• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT AKIBAT PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PADA PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK) SEBAGAI BANK PENERBIT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT AKIBAT PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PADA PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK) SEBAGAI BANK PENERBIT."

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT

AKIBAT PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK

MEMENUHI KEWAJIBAN PADA

PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK)

SEBAGAI BANK PENERBIT

DINA OKTARINA NIM. 120 300 5124

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK)

SEBAGAI BANK PENERBIT

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

DINA OKTARINA NIM. 120 300 5124

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iii

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 31 MARET 2016

Pembimbing I

Dr. I Ketut Westra, SH.,MH

NIP. 19580917 198601 1 002

Pembimbing II

Ni Putu Purwanti, SH.,MH

(4)

Panitia Penguji Skrispi

Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor : 162/UN.14.1.11/PP.05.02/2016

Ketua : Dr. I Ketut Westra, SH., MH

NIP. 19580917 198601 1 002

Sekretaris : Ni Putu Purwanti, SH., MH

NIP. 19610422 198601 2 001

Anggota :

1. Ida Bagus Putra Atmaja, SH., MH

NIP. 19541232 198303 1 018 (………..)

2. Ida Bagus Putu Sutama, SH., M. Si

NIP. 19570613 198610 1 005 (………..)

3. A.A.Gde Agung Darma Kusuma, SH., MH

(5)

v

rahmat dan karunia-Nya skripsi yang berjudul PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT AKIBAT PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PADA PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK) SEBAGAI BANK PENERBIT, dapat diselesaikan sebagai tugas akhir mahasiswa sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Keberhasilan penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan secara moril maupun materiil oleh semua pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H.,M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

(6)

vi

memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

7. Ibu Ni Putu Purwanti, SH.,MH, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, semangat, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

8. Dewan Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji skripsi ini.

9. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu dan wawasan selama kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

10. Bapak dan Ibu Staff Laboratorium, perpustakaan, dan tata usaha yang telah memberikan bantuan selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 11. Kepada keluarga penulis yang senantiasa memberi dukungan, terimakasih atas

doa dan semangat selama penulisan skripsi ini.

(7)

vii

sangat penulis harapkan, agar skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

Denpasar, Maret 2016

(8)

viii

Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, Maret 2016 Yang menyatakan,

(9)

ix

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 13

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 13

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 14

1.5 Tujuan Penelitian ... 14

a. Tujuan Umum ... 14

b. Tujuan Khusus ... 15

1.6 Manfaat Penelitian ... 15

a. Manfaat Teoritis ... 15

b. Manfaat Praktis ... 15

1.7 Landasan Teoritis ... 16

1.8 Metode Penelitian ... 21

(10)

x

e. Teknik Analisis ... 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KARTU KREDIT DAN WANPRESTASI CARDHOLDER 2.1 Kartu Kredit ... 25

2.1.1 Pengertian, Unsur, dan Pengaturan Kartu Kredit ... 25

2.1.2 Jenis – Jenis Kartu Kredit ... 29

2.1.3 Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit ... 33

2.1.4 Proserdur Penerbitan Kartu Kredit ... 41

2.1.5 Pihak-Pihak yang Terkait dalam Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit ... 43

2.2 Wanprestasi Cardholder dalam Penggunaan Kartu Kredit ... 48

2.2.1 Pengertian, Dasar Hukum dan Bentuk-Bentuk Wanprestasi ... 48

2.2.2 Wanprestasi Cardholder dalam penggunaan Kartu Kredit ... 51

BAB III TAGIHAN KARTU KREDIT MACET DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA 3.1 TagihanKartu Kredit Macet ... 53

3.2 Tagihan Kartu Kredit Macet Pada PT. Bank Mandiri Persero (tbk) Cabang Singaraja ... 55

3.3 Faktor-Faktor Penyebab Kartu Kredit Macet ... 56

3.3.1 Faktor yang Berasal dari Cardholder (Nasabah) ... 58

(11)

xi

BAB IV PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT MACET OLEH PT.

BANK MANDIRI (PERSERO) TBK

4.1 Penagihan Tagihan Kartu Kredit (Collection) oleh Bank ... 64

4.2 Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Pengadilan ... 68

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

xii

pembayaran yang sangat cepat dan maju membuat transaksi menggunakan uang kurang efisien sebagai alat pembayaran. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Yang mana untuk tahap berikutnya diciptakanlah cara transaksi lain dengan mempergunakan uang sebagai alat tukar yaitu kartu kredit. Saat ini pemakaian kartu kredit sebagai alat pembayaran tunai sudah semakin luas oleh masyarakat Indonesia karena masyarakat merasakan manfaat kartu kredit yaitu kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Namun dalam

pelaksanaannya dapat dimungkinkan terjadinya masalah-masalah pada

penggunaan kartu kredit di antara para pihak yang terlibat. Terjadinya masalah keterlambatan pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau yang biasa disebut juga kartu kredit macet. Kartu kredit yang macet akan menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit dan bagi pihak bank yang menerbitkan kartu kredit tersebut.

Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris yang mana permasalahan penelitian dikaji dengan uraian yang argumentatif berdasarkan perundang-undangan dan fakta yang ada di lapangan, mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu segi perundang-undangan, fakta, dan analisis konsep hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data dengan pedoman pertanyaan (interview) dan teknis analisis dengan metode kualitatif.

Dari pembahasan didapat hasil bahwa: faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri cabang Singaraja terdiri dari 3 (tiga) faktor yaitu: a) Faktor yang berasal dari cardholder (nasabah), nasabah menyalahgunakan kartu kredit, nasabah beritikad tidak baik; b) Faktor yang berasal dari issuer (Bank), kualitas pejabat bank yang buruk, persaingan antar bank, pengawasan bank yang kurang; c) Faktor yang berasal dari eksteren (luar), kegagalan usaha cardholder, musibah terhadap cardholder. Upaya penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri cabang Singaraja selaku penerbit kartu kredit adalah dengan melakukan penagihan tagihan kartu kredit melalui telepon, mengirimkan surat teguran, langsung ke tempat tinggal pemegang kartu kredit. Yang mana proses penagihan tersebut adalah dengan supervising (pelayanan), location (lokasi), contacting (komunikasi langsung), solving (memberi jalan keluar), collection agency (menggunakan jasa pihak ketiga). Apabila upaya-upaya tersebut sudah dilakukan oleh pihak bank namun nasabah tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka pihak bank dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan yang mana melalui putusan pengadilan bank dapat melakukan eksekusi barang jaminan cardholder.

(13)

xiii

very fast and advanced making transactions using cash less efficient as a medium of payment. Development of science and technology involve in lifestyle changes in social life. Which were created the way for the next phase of another transaction with the use of money as a medium of exchange that is a credit card. Currently the use of credit cards as medium of payment in cash is increasingly widespread by the people of Indonesia because people feel the benefits of a credit card is cardholders and the bank that issued the credit card.

This research is empirical juridical law which research problems studied by the description argumentative by law and the facts on the ground, assessing the written laws of the various aspects, namely in terms of legislation, facts and analysis of legal concepts. Legal materials used in this research is the primary legal materials and secondary data collection techniques with guided questions (interview) and technical analysis with qualitative methods.

From the discussion, obtained results indicate that the factors that lead to jammed credit card at PT. Bank Mandiri branches of Singaraja consists of 3 (three) factors: a) Factors originating from the cardholder (customer), customer will be abusing credit cards, customer bad faith; b) Factors originating from issuers (Bank), poor quality of bank officials, competition among banks, bank supervision were lacking; c) factors derived from external (outside), the failure of the cardholder's business, disaster against the cardholder. Efforts jammed credit card bill settlement in PT. Bank Mandiri branches of Singaraja as credit card issuers are doing bill collection credit card over the phone, send a warning letter, directly to the residence of the credit cardholder. Which billing process is by supervising (services), location (location), contacting (direct communication), solving (a way out), collection agency (using the services of a third party). If such efforts have been made by the bank, but the customer still does not meet its obligations, then the banks can settle the dispute through the courts where a court ruling bank to execute the collateral of the cardholder.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan alat pembayaran sangat cepat dan maju. Pada zaman dahulu

dikenal suatu sistem pembayaran yang disebut sistem barter (pertukaran). Baik

antara barang dengan barang maupun barang dengan jasa atau sebaliknya. Namun

akhirnya cara bertransaksi dengan sistem ini mengalami jalan buntu karena tidak

ada kepastian tentang standar dalam sistem barter, dan untuk itu diperlukan

kepastian nilai tukar dengan menciptakan satuan nilai tukar yang disebut uang.

Untuk tahap berikutnya diciptakanlah cara transaksi lain dengan

mempergunakan uang sebagai alat tukar yaitu kartu kredit. Saat ini, uang masih

menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat khususnya

transaksi dalam jumlah yang kecil. Namun penggunaan uang mempunyai kendala

dalam efisiensi waktu pembayaran serta ketidakpraktisan mobilitas uang dalam

jumlah yang besar. Selain itu mempergunakan uang untuk keperluan transaksi

dalam jumlah besar, dalam segi keamanan berisiko tinggi untuk pembawa uang dari

perbuatan orang-orang jahat, seperti pencurian, perampokan, dan pemalsuan uang.

Mengingat semakin besar kualitas maupun kuantitas tindak kriminal pada zaman

sekarang. Akibatnya, kegiatan penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran

mulai berkurang. Diperlukan alternatif penggunaan alat tukar yang praktis, efisien

dan aman.

(15)

terjadinya perubahan gaya hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Teknologi telah

mampu mengubah pola pikir masyarakat dan ditemukanlah cara baru untuk

mengadakan transaksi dengan banyak kelebihan yang dimilikinya. Menurut Dahlan

Siamat keuntungan-keuntungan yang didapat pemegang kartu kredit dari

penggunaan kartu kredit adalah, lebih aman dan praktis, karena tidak perlu

membawa uang tunai dalam jumlah besar; keluasan, karena kartu kredit telah

diterima sebagai alat pembayaran di seluruh kota di seluruh dunia; sistem

pembayaran yang fleksibel; pembayaran atas tagihan dapat diangsur (credit card)

atau beberapa waktu (charge card); program merchandising, yaitu kesempatan

membeli barang-barang dengan mengangsur tanpa bunga; bantuan-bantuan

perjalanan terutama ke luar negeri, misalnya referensi, dokter, rumah sakit, dan

bantuan hukum; purchase protection plan, yaitu asuransi perlindungan pembelian

barang yang diberikan secara otomatis.1 Dengan segala kelebihan tersebut cara-cara

transaksi pembayaran konvensional kini mulai ditinggalkan dan masyarakat

menggantikannya dengan cara-cara yang lebih praktis dan lebih efisien yaitu salah

satunya adalah kartu kredit. Yang mana kartu kredit saat ini adalah salah satu

kebutuhan masyarakat modern sebagai alat pembayaran tunai. Kartu kredit

merupakan sejenis kartu yang dibuat dari plastik dengan ukuran standar tertentu

dan berisikan data nomor kartu kredit yang terekam dalam magnetic stripe pada

bagian belakang kartu. Pada bagian depan kartu terdapat nama dan nomor

pemegang kartu kredit yang dicetak timbul, juga terdapat tanggal masa berlaku

1

(16)

kartu kredit tersebut. Nomor pemegang kartu kredit biasanya terdiri dari 12-16 digit

dan unik untuk setiap bank dan pemegang kartu kredit. 2

Cikal bakal kartu kredit berawal dari Diners Club. Di tahun 1949 seorang

pengusaha bernama Frank McNamara secara tidak sengaja ketinggalan dompet

setelah acara makan malam di sebuah restoran terkenal. Saat tagihan datang, Frank

McNamara baru sadar bahwa dompetnya tertinggal. Akibat kejadian ini Frank

McNamara mulai mencari solusi pengganti uang tunai atau dompet yang sering

tertinggal. Tahun 1950, Frank McNamara dengan rekannya Ralph Schneider

kembali ke restoran tersebut dan menggunakan sebuah kartu pembayaran yang

unik. Yang mana ini adalah cikal bakal kartu kredit yang dikenal hingga saat ini.

Bermula dari Diners Club yang saat itu adalah jenis kartu "charge card". 3

Kartu "charge" adalah kartu kredit dalam arti konsumen bisa menunda

pembayaran pada saat bertransaksi atau berbelanja di toko. Pihak Bank yang akan

membayar terlebih dulu kepada toko. Jumlah pengeluaran tidak dibatasi dan di

bulan berikutnya bank yang menagih ke konsumen dan konsumen wajib membayar

penuh (full). Sejak saat itu (1951) penggunaan kartu Diners Club begitu terkenal di

Amerika dan pada tahun yang bersamaan ditemukanlah bahan pembuat kartu

dengan bahan dasar plastik yang membuatnya semakin terkenal. Sebab waktu dulu

kartu masih menggunakan bahan dasar kertas. Sedikit berbeda dengan kartu kredit

yang kita kenal sekarang. Dana yang bisa pemegang kartu kredit gunakan untuk

2

Johannes Ibrahim, 2004, Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 11

3

Sigit Triandaru dan Totok Budisanto, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan

(17)

menarik uang tunai maupun berbelanja terbatas pada limit kredit yang disetujui.

Kelebihan dari kartu kredit ini, pemegang kartu kredit tidak harus membayar penuh

(full) jumlah tagihan yang jatuh tempo. Pemegang kartu kredit boleh mengangsur

atau menyicil dengan jumlah minimal tertentu, sisanya termasuk bunga akan

ditagihkan kepada nasabah pada bulan berikutnya. Bentuk kemudahan seperti inilah

yang membuat kartu kredit sangat digemari oleh masyarakat. Pemakaian kartu

kredit semakin berkembang melalui perluasan yang dilakukan oleh Bank of

America dengan perjanjian lisensi kepada bank-bank lain di seluruh dunia. Kartu

ini kemudian menjadi Visa Card, dan tahun 1966 terbit pula Master Card.4

Kehadiran kartu kredit di Indonesia diawali oleh Citibank, bank asing

terlama yang beroperasi di Indonesia, yaitu sejak 1989. Bank Central Asia lalu

menyusul menerbitkan kartu kredit untuk penggunaan internal nasabah dan Bank

Duta menjadi bank lokal pertama yang bekerja sama dengan prinsipal internasional

menerbitkan kartu kredit.

Prinsipal kartu kredit yang masuk ke Indonesia adalah Visa, Master,

American Express (Amex), Dinners Club International, dan Japan Credit Bureau

(JCB). Melalui jaringan prinsipal itu, kartu kredit yang dikeluarkan bank bisa

dipakai sebagai alat pembayaran di hampir semua belahan dunia. Sekitar 90 persen

kartu kredit yang diterbitkan bank di Indonesia bekerja sama dengan Visa dan

Master Card. Saat ini pemakaian kartu kredit sebagai alat pembayaran tunai sudah

semakin luas oleh masyarakat Indonesia karena masyarakat merasakan manfaat

kartu kredit yaitu kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Walaupun

4

(18)

keberadaan kartu kredit tidak dimaksudkan untuk menghapus secara keseluruhan

sistem pembayaran yang menggunakan uang tunai ataupun cek, namun untuk

kegiatan pembayaran yang jumlah pembayaran tingkat menengah maka keberadaan

kartu kredit sesungguhnya dapat menggeser peranan uang tunai maupun cek.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah

dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang Penyelenggaraan

Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam pasal 1 angka 4,

dijelaskan bahwa kartu kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan

Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang

timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau

untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu

kredit dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu

kredit berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada

waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara

angsuran.

Berbagai jenis kartu kredit dikeluarkan bank-bank di Indonesia, maka

keberadaan bank pada saat ini sangat mengambil peranan dalam menerbitkan kartu

kredit sebab ini adalah salah satu bentuk pelayanan dari bank itu sendiri untuk para

nasabahnya.

Penerbitan kartu diawali dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit

antara bank penerbit dengan nasabah yang mana perjanjian penerbitan kartu kredit

ini adalah sebagai perjanjian baku (standar), menurut Mariam Darius Badruzaman

(19)

bentuk formulir.5 Pihak bank menyodorkan formulir kepada nasabahnya dan

persetujuan nasabah atas segala syarat dan akibat hukum yang dapat muncul

berkaitan dengan penggunaan kartu kredit. Berdasarkan permohonan calon

pemegang kartu kredit (cardholder) yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan,

nasabah akan menerima kartu untuk membayar iuran tahunan menurut ketentuan

bank sebagai penerbit (issuer). Nasabah kemudian dapat menggunakan kartunya

untuk transaksi pada pihak yang menerima pembayaran melalui kartu tersebut

(merchant). 6

Pengguna kartu kredit disebut nasabah bank. Pasal 1 angka 18 Undang-

undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa nasabah

adalah orang yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan bank

yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang

bersangkutan.

Bank dan nasabah saling terikat antara satu sama lainnya, yang ditegaskan

di dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).

Selain itu, para pihak juga harus saling mematuhi dan melaksanakan perjanjian

yang dibuat dengan baik sesuai dengan apa yang telah diperjuangkan sebelumnya.

Perjanjian yang telah dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuat perjanjian tersebut, seperti apa yang dimuat didalam pasal 1338 ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Namun perlu diingat

5

Mariam Darus Badrulzaman, 1990, Perjanjian Baku (Standar)

Perkembangannya di Indonesia, Alumni, Bandung, h. 22

(20)

bahwa tidak setiap pelaksanaan perjanjian yang dibuat selalu seperti apa yang telah

diperjanjikan sebelumnya. Penyebabnya adalah adanya salah satu pihak yang

melakukan wanprestasi atau cidera janji. Maka hendaknya sebelum membuat

perjanjian harus mengetahui terlebih dahulu syarat-syarat sahnya perjanjian. Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Pasal 1320 mengatur

syarat-syarat tersebut, yaitu: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan

untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang

tidak terlarang.

Syarat pertama adalah sepakat. Kesepakatan dalam perjanjian merupakan

perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa

yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya,

kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.7 Kesepakatan

dalam penerbitan kartu kredit dilakukan oleh pemohon dengan mengisi dan

menanda-tangani aplikasi atau permohonan penerbitan kartu kredit di bank yang

bersangkutan. Apabila pemohon dinilai layak maka bank akan menerbitkan kartu

kredit. Pemberitahuan pihak bank yang diterima oleh pemohon merupakan

kesepakatan yang terjadi di antara kedua belah pihak.

Syarat kedua adalah kecakapan. Unsur kecakapan dalam penerbitan kartu

kredit pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya adalah

cakap menurut hukum. Pada dasarnya yang paling pokok dan mendasar adalah

masalah kecakapan untuk bertindak. Setelah seseorang dinyatakan cakap untuk dan

7

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2014, Perikatan yang Lahir dari

(21)

atas namanya sendiri, baru kemudian dicari tahu apakah orang-perorangan yang

cakap bertindak dalam hukum tersebut juga berwenang untuk melakukan perbuatan

hukum tersebut, juga berwenang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan

hukum tertentu.8 Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(Burgerlijk Wetboek) Pasal 1330 ayat (1) menentukan bahwa seseorang baru

dikatakan dewasa jika ia: telah berumur 21 tahun; telah menikah, termasuk mereka

yang belum berusia 21 tahun tetapi telah menikah.

Syarat ketiga adalah suatu hal tertentu. Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (Burgerlijk Wetboek) menjelaskan maksud hal tertuntu denganmemberikan

rumusan dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334. Pasal 1332 berbunyi sebagai

berikut:

“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi

pokok suatu perjanjian”

Pada dasarnya menegaskan bahwa yang dapat menjadi objek dalam

perikatan adalah kebendaan yang termasuk dalam lapangan harta kekayaan.

Pasal 1333 yang berbunyi sebagai berikut:

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok pernjanjian berupa suatu

kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi

halangan bahwa jumlah barang tidak tertentu, asal saja jumlah itu kemudian

dapat ditentukan atau dihitung”

Secara sepintas dengan rumusan “pokok-pokok perjanjian berupa barang

yang telah ditentukan jenisnya” tersebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

8

(22)

(Burgerlijk Wetboek) hanya menekankan pada perikatan untuk memberikan atau

menyerahkan sesuatu. Namun demikian rumusan tersebut hendak memberikan

penegasan bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan

sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu pasti melibatkan

keberadaan atua eksistensi dari suatu kebendaan tertentu.9

Pasal 1334 mengatur mengenai perjanjian yang melahirkan perikatan

bersyarat, yang berbunyi sebagai berikut:

“Kebendaan yang baru saja akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok

suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu

warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu

hal yang mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang

nantinya akan meninggalkan warisan yan gmenjadi pokok perjanjian itu;

dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal-Pasal 169, 176, dan 178.”

Maka kesimpulan yang didapat dari ketiga Pasal tersebut adalah, suatu hal

tertentu merupakan objek perjanjian harus berupa suatu hal atau suatu barang atau

benda yang dapat ditentukan jenisnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

objek dari penerbitan kartu kredit tidak dikategorikan barang tetapi “suatu hal”,

berupa jasa yang mana dalam konteks penerbitan kartu kredit adalah fasilitas kredit

dari pengguna kartu kredit berupa fasilitas pinjaman yang diberikan kepada

(23)

1335 sampai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk

Wetboek). Pasal 1335 yang berbunyi sebagai berikut:

“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab

palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”

Dijelaskan bahwa yang disebut sebab yang halal adalah:

− Bukan tanpa sebab;

− Bukan sebab yang palsu;

− Bukan sebab yang terlarang.

Pasal 1336 yang berbunyi:

“Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal,

ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, perjanjiannya

namun demikian adalah sah.”

Dari rumusan Pasal 1336 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(Burgerlijk Wetboek) di atas dapat dilihat bahwa pada dasarnya Undang-Undang

tidak pernah mempersoalkan apakah yang menjadi alasan atau dasar dibentuknya

suatu perjanjian tertentu, yang ada diantara para pihak. Mungkin saja perjanjian

dibuat berdasarkan alasan yang tidak mutlak sama antara kedua belah pihak yang

mengadakan perjanjian tersebut.11 Dengan membarasi rumusan mengenai sebab

yang halal menjadi sebab yang tidak terlarang, Pasal 1337 menyatakan bahwa:

“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.”

Dalam rumusan yang demikian pun sesungguhnya Undang-Undang tidak

11

(24)

memberikan batasan mengenai makna sebab yang tidak dilarang. Dan

Undang-Undang juga tidak menjelaskan bagaimana alasan atau sebab yang menjadi dasar

pembentukan suatu perjanjian dapat digali atau ditetapkan hingga benar bahwa

sebab itu adalah terlarang.12

Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang

berkembang, digolongkan ke dalam: dua unsur pokok yang menyangkut subjek

(pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan dua unsur pokok

lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif).

Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak

yang berjanji, dan kecakapan dari pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan

unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek

yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati

untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak terlarang atau

diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat

unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut

diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan jika terdapat

pelanggaran terhadap unsur subyektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak

terpenuhinya unsur obyektif dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari

pejanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.13

Terpenuhinya syarat-syarat sah perjanjian diatas maka pihak penerbit kartu

kredit dapat menerbitkan kartu kredit untuk calon pengguna kartu kredit.

12

Kartika Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit., h. 163 13

(25)

Pemakaian kartu kredit menunjukkan jumlah transaksi yang meningkat dalam

kegiatan transaksi perdagangan atau transaksi pembelian barang dan jasa di

Indonesia. Hal ini dapat dimungkinkan terjadinya masalah-masalah pada

penggunaan kartu kredit di antara para pihak yang terlibat. Adapun yang menjadi

kewajiban pemegang kartu kredit adalah membayarkan uang pangkal, uang

tahunan, biaya administrasi, bunga, dan denda kepada bank penerbit; mematuhi

batas maksimum pembayaran dengan menggunakan kartu kredit; menandatangani

bukti transaksi yang disodorkan oleh penjual; membayar kembali harga pembelian

sesuai dengan tagihan bank penerbit. Terjadinya masalah keterlambatan

pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau

yang biasa disebut juga tagihan kartu kredit macet. Kartu kredit yang macet akan

menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit dan bagi pihak bank yang

menerbitkan kartu kredit tersebut. Permasalahan yang timbul pun semakin

kompleks, karena kartu kredit tidak sama dengan kredit perbankan lainnya yang

memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan adanya unsur agunan, sehingga

dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan perhatian yang lebih. Dalam

prakteknya transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu kredit diberikan oleh

bank dengan sangat mudah bahkan tanpa melakukan studi lapangan atas kondisi

calon pengguna kartu kredit. Sehingga besar kemungkinannya melakukan

wanprestasi apabila tidak digunakan dengan bijak yang mana akan menimbulkan

masalah bagi pemegang kartu kredit. Kartu kredit yang mengalami masalah

disebabkan oleh tidak dipenuhinya kewajiban oleh pemegang kartu kredit, pihak

(26)

dari masalah tersebut. Atas dasar hal diatas yang mendorong penulis untuk menulis

skripsi dengan judul “PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT AKIBAT

PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PADA PT.

BANK MANDIRI (PERSERO) TBK CABANG SINGARAJA SEBAGAI BANK

PENERBIT”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah terurai sebelumnya, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap tagihan yang timbul akibat

tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang

Singaraja?

2. Bagaimana upaya penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar lebih terarahnya tulisan ini, sekiranya perlu diadakan pembatasan

terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk membatasi pembahasan agar tidak

ada penyimpangan dari permasalahan yang dikemukakan. Maka pokok

pembahasan disini adalah mengenai penyelesaian wanprestasi atau cidera janji

yang dilakukan nasabah sebagai pemegang kartu kredit dalam pembayaran tagihan

(27)

kartu kredit macet.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Penelitian yang saya dapat temukan sejenis adalah yang berjudul “Upaya

Penyelesaian Terhadap Pelanggaran Perjanjian Kartu kredit” penelitian tersebut

dibuat pada tahun 2013 dan pada pembahasannya hanya sebatas penelitian hukum

normatif yang mana hanya mengkaji dan menganalisis peraturan-peraturan tertulis.

Sedangkan penelitian saya selain mengkaji dan menganalisis peraturan-peraturan

tertulis juga menganalisis gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata

dalam hal ini saya melalukan penelitian langsung pada PT. Bank Mandiri (Persero)

Tbk. Cabang Singaraja. Selain itu penelitian saya juga mengkaji dan menganalisis

faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk. Cabang Singaraja.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah:

1) Untuk mengetahui dan mendalami ilmu hukum yang berkaitan dengan

masalah wanprestasi pemegang kartu kredit kepada bank penerbit.

2) Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan tentang hukum

(28)

kredit secara teori dan praktek yang dilaksanakan oleh pihak yang

terkait didalamnya.

b. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian ini secara khusus adalah :

1) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu

kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja.

2) Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana upaya penyelesaian

tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang

Singaraja.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu :

a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang jelas tentang

penyelesaian tagihan kartu kredit macet khususnya dalam bidang

hukum perbankan serta menambah wawasan pengetahuan Ilmu Hukum.

2) Dijadikan sumber informasi ilimiah guna melakukan pengkajian lebih

lanjut dan mendalam tentang penyelesaian tagihan kartu kredit macet,

terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul

(29)

b. Manfaat Praktis

1) Bagi kalangan praktisi dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan berharga dalam

melaksanakan tugas-tugas.

2) Bagi masyarakat luas diharapkan dengan hasil penelitian ini akan

memberikan kesadaran bahwa perjanjian antara pihak bank dan

pemegang kartu kredit harus dipenuhi dengan tepat waktu agar tidak ada

timbulnya masalah antar kedua belah pihak.

1.7 Landasan Teoritis

Perjanjian merupakan dasar hubungan hukum antara nasabah pemegang

kartu kredit dengan pihak bank penerbit. Setiap perjanjian secara hukum harus

memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Indonesia menganut asas kebebasan

berkontrak yang ditegaskan di dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Maka setiap perjanjian yang dibuat asal tidak

bertentangan dengan hukum kebiasaan yang berlaku maka perjanjian yang

dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan kartu kredit akan berlaku

sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut, dengan demikian pula, tentunya

perikatan dalam buku ketiga berlaku terhadap perjanjian-perjanjian yang berkenaan

dengan kartu kredit, secara mutualis-mutadis.14

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab

(30)

Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur secara jelas tentang penggunaan

kartu kredit, tetapi terdapat beberapa Undang-Undang yang memberikan landasan

bagi penerbitan dan pengoperasionalan kartu kredit yaitu Kepres No.61 Tahun 1988

tentang lembaga pembiayaan, Keputusan Mentri Keuangan

No.1251/KMK.013/1998 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga

pembiayaan, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan dari

Undang-Undang No.7 Tahun 1992, dan berbagai peraturan-peraturan lainnya.

Dalam bisnis transaksi kartu kredit baik penggunaan maupun

pengoperasionalan kartu kredit, biasanya terdapat dua pihak utama atau pokok yang

saling berkaitan. Penerbit kartu kredit (issuer) yaitu pihak yang membuat,

mengeluarkan, dan mengelola produk kartu plastik sebagai alat pembayaran, yang

berkewajiban memelihara dan memonitor segala aktivitas nomor rekening nasabah

tersebut. Biasanya berupa bank atau lembaga keuangan bukan bank (financial

institution) dan pengelola penggunaan kartu kredit. Pemegang kartu kredit

(cardholder) adalah nasabah atau pihak yang telah memenuhi semua persyaratan

yang telah dikategorikan sehingga berhak memegang dan menggunakan kartu

kredit tersebut sebagai alat pembayaran.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dihubungkan dengan 3 (tiga)

teori hukum yaitu yang pertama adalah teori efektivitas hukum yaitu untuk

mengetahui apakah hukum itu benar benar diterapkan atau dipatuhi oleh

masyarakat maka harus dipenuhi beberapa faktor yaitu, faktor hukumnya sendiri,

faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan

(31)

saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum itu, juga

merupakan tolak ukur dari efektivitas hukum. Menurut Soerjono Soekanto, efektif

adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat

dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum

mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia

sehingga menjadi perilaku hukum.15

Teori yang kedua adalah kepastian hukum yang dapat dilihat dari dua sudut,

yaitu kepastian dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena hukum. “Kepastian

dalam hukum” dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat

dirumuskan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian

tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda (multi-tafsir) yang akibatnya

akan membawa kepada ketidakpastian hukum dan logis dalam artian ia menjadi

suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau

menimbulkan konflik norma. Akibatnya akan membawa perilaku patuh atau tidak

patuh terhadap hukum. Sedangkan “kepastian karena hukum” dimaksudkan, bahwa

karena hukum itu sendirilah adanya kepastian. Kepastian hukum itu diwujudkan

oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat

umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak

bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata

untuk kepastian.

Teori yang ketiga adalah teori penyelesaian sengketa yang dapat dibagi

15

(32)

menjadi dua yaitu penyelesaian melalui badan peradilan (litigasi) dan penyelesaian

di luar badan peradilan (non-litigasi). Penyelesaian sengketa secara litigasi

dilakukan melalui badan peradilan. Dapat dikatakan penyelesaian sengketa melalui

litigasi ini sebagai penyelesaian sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk

menyelesaikan sengketa dengan perantara badan peradilan. Penyelesaian sengketa

melalui litigasi tentu harus mengikuti persyaratan-persyaratan dan

prosedur-prosedur formal di badan peradilan dan sebagai akibatnya jangka waktu untuk

menyelesaikan suatu sengketa menjadi lebih lama.16 Penyelesaian di luar badan

peradilan (non-litigasi) yang telah diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30

Tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa. Oleh sebab itu penyelesaian sengketa di luar badan peradilan dibagi

menjadi dua yaitu arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa. Arbitrase

merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar badan peradilan, dimana

para pihak yang bersengketa mengangkat pihak ketiga (arbiter) untuk

menyelesaikan sengketa mereka. Yang mana keberadaan arbriter harus melalui

persetujuan bersama dari para pihak yang bersengketa. Persetujuan bersama

menjadi penting bagi arbiter, karena keberadaannya berkait erat dengan peran

arbiter dalam memberikan keputusan akhir.17

Alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal di Indonesia pada saat ini

adalah negosiasi, mediasi, konsilisasi. Negosiasi adalah salah satu strategi

16

Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar

Pengadilan, Visi Media, Jakarta, h. 9

17

Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat,

(33)

penyelesaian sengketa yang paling sederhana dan murah, dimana para pihak

sepakat untuk menyelesaikan permasalahan mereka melalui proses musyawarah

atau perundingan. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena para pihak atau

wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan sengketa mereka. Para pihak terlibat

secara langsung dalam dialog dan prosesnya.18 Tetapi kenyataannya, sering juga

pihak-pihak yang bersengketa mengalami kegagalan dalam bernegosiasi karena

tidak menguasai teknik bernegosiasi dengan baik. Mediasi adalah salah satu bentuk

dari alternatif penyelesaian sengketa di luar badan peradilan. Dijelaskan pada

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006, maka apabila terjadi sengketa

antara nasabah dengan bank, maka penyelesaian atas sengketa tersebut dapat

diselesaikan dengan melalui mediasi. Pasal 1 Angka (5) mendefinisikan mediasi

adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu

para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk

kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang

disengketakan. Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Konsiliasi pada

dasarnya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan mediasi, hanya saja

peran konsiliator lebih aktif daripada mediator. Mediator berubah fungsi menjadi

konsiliator. Konsiliator berwenang menyusun dan merumuskan penyelesaian untuk

ditawarkan kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat

konsiliator menjadi resolusi. Kesepakatan ini juga bersifat final dan mengikat para

pihak.

Dalam hal perjanjian kartu kredit, pemegang kartu kredit sangat besar

18

(34)

kemungkinannya melakukan wanprestasi apabila tidak digunakan dengan bijak

yang mana akan menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit. Oleh karena

itu dalam hal ini, wanprestasi sangat mungkin sehubungan dengan keterbatasan

dana pemegang kartu kredit. Yang mana masalah tersebut adalah keterlambatan

pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau

yang biasa disebut juga tagihan kartu kredit macet.

1.8 Metode Penelitian

Penulisan suatu karya tulis dalam hal ini skripsi, salah satu komponen yang

menentukan bermutu tidaknya sebuah tulisan adalah metode dalam pencarian

data-data yang menjadi bahan dasar dan tulisan ilmiah itu.

Istilah “Metedologi” berasal dari kata metode yang berarti “jalan ke”.

Metode penelitian adalah suatu tulisan atau karangan mengenai penelitian disebut

ilmiah dan dipercaya kebenarannya apabila pokok-pokok pikiran yang

dikemukakan disimpulkan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan

pembuktian yang meyakinkan, oleh karena itu dilakukan dengan cara yang obyektif

dan telah melalui berbagai tes dan pengujian.19 Namun demikian, menurut

kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan, yaitu:

1) Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.

2) Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.

3) Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.20

19 Winarno Surakhmad, 1990, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik, Tarsito, Bandung, h. 26

(35)

Dengan mengacu pada uraian diatas, metode penelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Jenis Penelitian

Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yang

maksudnya penelitian hukum dilakukan dengan pengamatan secara langsung di

lapangan, kemudian hasil pengamatan di lapangan tersebut dikonfirmasi/

dibandingkan dengan teori yang dianut untuk bidang yang diamati itu.21 Definisi

lain diberikan oleh Ronny Hanitijo yang menyatakan bahwa yuridis empiris

merupakan suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan – peraturan tertulis

untuk kemudian dilihat bagaimana implementasinya di lapangan.22

Penelitian hukum dilakukan dengan memakai dasar-dasar teori hukum dan

mencocokkan dengan keadaan nyata di dalam praktek hukum yang lazim dilakukan

oleh para pelaku hukum. Penelitian yang didasarkan kepada teori-teori hukum,

peraturan perundang-undangan dan kemudian dihubungkan dengan penerapannya

dengan praktek penerapan hukum.

b. Jenis Pendekatan

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis

pendekatan Perundang–undangan (The Statue Approach), Pendekatan Fakta (The

Fact Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual

Approach). Permasalahan penelitian dikaji dengan uraian yang argumentatif

21 Winarno Surakhmad, 1970, Dasar-Dasar Teknik Research: Pengantar

Penyelidikan Ilmiah, Transito, Bandung, h. 5

(36)

berdasarkan perundang-undangan dan fakta yang ada di lapangan.

c. Data dan Sumber Data

Pada penelitian hukum yuridis empiris sumber data yang diperlukan bersifat

data sekunder dan data primer. Data primer bersumber dari penelitian lapangan

yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari

responden maupun informan. Sedangkan data sekunder bersumber dari penelitian

kepustakaa. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah:

1) Data Primer didapatkan melalui penelitian langsung yang dilakukan

pada obyek yang akan diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan

diperoleh dari sumber pertama. Dalam penelitian ini data diperoleh dari

PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja.

2) Data sekunder diperoleh dari membaca buku literatur hukum, peraturan

perundang-undangan, surat kabar, majalah-majalah hukum, yang

memiliki kaitan erat dengan penelitian ini.

d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian skripsi ini adalah:

1) Teknik Wawancara

Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data dengan jalan tanya

jawab yang bersifat sepihak, yang dilakukan secara sistematis didasarkan pada

tujuan research.23 Wawancara dilakukan terhadap sumber informasi yang telah

ditentukan sebelumnya dengan berdasarkan pada pedoman wawancara sehingga

(37)

diharapkan dapat memberikan gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan

kartu kredit macet dan penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk. Cabang Singaraja.

2) Teknik Studi Dokumen

Membaca, memahami, mencatat, mengutip penjelasan data yang didasarkan

pada peraturan perundang – undangan, teori dan konsep dimana dengan metode ini

diharapkan akan memperoleh jawaban mengenai pokok permasalahan yaitu sejauh

mana faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet dan

penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Cabang Singaraja.

e. Teknik Analisis

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data

dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema. Setelah data

dan informasi dapat dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisa. Pengolahan dan

analisa ini dilakukan secara kualitatif. Peraturan-peraturan dan literatur-literatur

mengenai penyelesaian tagihan kartu kredit macet dipadukan dengan data dari

informan di lapangan dianalisis secara kualitatif, dicari pemecahannya, dan

(38)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KARTU KREDIT

DAN WANPRESTASI CARDHOLDER

2.1. Kartu Kredit

2.1.1. Pengertian, Unsur, dan Pengaturan Kartu Kredit

Keseragaman tentang pengertian kartu kredit dari para ahli sampai saat ini

belum ada. Namun, apabila dilihat dari asal katanya, credit card terdiri dari dua

kata yaitu credit yang berasal dari bahasa Yunani “credere” yang mempunyai arti

kepercayaan, dan kata card yang mempunyai arti kartu atau pengenal, jadi credit

card bila diartikan menjadi kartu kredit.

Menurut Munir Fuady kartu kredit adalah:

Suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisikan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau barang yang dibeli di tempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel, restoran, penjualan tiket pengangkutan, dan lain-lain.24

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud kartu kredit

adalah “kartu kecil yang dikeluarkan oleh bank yang menjamin pemegangnya untuk

dapat berbelanja tanpa membayar kontan dan pengeluaran belanja itu akan

diperhitungkan dalam rekening pemilik kartu di bank tersebut.”25 Menurut Black’s

24

Munir Fuady, 2004, Hukum Tentang Pembiayaan (dalam Teori dan Praktek), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 172.

25

(39)

Law Dictionary “credit card is any card, plate, or other like credit device existing

for the purpose of obtaining money, property, labor or services on credit. The term

does not include a note, check, draft, money or other like negotiable instrument.”26

Menurut Suryohadibroto dan Prakoso, “Kartu Kredit adalah alat pembayaran

sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen

untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada

tempat-tempat yang menerima kartu kredit (merchant) atau bisa digunakan konsumen

untuk menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya.”27 Adapun menurut

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, “Kartu Kredit adalah alat pembayaran

melalui jasa bank/ perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/jasa,

atau alat untuk menarik uang tunai dari bank/ perusahaan pembiayaan.”28

Unsur-unsur dari pengertian kartu kredit menurut Abdulkadir Muhammad

dan Rilda Murniati adalah:

a. Subjek kartu kredit, adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi

penggunaan kartu kredit, terdiri dari pemegang kartu kredit sebagai

pembeli, pengusaha dagang (merchant) sebagai penjual, dan bank/

perusahaan pembiayaan sebagai penerbit (issuer);

b. Objek kartu kredit, adalah barang/ jasa yang diperdagangkan oleh

pengusaha dagang sebagai penjual, harga yang dibayar oleh pemegang kartu

kredit, dan dokumen jual beli yang terbit dari transaksi jual beli;

26

Bryan A Garner, 1999, Black’s Law Dictionary 7th Edition, Minn: West Group, St.Paul, h. 375

27

Hermansyah, 2007, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, h. 21

28

(40)

c. Peristiwa kartu kredit, adalah perbuatan hukum yang menciptakan

perjanjian penerbitan kartu kredit antara pemegang kartu kredit dengan

penerbit, dan perjanjian penggunaan kartu kredit antara pemegang kartu

kredit sebagai pembeli, pengusaha dagang sebagai penjual, serta Penerbit

Kartu kredit;

d. Hubungan kartu kredit. Dalam perjanjian kartu kredit timbul hubungan hak

dan kewajiban. Pemegang kartu kredit wajib menyetorkan dana kepada

penerbit, dan penerbit wajib menerbitkan dan menyerahkan kartu kredit

kepada pemegang kartu kredit. Dalam perjanjian penggunaan kartu kredit,

pemegang kartu kredit wajib membayar harga barang/ jasa kepada penjual

dengan cara menunjukkan kartu kredit dan menandatangani tanda lunas

pembayaran, penjual wajib menyerahkan barang/ jasa kepada pemegang

kartu kredit sebagai pembeli, dan penerbit wajib membayar kepada penjual

yang menyodorkan tanda lunas pembayaran yang ditandatangani oleh

pemegang kartu kredit;

e. Jaminan kartu kredit. Jaminan (security) bagi penerbit didasarkan pada

perjanjian penerbitan kartu kredit. Pemegang kartu kredit adalah orang yang

dapat dipercaya oleh penerbit dan wajib mematuhi ketentuan dan

persyaratan perjanjian yang telah ditetapkan oleh penerbit. Sesuai dengan

perjanjian, secara berkala pemegang kartu kredit membayar tagihan yang

(41)

jaminan bagi penerbit untuk membayar harga barang/jasa yang ditagih oleh

penjual.29

Menurut Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 :

Kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih

dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk

melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan

secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara

angsuran.

Berdasarkan rumusan-rumusan pengertian kartu kredit di atas dapat

disimpulkan kartu kredit adalah berupa sebuah kartu kecil yang biasanya terbuat

dari plastik sebagai alat pembayaran non tunai yang dikeluarkan oleh bank/

perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/ jasa, atau alat untuk

menarik uang tunai dari bank/ perusahaan. Di atas kartu tersebut dicetak nama,

nomor keanggotaan dan contoh tanda tangan pemegang kartu kredit. Penerbit kartu

mempunyai kewajiban untuk melunasi terlebih dahulu untuk pemegang kartu

kredit, lalu penerbit kartu mempunyai hak untuk menagih atas pembayaran yang

telah dilakukan kepada pemegang kartu kredit disertai dengan biaya-biaya lainnya,

seperti bunga, biaya tahunan, denda, dan lain-lain.

Jadi kartu kredit merupakan alat pembayaran untuk mempermudah

melakukan suatu transaksi, bukan untuk menghapus pembayaran dengan

menggunakan uang tunai. Oleh karena itu untuk dapat menerbitkan kartu kredit

penerbit memberikan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh calon

29

(42)

pemegang kartu kredit, agar tidak mengalami kesulitan dalam melakukan

pembayaran cicilan.

Berdasarkan pengertian serta hubungan hukum yang terjadi dalam

penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagaimana di atas, maka dapat

dinyatakan bahwa dalam pengertian kartu kredit terkandung beberapa unsur serta

mempunyai tujuan tertentu. Dahlan Siamat telah memperinci tujuan dari kartu

kredit sebagai berikut.

a. Menerima sebanyak-banyaknya nasabah yang memiliki kelayakan usaha.

b. Menerima pengusaha dagang (merchant) yang dapat dipercaya.

c. Merangsang penggunaan maksimum fasilitas credit line.

d. Membatasi dan mengurangi pitagihan bermasalah dan penyelewengan.

e. Memaksimalkan nilai rata-rata setiap transaksi kartu kredit, sehingga

mengurangi jumlah voucher yang nilainya kecil. 30

Sejarah perkembangan pengaturan kartu kredit sebagai lembaga bisnis

pembiayaan di Indonesia dimulai pada tahun 1988, yaitu dengan dikeluarkannya

Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan

Keputusan Mentri Keuangan No. 1251/ KMK. 013/ 1988 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Abdulkadir Muhammad dan Rilda

Murniati berpendapat bahwa kartu kredit sebagai salah satu bentuk bisnis

pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian maupun

perundang-undangan.31 Perjanjian adalah sumber hukum utama kartu kredit dari

30

Ibid 31

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, 2000, Segi Hukum Lembaga

(43)

segi perdata, sedangkan perundang-undangan adalah sumber hukum utama kartu

kredit dari segi publik.

a. Segi Hukum Perdata

Ada 2 (dua) sumber hukum perdata yang menjadi dasar hukum untuk

kegiatan pembiayaan kartu kredit, yaitu asas kebebasan berkontrak dan

perundang-undangan di bidang hukum perdata.

1) Asas Kebebasan Berkontrak

Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan kartu kredit

selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar

kepastian hukum (legal certainty). Dalam hubungan kartu kredit terdapat 2 (dua)

perjanjian, yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit dan perjanjian penggunaan kartu

kredit. Kedua perjanjian ini merupakan dokumen hukum utama (main legal

document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana

ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat

secara sah maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak, yaitu bank/

perusahaan pembiayaan, pemegang kartu kredit, dan perusahaan dagang (Pasal

1338 ayat (1) KUH Perdata). Konsekuensi yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut

harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan

secara sepihak (unilateral unvoidable). Perjanjian penerbitan kartu kredit dan

perjanjian penggunaan kartu kredit tersebut berfungsi sebagai dokumen bukti yang

sah bagi bank/ perusahaan pembiayaan, pemegang kartu kredit, dan perusahaan

(44)

2) Undang-Undang di Bidang Hukum Perdata

Perjanjian kartu kredit merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang

tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata. Sumber hukum utama kartu kredit

adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli

bersyarat yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Kedua sumber hukum utama

tersebut dibahas dalam konteksnya dengan kartu kredit.

− Perjanjian pinjam pakai habis

Perjanjian kartu kredit yang terjadi antara bank/ perusahaan

pembiayaan dan pemegang kartu kredit digolongkan ke dalam “perjanjian

pinjam pakai habis” yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata.

Pasal perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah

barang habis pakai kepada peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan

mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah

dan keadaan yang sama. Ketentuan pasal-pasal tersebut berlaku terhadap

dan sejauh relevan dengan perjanjian penerbitan kartu kredit, kecuali

apabila dalam perjanjian diatur secara khusus menyimpang.

− Perjanjian jual beli bersyarat

Perjanjian penggunaan kartu kredit adalah perjanjian yang terjadi

antara pemegang kartu kredit sebagai pembeli, perusahaan dagang sebagai

penjual, dan bank/ perusahaan pembiayaan sebagai penerbit dan pembayar.

Perjanjian ini merupakan perjanjian accessoir dari perjanjian penerbitan

kartu kredit sebagai pokok. Perjanjian ini digolongkan ke dalam perjanjian

(45)

pelaksanaan pembayaran digantungkan pada syarat yang disepakati dalam

perjanjian pokok, yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit. Menurut Pasal

1513 KUH Perdata bahwa pembeli wajib membayar harga pembelian pada

waktu dan di tempat yang ditetapkan menurut perjanjian.32

b. Segi Hukum Publik

Sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa pembiayaan, kartu kredit

banyak menyangkut kepentingan publik terutama yang bersifat administratif. Oleh

karena itu, perundang-undangan yang bersifat publik yang relevan berlaku pula

pada usaha kartu kredit. Perundang-undangan tersebut terdiri atas undang-undang,

keputusan presiden, dan keputusan menteri.

1) Undang-Undang di Bidang Hukum Publik

Berbagai undang-undang di bidang administrasi negara yang menjadi

sumber hukum utama kartu kredit adalah sebagai berikut

− Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan

dan peraturan pelaksanaannya.

− Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, Undang-Undang No. 7 Tahun

1991, Undang-Undang No. 8 Tahun 1991 dan peraturan

pelaksanaannya, semua tentang perpajakan.

− Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan

peraturan pelaksanaannya.

− Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No. 10 Tahun

1998 tentang Perbankan.

32

(46)

2) Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan

Peraturan tentang lembaga pembiayaan yang mengatur pembiayaan

konsumen antara lain adalah:

− Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga

Pembiayaan.

− Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/ KMK. 013/ 1988 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang

kemudian diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri

Keuangan No. 468 Tahun 1995.

− Keputusan Menteri Keuangan No. 448/ KMK.017/ 2000

sebagaimana telah diubah dengan KMK Nomor 172/ KMK.06/ 2002

tentang Perusahaan Pembiayaan.

2.1.2 Jenis – Jenis Kartu Kredit

Sebagai dampak dari marketing yang sangat kompetitif ditambah dengan

kreativitas penjual jasa kartu kredit, saat ini ada banyak jenis kartu kredit yang bisa

dipilih untuk digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Kartu kredit dapat

diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu berdasarkan fungsinya dan

berdasarkan wilayah berlakunya.

1. Berdasarkan Fungsinya.

Menurut fungsinya, kartu kredit dapat dibedakan menjadi 5 (lima) macam,

yaitu credit card, charge card, debit card, cash card, dan check guarantee card.

(47)

Credit Card adalah jenis kartu kredit yang dapat digunakan sebagai alat

pembayaran transaksi jual beli barang/ jasa. Pembayaran oleh pemegang kartu

kredit kepada penerbit dapat dilakukan sekaligus atau dengan cicilan sejumlah

minimum tertentu. Apabila dengan cicilan, jumlah cicilan tersebut dihitung dari

nilai saldo tagihan ditambah bunga bulanan, jadi mirip dengan mencicil kredit pada

bank. Tagihan bulan yang lalu termasuk bunga (retail interest) adalah pokok

pinjaman bulan berikutnya.

b. Charge Card

Charge Card adalah jenis kartu kredit yang dapat digunakan sebagai alat

pembayaran transaksi jual beli barang/jasa. Pemegang kartu kredit harus membayar

seluruh tagihan secara penuh pada akhir bulan atau bulan berikutnya dengan atau

tanpa beban biaya tambahan. Oleh karena itu, kartu kredit ini disebut juga kartu

pembayaran penuh pada tanggal jatuh tempo yang memiliki sifat penundaan

pembayaran. Jika tidak terbayar penuh, pemegang kartu kredit akan dikenakan

denda (charge).

c. Debit Card

Debit card merupakan kartu kredit yang pembayaran atas penagihan

nasabah dilakukan dengan pendebitan secara langsung atas saldo rekening yang ada

di Bank dimana pada saat melakukan transaksi. Mekanisme pembayaran debit card

dilakukan dengan cara pemegang kartu menyerahkan kartu debitnya pada kasir di

counter penjualan. Kemudian dengan menggunakan alat elektronik yang on line

dengan Bank, saldo rekening pemegang kartu akan didebit sebesar nilai transaksi

(48)

untuk menarik uang tunai melalui meja kasir bank (bank counter) maupun melalui

Mesin Kas Otomatis (ATM) dan berfungsi sebagai cash card. 33

d. Cash Card

Cash card adalah jenis kartu kredit yang sangat berbeda dengan credit card

dan charge card dan sebenarnya bukan kartu kredit melainkan kartu tunai yang

terbuat dari plastik. Cash card adalah kartu yang digunakan oleh pemegang kartu

kredit untuk menarik uang tunai, baik langsung melalui kasir bank maupun melalui

Mesin Kas Otomatis (ATM) Bank tertentu yang tersebar di tempat strategis seperti

di supermarket, hotel, perkantoran. Disamping pelayanan penarikan uang tunai,

cash card melalui Mesin Kas Otomatis (ATM), dapat pula meminta informasi saldo

rekening, lengkap dengan tanggal dan nomor yang dapat dilihat langsung melalui

layar monitor, kemudian print out sebagai bukti. Selain itu, pemegang kartu kredit

dapat pula melakukan transfer antar rekening electronic funds transfer (EFT).34

Cash card mempunyai pelayanan yang cepat, praktis dan aman dan

berfungsi sama seperti debit card yaitu menjadi alat pembayaran dalam transaksi

jual beli barang/jasa secara tunai tanpa menggunakan uang tunai, melainkan dengan

cara mendebet (mengurangi) secara langsung saldo rekening simpanan pemegang

kartu kredit dan pada waktu yang sama mengkredit (menambah) rekening penjual

pada bank penerbit sejumlah nilai transaksi.35

33

Johannes Ibrahim, 2004, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan

Kejahatan, Refika Aditama, Bandung, h. 15

34

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit, h. 274 35

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), juga merupakan suatu kemajuan penting terutama dalam bidang hukum perdata yang

Univerza v Ljubljani, Biotehniška fakulteta, Oddelek za gozdarstvo in obnovljive gozdne vire 2011 ZASNOVA POSKUSA REDČENJ BUKOVIH DROGOVNJAKOV V RAZISKOVALNEM OBJEKTU PIŠECE..

Admin mendata ruang Adanya pergantian tahun ajaran dan memasuki tahun ajaran baru Wakil kepala sekolah , Kepala sekolah Mendata ruang Data ruangan Kepala

Contoh: untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap materi tertentu, alat evaluasi yang berbentuk isian (objektif), setelah dianalisis dan dibandingkan ternyata lebih baik

Waktu Standar adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan yang dilakukan menurut metode kerja dan kecepatan normal dengan pertimbangan

Namun begitu, terdapat banyak responden tidak terlibat dalam program kerajaan disebabkan oleh masalah pihak kerajaan. Antaranya termasuklah, 1) kekurangan kemahiran

Penambahan alfa-tokoferol dalam pengencer susu skim - kuning telur terhadap kualitas spermatozoa domba Sapudi yang disimpan pada suhu 5°C.. Addition of alpha-tocopherol in

Mereka tidak khawatir kebiasaannya ini akan mengganggu pendidikan mereka, karena yang mengenalkan mereka pada minuman beralkohol juga kebanyakan masih sekolah dan