• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan kualitas papan komposit sisal (Agave sisalana Perr.) dengan perlakuan mekanis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan kualitas papan komposit sisal (Agave sisalana Perr.) dengan perlakuan mekanis"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN PERLAKUAN MEKANIS

FIRDA AULYA SYAMANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peningkatan Kualitas Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2009

(3)

Composite Board by Mechanical Treatment. Under the direction of MUH. YUSRAM MASSIJAYA dan BAMBANG SUBIYANTO.

Mechanical treatment is one of techniques to improve board properties. In this research mechanical treatment such as repetition of ring flaker processing on sisal fibers is expected to separate bundle of fibers into individual fiber, for resin can easily wetting the fibers. Then, overlaying board was conducted to improve board’s properties. The objectives of this study were to find out effect of mechanical treatment on sisal fibers and type of board-overlays on quality of sisal (Agave sisalana Perr.) composite boards. Board target density was 0.60 g/cm3. Sisal fibers were processed by ring flaker for 1, 2 or 4 cycles prior to board manufacturing. Composite boards were bonded by isocyanate. Resins content used was 10% based on raw material oven dry weight. Boards were made as single layer board and three layers board. On three layers boards, 25% of total resin was used on board-overlays. Types of board-overlays were rubber wood veneer, betung bamboo plait and formica. Board’s properties were tested based on JIS A 5908-2003. The research results show that mechanical treatment such as ring flaker processing of sisal fibers sicnificantly improve thickness swelling properties of sisal board significantly. Sisal fibers through once cycle ring flaker processing produced board with higher internal bond, modulus of rupture and screw holding power properties compared to those of sisal fibers through two or four cycles ring flaker processing. Overlaid board using rubber wood veneer showed highest mechanical and physical properties compared to those of other overlaid materials.

(4)

(Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis. Dibimbing oleh MUH. YUSRAM MASSIJAYA dan BAMBANG SUBIYANTO.

Serat alam adalah bahan berlignoselulosa yang mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku papan komposit. Serat yang berasal dari daun tanaman Agave sisalana Perr. (serat sisal) telah dimanfaatkan sebagai penguat dalam matriks papan memiliki kelebihan, karena dapat menghasilkan papan yang

biodegradable dengan sifat kekuatan spesifik yang tinggi dan konsumsi energi yang rendah (Mishra et al. 2004). Dengan sifat mekanis yang baik, serat sisal mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku papan komposit.

Penelitian mengenai papan sisal menggunakan perekat fenol formaldehida, urea formaldehida dan melamin urea formaldehida menghasilkan papan dengan sebagian sifat mekanis papan telah memenuhi persyaratan JIS A5908-1994 untuk papan partikel, namun tidak demikian dengan sifat fisis papan, terutama sifat pengembangan tebal papan (Syamani et al. 2006, Syamani et al. 2008b). Serat sisal merupakan bundles of fiber, yang terdiri dari banyak sel individu yang masing-masing memiliki lumen sel. Dalam proses pembuatan papan, diperlukan kontak yang intensif antara perekat dan komponen penyusun papan. Dengan banyaknya jumlah lumen dalam bundel serat sisal, perekat sulit mengalir ke dalam seluruh lumen serat sisal. Proses pengempaan saat pembuatan papan menyebabkan lumen memipih. Papan yang dihasilkan berpotensi untuk mengembang ketika direndam dalam air, karena lumen yang tidak dapat dimasuki perekat berpotensi untuk dimasuki air ketika papan direndam dalam air. Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker diharapkan dapat memecah bundel serat sisal menjadi sel individu agar terjadi kontak yang lebih intensif antara perekat dan sisal. Selain perlakuan mekanis menggunakan ring flaker, peningkatan kualitas papan sisal juga diupayakan dengan cara memberikan pelapis pada bagian muka dan belakang papan, menggunakan vinir kayu karet (Hevea brasiliensis), anyaman bambu betung (Dendrocalamus asper) dan formika.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mekanis menggunakan ring flaker pada serat sisal terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal, menguji kemampuan pelapisan dalam meningkatkan sifat fisis dan mekanis papan sisal yang direkat dengan isosianat, serta mengetahui ketahanan papan sisal yang direkat isosianat dan dilapis terhadap serangan rayap tanah.

(5)

standar JIS A 5908-2003 untuk papan partikel. Data yang terkumpul untuk setiap parameter pada masing-masing jenis papan dirata-ratakan dan dibandingkan satu sama lain. Selain itu dilakukan pula analisis statistik dengan menggunakan rancangan acak lengkap percobaan faktorial.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum perlakuan mekanis terhadap serat sisal menggunakan ring flaker dapat memperbaiki sifat penyerapan air dan pengembangan papan dibandingkan dengan sisal kontrol. Pengolahan 1 putaran ring flaker menghasilkan geometri sisal yang dapat memperbaiki sifat daya serap air, keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan kuat pegang sekrup papan dibandingkan dengan perlakuan mekanis dengan 2 putaran atau 4 putaran

ring flaker dan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 untuk base particleboard tipe 8 dalam hal sifat keteguhan rekat internal. Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet dapat memperbaiki sifat daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan modulus elastisitas papan dibandingkan dengan papan sisal tanpa pelapis dan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003 untuk veneered particleboard. Pelapisan papan sisal menggunakan vinir kayu karet menghasilkan papan dengan nilai keteguhan rekat internal, keteguhan patah dan modulus elastisitas yang lebih baik dibandingkan dengan papan sisal yang menggunakan anyaman bambu betung atau formika sebagai pelapis. Papan sisal dengan pelapis formika memiliki ketahanan terhadap serangan rayap yang lebih baik dibandingkan dengan papan dengan pelapis vinir kayu karet atau anyaman bambu betung.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan wajar IPB.

(7)

FIRDA AULYA SYAMANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

DENGAN PERLAKUAN MEKANIS

Nama

: FIRDA AULYA SYAMANI

NIM : E051060311

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS. Ketua

Prof (r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS.

(10)

limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Peningkatan Kualitas Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis” dapat diselesaikan berkat bantuan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS dan Bapak Prof(r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan masukan dan saran yang terkait dengan penelitian ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. sebagai penguji luar komisi pada ujian thesis atas masukan dan sarannya demi kesempurnaan thesis ini.

3. Para Kepala Laboratorium Bio-komposit, Laboratorium Pengawetan Kayu, Laboratorium Konversi Biomassa dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu UPT BPP Biomaterial LIPI, Dr. Subyakto, Dr. Sulaeman Yusuf, Ir. Euis Hermiati, MSc. dan Dr. Wahyu Dwianto.

4. Staf di Workshop, Laboratorium Bio-komposit dan Laboratorium Pengawetan Kayu UPT BPP Biomaterial yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian, Sudarmanto, Fazhar, Jayadi, Pak Saeful, Teguh, Ismadi, Tyo, Ismail, Ruchin, Wida, Lilik, Didi, Himmi.

5. Teman-teman Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan angkatan 2006 dan 2007, terima kasih atas kebersamaan, dorongan dan bantuannya selama perkuliahan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

6. Ibu Yetvi dan Sukma, teman satu bimbingan dan satu kantor, terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya.

7. Bapak Prof (r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. sebagai Ka. UPT Biomaterial LIPI periode 2005-2008 yang telah memberikan izin dan dukungan untuk melanjutkan studi di IPB.

8. Bapak Dr. Suprapedi, M.Eng. sebagai Ka. UPT Biomaterial LIPI saat ini yang telah memberikan izin dan dukungan untuk melanjutkan studi di IPB

9. Biro Organisasi dan Kepegawaian LIPI, yang telah memberikan beasiswa selama 1 tahun.

10.Ayahanda H. Syahruddin Husein, Ibunda Hj. Titin Sumarni, terima kasih setulus hati penulis ucapkan atas doa yang tiada putusnya. Saudara-saudaraku atas segala doa dan kasih sayangnya.

11.Suami tercinta Zaenal Arifin, S.Tp, MM dan anakku tersayang Farras Zahid Zaenal dan Faiha Shalihah Zaenal, yang keduanya dilahirkan ketika penulis menjalani studi di Program Pascasarjana IPK ini, terima kasih atas doa, kasih sayang, pengorbanan dan dukungannya selama penulis menjalani studi selama 2 tahun dan melaksanakan penelitian. Keberadaan mereka adalah anugerah terindah dalam hidup penulis.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(11)

yang berbahagia ayahanda H. Syahruddin Husein, SE dan Ibunda Hj. Titin Sumarni. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara.

Pendidikan dasar penulis awali di Sekolah Dasar Negeri Mangkura Ujung Pandang pada tahun 1982 dan menyelesaikan di Sekolah Dasar Negeri 01 Grogol Selatan Jakarta tahun 1988. Pendidikan lanjutan diawali di Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 48 Jakarta tahun 1988, dan diselesaikan di Sekolah Menengah Tingkat Pertama Negeri 2 Tanjungkarang Lampung tahun 1991. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Jakarta dan lulus tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor sejak September 1994, lulus pada Desember 2001 dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Penulis juga menempuh pendidikan di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka mulai tahun 1998 dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada tahun 2004.

Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana, penulis menjadi guru Ekonomi dan Akuntansi di Madrasah Aliyah Al Falah Kebun Jeruk Jakarta Barat. Sejak tahun 1 Februari 2005, penulis bertugas di Laboratorium Bio-komposit UPT BPP Biomaterial LIPI sampai saat ini. Penulis adalah anggota organisasi Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) dengan Minat Teknologi Hasil Hutan pada tahun 2006.

Pada 21 September 2003 penulis menikah dengan Zaeal Arifin, S.Tpt, M.M dan sekarang dikaruniai 2 anak Farras Zahid Zaenal dan Faiha Shaliha Zaenal.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan penulis menyusun tesis dengan judul “Peningkatan Kualitas Papan Komposit Sisal (Agave sisalana Perr.) dengan Perlakuan Mekanis” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Prof(r). Dr. Ir. Bambang Subiyanto, M.Agr. sebagai anggota Komisi Pembimbing.

(12)

PENDAHULUAN

Risalah Bambu Betung (Dendrocalamus asper Backer) ... 13

Risalah Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) ... 15

Vinir ... 16

Lembaran Formika ... 16

Uji Ketahanan Komposit terhadap Serangan Rayap Tanah ... 16

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

Bahan dan Alat Penelitian ... 18

Desain Penelitian ... 21

Karakterisasi Serat Sisal ... 22

Karakterisasi Bahan Pelapis ... 22

Persiapan Serat Sisal ... 23

Pembuatan Papan Komposit Sisal ... 24

Pengujian Kualitas Papan Komposit Sisal ... 26

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 31

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan ... 33

Sifat Fisis Papan Komposit Sisal ... 40

Sifat Mekanis Papan Komposit Sisal ... 51

Perbandingan Sifat Fisis dan Mekanis Papan ... 65

Ketahanan Papan terhadap Serangan Rayap Coptotermes gestroi... 68

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 72

Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(13)

1. Sifat kimia dan mekanis serat sisal ... 12

2. Sifat fisis dan mekanis bambu betung ... 14

3. Kondisi pengujian bahan pelapis ... 22

4. Spesifikasi bahan pelapis ... 37

5. Perbandingan sifat fisis dan mekanis papan komposit sisal dengan pelapis berdasarkan JIS A 5908-2003 ... 67

(14)

1. Reaksi pembentukan poliuretan ... 10

2. Struktur molekul diphenylmethane diisocyanate (MDI) ... 10

3. Tanaman dan serat sisal (Agave sisalana Perr.) ... 18

4. Anyaman bambu betung, formika dan vinir kayu karet ... 19

5. Pola anyaman bambu ... 19

6. Perekat isosianat ... 20

7. Drum mixer, kempa panas dan universal testing machine ... 20

8. Rayap Captotermes gestroi ... 21

9. Sketsa konstruksi papan komposit ... 22

10. Ring flaker dan serat sisal setelah diolah ring flaker ... 23

11. Pengeringan sisal setelah diolah ring flaker ... 23

12. Skema proses pembuatan papan komposit ... 25

13. Pola pemotongan contoh uji pada papan ulangan 1 dan 2 ... 26

14. Pengujian bending papan ... 28

15. Pengujian keteguhan rekat internal (internal bond) ... 29

16. Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap (JWPA-test) ... 31

17. Fotografi SEM penampang melintang bundel serat sisal dengan pembesaran 1000x ... 33

18. Anatomi sel serat sisal sebelum dan setelah diproses dalam ring flaker (pembesaran 400 kali) ... 34

19. Serat sisal sebelum dan setelah diproses dengan ring flaker ... 34

20. Histogram frekuensi panjang serat sisal ... 35

21. Histogram frekuensi slenderness ratio serat sisal ... 36

22. Histogram MOR dan MOE bahan pelapis ... 38

23. Sudut kontak antara isosianat dengan vinir kayu karet(A), formika(B), anyaman bambu betung (C) ... 40

24. Histogram kerapatan papan komposit sisal ... 41

25. Histogram kadar air papan komposit sisal ... 43

26. Histogram daya serap air papan sisal setelah perendaman 24 jam ... 45

27. Pengembangan tebal papan sisal setelah perendaman selama 24 jam ... 48

(15)

30. Histogram keteguhan rekat internal papan sisal ... 52

31. Histogram keteguhan patah papan sisal ... 55

32. Grafik deformasi vinir, formika dan bambu saat pengujian bending .... 58

33. Histogram modulus elastisitas papan sisal ... 60

34. Histogram kuat pegang sekrup papan sisal ... 63

35. Histogram presentase kehilangan berat contoh uji akibat serangan

rayap Coptotermes gestroi ... 68 36. Serangan rayap pada papan sisal dengan pelapis ... 70

(16)

1. Analisis ragam panjang serat sisal ... 79

2.. Analisis ragam slenderness ratio serat sisal ... 79

3. Analisis ragam keteguhan patah bahan pelapis ... 79

4. Uji lanjut keteguhan patah bahan pelapis ... 80

5. Analisis ragam modulus elastisitas bahan pelapis ... 80

6. Uji lanjut MOE bahan pelapis ... 80

7. Analisis ragam kerapatan papan sisal ... 80

8. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada kerapatan papan ... 81

9. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada kerapatan papan ... 81

10. Analisis ragam kadar air papan sisal ... 81

11. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada kadar air papan ... 81

12. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada kadar air papan ... 81

13. Analisis ragam daya serap air (DSA) 2 jam papan sisal ... 82

14. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada DSA 2 jam papan ... 82

15. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada DSA 2 jam papan ... 82

16. Analisis ragam daya serap air (DSA) 24 jam papan sisal ... 82

17. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada DSA 24 jam papan ... 83

18. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada DSA 24 jam papan ... 83

19. Analisis ragam pengembangan tebal (TS) 2 jam papan sisal ... 83

20. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada TS 2 jam papan ... 83

21. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada TS 2 jam papan ... 83

22. Analisis ragam pengembangan tebal (TS) 24 jam papan sisal ... 84

23. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada TS 24 jam papan ... 84

24. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada TS 24 jam papan ... 84

25. Analisis ragam keteguhan rekat papan sisal ... 84

26. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada keteguhan rekat papan ... 85

27. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada keteguhan rekat papan ... 85

28. Analisis ragam keteguhan patah (MOR) papan sisal ... 85

29. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada MOR papan ... 85

(17)

32. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada MOE papan... 86

33. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada MOE papan ... 86

34. Analisis ragam kuat pegang sekrup papan sisal ... 86

35. Uji lanjut pengaruh perlakuan mekanis pada KPS papan ... 87

36. Uji lanjut pengaruh jenis pelapis pada KPS papan lapis ... 87

37. Analisis ragam presentase kehilangan berat akibat serangan rayap ... 87

38. Analisis ragam presentase mortalitas rayap pada papan ... 87

(18)

Latar Belakang

Bahan baku pembuatan papan umumnya berupa kayu gergajian. Namun

dengan menurunnya pasokan bahan baku kayu, pembuatan papan tidak lagi

bertumpu pada kayu berkualitas tinggi namun beralih ke pemanfaatan partikel

kayu sehingga berkembanglah produk papan partikel. Saat ini produk papan

semakin bervariasi dengan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari bahan

berlignoselulosa selain kayu dan penggunaan berbagai jenis matrik dan perekat,

yang kemudian produk tersebut dikenal dengan istilah papan komposit.

Serat alam adalah bahan berlignoselulosa yang mempunyai potensi untuk

dimanfaatkan sebagai bahan baku papan komposit. Serat alam diklasifikasikan

menjadi serat kayu (wood fiber) dan serat alam non kayu (nonwood natural fiber)

(Mohanty et al. 2002). Pemanfaatan serat alam sebagai penguat dalam matriks papan memiliki kelebihan, karena dapat menghasilkan papan yang biodegradable

dengan sifat kekuatan spesifik yang tinggi dan konsumsi energi yang rendah

(Mishra et al. 2004). Salah satu serat alam non kayu adalah serat yang berasal dari daun tanaman Agave sisalana Perr. atau sering disebut dengan serat sisal. Selama

ini serat sisal banyak dimanfaatkan untuk dijadikan tali pengikat tembakau,

sebagai bahan baku industri kuas, pembungkus kabel, kerajinan rumah tangga

(keset, sapu, sulak, sikat dan pecut), pulp, campuran karpet, karung, geotekstil dan

jala ikan (Santoso 2007). Dengan sifat mekanis yang baik, serat sisal mempunyai

potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku papan komposit.

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam memanfaatkan sisal sebagai

penguat dalam matriks termoset (poliester, epoksi, fenol formaldehida), matriks

termoplastis (polietilen, polipropilen, polistiren dan polivinilklorida), matriks

karet, matriks semen dan gipsum (Li et al. 2000). Di Indonesia, penelitian

mengenai papan sisal menggunakan perekat fenol formaldehida, urea

formaldehida dan melamin urea formaldehida sudah dilakukan. Sebagian sifat

mekanis papan yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan JIS A5908-1994

untuk papan partikel, namun tidak demikian dengan sifat fisis papan, terutama

(19)

Menurut Munawar (2008) serat sisal merupakan bundles of fiber, yang terdiri dari banyak sel serat individu. Tebal dinding sel serat individu sisal antara

3.0 – 4.0 μm dengan diameter lumen antara 4.0 – 17.0 μm. Dalam proses

pembuatan papan, diperlukan kontak yang intensif antara perekat dan komponen

penyusun papan. Dengan banyaknya jumlah lumen dalam bundel serat sisal,

perekat sulit mengalir ke dalam seluruh lumen serat sisal. Proses pengempaan saat

pembuatan papan menyebabkan lumen memipih. Papan yang dihasilkan

berpotensi untuk mengembang ketika direndam dalam air, karena lumen yang

tidak dapat dimasuki perekat berpotensi untuk dimasuki air ketika papan direndam

dalam air. Dengan demikian diperlukan suatu perlakuan yang dapat memecah

bundel serat sisal agar perekat dapat berinteraksi secara lebih intensif dengan serat

sisal. Perlakuan mekanis menggunakan ring flaker merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menjawab permasalahan tersebut.

Selain perlakuan mekanis menggunakan ring flaker, peningkatan kualitas papan sisal juga diupayakan dengan cara memberikan pelapis pada bagian muka

dan belakang papan, menggunakan vinir kayu karet, anyaman bambu betung dan

formika. Menurut Haygreen dan Bowyer (1996), penggunaan lapisan vinir pada

bagian permukaan papan partikel memperbaiki sifat papan, sehingga kebanyakan

parameter sifat fisis dan mekanisnya mirip dengan kayu lapis. Kayu yang umum

diolah menjadi vinir adalah kayu karet, selain karena dapat dihasilkan permukaan

yang halus, ketersediaannya cukup besar sejalan dengan peremajaan perkebunan

karet rakyat (Boerhendhy dan Agustina 2006). Massijaya et al. (2006)

menyatakan bahwa papan komposit dengan perekat MF 8% menggunakan

anyaman bambu betung dengan kulit sebagai lapisan muka dan belakang,

memiliki mekanis yang lebih unggul dibandingkan dengan papan komposit

dengan pelapis anyaman bambu tali maupun bambu andong. Bahan pelapis lain

yang umum digunakan dalam berbagai furnitur adalah formika, karena

permukaannya licin, mudah dibersihkan dan tahan panas.

Pembuatan papan komposit memerlukan perekat sebagai pengikat antara

komponen pembentuk papan. Umumnya perekat yang digunakan adalah perekat

berbasis formaldehida. Permasalahan yang ditimbulkan dari penggunaan perekat

(20)

perekat tersebut mudah lepas ke udara, yang terjadi selama masa pemakaiannya.

Emisi formaldehida ini dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi konsumen.

Untuk mengurangi dampak negatif emisi formaldehida, maka dalam penelitian ini

digunakan perekat berbasis non formaldehida, berupa perekat isosianat.

Perumusan Masalah

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sebagian sifat mekanis papan sisal

telah memenuhi persyaratan JIS A5908-1994 untuk papan partikel, namun tidak

demikian dengan sifat fisis papan, terutama sifat pengembangan tebal papan

(Syamani et al. 2006 dan Syamani et al. 2008b). Dampak negatif emisi formaldehida dari produk papan perlu dieliminasi dengan tetap menghasilkan

papan yang berkualitas tinggi. Karena itu permasalahan yang ingin dijawab dalam

penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh perlakuan mekanis menggunakan ring

flaker pada serat sisal terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal? Bagaimana pengaruh jenis pelapis (anyaman bambu betung, vinir kayu karet dan formika)

terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal? Bagaimana ketahanan papan sisal

yang direkat dengan isosianat terhadap serangan rayap tanah?.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mekanis

menggunakan ring flaker pada serat sisal terhadap sifat fisis dan mekanis papan sisal, menguji kemampuan pelapisan dalam meningkatkan sifat fisis dan mekanis

papan sisal yang direkat dengan isosianat, serta mengetahui ketahanan papan sisal

yang direkat isosianat terhadap serangan rayap tanah.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi alternatif

sumber bahan baku pembuatan papan bagi upaya menjaga kelangsungan produksi

papan di Indonesia. Kemudian diharapkan juga agar dapat menghasilkan papan

sisal dengan kualitas yang memenuhi standar penggunaan dan aman bagi

(21)

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Banyaknya putaran perlakuan mekanis dengan ring flaker pada serat

sisal mempengaruhi sifat papan sisal yang dihasilkan.

2. Jenis pelapis yang digunakan untuk melapisi permukaan papan sisal

mempengaruhi sifat papan sisal yang dihasilkan.

3. Papan sisal yang direkat dengan isosianat dan dilapis dengan berbagai

(22)

Papan Komposit

Komposit dapat didefinisikan sebagai dua atau lebih elemen yang

dipersatukan dengan suatu matriks (Bergland dan Rowell 2005). Pengembangan

produk komposit dimaksudkan untuk mencapai salah satu atau beberapa tujuan,

yaitu : 1) mengurangi biaya bahan baku dengan menggabungkan bahan baku

murah dan mahal; 2) mengembangkan produk dari pemanfaatan bahan daur ulang

dan produknya sendiri dapat didaur ulang; 3) menghasilkan produk dengan sifat

spesifik yaitu bersifat superior dibandingkan dengan bahan penyusunnya

masing-masing (seperti meningkatkan nisbah kekuatan terhadap berat) (Youngquist

1995).

Istilah komposit lignoselulosik menggambarkan dua keadaan. Pertama

ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai bahan utama dalam komposit, dan

keadaan kedua adalah ketika bahan berlignoselulosa berperan sebagai agregat

pengisi atau penguat dalam suatu matriks. Apapun skenario yang digunakan,

tujuan dari pengembangan komposit lignoselulosik adalah untuk menghasilkan

suatu produk dengan sifat yang merupakan gabungan sifat terbaik dari setiap

komponen penyusunnya Bahan baku komposit lignoselulosik berbasis pertanian

dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu yang bersumber dari limbah pertanian,

dan tanaman yang menghasilkan serat (English et al. 1997).

Papan komposit merupakan istilah umum untuk panel yang dibuat dari

partikel atau bahan berlignoselulosa lainnya yang diikat dengan perekat melalui

proses pengempaan panas pada tekanan tertentu (Pease 1994). Salah satu jenis

papan komposit yang banyak digunakan adalah papan partikel. Papan partikel

adalah istilah umum untuk panel yang dibuat dari bahan berlignoselulosa

(biasanya kayu), dalam bentuk tertentu (partikel) yang dikombinasikan dengan

resin sintetik atau perekat lainnya, direkat bersama melalui proses pengempaan

panas pada suhu dan tekanan tertentu, sehingga tercipta ikatan antar partikel, dan

selama proses pembuatannya, dapat ditambahkan bahan lain yang dimaksudkan

(23)

Menurut Maloney (1993) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi sifat

akhir papan yaitu : jenis kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis perekat,

jumlah dan distribusi perekat, penggunaan aditif, kadar air dan distribusi !apik,

pelapisan berdasarkan ukuran partikel, pelapisan berdasarkan kerapatan, serta

orientasi partikel. Berbagai macam partikel digunakan dalam pembuatan papan

partikel. Mulai dari partikel berbentuk strand, flake, sampai fiber bundles. Partikel yang ideal untuk kekuatan dan stabilitas dimensi adalah flake yang tipis dengan

ketebalan yang seragam dan nisbah panjang-tebal (slenderness ratio) yang tinggi

(Bowyer et al. 2003).

Papan partikel seringkali dikombinasikan dengan lembaran vinir pada

bagian permukaannya untuk memperbaiki sifat mekanis. Menurut Haygreen dan

Bowyer (1996), penggunaan lapisan vinir pada bagian permukaan papan partikel

memperbaiki sifat panel dan kebanyakan parameter sifat fisis dan mekanisnya

mirip dengan kayu lapis. Kombinasi papan partikel yang dilapisi dengan vinir ini

disebut comply. Comply terbuat dari vinir dan partikel atau flake. Panel tersusun dari 3 lapis dimana vinir berfungsi sebagai lapisan muka dan belakang, sementara

partikel sebagai lapisan tengah (Maloney 1993).

Dengan pertimbangan bahwa pada masa yang akan datang bahan baku

untuk pembuatan vinir akan semakin terbatas, maka sebagai lapisan muka dan

belakang papan partikel digunakan anyaman bambu. Hasil penelitian Sudijono

dan Subyakto (2002) menunjukkan bahwa papan komposit dengan kerapatan

rata-rata 0,6 g/cm3 berlapis bilah bambu setebal 2 mm, memiliki nilai MOR 246,2

kgf/cm2, lebih tinggi dibandingkan papan tanpa lapisan dengan MOR sebesar 83,9

kgf/cm2.

Massijaya et al. (2006) menyatakan bahwa papan komposit dengan perekat MF 8% menggunakan anyaman bambu betung dengan kulit sebagai lapisan muka

dan belakang, memiliki mekanis yang lebih unggul dibandingkan dengan papan

komposit dengan anyaman bambu tali maupun bambu andong, yaitu MOE sebesar

3330,15 N/mm2 dan MOR sebesar 14,77 N/mm2. Kemudian Massijaya et al

(2006) melakukan penelitian lanjutan yang menyimpulkan bahwa papan komposit

dengan perekat UF 8% menggunakan anyaman bambu betung tanpa kulit sebagai

(24)

dengan papan komposit dengan perekat UF 8% menggunakan anyaman bambu

betung dengan kulit atau papan komposit dengan perekat MF 8% menggunakan

anyaman bambu betung dengan dan tanpa kulit. Sifat mekanis papan komposit

dengan perekat UF 8% menggunakan anyaman bambu betung tanpa kulit adalah

nilai MOE sebesar 4403,41 N/mm2, nilai MOR sebesar 28,63 N/mm2 dan nilai

keteguhan rekat sebesar 0,64 N/mm2.

Perekat dan Teori Perekatan

Perekat (adhesives) adalah suatu substansi yang memiliki kemampuan untuk mempersatukan bahan sejenis atau tidak sejenis melalui ikatan permukaan

(Blomquist 1983; Ruhendi dan Hadi 1997; ASTM di dalam Vick 1999). Dilihat

dari reaksi perekat terhadap panas, maka perekat dapat dibedakan atas perekat

termoset (thermosetting) dan termoplastis (thermoplastic). Perekat termoset

merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas dan reaksinya bersifat

tidak dapat balik (irreversible). Perekat jenis ini jika sudah mengeras, tidak dapat lagi menjadi lunak. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah fenol

formaldehida, urea formaldehida, melamin formaldehida, isosianat, dan resorsinol

formaldehida Perekat termoplatis adalah perekat yang dapat melunak jika terkena

panas dan menjadi mengeras kembali jika suhunya telah turun. Contoh perekat

yang termasuk jenis ini adalah polyvinil adhesive, cellulose adhesive, acrylic resin adhesive (Ruhendi dan Hadi 1997).

Perekatan mengaju pada interaksi antara permukaan perekat dan permukaan

substrat. Faktor utama yang mempengaruhi perekatan adalah proses pembentukan

ikatan (Frihart 2005). Menurut Pizzi (1994) ada 4 teori dasar untuk menerangkan

fenomena perekatan, yaitu : 1) teori perekatan mekanikal; 2) teori difusi; 3) teori

elektronik dan 4) teori perekatan spesifik (teori adsorpsi). Untuk bidang perekatan

kayu, terdapat teori tambahan berupa teori ikatan kimia secara kovalen.

Mekanisme perekatan mekanikal adalah terjadinya aksi bersikunci perekat

pada permukaan, ketika perekat mengalir ke dalam permukaan substrat yang

berpori, kemudian mengeras dan berperan sebagai jangkar perekatan (Gent dan

(25)

dan kekuatan perekatan akan berkurang pada saat porositas permukaan substrat

tidak cukup dalam (Packham 2003).

Dalam teori difusi, makromolekul pada perekat maupun substrat

mempunyai kemampuan yang cukup untuk bergerak dan terlarut satu sama lain,

dengan syarat baik polimer perekat maupun substrat memiliki nilai kelarutan yang

sama. Untuk itu polimer substrat harus dalam bentuk amorf. Teori elektronik

(ikatan ionik) mensyaratkan adanya perbedaan elektronegatifitas antara

permukaan perekat dan permukaan substrat agar terjadi gaya elektrostatis di

antara keduanya yang akan menyebabkan terjadinya perekatan. Sedangkan teori

perekatan spesifik menyatakan bahwa perekatan adalah hasil dari kontak

intermolekuler dan interatomik antara permukaan dua material, yang dapat berupa

ikatan van der Waals, ikatan hidrogen maupun gaya elektrostatis (Pizzi 1994).

Teori ikatan kovelen, khusus menjelaskan perekatan yang terjadi pada

perekatan kayu, dengan syarat perekat dan substrat harus mampu saling bereaksi

secara kimia. Ikatan kovalen terjadi antara resin urea formaldehida, melamin

formaldehida dan fenol formaldehida dan kayu, melalui gugus methylol yang

reaktif dalam resin dengan gugus hidroksil dari karbohidrat atau lignin (Troughton

1967 di dalam Pizzi 1994).

Dalam proses perekatan, perekat melalui lima tahapan untuk membentuk

ikatan yaitu : pengaliran (flowing), transfer (transferring), penetrasi (penetrating), pembasahan (wetting), pengerasan (solidifying). Pembentukan ikatan dimulai dengan proses pengaliran dimana perekat mengalir pada bidang rekat. Pada tahap

transfer, sebagian perekat berpindah ke bidang rekat pasangannya, kemudian pada

tahap penetrasi perekat memasuki dan mengisi permukaan kayu yang bersifat

porous. Pada tahapan selanjutnya terjadi proses pembasahan yang menunjukkan

bahwa pembentukan ikatan telah terjadi antara permukaan kayu dengan perekat,

sedangkan pada tahap pengerasan, perekat mengeras membentuk ikatan yang kuat

(Marra l992).

Untuk mendapatkan kualitas rekatan yang baik, perlu diperhatikan

faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas rekatan. Menurut Ruhendi dan Hadi (1997)

(26)

kualitas sirekat, kualitas perekat, proses perekatan, dan kondisi penggunaan

produk.

Selanjutnya dikemukakan pula oleh Tsoumis (1991), bahwa di samping

jenis perekat, kualitas rekatan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kondisi

permukaan kayu, keterbasahan dengan perekat, kadar air, dan faktor-faktor

lainnya. Kondisi permukaan kayu yang dimaksud terutama berkaitan dengan

kehalusan dan kebersihan permukaan kayu. Keterbasahan kayu terutama

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : perekat (temperatur, viskositas, tegangan

permukaan), dan kayu (kerapatan dan ekstraktif). Kandungan air yang tinggi

mengurangi gaya tarik (attractive forces) dan meningkatkan sifat pengaliran perekat yang menyebabkan absorpsi berlebihan dan melemahkan ikatan.

Perubahan kadar air juga menyebabkan penyusutan dan pengembangan yang

dapat menyebabkan kerusakan ikatan perekat. Sebaliknya kadar air yang terlalu

rendah dapat menyebabkan masalah pada keterbasahan, menghambat penetrasi

perekat, dan menyebabkan pengerasan perekat yang terlalu cepat. Disamping

faktor-faktor tersebut, faktor lain yang juga mempengaruhi kualitas rekatan adalah

kualitas perekat, penyimpanan dan penyiapan yang sesuai, keseragaman dan

pengendalian pelaburan, pengendalian waktu pelaburan dan perakitan (assembly),

kecukupan dan keseragaman tekanan.

Isosianat

Berbagai jenis perekat yang dikenal dan digunakan secara luas untuk

berbagai produk adalah urea formaldehida, melamin formaldehida, fenol

formaldehida, dan resorsinol formaldehida. Kesemua jenis perekat tersebut

mengandung senyawa formaldehida yang mudah lepas ke udara baik selama

proses pengerjaan maupun dalam penggunaannya. Pelepasan senyawa ini disebut

emisi formaldehida yang dapat mengganggu kesehatan manusia (Vick 1999).

Salah satu upaya untuk menanggulangi bahaya emisi tersebut adalah dengan

menggunakan perekat non formaldehida seperti isosianat, epoksi, maupun

polivinil asetat. Dari beberapa jenis perekat tersebut, yang umum digunakan

(27)

Perekat isosianat telah menarik perhatian yang luas dalam pembuatan kayu

komposit. Hal tersebut disebabkan oleh reaktifitas yang tinggi, kekuatan ikatan

yang tinggi, daya tahan yang tinggi, serta merupakan perekat yang tidak berbasis

formaldehida (Kawai et al. 1998). Selain tidak berbasis formaldehida, isosianat juga memiliki beberapa kelebihan seperti: pematangan (curing) perekat yang lebih cepat, memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap air/kelembaban, suhu

pengempaan yang lebih rendah, sifat fisis dan mekanis serta daya tahan panel

yang lebih baik (Galbraith dan Newman 1992, Petrie 2004). Lebih lanjut

dikemukakan oleh Maloney (1993) dan Marra (1992), gugus isosianat pada

perekat dan gugus hidroksil pada kayu berikatan secara kimia, menghasilkan

ikatan kovalen yang sangat baik berupa ikatan uretan (Gambar 1). Jika senyawa

diisosianat beraksi dengan senyawa yang mengandung dua atau lebih gugus

hidroksil (poliol), maka akan memberntuk polimer rantai panjang yang disebut

dengan poliuretan (Wikipedia 2009a).

Gambar 1. Reaksi pembentukan poliuretan

Perekat isosianat yang paling umum digunakan karena volatilitasnya rendah

adalah diphenylmethane diisocyanate (MDI) (Marra 1992). Rumus molekul dari MDI adalah C15H10O2N2, berat molekul 250,25 g/mol, titik leleh 40ºC, titik didih

314ºC, sedangkan struktur molekul MDI dapat dilihat pada Gambar 2 (Wikipedia

2009b).

Gambar 2. Struktur molekul diphenylmethane diisocyanate (MDI)

Ikatan kayu dengan isosianat tidak sama dengan resin fenol formaldehida

dan urea formaldehida. Kebanyakan resin kayu konvensional mengalir pada

permukaan kayu yang kasar dan mengeras. Segera setelah mengeras, dia akan

melekat secara mekanis dan mengeras untuk menarik permukaan kayu yang lebih

(28)

Secara kimia isosianat bereaksi dengan gugus hidroksil yang terdapat dalam kayu

membentuk ikatan poliuretan diantara partikel kayu. Secara fisik, isosianat

bereaksi dengan air yang terdapat dalam kayu membentuk poliurea yang

membentuk ikatan fisik dengan partikel kayu (Galbraith dan Newman 1992).

Ketika MDI diaplikasikan pada permukaan kayu (dalam bentuk fibers, chips, strands, veneers atau lumbers), MDI membasahi, menyebar dan memasuki permukaan kayu. Kedalaman penetrasi MDI sampai 1 mm, di mana untuk

mendapatkan kekuatan perekatan kayu yang baik dibutuhkan penetrasi minimum

0,3 mm. Kemampuan MDI ber-penetrasi ke dalam permukaan kayu memperbaiki

sifat pengembangan tebal (Anonim 2009).

Selanjutnya dikemukakan oleh Umemura (1998) bahwa ketika isosianat

digunakan sebagai perekat kayu, maka resin diyakini bereaksi dengan komponen

kayu dan air. Akan tetapi jika air terdapat dalam kayu, isosianat lebih cenderung

bereaksi dengan air. Isosianat yang matang pada kayu yang mengandung air

cenderung membentuk ikatan yang rapuh.

Meskipun kinerja perekat isosianat telah diketahui sangat baik, tetapi

perekat ini memainkan peran yang relatif kecil dari jumlah total perekat yang

digunakan di dunia, meskipun merupakan perekat serbaguna karena dapat

diaplikasikan pada kempa panas maupun kempa dingin (Weaver dan Owen 1992).

Hal tersebut terutama disebabkan oleh harga perekat yang relatif mahal. Untuk

mengurangi biaya perekat dalam pembuatan papan komposit, maka kadar perekat

yang digunakan harus lebih rendah dari yang biasa digunakan pada perekat

konvensional. Massijaya (1997, 1998) menyatakan bahwa kadar perekat isosianat

yang umum digunakan untuk pembuatan papan komposit sekitar 4%, namun

demikian berdasarkan hasil penelitian yang dilakukannya pada pembuatan papan

partikel limbah kertas koran, kadar perekat 2% menghasilkan keteguhan lentur

yang lebih besar dari perekat urea formaldehida dan fenol formaldehida dengan

kadar 10%. Fenomena ini disebabkan oleh perbedaan mekanisme ikatan antara

fenol formaldehida dan urea formaldehida dengan isosianat. Fenol dan urea

formaldehida berikatan secara mekanik dengan partikel kertas koran sementara

pada perekat isosianat, disamping terjadi ikatan secara mekanis juga terjadi ikatan

(29)

Risalah Serat Sisal (Agave sisalana Perr.)

Serat sisal berasal dari daun tanaman Agave sisalana Perr. Tanaman sisal dapat mencapai ketinggian 1,5 sampai 2 meter, merupakan tanaman daerah tropis

dan subtropis, sehingga produksi optimal terjadi pada suhu 25°C dengan adanya

sinar matahari. Pemanenan daun sisal dapat dilakukan setelah tanaman berumur

40-48 bulan, sebanyak dua kali setahun, mendapatkan 50-60 daun untuk tiap

tanamannya. Tanaman sisal dapat terus dipanen sampai berumur 7-12 tahun.

Rendemen serat sebanyak 4% dari berat seluruh tanaman, yang dihasilkan melalui

proses dekortikasi. Dalam proses dekortikasi, daun dicabik dan dipukul dengan

roda berputar yang dilengkapi dengan pisau, sehingga diperoleh hasil berupa

serat. Serat hasil dekortikator dicuci dengan air untuk menghilangkan bagian daun

lainnya, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari (Hurter 1997).

Daerah sumber penghasil serat, kondisi iklim tempat tumbuh, umur tanaman

dan teknik pemisahan serat dari tanaman mempengaruhi struktur dan komposisi

kimia serat sisal (Munawar 2008). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk

mengetahui sifat fisis, mekanis dan kimia serat sisal, terangkum dalam Tabel 1

berikut .

Tabel 1. Sifat kimia dan mekanis serat sisal

Karakteristik serat Sifat fisis dan morfologib

(30)

Risalah Bambu Betung (Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer ex. Heyne)

Bambu pada umumnya hidup berkelompok membentuk suatu rumpun

yang rapat. Batang terdiri atas ruas-ruas berongga yang menyerupai tabung

dengan diameter 2-30 cm dan panjangnya mencapai 3-15 m. Batang ini umumnya

berongga dan terbagi atas internode yang dibatasi oleh buku (node) dan rongga antara buku yang dipisahkan oleh diafragma. Panjang, garis tengah dan ketebalan

dinding bambu tergantung dari umur bambu (Sastrapradja et al. 1980).

Menurut Janssen (1980), bambu memiliki beberapa kelebihan dan

kelemahan jika digunakan sebagai bahan bangunan. Kelebihan bambu antara lain :

1) pertumbuhannya sangat cepat, dapat diolah dan ditanam dengan cepat sehingga

dapat memberikan keuntungan secara kontinyu, 2) memiliki sifat mekanis yang

baik, 3) hanya memerlukan alat yang sederhana, 4) kulit luar mengandung silika

yang dapat melindungi bambu. Sedangkan kelemahannya antara lain 1) keawetan

bambu relatif rendah sehingga memerlukan upaya pengawetan, 2) bentuk bambu

yang tidak benar-benar silinder melainkan taper, 3) sangat rentan terhadap risiko

api, 4) bentuknya silinder sehingga menyulitkan penyambungan.

Dalam penggunaannya di masyarakat, bahan bambu kadang-kadang

menemui beberapa keterbatasan, Sebagai bahan bangunan, faktor yang sangat

mempengaruhi bahan bambu adalah sifat fisik bambu yang membuatnya sukar

dikerjakan secara mekanis, variasi dimensi dan ketidakseragaman panjang ruasnya

serta ketidakawetan bahan bambu tersebut menjadikan bambu tidak dipilih

sebagai bahan komponen rumah. Sering ditemui barang-barang yang berasal dari

bambu yang dikuliti, khususnya dalam keadaan basah diserang oleh jamur biru

dan bulukan sedangkan bambu bulat utuh dalam keadaan kering dapat diserang

oleh serangga bubuk kering dan rayap kayu kering (Krisdianto et al. 2000).

Kadar air bambu bervariasi menurut jenis dan posisi dalam batang, umur

batang dan musim (Prawiroharmojo 1988, Siopongco dan Mundar 1987). Dinding

bambu bagian luar memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan

bagian dalam (Sharma dan Mehra 1970). Sifat mekanis bambu dipengaruhi oleh

jenis, umur, tempat tumbuh dan posisi dalam batang. Keteguhan lentur, tekan dan

tarik dari dinding bambu bagian luar lebih besar daripada bagian dalam (Sharma

(31)

Bambu betung memiliki nama latin Dendrocalamus asper (Schultes f) Backer ex. Heyne. Bambu betung juga memilik banyak nama daerah di antaranya

untuk kultivar hijau disebut Betung, Beto (manggarai), Bheto (Bajawa), Oo Patu

(Bima) dan Patung (Tetun), sedangkan untuk kultivar hitam disebut Bheto Laka

(Bajawa). Di kepulauan Sunda Kecil, bambu betung tersebar di segala tempat,

namun tumbuh paling baik di tempat yang kurang berair tetapi diameter

batangnya kecil. Jenis bambu ini berhabitat di tanah aluvial di daerah tropika yang

lembab dan basah, tetapi bambu ini juga tumbuh di daerah yang kering dataran

rendah maupun tinggi (Widjaya 2001).

Sifat fisis dan mekanis bambu betung berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Hadjib dan Karnasudirdja (1986) di dalam Krisdianto et al. (2000) dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis bambu betung

Sifat fisis dan mekanis Nilai (kg/cm2)

Keteguhan lentur maksimum

Modulus elastisitas

Keteguhan tekan sejajar serat

Berat jenis

342,47

53.173

416,57

0,68

Sumber : Hadjib dan Karnasudirdja (1986) di dalam Krisdianto et al. (2000)

Bambu betung merupakan bahan bangunan yang murah dan kuat, tetapi

dalam penggunaannya bambu jenis ini sangat disukai oleh bubuk. Serangan bubuk

ini erat sekali hubungannya dengan kandungan amilum atau zat pati dalam bambu

betung. Untuk mengurangi kandungan zat pati yang ada, perlu perlakuan yang

efektif sebelum bambu tersebut digunakan sebagai bahan bangunan

(Prawirohatmojo 1997).

Anyaman bambu telah digunakan sebagai pelapis papan komposit untuk

meningkatkan sifat fisis dan mekanisnya. Dari berbagai jenis bambu, lapisan

anyaman bambu Betung menghasilkan papan komposit dengan sifat fisis mekanis

yang lebih baik dibandingkan dengan anyaman bambu Tali dan bambu Andong

(32)

Risalah Kayu Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)

Kayu karet termasuk famili Euphorbiaceae (Lemmens et al. 1995). Tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan pohon yang tumbuh

tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15 - 25 m.

Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di

atas. Di beberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh

tanamannya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah

yang dikenal dengan nama lateks (Wibowo dan Yuniarti, 2008).

Sifat kayu karet antara lain adalah agak lunak dan mempunyai bau asam

yang khas. Kayu karet termasuk kelas kuat II – III sehingga memungkinkan

digunakan untuk perumahan. Namun kayu karet memiliki kelas awet rendah

(kelas awet V) sehingga perlu usaha untuk memperpanjang umur pemakaiannya.

Kayu karet memiliki berat jenis antara 0,55 – 0,70 dengan rata-rata 0,61, bersifat

mudah dikerjakan terutama dibelah, dapat digergaji tanpa menimbulkan kesulitan

dan mudah diserut sampai licin tetapi mempunyai kecenderungan pecah bila

dipaku. Pada saat kayu karet masih segar, mempunyai kayu teras yang berwarna

keputih-putihan tetapi akan segera menjadi coklat saat mengering karena oksidasi

enzimatik dari senyawa fenol yang terdapat pada rongga sel kayu (Martawijaya

1972).

Pada kadar air 12%, modulus patah kayu karet sebesar 59-74 N/mm2,

modulus elastisitas 6070-9240 N/mm2, keteguhan tekan sejajar serat 33 – 36,5

N/mm2, keteguhan tekan tegak lurus serat 10 N/mm2. Laju penyusutan agak

rendah, dari keadaan segar ke kadar air 12%, penyusutan pada arah radial sebesar

1,2% dan pada arah tangensial sebesar 2,5%. Sedangkan penyusutan dari keadaan

segar ke kering oven pada arah radial sebesar 2,5-3,1% dan pada arah tangesial

sebesar 4,8-6,5%. Sifat pengerjaan dengan paku dan perekatan kayu karet

termasuk baik. Kayu karet mudah digergaji dan dipotong, walaupun lateks yang

terkandung dalam kayu karet dapat menyumbat gigi gergaji. Kayu karet cocok

untuk membuat vinir dan kayu lapis (Lemmmens et al. 1995).

Potensi kayu karet untuk diolah sebagai bahan baku industri cukup besar.

(33)

karet dapat dikupas menjadi vinir dalam keadaan dingin. Tripleks dari kayu karet

yang direkat dengan urea formaldehide (UF) dan diberi ekstender 20 persen

ternyata mempunyai sifat keteguhan rekat yang memenuhi persyaratan standar

Indonesia, standar Jepang dan standar Jerman(Boerhendhy et al. 2003).

Vinir

Menurut Dumanauw (1990) vinir adalah lembaran kayu yang tipis dari

0,24 mm sampai 6,00 mm yang diperoleh dari proses penyayatan/pengupasan

dolok/ log kayu jenis-jenis tertentu. Vinir kualitas rendah dari kayu lunak

(softwood) yang tebal digunakan secara luas untuk kayu lapis konstruksi,

sedangkan vinir kayu keras (hardwood) digunakan untuk pembuatan kayu lapis sebagai panel, bagian-bagian bahan industri, perabot rumah tangga dan sebagai

konstruksi (Haygreen dan Bowyer 1996).

Haygreen dan Bowyer (1996) mengungkapkan bahwa secara garis besar

pembuatan vinir dilakukan dengan tahapan sebagai berikut : (1) pemanasan log,

(2) pemotongan vinir, (3) penyimpanan dan pengguntingan vinir, (4) pengeringan

vinir.

Lembaran Formika

Formica adalah merk dari suatu bahan komposit yang dibuat oleh Formica

Corporation. Namun dalam penggunaan umum, formika berarti produk yang tahan

panas, mudah dibersihkan, kertas atau kain berlapis plastik dengan resin

melamine, digunakan sebagai lapisan dekoratif. Formika terdiri dari beberapa

lapis kertas kraft yang diimpregnasi dengan resin, yang bagian atasnya dilindungi

melamine, kemudian ditekan dan dimatangkan dengan menggunakan panas

sehingga menghasilkan permukaan yang keras, kaku dan tahan lama (Wikipedia

2008).

Uji Ketahanan Komposit terhadap Serangan Rayap Tanah

Biodeteriorasi merupakan perubahan sifat material yang tidak diharapkan

yang disebabkan oleh aktifitas organisme yang membahayakan. Rayap merupakan

salah satu penyebab deteriorasi pada bahan yang mengandung lignoselulosa.

(34)

bertahan hidup dan berkembang. Dalam konteks tersebut selulosa merupakan

sumber makanan bagi rayap (Becker 1993).

Menurut Tambunan dan Nandika (1989), rayap tanah adalah salah satu

rayap tanah yang paling luas serangannya di Indonesia. Genus Coptotermes paling

merugikan jika dibandingkan dengan genus lain karena dapat merusak kayu dalam

waktu singkat. Prilaku Coptotermes ketika menyerang kayu adalah mampu

bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan

tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh air, misalnya tetesan air

hujan dari atap bangunan yang bocor (Tarumingkeng 2001).

Coptotermes gestroi dianggap sebagai spesies hama yang menimbulkan kerusakan hebat di daerah Asia Tenggara dan Brazil. Sebagai spesies yang paling

agresif, Coptotermes gestroi menyebabkan 63-90% kerusakan pada struktur dan bangunan di Malaysia, Thailand dan Singapura. Pintu, rangka jendela dan lantai

parket ditemukan sebagai obyek yang mudah mengalami serangan rayap (Gurbel

(35)

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung dalam 6 bulan, mulai dari bulan Oktober 2008,

November 2008 dan Maret-Juni 2009. Persiapan serat, pembuatan papan dan

pembuatan contoh uji dilaksanakan di Workshop Laboratorium Biokomposit,

UPT BPP Biomaterial LIPI, Cibinong. Pengujian sifat mekanis dilakukan di

Ruang Uji Mekanis UPT BPP Biomaterial. Pengujian sifat fisis dilakukan di

Laboratorium Konversi Biomassa UPT BPP Biomaterial. Pengujian ketahanan

terhadap serangan rayap dilakukan di Laboratorium Pengawetan Kayu UPT BPP

Biomaterial. Pengamatan anatomi serat sisal di Laboratorium Anatomi Botani

Puslit Biologi LIPI Cibinong.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini berupa serat daun

tanaman sisal (Agave sisalana Perr.), yang tumbuh di daerah Blitar, Jawa Timur. Serat sisal (Gambar 3) diperoleh dari proses dekortikasi daun menggunakan

dekortikator, sehingga daging daun, klorofil dan bagian daun lainnya hilang, dan

hanya tersisa bagian serat daun. Serat daun tersebut kemudian dijemur sampai

mencapai kadar air lebih kurang 11%.

Gambar 3. Tanaman dan serat sisal (Agave sisalana Perr.)

Bahan pelapis (Gambar 4) yang digunakan adalah anyaman bambu Betung

(36)

Gambar 4. Anyaman bambu betung (1), formika (2) dan vinir kayu karet (3)

Anyaman bambu menggunakan pola anyaman tradisional untuk penggunaan

umum. Lebar bilah bambu untuk anyaman sebesar 1 cm. Adapun anyaman bambu

dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.

Gambar 5. Pola anyaman bambu

Penelitian ini menggunakan perekat isosianat dengan merek dagang PI Bond

tipe H3M (Gambar 6). Perekat tersebut diproduksi oleh PolyOshika Co. Ltd.

Jepang dan didistribusikan oleh PT. Polychemie Asia Pasific Indonesia.

Berdasarkan keterangan mengenai spesifikasi produk dari distributor, perekat

tersebut dikelompokkan dalam solvent based adhesives, dan merupakan campuran antara MDI (diphenylmethane diisocyanate) dan TDI (toluene diisocyanate) dengan perbandingan 90:10. Perekat berbentuk cair dengan viskositas sebesar

150-250 cps, mengandung padatan (resin solid content) sebesar 98% dan berwarna coklat gelap.

1 2 3

25 cm

(37)

Gambar 6. Perekat isosianat

Peralatan yang digunakan untuk persiapan serat adalah alat pemotong dan

oven. Sedangkan peralatan yang digunakan untuk pembuatan papan terdiri dari

drum pencampur perekat (drum mixer) (Gambar 7A) dan penyemprot perekat (spray gun) untuk pencampuran partikel sisal dan perekat, cetakan (forming box) dan ayakan untuk pembentukan hamparan, mesin kempa panas (Gambar 7B)

untuk pembentukan papan.

Gambar 5. Drum mixer (A), kempa panas (B) dan universal testing machine (C)

Pembuatan contoh uji dan pengujian sifat fisis mekanis menggunakan mesin

gergaji, timbangan digital, kaliper, oven dan universal testing machine merk Shimadzu dengan beban maksimum 50 kN (Gambar 7C).

Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap menggunakan rayap tanah

Captotermes gestroi (Gambar 8). Pengujian dilakukan dilaboratorium dengan mengacu pada standard JWPA no 12 – 1992. Acrylic silinder, paris plaster dan

counter digunakan dalam pengujian ketahanan terhadap rayap tanah.

A B

(38)

Gambar 8. Captotermes gestroi

Desain Penelitian

Tahap awal penelitian dilakukan untuk mengetahui karakteristik serat sisal

dan bahan pelapis. Karakteristik serat sisal yang diukur adalah panjang serat dan

slenderness ratio serat. Selain pengukuran panjang dan slenderness ratio, juga

dilakukan pengamatan anatomi serat sisal. Karakteristik bahan pelapis yang

diukur adalah ketebalan, kekuatan dan keterbasahan.

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan mekanis

pada serat sisal menggunakan ring flaker dan jenis pelapis terhadap sifat fisis dan

mekanis papan sisal. Pada tahap ini diuji pengaruh perlakuan mekanis

menggunakan ring flaker sebanyak 1 putaran (sisal R1), 2 putaran (sisal R2) dan 4 putaran (sisal R4) terhadap sifat fisis dan mekanis papan. Selain menggunakan

sisal yang diproses dengan ring flaker, penelitian ini juga menggunakan sisal yang tidak diproses dengan ring flaker (sisal kontrol). Papan komposit sisal yang dibuat

berupa papan sisal tanpa pelapis (single layer board) dan papan sisal dengan pelapis (three layers board). Jenis pelapis yang digunakan adalah vinir kayu Karet (Hevea brasiliensis), anyaman bambu Betung (Dendrocalamus asper) dan lembaran formika. Setiap perlakuan diulang terhadap 2 papan, sehingga jumlah

papan yang akan dibuat adalah sebanyak 32 papan. Adapun sketsa konstruksi

papan yang dibuat disajikan pada Gambar 9.

Pengujian kualitas papan sisal meliputi sifat fisis dan mekanis berdasarkan

standar JIS A 5908-2003. Selain itu dilakukan juga pengujian ketahanan papan

sisal kontrol tanpa pelapis dan papan sisal kontrol dengan pelapis vinir kayu karet,

anyaman bambu betung atau formika terhadap serangan rayap tanah Coptotermes

(39)

1 cm partikel sisal

1 cm partikel sisal

Gambar 9. Sketsa konstruksi papan komposit

Karakterisasi Serat Sisal

Pengukuran panjang serat sisal dilakukan terhadap 100 contoh uji untuk tiap

jenis serat menggunakan kaliper. Untuk mengetahui slenderness ratio serat sisal dilakukan pengukuran panjang dan tebal terhadap 30 contoh uji untuk tiap jenis

serat. Slenderness ratio adalah nisbah kelangsingan serat yaitu perbandingan antara panjang dan tebal serat. Pengamatan anatomi serat sisal menggunakan

mikroskop Nikon Eclipse 80i dengan pembesaran 400 kali.

Karakterisasi Bahan Pelapis

Ketebalan bahan pelapis diukur pada 4 titik dari tiap lembar pelapis yang

digunakan, kemudian dirata-ratakan. Pengujian kekuatan bahan pelapis mengacu

pada standar ASTM D790-71 “Flexural Properties of Plastics and Electrical Insulating Materials”. Jarak sanggah dan kecepatan cross head pengujian disesuaikan dengan ketebalan contoh uji, seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kondisi pengujian bahan pelapis

Jenis bahan pelapis Jarak sangga (mm) Kecepatan cross head

(mm/min) Vinir kayu karet 40 1,0 Anyaman bambu betung 25 0,8

Formika 16 0,5

Pengujian keterbasahan bahan pelapis dilakukan dengan mengukur sudut

kontak perekat (Sutrisno 1999) dengan meneteskan larutan perekat sebanyak satu bahan pelapis

(40)

tetes (kurang lebih 0,05 ml) ke permukaan bahan pelapis dengan menggunakan

pipet. Tiga detik setelah tetesan perekat tadi jatuh diatas permukaan bahan pelapis,

dilakukan pemotretan dengan fotomikroskop. Penentuan sudut kontak perekat

dilakukan sebanyak 3 kali dan hasilnya dirata-ratakan.

Persiapan Serat Sisal

Serat sisal kering udara kemudian dipotong sepanjang lebih kurang 2 cm

menggunakan alat pemotong kertas. Potongan serat sisal kemudian dikeringkan

dalam oven dengan suhu 60 ± 2 ºC sampai didapatkan kadar air serat lebih kurang

7%. Serat yang dihasilkan untuk selanjutnya disebut sebagai sisal kontrol.

Sedangkan serat sisal yang akan diproses dalam ring flaker dipotong

sepanjang ± 10 cm. Kemudian diproses dengan ring flaker (Gambar 10) dalam keadaan lembab. Serat dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringkan (Gambar

11) hingga mencapai kadar air lebih kurang 7%.

Gambar 10. Ring flaker dan serat sisal setelah diolah ring flaker

(41)

Pembuatan Papan Komposit Sisal

Kadar perekat yang digunakan dalam pembuatan papan komposit adalah

sebesar 10% berdasarkan berat kering bahan baku. Untuk bagian tengah papan

yang berupa serat sisal, jumlah perekat yang digunakan adalah sebanyak 75% dari

total perekat. Partikel sisal kering (KA = ± 7%) baik berupa sisal kontrol maupun

sisal yang telah diolah dengan ring flaker, ditimbang dan dimasukkan ke dalam

drum mixer. Serat tersebut kemudian disemprot perekat dengan menggunakan

spray gun. Partikel bercampur perekat dibentuk menjadi hamparan berukuran 25 cm x 25 cm menggunakan forming box.

Jumlah perekat yang digunakan untuk melabur pelapis adalah sebanyak

25% dari total perekat yang digunakan untuk pembuatan satu papan setara dengan

70 g/m2 untuk tiap lembar pelapis. Metode pelaburan yang digunakan adalah

pelaburan pada satu sisi (single spread glue line) yaitu pada pelapis. Pelapis yang telah dilabur perekat diletakkan pada permukaan atas dan bawah hamparan sisal

yang sudah bercampur perekat sehingga pengempaan dilakukan dalam satu tahap.

Pengempaan panas dilakukan pada suhu 140ºC dengan tekanan kempa

efektif sebesar 0,8 N/mm2 selama 10 menit. Target kerapatan papan adalah 0,6

g/cm3 dengan ketebalan papan 1 cm. Target ketebalan papan dikendalikan dengan

meletakkan stop bar setebal 1 cm, pada kiri dan kanan hamparan. Setelah pengempaan panas, papan dikondisikan pada suhu ruang selama 14 hari sehingga

tercapai kadar air kesetimbangan dengan lingkungan. Kualitas papan yang diuji

meliputi sifat fisis dan mekanis dilakukan berdasarkan Japanese Industrial Standard (JIS) A 5908-2003 dan diuji ketahanannya terhadap serangan rayap tanah berdasarkan JWPA no.12– 1992. Secara skematis, proses pembuatan papan

(42)

Serat sisal + Isosianat

Solid content perekat : 98%

Pembentukan hamparan (single layer board)

Pelaburan perekat pada pelapis Kadar air pelapis = 7%

Pembentukan hamparan dan Pelapisan (three layers board)

Pengempaan

Suhu : 140ºC Tekanan : 0,8 kgf/cm2 Waktu : 10 menit

Pengkondisian 14 hari

Pengujian sifat fisis mekanis (JIS A 5908-2003), Ketahanan thd serangan rayap (JWPA 12-1992)

Serat sisal sepanjang 10 cm diproses ring flaker 1x, 2x, 4x Panjang optimal serat sisal yg

menghasilkan papan dg sifat terbaik adalah 2 cm (Syamani et al. 2008a)

Serat sisal sepanjang 10 cm setelah diolah dengan ring flaker

akan berukuran panjang rata-rata 2 cm

(43)

Pengujian Kualitas Papan Komposit Sisal

Parameter sifat fisis dan mekanis yang diuji meliputi : kerapatan, kadar air,

daya serap air, pengembangan tebal dan pengembangan linier, keteguhan patah

atau modulus of rupture (MOR), modulus elastisitas atau modulus of elasticity

(MOE), keteguhan rekat internal (internal bond}, serta kuat pegang sekrup. Papan dipotong menjadi contoh uji yang diperlukan Pola pemotongan contoh uji pada

setiap lembar papan disajikan pada Gambar 13.

6 11

1 2 5 7 10 12 15 16

3 8 13 17

4 9 14 18

(papan 1) (papan 2)

Gambar 13. Pola pemotongan contoh uji pada papan ulangan 1 dan 2

Keterangan :

1, 5, 10, 15 = contoh uji untuk pengukuran modulus patah (MOR) dan modulus elastisitas (MOE) (20 cm x 5 cm)

2, 16 = contoh uji pengukuran kuat pegang sekrup (10 cm x 5 cm) 3, 7, 12, 17 = contoh uji pengukuran daya serap air, pengembangan tebal

(5 cm x 5 cm)

4, 8, 13, 18 = contoh uji pengukuran keteguhan rekat internal(5 cm x 5 cm) 6, 9, 11, 14 = contoh uji pengukuran kerapatan dan kadar air (5 cm x 5 cm)

Contoh uji ketahanan terhadap serangan rayap tanah menggunakan contoh

uji untuk pengukuran MOR dan MOE. Jadi pengujian ketahanan terhadap

(44)

Pengukuran Kerapatan

Pengukuran kerapatan papan komposit dihitung berdasarkan berat dan

volume kering udara dengan menggunakan rumus :

V

Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air papan dilakukan dengan menghitung selisih berat awal

dengan berat setelah dikeringkan dalam oven sampai mencapai berat konstan pada suhu

103 ± 2 °C. Kadar air tersebut dihitung dengan rumus :

100%

BA = Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)

BK = Berat tetap contoh uji setelah dikeringkan dalam oven (g)

Pengukuran Daya Serap Air

Pengukuran daya serap air dilakukan dengan menghitung selisih berat

sebelum dan setelah perendaman dalam air dingin selama 24 jam. Daya serap air

tersebut dihitung dengan rumus :

100%

BA = Berat awal contoh uji setelah pengkondisian (g)

(45)

Pengukuran Pengembangan Tebal

Pengukuran pengembangan tebal didasarkan atas selisih tebal sebelum dan

setelah perendaman dalam air dingin 24 jam. Pengembangan tebal tersebut

dihitung dengan rumus :

100%

Tl = Tebal awal contoh uji setelah pengkondisian (cm)

T2 = Tebal contoh uji setelah perendaman 24 jam (cm)

Pengukuran Modulus Patah (MOR)

Pengukuran MOR dilakukan dengan menggunakan mesin penguji universal

testing machine (UTM) merk Shimadzu. Pengujian dilakukan pada tegak lurus arah

panjang papan. Pengujian dilakukan dengan memberikan beban secara

perlahan-lahan pada bagian tengah contoh uji, dengan kecepatan 10 mm/menit. Jarak

sanggah (span) yang digunakan adalah 15 x tebal contoh uji. Posisi beban saat

pengujian disajikan pada Gambar 14.

Keterangan :

L = panjang contoh uji (20 cm) l = jarak sanggah (15 cm) h = tebal contoh uji (1 cm)

Gambar 14. Pengujian bending papan

MOR contoh uji dihitung dengan menggunakan rumus :

(46)

Keterangan :

MOR = Keteguhan patah (N/mm2)

L = Jarak sanggah (cm)

P = Beban maksimum (N)

h = Tebal contoh uji (mm)

b = Lebar contoh uji (mm)

Pengukuran Modulus Elastisitas (MOE)

Pengukuran MOE dilakukan dengan menggunakan contoh uji yang sama

dengan MOR. Pengujian juga dilakukan bersamaan dengan pengujian MOR, namun

yang dicatat dalam pengujian ini adalah perubahan defleksi setiap perubahan beban

tertentu. Nilai MOE dihitung dengan rumus :

3 3

h b Y 4

L P MOE=

Keterangan :

MOE = Modulus elastisitas (N/mm2)

L = Jarak sanggah (cm)

P = Beban sebelum batas proporsi (N)

Y = Defleksi pada beban P (mm)

h = Tebal contoh uji (mm)

b = Lebar contoh uji (mm)

Pengukuran Keteguhan Rekat Internal (Internal Bond)

Pengujian keteguhan rekat internal dilakukan dengan merekatkan kedua

permukaan papan pada balok besi kemudian balok besi tersebut ditarik secara

berlawanan. Cara pengujian internal bond ini disajikan pada Gambar 15.

(47)

Keteguhan rekat internal dihitung dengan menggunakan rumus :

2 1 x b

b P KR=

Keterangan :

KR = Keteguhan rekat internal (N/mm2)

P = Beban maksimum (N)

b1, b2 = Lebar dan panjang contoh uji (mm)

Kuat Pegang Sekrup

Pengujian kuat pegang sekrup dilakukan dengan memasang sekrup berukuran

panjang 16 mm dan diameter 3,1 mm. Sekrup tersebut ditancapkan ke papan

komposit sedalam 8 mm kemudian dicabut. Gaya (dalam satuan Newton) yang

dibutuhkan untuk mencabut sekrup menunjukkan kekuatan papan dalam memegang

sekrup.

Pengujian Ketahanan Terhadap RayapCoptotermes gestroi.

Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap mengacu pada standar Japan

Wood Preserving Association (JWPA) no 12–1992, dengan menggunakan metode

forced-feeding test (metode umpan paksa). Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 1

cm dimasukkan ke dalam acrylic silinder, beserta 150 ekor rayap pekerja dan 15

ekor rayap prajurit dari jenis Coptotermes gestroi. Bagian bawah acrylic silinder dilapisi Paris Plester setebal 5 mm dengan tissue pada permukaannya untuk

menjaga kelembaban. Pengujian ketahanan papan terhadap serangan rayap

diilustrasikan pada Gambar 16.

Pengamatan dilakukan terhadap kehilangan berat (weight loss) contoh uji

pada hari ke-21. Sedangkan pengamatan jumlah kematian (mortalitas) rayap

pekerja dilakukan pada hari pertama, ke-7, ke-14 dan ke-21.

Persentase kehilangan berat (%) = (ODW1-ODW2)/ODW1 X 100 %

Di mana:

ODW1: Berat kering oven sample sebelum pengujian rayap

(48)

Persentase kematian rayap (%) = A / B X 100 %

Di mana:

A: Jumlah individu rayap yang mati

B: Jumlah individu rayap yang diumpankan per contoh uji.

Gambar 16. Pengujian ketahanan terhadap serangan rayap (JWPA-test)

Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Analisis data hasil pengujian dilakukan dengan mengukur rata-rata dari

seluruh data yang terkumpul untuk setiap parameter. Kemudian nilai rata-rata tiap

parameter tersebut dibandingkan dengan nilai rata-rata parameter yang lain pada

variabel dependent yang sama. Selain itu nilai-nilai yang diperoleh juga dibandingkan dengan nilai yang ditetapkan dalam standar JIS A 5908-2003

sehingga diketahui jumlah parameter yang memenuhi standar. Analisis data

dilakukan dengan terlebih dulu menyesuaikan kerapatan papan yang diperoleh

dengan sasaran kerapatan papan komposit.

Untuk melihat pengaruh perlakuan mekanis, yaitu banyaknya putaran ring

flaker pada serat sisal dan jenis bahan pelapis terhadap sifat fisis dan mekanis papan, dilakukan analisis statistik dengan rancangan acak lengkap faktorial

dengan dua faktor yaitu perlakuan mekanis terhadap serat sisal berupa banyaknya

putaran ring flaker (4 taraf) dan jenis pelapis (4 taraf). Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Model linier aditif (Mattjik dan Sumertajaya 2002) untuk

Gambar

Tabel 2. Sifat fisis dan mekanis bambu betung
Gambar 3. Tanaman dan serat sisal (Agave sisalana Perr.)
Gambar 4. Anyaman bambu betung (1), formika (2) dan vinir kayu karet (3)
Gambar 5. Drum mixer (A), kempa panas (B) dan universal testing machine (C)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah itu, guru meminta perwakilan dari setiap kelompok untuk bercerita tentang hasil kerja kelompoknya, yaitu menceritakan tentang bagian-bagian anggota tubuh

H6c : When compared to the individual partici- pation condition, pre-experiment to post- experiment gains in sales order data input quality will be signi®cantly higher in the

16 Informasi tentang Peraturan, Keputusan dan Kebijakan Kabupaten Pesisir Selatan. Bagian Hukum dan Ham Sekretariat

Bagi usul Pendirian dan Perubahan PTS serta Pembukaan Program Studi program Doktor, Spesialis, Profesi, dan PJJ yang dinyatakan Disetujui, Direktorat Jenderal Kelembagaan IPTEK

Pra Student Day (Pra OSPEK) dilaksanakan di AULA STIEKEN Blitar (Hari dan Tanggal diinfokan kemudian) 3. Student Day (OSPEK) (Hari dan Tanggal

Sebagai bagian integral dari Rencana Strategis Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi untuk mendorong perkembangan kapasitas perguruan tinggi Indonesia

[r]

A switch trade is the purchase by a third party of one country’s clearing agreement balance for hard currency...