PERNYATAAN... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang ... 1
1.2RumusanMasalah ... 9
1.3 TujuanPenelitian ... 9
1.4ManfaatPenelitian ... 10
1.5DefinisiOperasional ... 11
1.6 HipotesisPenelitian ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Self-ConceptSiswaTentangMatematika ... 13
2.1.1 PengertianSelf-Concept ………. 13
2.1.2 Faktor-Faktor yang MempengaruhiSelf-Concept ……….. . 19
2.1.3 DimensiSelf-Concept………. .23
2.2 KemampuanBerpikirKreatifMatematik ... 24
2.2.1 KemampuanBerpikir ……….. 24
2.2.2 KemampuanBerpikirKreatifmatematik ……… .26
2.3 Program Geogebra ... 32
BAB IIIMETODE PENELITIAN 3.1 DesainPenelitian ... 34
3.3.2 SkalaSelf-concept Siswa ... 38
3.4 Analisis Data TesKemampuanBerpikirKreatif ... 39
3.5 Analisis data SkalaSelf-Concept... 41
3.6 ProsedurPenelitian ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HasilPenelitian ... 44
4.1.1 HasilPenelitiantentangKemampuanBerpikirKreatif ... ... 44
4.1.2 HasilPenelitiantentangSelf-Concept ... 54
4.2 TemuandanPembahasan ... 64
4.2.1 PembelajaranBerbantuanGeogebra ... 64
4.2.2 KemampuanBerpikirKreatif ... 66
4.2.3Self-Concept ... 69
4.2 KeterbatasanPenelitian ... 71
BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72
5.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 79
LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 163
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 193
LAMPIRAN D:UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 232
Tabel3.1 KlasifikasiDayaPembeda ...37
Tabel 3.2 KlasifikasiIndeksKesukaran ...38
Tabel3.3 Klasifikasi GainTernormalisasi ...40
Tabel 4.1 DeskriptifStatistikKemampuanBerpikirKreatif ...45
Tabel 4.2 ...HasilUjiNormalita sSkorPretesKemampuanBerpikirKreatifSiswaKelasEksperimendanKelasKontrol ...46
Tabel 4.3 ...HasilUjiHomogen itasVariansSkorPretesKemampuanBerpikirKreatifSiswaKelasEksperimendanKelas Kontrol ...47
Tabel 4.4 ...HasilUjiPerbedaa nDuaRerataPretesKemampuanAwalBerpikirkreatifSiswaKelasEksperimendanKelas Kontrol ...48
Tabel 4.5 ...HasilUjiNormalita sSkorPostesBerpikirKreatifSiswaKelasEksperimendanKelasKontrol 50 Tabel 4.6 ...HasilUjiHomogen itasVariansSkorPostesKemampuanBerpikirKreatifKelasEksperimendanKelasKontr ol ...49
Tabel 4.7 ...HasilUjiPerbedaa nDuaRerataPostesKemampuanBerpikirKreatifKelasEksperimendanKelasKontrol ...52
Tabel 4.10 HasilSkalaSelf-ConceptKelasEksperimendanKelasKontrol ...54
Tabel 4.11 HasilUjiNormalitasSkor Self-concept siswaKelasEksperimendanKelasKontrol ... 55
Tabel 4.12
...HasilUjiHomogen itasVariansSkorPostesKemampuanBerpikirKreatifKelasEksperimendanKelasKontr ol ... 56
Tabel 4.13 HasilUjiPerbedaanDuaRerataself-conceptKelasEksperimendanKelasKontrol ...58
Tabel 4.14HasilUjiKorelasiself-conceptdankemampuanberpikirkreatif ... 59 Tabel 4.15 HasilAnalisisRegresi Self-Concept denganKemampuanBerpikirKreatif
...60 Tabel 4.16 HasilUjiKorelasiSelf-conceptdanBerpikirKreatifKelasEksperimen 61 Tabel 4. 17 HasilAnalisisRegresiSelf-ConceptdenganKemampuanBerpikirKreatif di
KelasEksperimen ... 62 Tabel4.18HasilUjiKorelasiBerpikirKreatifdanSelf-conceptKelasKontrol... 62 Tabel 4.19 HasilAnalisisRegresi Self-Concept denganKemampuanBerpikirKreatif di
KelasKontrol ... 63
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 79
A.1 SilabusBahanAjar ... 80
A.2RencanaPelaksanaanPembelajaran(RPP) ... 82
A.3 LembarKerjaSiswa (LKS) ... 104
A.4 Kisi-Kisi Soal Dan TesKemampuanBerpikirKreatifMatematikMateriSegitiga Dan Segiempat ... 145
A.5 AlternatifJawabanTeskemampuanberpikirkreatif ... 151
A.6 Kisi – Kisi danPernyataanSkalaSelf-Concept ... 160
LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA INSTRUMEN ... 163
B.1 TabelSkorUjiCobaTesKemampuanBerpikirKreatif ... 164
B.2PerhitunganHasilAnalisisTesKemampuanBerpikirKreatif ... 166
B.3 TabelSkorUjiCobaSelf-ConceptSiswa ... 176
B.4 PerhitunganHasilUjicobaSkalaSelf-Concept ... 179
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN ... 193
C.4 Data Self-ConceptSiswa ... 200
C.5 Perhitungan Data Pretes, Postesdan Gain KemampuanBerpikirKreatif ... 212
C.6 Perhitungan self-concept siswa ... 221
C.7 PerhitunganKorelasiAntaraKonsepDiriSiswadanKemampuanBerpikirKreatif ... 226
LAMPIRAN D: UNSUR-UNSUR PENUNJANG PENELITIAN ... 232
D.1 Dokumentasi ... 233
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Pendi dik an m em egan g p eranan yan g san gat p enti n g bagi
kelangsungan kehidupan manusia. Berawal dari kesuksesan di bidang
pendidikan suatu bangsa menjadi maju. Melalui pendidikanjuga sumber daya
manusia yang berkualitas dicetak untuk menjadi motor penggerak kemajuan
dan kemakmuran bangsa.
Indonesia sebagai negara yang berkembang, terus berupaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia
yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif,
produktif serta sehat jasmani dan rohani. Sesuai dengan tujuan
pendidikannasionaltersebutdanselarasdengantuntutanzamanmakapeningkatank
ualitas pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.
Kurikulummerupakansalahsatukomponen yang
digunakansebagaipedomanpenyelenggaraankegiatanpembelajaranuntukmencapait
ujuanpendidikan.Kurikulumadalahseperangkatrencanadanpengaturanmengenaituj
uan, materi/isiataubahanpelajaransertametodecara yang digunakan
(Undang-undang No. 2 tahun 2003
tentangSistemPendidikanNasionaldandigunakandalamPeraturanPemerintah No.
Pengertiankurikuluminilebihberbentukkerangkakerja/rancangandalammembantub
erkembangnyakemampuan-kemampuanpesertadidikmelalui proses pembelajaran.
Sedangkan Ali M (Munir, 2008; 28) mengkategorikankedalamtigapengertian,
yaitu: (1) kurikulumsebagairencanabelajarpesertadidik, (2)
kurikulumsebagairencanapembelajaran, dan (3)
kurikulumsebagaipengalamanbelajar yang diperolehpesertadidik.
Pelaksanaankurikulum yang
seringjugadisebutdenganimplementsikurikulummerupakankegiatannyata yang
dilaksanakanpengajardalam proses pembelajaran.
Olehkarenaitudisebutjugadengankurikulumaktual.
Di dalampelaksanaan proses pembelajarandibutuhkankomunikan (guru),
metode pembelajaran, alat bantu untuk menyampaikan (media), urutan yang logis,
dan suasana seluruh kegiatan (sistem). Dalam pembelajaran, peran guru sangatlah
penting untuk menciptakan suatu kondisi lingkungan yang menyenangkan
sehingga dapat mempengaruhi pembinaan dan membangkitkan kreativitas dalam
kegiatan belajar. Tetapi,merancangpembelajaranmatematika yang sesuai dengan
tujuan tidaklah mudah. Banyak dijumpai siswa yang mempunyai nilai rendah
dalam sejumlah mata pelajaran, termasukpembelajaran Matematika.Hal
inidapatdilihatberdasarkan survey yang dilakukanoleh TIMSS (Trend
International Mathematics Science Study) Indonesia beradapadaurutan 34 dari
38 negara.
Pembelajaran matematika memiliki fungsi sebagai sarana untuk
diperlukan siswa dalam kehidupan modern. Seperti tercantum dalam standar isi
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika bahwa
mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulaidari
sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuanberpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuanbekerjasama. Kompetensi
tersebut diperlukan agar peserta didik dapatmemiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasiuntuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dankompetitif(Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
nomor. 22 tahun 2006 tentang standar isi). Oleh karena itu pembelajaran
matematika memiliki sumbangan yang penting untuk perkembangan
kemampuan berpikir kreatif dalam diri setiap individu siswa agar menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas.
Menurut Harris (Mina, 2005) banyakpemikiran yang
dilakukandalampendidikanmatematika formal
hanyamenekankanpadaketerampilananalisismengajarkanbagaimanasiswamemaha
miklaim-klaim, mengikutiataumenciptakansuatuargumenlogis,
menggambarkanjawaban, mengeliminasijalur yang takbenardanfokuspadajalur
yang benar.Sedangkanjenisberpikirlainyaituberpikirkreatif yang
fokuspadapenggalian ide-ide, memunculkankemungkinan-kemungkinan,
mencaribanyakjawabanbenardaripadasatujawabankurangdiperhatikan.
Tingkat kreativitas anak-anak Indonesia dibandingkan negara-negara lain
berada pada peringkat yang rendah. Informasi ini didasarkan pada penelitian yang
Urban dari Universitas Hannover, Jerman(Supriadi, 1994:85).dari 8 negara yang
diteliti, kreativitas anak-anak Indonesia adalah yang terendah. Berikut
berturut-turut dari yang tertinggi sampai yang terendah rata-rata skor tesnya adalah:
Filipina, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, India, RRC, Kamerun, Zulu, dan
terakhir Indonesia. Apabila hasil penelitian tersebut benar menggambarkan
keadaan yang sesungguhnya mengenai kreativitas anak-anak Indonesia, menurut
beberapa dugaan, penyebab rendahnya kreativitas anak-anak Indonesia adalah
lingkungan yang kurang menunjang anak-anak tersebut mengekspresikan
kreativitasnya, khususnya lingkungan keluarga dan sekolah.
Rendahnya kemampuan berpikir kreatif juga dapat berimplikasi pada
rendahnya prestasi siswa. Menurut Wahyudin (2000: 223) di antara penyebab
rendahnya pencapaian siswa dalam pelajaran matematika adalah proses
pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses pembelajaran umumnya guru
sibuk sendiri menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Demikian juga
siswa sibuk sendiri menjadi penerima informasi yang baik. Akibatnya siswa
hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru, tanpa makna dan pengertian sehingga
dalam menyelesaikan soal siswa beranggapan cukup dikerjakan seperti apa yang
dicontohkan. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang memiliki kemampuan
menyelesaikan masalah dengan alternatif lain dapat disebabkan karena siswa
kurang memiliki kemampuan fleksibilitas yang merupakan komponen utama
kemampuan berpikir kreatif.Fakta menunjukkan kurangnya perhatian terhadap
demikian adalah perlu untuk memberikan perhatian lebih pada kemampuan ini
dalam pembelajaran matematika saat ini.
Pentingnya pengembangan kreativitas bagi siswa sekolah telah tertulis dalam
tujuan pendidikan nasional Indonesia dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
nomor. 22 tahun 2006 tentang standar isi khususnya untuk pembelajaran
matematika. Akan tetapi pada praktek di lapangan pengembangan kreativitas
masih terabaikan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Munandar (1996) bahwa
pada beberapa kasus sekolah cenderung menghambat kreativitas, antara lain
dengan mengembangkan kekakuan imajinasi. Kasus tersebut sampai saat ini
masih terjadi dalam sistem belajar di Indonesia dikarenakan kurangnya perhatian
terhadap masalah kreativitas dan penggaliannya khususnya dalam matematika.
Salah satu materi yang diberikan di sekolah pada pembelajaran matematika
adalah geometri. Fakta menunjukkan dalam mempelajari geometri peserta didik
terkadang mengalami kesulitan ketika harus mempelajari objek yang bersifat
abstrak. Hal ini disebabkan siswa SMP tahap berpikirnya masih dalam tahap
belajar realistik.Menurut Budiarto (2003: 65) geometri didefinisikan sebagai
cabang matematika yang mempelajari tentang titik, garis, bidang dan benda-benda
ruang serta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya dan hubungan dengan yang lain.
Geometri diajarkan di sekolah berguna untuk meningkatkan berpikir logik dan
membuat generalisasi secara benar. Kemampuan geometri menjadi prasyarat
dalam penguasaan cabang-cabang matematika yang lain, seperti aljabar, kalkulus
dan lainnya.Hasil survey Programme for International Student Assessment
khususnyadalam pemahaman ruang dan bentuk.Bila dikaitkan dengan kurikulum
yang berlaku, porsi geometrimemang tidak banyak dan biasanya hanya diajarkan
sebagai hapalan danperhitungan semata (Gunawan, 2006: 14).
Menurut Sabandar (2002) Pengajaran geometri di sekolah diharapkan akan
memberikan sikap dan kebiasaan sistematik bagi siswa untuk bisa memberikan
gambaran tentang hubungan-hubungan di antara bangun-bangun geometri serta
penggolongan-penggolongan diantara bangun-bangun tersebut. Karena itu perlu
disediakan kesempatan serta peralatan yang memadai agar siswa bisa
mengobservasi, mengeksplorasi, mencoba, serta menemukan prinsip-prinsip
geometri lewat aktivitas informal untuk kemudian meneruskannya dengan
kegiatan formal dan menerapkannya apa yang mereka pelajari.
Selainkemampuanberpikirkreatif, terdapataspekpsikologi yang
turutmemberikankontribusiterhadapkeberhasilanseseorangdalammenyelesaikantug
asdenganbaik.Aspekpsikologistersebutadalahself-concept.RitandiyonodanRetnaningsih (Leonard, 2008)
menyatakanSelf-conceptbukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang
dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalamberhubungan dengan
orang lain. Oleh karena pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh
bagaimana individu mengartikan pandangan orang lain tentang dirinya.Sudah
menjadi suatu kondisi yang alami bahwa setiap manusia memiliki kemampuan
yang berbeda-beda. Hal ini dapat terjadi karena manusia memiliki kemampuan
Beragamteknikpembelajarantelahdikembangkanolehparapraktisidanpenelitipe
ndidikandalamupayamengatasidanmengeliminasimasalahpendidikan yang terjadi
di
lapangan.Dalamupayameningkatkankemampuanberpikirkreatifdanself-conceptsiswa,diperlukansuatucarapembelajarandanlingkungan yang
kondusifbagiperkembangankemampuantersebut.Sehinggapembelajarandapatmera
ngsangsiswauntukbelajarmandiri, kreatif,
danlebihaktifdalammengikutikegiatanpembelajaran.Salah satuteknikpembelajaran
yang bisadigunakandalampembelajaranMatematika yang
memberikankesempatankepadasiswauntukbelajarkreatif,
danlebihaktifadalahdenganteknikpembelajaranmenggunakanteknologikomputer
yang di dalamnyaterdapat program
Geogebrasehinggadiharapkanbahwakemampuanberpikirkreatifmatematikasiswad
apatditunjukkandanmeningkat.
Ada beberapa pertimbangan tentang penggunaan dynamic geometry software
seperti Geogebra dalam pembelajaran matematika, khususnya geometri. Menurut
David Wees (2009) Geogebra memungkinkan siswa untuk aktif dalam
membangun pemahaman geometri. Program ini memungkinkan visualisasi
sederhana dari konsep geometris yang rumit dan membantu meningkatkan
pemahaman siswa tentang konsep tersebut. Ketika siswa menggunakan dynamic
geometry software seperti Geogebra, mereka akan selalu selalu berakhir dengan
pemahaman yang lebih mendalam pada materi geometri (putz, 2001) hal ini
mungkin terjadi karena siswa diberikan representasi visual yang kuat pada objek
mengarah kepada pemahaman geometri yang mendalam. Geogebra yang bersifat
dynamis memungkinkan banyak eksplorasi yang dapat dilakukan terhadap suatu
konsep matematika sehingga dapat merangsang kreatifitas berpikir siswa.
Keunggulan lain adalah bahwa Geogebra memungkinkan pengguna untuk
mengekspor file ke dalam format web (a java applet) yang kemudian dapat di
unggah ke web server. Hal ini menyediakan kemampuan bagi siswa dan guru
untuk membahas dan menganalisa masing-masing pekerjaan dan memungkinkan
membuat diskusi tentang pekerjaannya.
Pembelajaranmatematika di
sekolahmasihmenggunakanpembelajarankonvensional.Padapembelajarangeometri
pesertadidikmasihmerasakesulitandalammemahamimateri yang disampaikanoleh
guru.Padapembelajaransehari-haripesertadidikkurangterlibatsecaraaktifdalamkegiatanpembelajaran.Pembelajara
n yang berlangsungmasihbersifatteacher centered. Guru menyampaikanmateri,
memberikanlatihansoal, danmemberikantugasrumah.
Berangkatdarikeadaantersebutpenelitimenyampaikangagasanuntukmelaksanakanp
enelitianuntukmencapaisalahsatutujuanpembelajaranmatematikayaitupadamaterig
eometridenganmemperkenalkanprogram
Geogebra.DenganmenggunakanGeogebrasiswadapatmengkontruksititik, vektor,
ruasgaris, garis, fungsidan lain
sebagainyakemudiandapatmembantusiswauntukmemvisualisasikanbentukbangund
ukurannyasehinggamempengaruhikemampuanberpikirkreatifsiswadanself-concept. Olehkarenaitupenulismengajukansebuahstudidenganjudul:
PengaruhPembelajaranBerbantuanGeogebraTerhadapKemampuanBerpikirKreatif
danSelf-concepttentangMatematika.
1.2 Rumusanmasalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusanmasalah yang
akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh
pembelajaran berbantuan Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional?
2. Bagaimana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kreatif matematik
siswa?
3. Apakahself-concept siswa tentang matematik dalam pembelajaran dengan
menggunakan program Geogebralebih baik dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional?
4. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan berpikir kreatif matematik
siswa dengan self-concept tentang matematika?
Secaraumumpenelitian ini bertujuan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya
pengaruhpembelajaranberbantuan program
Geogebraterhadapkemampuanberpikirkreatifmatematiksiswadanself-conceptsiswatentangmatematika.Secarakhusus,
tujuanpenelitianiniadalahmenelaah dan mendeskripsikan:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh
pembelajaran berbantuan Geogebra dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
2. Self-concept siswa tentang matematik dalam pembelajaran dengan
menggunakan program Geogebradibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Self-concept siswa tentang matematika dalam pembelajaran berbantuan
Geogebra mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa.
1.4 Manfaatpenelitian
Penelitianinidiharapkandapatmemberikanmanfaatataukegunaanbagipihak-pihakterkait, diantaranya:
1. Untuk Peneliti, memberikan informasi tentang kemampuan berpikir kreatif
dan self-conceptsiswa melalui pembelajaran berbantuan geogebra
2. UntukparaKepalaSekolah,
hasilpenelitianinidapatdijadikanbahanmasukandalamupayameningkatkanself-conceptsiswatentangmatematikadankemampuanberpikirkreatifsiswamelaluipe
mbelajaranberbantuan program Geogebra.
3. Untukpara guru
matematika,penelitianinimemberikanmotivasiuntukmemanfaatkankemajuante
knologidalambentuk media pembelajaranberbasiskomputer.
4. UntukSiswa,
memberikanpengalamanbarudanmendorongsiswauntukterlibataktifdalampem
belajarandikelassehinggadapatmeningkatkankemampuanberpikirkreatifdansel
f-concept.
1.5 Definisioperasional
Kemampuan berpikir kreatif matematik adalah kemampuan dalam
matematika yang meliputi empat kemampuan yaitu: kelancaran, keluwesan,
keaslian dan elaborasi. Kelancaran adalah kemampuan menjawab masalah
matematika secara tepat.Keluwesan adalah kemampuan menjawab masalah
matematika, melalui cara yang tidak
baku.Keaslianadalahkemampuanmenjawabmasalahmatematikadenganmenggunak
anbahasa, cara, atauidenyasendiri.Elaborasi adalah kemampuan memperluas
jawaban masalah, memunculkan masalah baru atau gagasan baru
Dalampenelitianini “self-concept” memiliki 4 dimensi yang
hendakdiukur, yaitu :Pengetahuan, Hrapan, danPenilaian.
Dimensipengetahuanmengenaiapa yang siswaketahuitentangmatematika,
rhadapkemampuanmatematika yang dimilikinya.
Dimensiharapanmengenaipandangansiswatentangpembelajaranmatematika
yang ideal,
indikatornyayaitumanfaatdarimatematikadanpandangansiswaterhadappemb
elajaranmatematikaberbantuangeogebra.Dimensipenilaianmengenaiseberap
abesarsiswamenyukaimatematika,
indikatornyayaituketertarikansiswaterhadapmatematikadanketertarikansisw
aterhadapsoal-soalberpikirkreatif.
Pembelajaranberbantuan program Geogebraadalahpembelajaran yang
dimulaidenganmeyiapkanmateri yang relevandengankonsep yang
akandipelajaridandalampembelajarantersebutsiswabekerjasecaraberkelomp
okdengan guru sebagaifasilitator.
Dalampembelajaraninijugasiswamenggunakanalatbantukomputer yang
didalamnyaterdapat program Geogebra.
1.6 Hipotesispenelitian
Hipotesispenelitianuntukdiajukandalampenelitianinidenganrumusanhipotesiss
ebagaiberikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh
pembelajaran berbantuan Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh
2. Self-concept siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan program
Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional.
3. Self-concept siswa tentang matematikamempengaruhi kemampuan berpikir
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Self-concept Siswa Tentang Matematika
Keberhasilan seorang siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah secara
umum dapat merupakan ukuran dari berhasil atau tidaknya seorang siswa
mencapai tujuan pembelajarannya.Dalam pendidikan, keberhasilan seorang siswa
memenuhi tuntutan tugas pembelajarannya dapat merupakan suatu
kesuksesan.Keberhasilan ataupun kegagalan yang dialami siswa dapat dipandang
sebagai suatu pengalaman belajar. Dari pengalaman belajar inilah akan
menghasilkan perubahan tingkah laku, tingkat pengetahuan atau pemahaman
terhadap sesuatu ataupun tingkat keterampilannya.
Pengalaman belajar dari siswa dapat dinilai dari prestasi belajarnya.
Karenanya diperlukan kosep diri yang positif terhadap pelajaran sesuai dengan
apa yang sebenarnya ada pada diri siswa. Dengan self-concept yang positif,
diharapkan siswa dapat mencapai prestasi belajar maksimal. Self-concept sangat
besar pengaruhnya terhadap perilaku. Oleh karena itu perlu dicari upaya atau
intervensi untuk meningkatkan self-concept siswa terhadap pelajarannya.
2.1.1 Pengertian Self-concept
Batasan-batasan tentang self-concept telah banyak diberikan oleh para ahli,
meskipun isi pengertiannya hampir sama atau memiliki berbagai kesamaan.
Namun, dengan adanya berbagai macam batasan itu justru dapat saling
terdapat elemen persamaan yang menunjukkan bahwa pada self-concept itu ada
pandangan individu terhadap dirinya sendiri.
Symonds (dalam Hall dan Lindzey, 1978:102), menjelaskan bahwa
pengertian “konsep” dalam istilah self-concept itu mengandung empat aspek,
yaitu :
a. Pandangan tentang dirinya.
b. Pemikiran tentang dirinya.
c. Penilaian tentang dirinya.
d. Perbuatan tentang kemajuan dirinya.
Batasan dari Symonds tersebut telah menjelaskan tentang aspek-aspek
yang terdapat dalam pengertian self-concept. Namun, belum menjelaskan tentang
apa saja yang meliputi diri individu itu sendiri, maka pengertian tentang
self-concept yang dikemukakan oleh Hurlock akan melengkapinya.
Menurut Hurlock (1978:6), self-concept merupakan gambaran seseorang
mengenai dirinya sendiri yang meliputi fisik, psikologis, sosial, emosional,
aspirasi dan prestasi yang telah dicapainya. Segi fisik meliputi penampilan fisik,
daya tarik dan kelayakan.Sedang segi psikologis meliputi pikiran, perasaan,
penyesuaian keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan serta aspirasi.
Welsh dan Blosch (1978:104), seperti yang dikutip oleh Hall, berpendapat
bahwa: “The self concept is defined as the set of perceptions and feelings that and
individual holds about himself. It also includes self esteem with all of its parts
Titik berat pada definisi ini adalah pada serangkaian persepsi-persepsi dan
perasaan-perasaan tentang dirinya. Persepsi-persepsi ini mencakup pengetahuan,
pengertian, interpretasi dan penilaian. Namun, masih ditegaskan lagi dalam
evaluasi diri terhadap bagian-bagian, tingkatan yang dipertimbangkan sebagai
suatu keseluruhan.
Sarwono (1974:89) memperkuat pengertian yang dikemukakan oleh Welsh
dan Blosch di atas dengan memberikan batasan mengenai self-concept sebagai
berikut: “Self-concept can be defined as the individuals total perceptual appraisal
of him or herself physically, socially, and intellectually”.
Menurut Sarwono (1974:90), persepsi yang bersifat fisik itu menyangkut
keadaan tubuh, misalnya :
a. Gambaran mengenai keseluruhan.
b. Kepuasan mengenai kesehatan fisik.
c. Gambaran fisik yang menarik
d. Kepuasan mengenai tinggi badan.
Persepsi sosial yaitu persepsi dalam hubungannya dengan orang lain,
misalnya :
a. Gambaran kebahagiaan hidup dirinya dalam keluarga.
b. Tanggung jawabnya dalam keluarga.
c. Kedudukan diri dalam keluarga.
d. Keramahan dengan kawan di sekolah.
Kemudian yang mejadi unsur final self-concept adalah persepsi mental
a. Gambaran diri yang bersifat berpikir rasional.
b. Gambaran diri tentang keterbukaan.
c. Gambaran diri tentang kemampuannya.
d. Gambaran diri tentang ilmu pengetahuan.
e. Gambaran diri tentang keimanannya.
f. Gambaran diri tentang kejujurannya.
g. Gambaran diri tentang kemandirian.
h. Gambaran diri tentang keberanian.
i. Gambaran diri tentang kepercayaan.
j. Gambaran diri tentang aspirasi-aspirasinya.
Self-concept merupakan salah satu cara untuk mengerti seseorang dan
tingkah lakunya. Karenanya perlu dikemukakan terlebih dahulu pengertian dari
“self”. Menurut James dan Gerald, self terbentuk melalui pengalaman individu
yang dipengaruhi oleh perasaan, pikiran, harapan serta fantasinya (James, O.L.
dan Gerald, L. H. 1976:152). Self merupakan perasaan mengenai diri sendiri yang
akan berkembang menjadi self-concept dan merupakan fokus pembentukan
kepribadian yang selalu dipelihara dan mengalami perubahan. Jadi, self-concept
adalah perasaan seseorang mengenai diri sendiri, sebab self-concept adalah
perkembangan dari “self”, sedangkan “self” merupakan perasaan mengenai diri
sendiri. Self-concept akan mengalami perubahan dan perkembangan dan akhirnya
self-concept menjadi fokus pembentukan kepribadian.
Pada dasarnya, manusia mempunyai banyak self, yaitu “real self”, “ideal
seseorang sebagai dirinya. “Social self” merupakan apa yang dianggap orang ada
pada dirinya, sedangkan “ideal self” adalah harapan seseorang terhadap dirinya.
Jadi, self-concept sebagai inti kepribadian merupakan aspek yang paling penting
terhadap mudah tidaknya individu mengembangkan kepribadian.Dari kedua
pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa self-concept merupakan perasaan
seseorang mengenai diri sendiri.Self-concept ini menjadi fokus pembentukan
kepribadian dan sekaligus menjadi inti kepribadian yang selanjutnya akan
menentukan pengembangan kepribadiannya.
Pendapat ahli lain yaitu Shavelson, seperti yang dikutip Cronbach,
mengemukakan bahwa pengertian self-concept bukan hanya persepsi individu
tentang dirinya, tetapi juga persepsi individu tentang persepsi orang lain mengenai
individu tersebut. Menurutnya, bahwa terbentuknya self-concept itu melalui
pengalaman, interpretasi terhadap lingkungan, dan diperkuat oleh penilaian orang
lain terutama orang yang berarti bagi diri individu tersebut bahwa self-concept itu
bersegi banyak (multi facet) (Lee J. Cronbach. 1964:45).
Bahwa self-concept itu merupakan suatu sistem, yaitu terdiri dari
facet-facet yang terstruktur, terorganisir, berhubungan satu sama lain. Bahwa
self-concept itu bersifat hirarkhis yaitu tersusun dari bagian yang umum abstrak
menuju semakin khusus kongkrit.Demikian pula stabilitasnya turut bertingkat,
yang umum bersifat stabil, semakin khusus semakin labil.Bahwa self-concept itu
semakin multifacet, seirama dengan perkembangan anak menuju khusus kongrit
Batasan yang diberikan oleh Carl R. Rogers pada buku Burns (1979:39)
antara lain dinyatakan sebagai berikut :
“Self-concept may be thought of as an organized configuration of
perceptions of the self . It is composed of such elements as the perceptions of
one’s characteristics and abilities; the percepts and concepts of self in relation to
others and to the environment; the value qualities which are perceived as
associated with experiences and objects and goals and ideals which are perceived
as having positive or negative valence”.
Burns berpendapat, self-concept merupakan suatu bentuk atau susunan
yang teratur tentang persepsi-persepsi diri.Self-concept atau self-concept
mengandung unsur-unsur seperti persepsi seorang individu mengenai
karakteristik-karakteristik serta kemampuannya; persepsi dan pengertian individu
tentang dirinya dalam kaitannya dengan orang lain dan lingkungannya; persepsi
individu tentang kualitas nilai yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman
dirinya dan obyek yang dihadapi; dan tujuan-tujuan serta cita-cita yang dipersepsi
sebagai sesuatu yang memiliki nilai positif atau negatif.
Sedangkan Staines, seperti yang dikutip Burns (1979:56) memberikan
batasan self-concept ke dalam bidang studi sikap, sebagai berikut :
“It is a conscious system of percepts, concepts, and evaluations of the
individual as the appers to the individual. It includes a cognition of the evaluative
responses made by the individual to perceived aspects of himself; an
awareness of an evaluated self which is his notion of the person as he would like
to be and the way in which he ought to behave.”
Dari pengertian self-concept di atas dinyatakan bahwa self-concept
merupakan suatu sistem kesadaran mengenai persepsi, konsepsi-konsepsi, dan
penilaian tentang seseorang seperti yang ditunjukkan orang itu.Self-concept itu
meliputi suatu kognisi seseorang mengenai tanggapan penilaian yang
dilakukannya tentang persepsi aspek-aspek dirinya, suatu pemahaman tentang
gambaran orang lain mengenai dirinya, dan kesadaran penilaian dirinya yaitu
gagasannya tentang bagaimana seharusnya dirinya dan bagaimana cara
seharusnya yang dilakukannya.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-concept Siswa
Telah dijelaskan bahwa self-concept bukanlah bawaan sejak lahir,
melainkan dipengaruhi oleh hasil interaksi individu dengan lingkungannya dan
keadaan internal individu.Berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
self-concept, Hurlock (1978:8) mengemukakan bahwa perkembangan self-concept
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal ialah keadaan
internal siswa sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar
individu yaitu faktor yang berasal dari lingkungan.
Selanjutnya Hurlock (1978:10) secara rinci mengemukakan bahwa ada 13
faktor yang mempengaruhi self-concept, meliputi: jasmani, cacat jasmani, kondisi
badan, produksi kelenjar tubuh, pakaian, nama-nama panggilan, kecerdasan,
Pudjiyogyanti (1988:6) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang
berperan dalam perkembangan self-concept, yaitu peranan citra fisik, jenis
kelamin, perilaku orang tua, dan faktor sosial. Pada dasarnya pendapat ini senada
dengan pendapat Hurlock, dengan demikian dari pendapat kedua pakar tersebut
dapat digunakan sebagai dasar perumusan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
self-concept, sedangkan pendapat Erikson yang diperkuat dengan hasil penelitian
Wilson dan Wilson digunakan untuk melengkapinya. Dengan demikian
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan self-concept siswa adalah sebagai
berikut :
a. Keadaan fisik dan penilaian orang lain mengenai keadaan fisik individu,
dalam hal ini meliputi bentuk tubuh, kecacatan, kondisi tubuh termasuk
kesehatan tubuh dan jenis kelamin.
b. Faktor psikologis, antara lain: intelegensi, tingkat aspirasi, emosi nama dan
nama panggilan.
c. Faktor keluarga, meliputi antara lain: sikap orang tua, sikap saudara, status
anak dalam keluarga dan status sosial ekonomi keluarga.
d. Faktor lingkungan sekolah, meliputi: guru, siswa lain dan kegiatan ekstra
kurikuler.
e. Faktor masyarakat, antara lain: pola kebudayaan dan status sosial.
Dalam penelitian ini “self-concept” adalah suatu kumpulan pandangan
seseorang tentang dirinya sendiri.Pandangan-pandangan ini merupakan hasil
interaksi individu dengan lingkungannya terutama lingkungan yang kuat bagi
kenyataannya.Seseorang dapat mengatakan sesuatu tentang dirinya sendiri,
meskipun pandangannya boleh jadi tidak sesuai dengan tingkah lakunya.Misalnya
seorang anak yakin dirinya cukup ramah, tetapi kenyataannya dia tidak
mempunyai teman, sedangkan self-concept akademik, berhubungan dengan
bagaimana individu memandang dirinya dikaitkan dengan kemampuan
akademiknya.Dalam hal ini merupakan perasaan individu secara menyeluruh
dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah dengan baik dan kepuasannya terhadap
prestasi akademiknya.Self-concept dapat pula muncul dalam bentuk tingkah laku
yang menggambarkan bagaimana perasaan individu tentang dirinya.
Beberapa contoh karakteristik self-concept positif sebagai berikut:
1. bangga terhadap yang diperbuatnya.
2. menunjukkan tingkah laku yang mandiri.
3. mempunyai rasa tanggung jawab.
4. mempunyai toleransi terhadap frustrasi
5. antusias terhadap tugas-tugas yang menantang.
6. merasa mampu mempengaruhi orang lain.
Sedangkan contoh self-concept negatif/kurang/rendah sebagai berikut:
1. menghindar dari situasi yang menimbulkan kecemasan.
2. merendahkan kemampuan sendiri.
3. merasakan bahwa orang lain tidak menghargainya.
4. menyalahkan orang lain karena kelemahannya.
5. mudah dipengaruhi oleh orang lain.
7. merasa tidak mampu.
Sirvernail (1985:56) menggambarkan juga beberapa karakteristik
self-concept positif dan negatif. Self-self-concept positif ditandai dengan :
1. tidak takut menghadapai situasi baru.
2. mampu mempunyai teman-teman baru.
3. mudah mengenal tugas-tugas baru.
4. mudah menyesuaikan diri pada orang-orang asing.
5. dapat bekerja sama
6. dapat bertanggung jawab
7. kreatif.
8. berani mengemukakan pengalaman-pengalamannya.
9. mandiri.
10. penggembira.
Self-concept negatif ditandai dengan:
1. menunggu keputusan dari orang lain.
2. jarang mengikuti aktivitas baru.
3. selalu bertanya dalam menilai sesuatu.
4. tidak spontan.
5. kaku terhadap barang-barang miliknya.
6. pendiam.
Karakteristik-karakteristik tersebut di atas kiranya dapat membantu para
orang tua maupun pendidik dalam mengamati tingkah laku yang tampil dari anak
atau para siswa.
Berdasarkan teori di atas, maka dapat disimpulkan bahwa self-concept
siswa adalah kesadaran individu mengenai segala sesuatu yang ada pada dirinya,
berkembang dalam lingkungannya dan akan diperlihatkan dalam bentuk tingkah
laku yang dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan atau masyarakat, yang
mengukur: aspek kognitif yaitu pengetahuan siswa tentang keadaan dirinya,
dan aspek afektif yaitu penilaian siswa tentang dirinya.
2.1.3 Dimensi Self-concept
Konsep diri adalah pandangan individu tentang dirinya
sendiri.Adapun dimensi-dimensi konsep diri ialah:
a. Pengetahuan
Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri
sendiri. Dalam benak kita ada satu daftar julukan yang menggambarkan diri
kita yaitu usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, dan lain
sebagainya. Dalam memberikan dan menambah daftar julukan tentang diri
kita dapat dilakukan dengan mengidentifikasikan dan membandingkannya
diri sendiri dengan kelompok sosial lain dan hal itu merupakan perwujudan
seberapa besar kualitas diri kita dibandingkan dengan orang lain. Kualitas
individusuatu saat bisa berubah sejalan dengan perubahan yang terjadi
padakelompok sosial dalam lingkungannya.
b. Harapan
Pada saat individu mempunyai pandangan tentang siapa
dirinya,individu juga mempunyai seperangkat pandangan yang lain
yaitutentang kemungkinan individu akan menjadi apa di masa yang
akandatang dan pengharapan ini merupakan gambaran diri yang ideal
dariindividu tersebut.
c. Penilaian
Dalam hal penilaian terhadap diri sendiri, individu
berkedudukansebagai penilai tentang dirinya dalam hal pencapaian
pengharapan,pertentangan dalam dirinya, standar kehidupan yang
sesuai dengandirinya yang pada akhirnya menentukan dalam
pencapaian hargadirinya yang pada dasarnya berarti seberapa besar
individu dalammenyukai dirinya sendiri, (James F. Calhoun dan Joan
Acocella,1995).
2.2 Kemampuan Berpikir kreatif Matematik
2.2.1 Kemampuan Berpikir
Belajar mengetahui kemampuan berpikir merupakan salah satu aktivitas
kehidupan yang paling penting. Bila seseorang mengetahui kekuatan dan
kelemahan cara berpikirnya, maka ia bisa memahami dengan baik setiap tindakan
sehari-hari. Jika seseorang mengetahui cara berpikir orang lain berdasarkan
tindakan-tindakan mereka, maka ia akan lebih bisa memahami mengapa mereka berpikir
dan bertindak dalam cara-cara tertentu dan dapat berkomunikasi dengan mereka
secar lebih baik dan mudah.
Berpikir merupakan istilah yang sudah populer di masyarakat dan
prosesnya dilakukan oleh setiap orang, akan tetapi istilah tersebut sangat sulit
didefinisikan secara operasional. Selain itu, tidak mudah pula untuk
menggambarkan secara tepat ciri-ciri orang yang sedang berpikir dan
memprediksi apakah seseorang sedang berpikir atau tidak, karena masing-masing
orang mengekspresikan prilaku yang berbeda apabila sedang berpikir.
Menurut Richard I. Arends (2008:43) menyatakan bahwa, berpikir adalah
sebuah proses berpikir kreatif secara simbolis (melalui bahasa) berbagai objek dan
kejadian riil dan menggunakan berpikir kreatif simbolis itu untuk menemukan
prinsip-prinsip esensial objek dan kejadian tersebut. Dalam proses berpikir kreatif
tersebut berpikir memiliki beberapa tingkatan-tingkatan. Tingkat berpikir yang
paling rendah adalah mengingat, misalnya mengingat fakta-fakta dasar ataupun
rumus-rumus matematika.Kemampuan berpikir pada tingkat berikutnya adalah
kemampuan memahami konsep-konsep matematika, demikian pula kemampuan
untuk mengenal atau menerapkan konsep-konsep tersebut dalam mencari
penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi.Bagi siswa yang senang dan
menyadari pentingnya belajar matematika serta manfaat matematika bagi mereka,
tentu mereka perlu dibina agar memiliki kemampuan berpikir yang
Berpikir berkaitan dengan apa yang terjadi di dalam otak manusia dan
fakta-fakta yang ada dalam lingkungan sekitar. Hasil utama dari proses berpikir
dapat membangun pengetahuan, penalaran, dan proses yang lebih tinggi mencapai
tahapan mempertimbangkan. Kemampuan berpikir reflektif dalam matematika
yang memuat kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif, akan
berkesempatan dimunculkan dan dikembangkan ketika siswa sedang berada
dalam proses yang intens dalam pemecahan masalah matematika yang
membutuhkan keterampilan, pemahaman, penalaran, dan ketelitian.
2.2.2 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik
Secara singkat berpikir kreatif dapat dikatakan sebagai pola berpikir yang
didasarkan pada suatu cara yang mendorong kita untuk menghasilkan produk yang
kreatif.Masih banyak definisi yang berkaitan dengan kreativitas, namun pada
intinya ada persamaan antara definisi-definisi tersebut, yaitu kemampuan berpikir
kreatif merupakan kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru,
baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relatif berbeda dengan yang
telah ada sebelumnya.Sesuatu yang baru disini tidak harus berupa hasil/ciptaan
yang benarbenar baru walaupun hasil akhirnya mungkin akan tampak sebagai
sesuatu yang baru, tetapi dapat berupa hasil penggabungan dua atau lebih
konsep-konsep yang sudah ada.
Kriteria produk yang kreatif tidak bergantung kepada satu sifat saja, yaitu
ide yang baru, tetapi melibatkan banyak komponen, yang meliputi:
a) Berpikir kreatif melibatkan sisi estetik dan standar praktis.
c) Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada mobilitas daripada kelancaran.
d) Berpikir kreatif tidak hanya obyektif tapi juga subyektif.
e) Berpikir kreatif lebih banyak bergantung kepada motivasi
ekstrinsik.(Hassoubah, 2004: 55).
Berbagai definisi terkandung dalam pengertian yang berakaitan dengan
istilah kreativitas atau cara berpikir kreatif. Istilah kreativitas terkadang tidak
dibedakan dengan istilah berpikir kreatif.Menurut Munandar (2004:37)
menyatakan bahwa berpikir kreatif disebut juga berpikir divergen atau kebalikan
dari berpikir konvergen. Berpikir divergen yaitu berpikir untuk memberikan
macam-macam kemungkinan jawaban benar ataupun cara terhadap suatu masalah
berdasarkan informasi yang diberikan dengan penekanan pada jumlah dan
kesesuaian. Sedangkan, berpikir konvergen yaitu berpikir untuk memberikan satu
jawaban terhadap suatu masalah berdasarkan informasi yang diberikan.
Berpikir kreatif sesungguhnya adalah suatu kemampuan berpikir yang
berawal dari adanya kepekaan terhadap situasi yang sedang dihadapi, bahwa di
dalam situasi itu terlihat atau teridentifikasi adanya masalah yang ingin atau harus
diselesaikan. Selanjutnya, terdapat unsur originalitas gagasan yang muncul dalm
benak seseorang terkait dengan apa yang teridentifikasi. Hasil yang dimunculkan
dari berpikir kreatif itu sesungguhnya merupakan suatu hal baru bagi siswa yang
bersangkutan serta merupakan sesuatu yang berbeda dari yang biasa ia lakukan.
Untuk mencapai hal ini seseorang harus melakukan sesuatu terhadap
Dalam keadaan ideal, manakala siswa dihadapkan pada kondisi, siswa
diminta untuk melakukan observasi, eksplorasi, dengan menggunakan intuisi,
serta pengalaman belajar yang mereka miliki, hanya sedikit panduan atau tanpa
bantuan guru.Tetapi pendekatan seperti ini khususnya tidak hanya cocok bagi
siswa yang pandai, namun memberikan suatu pengalaman yang diperlukan bagi
mereka di kemudian hari dalam mencari solusi dari sebuah masalah.
Evans (1991:98) mengemukakan bahwa berpikir kreatif terdeteksi dalam
empat unsur yaitu: Kepakaan (Sensitivity), Kelancaran (Fluency), Keluwesan
(Flexibility), dan Keaslian (Originality). Kepekaan terhadap suatu situasi masalah
menyangkut kemampuan mengidentifikasi adanya masalah, mampu membedakan
fakta yang tidak relevan dengan masalah, termasuk membedakan konsep-konsep
yang relevan mengenai masalah yang sebenarnya. Kepekaan ini termasuk juga apa
yang dirasakan seseorang sehubungan dengan masalah yang diidentifikasi,
misalnya konsep yang terkait, strategi yang sesuai untuk menyelesaikan masakah
itu. Kepekaan akan muncul lebih jelas jika ada semacam rangsangan yang
disediakan dalam masalah serta tantangan yang diberikan oleh guru. Kepekaan
dapat memicu individu untuk meneruskan upaya untuk melakukan kegiatan
obsevasi, explorasi sehingga dapat memunculkan gagasan-gagasan.Kelancaran
merupakan kemampuan untuk membanguan banyak ide secara mudah.Kelancaran
dalam memunculkan gagasan atau pertanyaan yang beragam serta menjawabnya,
ataupun merencanakan dan menggunakan sebagai strategi penyelesaian pada saat
menghadapi masalah yang rumit.Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk
yang menunjukkan kekayaan ide dan usaha dari yang bersangkutan dalam
membangun gagasan menuju pada solusi yang diharapkan. Keaslian adalah
kemampuan untuk menghasikan ide-ide yang tidak umum dan menyelesaikan
masalah dengan cara yang tidak umum. Keaslian ini muncul dalam berbagai
bentuk, dari yang sederhana atau yang informal untuk kemudian dapat
dikembangkan menjadi lebih lengkap.
Berkaitan dengan kepekaan, kelancaran, keluwesan, dan keaslian dalam
proses berpikir yang melahirkan gagasan (kreatif) dipandang perlu adanya suatu
tindakan lanjut untuk membenahi serta menata dengan baik, teratur, dan rinci apa
yang telah dihasikan. Hal ini perlu dilaksanakan agar siswa tidak kehilangan
kesempatan dalam suasana belajar, terutama sebelum siswa sempat lupa akan
ide-ide yang baik. Penataan yang teratur dan rinci ini membuka kesempatan padanya
untuk sewaktu-waktu dapat mengulangi atau membaca serta menkaji kembali apa
yang siswa pelajaran dan hasilkan.
Berdasar analisis faktor, Guilford menemukan sifat-sifat yang menjadi ciri
kemampuan berpikir kreatif, yaitu kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility),
keaslian (originality), penguraian (elaboration) dan perumusan kembali
(redefinition). (Supriadi,1997: 7).
1) Fluency (kelancaran)
Kelancaran adalah kemampuan untuk memberikan berbagai
respon.Kelancaran pada umumnya berkaitan dengan kemampuan melahirkan
2) Flexibility (keluwesan)
Keluwesan adalah kemampuan untuk mengemukakan bermacammacam
pemecahan atau pendekatan terhadap masalah. Keluwesan berkaitan dengan
kemampuan untuk membuat variasi terhadap satu ide dan kemampuan
memperoleh cara baru.
3) Originality (keaslian)
Keaslian adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan dengan cara-cara
yang asli, tidak klise. Keaslian berkaitan dengan kemampuan memberikan
respon yang khas/unik yang berbeda dengan yang biasa dilakukan orang lain.
4) Elaboration (penguraian)
Penguraian adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara lebih
terinci.Dapat dikatakan, elaborasi merupakan penambahan detail atau
keterangan terhadap ide yang sudah ada.
5) Redefinition (redefinisi/perumusan kembali)
Redefinisi merupakan kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan
perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah diketahui oleh banyak orang.
Menurut Utami Munandar redefinisi memerlukan kemampuan untuk
menghentikan interpretasi lama dari ob yek -ob yek yan g t el ah d ikenal
dal am ran gk a menggunakannya atau bagian-bagiannya dalam beberapa cara
baru.
Sementara itu, menurut Williams bahwa kemampuan yang berkaitan
empat dari ranah afektif. Berikut ini empat kemampuan dari ranah kognitif
disebutkan secara lengkap oleh Williams yaitu sebagai berikut:
1. Berpikir lancar
a. Menghasilkan banyak gagasan atau jawaban yang relevan.
b. Arus pemikiran lancar.
2. Berpikir luwes
a. Menghasikan gagasan-gagasan yang bervariasi
b. Mampu mengubah cara atau pendekatan
c. Arah pemikiran yang berbeda.
3. Orisinal
Memberikan jawaban yang tidak lazim, yang lain dari yang lain yang jarang
diberikan kebanyakan orang.
4. Terperinci
a. Mengembangkan, menambah, memperkaya suatu gagasan.
b. Memperinci dengan detail.
c. Memperluas suatu gagasan.
Adapaun empat dari ranah afektif menurut Williams (munandar, 2004:192)
secara rinci disebutkan sebagai berikut:
1. Mengambil resiko
a. Tidak takut gagal atau kritik
b. Berani membuat dugaan.
c. Mempertahankan pendapat.
a. Mencari banyak kemungkinan
b. Meliahat kekurangan-kekurangan dan bagaimana seharusnya.
c. Melibatkan diri dalam maalah-masalah atau gagasan yang sulit.
3. Rasa ingin tahu
a. Mempertanyakan sesuatu.
b. Bermain debgan suatu gagasan.
c. Tertarik pada misteri.
d. Terbuka terhadap situasi yang merupakan teka-teki.
e. Senang menjajaki hal-hal baru.
4. Imajinasi atau firasat
a. Mampu membayangkan, membuat gambaran mental.
b. Memimpikan hal yang belum terjadi.
c. Menjajaki hal-hal diluar kenyataan indrawi.
Masih terdapat beberapa ciri kemampuan berpikir kreatif yang
dikemukakan oleh para ahli di bidang tersebut.Namun, dari beberapa ciri-ciri yang
dikemukakan pada intinya lebih banyak perasamaan. Dari beberapa ciri-ciri
kemampuan berpikir kreatif yang telah diungkapkan menurut Williams tampak
jelas dan terperinci. Oleh karena itu, penulis menggunakan ciri-ciri kemampuan
berpikir kreatif yang dikemukakan oleh Williams sebagai ciri-ciri kemampuan
berpikir kreatif yang dikembangakan dalam penelitian ini.
2.3 Program Geogebra
Geogebra merupakan Software yang dikembangkan oleh Markus
mendukung pembelajaran dan penyelesaian persoalan matematika
khususnya geometri, aljabar, dan kalkulus. Sebagai sistem geometri
dinamik, konstruksi pada Geogebra dapat dilakukan dengan titik, vektor,
ruas garis, garis, irisan kerucut, fungsi.
Program Geogebra sangat membantu kita yang ingin mempelajari
konstruksi geometri. Dengan Geogebra kita bisa membuat konstruksi
berbagai bangun geometri (dimensi 2) beserta hubungan antara mereka.
Pada program Geogebra tersedia menu menggambar, mulai dari
menggambar garis sampai menggambar konflik antara lingkaran dan garis.
Walaupun terlihat sederhana karena banyaknya menu yang disediakan,
tetapi untuk mengkonstruk gambar ternyata tidak sederhana karena kita
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini subyek
tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa
adanya. Penggunaan desain dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang
ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan
secara acak.
Penelitian dilakukan pada siswa dari dua kelas yang memiliki kemampuan
setara dengan pendekatan pembelajaran yang berbeda. Kelompok pertama
diberikan pembelajaran komputer dengan program Geogebra. Kelompok pertama
ini merupakan kelompok eksperimen, sedangkan kelompok kedua merupakan
kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran konvensional
Desain pada penelitian ini berbentuk:
Kelompok eksperimen O X O
Kelompok kontrol O - O
Keterangan :
X : Pembelajaran berbantuan program Geogebra
O : Tes yang diberikan untuk mengetahui kemampuan siswa (pretes = postes)
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 13 Jakarta. Populasi penelitian ini
adalah seluruh siswa SMP Negeri 13 Jakarta tahun pelajaran 2009/2010.Populasi
terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 13
Jakarta.dipilih dua kelas secara acak dari populasi terjangkau untuk dijadikan
sampel penelitian.Karena desain penelitian menggunakan desain ”Kelompok
Kontrol Non-Ekivalen”, maka penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan
teknik ”Purposive Sampling”, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2005: 54)
3.3 Instrumen Penelitian
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen yang
disusun dalam bentuk kuesioner/angket dan tes yang dijawab oleh responden
secara tertulis. Instrumen yang digunakan berupa :
3.3.1 Tes Matematika
Tes Matematika yang digunakan berupa tes kemampuan berpikir kreatif.
Agar kemampuan berpikir kratif matematik siswa dapat terlihat dengan jelas maka
tes dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pre-test) dan
tes akhir (post-test). Tes diberikan pada siswa setiap kelompok. Soal-soal pre-test
dan post-test dibuat ekuivalen/relatif sama. Tes awal dilakukan untuk
mengetahui kemampauan awal siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai
tolak ukur peningkatan prestasi belajar sebelum mendapatkan pembelajaran
mengetahui perolehan hasil belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan
setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan yang diterapkan.
Sebelum penyusunan tes kemampuan berpikir kreatif siswa dibuat kisi-kisi
soal terlebih dahulu. Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tes tersebut
harus dinilai validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda. Untuk
mendapatkan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda maka
soal tersebut terlebih dahulu diuji cobakan pada kelas lain disekolah pada tingkat
yang sama.
a) Analisis validitas tes
Validitas merupakan salah satu syarat penting yang harus dipenuhi oleh
instrumen penelitian. Suherman dan Sukjaya (1990) menyatakan bahwa suatu
instrumen dinyatakan valid (absah dan sahih) bila instrumen itu mampu
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Validitas suatu instrumen
hendaknya dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian ini, analisis validitas
yang dilakukan meliputi validitas isi dan validitas butir soal.
Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang dievaluasikan. Dengan
kata lain, materi yang dipakai sebagai alat evaluasi merupakan sampel
representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai siswa (Suherman dan Sukjaya,
1990: 137). Penilain validitas isi dilakukan oleh rekan mahasiswa Pendidikan
Matematika Pascasarjana UPI yang hasilnya dikonsultasikan kepada dosen
pembimbing. Validitas isi yang dinilai adalah kesesuaian antara butir tes dengan
kisi-kisi soal, penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal
terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat digunakan untuk
menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak
mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi. Karena
tes yang digunakan berupa uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir soal
menggunakan program Anatesv4 yang dikembangkan oleh To dan wibisono.
b) Analisis Reliabilitas
Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap
jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang berbeda (Suherman dan
Sukjaya, 1990). Untuk tes berbentuk uraian perhitungan reliabilitas tes dapat
menggunakan AnatesV4 yang dikembangkan oleh To dan Wibisono.
c) Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir
soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dan
siswa yang tidak dapat menjawab soal (Suherman dan Sukjaya, 1990: 199). Daya
beda dihitung dengan membagi subjek menjadi dua kelompok setelah diurutkan
menurut peringkat perolehan skor hasil tes.Untuk tes berbentuk uraian
perhitungan daya pembedadapat menggunakan AnatesV4.Hasil perhitungan daya
[image:44.595.112.515.251.632.2] [image:44.595.145.476.653.749.2]pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan tabel berikut.
Tabel 3.1Klasifikasi Daya Pembeda Daya Pembeda Evaluasi Butiran Soal
Negatif – 10% Sangat buruk, harus dibuang
10% - 19% Buruk, sebaiknya dibuang
30% - 49% Baik
50% keatas Sangat baik
Sumber: To (dalam Astuti, 2009: 53)
d) Analisis Indeks Kesukaran
Analisis indeks kesukaran setiap butir soal dihitung berdasarkan jawaban
seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang diperoleh siswa
diklasifikasikan atas benar dan salah seperti pada analisis daya pembeda. Untuk
mendapatkan indeks kesukaran digunakan program Anatesv4.
[image:45.595.143.478.113.155.2]Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan
tabel berikut.
Tabel 3.2Klasifikasi Indeks Kesukaran
Tingkat Kesukaran Interpretasi
0% - 15% Sangat Sukar
16% - 30% Sukar
31% - 70% Sedang
71% - 85% Mudah
86% - 100% Sangat Mudah
Sumber: To (dalam Astuti, 2009: 55)
3.3.2 Skala Self-concept Siswa tentang matematika
Self-concept dalam penelitian ini difokuskan pada tiga dimensi
pengukuran self-concept yang diungkapkan oleh Calhoun yaitu, pengetahuan,
harapan, dan penilaian.Self-concept siswa tentang matematika adalah total skor
[image:45.595.114.512.245.634.2]pengetahuan siswa tentang keadaan dirinya, dan aspek afektif yaitu
penilaian siswa tentang dirinya.
Pengembangan instrumen variabel self-concept siswa tentang matematika
diawali dengan penyusunan 31 butir pernyataan yang dilengkapi dengan 4 pilihan
jawaban yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat
Tidak Setuju), Setiap pilihan jawaban yang diajukan memiliki skor antara 1
sampai 4. Skor variabel dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh skor
butir. Proses kalibrasi instrumen dilaksanakan dengan melakukan ujicoba kepada
60 responden. Pada tahap ujicoba instrumen dilakukan pengujian validitas butir
soal dan perhitungan koefisien reliabilitas.
Untuk menguji validitas skala self-concept digunakan uji validitas isi
(content validity).Pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan
antara isi instrumen dengan isi atau rancangan yang telah ditetapkan (Sugiyono,
2006). Instrumen dinyatakan valid apabila isinya sesuai dengan apa yang hendak
diukur. Pada penelitian ini, pengujian validitas skala self-concept dilakukan oleh
dosen pembimbing dan pakar self-concept di UHAMKA.Berorientasi pada
validitas konstruk dan validitas isi, berupa dimensi dan indikator yang hendak
diukur, redaksi setiap butir pernyataan, keefektifan susunan kalimat dan koreksi
terhadap bentuk format yang digunakan.
3.4 Analisis Data Tes Kemampuan Berpikir Kreatif
Untukmengetahui terdapat tidaknya perbedaan kemampuan berpikir
matematik siswa pada pembelajaran menggunakan program Geogebra dan yang
berpikir kreatif matematik siswa dapat diketahui menggunakan instrumen berupa
tes.
Setelah diperoleh data pretes dan postes, dibuat tabel pretes dan postes.
Kemudian dihitung rerata dan standar deviasi skor pretes dan postes. Lalu
dihitung gain ternormalisasidilakukan berdasarkan kriteria indeks gain
(Hake,1999). Dengan rumus :
Gain ternormalisasi (g) =
[image:47.595.117.509.224.613.2]Dengan kriteria indeks gain seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.3 Skor Gain Ternormalisasi
Skor Gain Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g ≤ 0,7 Sedang
g 0,3 Rendah
Adapun tahapan uji perbedaan rerata yang mungkin dilalui adalah :
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi
data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan dalam
analisis selanjutnya. Hipotesis yang digunakan adalah:
H0 : sampel berasal dari data berdistribusi normal
Statistik yang digunakan untuk uji normalitas adalah One-Sample Kolmogorov-
Smirnov.
2. Homogenitas
Bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi
yang memiliki variansi homogen (sama). Karena penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan statistik uji-t dengan penyatuan dua variansi, maka harus dipenuhi
syarat homogenitas variansi. Suharsimi Arikunto berpendapat, Pengujian
homogenitas sampel menjadi sangat penting apabila peneliti bermaksud
melakukan generalisasi untuk hasil penelitiannya serta penelitian yang data
penelitiannya diambil dari kelompok-kelompok terpisah yang berasal dari satu
populasi. Untuk pengujian homogenitas dalam hal ini dapat diuji menggunakan
Homogeneity of Variances (Levene Statistic)..
3. Uji Perbedaan Rerata
Jika sebaran data normal dan homogen, dilakukan uji perbedaan dua rerata.
Pengujian ini digunakan untuk menguji perbedaan rerata skor postes siswa
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dan data gain, dalam hal ini data
gain siswa kelompok atas dan kelompok bawah, data gain siswa kelompok atas
pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol serta data gain siswa kelompok
bawah pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Uji statistik yang
digunakan adalah Compare Mean Independent Samples Test.Jika datanya tidak
berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik non-parametrik
yaitu uji Mann-Whitney.
Analisis data dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang
self-concept siswa.Data yang awalnya merupakan data ordinal di konversi menjadi
data interval Menurut Al-Rasyid (1994), menaikkan data dari skala ordinal
menjadi skala interval dinamakan transformasi data. Transformasi data ini,
dilakukan diantaranya adalah dengan menggunakan Metode Sucsesive Interval.
Pada umumnya jawaban responden yang diukur denganmenggunakan skala likert
(Lykert scale) diadakan scoring yaknipemberian nilai numerikal 1, 2, 3, 4 dan 5,
setiap skor yang diperolehakan memiliki tingkat pengukuran ordinal. Nilai
numerikal tersebutdianggap sebagai objek dan selanjutnya melalui proses
transformasiditempatkan ke dalam interval. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Untuk setiap pertanyaan, hitung frekuensi jawaban setiap kategori (pilihan
jawaban).
2. Berdasarkan frekuensi setiap kategori dihitung proporsinya.
3. Dari proporsi yang diperoleh, hitung proporsi kumulatif untuk setiap kategori.
4. Tentukan pula nilai batas Z untuk setiap kategori.
5. Hitung scale value (interval rata-rata) untuk setiap kategori melalui
persamaan berikut:
! !
6. Hitung score (nilai hasil transformasi) untuk setiap kategori melalui
Untuk melihat perbedaan self-concept siswa kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, dilakukan uji statistik yaitu uji perbedaan rerata dengan
menggunakan program SPSS 17. Untuk melihat koefisien korelasi antara
self-concept dan kemampuan berpikir kreatif di gunakan uji Pearson product moment
3.6 Prosedur penelitian
Prosedur penelitian dilakukan dengan 3 tahapan, yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dimulai setelah proposal diterima dalam seminar untuk
ditindaklanjuti dalam penelitian. Kemudian, menghubungi sekolah yang
dijadikan tempat penelitian. Selanjutnya, menyusun kisi-kisi dan instrumen tes
yang validasi isinya dilakukan oleh kedua dosen pembimbing. Berikutnya,
dilakukan revisi, diujicobakan di luar subjek penelitian, dan dianalisis hasilnya.
2. Tahap Pelaksanaan
Selanjutnya, semua data yang terkumpul dianalisis dan dilakukan
penarikan kesimpulan.
3. Tahap Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil tes baik pretes maupun postes serta angket
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelahdilakukanperlakuanberbedaantaraduakelompoksampelyaitukelomp
okeksperimen yang
memperolehpembelajaranmatematikadenganberbantuangeogebradankelompokkon
trol yang memperolehpembelajarankonvensionalmakaberdasarkanhasilanalisis
data untukpengujianhipotesisnya, kesimpulandaritemuan yang
diperolehadalahsebagaiberikut:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematika siswa yang memperoleh
pembelajaran berbantuan Geogebra lebih baik dari siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
2. Self-concept siswa tentang matematik dalam pembelajaran dengan
menggunakan program Geogebra lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Self-concept siswa tentang matematika dalam pembelajaran berbantuan
Geogebrasecara umum mempengaruhi kemampuan berpikir kreatif siswa.
B. Saran
Melihatdanmemperhatikanhasiltemuandankesimpulanpenelitian,
tidaklahberlebihanuntukmengatakanbahwapembelajarandenganberbantuangeogeb
ramemilikimanfaatpositifbaikbagi guru maupunsiswa.
berdasarkerangkateoritisnyadapatmeningkatkankemampuanberpikirkreatif,
berdasarkanpenelitianinidapatmemperbaikikemampuankreatifmatematiksiswa.
Pembelajaranberbantuangeogebramemakanwaktu yang lebih lama
daripembelajarankonvensional.Jadidisarankan,
pembelajaranberbantuangeogebraditerapkanpadatopik-topikmatematika yang
esensial, sehinggasiswadapatmenerapkanpengetahuandanprosedurmatematisyang
telahmerekapelajari.Melihathasilteskemampuanberpikirkreatif, guru
sebaiknyamembiasakansiswadengansoal-soalkemampuanberpikirkreatifdansoal-soalkemampuanmatematislainnya.
Bagipenelitiberikutnya agar