• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH ORANGTUA ANAK TUNARUNGU USIA DINI YANG MEMILIKI KETERAMPILAN SOSIAL BAIK DI SLB PRIMA BHAKTI MULIA, KOTA CIMAHI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA ASUH ORANGTUA ANAK TUNARUNGU USIA DINI YANG MEMILIKI KETERAMPILAN SOSIAL BAIK DI SLB PRIMA BHAKTI MULIA, KOTA CIMAHI."

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Hal

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Pernyataan ... iii

Kata Pengantar ... iv

Ucapan Terima Kasih ... v

Abstrak ... vii

Daftar Isi... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Bagan...xi

Daftar Gambar ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Keterampilan Sosial... 10

1. Pengertian Keterampilan Sosial ... 10

2. Kategori Keterampilan Sosial ... 11

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial ... 14

B. Pola Asuh Orangtua ... 16

1. Pengertian Pola Asuh Orangtua...16

2. Dimensi Pola Asuh Orangtua...18

C. Pengaruh Pola Asuh Orangtua Terhadap Keterampilan Sosial Anak...24

D. Tunarungu Usia Dini, Keterampilan Sosial dan Pola Asuh Orangtua...28

E. Penelitian-penelitian terdahulu...33

BAB III METODE PENELITIAN ... 35

A. Lokasi dan Informan Penelitian... 35

B. Desain Penelitian ... 39

(2)

D. Definisi Istilah ... 41

E. Instrumen Penelitian ... 43

F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ... 49

G. Analisis Data ... 53

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

1. Keterampilan Sosial Anak Tunarungu Usia Dini di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia ... 58

2. Pola Asuh Orangtua Anak Tunarungu Usia Dini yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik...140

B. Pembahasan ...156

1. Keterampilan Sosial Anak Tunarungu Usia Dini di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia...156

2. Pola Asuh Orangtua Anak Tunarungu Usia Dini yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik...157

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI...171

A. Kesimpulan ... 171

B. Rekomendasi ... ………. 172

DAFTAR PUSTAKA ... 174

(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

2.1 Environmental Behavior (Perilaku terhadap Lingkungan) ... 12

2.2 Interpersonal Behavior (Perilaku Interpersonal) ... 12

2.3 Self-Related Behavior (Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri) ... 13

2.4 Task-Related Behavior (Perilaku yang Berhubungan dengan Tugas) ... 14

2.5 Pengaruh Parenting Style Terhadap Perilaku Anak ... 26

3.1 Identitas Ke-10 Anak Tunarungu Usia Dini ... 37

3.2 Identitas Ke-5 Orangtua Dari Anak Tunarungu Usia Dini yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik ... 38

3.3 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial...43

3.4 Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Orangtua...47

3.5 Keterangan Skor...51

3.6 Kriteria Interpretasi...55

4.1 Nilai Persentase dan Kategori Keterampilan Sosial Sepuluh Anak Tunarungu Usia Dini...59

4.2 Hasil Observasi Keterampilan Sosial DV...65

4.3 Hasil Observasi Keterampilan Sosial FZ...73

4.4 Hasil Observasi Keterampilan Sosial NL...80

4.5 Hasil Observasi Keterampilan Sosial JJ...88

4.6 Hasil Observasi Keterampilan Sosial VL...96

4.7 Hasil Observasi Keterampilan Sosial VN... ..104

4.8 Hasil Observasi Keterampilan Sosial ST...112

4.9 Hasil Observasi Keterampilan Sosial FT...121

4.10 Hasil Observasi Keterampilan Sosial YS...129

4.11 Hasil Observasi Keterampilan Sosial SM...137

4.12 Hasil Lima Anak Tunarungu yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik...140

DAFTAR BAGAN Bagan Hal 3.1 Desain Penelitian ... 40

(4)
(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Keterampilan sosial menjadi keterampilan yang penting dikuasai setiap

anak. Menurut Plato (Makmun, 2003:105), “secara potensial (fitrah) manusia

dilahirkan sebagai makhluk sosial (zoon politicon)”. Oleh karena itu, sebagai

makhluk sosial, anak harus dapat mengembangkan keterampilan sosialnya sebagai

bekal untuk memenuhi tugas-tugas perkembangan yang menjadi harapan

masyarakat atau social expectations. Akan tetapi, tidak semua anak memiliki

keterampilan sosial dan kemampuan menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.

Salah satu indikator ialah munculnya permasalahan yang dialami anak seperti

ingin menang sendiri, merasa berkuasa, tidak mau berteman atau memilih-milih

teman, bersikap agresif, dan tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan

(Syaodih,1995:29).

Anak-anak yang kurang memiliki keterampilan sosial sangat

memungkinkan untuk ditolak oleh rekan yang lain. Anak yang tidak memiliki

keterampilan sosial (tidak mampu bekerjasama, menyesuaikan diri, berinteraksi

dengan baik, mengontrol diri, berempati, menaati aturan serta menghargai orang

lain) akan sangat mempengaruhi perkembangan anak lainnya. Sebaliknya,

(6)

2

teman sebaya, penerimaan dari guru, dan sukses belajarnya (Kurniati, 2006b:

112).

Berdasarkan hal tersebut, maka keterampilan sosial menjadi kebutuhan

bagi setiap individu untuk dapat diterima di lingkungan sosialnya, termasuk anak

tunarungu. Tunarungu merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan

keadaan kehilangan pendengaran yang dialami oleh seseorang. Secara umum

tunarungu dikategorikan kurang dengar dan tuli, sebagaimana yang diungkap

Hallahan dan Kauffman (1991:26) bahwa “Tunarungu adalah suatu istilah umum

yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi keseluruhan kesulitan

mendengar dari yang ringan sampai yang berat, digolongkan ke dalam tuli dan

kurang dengar”.

Berdasarkan hambatan tersebut, maka dapat mengakibatkan kesulitan

dalam belajar di sekolah dan dalam berkomunikasi dengan orang yang dapat

mendengar sehingga berdampak pada perkembangan sosial dan keragaman

pengalamannya. Sebagian besar perkembangan sosial anak didasarkan atas

komunikasi lisan, begitu pula perkembangan komunikasi itu sendiri, sehingga

gangguan dalam proses pendengaran akan menimbulkan hambatan dalam

berinteraksi dan berkomunikasi.

Masalah mendasar yang dialami oleh anak tunarungu adalah hambatan

dalam perkembangan bahasa, sehingga anak mengalami kesulitan dalam

berkomunikasi dengan lingkungannya. Anak yang dari lahir sudah mengalami

kehilangan pendengaran tidak mendapatkan rangsangan bunyi/suara dari

(7)

3

anak tunarungu, tidak terjadi umpan balik dan proses meniru ucapan, maka alat

bicaranya pun tidak terlatih untuk mengucapkan kata-kata atau berkata. Alat

bicaranya menjadi kaku, dalam arti mereka mengalami kesulitan untuk

mengungkapkan sesuatu tanpa terlatih berbicara, karena alat bicara tidak bisa

bergerak secara otomatis, melainkan harus mengeja. Oleh karena itu banyak anak

tunarungu sulit untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain dan mereka

juga sulit untuk bisa berinteraksi dengan orang lain, sulit mengungkapkan isi

hatinya, disebabkan dari masukan bahasa yang diterimanya sangat kurang,

sehingga bahasanya pun kurang berkembang. Kekurangan anak tunarungu dalam

perolehan bahasa secara verbal, maka kompensasi komunikasinya adalah dengan

menggunakan bahasa isyarat. Kurangnya masukan bahasa yang bisa diterima oleh

anak tunarungu akhirnya menyebabkan banyak dari mereka sulit berkomunikasi

dengan orang lain. Dengan keterbatasannya dalam berkomunikasi ini maka

banyak mempengaruhi keterampilan sosial anak tunarungu. Memang tidak semua

dari anak tunarungu memiliki keterampilan sosial yang kurang baik, tetapi banyak

juga dari mereka yang selalu merasa rendah diri dan sensitif (mudah curiga) jika

berhadapan dengan orang lain pada umumnya. Banyak dari mereka yang menarik

diri dari lingkungannya karena keterbatasan bahasa yang dimiliki, sehingga

mereka kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Setiap anak, termasuk anak tunarungu membutuhkan orang lain dalam

membantu perkembangan keseluruhan dirinya, dan orang yang paling pertama

bertanggung jawab adalah kedua orang tua atau keluarganya. Keluarga sebagai

(8)

4

dalam mengembangkan keterampilan sosial anak tunarungu. Robandi, dkk.

(2007:175) menyatakan bahwa:

Disebut sebagai lembaga pertama karena pada umumnya setiap anak dilahirkan dan kemudian dibesarkan pada awal pertama dalam lingkungan keluarga. Kemudian disebut sebagai lembaga utama bagi anak, karena keberhasilan pendidikan dalam keluarga ketika anak berada dalam usia dini atau sering disebut masa golden age.

Karena itulah keluarga dipandang sebagai lembaga pertama dan utama

bagi anak. Hubungan anak dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya

menjadi landasan sikap anak terhadap orang lain, benda dan kehidupan secara

umum. Keluarga merupakan primary group bagi anak yang pertama-tama

mendidiknya dan merupakan lingkungan sosial pertama di mana anak

berkembang sebagai mahluk sosial. Merawat dan mengasuh anak bukan hanya

memenuhi kebutuhan fisik atau jasmaninya saja, melainkan juga pada pemenuhan

optimalisasi perkembangan yang lain seperti emosi, sosial, bahasa, motorik dan

kognitif. Hofman (Syaodih, E, 1999:5) menyatakan bahwa “perlakuan orang tua

dalam pengasuhan anak sangat menentukan perilaku anak menjadi perilaku yang

prososial atau anti sosial”. Sejalan dengan ini, Santrock (2002:257) menyatakan

bahwa:

Kasih sayang pengasuhan selama beberapa tahun pertama kehidupan merupakan ramuan kunci dalam perkembangan sosial anak, meningkatkan kemungkinan anak akan berkompeten secara sosial dan menyesuaikan diri dengan baik pada tahun-tahun prasekolah dan sesudahnya.

Perbedaan pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya turut

berpengaruh pada perkembangan sosial anak. Penelitian sebelumnya yang

(9)

5

pengalaman pengasuhan yang baik menunjukkan pemenuhan kriterianya dalam

semua item (perkembangan sosial dan emosi, komunikasi, kognitif dan

pengetahuan umum), dibandingkan dengan 30% anak-anak yang tidak mendapat

pengalaman pengasuhan yang baik”.

Berdasarkan hal tersebut, maka orangtua dituntut untuk lebih optimal,

dalam memberikan didikan, bimbingan, pengasuhan juga arahan pada anak

khususnya anak tunarungu yang memiliki hambatan pendengaran dalam mencapai

suatu kematangan sosial untuk bekalnya menghadapi kehidupan yang lebih luas,

kompleks dan beragam. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini

bermaksud untuk melihat pola asuh orangtua anak tunarungu usia dini yang

memiliki keterampilan sosial baik di SLB Prima Bhakti Mulia, Kota Cimahi.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Keterbatasan bahasa yang dialami oleh anak tunarungu, tentunya akan

berdampak pada kehidupannya khususnya dalam kemampuan bicaranya.

Kemampuan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman bahasa

yang dimilikinya. Secara umum anak tunarungu secara potensial sama dengan

anak pada umumnya, tetapi secara fungsional perkembangan kognitif anak

tunarungu dipengaruhi oleh tingkat kemampuan bahasanya.

Selain hambatan tersebut di atas, ketunarunguan dapat mengakibatkan

(10)

6

perkembangan kepribadian anak menuju proses kedewasaan. Egosentrisme yang

melebihi anak pada umumnya, mempunyai perasaan takut akan lingkungan yang

lebih luas, ketergantungan terhadap orang lain, lebih mudah marah dan cepat

tersinggung, pemalu dan terkadang menarik diri apabila berada dalam suatu

situasi yang baru dimana orang-orang yang hadir lebih beragam (cenderung

menarik diri dan sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru).

Berdasarkan hal tersebut, dalam mendukung keterampilan sosial anak

tunarungu dibutuhkan peran serta keluarga khususnya orangtua dalam

menerapkan pola asuh. Karena keterampilan sosial merupakan salah satu

keterampilan yang penting bagi anak, keterampilan sosial perlu dimiliki dan

dikembangkan oleh anak sejak dini untuk mencegah kegagalan dan kesulitan di

masa sekolah dan masa dewasa kelak.

Hasil temuan tentang keterampilan sosial (Field & Roopnarine, 1982;

Doyle, Connoly & Rivest, 1980; Ladd, et al., 1992; dalam Spodek, 1993: 71)

menyebutkan, keterampilan sosial anak lebih bergantung pada “kualitas

pertemanan” dengan orang-orang yang telah dikenal atau familiar sebelumnya,

yaitu lingkungan keluarga. Sejalan dengan hasil temuan Field & Roopnarine;

Doyle, Connoly & Rivest; Ladd, et al., Nasution (2010: 1) mengungkapkan, anak

akan baik perkembangan keterampilan sosialnya apabila pola asuh yang diberikan

orang tuanya baik pula. Pendapat yang mengungkapkan keterampilan sosial anak

lebih baik jika dikembangkan melalui lingkungan keluarga didasari alasan

(11)

7

mengembangkan dan menanamkan berbagai kebiasaan dan norma perilaku

sebagai bekal kehidupan pribadi di keluarga dan masyarakat (Pemerintah Provinsi

Jawa Barat, 2003:1).

Hasil studi pendahuluan memperlihatkan bahwa sebagian anak-anak

tunarungu memiliki keterampilan sosial yang baik, tetapi ada pula anak-anak

tunarungu yang keterampilan sosialnya kurang baik, padahal anak-anak tunarungu

tersebut relatif sama dalam hal kemampuan kognitif maupun tingkat kehilangan

pendengarannya. Sehubungan dengan itu, yang menjadi pertanyaan adalah

bagaimana pola asuh orangtua mempengaruhi keterampilan sosial anak

tunarungu? Berdasarkan permasalahan itulah peneliti ingin menelusuri bagaimana

keluarga memperlakukan anak tunarungu di rumah sehingga mereka (anak

tunarungu) ini memiliki keterampilan sosial yang baik.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah yang akan dikaji

dalam penelitian ini adalah: “pola asuh orangtua anak tunarungu usia dini yang

memiliki keterampilan sosial baik di SLB Prima Bhakti Mulia, Kota Cimahi

dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar

Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi?

2. Bagaimana pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki

(12)

8

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan

umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pola asuh orangtua

dilihat dari keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar Biasa

Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.

Sedangkan tujuan penelitian secara khusus adalah untuk:

1. Mengetahui gambaran keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di

Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.

2. Mengetahui pola asuh orang tua anak tunarungu usia dini yang memiliki

keterampilan sosial baik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bernilai guna baik untuk keperluan teoritik

maupun secara aplikatif. Adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

1. Teoritik, untuk pengembangan ilmu pengetahuan dibidang pendidikan anak

berkebutuhan khusus, khususnya dalam bidang intervensi dini dimana

diharapkan orangtua dapat mengintervensi anaknya secara dini dengan

menerapkan pola asuh yang baik agar dapat mengoptimalkan keterampilan

sosial anaknya.

2. Aplikatif, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat secara

(13)

9

keterampilan sosialnya kurang baik; sebagai masukan untuk menerapkan pola

asuh yang lebih baik untuk meningkatkan keterampilan sosial anaknya.

3. Peneliti lain; hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan untuk

penelitian lebih lanjut, khususnya dalam rangka untuk menerapkan dan

mengembangkan pola asuh orangtua untuk meningkatkan keterampilan sosial

bagi anak tunarungu.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam tesis ini dibagi dalam lima bab, setiap bab

dirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan, berisi latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : Kajian pustaka, meliputi: pengertian keterampilan sosial, kategori

keterampilan sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan sosial,

pengertian pola asuh orangtua, dimensi pola asuh orangtua, pengaruh pola asuh

orangtua terhadap keterampilan sosial anak, tunarungu usia dini, keterampilan

sosial dan pola asuh orangtua, juga penelitian-penelitian terdahulu.

BAB III : Metodologi penelitian, meliputi: lokasi dan informan penelitian, desain

penelitian, metode penelitian, definisi istilah, instrumen penelitian, teknik

pengumpulan data penelitian, teknik keabsahan data, dan analisis data.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, meliputi: deskripsi hasil data

(14)

10

wawancara pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki

keterampilan sosial baik, beserta pembahasan.

(15)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara umum penelitian ini akan dilaksanakan dengan melakukan

observasi terhadap keterampilan sosial anak tunarungu usia dini untuk menjaring

anak tunarungu yang keterampilan sosialnya termasuk dalam kategori yang baik.

Kemudian melakukan wawancara kepada orangtua siswa tunarungu yang

memiliki keterampilan sosial baik dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran

tentang pola asuh orangtua. Untuk lebih jelasnya, tentang prosedur dalam

penelitian ini, akan dijabarkan sebagai berikut:

A. Lokasi dan Informan Penelitian

Penelitian mengambil lokasi di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia

(SLB-B PBM), di Kota Cimahi. Informan penelitian ialah seluruh anak

Tunarungu kelas Taman Kanak-kanak 1 (TK-1) di SLB-B PBM tahun ajaran

2011/2012, dan orangtua dari anak Tunarungu (salah satu di antara Bapak atau

Ibunya). Pertimbangan dalam menentukan lokasi dan informan dalam penelitian

ini adalah:

1. Lokasi Penelitian

Pemilihan SLB-B PBM untuk menjadi lokasi penelitian dilatar belakangi

(16)

35

a. Sekolah ini khusus menangani anak yang mengalami hambatan pendengaran

atau biasa disebut sebagai anak tunarungu.

b. Di SLB-B PBM ini banyak dari anak tunarungu mengalami keterampilan

sosial yang kurang baik dikarenakan hambatan komunikasi yang mereka

miliki, sehingga menghambat dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain.

c. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai keterampilan sosial dan pola

asuh orangtua di SLB-B PBM.

Berikut adalah profil SLB-B Prima Bhakti Mulia:

Nama Sekolah : Prima Bhakti Mulia

Status Sekolah : Swasta

Alamat Sekolah : Jl. Budhi No. 123 Komp. Cimindi Raya Kel. Pasirkaliki, Kec. Cimahi Utara, Kota Cimahi.

Tahun Berdiri : 2000

Waktu Penyelenggaraan : Pagi dan Siang

Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia ini dikhususkan untuk anak-anak

yang mengalami gangguan pendengaran saja. Pembelajaran di sekolah ini

menggunakan sistem oral atau verbal atau membaca bibir, dan tidak

(17)

36

2. Informan Penelitian

Informan penelitian meliputi satu kelas TK-1 di SLB-B PBM yang terdiri

dari 10 orang anak tunarungu, tujuh laki-laki dan tiga perempuan. Informan

lainnya adalah lima orangtua dari anak tunarungu usia dini yang masuk ke dalam

kategori keterampilan sosial baik. Informan anak tunarungu yang diteliti adalah

anak berumur lima hingga delapan tahun. Subyek tersebut dipilih berdasarakan

kriteria yang ditetapkan oleh peneliti berdasarkan teori perkembangan Buhler C.

(Sobur Alex, 2003:132) yaitu: a) masa tersebut merupakan masa sosialisasi anak,

b) masa ini anak mulai memasuki masyarakat luas (misalnya: taman

kanak-kanak), c) anak mulai belajar mengenal dunia sekitar secara objektif, d) anak

mulai belajar mengenai tugas dan kewajiban. Berdasarkan teori tersebut, maka

keterampilan sosial anak tersebut akan lebih terlihat karena adanya tekanan

kelompok dari lingkungan yang lebih kuat dibandingkan dengan umur

sebelumnya atau tatkala anak-anak sudah semakin tumbuh.

Berikut adalah profil atau identitas kesepuluh informan, yaitu anak

(18)

37

Tabel 3.1

Identitas Ke-10 Anak Tunarungu

No. Nama Anak Usia

1. DV 5 tahun 4 bulan

2. FZ 6 tahun 3 bulan

3. JJ 5 tahun 8 bulan

4. ST 5 tahun 9 bulan

5. FT 5 tahun 5 bulan

6. VL 6 tahun 4 bulan

7. NL 5 tahun 3 bulan

8. SM 6 tahun 4 bulan

9. VN 6 tahun 11 bulan

10. YS 5 tahun 11 bulan

Dalam mengumpulkan data tentang pola asuh orangtua dari anak yang

memiliki keterampilan sosial baik, maka akan dilakukan wawancara dengan

kelima informan sebagai berikut:

Tabel 3.2

Identitas Ke-5 Orangtua dari Anak Tunarungu yang Memiliki Keterampilan Sosial Baik

No. Nama Orangtua Usia Pendidikan Terakhir

1. RA 29 tahun SLTA

2. RS 35 tahun D-3

(19)

38

4. DR 36 tahun SLTA

5. PI 38 tahun SLTA

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, sebab

penelitian ini berupaya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di

lapangan, mengutamakan proses bagaimana data dapat diperoleh sehingga data

tersebut menjadi akurat dan layak digunakan dalam penelitian. Sejalan yang

dinyatakan oleh Moleong (2004) bahwa penelitian kualitatif adalah “penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek

penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa”. Data atau

informasi yang diungkap berupa kata-kata baik secara lisan maupun secara

tertulis, gambaran secara deskripsi berdasarkan pertanyaan penelitian yang

diperoleh dari subyek tentang pendapatnya dan perbuatannya pada saat dilakukan

penelitian.

Pendekatan kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (1982:3) (Moleong,

2004:3) disebut juga dengan metode: naturalistik, sesuai dengan karakteristik

yang dikaji. Lebih lanjut lagi Bogdan dan Biklen, secara operasional

mengemukakan lima karakteristik utama dari penelitian kualitatif, sebagai berikut:

1. Peneliti sendiri sebagai instrumen utama untuk mendatangi secara langsung

sumber data.

2. Mengimplikasikan data yang dikumpul dalam penelitian ini lebih cenderung

(20)

39

3. Menjelaskan bahwa hasil penelitian lebih menekankan kepada proses, tidak

semata-mata pada hasil.

4. Melalui analisis induktif peneliti mengungkapkan makna dari keadaan yang

diamati.

5. Mengungkapkan makna sebagai hasil yang esensial dari pendekatan

kualitatif.

Penelitian awalnya ini dilakukan dengan melakukan observasi kepada

anak tunarungu usia dini untuk melihat keterampilan sosial anak tunarungu usia

dini di Sekolah Luar Biasa dengan klasifikasi keterampilan sosial yang baik,

cukup baik dan kurang baik. Setelah itu dilakukan wawancara terhadap orangtua

dalam menerapkan pola asuh orang tua di rumah terhadap anak tunarungu usia

dini yang memiliki keterampilan sosial yang baik. Kemudian akan ditemukan

gambaran pola asuh orangtua dari anak tunarungu usia dini yang memiliki

keterampilan sosial baik di Sekolah Luar Biasa Prima Bhakti Mulia Kota Cimahi.

Untuk lebih jelasnya desain penelitian ini akan ditampilkan pada bagan berikut.

6. Kondisi

Objektif Keterampilan

Sosial Anak Tunarungu Di

SLB Prima Bhakti Mulia,

Kota Cimahi

Anak dengan Keterampilan Sosial Baik

Penerapan Pola Asuh Orangtua

Pola asuh orangtua dari anak tunarungu

(21)

40

Bagan 3.1 Desain Penelitian

C. Metode Penelitian

Metode penelitian digunakan untuk menetapkan cara pengumpulan data

dilapangan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Menurut Arikunto (2002:136) “Metode penelitian adalah cara yang

digunakan oleh penulis dalam mengumpulkan data penelitiannya”. Sedangkan

menurut Whitney (Nazir, 2009:54) metode deskriptif adalah:

Metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat, penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tatacara yang berlaku masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Metode deskriptif ini digunakan karena sesuai dengan tujuan penelitian

yaitu untuk membuat deskripsi tentang keterampilan sosial anak tunarungu dan

pola asuh orang tua.

D. Definisi Istilah

a. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial menurut Cartledge & Milburn diartikan sebagai

kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain pada konteks sosial melalui

(22)

41

sama memiliki keuntungan untuk pribadi dan orang lain. Dalam penelitian

keterampilan sosial dibagi menjadi empat kategori, yaitu sebagai berikut:

1) Environmental behavior (perilaku terhadap lingkungan) merupakan bentuk

perilaku yang menunjukkan tingkah laku sosial individu dalam mengenal

dan memperlakukan lingkungan hidupnya.

2) Interpersonal behavior (perilaku interpersonal) ialah bentuk perilaku yang

menunjukkan tingkah laku sosial individu dalam mengenal dan

mengadakan hubungan dengan sesama individu lain (dengan teman sebaya

atau guru).

3) Self-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri)

yaitu bentuk perilaku yang menunjukkan tingkah laku sosial individu

terhadap dirinya sendiri.

4) Task-related behavior (perilaku yang berhubungan dengan tugas)

merupakan bentuk perilaku atau respon individu terhadap sejumlah tugas

akademis.

b. Bentuk pola asuh orangtua

Menurut Syaodih, E (1999:10) bahwa “pola asuh orangtua adalah

kecenderungan yang relatif menetap dari orangtua dalam memberikan didikan,

bimbingan, dan perawatan kepada anak-anaknya”. Sedangkan pola asuh orangtua

dalam penelitian ini adalah cara perlakuan orangtua dalam membimbing,

merawat, mendidik, melatih dan berinteraksi dengan anaknya (tunarungu) dengan

tujuan agar anak dapat lebih baik dimasa mendatang.

(23)

42

Menurut Hallahan dan Kauffman (1991:26) bahwa “Tunarungu adalah

suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar yang meliputi

keseluruhan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat,

digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar”. Jadi Tunarungu adalah suatu

keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat

menangkap berbagai rangsangan terutama melalui pendengaran. Dalam penelitian

ini yang dimaksud anak tunarungu adalah anak kelas TK 1 (usia dini) yang

berumur lima hingga delapan tahun dan bersekolah di SLB-B Prima Bhakti Mulia.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang pertama disusun dalam bentuk pedoman

pengamatan (observasi), yang digunakan untuk memperoleh gambaran riil

keterampilan sosial anak tunarungu yang berada di Sekolah Luar Biasa Prima

Bhakti Mulia. Berikut adalah instrumen keterampilan sosial dalam bentuk

pedoman observasi yang ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.3

Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial

Aspek Cartledge &

Milburn (1986:355-359)

Indikator Sub Indikator Kode Soal

Environmental

Behavior

Peduli Lingkungan

Membuang sampah pada tempatnya.

EB/A-1

Membersihkan setelah mengotori sesuatu.

(24)

43

Menggunakan peralatan kelas dan bahan dengan benar.

EB/A-3

Menggunakan alat bermain dengan benar.

EB/A-4

Berkaitan dengan Keadaan Darurat

Melaporkan kecelakaan atau keadaan darurat lainnya pada guru.

EB/B-5

Interpersonal

Behavior Menerima

Otoritas

Mengikuti permintaan atau arahan dari guru.

IB/A-6 Mengikuti aturan-aturan kelas. IB/A-7 Mengatasi Konflik

Merespon ejekan dengan pengabaian atau

menggunakan cara konstruktif lainnya.

IB/B-8

Merespon penyerangan fisik dengan meninggalkan situasi atau dengan meminta

bantuan.

IB/B-9

Mengungkapkan kemarahan dengan tidak melalui tindakan fisik.

IB/B-10

Memperoleh atau Menarik Perhatian

Mendekati guru untuk menarik perhatian seperti meminta bantuan, penjelasan, pengajaran, dan lain-lain.

IB/C-11

Memberi Salam Pada Orang Lain

Melihat mata orang lain ketika bersalaman.

IB/D-12

Tersenyum ketika bertemu dengan teman.

IB/D-13

(25)

44

Membantu Orang Lain

diminta.

Memberi arahan atau petunjuk sederhana pada teman.

IB/E-15

Bercakap-Cakap Memulai percakapan dengan teman sebaya. IB/F-16 Melakukan Permainan Mengikuti aturan-aturan ketika bermain. IB/G-17

Menunggu giliran pada saat bermain.

IB/G-18

Menerima kekalahan dan memberi selamat pada pemenang dalam sebuah permainan kompetitif.

IB/G-19

Bersikap Positif Terhadap Orang

Lain

Memberi pujian kepada orang lain baik secara verbal maupun non verbal.

IB/H-20

Bermain Secara Bebas

Mengajak anak lain bermain di tempat atau taman bermain.

IB/I-21

Berbagi mainan atau peralatan dalam sebuah situasi bermain.

IB/I-22

Properti: Milik Sendiri dan Milik

Orang Lain

Membedakan barang miliknya dengan barang milik orang lain.

IB/J-23

Meminjamkan barang miliknya kepada orang lain ketika diminta.

IB/J-24

Menggunakan dan

mengembalikan barang milik orang lain tanpa merusaknya.

(26)

45

Meminta izin menggunakan barang milik orang lain.

IB/J-26

Self-Related

Behavior

Menerima Konsekuensi

Mau meminta maaf ketika tindakannya melanggar atau melukai orang lain.

SRB/A-27

Menerima konsekuensi yang setara dengan perbuatan salahnya.

SRB/A-28

Sikap Positif Terhadap Diri

Sendiri

Mengerjakan sebuah tugas baru dengan sikap positif.

SRB/B-29

Perilaku Bertanggung

Jawab

Duduk dengan tidak berjalan-jalan dan tidak keluar masuk kelas ketika proses pembelajaran berjalan.

SRB/C-30

Memelihara barang milik sendiri.

SRB/C-31

Membereskan alat bermain atau peralatan sekolah setelah mempergunakannya. SRB/C-32 Task-Related Behavior Menjawab Pertanyaan

Menjawab sesuai dengan pertanyaan yang ditanyakan oleh guru.

TRB/A-33

Bisa menyatakan „tidak tahu‟ untuk hal yang memang tidak diketahuinya.

TRB/A-34

Perilaku Mengikuti

Pelajaran

Memperhatikan guru ketika pelajaran berlangsung.

TRB/B-35

Menyimak ketika seseorang berbicara di dalam kelas.

(27)

46

Instrumen yang kedua dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pedoman

wawancara, sesuai dengan indikator-indikator dari pola asuh orang tua, sehingga

diperoleh gambaran dan latar belakang penerapan pola asuh orang tua terhadap

anaknya di lingkungan keluarga dan di rumah. Berikut adalah instrumen pola asuh

orangtua yang ditampilkan pada tabel pedoman wawancara dengan berlandaskan

dari dimensi pola asuh orangtua dari Maccoby (1980) yaitu:

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Pola Asuh Orangtua

No. Variabel Sub Variabel Aspek yang Diungkap

1. Pola Mengingat hambatan yang dialami anak

Menyelesaikan Tugas-tugas

Menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai dengan waktunya.

TRB/C-37

Mengerjakan tugas hingga selesai.

TRB/C-38

Aktivitas Kelompok

Mengerjakan sebuah tugas bersama-sama dengan teman secara kooperatif.

TRB/D-39

Perilaku Berdasarkan

Tugas

Duduk rapih di bangku ketika diperintahkan guru.

TRB/E-40

Mengerjakan tugas atau pekerjaan di bangku dengan tenang atau tidak ribut.

TRB/E-41

Kualitas kerja

Menerima koreksi tugas sekolah dan berusaha untuk memperbaikinya.

(28)

47

Komunikasi

Kebiasaan Berkomunikasi

tunarungu dalam berbicara dan mendengar, bagaimana caranya orangtua berkomunikasi dengan anak.

Keseringan ayah dan ibu mengajak anaknya berkomunikasi.

Orangtua memberikan kesempatan dan tidak membatasi anaknya dalam berbicara atau mengutarakan pendapatnya.

Kesulitan-kesulitan yang ditemui ketika berkomunikasi dengan anak.

Solusi untuk mengatasi masalah komunikasi.

2. Kebiasaan

orangtua Interaksi

Orangtua dan Anak

Interaksi antara orangtua dengan anak. Peran ayah dalam pola asuh di keluarga. Peran ibu dalam pola asuh di keluarga. Pada siapakah anak lebih patuh.

Anak sering meniru kegiatan yang dilakukan orangtua.

Penanganan Kebiasaan Anak

Orangtua menerapkan kebiasaan-kebiasaan pada anak.

Anak diberikan tanggung jawab di dalam keluarga.

Anak mudah menerima arahan dari orangtua atau tidak.

Orangtua menciptakan suasana nyaman di dalam rumah.

Peraturan dalam Keluarga

Dalam keluarga terdapat peraturan mengenai tingkah laku yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.

(29)

48

kepada anak.

Bimbingan dan Perhatian

Orangtua memberikan pujian, jika anak benar atau berperilaku baik.

Orangtua memberikan teguran, jika anak salah atau berperilaku buruk.

Orangtua telah memenuhi kebutuhan sekolah anak dengan mengurus keperluan/kebutuhan anak sehari-hari.

Orangtua telah meluangkan waktu agar bisa bekerjasama dengan anak dalam mengatasi masalah.

Orangtua menunjukkan rasa antusias ketika anak mampu menyelesaikan tugas.

Orangtua peka terhadap keadaan emosional anak.

Orangtua selalu mengingatkan anak untuk belajar atau membuat PR.

Kebebasan yang Terkendali

Orangtua mendengar dan mempertimbangkan pendapat dan keinginan anak.

Sejauhmana orangtua membatasi aktivitas anak.

Sejauhmana orangtua ikut campur/intervensi dalam aktivitas anak.

Sejauhmana orangtua menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang.

Orangtua memperhatikan penjelasan anak ketika melakukan kesalahan.

Anak meminta izin jika hendak keluar rumah. Orangtua memberikan izin bersyarat dalam hal bergaul dengan teman-temannya.

(30)

49

Hubungan dengan Anggota

Keluarga yang Lain

Komunikasi yang terjalin dengan kakak, adik, atau penghuni keluarga lainnya.

Kakak, adik, atau penghuni keluarga lainnya sering meluangkan waktu bersama untuk bermain.

F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan peneliti untuk

memperoleh data yang dibutuhkan sehingga mampu menjawab pertanyaan

penelitian ini. Untuk keperluan pengumpulan data-data tentang proses dan hasil

yang akan dicapai, maka peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data,

yaitu observasi dan wawancara.

a. Observasi/pengamatan

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan

pengamatan langsung terhadap suatu obyek dalam suatu periode tertentu dan

mengadakan pencatatan secara sistematis tentang hal-hal tertentu yang diamati.

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, peneliti menggunakan observasi

non partisipan atau dengan pengamatan langsung tanpa melibatkan diri secara

langsung dalam kegiatan yang dilakukan di lokasi penelitian. Observasi non

partisipan digunakan untuk melihat perilaku dan tindakan yang dilakukan anak

(31)

50

Penelitian ini menggunakan observasi terstruktur, yaitu observasi yang

telah dirancang secara sistematis tentang apa yang diamati, kapan dan dimana

tempatnya. Tujuannya adalah untuk memperoleh sejumlah data lapangan tentang

keterampilan sosial anak tunarungu dalam berinteraksi dengan anak tunarungu

lainnya.

Observasi ini dilakukan sebagai teknik pengumpulan data dengan tujuan

untuk memperoleh informasi mengenai keterampilan sosial anak tunarungu yang

bersifat faktual. Melalui teknik observasi akan diperoleh data tentang kondisi

obyektif keterampilan sosial anak tunarungu di Sekolah Luar Biasa Kota Cimahi.

Observasi dilakukan selama lima minggu berturut-turut dengan jumlah

observer sebanyak lima orang. Dengan jumlah informan sebanyak 10 orang, maka

setiap harinya observer mengobservasi dua orang anak tunasrungu yang sama dan

akan dirotasi setiap harinya selama lima minggu penelitian. Observasi dilakukan

lima minggu berturut-turut selama satu setengah jam setiap harinya agar

memperoleh data yang faktual.

Dalam pengamatan fenomena sosial ini, peneliti menggunakan alat rating

scale (skala nilai). Menurut Kerlinger (M. Nazir 2009:185), “Skala nilai yaitu

sebuah instrumen atau alat yang mewajibkan pengamat untuk menetapkan subjek

kepada kategori atau kontinum dengan memberikan nomor atau angka pada

(32)

51

Instrumen ini disusun dalam bentuk pedoman observasi, yang digunakan

untuk memperoleh gambaran riil keterampilan sosial anak tunarungu dengan

menggunakan skala nilai yang dilakukan berdasarkan indikator-indikator dari

keterampilan sosial. Observer memberi tanda ceklis () pada kolom pengamatan

jika informan menampilkan indikator perilaku yang diamati, dan mencatatnya

pada kolom hasil observasi.

Setiap indikator yang teridentifikasi akan mendapatkan skor sesuai dengan

kriteria penilaian yang telah ditentukan. Penentuan skor yang ditetapkan sesuai

indikator-indikator dari keterampilan sosial yang ditetapkan oleh peneliti dengan

tujuan untuk mengkategorisasian keterampilan sosial anak tunarungu usia dini

[image:32.595.112.512.222.605.2]

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Kategori Skor

Skor Keterangan

3 Teridentifikasi

2 Kadang Teridentifikasi 1 Tidak Teridentifikasi

Keterangan:

T = Teridentifikasi, yaitu dimana perilaku lebih banyak muncul atau lebih sering

(33)

52

KT = Kadang Terdentifikasi, yaitu dimana perilaku tersebut kadang-kadang

muncul, kadang dilakukan dan kadang tidak dilakukan. Jadi frekuensi perilaku

yang dilakukan dengan yang tidak dilakukannya seimbang.

TT = Tidak Teridentifikasi, yaitu dimana perilaku tidak pernah muncul dan tidak

pernah dilakukan. Jadi frekuensi perilaku yang dilakukan tidak ada.

Penyajian data ini selanjutnya disajikan dalam bentuk deskriptif yang

juga didukung oleh tabel sehingga penyajian data tersebut dapat terorganisasikan

dan tersusun pola yang mudah dipahami.

b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan jalan

mengadakan komunikasi dengan sumber data. Wawancara menurut M. Nazir

(2009:194) adalah “Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara

dengan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara).” Jadi wawancara adalah suatu proses

pengumpulan data untuk suatu penelitian.

Peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, yaitu

wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara

yang telah tersusun secara sistematis lengkap untuk pengumpulan datanya.

Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

(34)

53

digunakan untuk meneliti lebih mendalam tentang responden. Teknik wawancara

ini dilakukan kepada informan yaitu orang tua yang memiliki anak tunarungu

dengan keterampilan sosial yang baik.

Jika terdapat informasi yang dianggap relevan dengan tujuan wawancara

namun belum tercantum dalam item indikator, peneliti diperkenankan menggali

lebih dalam informasi tersebut sehingga dapat dijadikan data yang lebih akurat

dan tepat.

Informasi yang ingin diungkap dari orang tua ini adalah mengenai

penerapan pola asuh orang tua di lingkungan keluarga dan di rumah kepada anak

tunarungu yang sedang diteliti. Penyajian data ini dilakukan dalam bentuk uraian

sehingga pembaca dapat memahami hasil penelitian ini dengan jelas.

G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid

apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang

sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Agar diperoleh temuan dan

interpretasi yang absah, maka perlu diteliti kredibilitasnya dengan mengunakan

beberapa teknik. Menurut Sugiyono (2010:270), cara pengujian kredibilitas data

atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain bisa

(35)

54

1) Perpanjangan pengamatan, dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru.

2) Peningkatkan ketekunan, meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.

3) Triangulasi, triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

4) Analisis kasus negatif, melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari data yang berbeda atau bahkan bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Bila tidak ada lagi data yang berbeda atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

5) Menggunakan bahan referensi, adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti.

6) Membercheck, adalah, proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data.

Dari beberapa cara pengujian kredibilitas data tersebut, dalam penelitian

ini peneliti menggunakan cara pengujian menggunakan bahan referensi dan

membercheck. Langkah-langkah memberchek yang dilakukan oleh peneliti akan

dijelaskan sebagai berikut:

a. Menggunakan Bahan Referensi

Bahan referensi berfungsi sebagai pendukung untuk membuktikan data

yang telah ditemukan oleh peneliti, contoh, data hasil wawancara perlu didukung

dengan adanya rekaman wawancara. Alat-alat bantu perekam data dalam

penelitian kualitatif ini, menggunakan handycam karena sangat diperlukan untuk

mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan oleh peneliti.

(36)

55

Membercheck adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti

kepada pemberi data. Tujuan membercheck adalah untuk mengetahui seberapa

jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data.

Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para pemberi data berarti datanya

data tersebut valid, sehingga semakin kredibel dan dipercaya pemberi data, tetapi

apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak

disepakati oleh pemberi data, maka peneliti melakukan diskusi dengan pemberi

data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya,

dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi

tujuan membercheck adalah agar informasi yang diperoleh dan akan digunakan

dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber data atau

informan.

Adapun tahapan memberchek yang dilakukan oleh peneliti adalah

sebagai berikut:

1) Menunjukkan hasil wawancara awal kepada orangtua. Secara operasional,

peneliti memberikan hasil wawancara untuk selanjutnya ditelaah oleh

orangtua.

2) Melakukan diskusi kepada informan dari hasil wawancara awal. Hal ini

(37)

56

perlu dilakukan penambahan atau pengurangan deskripsi tentang pola asuh

yang diterapkan orangtua”.

3) Peneliti melakukan revisi terhadap hasil diskusi dari orangtua anak

tunarungu yang keterampilan sosialnya baik.

4) Peneliti menarik kesimpulan awal berdasarkan hasil wawancara dan revisi

tentang pola asuh yang diterapkan oleh orangtua dari anak tunarungu yang

keterampilan sosialnya baik.

H. Analisis Data

Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan

setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data kualitatif

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting

dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain (Bogdan & Biklen, dalam Moleong 2005:248). Dalam penelitian ini

teknik analisis data yang akan dipakai adalah:

1. Reduksi Data

Menurut Sugiyono (2010:247), “Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema

dan polanya”. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

(38)

57

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Data penelitian

yang akan direduksi adalah hasil observasi keterampilan sosial anak tunarungu

dan hasil wawancara orangtua tentang bentuk pola asuh yang diterapkan di rumah.

Data tersebut akan dituangkan dalam bentuk deskriptif.

2. Display Data (Penyajian Data)

Setelah semua data tekumpul, peneliti melakukan display data atau

penyajian data agar mempermudah peneliti untuk mengambil kesimpulan.

Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang

memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan

yang berupa teks dan bersifat naratif. Setelah data hasil observasi keterampilan

sosial anak tunarungu terkumpul, maka selanjutnya menabulasi data dan disajikan

dalam bentuk persentase.

Rumus yang digunakan dalam menentukan persentase keterampilan sosial anak

tunarungu usia dini dengan rumus sebagai berikut;

P = f x 100 %.

N

Keterangan:

P : Presentase skor yang dicari.

(39)

58

N: Jumlah seluruh frekuensi indikator keterampilan sosial.

(Sugiyono, 2010:99)

Berdasarkan hasil persentase keterampilan sosial anak tunarungu, maka

selanjutnya dilakukan pengkategorian terhadap keterampilan sosial anak

tunarungu yang berpedoman pada Suryabrata (2002:10) dengan kriteria sebagai

berikut:

[image:39.595.114.517.238.613.2]

Tabel 3.6

Kriteria Interpretasi

Skor Persentase Kriteria Interpretasi Keterampilan Sosial

0% – 40% Kurang Baik

41% – 70% Cukup baik

71% – 100% Baik

Data tentang pola asuh orangtua yang dikumpulkan melalui wawancara

akan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan pola asuh yang diterapkan

pada anak tunarungu.

3. Verifikasi

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif ini adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi berdasarkan keterampilan sosial anak tunarungu dan

bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Data keterampilan sosial yang

diperoleh akan dicari hubungannya dengan bentuk pola asuh yang diterapkan

(40)

59

Data Collection

Data Reduction Data Display

Conclusion

& Verifying

sebenarnya masih kabur, akan tetapi dengan semakin bertambahnya data maka

kesimpulan senantiasa harus diverifikasi selama penelitian berlangsung.

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu untuk mendeskripsikan bentuk

pola asuh orangtua terhadap keterampilan sosial anak tunarungu usia dini. Maka,

data yang diverifikasi dalam penelitian ini adalah bentuk pola asuh orangtua

terhadap keterampilan sosial anak tunarungu usia dini. Verifikasi penelitian untuk

menangani kesimpulan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis, sehingga

tercapai suatu kemampuan final. Setelah semua data terkumpul dan dianalisis

maka kesimpulan tentang bentuk pola asuh orangtua akan dideskripsikan dalam

bentuk uraian. Untuk lebih jelasnya mengenai analisis data dalam penelitian ini,

[image:40.595.114.513.226.623.2]

maka akan digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1

(41)

175

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka penelitian tentang

nilai-nilai pola asuh orangtua terhadap anak tunarungu usia dini pada SLB Prima

Bhakti Mulia dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Keterampilan sosial anak tunarungu usia dini di Sekolah Luar Biasa Prima

Bhakti Mulia Kota Cimahi yang berjumlah 10 anak, diketahui bahwa lima

anak memiliki keterampilan sosial yang termasuk ke dalam kategori baik,

sedangkan lima anak lainnya termasuk dalam kategori keterampilan sosial

cukup baik.

2. Pola asuh orang tua anak tunarungu yang memiliki keterampilan sosial

baik menerapkan komunikasi yang terbuka, memberikan kebebasan

kepada anak, memberikan contoh yang positif, melatih kedisiplinan,

memberikan pujian, mengontrol sifat emosional, dan memberikan

tanggungjawab. Berdasarkan kajian teoritis pola asuh tersebut bersentuhan

dengan pola asuh yang authoritative. Pola asuh authoritative adalah

dimana orangtua mendorong anak untuk bebas tetapi tetap memberikan

batasan dan mengendalikan tindakan-tindakannya. Sikap orang tua yang

hangat, bersifat membesarkan hati anak, dan komunikasi dua arah yang

(42)

176

B. Rekomendasi

1. Untuk orangtua dari anak tunarungu yang kerampilan sosialnya kurang baik,

diharapkan dapat menerapkan pola asuh authoritative agar keterampilan sosial

anak tunarungu usia dini menjadi lebih baik dari sebelumnya.

2. Orangtua yang memiliki anak tunarungu agar mengintervensi sedini mungkin

dengan menerapkan pola asuh authoritative agar dapat mengoptimalkan

keterampilan sosial anaknya.

3. Kepada pihak sekolah agar menjalin kerja sama yang baik dengan orangtua

anak tunarungu agar dapat memaksimalkan keterampilan sosial anak, baik di

(43)

177

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Baumrind. (1967). Macam-macam Pola Asuh Orang Tua. (Online), tersedia dalam http://wawan-junaidi.blogspot.com/macam-macam-pola-asuhorang- tua.html, diakses 10 Oktober 2011.

Bogdan & Biklen. (1982). Qualitative Research for Education: An Introduction to

Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.

Bonner, H. (1953). Social Psychology. New York: American Book Company.

Bunawan, L. (1997). Komunikasi Total. Proyek Pendidikan Tenaga Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Cartledge, G., & Milburn, J. (1986). Teaching Social Skills to Children. New York, NY: Pergamon Books, Inc.

Hallahan dan Kauffman. (1991). Exceptional Children. Boston: Allyn and Bacon.

Hurlock, Elizabeth B. (1993). Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Kurniati. Euis. (2006b). “Program Bimbingan untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Anak Melalui Permainan Tradisional”. Pedagogia (Jurnal Ilmu Pendidikan). 4, (2) 112-128.

Kartini, Kartono. (1995). Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju.

Maccoby, E. (1980). Sosial Development; Psychological Growth and the Parent

– Child Relationship. New York: Harcout Brace Jovanovich, Inc.

Martini, O. (2004). Pengembangan Program Bimbingan Perkembangan Perilaku

Sosial Anak Usia Dini di Kelompok Bermain. Tesis Pasca Sarjana UPI

FPS Bandung: tidak diterbitkan.

(44)

178

Moleong, C. Lexy. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Murphey, D.A. (2002). Discriminant Validity of a Community- Level Measure of

Children’s Readiness for School. (Online). Tersedia:

http://ecrp.uiuc.edu/v5n2/murphey.html (24 Februari 2012).

Nana Syaodih. (1995). Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Karya.

Nazir, M. (2009). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nugraha, A. & rachmawati, Y. (2008). Pengembangan Sosial Emosional. Edisi ke-8. Jakarta: Universitas Terbuka.

Robandi. (2007). Orang Tua dan Keluarga. Yogyakarta: Andi.

Robinson, N. S & Garber, J. (1995). Social Support and Psychopathology Across

the Life Span. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Rubin, K. H., Bukowski, W. & Parker, J. G. (1998). Peer Interactions,

Relationship &Groups. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Santrock, John W. (2002). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup). EdisiKelima, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryabrata S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Triani, N. (2003). Hubungan Gaya Pengasuhan Ibu dengan Kesiapan Sekolah

Anak Prasekolah. Tesis Master pada Fakultas Psikologi Universitas

Padjadjaran Bandung: Tidak diterbitkan.

Gambar

Tabel                                                                                                                    Hal
Tabel 3.2 Identitas Ke-5 Orangtua dari Anak Tunarungu yang Memiliki Keterampilan
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Keterampilan Sosial
Tabel 3.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

(2013:70) menyatakan “Data Flow Diagram atau dalam bahasa Indonesia menjadi diagram alir data adalah representatik grafik yang menggambarkan aliran informasi dan

Koordinator Bidang Industri Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya yang telah bersedia memberikan petunjuk yang sangat

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan bimbingan-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Profil Penggunaan Furosemid pada Pasien Penyakit Gagal

Respon yang diamati untuk memperoleh formula optimum yaitu hausner ratio, carr’s index, kerapuhan, kekerasan dan konstanta laju disolusi.. Dari hasil

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan timbulnya premenstrual syndrome pada perempuan usia diatas 40

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk mengetahui kebutuhan terhadap penggunaan media audio visual berbasis problem based learning (PBL) pada pembelajaran geografi

2) perulangan morfologis yang tidak dapat digolongkan sebagai perulangan sintaksis. Bentuk perulangan dalam bahasa Melayu Ketapang adalah sebagai berikut.. Makna perulangan

Karena ketuntasan hasil belajar belum memenuhi indikator kinerja yaitu 75% maka penelitian dilanjutkan ke siklus 2. Sasaran observasi penelitian adalah aspek-aspek proses