• Tidak ada hasil yang ditemukan

PengaruhPembelajaranBerbantuanGeogebraTerhadapKemampuanBerpikirKreatifdanSelf-ConceptSiswa(StudiKuasiEksperimenPadaSiswa Salah Satu SMPNegeridi Jakarta).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PengaruhPembelajaranBerbantuanGeogebraTerhadapKemampuanBerpikirKreatifdanSelf-ConceptSiswa(StudiKuasiEksperimenPadaSiswa Salah Satu SMPNegeridi Jakarta)."

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PERNYATAAN... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1

1.2RumusanMasalah ... 9

1.3 TujuanPenelitian ... 9

1.4ManfaatPenelitian ... 10

1.5DefinisiOperasional ... 11

1.6 HipotesisPenelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Self-ConceptSiswaTentangMatematika ... 13

2.1.1 PengertianSelf-Concept ………. 13

2.1.2 Faktor-Faktor yang MempengaruhiSelf-Concept ……….. . 19

2.1.3 DimensiSelf-Concept………. .23

2.2 KemampuanBerpikirKreatifMatematik ... 24

2.2.1 KemampuanBerpikir ……….. 24

2.2.2 KemampuanBerpikirKreatifmatematik ……… .26

2.3 Program Geogebra ... 32

BAB IIIMETODE PENELITIAN 3.1 DesainPenelitian ... 34

(2)

3.3.2 SkalaSelf-concept Siswa ... 38

3.4 Analisis Data TesKemampuanBerpikirKreatif ... 39

3.5 Analisis data SkalaSelf-Concept... 41

3.6 ProsedurPenelitian ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HasilPenelitian ... 44

4.1.1 HasilPenelitiantentangKemampuanBerpikirKreatif ... ... 44

4.1.2 HasilPenelitiantentangSelf-Concept ... 54

4.2 TemuandanPembahasan ... 64

4.2.1 PembelajaranBerbantuanGeogebra ... 64

4.2.2 KemampuanBerpikirKreatif ... 66

4.2.3Self-Concept ... 69

4.2 KeterbatasanPenelitian ... 71

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 79

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 163

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 193

LAMPIRAN D:UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 232

(3)

Tabel3.1 KlasifikasiDayaPembeda ...37

Tabel 3.2 KlasifikasiIndeksKesukaran ...38

Tabel3.3 Klasifikasi GainTernormalisasi ...40

Tabel 4.1 DeskriptifStatistikKemampuanBerpikirKreatif ...45

Tabel 4.2 ...HasilUjiNormalita sSkorPretesKemampuanBerpikirKreatifSiswaKelasEksperimendanKelasKontrol ...46

Tabel 4.3 ...HasilUjiHomogen itasVariansSkorPretesKemampuanBerpikirKreatifSiswaKelasEksperimendanKelas Kontrol ...47

Tabel 4.4 ...HasilUjiPerbedaa nDuaRerataPretesKemampuanAwalBerpikirkreatifSiswaKelasEksperimendanKelas Kontrol ...48

Tabel 4.5 ...HasilUjiNormalita sSkorPostesBerpikirKreatifSiswaKelasEksperimendanKelasKontrol 50 Tabel 4.6 ...HasilUjiHomogen itasVariansSkorPostesKemampuanBerpikirKreatifKelasEksperimendanKelasKontr ol ...49

Tabel 4.7 ...HasilUjiPerbedaa nDuaRerataPostesKemampuanBerpikirKreatifKelasEksperimendanKelasKontrol ...52

(4)

Tabel 4.10 HasilSkalaSelf-ConceptKelasEksperimendanKelasKontrol ...54

Tabel 4.11 HasilUjiNormalitasSkor Self-concept siswaKelasEksperimendanKelasKontrol ... 55

Tabel 4.12

...HasilUjiHomogen itasVariansSkorPostesKemampuanBerpikirKreatifKelasEksperimendanKelasKontr ol ... 56

Tabel 4.13 HasilUjiPerbedaanDuaRerataself-conceptKelasEksperimendanKelasKontrol ...58

Tabel 4.14HasilUjiKorelasiself-conceptdankemampuanberpikirkreatif ... 59 Tabel 4.15 HasilAnalisisRegresi Self-Concept denganKemampuanBerpikirKreatif

...60 Tabel 4.16 HasilUjiKorelasiSelf-conceptdanBerpikirKreatifKelasEksperimen 61 Tabel 4. 17 HasilAnalisisRegresiSelf-ConceptdenganKemampuanBerpikirKreatif di

KelasEksperimen ... 62 Tabel4.18HasilUjiKorelasiBerpikirKreatifdanSelf-conceptKelasKontrol... 62 Tabel 4.19 HasilAnalisisRegresi Self-Concept denganKemampuanBerpikirKreatif di

KelasKontrol ... 63

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 79

A.1 SilabusBahanAjar ... 80

A.2RencanaPelaksanaanPembelajaran(RPP) ... 82

A.3 LembarKerjaSiswa (LKS) ... 104

A.4 Kisi-Kisi Soal Dan TesKemampuanBerpikirKreatifMatematikMateriSegitiga Dan Segiempat ... 145

A.5 AlternatifJawabanTeskemampuanberpikirkreatif ... 151

A.6 Kisi – Kisi danPernyataanSkalaSelf-Concept ... 160

LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 163

B.1 TabelSkorUjiCobaTesKemampuanBerpikirKreatif ... 164

B.2PerhitunganHasilAnalisisTesKemampuanBerpikirKreatif ... 166

B.3 TabelSkorUjiCobaSelf-ConceptSiswa ... 176

B.4 PerhitunganHasilUjicobaSkalaSelf-Concept ... 179

LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 193

(6)

C.4 Data Self-ConceptSiswa ... 200

C.5 Perhitungan Data Pretes, Postesdan Gain KemampuanBerpikirKreatif ... 212

C.6 Perhitungan self-concept siswa ... 221

C.7 PerhitunganKorelasiAntaraKonsepDiriSiswadanKemampuanBerpikirKreatif ... 226

LAMPIRAN D: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 232

D.1 Dokumentasi ... 233

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latarbelakang

Pendi dik an m em egan g p eranan yan g san gat p enti n g bagi

kelangsungan kehidupan manusia. Berawal dari kesuksesan di bidang

pendidikan suatu bangsa menjadi maju. Melalui pendidikanjuga sumber daya

manusia yang berkualitas dicetak untuk menjadi motor penggerak kemajuan

dan kemakmuran bangsa.

Indonesia sebagai negara yang berkembang, terus berupaya untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia

yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,

produktif serta sehat jasmani dan rohani. Sesuai dengan tujuan

pendidikannasionaltersebutdanselarasdengantuntutanzamanmakapeningkatank

ualitas pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.

Kurikulummerupakansalahsatukomponen yang

digunakansebagaipedomanpenyelenggaraankegiatanpembelajaranuntukmencapait

ujuanpendidikan.Kurikulumadalahseperangkatrencanadanpengaturanmengenaituj

uan, materi/isiataubahanpelajaransertametodecara yang digunakan

(Undang-undang No. 2 tahun 2003

tentangSistemPendidikanNasionaldandigunakandalamPeraturanPemerintah No.

(8)

Pengertiankurikuluminilebihberbentukkerangkakerja/rancangandalammembantub

erkembangnyakemampuan-kemampuanpesertadidikmelalui proses pembelajaran.

Sedangkan Ali M (Munir, 2008; 28) mengkategorikankedalamtigapengertian,

yaitu: (1) kurikulumsebagairencanabelajarpesertadidik, (2)

kurikulumsebagairencanapembelajaran, dan (3)

kurikulumsebagaipengalamanbelajar yang diperolehpesertadidik.

Pelaksanaankurikulum yang

seringjugadisebutdenganimplementsikurikulummerupakankegiatannyata yang

dilaksanakanpengajardalam proses pembelajaran.

Olehkarenaitudisebutjugadengankurikulumaktual.

Di dalampelaksanaan proses pembelajarandibutuhkankomunikan (guru),

metode pembelajaran, alat bantu untuk menyampaikan (media), urutan yang logis,

dan suasana seluruh kegiatan (sistem). Dalam pembelajaran, peran guru sangatlah

penting untuk menciptakan suatu kondisi lingkungan yang menyenangkan

sehingga dapat mempengaruhi pembinaan dan membangkitkan kreativitas dalam

kegiatan belajar. Tetapi,merancangpembelajaranmatematika yang sesuai dengan

tujuan tidaklah mudah. Banyak dijumpai siswa yang mempunyai nilai rendah

dalam sejumlah mata pelajaran, termasukpembelajaran Matematika.Hal

inidapatdilihatberdasarkan survey yang dilakukanoleh TIMSS (Trend

International Mathematics Science Study) Indonesia beradapadaurutan 34 dari

38 negara.

Pembelajaran matematika memiliki fungsi sebagai sarana untuk

(9)

diperlukan siswa dalam kehidupan modern. Seperti tercantum dalam standar isi

untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika bahwa

mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulaidari

sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuanberpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuanbekerjasama. Kompetensi

tersebut diperlukan agar peserta didik dapatmemiliki kemampuan memperoleh,

mengelola, dan memanfaatkan informasiuntuk bertahan hidup pada keadaan yang

selalu berubah, tidak pasti, dankompetitif(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

nomor. 22 tahun 2006 tentang standar isi). Oleh karena itu pembelajaran

matematika memiliki sumbangan yang penting untuk perkembangan

kemampuan berpikir kreatif dalam diri setiap individu siswa agar menjadi

sumber daya manusia yang berkualitas.

Menurut Harris (Mina, 2005) banyakpemikiran yang

dilakukandalampendidikanmatematika formal

hanyamenekankanpadaketerampilananalisismengajarkanbagaimanasiswamemaha

miklaim-klaim, mengikutiataumenciptakansuatuargumenlogis,

menggambarkanjawaban, mengeliminasijalur yang takbenardanfokuspadajalur

yang benar.Sedangkanjenisberpikirlainyaituberpikirkreatif yang

fokuspadapenggalian ide-ide, memunculkankemungkinan-kemungkinan,

mencaribanyakjawabanbenardaripadasatujawabankurangdiperhatikan.

Tingkat kreativitas anak-anak Indonesia dibandingkan negara-negara lain

berada pada peringkat yang rendah. Informasi ini didasarkan pada penelitian yang

(10)

Urban dari Universitas Hannover, Jerman(Supriadi, 1994:85).dari 8 negara yang

diteliti, kreativitas anak-anak Indonesia adalah yang terendah. Berikut

berturut-turut dari yang tertinggi sampai yang terendah rata-rata skor tesnya adalah:

Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan

terakhir Indonesia. Apabila hasil penelitian tersebut benar menggambarkan

keadaan yang sesungguhnya mengenai kreativitas anak-anak Indonesia, menurut

beberapa dugaan, penyebab rendahnya kreativitas anak-anak Indonesia adalah

lingkungan yang kurang menunjang anak-anak tersebut mengekspresikan

kreativitasnya, khususnya lingkungan keluarga dan sekolah.

Rendahnya kemampuan berpikir kreatif juga dapat berimplikasi pada

rendahnya prestasi siswa. Menurut Wahyudin (2000: 223) di antara penyebab

rendahnya pencapaian siswa dalam pelajaran matematika adalah proses

pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses pembelajaran umumnya guru

sibuk sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Demikian juga

siswa sibuk sendiri menjadi penerima informasi yang baik. Akibatnya siswa

hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, tanpa makna dan pengertian sehingga

dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan seperti apa yang

dicontohkan. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan

menyelesaikan masalah dengan alternatif lain dapat disebabkan karena siswa

kurang memiliki kemampuan fleksibilitas yang merupakan komponen utama

kemampuan berpikir kreatif.Fakta menunjukkan kurangnya perhatian terhadap

(11)

demikian adalah perlu untuk memberikan perhatian lebih pada kemampuan ini

dalam pembelajaran matematika saat ini.

Pentingnya pengembangan kreativitas bagi siswa sekolah telah tertulis dalam

tujuan pendidikan nasional Indonesia dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

nomor. 22 tahun 2006 tentang standar isi khususnya untuk pembelajaran

matematika. Akan tetapi pada praktek di lapangan pengembangan kreativitas

masih terabaikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Munandar (1996) bahwa

pada beberapa kasus sekolah cenderung menghambat kreativitas, antara lain

dengan mengembangkan kekakuan imajinasi. Kasus tersebut sampai saat ini

masih terjadi dalam sistem belajar di Indonesia dikarenakan kurangnya perhatian

terhadap masalah kreativitas dan penggaliannya khususnya dalam matematika.

Salah satu materi yang diberikan di sekolah pada pembelajaran matematika

adalah geometri. Fakta menunjukkan dalam mempelajari geometri peserta didik

terkadang mengalami kesulitan ketika harus mempelajari objek yang bersifat

abstrak. Hal ini disebabkan siswa SMP tahap berpikirnya masih dalam tahap

belajar realistik.Menurut Budiarto (2003: 65) geometri didefinisikan sebagai

cabang matematika yang mempelajari tentang titik, garis, bidang dan benda-benda

ruang serta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya dan hubungan dengan yang lain.

Geometri diajarkan di sekolah berguna untuk meningkatkan berpikir logik dan

membuat generalisasi secara benar. Kemampuan geometri menjadi prasyarat

dalam penguasaan cabang-cabang matematika yang lain, seperti aljabar, kalkulus

dan lainnya.Hasil survey Programme for International Student Assessment

(12)

khususnyadalam pemahaman ruang dan bentuk.Bila dikaitkan dengan kurikulum

yang berlaku, porsi geometrimemang tidak banyak dan biasanya hanya diajarkan

sebagai hapalan danperhitungan semata (Gunawan, 2006: 14).

Menurut Sabandar (2002) Pengajaran geometri di sekolah diharapkan akan

memberikan sikap dan kebiasaan sistematik bagi siswa untuk bisa memberikan

gambaran tentang hubungan-hubungan di antara bangun-bangun geometri serta

penggolongan-penggolongan diantara bangun-bangun tersebut. Karena itu perlu

disediakan kesempatan serta peralatan yang memadai agar siswa bisa

mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba, serta menemukan prinsip-prinsip

geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian meneruskannya dengan

kegiatan formal dan menerapkannya apa yang mereka pelajari.

Selainkemampuanberpikirkreatif, terdapataspekpsikologi yang

turutmemberikankontribusiterhadapkeberhasilanseseorangdalammenyelesaikantug

asdenganbaik.Aspekpsikologistersebutadalahself-concept.RitandiyonodanRetnaningsih (Leonard, 2008)

menyatakanSelf-conceptbukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang

dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalamberhubungan dengan

orang lain. Oleh karena pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh

bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.Sudah

menjadi suatu kondisi yang alami bahwa setiap manusia memiliki kemampuan

yang berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena manusia memiliki kemampuan

(13)

Beragamteknikpembelajarantelahdikembangkanolehparapraktisidanpenelitipe

ndidikandalamupayamengatasidanmengeliminasimasalahpendidikan yang terjadi

di

lapangan.Dalamupayameningkatkankemampuanberpikirkreatifdanself-conceptsiswa,diperlukansuatucarapembelajarandanlingkungan yang

kondusifbagiperkembangankemampuantersebut.Sehinggapembelajarandapatmera

ngsangsiswauntukbelajarmandiri, kreatif,

danlebihaktifdalammengikutikegiatanpembelajaran.Salah satuteknikpembelajaran

yang bisadigunakandalampembelajaranMatematika yang

memberikankesempatankepadasiswauntukbelajarkreatif,

danlebihaktifadalahdenganteknikpembelajaranmenggunakanteknologikomputer

yang di dalamnyaterdapat program

Geogebrasehinggadiharapkanbahwakemampuanberpikirkreatifmatematikasiswad

apatditunjukkandanmeningkat.

Ada beberapa pertimbangan tentang penggunaan dynamic geometry software

seperti Geogebra dalam pembelajaran matematika, khususnya geometri. Menurut

David Wees (2009) Geogebra memungkinkan siswa untuk aktif dalam

membangun pemahaman geometri. Program ini memungkinkan visualisasi

sederhana dari konsep geometris yang rumit dan membantu meningkatkan

pemahaman siswa tentang konsep tersebut. Ketika siswa menggunakan dynamic

geometry software seperti Geogebra, mereka akan selalu selalu berakhir dengan

pemahaman yang lebih mendalam pada materi geometri (putz, 2001) hal ini

mungkin terjadi karena siswa diberikan representasi visual yang kuat pada objek

(14)

mengarah kepada pemahaman geometri yang mendalam. Geogebra yang bersifat

dynamis memungkinkan banyak eksplorasi yang dapat dilakukan terhadap suatu

konsep matematika sehingga dapat merangsang kreatifitas berpikir siswa.

Keunggulan lain adalah bahwa Geogebra memungkinkan pengguna untuk

mengekspor file ke dalam format web (a java applet) yang kemudian dapat di

unggah ke web server. Hal ini menyediakan kemampuan bagi siswa dan guru

untuk membahas dan menganalisa masing-masing pekerjaan dan memungkinkan

membuat diskusi tentang pekerjaannya.

Pembelajaranmatematika di

sekolahmasihmenggunakanpembelajarankonvensional.Padapembelajarangeometri

pesertadidikmasihmerasakesulitandalammemahamimateri yang disampaikanoleh

guru.Padapembelajaransehari-haripesertadidikkurangterlibatsecaraaktifdalamkegiatanpembelajaran.Pembelajara

n yang berlangsungmasihbersifatteacher centered. Guru menyampaikanmateri,

memberikanlatihansoal, danmemberikantugasrumah.

Berangkatdarikeadaantersebutpenelitimenyampaikangagasanuntukmelaksanakanp

enelitianuntukmencapaisalahsatutujuanpembelajaranmatematikayaitupadamaterig

eometridenganmemperkenalkanprogram

Geogebra.DenganmenggunakanGeogebrasiswadapatmengkontruksititik, vektor,

ruasgaris, garis, fungsidan lain

sebagainyakemudiandapatmembantusiswauntukmemvisualisasikanbentukbangund

(15)

ukurannyasehinggamempengaruhikemampuanberpikirkreatifsiswadanself-concept. Olehkarenaitupenulismengajukansebuahstudidenganjudul:

PengaruhPembelajaranBerbantuanGeogebraTerhadapKemampuanBerpikirKreatif

danSelf-concepttentangMatematika.

1.2 Rumusanmasalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusanmasalah yang

akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh

pembelajaran berbantuan Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik

siswa?

3. Apakahself-concept siswa tentang matematik dalam pembelajaran dengan

menggunakan program Geogebralebih baik dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional?

4. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematik

siswa dengan self-concept tentang matematika?

(16)

Secaraumumpenelitian ini bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya

pengaruhpembelajaranberbantuan program

Geogebraterhadapkemampuanberpikirkreatifmatematiksiswadanself-conceptsiswatentangmatematika.Secarakhusus,

tujuanpenelitianiniadalahmenelaah dan mendeskripsikan:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh

pembelajaran berbantuan Geogebra dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Self-concept siswa tentang matematik dalam pembelajaran dengan

menggunakan program Geogebradibandingkan dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Self-concept siswa tentang matematika dalam pembelajaran berbantuan

Geogebra mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa.

1.4 Manfaatpenelitian

Penelitianinidiharapkandapatmemberikanmanfaatataukegunaanbagipihak-pihakterkait, diantaranya:

1. Untuk Peneliti, memberikan informasi tentang kemampuan berpikir kreatif

dan self-conceptsiswa melalui pembelajaran berbantuan geogebra

2. UntukparaKepalaSekolah,

(17)

hasilpenelitianinidapatdijadikanbahanmasukandalamupayameningkatkanself-conceptsiswatentangmatematikadankemampuanberpikirkreatifsiswamelaluipe

mbelajaranberbantuan program Geogebra.

3. Untukpara guru

matematika,penelitianinimemberikanmotivasiuntukmemanfaatkankemajuante

knologidalambentuk media pembelajaranberbasiskomputer.

4. UntukSiswa,

memberikanpengalamanbarudanmendorongsiswauntukterlibataktifdalampem

belajarandikelassehinggadapatmeningkatkankemampuanberpikirkreatifdansel

f-concept.

1.5 Definisioperasional

Kemampuan berpikir kreatif matematik adalah kemampuan dalam

matematika yang meliputi empat kemampuan yaitu: kelancaran, keluwesan,

keaslian dan elaborasi. Kelancaran adalah kemampuan menjawab masalah

matematika secara tepat.Keluwesan adalah kemampuan menjawab masalah

matematika, melalui cara yang tidak

baku.Keaslianadalahkemampuanmenjawabmasalahmatematikadenganmenggunak

anbahasa, cara, atauidenyasendiri.Elaborasi adalah kemampuan memperluas

jawaban masalah, memunculkan masalah baru atau gagasan baru

Dalampenelitianini “self-concept” memiliki 4 dimensi yang

hendakdiukur, yaitu :Pengetahuan, Hrapan, danPenilaian.

Dimensipengetahuanmengenaiapa yang siswaketahuitentangmatematika,

(18)

rhadapkemampuanmatematika yang dimilikinya.

Dimensiharapanmengenaipandangansiswatentangpembelajaranmatematika

yang ideal,

indikatornyayaitumanfaatdarimatematikadanpandangansiswaterhadappemb

elajaranmatematikaberbantuangeogebra.Dimensipenilaianmengenaiseberap

abesarsiswamenyukaimatematika,

indikatornyayaituketertarikansiswaterhadapmatematikadanketertarikansisw

aterhadapsoal-soalberpikirkreatif.

Pembelajaranberbantuan program Geogebraadalahpembelajaran yang

dimulaidenganmeyiapkanmateri yang relevandengankonsep yang

akandipelajaridandalampembelajarantersebutsiswabekerjasecaraberkelomp

okdengan guru sebagaifasilitator.

Dalampembelajaraninijugasiswamenggunakanalatbantukomputer yang

didalamnyaterdapat program Geogebra.

1.6 Hipotesispenelitian

Hipotesispenelitianuntukdiajukandalampenelitianinidenganrumusanhipotesiss

ebagaiberikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh

pembelajaran berbantuan Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh

(19)

2. Self-concept siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan program

Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

3. Self-concept siswa tentang matematikamempengaruhi kemampuan berpikir

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Self-concept Siswa Tentang Matematika

Keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah secara

umum dapat merupakan ukuran dari berhasil atau tidaknya seorang siswa

mencapai tujuan pembelajarannya.Dalam pendidikan, keberhasilan seorang siswa

memenuhi tuntutan tugas pembelajarannya dapat merupakan suatu

kesuksesan.Keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami siswa dapat dipandang

sebagai suatu pengalaman belajar. Dari pengalaman belajar inilah akan

menghasilkan perubahan tingkah laku, tingkat pengetahuan atau pemahaman

terhadap sesuatu ataupun tingkat keterampilannya.

Pengalaman belajar dari siswa dapat dinilai dari prestasi belajarnya.

Karenanya diperlukan kosep diri yang positif terhadap pelajaran sesuai dengan

apa yang sebenarnya ada pada diri siswa. Dengan self-concept yang positif,

diharapkan siswa dapat mencapai prestasi belajar maksimal. Self-concept sangat

besar pengaruhnya terhadap perilaku. Oleh karena itu perlu dicari upaya atau

intervensi untuk meningkatkan self-concept siswa terhadap pelajarannya.

2.1.1 Pengertian Self-concept

Batasan-batasan tentang self-concept telah banyak diberikan oleh para ahli,

meskipun isi pengertiannya hampir sama atau memiliki berbagai kesamaan.

Namun, dengan adanya berbagai macam batasan itu justru dapat saling

(21)

terdapat elemen persamaan yang menunjukkan bahwa pada self-concept itu ada

pandangan individu terhadap dirinya sendiri.

Symonds (dalam Hall dan Lindzey, 1978:102), menjelaskan bahwa

pengertian “konsep” dalam istilah self-concept itu mengandung empat aspek,

yaitu :

a. Pandangan tentang dirinya.

b. Pemikiran tentang dirinya.

c. Penilaian tentang dirinya.

d. Perbuatan tentang kemajuan dirinya.

Batasan dari Symonds tersebut telah menjelaskan tentang aspek-aspek

yang terdapat dalam pengertian self-concept. Namun, belum menjelaskan tentang

apa saja yang meliputi diri individu itu sendiri, maka pengertian tentang

self-concept yang dikemukakan oleh Hurlock akan melengkapinya.

Menurut Hurlock (1978:6), self-concept merupakan gambaran seseorang

mengenai dirinya sendiri yang meliputi fisik, psikologis, sosial, emosional,

aspirasi dan prestasi yang telah dicapainya. Segi fisik meliputi penampilan fisik,

daya tarik dan kelayakan.Sedang segi psikologis meliputi pikiran, perasaan,

penyesuaian keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan serta aspirasi.

Welsh dan Blosch (1978:104), seperti yang dikutip oleh Hall, berpendapat

bahwa: “The self concept is defined as the set of perceptions and feelings that and

individual holds about himself. It also includes self esteem with all of its parts

(22)

Titik berat pada definisi ini adalah pada serangkaian persepsi-persepsi dan

perasaan-perasaan tentang dirinya. Persepsi-persepsi ini mencakup pengetahuan,

pengertian, interpretasi dan penilaian. Namun, masih ditegaskan lagi dalam

evaluasi diri terhadap bagian-bagian, tingkatan yang dipertimbangkan sebagai

suatu keseluruhan.

Sarwono (1974:89) memperkuat pengertian yang dikemukakan oleh Welsh

dan Blosch di atas dengan memberikan batasan mengenai self-concept sebagai

berikut: “Self-concept can be defined as the individuals total perceptual appraisal

of him or herself physically, socially, and intellectually”.

Menurut Sarwono (1974:90), persepsi yang bersifat fisik itu menyangkut

keadaan tubuh, misalnya :

a. Gambaran mengenai keseluruhan.

b. Kepuasan mengenai kesehatan fisik.

c. Gambaran fisik yang menarik

d. Kepuasan mengenai tinggi badan.

Persepsi sosial yaitu persepsi dalam hubungannya dengan orang lain,

misalnya :

a. Gambaran kebahagiaan hidup dirinya dalam keluarga.

b. Tanggung jawabnya dalam keluarga.

c. Kedudukan diri dalam keluarga.

d. Keramahan dengan kawan di sekolah.

Kemudian yang mejadi unsur final self-concept adalah persepsi mental

(23)

a. Gambaran diri yang bersifat berpikir rasional.

b. Gambaran diri tentang keterbukaan.

c. Gambaran diri tentang kemampuannya.

d. Gambaran diri tentang ilmu pengetahuan.

e. Gambaran diri tentang keimanannya.

f. Gambaran diri tentang kejujurannya.

g. Gambaran diri tentang kemandirian.

h. Gambaran diri tentang keberanian.

i. Gambaran diri tentang kepercayaan.

j. Gambaran diri tentang aspirasi-aspirasinya.

Self-concept merupakan salah satu cara untuk mengerti seseorang dan

tingkah lakunya. Karenanya perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian dari

“self”. Menurut James dan Gerald, self terbentuk melalui pengalaman individu

yang dipengaruhi oleh perasaan, pikiran, harapan serta fantasinya (James, O.L.

dan Gerald, L. H. 1976:152). Self merupakan perasaan mengenai diri sendiri yang

akan berkembang menjadi self-concept dan merupakan fokus pembentukan

kepribadian yang selalu dipelihara dan mengalami perubahan. Jadi, self-concept

adalah perasaan seseorang mengenai diri sendiri, sebab self-concept adalah

perkembangan dari “self”, sedangkan “self” merupakan perasaan mengenai diri

sendiri. Self-concept akan mengalami perubahan dan perkembangan dan akhirnya

self-concept menjadi fokus pembentukan kepribadian.

Pada dasarnya, manusia mempunyai banyak self, yaitu “real self”, “ideal

(24)

seseorang sebagai dirinya. “Social self” merupakan apa yang dianggap orang ada

pada dirinya, sedangkan “ideal self” adalah harapan seseorang terhadap dirinya.

Jadi, self-concept sebagai inti kepribadian merupakan aspek yang paling penting

terhadap mudah tidaknya individu mengembangkan kepribadian.Dari kedua

pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa self-concept merupakan perasaan

seseorang mengenai diri sendiri.Self-concept ini menjadi fokus pembentukan

kepribadian dan sekaligus menjadi inti kepribadian yang selanjutnya akan

menentukan pengembangan kepribadiannya.

Pendapat ahli lain yaitu Shavelson, seperti yang dikutip Cronbach,

mengemukakan bahwa pengertian self-concept bukan hanya persepsi individu

tentang dirinya, tetapi juga persepsi individu tentang persepsi orang lain mengenai

individu tersebut. Menurutnya, bahwa terbentuknya self-concept itu melalui

pengalaman, interpretasi terhadap lingkungan, dan diperkuat oleh penilaian orang

lain terutama orang yang berarti bagi diri individu tersebut bahwa self-concept itu

bersegi banyak (multi facet) (Lee J. Cronbach. 1964:45).

Bahwa self-concept itu merupakan suatu sistem, yaitu terdiri dari

facet-facet yang terstruktur, terorganisir, berhubungan satu sama lain. Bahwa

self-concept itu bersifat hirarkhis yaitu tersusun dari bagian yang umum abstrak

menuju semakin khusus kongkrit.Demikian pula stabilitasnya turut bertingkat,

yang umum bersifat stabil, semakin khusus semakin labil.Bahwa self-concept itu

semakin multifacet, seirama dengan perkembangan anak menuju khusus kongrit

(25)

Batasan yang diberikan oleh Carl R. Rogers pada buku Burns (1979:39)

antara lain dinyatakan sebagai berikut :

“Self-concept may be thought of as an organized configuration of

perceptions of the self . It is composed of such elements as the perceptions of

one’s characteristics and abilities; the percepts and concepts of self in relation to

others and to the environment; the value qualities which are perceived as

associated with experiences and objects and goals and ideals which are perceived

as having positive or negative valence”.

Burns berpendapat, self-concept merupakan suatu bentuk atau susunan

yang teratur tentang persepsi-persepsi diri.Self-concept atau self-concept

mengandung unsur-unsur seperti persepsi seorang individu mengenai

karakteristik-karakteristik serta kemampuannya; persepsi dan pengertian individu

tentang dirinya dalam kaitannya dengan orang lain dan lingkungannya; persepsi

individu tentang kualitas nilai yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman

dirinya dan obyek yang dihadapi; dan tujuan-tujuan serta cita-cita yang dipersepsi

sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif atau negatif.

Sedangkan Staines, seperti yang dikutip Burns (1979:56) memberikan

batasan self-concept ke dalam bidang studi sikap, sebagai berikut :

“It is a conscious system of percepts, concepts, and evaluations of the

individual as the appers to the individual. It includes a cognition of the evaluative

responses made by the individual to perceived aspects of himself; an

(26)

awareness of an evaluated self which is his notion of the person as he would like

to be and the way in which he ought to behave.”

Dari pengertian self-concept di atas dinyatakan bahwa self-concept

merupakan suatu sistem kesadaran mengenai persepsi, konsepsi-konsepsi, dan

penilaian tentang seseorang seperti yang ditunjukkan orang itu.Self-concept itu

meliputi suatu kognisi seseorang mengenai tanggapan penilaian yang

dilakukannya tentang persepsi aspek-aspek dirinya, suatu pemahaman tentang

gambaran orang lain mengenai dirinya, dan kesadaran penilaian dirinya yaitu

gagasannya tentang bagaimana seharusnya dirinya dan bagaimana cara

seharusnya yang dilakukannya.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-concept Siswa

Telah dijelaskan bahwa self-concept bukanlah bawaan sejak lahir,

melainkan dipengaruhi oleh hasil interaksi individu dengan lingkungannya dan

keadaan internal individu.Berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

self-concept, Hurlock (1978:8) mengemukakan bahwa perkembangan self-concept

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal ialah keadaan

internal siswa sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar

individu yaitu faktor yang berasal dari lingkungan.

Selanjutnya Hurlock (1978:10) secara rinci mengemukakan bahwa ada 13

faktor yang mempengaruhi self-concept, meliputi: jasmani, cacat jasmani, kondisi

badan, produksi kelenjar tubuh, pakaian, nama-nama panggilan, kecerdasan,

(27)

Pudjiyogyanti (1988:6) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang

berperan dalam perkembangan self-concept, yaitu peranan citra fisik, jenis

kelamin, perilaku orang tua, dan faktor sosial. Pada dasarnya pendapat ini senada

dengan pendapat Hurlock, dengan demikian dari pendapat kedua pakar tersebut

dapat digunakan sebagai dasar perumusan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

self-concept, sedangkan pendapat Erikson yang diperkuat dengan hasil penelitian

Wilson dan Wilson digunakan untuk melengkapinya. Dengan demikian

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan self-concept siswa adalah sebagai

berikut :

a. Keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai keadaan fisik individu,

dalam hal ini meliputi bentuk tubuh, kecacatan, kondisi tubuh termasuk

kesehatan tubuh dan jenis kelamin.

b. Faktor psikologis, antara lain: intelegensi, tingkat aspirasi, emosi nama dan

nama panggilan.

c. Faktor keluarga, meliputi antara lain: sikap orang tua, sikap saudara, status

anak dalam keluarga dan status sosial ekonomi keluarga.

d. Faktor lingkungan sekolah, meliputi: guru, siswa lain dan kegiatan ekstra

kurikuler.

e. Faktor masyarakat, antara lain: pola kebudayaan dan status sosial.

Dalam penelitian ini “self-concept” adalah suatu kumpulan pandangan

seseorang tentang dirinya sendiri.Pandangan-pandangan ini merupakan hasil

interaksi individu dengan lingkungannya terutama lingkungan yang kuat bagi

(28)

kenyataannya.Seseorang dapat mengatakan sesuatu tentang dirinya sendiri,

meskipun pandangannya boleh jadi tidak sesuai dengan tingkah lakunya.Misalnya

seorang anak yakin dirinya cukup ramah, tetapi kenyataannya dia tidak

mempunyai teman, sedangkan self-concept akademik, berhubungan dengan

bagaimana individu memandang dirinya dikaitkan dengan kemampuan

akademiknya.Dalam hal ini merupakan perasaan individu secara menyeluruh

dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik dan kepuasannya terhadap

prestasi akademiknya.Self-concept dapat pula muncul dalam bentuk tingkah laku

yang menggambarkan bagaimana perasaan individu tentang dirinya.

Beberapa contoh karakteristik self-concept positif sebagai berikut:

1. bangga terhadap yang diperbuatnya.

2. menunjukkan tingkah laku yang mandiri.

3. mempunyai rasa tanggung jawab.

4. mempunyai toleransi terhadap frustrasi

5. antusias terhadap tugas-tugas yang menantang.

6. merasa mampu mempengaruhi orang lain.

Sedangkan contoh self-concept negatif/kurang/rendah sebagai berikut:

1. menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasan.

2. merendahkan kemampuan sendiri.

3. merasakan bahwa orang lain tidak menghargainya.

4. menyalahkan orang lain karena kelemahannya.

5. mudah dipengaruhi oleh orang lain.

(29)

7. merasa tidak mampu.

Sirvernail (1985:56) menggambarkan juga beberapa karakteristik

self-concept positif dan negatif. Self-self-concept positif ditandai dengan :

1. tidak takut menghadapai situasi baru.

2. mampu mempunyai teman-teman baru.

3. mudah mengenal tugas-tugas baru.

4. mudah menyesuaikan diri pada orang-orang asing.

5. dapat bekerja sama

6. dapat bertanggung jawab

7. kreatif.

8. berani mengemukakan pengalaman-pengalamannya.

9. mandiri.

10. penggembira.

Self-concept negatif ditandai dengan:

1. menunggu keputusan dari orang lain.

2. jarang mengikuti aktivitas baru.

3. selalu bertanya dalam menilai sesuatu.

4. tidak spontan.

5. kaku terhadap barang-barang miliknya.

6. pendiam.

(30)

Karakteristik-karakteristik tersebut di atas kiranya dapat membantu para

orang tua maupun pendidik dalam mengamati tingkah laku yang tampil dari anak

atau para siswa.

Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self-concept

siswa adalah kesadaran individu mengenai segala sesuatu yang ada pada dirinya,

berkembang dalam lingkungannya dan akan diperlihatkan dalam bentuk tingkah

laku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan atau masyarakat, yang

mengukur: aspek kognitif yaitu pengetahuan siswa tentang keadaan dirinya,

dan aspek afektif yaitu penilaian siswa tentang dirinya.

2.1.3 Dimensi Self-concept

Konsep diri adalah pandangan individu tentang dirinya

sendiri.Adapun dimensi-dimensi konsep diri ialah:

a. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri

sendiri. Dalam benak kita ada satu daftar julukan yang menggambarkan diri

kita yaitu usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain

sebagainya. Dalam memberikan dan menambah daftar julukan tentang diri

kita dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan dan membandingkannya

diri sendiri dengan kelompok sosial lain dan hal itu merupakan perwujudan

seberapa besar kualitas diri kita dibandingkan dengan orang lain. Kualitas

(31)

individusuatu saat bisa berubah sejalan dengan perubahan yang terjadi

padakelompok sosial dalam lingkungannya.

b. Harapan

Pada saat individu mempunyai pandangan tentang siapa

dirinya,individu juga mempunyai seperangkat pandangan yang lain

yaitutentang kemungkinan individu akan menjadi apa di masa yang

akandatang dan pengharapan ini merupakan gambaran diri yang ideal

dariindividu tersebut.

c. Penilaian

Dalam hal penilaian terhadap diri sendiri, individu

berkedudukansebagai penilai tentang dirinya dalam hal pencapaian

pengharapan,pertentangan dalam dirinya, standar kehidupan yang

sesuai dengandirinya yang pada akhirnya menentukan dalam

pencapaian hargadirinya yang pada dasarnya berarti seberapa besar

individu dalammenyukai dirinya sendiri, (James F. Calhoun dan Joan

Acocella,1995).

2.2 Kemampuan Berpikir kreatif Matematik

2.2.1 Kemampuan Berpikir

Belajar mengetahui kemampuan berpikir merupakan salah satu aktivitas

kehidupan yang paling penting. Bila seseorang mengetahui kekuatan dan

kelemahan cara berpikirnya, maka ia bisa memahami dengan baik setiap tindakan

(32)

sehari-hari. Jika seseorang mengetahui cara berpikir orang lain berdasarkan

tindakan-tindakan mereka, maka ia akan lebih bisa memahami mengapa mereka berpikir

dan bertindak dalam cara-cara tertentu dan dapat berkomunikasi dengan mereka

secar lebih baik dan mudah.

Berpikir merupakan istilah yang sudah populer di masyarakat dan

prosesnya dilakukan oleh setiap orang, akan tetapi istilah tersebut sangat sulit

didefinisikan secara operasional. Selain itu, tidak mudah pula untuk

menggambarkan secara tepat ciri-ciri orang yang sedang berpikir dan

memprediksi apakah seseorang sedang berpikir atau tidak, karena masing-masing

orang mengekspresikan prilaku yang berbeda apabila sedang berpikir.

Menurut Richard I. Arends (2008:43) menyatakan bahwa, berpikir adalah

sebuah proses berpikir kreatif secara simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan

kejadian riil dan menggunakan berpikir kreatif simbolis itu untuk menemukan

prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut. Dalam proses berpikir kreatif

tersebut berpikir memiliki beberapa tingkatan-tingkatan. Tingkat berpikir yang

paling rendah adalah mengingat, misalnya mengingat fakta-fakta dasar ataupun

rumus-rumus matematika.Kemampuan berpikir pada tingkat berikutnya adalah

kemampuan memahami konsep-konsep matematika, demikian pula kemampuan

untuk mengenal atau menerapkan konsep-konsep tersebut dalam mencari

penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi.Bagi siswa yang senang dan

menyadari pentingnya belajar matematika serta manfaat matematika bagi mereka,

tentu mereka perlu dibina agar memiliki kemampuan berpikir yang

(33)

Berpikir berkaitan dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia dan

fakta-fakta yang ada dalam lingkungan sekitar. Hasil utama dari proses berpikir

dapat membangun pengetahuan, penalaran, dan proses yang lebih tinggi mencapai

tahapan mempertimbangkan. Kemampuan berpikir reflektif dalam matematika

yang memuat kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif, akan

berkesempatan dimunculkan dan dikembangkan ketika siswa sedang berada

dalam proses yang intens dalam pemecahan masalah matematika yang

membutuhkan keterampilan, pemahaman, penalaran, dan ketelitian.

2.2.2 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik

Secara singkat berpikir kreatif dapat dikatakan sebagai pola berpikir yang

didasarkan pada suatu cara yang mendorong kita untuk menghasilkan produk yang

kreatif.Masih banyak definisi yang berkaitan dengan kreativitas, namun pada

intinya ada persamaan antara definisi-definisi tersebut, yaitu kemampuan berpikir

kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru,

baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan yang

telah ada sebelumnya.Sesuatu yang baru disini tidak harus berupa hasil/ciptaan

yang benarbenar baru walaupun hasil akhirnya mungkin akan tampak sebagai

sesuatu yang baru, tetapi dapat berupa hasil penggabungan dua atau lebih

konsep-konsep yang sudah ada.

Kriteria produk yang kreatif tidak bergantung kepada satu sifat saja, yaitu

ide yang baru, tetapi melibatkan banyak komponen, yang meliputi:

a) Berpikir kreatif melibatkan sisi estetik dan standar praktis.

(34)

c) Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada mobilitas daripada kelancaran.

d) Berpikir kreatif tidak hanya obyektif tapi juga subyektif.

e) Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada motivasi

ekstrinsik.(Hassoubah, 2004: 55).

Berbagai definisi terkandung dalam pengertian yang berakaitan dengan

istilah kreativitas atau cara berpikir kreatif. Istilah kreativitas terkadang tidak

dibedakan dengan istilah berpikir kreatif.Menurut Munandar (2004:37)

menyatakan bahwa berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen atau kebalikan

dari berpikir konvergen. Berpikir divergen yaitu berpikir untuk memberikan

macam-macam kemungkinan jawaban benar ataupun cara terhadap suatu masalah

berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada jumlah dan

kesesuaian. Sedangkan, berpikir konvergen yaitu berpikir untuk memberikan satu

jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan.

Berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang

berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang dihadapi, bahwa di

dalam situasi itu terlihat atau teridentifikasi adanya masalah yang ingin atau harus

diselesaikan. Selanjutnya, terdapat unsur originalitas gagasan yang muncul dalm

benak seseorang terkait dengan apa yang teridentifikasi. Hasil yang dimunculkan

dari berpikir kreatif itu sesungguhnya merupakan suatu hal baru bagi siswa yang

bersangkutan serta merupakan sesuatu yang berbeda dari yang biasa ia lakukan.

Untuk mencapai hal ini seseorang harus melakukan sesuatu terhadap

(35)

Dalam keadaan ideal, manakala siswa dihadapkan pada kondisi, siswa

diminta untuk melakukan observasi, eksplorasi, dengan menggunakan intuisi,

serta pengalaman belajar yang mereka miliki, hanya sedikit panduan atau tanpa

bantuan guru.Tetapi pendekatan seperti ini khususnya tidak hanya cocok bagi

siswa yang pandai, namun memberikan suatu pengalaman yang diperlukan bagi

mereka di kemudian hari dalam mencari solusi dari sebuah masalah.

Evans (1991:98) mengemukakan bahwa berpikir kreatif terdeteksi dalam

empat unsur yaitu: Kepakaan (Sensitivity), Kelancaran (Fluency), Keluwesan

(Flexibility), dan Keaslian (Originality). Kepekaan terhadap suatu situasi masalah

menyangkut kemampuan mengidentifikasi adanya masalah, mampu membedakan

fakta yang tidak relevan dengan masalah, termasuk membedakan konsep-konsep

yang relevan mengenai masalah yang sebenarnya. Kepekaan ini termasuk juga apa

yang dirasakan seseorang sehubungan dengan masalah yang diidentifikasi,

misalnya konsep yang terkait, strategi yang sesuai untuk menyelesaikan masakah

itu. Kepekaan akan muncul lebih jelas jika ada semacam rangsangan yang

disediakan dalam masalah serta tantangan yang diberikan oleh guru. Kepekaan

dapat memicu individu untuk meneruskan upaya untuk melakukan kegiatan

obsevasi, explorasi sehingga dapat memunculkan gagasan-gagasan.Kelancaran

merupakan kemampuan untuk membanguan banyak ide secara mudah.Kelancaran

dalam memunculkan gagasan atau pertanyaan yang beragam serta menjawabnya,

ataupun merencanakan dan menggunakan sebagai strategi penyelesaian pada saat

menghadapi masalah yang rumit.Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk

(36)

yang menunjukkan kekayaan ide dan usaha dari yang bersangkutan dalam

membangun gagasan menuju pada solusi yang diharapkan. Keaslian adalah

kemampuan untuk menghasikan ide-ide yang tidak umum dan menyelesaikan

masalah dengan cara yang tidak umum. Keaslian ini muncul dalam berbagai

bentuk, dari yang sederhana atau yang informal untuk kemudian dapat

dikembangkan menjadi lebih lengkap.

Berkaitan dengan kepekaan, kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam

proses berpikir yang melahirkan gagasan (kreatif) dipandang perlu adanya suatu

tindakan lanjut untuk membenahi serta menata dengan baik, teratur, dan rinci apa

yang telah dihasikan. Hal ini perlu dilaksanakan agar siswa tidak kehilangan

kesempatan dalam suasana belajar, terutama sebelum siswa sempat lupa akan

ide-ide yang baik. Penataan yang teratur dan rinci ini membuka kesempatan padanya

untuk sewaktu-waktu dapat mengulangi atau membaca serta menkaji kembali apa

yang siswa pelajaran dan hasilkan.

Berdasar analisis faktor, Guilford menemukan sifat-sifat yang menjadi ciri

kemampuan berpikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),

keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan kembali

(redefinition). (Supriadi,1997: 7).

1) Fluency (kelancaran)

Kelancaran adalah kemampuan untuk memberikan berbagai

respon.Kelancaran pada umumnya berkaitan dengan kemampuan melahirkan

(37)

2) Flexibility (keluwesan)

Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacammacam

pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Keluwesan berkaitan dengan

kemampuan untuk membuat variasi terhadap satu ide dan kemampuan

memperoleh cara baru.

3) Originality (keaslian)

Keaslian adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara

yang asli, tidak klise. Keaslian berkaitan dengan kemampuan memberikan

respon yang khas/unik yang berbeda dengan yang biasa dilakukan orang lain.

4) Elaboration (penguraian)

Penguraian adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara lebih

terinci.Dapat dikatakan, elaborasi merupakan penambahan detail atau

keterangan terhadap ide yang sudah ada.

5) Redefinition (redefinisi/perumusan kembali)

Redefinisi merupakan kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan

perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang.

Menurut Utami Munandar redefinisi memerlukan kemampuan untuk

menghentikan interpretasi lama dari ob yek -ob yek yan g t el ah d ikenal

dal am ran gk a menggunakannya atau bagian-bagiannya dalam beberapa cara

baru.

Sementara itu, menurut Williams bahwa kemampuan yang berkaitan

(38)

empat dari ranah afektif. Berikut ini empat kemampuan dari ranah kognitif

disebutkan secara lengkap oleh Williams yaitu sebagai berikut:

1. Berpikir lancar

a. Menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan.

b. Arus pemikiran lancar.

2. Berpikir luwes

a. Menghasikan gagasan-gagasan yang bervariasi

b. Mampu mengubah cara atau pendekatan

c. Arah pemikiran yang berbeda.

3. Orisinal

Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain yang jarang

diberikan kebanyakan orang.

4. Terperinci

a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan.

b. Memperinci dengan detail.

c. Memperluas suatu gagasan.

Adapaun empat dari ranah afektif menurut Williams (munandar, 2004:192)

secara rinci disebutkan sebagai berikut:

1. Mengambil resiko

a. Tidak takut gagal atau kritik

b. Berani membuat dugaan.

c. Mempertahankan pendapat.

(39)

a. Mencari banyak kemungkinan

b. Meliahat kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya.

c. Melibatkan diri dalam maalah-masalah atau gagasan yang sulit.

3. Rasa ingin tahu

a. Mempertanyakan sesuatu.

b. Bermain debgan suatu gagasan.

c. Tertarik pada misteri.

d. Terbuka terhadap situasi yang merupakan teka-teki.

e. Senang menjajaki hal-hal baru.

4. Imajinasi atau firasat

a. Mampu membayangkan, membuat gambaran mental.

b. Memimpikan hal yang belum terjadi.

c. Menjajaki hal-hal diluar kenyataan indrawi.

Masih terdapat beberapa ciri kemampuan berpikir kreatif yang

dikemukakan oleh para ahli di bidang tersebut.Namun, dari beberapa ciri-ciri yang

dikemukakan pada intinya lebih banyak perasamaan. Dari beberapa ciri-ciri

kemampuan berpikir kreatif yang telah diungkapkan menurut Williams tampak

jelas dan terperinci. Oleh karena itu, penulis menggunakan ciri-ciri kemampuan

berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Williams sebagai ciri-ciri kemampuan

berpikir kreatif yang dikembangakan dalam penelitian ini.

2.3 Program Geogebra

Geogebra merupakan Software yang dikembangkan oleh Markus

(40)

mendukung pembelajaran dan penyelesaian persoalan matematika

khususnya geometri, aljabar, dan kalkulus. Sebagai sistem geometri

dinamik, konstruksi pada Geogebra dapat dilakukan dengan titik, vektor,

ruas garis, garis, irisan kerucut, fungsi.

Program Geogebra sangat membantu kita yang ingin mempelajari

konstruksi geometri. Dengan Geogebra kita bisa membuat konstruksi

berbagai bangun geometri (dimensi 2) beserta hubungan antara mereka.

Pada program Geogebra tersedia menu menggambar, mulai dari

menggambar garis sampai menggambar konflik antara lingkaran dan garis.

Walaupun terlihat sederhana karena banyaknya menu yang disediakan,

tetapi untuk mengkonstruk gambar ternyata tidak sederhana karena kita

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subyek

tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa

adanya. Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang

ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan

secara acak.

Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas yang memiliki kemampuan

setara dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama

diberikan pembelajaran komputer dengan program Geogebra. Kelompok pertama

ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua merupakan

kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional

Desain pada penelitian ini berbentuk:

Kelompok eksperimen O X O

Kelompok kontrol O - O

Keterangan :

X : Pembelajaran berbantuan program Geogebra

O : Tes yang diberikan untuk mengetahui kemampuan siswa (pretes = postes)

(42)

Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 13 Jakarta. Populasi penelitian ini

adalah seluruh siswa SMP Negeri 13 Jakarta tahun pelajaran 2009/2010.Populasi

terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 13

Jakarta.dipilih dua kelas secara acak dari populasi terjangkau untuk dijadikan

sampel penelitian.Karena desain penelitian menggunakan desain ”Kelompok

Kontrol Non-Ekivalen”, maka penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan

teknik ”Purposive Sampling”, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005: 54)

3.3 Instrumen Penelitian

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen yang

disusun dalam bentuk kuesioner/angket dan tes yang dijawab oleh responden

secara tertulis. Instrumen yang digunakan berupa :

3.3.1 Tes Matematika

Tes Matematika yang digunakan berupa tes kemampuan berpikir kreatif.

Agar kemampuan berpikir kratif matematik siswa dapat terlihat dengan jelas maka

tes dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pre-test) dan

tes akhir (post-test). Tes diberikan pada siswa setiap kelompok. Soal-soal pre-test

dan post-test dibuat ekuivalen/relatif sama. Tes awal dilakukan untuk

mengetahui kemampauan awal siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai

tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran

(43)

mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan

setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan yang diterapkan.

Sebelum penyusunan tes kemampuan berpikir kreatif siswa dibuat kisi-kisi

soal terlebih dahulu. Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut

harus dinilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Untuk

mendapatkan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda maka

soal tersebut terlebih dahulu diuji cobakan pada kelas lain disekolah pada tingkat

yang sama.

a) Analisis validitas tes

Validitas merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi oleh

instrumen penelitian. Suherman dan Sukjaya (1990) menyatakan bahwa suatu

instrumen dinyatakan valid (absah dan sahih) bila instrumen itu mampu

mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas suatu instrumen

hendaknya dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian ini, analisis validitas

yang dilakukan meliputi validitas isi dan validitas butir soal.

Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang dievaluasikan. Dengan

kata lain, materi yang dipakai sebagai alat evaluasi merupakan sampel

representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai siswa (Suherman dan Sukjaya,

1990: 137). Penilain validitas isi dilakukan oleh rekan mahasiswa Pendidikan

Matematika Pascasarjana UPI yang hasilnya dikonsultasikan kepada dosen

pembimbing. Validitas isi yang dinilai adalah kesesuaian antara butir tes dengan

kisi-kisi soal, penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi

(44)

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal

terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat digunakan untuk

menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak

mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi. Karena

tes yang digunakan berupa uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir soal

menggunakan program Anatesv4 yang dikembangkan oleh To dan wibisono.

b) Analisis Reliabilitas

Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap

jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang berbeda (Suherman dan

Sukjaya, 1990). Untuk tes berbentuk uraian perhitungan reliabilitas tes dapat

menggunakan AnatesV4 yang dikembangkan oleh To dan Wibisono.

c) Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir

soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dan

siswa yang tidak dapat menjawab soal (Suherman dan Sukjaya, 1990: 199). Daya

beda dihitung dengan membagi subjek menjadi dua kelompok setelah diurutkan

menurut peringkat perolehan skor hasil tes.Untuk tes berbentuk uraian

perhitungan daya pembedadapat menggunakan AnatesV4.Hasil perhitungan daya

[image:44.595.112.515.251.632.2] [image:44.595.145.476.653.749.2]

pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan tabel berikut.

Tabel 3.1Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal

Negatif – 10% Sangat buruk, harus dibuang

10% - 19% Buruk, sebaiknya dibuang

(45)

30% - 49% Baik

50% keatas Sangat baik

Sumber: To (dalam Astuti, 2009: 53)

d) Analisis Indeks Kesukaran

Analisis indeks kesukaran setiap butir soal dihitung berdasarkan jawaban

seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang diperoleh siswa

diklasifikasikan atas benar dan salah seperti pada analisis daya pembeda. Untuk

mendapatkan indeks kesukaran digunakan program Anatesv4.

[image:45.595.143.478.113.155.2]

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan

tabel berikut.

Tabel 3.2Klasifikasi Indeks Kesukaran

Tingkat Kesukaran Interpretasi

0% - 15% Sangat Sukar

16% - 30% Sukar

31% - 70% Sedang

71% - 85% Mudah

86% - 100% Sangat Mudah

Sumber: To (dalam Astuti, 2009: 55)

3.3.2 Skala Self-concept Siswa tentang matematika

Self-concept dalam penelitian ini difokuskan pada tiga dimensi

pengukuran self-concept yang diungkapkan oleh Calhoun yaitu, pengetahuan,

harapan, dan penilaian.Self-concept siswa tentang matematika adalah total skor

[image:45.595.114.512.245.634.2]
(46)

pengetahuan siswa tentang keadaan dirinya, dan aspek afektif yaitu

penilaian siswa tentang dirinya.

Pengembangan instrumen variabel self-concept siswa tentang matematika

diawali dengan penyusunan 31 butir pernyataan yang dilengkapi dengan 4 pilihan

jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat

Tidak Setuju), Setiap pilihan jawaban yang diajukan memiliki skor antara 1

sampai 4. Skor variabel dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh skor

butir. Proses kalibrasi instrumen dilaksanakan dengan melakukan ujicoba kepada

60 responden. Pada tahap ujicoba instrumen dilakukan pengujian validitas butir

soal dan perhitungan koefisien reliabilitas.

Untuk menguji validitas skala self-concept digunakan uji validitas isi

(content validity).Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan

antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono,

2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya sesuai dengan apa yang hendak

diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self-concept dilakukan oleh

dosen pembimbing dan pakar self-concept di UHAMKA.Berorientasi pada

validitas konstruk dan validitas isi, berupa dimensi dan indikator yang hendak

diukur, redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi

terhadap bentuk format yang digunakan.

3.4 Analisis Data Tes Kemampuan Berpikir Kreatif

Untukmengetahui terdapat tidaknya perbedaan kemampuan berpikir

matematik siswa pada pembelajaran menggunakan program Geogebra dan yang

(47)

berpikir kreatif matematik siswa dapat diketahui menggunakan instrumen berupa

tes.

Setelah diperoleh data pretes dan postes, dibuat tabel pretes dan postes.

Kemudian dihitung rerata dan standar deviasi skor pretes dan postes. Lalu

dihitung gain ternormalisasidilakukan berdasarkan kriteria indeks gain

(Hake,1999). Dengan rumus :

Gain ternormalisasi (g) =

[image:47.595.117.509.224.613.2]

Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel dibawah ini :

Tabel 3.3 Skor Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g 0,3 Rendah

Adapun tahapan uji perbedaan rerata yang mungkin dilalui adalah :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi

data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam

analisis selanjutnya. Hipotesis yang digunakan adalah:

H0 : sampel berasal dari data berdistribusi normal

(48)

Statistik yang digunakan untuk uji normalitas adalah One-Sample Kolmogorov-

Smirnov.

2. Homogenitas

Bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi

yang memiliki variansi homogen (sama). Karena penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan statistik uji-t dengan penyatuan dua variansi, maka harus dipenuhi

syarat homogenitas variansi. Suharsimi Arikunto berpendapat, Pengujian

homogenitas sampel menjadi sangat penting apabila peneliti bermaksud

melakukan generalisasi untuk hasil penelitiannya serta penelitian yang data

penelitiannya diambil dari kelompok-kelompok terpisah yang berasal dari satu

populasi. Untuk pengujian homogenitas dalam hal ini dapat diuji menggunakan

Homogeneity of Variances (Levene Statistic)..

3. Uji Perbedaan Rerata

Jika sebaran data normal dan homogen, dilakukan uji perbedaan dua rerata.

Pengujian ini digunakan untuk menguji perbedaan rerata skor postes siswa

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan data gain, dalam hal ini data

gain siswa kelompok atas dan kelompok bawah, data gain siswa kelompok atas

pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta data gain siswa kelompok

bawah pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji statistik yang

digunakan adalah Compare Mean Independent Samples Test.Jika datanya tidak

berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik non-parametrik

yaitu uji Mann-Whitney.

(49)

Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang

self-concept siswa.Data yang awalnya merupakan data ordinal di konversi menjadi

data interval Menurut Al-Rasyid (1994), menaikkan data dari skala ordinal

menjadi skala interval dinamakan transformasi data. Transformasi data ini,

dilakukan diantaranya adalah dengan menggunakan Metode Sucsesive Interval.

Pada umumnya jawaban responden yang diukur denganmenggunakan skala likert

(Lykert scale) diadakan scoring yaknipemberian nilai numerikal 1, 2, 3, 4 dan 5,

setiap skor yang diperolehakan memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai

numerikal tersebutdianggap sebagai objek dan selanjutnya melalui proses

transformasiditempatkan ke dalam interval. Langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Untuk setiap pertanyaan, hitung frekuensi jawaban setiap kategori (pilihan

jawaban).

2. Berdasarkan frekuensi setiap kategori dihitung proporsinya.

3. Dari proporsi yang diperoleh, hitung proporsi kumulatif untuk setiap kategori.

4. Tentukan pula nilai batas Z untuk setiap kategori.

5. Hitung scale value (interval rata-rata) untuk setiap kategori melalui

persamaan berikut:

! !

6. Hitung score (nilai hasil transformasi) untuk setiap kategori melalui

(50)

Untuk melihat perbedaan self-concept siswa kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol, dilakukan uji statistik yaitu uji perbedaan rerata dengan

menggunakan program SPSS 17. Untuk melihat koefisien korelasi antara

self-concept dan kemampuan berpikir kreatif di gunakan uji Pearson product moment

3.6 Prosedur penelitian

Prosedur penelitian dilakukan dengan 3 tahapan, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dimulai setelah proposal diterima dalam seminar untuk

ditindaklanjuti dalam penelitian. Kemudian, menghubungi sekolah yang

dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya, menyusun kisi-kisi dan instrumen tes

yang validasi isinya dilakukan oleh kedua dosen pembimbing. Berikutnya,

dilakukan revisi, diujicobakan di luar subjek penelitian, dan dianalisis hasilnya.

2. Tahap Pelaksanaan

Selanjutnya, semua data yang terkumpul dianalisis dan dilakukan

penarikan kesimpulan.

3. Tahap Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil tes baik pretes maupun postes serta angket

(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelahdilakukanperlakuanberbedaantaraduakelompoksampelyaitukelomp

okeksperimen yang

memperolehpembelajaranmatematikadenganberbantuangeogebradankelompokkon

trol yang memperolehpembelajarankonvensionalmakaberdasarkanhasilanalisis

data untukpengujianhipotesisnya, kesimpulandaritemuan yang

diperolehadalahsebagaiberikut:

1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh

pembelajaran berbantuan Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Self-concept siswa tentang matematik dalam pembelajaran dengan

menggunakan program Geogebra lebih baik dibandingkan dengan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional.

3. Self-concept siswa tentang matematika dalam pembelajaran berbantuan

Geogebrasecara umum mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa.

B. Saran

Melihatdanmemperhatikanhasiltemuandankesimpulanpenelitian,

tidaklahberlebihanuntukmengatakanbahwapembelajarandenganberbantuangeogeb

ramemilikimanfaatpositifbaikbagi guru maupunsiswa.

(52)

berdasarkerangkateoritisnyadapatmeningkatkankemampuanberpikirkreatif,

berdasarkanpenelitianinidapatmemperbaikikemampuankreatifmatematiksiswa.

Pembelajaranberbantuangeogebramemakanwaktu yang lebih lama

daripembelajarankonvensional.Jadidisarankan,

pembelajaranberbantuangeogebraditerapkanpadatopik-topikmatematika yang

esensial, sehinggasiswadapatmenerapkanpengetahuandanprosedurmatematisyang

telahmerekapelajari.Melihathasilteskemampuanberpikirkreatif, guru

sebaiknyamembiasakansiswadengansoal-soalkemampuanberpikirkreatifdansoal-soalkemampuanmatematislainnya.

Bagipenelitiberikutnya agar

Gambar

Tabel  3.2 KlasifikasiIndeksKesukaran ...........................................................38
Tabel 3.1Klasifikasi Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal
tabel berikut.
Tabel 3.3 Skor Gain Ternormalisasi

Referensi

Dokumen terkait

Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Untuk Menanamkan Kemampuan Mengenal Permasalahan Sosial dan Menentukan Sikap Terhadap Pengaruh Globalisasi Pada

[r]

Oleh karena itu penulis mengangkat judul dalam penulisan ilmiah ini adalah Analisis Peramalan Penjualan McDonalds Delevery Service di Mall Depok, dengan alasan utama dalam

Pada pemilik toko atau wiraswasta yang bergerak di bidang perdagangan, informasi tentang transaksi dan stok barang sangatlah penting. Pada penulisan ilmiah ini penulis mencoba

Teknologi Komunikasi adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.. Berbasis

Badan Amil Zakat Nasional Sumatera Utara (BAZNAS SU) sebagai lembaga pengelola zakat resmi milik pemerintah memiliki peran tidak hanya mengelola dan menyalurkan zakat, tetapi

Perilaku seksual pada remaja dapat diamati melalui hubungan heteroseksual. Pada masa perkembangannya remaja tunanetra perlu diarahkan agar terhindar dari penyimpangan

Langkah-langkah penelitian ini adalah: (1) Citra yang telah diambil di reduksi warna dari 24-bit menjadi 8-bit yang berfungsi untuk menyiapkan citra ke dalam format GIF,