihat karena adanya tekanan
kelompok dari lingkungan yang lebih kuat dibandingkan dengan umur
sebelumnya atau tatkala anak-anak sudah semakin tumbuh.
Berikut adalah profil atau identitas kesepuluh informan, yaitu anak
37
Tabel 3.1
Identitas Ke-10 Anak Tunarungu
No. Nama Anak Usia
1. DV 5 tahun 4 bulan
2. FZ 6 tahun 3 bulan
3. JJ 5 tahun 8 bulan
4. ST 5 tahun 9 bulan
5. FT 5 tahun 5 bulan
6. VL 6 tahun 4 bulan
7. NL 5 tahun 3 bulan
8. SM 6 tahun 4 bulan
9. VN 6 tahun 11 bulan
10. YS 5 tahun 11 bulan
Dalam mengumpulkan data tentang pola asuh orangtua dari anak yang
memiliki keterampilan sosial baik, maka akan dilakukan wawancara dengan
kelima informan sebagai berikut:
Tabel 3.2
Identitas Ke-5 Orangtua dari Anak Tunarungu yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik
No. Nama Orangtua Usia Pendidikan Terakhir
1. RA 29 tahun SLTA
2. RS 35 tahun D-3
38
4. DR 36 tahun SLTA
5. PI 38 tahun SLTA
B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, sebab
penelitian ini berupaya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di
lapangan, mengutamakan proses bagaimana data dapat diperoleh sehingga data
tersebut menjadi akurat dan layak digunakan dalam penelitian. Sejalan yang
dinyatakan oleh Moleong (2004) bahwa penelitian kualitatif adalah “penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek
penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa”. Data atau
informasi yang diungkap berupa kata-kata baik secara lisan maupun secara
tertulis, gambaran secara deskripsi berdasarkan pertanyaan penelitian yang
diperoleh dari subyek tentang pendapatnya dan perbuatannya pada saat dilakukan
penelitian.
Pendekatan kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982:3) (Moleong,
2004:3) disebut juga dengan metode: naturalistik, sesuai dengan karakteristik
yang dikaji. Lebih lanjut lagi Bogdan dan Biklen, secara operasional
mengemukakan lima karakteristik utama dari penelitian kualitatif, sebagai berikut:
1. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung
sumber data.
2. Mengimplikasikan data yang dikumpul dalam penelitian ini lebih cenderung
39
3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses, tidak
semata-mata pada hasil.
4. Melalui analisis induktif peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang
diamati.
5. Mengungkapkan makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan
kualitatif.
Penelitian awalnya ini dilakukan dengan melakukan observasi kepada
anak tunarungu usia dini untuk melihat keterampilan sosial anak tunarungu usia
dini di Sekolah Luar Biasa dengan klasifikasi keterampilan sosial yang baik,
cukup baik dan kurang baik. Setelah itu dilakukan wawancara terhadap orangtua
dalam menerapkan pola asuh orang tua di rumah terhadap anak tunarungu usia
dini yang memiliki keterampilan sosial yang baik. Kemudian akan ditemukan
gambaran pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki
keterampilan sosial baik di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.
Untuk lebih jelasnya desain penelitian ini akan ditampilkan pada bagan berikut.
6. Kondisi
Objektif Keterampilan
Sosial Anak Tunarungu Di
SLB Prima Bhakti Mulia,
Kota Cimahi
Anak dengan Keterampilan Sosial Baik
Penerapan Pola Asuh Orangtua
Pola asuh orangtua dari anak tunarungu
40
Bagan 3.1 Desain Penelitian
C. Metode Penelitian
Metode penelitian digunakan untuk menetapkan cara pengumpulan data
dilapangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Menurut Arikunto (2002:136) “Metode penelitian adalah cara yang
digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Sedangkan
menurut Whitney (Nazir, 2009:54) metode deskriptif adalah:
Metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Metode deskriptif ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian
yaitu untuk membuat deskripsi tentang keterampilan sosial anak tunarungu dan
pola asuh orang tua.
D. Definisi Istilah
a. Keterampilan Sosial
Keterampilan sosial menurut Cartledge & Milburn diartikan sebagai
kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial melalui
41
sama memiliki keuntungan untuk pribadi dan orang lain. Dalam penelitian
keterampilan sosial dibagi menjadi empat kategori, yaitu sebagai berikut:
1) Environmental behavior (perilaku terhadap lingkungan) merupakan bentuk
perilaku yang menunjukkan tingkah laku sosial individu dalam mengenal
dan memperlakukan lingkungan hidupnya.
2) Interpersonal behavior (perilaku interpersonal) ialah bentuk perilaku yang
menunjukkan tingkah laku sosial individu dalam mengenal dan
mengadakan hubungan dengan sesama individu lain (dengan teman sebaya
atau guru).
3) Self-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri)
yaitu bentuk perilaku yang menunjukkan tingkah laku sosial individu
terhadap dirinya sendiri.
4) Task-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan tugas)
merupakan bentuk perilaku atau respon individu terhadap sejumlah tugas
akademis.
b. Bentuk pola asuh orangtua
Menurut Syaodih, E (1999:10) bahwa “pola asuh orangtua adalah
kecenderungan yang relatif menetap dari orangtua dalam memberikan didikan,
bimbingan, dan perawatan kepada anak-anaknya”. Sedangkan pola asuh orangtua
dalam penelitian ini adalah cara perlakuan orangtua dalam membimbing,
merawat, mendidik, melatih dan berinteraksi dengan anaknya (tunarungu) dengan
tujuan agar anak dapat lebih baik dimasa mendatang.
42
Menurut Hallahan dan Kauffman (1991:26) bahwa “Tunarungu adalah
suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi
keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat,
digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar”. Jadi Tunarungu adalah suatu
keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
menangkap berbagai rangsangan terutama melalui pendengaran. Dalam penelitian
ini yang dimaksud anak tunarungu adalah anak kelas TK 1 (usia dini) yang
berumur lima hingga delapan tahun dan bersekolah di SLB-B Prima Bhakti Mulia.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang pertama disusun dalam bentuk pedoman
pengamatan (observasi), yang digunakan untuk memperoleh gambaran riil
keterampilan sosial anak tunarungu yang berada di Sekolah Luar Biasa Prima
Bhakti Mulia. Berikut adalah instrumen keterampilan sosial dalam bentuk
pedoman observasi yang ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial
Aspek Cartledge &
Milburn (1986:355-359)
Indikator Sub Indikator Kode Soal
Environmental
Behavior
Peduli Lingkungan
Membuang sampah pada tempatnya.
EB/A-1
Membersihkan setelah mengotori sesuatu.
43
Menggunakan peralatan kelas dan bahan dengan benar.
EB/A-3
Menggunakan alat bermain dengan benar.
EB/A-4
Berkaitan dengan Keadaan Darurat
Melaporkan kecelakaan atau keadaan darurat lainnya pada guru.
EB/B-5
Interpersonal
Behavior Menerima
Otoritas
Mengikuti permintaan atau arahan dari guru.
IB/A-6 Mengikuti aturan-aturan kelas. IB/A-7 Mengatasi Konflik
Merespon ejekan dengan pengabaian atau
menggunakan cara konstruktif lainnya.
IB/B-8
Merespon penyerangan fisik dengan meninggalkan situasi atau dengan meminta
bantuan.
IB/B-9
Mengungkapkan kemarahan dengan tidak melalui tindakan fisik.
IB/B-10
Memperoleh atau Menarik Perhatian
Mendekati guru untuk menarik perhatian seperti meminta bantuan, penjelasan, pengajaran, dan lain-lain.
IB/C-11
Memberi Salam Pada Orang Lain
Melihat mata orang lain ketika bersalaman.
IB/D-12
Tersenyum ketika bertemu dengan teman.
IB/D-13
44
Membantu Orang Lain
diminta.
Memberi arahan atau petunjuk sederhana pada teman.
IB/E-15
Bercakap-Cakap Memulai percakapan dengan teman sebaya. IB/F-16 Melakukan Permainan Mengikuti aturan-aturan ketika bermain. IB/G-17
Menunggu giliran pada saat bermain.
IB/G-18
Menerima kekalahan dan memberi selamat pada pemenang dalam sebuah permainan kompetitif.
IB/G-19
Bersikap Positif Terhadap Orang
Lain
Memberi pujian kepada orang lain baik secara verbal maupun non verbal.
IB/H-20
Bermain Secara Bebas
Mengajak anak lain bermain di tempat atau taman bermain.
IB/I-21
Berbagi mainan atau peralatan dalam sebuah situasi bermain.
IB/I-22
Properti: Milik Sendiri dan Milik
Orang Lain
Membedakan barang miliknya dengan barang milik orang lain.
IB/J-23
Meminjamkan barang miliknya kepada orang lain ketika diminta.
IB/J-24
Menggunakan dan
mengembalikan barang milik orang lain tanpa merusaknya.
45
Meminta izin menggunakan barang milik orang lain.
IB/J-26
Self-Related
Behavior
Menerima Konsekuensi
Mau meminta maaf ketika tindakannya melanggar atau melukai orang lain.
SRB/A-27
Menerima konsekuensi yang setara dengan perbuatan salahnya.
SRB/A-28
Sikap Positif Terhadap Diri
Sendiri
Mengerjakan sebuah tugas baru dengan sikap positif.
SRB/B-29
Perilaku Bertanggung
Jawab
Duduk dengan tidak berjalan-jalan dan tidak keluar masuk kelas ketika proses pembelajaran berjalan.
SRB/C-30
Memelihara barang milik sendiri.
SRB/C-31
Membereskan alat bermain atau peralatan sekolah setelah mempergunakannya. SRB/C-32 Task-Related Behavior Menjawab Pertanyaan
Menjawab sesuai dengan pertanyaan yang ditanyakan oleh guru.
TRB/A-33
Bisa menyatakan „tidak tahu‟ untuk hal yang memang tidak diketahuinya.
TRB/A-34
Perilaku Mengikuti
Pelajaran
Memperhatikan guru ketika pelajaran berlangsung.
TRB/B-35
Menyimak ketika seseorang berbicara di dalam kelas.
46
Instrumen yang kedua dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pedoman
wawancara, sesuai dengan indikator-indikator dari pola asuh orang tua, sehingga
diperoleh gambaran dan latar belakang penerapan pola asuh orang tua terhadap
anaknya di lingkungan keluarga dan di rumah. Berikut adalah instrumen pola asuh
orangtua yang ditampilkan pada tabel pedoman wawancara dengan berlandaskan
dari dimensi pola asuh orangtua dari Maccoby (1980) yaitu:
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Orangtua
No. Variabel Sub Variabel Aspek yang Diungkap
1. Pola Mengingat hambatan yang dialami anak
Menyelesaikan Tugas-tugas
Menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai dengan waktunya.
TRB/C-37
Mengerjakan tugas hingga selesai.
TRB/C-38
Aktivitas Kelompok
Mengerjakan sebuah tugas bersama-sama dengan teman secara kooperatif.
TRB/D-39
Perilaku Berdasarkan
Tugas
Duduk rapih di bangku ketika diperintahkan guru.
TRB/E-40
Mengerjakan tugas atau pekerjaan di bangku dengan tenang atau tidak ribut.
TRB/E-41
Kualitas kerja
Menerima koreksi tugas sekolah dan berusaha untuk memperbaikinya.
47
Komunikasi
Kebiasaan Berkomunikasi
tunarungu dalam berbicara dan mendengar, bagaimana caranya orangtua berkomunikasi dengan anak.
Keseringan ayah dan ibu mengajak anaknya berkomunikasi.
Orangtua memberikan kesempatan dan tidak membatasi anaknya dalam berbicara atau mengutarakan pendapatnya.
Kesulitan-kesulitan yang ditemui ketika berkomunikasi dengan anak.
Solusi untuk mengatasi masalah komunikasi.
2. Kebiasaan
orangtua Interaksi
Orangtua dan Anak
Interaksi antara orangtua dengan anak. Peran ayah dalam pola asuh di keluarga. Peran ibu dalam pola asuh di keluarga. Pada siapakah anak lebih patuh.
Anak sering meniru kegiatan yang dilakukan orangtua.
Penanganan Kebiasaan Anak
Orangtua menerapkan kebiasaan-kebiasaan pada anak.
Anak diberikan tanggung jawab di dalam keluarga.
Anak mudah menerima arahan dari orangtua atau tidak.
Orangtua menciptakan suasana nyaman di dalam rumah.
Peraturan dalam Keluarga
Dalam keluarga terdapat peraturan mengenai tingkah laku yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
48
kepada anak.
Bimbingan dan Perhatian
Orangtua memberikan pujian, jika anak benar atau berperilaku baik.
Orangtua memberikan teguran, jika anak salah atau berperilaku buruk.
Orangtua telah memenuhi kebutuhan sekolah anak dengan mengurus keperluan/kebutuhan anak sehari-hari.
Orangtua telah meluangkan waktu agar bisa bekerjasama dengan anak dalam mengatasi masalah.
Orangtua menunjukkan rasa antusias ketika anak mampu menyelesaikan tugas.
Orangtua peka terhadap keadaan emosional anak.
Orangtua selalu mengingatkan anak untuk belajar atau membuat PR.
Kebebasan yang Terkendali
Orangtua mendengar dan mempertimbangkan pendapat dan keinginan anak.
Sejauhmana orangtua membatasi aktivitas anak.
Sejauhmana orangtua ikut campur/intervensi dalam aktivitas anak.
Sejauhmana orangtua menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang.
Orangtua memperhatikan penjelasan anak ketika melakukan kesalahan.
Anak meminta izin jika hendak keluar rumah. Orangtua memberikan izin bersyarat dalam hal bergaul dengan teman-temannya.
49
Hubungan dengan Anggota
Keluarga yang Lain
Komunikasi yang terjalin dengan kakak, adik, atau penghuni keluarga lainnya.
Kakak, adik, atau penghuni keluarga lainnya sering meluangkan waktu bersama untuk bermain.
F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian
Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan peneliti untuk
memperoleh data yang dibutuhkan sehingga mampu menjawab pertanyaan
penelitian ini. Untuk keperluan pengumpulan data-data tentang proses dan hasil
yang akan dicapai, maka peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data,
yaitu observasi dan wawancara.
a. Observasi/pengamatan
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan
mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati.
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menggunakan observasi
non partisipan atau dengan pengamatan langsung tanpa melibatkan diri secara
langsung dalam kegiatan yang dilakukan di lokasi penelitian. Observasi non
partisipan digunakan untuk melihat perilaku dan tindakan yang dilakukan anak
50
Penelitian ini menggunakan observasi terstruktur, yaitu observasi yang
telah dirancang secara sistematis tentang apa yang diamati, kapan dan dimana
tempatnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh sejumlah data lapangan tentang
keterampilan sosial anak tunarungu dalam berinteraksi dengan anak tunarungu
lainnya.
Observasi ini dilakukan sebagai teknik pengumpulan data dengan tujuan
untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan sosial anak tunarungu yang
bersifat faktual. Melalui teknik observasi akan diperoleh data tentang kondisi
obyektif keterampilan sosial anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Kota Cimahi.
Observasi dilakukan selama lima minggu berturut-turut dengan jumlah
observer sebanyak lima orang. Dengan jumlah informan sebanyak 10 orang, maka
setiap harinya observer mengobservasi dua orang anak tunasrungu yang sama dan
akan dirotasi setiap harinya selama lima minggu penelitian. Observasi dilakukan
lima minggu berturut-turut selama satu setengah jam setiap harinya agar
memperoleh data yang faktual.
Dalam pengamatan fenomena sosial ini, peneliti menggunakan alat rating
scale (skala nilai). Menurut Kerlinger (M. Nazir 2009:185), “Skala nilai yaitu
sebuah instrumen atau alat yang mewajibkan pengamat untuk menetapkan subjek
kepada kategori atau kontinum dengan memberikan nomor atau angka pada
51
Instrumen ini disusun dalam bentuk pedoman observasi, yang digunakan
untuk memperoleh gambaran riil keterampilan sosial anak tunarungu dengan
menggunakan skala nilai yang dilakukan berdasarkan indikator-indikator dari
keterampilan sosial. Observer memberi tanda ceklis () pada kolom pengamatan
jika informan menampilkan indikator perilaku yang diamati, dan mencatatnya
pada kolom hasil observasi.
Setiap indikator yang teridentifikasi akan mendapatkan skor sesuai dengan
kriteria penilaian yang telah ditentukan. Penentuan skor yang ditetapkan sesuai
indikator-indikator dari keterampilan sosial yang ditetapkan oleh peneliti dengan
tujuan untuk mengkategorisasian keterampilan sosial anak tunarungu usia dini
[image:32.595.112.512.222.605.2]adalah sebagai berikut:
Tabel 3.5 Kategori Skor
Skor Keterangan
3 Teridentifikasi
2 Kadang Teridentifikasi 1 Tidak Teridentifikasi
Keterangan:
T = Teridentifikasi, yaitu dimana perilaku lebih banyak muncul atau lebih sering
52
KT = Kadang Terdentifikasi, yaitu dimana perilaku tersebut kadang-kadang
muncul, kadang dilakukan dan kadang tidak dilakukan. Jadi frekuensi perilaku
yang dilakukan dengan yang tidak dilakukannya seimbang.
TT = Tidak Teridentifikasi, yaitu dimana perilaku tidak pernah muncul dan tidak
pernah dilakukan. Jadi frekuensi perilaku yang dilakukan tidak ada.
Penyajian data ini selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif yang
juga didukung oleh tabel sehingga penyajian data tersebut dapat terorganisasikan
dan tersusun pola yang mudah dipahami.
b. Wawancara
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan
mengadakan komunikasi dengan sumber data. Wawancara menurut M. Nazir
(2009:194) adalah “Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara
dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara).” Jadi wawancara adalah suatu proses
pengumpulan data untuk suatu penelitian.
Peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, yaitu
wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara
yang telah tersusun secara sistematis lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
53
digunakan untuk meneliti lebih mendalam tentang responden. Teknik wawancara
ini dilakukan kepada informan yaitu orang tua yang memiliki anak tunarungu
dengan keterampilan sosial yang baik.
Jika terdapat informasi yang dianggap relevan dengan tujuan wawancara
namun belum tercantum dalam item indikator, peneliti diperkenankan menggali
lebih dalam informasi tersebut sehingga dapat dijadikan data yang lebih akurat
dan tepat.
Informasi yang ingin diungkap dari orang tua ini adalah mengenai
penerapan pola asuh orang tua di lingkungan keluarga dan di rumah kepada anak
tunarungu yang sedang diteliti. Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk uraian
sehingga pembaca dapat memahami hasil penelitian ini dengan jelas.
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid
apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Agar diperoleh temuan dan
interpretasi yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya dengan mengunakan
beberapa teknik. Menurut Sugiyono (2010:270), cara pengujian kredibilitas data
atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain bisa
54
1) Perpanjangan pengamatan, dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.
2) Peningkatkan ketekunan, meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.
3) Triangulasi, triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
4) Analisis kasus negatif, melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.
5) Menggunakan bahan referensi, adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.
6) Membercheck, adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data.
Dari beberapa cara pengujian kredibilitas data tersebut, dalam penelitian
ini peneliti menggunakan cara pengujian menggunakan bahan referensi dan
membercheck. Langkah-langkah memberchek yang dilakukan oleh peneliti akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Menggunakan Bahan Referensi
Bahan referensi berfungsi sebagai pendukung untuk membuktikan data
yang telah ditemukan oleh peneliti, contoh, data hasil wawancara perlu didukung
dengan adanya rekaman wawancara. Alat-alat bantu perekam data dalam
penelitian kualitatif ini, menggunakan handycam karena sangat diperlukan untuk
mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti.
55
Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.
Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya
data tersebut valid, sehingga semakin kredibel dan dipercaya pemberi data, tetapi
apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak
disepakati oleh pemberi data, maka peneliti melakukan diskusi dengan pemberi
data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya,
dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi
tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan
dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau
informan.
Adapun tahapan memberchek yang dilakukan oleh peneliti adalah
sebagai berikut:
1) Menunjukkan hasil wawancara awal kepada orangtua. Secara operasional,
peneliti memberikan hasil wawancara untuk selanjutnya ditelaah oleh
orangtua.
2) Melakukan diskusi kepada informan dari hasil wawancara awal. Hal ini
56
perlu dilakukan penambahan atau pengurangan deskripsi tentang pola asuh
yang diterapkan orangtua”.
3) Peneliti melakukan revisi terhadap hasil diskusi dari orangtua anak
tunarungu yang keterampilan sosialnya baik.
4) Peneliti menarik kesimpulan awal berdasarkan hasil wawancara dan revisi
tentang pola asuh yang diterapkan oleh orangtua dari anak tunarungu yang
keterampilan sosialnya baik.
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data kualitatif
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain (Bogdan & Biklen, dalam Moleong 2005:248). Dalam penelitian ini
teknik analisis data yang akan dipakai adalah:
1. Reduksi Data
Menurut Sugiyono (2010:247), “Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya”. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
57
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Data penelitian
yang akan direduksi adalah hasil observasi keterampilan sosial anak tunarungu
dan hasil wawancara orangtua tentang bentuk pola asuh yang diterapkan di rumah.
Data tersebut akan dituangkan dalam bentuk deskriptif.
2. Display Data (Penyajian Data)
Setelah semua data tekumpul, peneliti melakukan display data atau
penyajian data agar mempermudah peneliti untuk mengambil kesimpulan.
Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan
yang berupa teks dan bersifat naratif. Setelah data hasil observasi keterampilan
sosial anak tunarungu terkumpul, maka selanjutnya menabulasi data dan disajikan
dalam bentuk persentase.
Rumus yang digunakan dalam menentukan persentase keterampilan sosial anak
tunarungu usia dini dengan rumus sebagai berikut;
P = f x 100 %.
N
Keterangan:
P : Presentase skor yang dicari.
58
N: Jumlah seluruh frekuensi indikator keterampilan sosial.
(Sugiyono, 2010:99)
Berdasarkan hasil persentase keterampilan sosial anak tunarungu, maka
selanjutnya dilakukan pengkategorian terhadap keterampilan sosial anak
tunarungu yang berpedoman pada Suryabrata (2002:10) dengan kriteria sebagai
berikut:
[image:39.595.114.517.238.613.2]Tabel 3.6
Kriteria Interpretasi
Skor Persentase Kriteria Interpretasi Keterampilan Sosial
0% – 40% Kurang Baik
41% – 70% Cukup baik
71% – 100% Baik
Data tentang pola asuh orangtua yang dikumpulkan melalui wawancara
akan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan pola asuh yang diterapkan
pada anak tunarungu.
3. Verifikasi
Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi berdasarkan keterampilan sosial anak tunarungu dan
bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Data keterampilan sosial yang
diperoleh akan dicari hubungannya dengan bentuk pola asuh yang diterapkan
59
Data Collection
Data Reduction Data Display
Conclusion
& Verifying
sebenarnya masih kabur, akan tetapi dengan semakin bertambahnya data maka
kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan bentuk
pola asuh orangtua terhadap keterampilan sosial anak tunarungu usia dini. Maka,
data yang diverifikasi dalam penelitian ini adalah bentuk pola asuh orangtua
terhadap keterampilan sosial anak tunarungu usia dini. Verifikasi penelitian untuk
menangani kesimpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis, sehingga
tercapai suatu kemampuan final. Setelah semua data terkumpul dan dianalisis
maka kesimpulan tentang bentuk pola asuh orangtua akan dideskripsikan dalam
bentuk uraian. Untuk lebih jelasnya mengenai analisis data dalam penelitian ini,
[image:40.595.114.513.226.623.2]maka akan digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1
175
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian tentang
nilai-nilai pola asuh orangtua terhadap anak tunarungu usia dini pada SLB Prima
Bhakti Mulia dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar Biasa Prima
Bhakti Mulia Kota Cimahi yang berjumlah 10 anak, diketahui bahwa lima
anak memiliki keterampilan sosial yang termasuk ke dalam kategori baik,
sedangkan lima anak lainnya termasuk dalam kategori keterampilan sosial
cukup baik.
2. Pola asuh orang tua anak tunarungu yang memiliki keterampilan sosial
baik menerapkan komunikasi yang terbuka, memberikan kebebasan
kepada anak, memberikan contoh yang positif, melatih kedisiplinan,
memberikan pujian, mengontrol sifat emosional, dan memberikan
tanggungjawab. Berdasarkan kajian teoritis pola asuh tersebut bersentuhan
dengan pola asuh yang authoritative. Pola asuh authoritative adalah
dimana orangtua mendorong anak untuk bebas tetapi tetap memberikan
batasan dan mengendalikan tindakan-tindakannya. Sikap orang tua yang
hangat, bersifat membesarkan hati anak, dan komunikasi dua arah yang
176
B. Rekomendasi
1. Untuk orangtua dari anak tunarungu yang kerampilan sosialnya kurang baik,
diharapkan dapat menerapkan pola asuh authoritative agar keterampilan sosial
anak tunarungu usia dini menjadi lebih baik dari sebelumnya.
2. Orangtua yang memiliki anak tunarungu agar mengintervensi sedini mungkin
dengan menerapkan pola asuh authoritative agar dapat mengoptimalkan
keterampilan sosial anaknya.
3. Kepada pihak sekolah agar menjalin kerja sama yang baik dengan orangtua
anak tunarungu agar dapat memaksimalkan keterampilan sosial anak, baik di
177
DAFTAR PUSTAKA
Abin Syamsuddin Makmun. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.
Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Baumrind. (1967). Macam-macam Pola Asuh Orang Tua. (Online), tersedia dalam http://wawan-junaidi.blogspot.com/macam-macam-pola-asuhorang- tua.html, diakses 10 Oktober 2011.
Bogdan & Biklen. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to
Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.
Bonner, H. (1953). Social Psychology. New York: American Book Company.
Bunawan, L. (1997). Komunikasi Total. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Cartledge, G., & Milburn, J. (1986). Teaching Social Skills to Children. New York, NY: Pergamon Books, Inc.
Hallahan dan Kauffman. (1991). Exceptional Children. Boston: Allyn and Bacon.
Hurlock, Elizabeth B. (1993). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
Kurniati. Euis. (2006b). “Program Bimbingan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional”. Pedagogia (Jurnal Ilmu Pendidikan). 4, (2) 112-128.
Kartini, Kartono. (1995). Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.
Maccoby, E. (1980). Sosial Development; Psychological Growth and the Parent
– Child Relationship. New York: Harcout Brace Jovanovich, Inc.
Martini, O. (2004). Pengembangan Program Bimbingan Perkembangan Perilaku
Sosial Anak Usia Dini di Kelompok Bermain. Tesis Pasca Sarjana UPI
FPS Bandung: tidak diterbitkan.
178
Moleong, C. Lexy. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Murphey, D.A. (2002). Discriminant Validity of a Community- Level Measure of
Children’s Readiness for School. (Online). Tersedia:
http://ecrp.uiuc.edu/v5n2/murphey.html (24 Februari 2012).
Nana Syaodih. (1995). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Karya.
Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nugraha, A. & rachmawati, Y. (2008). Pengembangan Sosial Emosional. Edisi ke-8. Jakarta: Universitas Terbuka.
Robandi. (2007). Orang Tua dan Keluarga. Yogyakarta: Andi.
Robinson, N. S & Garber, J. (1995). Social Support and Psychopathology Across
the Life Span. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Rubin, K. H., Bukowski, W. & Parker, J. G. (1998). Peer Interactions,
Relationship &Groups. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). EdisiKelima, Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suryabrata S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Triani, N. (2003). Hubungan Gaya Pengasuhan Ibu dengan Kesiapan Sekolah
Anak Prasekolah. Tesis Master pada Fakultas Psikologi Universitas
Padjadjaran Bandung: Tidak diterbitkan.