i
PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT
AKIBAT PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK
MEMENUHI KEWAJIBAN PADA
PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK)
SEBAGAI BANK PENERBIT
DINA OKTARINA NIM. 120 300 5124
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK)
SEBAGAI BANK PENERBIT
Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana
DINA OKTARINA NIM. 120 300 5124
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
iii
SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 31 MARET 2016
Pembimbing I
Dr. I Ketut Westra, SH.,MH
NIP. 19580917 198601 1 002
Pembimbing II
Ni Putu Purwanti, SH.,MH
Panitia Penguji Skrispi
Berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Nomor : 162/UN.14.1.11/PP.05.02/2016
Ketua : Dr. I Ketut Westra, SH., MH
NIP. 19580917 198601 1 002
Sekretaris : Ni Putu Purwanti, SH., MH
NIP. 19610422 198601 2 001
Anggota :
1. Ida Bagus Putra Atmaja, SH., MH
NIP. 19541232 198303 1 018 (………..)
2. Ida Bagus Putu Sutama, SH., M. Si
NIP. 19570613 198610 1 005 (………..)
3. A.A.Gde Agung Darma Kusuma, SH., MH
v
rahmat dan karunia-Nya skripsi yang berjudul PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT AKIBAT PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PADA PT. BANK MANDIRI PERSERO (TBK) SEBAGAI BANK PENERBIT, dapat diselesaikan sebagai tugas akhir mahasiswa sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan secara moril maupun materiil oleh semua pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H.,M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.
2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H.,M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.
3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H.,M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.
4. Bapak I Wayan Suardana, S.H.,M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.
vi
memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
7. Ibu Ni Putu Purwanti, SH.,MH, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, semangat, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.
8. Dewan Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji skripsi ini.
9. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu dan wawasan selama kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.
10. Bapak dan Ibu Staff Laboratorium, perpustakaan, dan tata usaha yang telah memberikan bantuan selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 11. Kepada keluarga penulis yang senantiasa memberi dukungan, terimakasih atas
doa dan semangat selama penulisan skripsi ini.
vii
sangat penulis harapkan, agar skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.
Denpasar, Maret 2016
viii
Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.
Denpasar, Maret 2016 Yang menyatakan,
ix
HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv
KATA PENGANTAR ... v
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
ABSTRAK ... xii
ABSTRACT ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 13
1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 13
1.4 Orisinalitas Penelitian ... 14
1.5 Tujuan Penelitian ... 14
a. Tujuan Umum ... 14
b. Tujuan Khusus ... 15
1.6 Manfaat Penelitian ... 15
a. Manfaat Teoritis ... 15
b. Manfaat Praktis ... 15
1.7 Landasan Teoritis ... 16
1.8 Metode Penelitian ... 21
x
e. Teknik Analisis ... 24
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KARTU KREDIT DAN WANPRESTASI CARDHOLDER 2.1 Kartu Kredit ... 25
2.1.1 Pengertian, Unsur, dan Pengaturan Kartu Kredit ... 25
2.1.2 Jenis – Jenis Kartu Kredit ... 29
2.1.3 Perjanjian Penerbitan Kartu Kredit ... 33
2.1.4 Proserdur Penerbitan Kartu Kredit ... 41
2.1.5 Pihak-Pihak yang Terkait dalam Penerbitan dan Penggunaan Kartu Kredit ... 43
2.2 Wanprestasi Cardholder dalam Penggunaan Kartu Kredit ... 48
2.2.1 Pengertian, Dasar Hukum dan Bentuk-Bentuk Wanprestasi ... 48
2.2.2 Wanprestasi Cardholder dalam penggunaan Kartu Kredit ... 51
BAB III TAGIHAN KARTU KREDIT MACET DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA 3.1 TagihanKartu Kredit Macet ... 53
3.2 Tagihan Kartu Kredit Macet Pada PT. Bank Mandiri Persero (tbk) Cabang Singaraja ... 55
3.3 Faktor-Faktor Penyebab Kartu Kredit Macet ... 56
3.3.1 Faktor yang Berasal dari Cardholder (Nasabah) ... 58
xi
BAB IV PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT MACET OLEH PT.
BANK MANDIRI (PERSERO) TBK
4.1 Penagihan Tagihan Kartu Kredit (Collection) oleh Bank ... 64
4.2 Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Pengadilan ... 68
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ... 72
5.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
pembayaran yang sangat cepat dan maju membuat transaksi menggunakan uang kurang efisien sebagai alat pembayaran. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan terjadinya perubahan gaya hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Yang mana untuk tahap berikutnya diciptakanlah cara transaksi lain dengan mempergunakan uang sebagai alat tukar yaitu kartu kredit. Saat ini pemakaian kartu kredit sebagai alat pembayaran tunai sudah semakin luas oleh masyarakat Indonesia karena masyarakat merasakan manfaat kartu kredit yaitu kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Namun dalam
pelaksanaannya dapat dimungkinkan terjadinya masalah-masalah pada
penggunaan kartu kredit di antara para pihak yang terlibat. Terjadinya masalah keterlambatan pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau yang biasa disebut juga kartu kredit macet. Kartu kredit yang macet akan menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit dan bagi pihak bank yang menerbitkan kartu kredit tersebut.
Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris yang mana permasalahan penelitian dikaji dengan uraian yang argumentatif berdasarkan perundang-undangan dan fakta yang ada di lapangan, mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu segi perundang-undangan, fakta, dan analisis konsep hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan sekunder dengan teknik pengumpulan data dengan pedoman pertanyaan (interview) dan teknis analisis dengan metode kualitatif.
Dari pembahasan didapat hasil bahwa: faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri cabang Singaraja terdiri dari 3 (tiga) faktor yaitu: a) Faktor yang berasal dari cardholder (nasabah), nasabah menyalahgunakan kartu kredit, nasabah beritikad tidak baik; b) Faktor yang berasal dari issuer (Bank), kualitas pejabat bank yang buruk, persaingan antar bank, pengawasan bank yang kurang; c) Faktor yang berasal dari eksteren (luar), kegagalan usaha cardholder, musibah terhadap cardholder. Upaya penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri cabang Singaraja selaku penerbit kartu kredit adalah dengan melakukan penagihan tagihan kartu kredit melalui telepon, mengirimkan surat teguran, langsung ke tempat tinggal pemegang kartu kredit. Yang mana proses penagihan tersebut adalah dengan supervising (pelayanan), location (lokasi), contacting (komunikasi langsung), solving (memberi jalan keluar), collection agency (menggunakan jasa pihak ketiga). Apabila upaya-upaya tersebut sudah dilakukan oleh pihak bank namun nasabah tetap tidak memenuhi kewajibannya, maka pihak bank dapat melakukan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan yang mana melalui putusan pengadilan bank dapat melakukan eksekusi barang jaminan cardholder.
xiii
very fast and advanced making transactions using cash less efficient as a medium of payment. Development of science and technology involve in lifestyle changes in social life. Which were created the way for the next phase of another transaction with the use of money as a medium of exchange that is a credit card. Currently the use of credit cards as medium of payment in cash is increasingly widespread by the people of Indonesia because people feel the benefits of a credit card is cardholders and the bank that issued the credit card.
This research is empirical juridical law which research problems studied by the description argumentative by law and the facts on the ground, assessing the written laws of the various aspects, namely in terms of legislation, facts and analysis of legal concepts. Legal materials used in this research is the primary legal materials and secondary data collection techniques with guided questions (interview) and technical analysis with qualitative methods.
From the discussion, obtained results indicate that the factors that lead to jammed credit card at PT. Bank Mandiri branches of Singaraja consists of 3 (three) factors: a) Factors originating from the cardholder (customer), customer will be abusing credit cards, customer bad faith; b) Factors originating from issuers (Bank), poor quality of bank officials, competition among banks, bank supervision were lacking; c) factors derived from external (outside), the failure of the cardholder's business, disaster against the cardholder. Efforts jammed credit card bill settlement in PT. Bank Mandiri branches of Singaraja as credit card issuers are doing bill collection credit card over the phone, send a warning letter, directly to the residence of the credit cardholder. Which billing process is by supervising (services), location (location), contacting (direct communication), solving (a way out), collection agency (using the services of a third party). If such efforts have been made by the bank, but the customer still does not meet its obligations, then the banks can settle the dispute through the courts where a court ruling bank to execute the collateral of the cardholder.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan alat pembayaran sangat cepat dan maju. Pada zaman dahulu
dikenal suatu sistem pembayaran yang disebut sistem barter (pertukaran). Baik
antara barang dengan barang maupun barang dengan jasa atau sebaliknya. Namun
akhirnya cara bertransaksi dengan sistem ini mengalami jalan buntu karena tidak
ada kepastian tentang standar dalam sistem barter, dan untuk itu diperlukan
kepastian nilai tukar dengan menciptakan satuan nilai tukar yang disebut uang.
Untuk tahap berikutnya diciptakanlah cara transaksi lain dengan
mempergunakan uang sebagai alat tukar yaitu kartu kredit. Saat ini, uang masih
menjadi salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat khususnya
transaksi dalam jumlah yang kecil. Namun penggunaan uang mempunyai kendala
dalam efisiensi waktu pembayaran serta ketidakpraktisan mobilitas uang dalam
jumlah yang besar. Selain itu mempergunakan uang untuk keperluan transaksi
dalam jumlah besar, dalam segi keamanan berisiko tinggi untuk pembawa uang dari
perbuatan orang-orang jahat, seperti pencurian, perampokan, dan pemalsuan uang.
Mengingat semakin besar kualitas maupun kuantitas tindak kriminal pada zaman
sekarang. Akibatnya, kegiatan penggunaan uang tunai sebagai alat pembayaran
mulai berkurang. Diperlukan alternatif penggunaan alat tukar yang praktis, efisien
dan aman.
terjadinya perubahan gaya hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Teknologi telah
mampu mengubah pola pikir masyarakat dan ditemukanlah cara baru untuk
mengadakan transaksi dengan banyak kelebihan yang dimilikinya. Menurut Dahlan
Siamat keuntungan-keuntungan yang didapat pemegang kartu kredit dari
penggunaan kartu kredit adalah, lebih aman dan praktis, karena tidak perlu
membawa uang tunai dalam jumlah besar; keluasan, karena kartu kredit telah
diterima sebagai alat pembayaran di seluruh kota di seluruh dunia; sistem
pembayaran yang fleksibel; pembayaran atas tagihan dapat diangsur (credit card)
atau beberapa waktu (charge card); program merchandising, yaitu kesempatan
membeli barang-barang dengan mengangsur tanpa bunga; bantuan-bantuan
perjalanan terutama ke luar negeri, misalnya referensi, dokter, rumah sakit, dan
bantuan hukum; purchase protection plan, yaitu asuransi perlindungan pembelian
barang yang diberikan secara otomatis.1 Dengan segala kelebihan tersebut cara-cara
transaksi pembayaran konvensional kini mulai ditinggalkan dan masyarakat
menggantikannya dengan cara-cara yang lebih praktis dan lebih efisien yaitu salah
satunya adalah kartu kredit. Yang mana kartu kredit saat ini adalah salah satu
kebutuhan masyarakat modern sebagai alat pembayaran tunai. Kartu kredit
merupakan sejenis kartu yang dibuat dari plastik dengan ukuran standar tertentu
dan berisikan data nomor kartu kredit yang terekam dalam magnetic stripe pada
bagian belakang kartu. Pada bagian depan kartu terdapat nama dan nomor
pemegang kartu kredit yang dicetak timbul, juga terdapat tanggal masa berlaku
1
kartu kredit tersebut. Nomor pemegang kartu kredit biasanya terdiri dari 12-16 digit
dan unik untuk setiap bank dan pemegang kartu kredit. 2
Cikal bakal kartu kredit berawal dari Diners Club. Di tahun 1949 seorang
pengusaha bernama Frank McNamara secara tidak sengaja ketinggalan dompet
setelah acara makan malam di sebuah restoran terkenal. Saat tagihan datang, Frank
McNamara baru sadar bahwa dompetnya tertinggal. Akibat kejadian ini Frank
McNamara mulai mencari solusi pengganti uang tunai atau dompet yang sering
tertinggal. Tahun 1950, Frank McNamara dengan rekannya Ralph Schneider
kembali ke restoran tersebut dan menggunakan sebuah kartu pembayaran yang
unik. Yang mana ini adalah cikal bakal kartu kredit yang dikenal hingga saat ini.
Bermula dari Diners Club yang saat itu adalah jenis kartu "charge card". 3
Kartu "charge" adalah kartu kredit dalam arti konsumen bisa menunda
pembayaran pada saat bertransaksi atau berbelanja di toko. Pihak Bank yang akan
membayar terlebih dulu kepada toko. Jumlah pengeluaran tidak dibatasi dan di
bulan berikutnya bank yang menagih ke konsumen dan konsumen wajib membayar
penuh (full). Sejak saat itu (1951) penggunaan kartu Diners Club begitu terkenal di
Amerika dan pada tahun yang bersamaan ditemukanlah bahan pembuat kartu
dengan bahan dasar plastik yang membuatnya semakin terkenal. Sebab waktu dulu
kartu masih menggunakan bahan dasar kertas. Sedikit berbeda dengan kartu kredit
yang kita kenal sekarang. Dana yang bisa pemegang kartu kredit gunakan untuk
2
Johannes Ibrahim, 2004, Kartu Kredit Dilematis Antara Kontrak dan Kejahatan, PT. Refika Aditama, Bandung, h. 11
3
Sigit Triandaru dan Totok Budisanto, 2006, Bank dan Lembaga Keuangan
menarik uang tunai maupun berbelanja terbatas pada limit kredit yang disetujui.
Kelebihan dari kartu kredit ini, pemegang kartu kredit tidak harus membayar penuh
(full) jumlah tagihan yang jatuh tempo. Pemegang kartu kredit boleh mengangsur
atau menyicil dengan jumlah minimal tertentu, sisanya termasuk bunga akan
ditagihkan kepada nasabah pada bulan berikutnya. Bentuk kemudahan seperti inilah
yang membuat kartu kredit sangat digemari oleh masyarakat. Pemakaian kartu
kredit semakin berkembang melalui perluasan yang dilakukan oleh Bank of
America dengan perjanjian lisensi kepada bank-bank lain di seluruh dunia. Kartu
ini kemudian menjadi Visa Card, dan tahun 1966 terbit pula Master Card.4
Kehadiran kartu kredit di Indonesia diawali oleh Citibank, bank asing
terlama yang beroperasi di Indonesia, yaitu sejak 1989. Bank Central Asia lalu
menyusul menerbitkan kartu kredit untuk penggunaan internal nasabah dan Bank
Duta menjadi bank lokal pertama yang bekerja sama dengan prinsipal internasional
menerbitkan kartu kredit.
Prinsipal kartu kredit yang masuk ke Indonesia adalah Visa, Master,
American Express (Amex), Dinners Club International, dan Japan Credit Bureau
(JCB). Melalui jaringan prinsipal itu, kartu kredit yang dikeluarkan bank bisa
dipakai sebagai alat pembayaran di hampir semua belahan dunia. Sekitar 90 persen
kartu kredit yang diterbitkan bank di Indonesia bekerja sama dengan Visa dan
Master Card. Saat ini pemakaian kartu kredit sebagai alat pembayaran tunai sudah
semakin luas oleh masyarakat Indonesia karena masyarakat merasakan manfaat
kartu kredit yaitu kepraktisan, rasa nyaman dan aman yang ditimbulkan. Walaupun
4
keberadaan kartu kredit tidak dimaksudkan untuk menghapus secara keseluruhan
sistem pembayaran yang menggunakan uang tunai ataupun cek, namun untuk
kegiatan pembayaran yang jumlah pembayaran tingkat menengah maka keberadaan
kartu kredit sesungguhnya dapat menggeser peranan uang tunai maupun cek.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 sebagaimana diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 Tentang Penyelenggaraan
Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu dalam pasal 1 angka 4,
dijelaskan bahwa kartu kredit adalah Alat Pembayaran Dengan Menggunakan
Kartu yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang
timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau
untuk melakukan penarikan tunai dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu
kredit dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu
kredit berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban pembayaran tersebut pada
waktu yang disepakati baik secara sekaligus (charge card) ataupun secara
angsuran.
Berbagai jenis kartu kredit dikeluarkan bank-bank di Indonesia, maka
keberadaan bank pada saat ini sangat mengambil peranan dalam menerbitkan kartu
kredit sebab ini adalah salah satu bentuk pelayanan dari bank itu sendiri untuk para
nasabahnya.
Penerbitan kartu diawali dengan adanya perjanjian penerbitan kartu kredit
antara bank penerbit dengan nasabah yang mana perjanjian penerbitan kartu kredit
ini adalah sebagai perjanjian baku (standar), menurut Mariam Darius Badruzaman
bentuk formulir.5 Pihak bank menyodorkan formulir kepada nasabahnya dan
persetujuan nasabah atas segala syarat dan akibat hukum yang dapat muncul
berkaitan dengan penggunaan kartu kredit. Berdasarkan permohonan calon
pemegang kartu kredit (cardholder) yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan,
nasabah akan menerima kartu untuk membayar iuran tahunan menurut ketentuan
bank sebagai penerbit (issuer). Nasabah kemudian dapat menggunakan kartunya
untuk transaksi pada pihak yang menerima pembayaran melalui kartu tersebut
(merchant). 6
Pengguna kartu kredit disebut nasabah bank. Pasal 1 angka 18 Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa nasabah
adalah orang yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan bank
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
Bank dan nasabah saling terikat antara satu sama lainnya, yang ditegaskan
di dalam pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Selain itu, para pihak juga harus saling mematuhi dan melaksanakan perjanjian
yang dibuat dengan baik sesuai dengan apa yang telah diperjuangkan sebelumnya.
Perjanjian yang telah dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuat perjanjian tersebut, seperti apa yang dimuat didalam pasal 1338 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Namun perlu diingat
5
Mariam Darus Badrulzaman, 1990, Perjanjian Baku (Standar)
Perkembangannya di Indonesia, Alumni, Bandung, h. 22
bahwa tidak setiap pelaksanaan perjanjian yang dibuat selalu seperti apa yang telah
diperjanjikan sebelumnya. Penyebabnya adalah adanya salah satu pihak yang
melakukan wanprestasi atau cidera janji. Maka hendaknya sebelum membuat
perjanjian harus mengetahui terlebih dahulu syarat-syarat sahnya perjanjian. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Pasal 1320 mengatur
syarat-syarat tersebut, yaitu: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan
untuk membuat suatu perikatan; suatu pokok persoalan tertentu; suatu sebab yang
tidak terlarang.
Syarat pertama adalah sepakat. Kesepakatan dalam perjanjian merupakan
perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa
yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya,
kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.7 Kesepakatan
dalam penerbitan kartu kredit dilakukan oleh pemohon dengan mengisi dan
menanda-tangani aplikasi atau permohonan penerbitan kartu kredit di bank yang
bersangkutan. Apabila pemohon dinilai layak maka bank akan menerbitkan kartu
kredit. Pemberitahuan pihak bank yang diterima oleh pemohon merupakan
kesepakatan yang terjadi di antara kedua belah pihak.
Syarat kedua adalah kecakapan. Unsur kecakapan dalam penerbitan kartu
kredit pada dasarnya setiap orang yang telah dewasa dan sehat pikirannya adalah
cakap menurut hukum. Pada dasarnya yang paling pokok dan mendasar adalah
masalah kecakapan untuk bertindak. Setelah seseorang dinyatakan cakap untuk dan
7
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2014, Perikatan yang Lahir dari
atas namanya sendiri, baru kemudian dicari tahu apakah orang-perorangan yang
cakap bertindak dalam hukum tersebut juga berwenang untuk melakukan perbuatan
hukum tersebut, juga berwenang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan
hukum tertentu.8 Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek) Pasal 1330 ayat (1) menentukan bahwa seseorang baru
dikatakan dewasa jika ia: telah berumur 21 tahun; telah menikah, termasuk mereka
yang belum berusia 21 tahun tetapi telah menikah.
Syarat ketiga adalah suatu hal tertentu. Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek) menjelaskan maksud hal tertuntu denganmemberikan
rumusan dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334. Pasal 1332 berbunyi sebagai
berikut:
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi
pokok suatu perjanjian”
Pada dasarnya menegaskan bahwa yang dapat menjadi objek dalam
perikatan adalah kebendaan yang termasuk dalam lapangan harta kekayaan.
Pasal 1333 yang berbunyi sebagai berikut:
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok pernjanjian berupa suatu
kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi
halangan bahwa jumlah barang tidak tertentu, asal saja jumlah itu kemudian
dapat ditentukan atau dihitung”
Secara sepintas dengan rumusan “pokok-pokok perjanjian berupa barang
yang telah ditentukan jenisnya” tersebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
8
(Burgerlijk Wetboek) hanya menekankan pada perikatan untuk memberikan atau
menyerahkan sesuatu. Namun demikian rumusan tersebut hendak memberikan
penegasan bahwa apapun jenis perikatannya, baik itu perikatan untuk memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu pasti melibatkan
keberadaan atua eksistensi dari suatu kebendaan tertentu.9
Pasal 1334 mengatur mengenai perjanjian yang melahirkan perikatan
bersyarat, yang berbunyi sebagai berikut:
“Kebendaan yang baru saja akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok
suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu
warisan yang belum terbuka, ataupun untuk meminta diperjanjikan sesuatu
hal yang mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang
nantinya akan meninggalkan warisan yan gmenjadi pokok perjanjian itu;
dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal-Pasal 169, 176, dan 178.”
Maka kesimpulan yang didapat dari ketiga Pasal tersebut adalah, suatu hal
tertentu merupakan objek perjanjian harus berupa suatu hal atau suatu barang atau
benda yang dapat ditentukan jenisnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
objek dari penerbitan kartu kredit tidak dikategorikan barang tetapi “suatu hal”,
berupa jasa yang mana dalam konteks penerbitan kartu kredit adalah fasilitas kredit
dari pengguna kartu kredit berupa fasilitas pinjaman yang diberikan kepada
1335 sampai dengan Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek). Pasal 1335 yang berbunyi sebagai berikut:
“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab
palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.”
Dijelaskan bahwa yang disebut sebab yang halal adalah:
− Bukan tanpa sebab;
− Bukan sebab yang palsu;
− Bukan sebab yang terlarang.
Pasal 1336 yang berbunyi:
“Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada suatu sebab yang halal,
ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, perjanjiannya
namun demikian adalah sah.”
Dari rumusan Pasal 1336 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek) di atas dapat dilihat bahwa pada dasarnya Undang-Undang
tidak pernah mempersoalkan apakah yang menjadi alasan atau dasar dibentuknya
suatu perjanjian tertentu, yang ada diantara para pihak. Mungkin saja perjanjian
dibuat berdasarkan alasan yang tidak mutlak sama antara kedua belah pihak yang
mengadakan perjanjian tersebut.11 Dengan membarasi rumusan mengenai sebab
yang halal menjadi sebab yang tidak terlarang, Pasal 1337 menyatakan bahwa:
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang atau
apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.”
Dalam rumusan yang demikian pun sesungguhnya Undang-Undang tidak
11
memberikan batasan mengenai makna sebab yang tidak dilarang. Dan
Undang-Undang juga tidak menjelaskan bagaimana alasan atau sebab yang menjadi dasar
pembentukan suatu perjanjian dapat digali atau ditetapkan hingga benar bahwa
sebab itu adalah terlarang.12
Ke empat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang, digolongkan ke dalam: dua unsur pokok yang menyangkut subjek
(pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan dua unsur pokok
lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif).
Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak
yang berjanji, dan kecakapan dari pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan
unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek
yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati
untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak terlarang atau
diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat
unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut
diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan jika terdapat
pelanggaran terhadap unsur subyektif, maupun batal demi hukum dalam hal tidak
terpenuhinya unsur obyektif dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari
pejanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.13
Terpenuhinya syarat-syarat sah perjanjian diatas maka pihak penerbit kartu
kredit dapat menerbitkan kartu kredit untuk calon pengguna kartu kredit.
12
Kartika Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. cit., h. 163 13
Pemakaian kartu kredit menunjukkan jumlah transaksi yang meningkat dalam
kegiatan transaksi perdagangan atau transaksi pembelian barang dan jasa di
Indonesia. Hal ini dapat dimungkinkan terjadinya masalah-masalah pada
penggunaan kartu kredit di antara para pihak yang terlibat. Adapun yang menjadi
kewajiban pemegang kartu kredit adalah membayarkan uang pangkal, uang
tahunan, biaya administrasi, bunga, dan denda kepada bank penerbit; mematuhi
batas maksimum pembayaran dengan menggunakan kartu kredit; menandatangani
bukti transaksi yang disodorkan oleh penjual; membayar kembali harga pembelian
sesuai dengan tagihan bank penerbit. Terjadinya masalah keterlambatan
pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau
yang biasa disebut juga tagihan kartu kredit macet. Kartu kredit yang macet akan
menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit dan bagi pihak bank yang
menerbitkan kartu kredit tersebut. Permasalahan yang timbul pun semakin
kompleks, karena kartu kredit tidak sama dengan kredit perbankan lainnya yang
memiliki perjanjian yang lebih mengikat dengan adanya unsur agunan, sehingga
dalam memprosesnya kartu kredit membutuhkan perhatian yang lebih. Dalam
prakteknya transaksi pembayaran dengan menggunakan kartu kredit diberikan oleh
bank dengan sangat mudah bahkan tanpa melakukan studi lapangan atas kondisi
calon pengguna kartu kredit. Sehingga besar kemungkinannya melakukan
wanprestasi apabila tidak digunakan dengan bijak yang mana akan menimbulkan
masalah bagi pemegang kartu kredit. Kartu kredit yang mengalami masalah
disebabkan oleh tidak dipenuhinya kewajiban oleh pemegang kartu kredit, pihak
dari masalah tersebut. Atas dasar hal diatas yang mendorong penulis untuk menulis
skripsi dengan judul “PENYELESAIAN TAGIHAN KARTU KREDIT AKIBAT
PEMEGANG KARTU KREDIT TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN PADA PT.
BANK MANDIRI (PERSERO) TBK CABANG SINGARAJA SEBAGAI BANK
PENERBIT”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah terurai sebelumnya, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa yang berpengaruh terhadap tagihan yang timbul akibat
tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang
Singaraja?
2. Bagaimana upaya penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Agar lebih terarahnya tulisan ini, sekiranya perlu diadakan pembatasan
terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk membatasi pembahasan agar tidak
ada penyimpangan dari permasalahan yang dikemukakan. Maka pokok
pembahasan disini adalah mengenai penyelesaian wanprestasi atau cidera janji
yang dilakukan nasabah sebagai pemegang kartu kredit dalam pembayaran tagihan
kartu kredit macet.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian yang saya dapat temukan sejenis adalah yang berjudul “Upaya
Penyelesaian Terhadap Pelanggaran Perjanjian Kartu kredit” penelitian tersebut
dibuat pada tahun 2013 dan pada pembahasannya hanya sebatas penelitian hukum
normatif yang mana hanya mengkaji dan menganalisis peraturan-peraturan tertulis.
Sedangkan penelitian saya selain mengkaji dan menganalisis peraturan-peraturan
tertulis juga menganalisis gejala empiris yang dapat diamati dalam kehidupan nyata
dalam hal ini saya melalukan penelitian langsung pada PT. Bank Mandiri (Persero)
Tbk. Cabang Singaraja. Selain itu penelitian saya juga mengkaji dan menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk. Cabang Singaraja.
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum adalah:
1) Untuk mengetahui dan mendalami ilmu hukum yang berkaitan dengan
masalah wanprestasi pemegang kartu kredit kepada bank penerbit.
2) Untuk menambah dan memperdalam pengetahuan tentang hukum
kredit secara teori dan praktek yang dilaksanakan oleh pihak yang
terkait didalamnya.
b. Tujuan Khusus
Tujuan penelitian ini secara khusus adalah :
1) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu
kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja.
2) Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana upaya penyelesaian
tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang
Singaraja.
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. Manfaat Teoritis
1) Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan yang jelas tentang
penyelesaian tagihan kartu kredit macet khususnya dalam bidang
hukum perbankan serta menambah wawasan pengetahuan Ilmu Hukum.
2) Dijadikan sumber informasi ilimiah guna melakukan pengkajian lebih
lanjut dan mendalam tentang penyelesaian tagihan kartu kredit macet,
terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan yang mungkin timbul
b. Manfaat Praktis
1) Bagi kalangan praktisi dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan-masukan yang bermanfaat dan berharga dalam
melaksanakan tugas-tugas.
2) Bagi masyarakat luas diharapkan dengan hasil penelitian ini akan
memberikan kesadaran bahwa perjanjian antara pihak bank dan
pemegang kartu kredit harus dipenuhi dengan tepat waktu agar tidak ada
timbulnya masalah antar kedua belah pihak.
1.7 Landasan Teoritis
Perjanjian merupakan dasar hubungan hukum antara nasabah pemegang
kartu kredit dengan pihak bank penerbit. Setiap perjanjian secara hukum harus
memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Indonesia menganut asas kebebasan
berkontrak yang ditegaskan di dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). Maka setiap perjanjian yang dibuat asal tidak
bertentangan dengan hukum kebiasaan yang berlaku maka perjanjian yang
dilakukan oleh para pihak yang terlibat dalam kegiatan kartu kredit akan berlaku
sebagai undang-undang bagi para pihak tersebut, dengan demikian pula, tentunya
perikatan dalam buku ketiga berlaku terhadap perjanjian-perjanjian yang berkenaan
dengan kartu kredit, secara mutualis-mutadis.14
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengatur secara jelas tentang penggunaan
kartu kredit, tetapi terdapat beberapa Undang-Undang yang memberikan landasan
bagi penerbitan dan pengoperasionalan kartu kredit yaitu Kepres No.61 Tahun 1988
tentang lembaga pembiayaan, Keputusan Mentri Keuangan
No.1251/KMK.013/1998 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga
pembiayaan, Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang merupakan perubahan dari
Undang-Undang No.7 Tahun 1992, dan berbagai peraturan-peraturan lainnya.
Dalam bisnis transaksi kartu kredit baik penggunaan maupun
pengoperasionalan kartu kredit, biasanya terdapat dua pihak utama atau pokok yang
saling berkaitan. Penerbit kartu kredit (issuer) yaitu pihak yang membuat,
mengeluarkan, dan mengelola produk kartu plastik sebagai alat pembayaran, yang
berkewajiban memelihara dan memonitor segala aktivitas nomor rekening nasabah
tersebut. Biasanya berupa bank atau lembaga keuangan bukan bank (financial
institution) dan pengelola penggunaan kartu kredit. Pemegang kartu kredit
(cardholder) adalah nasabah atau pihak yang telah memenuhi semua persyaratan
yang telah dikategorikan sehingga berhak memegang dan menggunakan kartu
kredit tersebut sebagai alat pembayaran.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat dihubungkan dengan 3 (tiga)
teori hukum yaitu yang pertama adalah teori efektivitas hukum yaitu untuk
mengetahui apakah hukum itu benar benar diterapkan atau dipatuhi oleh
masyarakat maka harus dipenuhi beberapa faktor yaitu, faktor hukumnya sendiri,
faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan
saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum itu, juga
merupakan tolak ukur dari efektivitas hukum. Menurut Soerjono Soekanto, efektif
adalah taraf sejauh mana suatu kelompok dapat mencapai tujuannya. Hukum dapat
dikatakan efektif jika terdapat dampak hukum yang positif, pada saat itu hukum
mencapai sasarannya dalam membimbing ataupun merubah perilaku manusia
sehingga menjadi perilaku hukum.15
Teori yang kedua adalah kepastian hukum yang dapat dilihat dari dua sudut,
yaitu kepastian dalam hukum itu sendiri dan kepastian karena hukum. “Kepastian
dalam hukum” dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat
dirumuskan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian
tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda (multi-tafsir) yang akibatnya
akan membawa kepada ketidakpastian hukum dan logis dalam artian ia menjadi
suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau
menimbulkan konflik norma. Akibatnya akan membawa perilaku patuh atau tidak
patuh terhadap hukum. Sedangkan “kepastian karena hukum” dimaksudkan, bahwa
karena hukum itu sendirilah adanya kepastian. Kepastian hukum itu diwujudkan
oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat
umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak
bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata
untuk kepastian.
Teori yang ketiga adalah teori penyelesaian sengketa yang dapat dibagi
15
menjadi dua yaitu penyelesaian melalui badan peradilan (litigasi) dan penyelesaian
di luar badan peradilan (non-litigasi). Penyelesaian sengketa secara litigasi
dilakukan melalui badan peradilan. Dapat dikatakan penyelesaian sengketa melalui
litigasi ini sebagai penyelesaian sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk
menyelesaikan sengketa dengan perantara badan peradilan. Penyelesaian sengketa
melalui litigasi tentu harus mengikuti persyaratan-persyaratan dan
prosedur-prosedur formal di badan peradilan dan sebagai akibatnya jangka waktu untuk
menyelesaikan suatu sengketa menjadi lebih lama.16 Penyelesaian di luar badan
peradilan (non-litigasi) yang telah diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang No. 30
Tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Oleh sebab itu penyelesaian sengketa di luar badan peradilan dibagi
menjadi dua yaitu arbritase dan alternatif penyelesaian sengketa. Arbitrase
merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar badan peradilan, dimana
para pihak yang bersengketa mengangkat pihak ketiga (arbiter) untuk
menyelesaikan sengketa mereka. Yang mana keberadaan arbriter harus melalui
persetujuan bersama dari para pihak yang bersengketa. Persetujuan bersama
menjadi penting bagi arbiter, karena keberadaannya berkait erat dengan peran
arbiter dalam memberikan keputusan akhir.17
Alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal di Indonesia pada saat ini
adalah negosiasi, mediasi, konsilisasi. Negosiasi adalah salah satu strategi
16
Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar
Pengadilan, Visi Media, Jakarta, h. 9
17
Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat,
penyelesaian sengketa yang paling sederhana dan murah, dimana para pihak
sepakat untuk menyelesaikan permasalahan mereka melalui proses musyawarah
atau perundingan. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena para pihak atau
wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaikan sengketa mereka. Para pihak terlibat
secara langsung dalam dialog dan prosesnya.18 Tetapi kenyataannya, sering juga
pihak-pihak yang bersengketa mengalami kegagalan dalam bernegosiasi karena
tidak menguasai teknik bernegosiasi dengan baik. Mediasi adalah salah satu bentuk
dari alternatif penyelesaian sengketa di luar badan peradilan. Dijelaskan pada
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006, maka apabila terjadi sengketa
antara nasabah dengan bank, maka penyelesaian atas sengketa tersebut dapat
diselesaikan dengan melalui mediasi. Pasal 1 Angka (5) mendefinisikan mediasi
adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu
para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk
kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang
disengketakan. Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Konsiliasi pada
dasarnya memiliki karakteristik yang hampir sama dengan mediasi, hanya saja
peran konsiliator lebih aktif daripada mediator. Mediator berubah fungsi menjadi
konsiliator. Konsiliator berwenang menyusun dan merumuskan penyelesaian untuk
ditawarkan kepada para pihak. Jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat
konsiliator menjadi resolusi. Kesepakatan ini juga bersifat final dan mengikat para
pihak.
Dalam hal perjanjian kartu kredit, pemegang kartu kredit sangat besar
18
kemungkinannya melakukan wanprestasi apabila tidak digunakan dengan bijak
yang mana akan menimbulkan masalah bagi pemegang kartu kredit. Oleh karena
itu dalam hal ini, wanprestasi sangat mungkin sehubungan dengan keterbatasan
dana pemegang kartu kredit. Yang mana masalah tersebut adalah keterlambatan
pembayaran tagihan kartu kredit yang selanjutnya menimbulkan kemacetan atau
yang biasa disebut juga tagihan kartu kredit macet.
1.8 Metode Penelitian
Penulisan suatu karya tulis dalam hal ini skripsi, salah satu komponen yang
menentukan bermutu tidaknya sebuah tulisan adalah metode dalam pencarian
data-data yang menjadi bahan dasar dan tulisan ilmiah itu.
Istilah “Metedologi” berasal dari kata metode yang berarti “jalan ke”.
Metode penelitian adalah suatu tulisan atau karangan mengenai penelitian disebut
ilmiah dan dipercaya kebenarannya apabila pokok-pokok pikiran yang
dikemukakan disimpulkan melalui prosedur yang sistematis dengan menggunakan
pembuktian yang meyakinkan, oleh karena itu dilakukan dengan cara yang obyektif
dan telah melalui berbagai tes dan pengujian.19 Namun demikian, menurut
kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan-kemungkinan, yaitu:
1) Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.
2) Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.
3) Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.20
19 Winarno Surakhmad, 1990, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tehnik, Tarsito, Bandung, h. 26
Dengan mengacu pada uraian diatas, metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Jenis Penelitian
Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yang
maksudnya penelitian hukum dilakukan dengan pengamatan secara langsung di
lapangan, kemudian hasil pengamatan di lapangan tersebut dikonfirmasi/
dibandingkan dengan teori yang dianut untuk bidang yang diamati itu.21 Definisi
lain diberikan oleh Ronny Hanitijo yang menyatakan bahwa yuridis empiris
merupakan suatu pendekatan yang mengacu pada peraturan – peraturan tertulis
untuk kemudian dilihat bagaimana implementasinya di lapangan.22
Penelitian hukum dilakukan dengan memakai dasar-dasar teori hukum dan
mencocokkan dengan keadaan nyata di dalam praktek hukum yang lazim dilakukan
oleh para pelaku hukum. Penelitian yang didasarkan kepada teori-teori hukum,
peraturan perundang-undangan dan kemudian dihubungkan dengan penerapannya
dengan praktek penerapan hukum.
b. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
pendekatan Perundang–undangan (The Statue Approach), Pendekatan Fakta (The
Fact Approach), dan Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual
Approach). Permasalahan penelitian dikaji dengan uraian yang argumentatif
21 Winarno Surakhmad, 1970, Dasar-Dasar Teknik Research: Pengantar
Penyelidikan Ilmiah, Transito, Bandung, h. 5
berdasarkan perundang-undangan dan fakta yang ada di lapangan.
c. Data dan Sumber Data
Pada penelitian hukum yuridis empiris sumber data yang diperlukan bersifat
data sekunder dan data primer. Data primer bersumber dari penelitian lapangan
yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama di lapangan baik dari
responden maupun informan. Sedangkan data sekunder bersumber dari penelitian
kepustakaa. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah:
1) Data Primer didapatkan melalui penelitian langsung yang dilakukan
pada obyek yang akan diteliti untuk memperoleh data yang diperlukan
diperoleh dari sumber pertama. Dalam penelitian ini data diperoleh dari
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Singaraja.
2) Data sekunder diperoleh dari membaca buku literatur hukum, peraturan
perundang-undangan, surat kabar, majalah-majalah hukum, yang
memiliki kaitan erat dengan penelitian ini.
d. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian skripsi ini adalah:
1) Teknik Wawancara
Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data dengan jalan tanya
jawab yang bersifat sepihak, yang dilakukan secara sistematis didasarkan pada
tujuan research.23 Wawancara dilakukan terhadap sumber informasi yang telah
ditentukan sebelumnya dengan berdasarkan pada pedoman wawancara sehingga
diharapkan dapat memberikan gambaran faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan
kartu kredit macet dan penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk. Cabang Singaraja.
2) Teknik Studi Dokumen
Membaca, memahami, mencatat, mengutip penjelasan data yang didasarkan
pada peraturan perundang – undangan, teori dan konsep dimana dengan metode ini
diharapkan akan memperoleh jawaban mengenai pokok permasalahan yaitu sejauh
mana faktor-faktor penyebab terjadinya tagihan kartu kredit macet dan
penyelesaian tagihan kartu kredit macet di PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Cabang Singaraja.
e. Teknik Analisis
Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data
dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema. Setelah data
dan informasi dapat dikumpulkan, kemudian diolah dan dianalisa. Pengolahan dan
analisa ini dilakukan secara kualitatif. Peraturan-peraturan dan literatur-literatur
mengenai penyelesaian tagihan kartu kredit macet dipadukan dengan data dari
informan di lapangan dianalisis secara kualitatif, dicari pemecahannya, dan
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KARTU KREDIT
DAN WANPRESTASI CARDHOLDER
2.1. Kartu Kredit
2.1.1. Pengertian, Unsur, dan Pengaturan Kartu Kredit
Keseragaman tentang pengertian kartu kredit dari para ahli sampai saat ini
belum ada. Namun, apabila dilihat dari asal katanya, credit card terdiri dari dua
kata yaitu credit yang berasal dari bahasa Yunani “credere” yang mempunyai arti
kepercayaan, dan kata card yang mempunyai arti kartu atau pengenal, jadi credit
card bila diartikan menjadi kartu kredit.
Menurut Munir Fuady kartu kredit adalah:
Suatu kartu yang umumnya dibuat dari bahan plastik, dengan dibubuhkan identitas dari pemegang dan penerbitnya, yang memberikan hak terhadap siapa kartu kredit diisikan untuk menandatangani tanda pelunasan pembayaran harga dari jasa atau barang yang dibeli di tempat-tempat tertentu, seperti toko, hotel, restoran, penjualan tiket pengangkutan, dan lain-lain.24
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang dimaksud kartu kredit
adalah “kartu kecil yang dikeluarkan oleh bank yang menjamin pemegangnya untuk
dapat berbelanja tanpa membayar kontan dan pengeluaran belanja itu akan
diperhitungkan dalam rekening pemilik kartu di bank tersebut.”25 Menurut Black’s
24
Munir Fuady, 2004, Hukum Tentang Pembiayaan (dalam Teori dan Praktek), PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 172.
25
Law Dictionary “credit card is any card, plate, or other like credit device existing
for the purpose of obtaining money, property, labor or services on credit. The term
does not include a note, check, draft, money or other like negotiable instrument.”26
Menurut Suryohadibroto dan Prakoso, “Kartu Kredit adalah alat pembayaran
sebagai pengganti uang tunai yang sewaktu-waktu dapat digunakan konsumen
untuk ditukarkan dengan produk barang dan jasa yang diinginkannya pada
tempat-tempat yang menerima kartu kredit (merchant) atau bisa digunakan konsumen
untuk menguangkan kepada bank penerbit atau jaringannya.”27 Adapun menurut
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, “Kartu Kredit adalah alat pembayaran
melalui jasa bank/ perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/jasa,
atau alat untuk menarik uang tunai dari bank/ perusahaan pembiayaan.”28
Unsur-unsur dari pengertian kartu kredit menurut Abdulkadir Muhammad
dan Rilda Murniati adalah:
a. Subjek kartu kredit, adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi
penggunaan kartu kredit, terdiri dari pemegang kartu kredit sebagai
pembeli, pengusaha dagang (merchant) sebagai penjual, dan bank/
perusahaan pembiayaan sebagai penerbit (issuer);
b. Objek kartu kredit, adalah barang/ jasa yang diperdagangkan oleh
pengusaha dagang sebagai penjual, harga yang dibayar oleh pemegang kartu
kredit, dan dokumen jual beli yang terbit dari transaksi jual beli;
26
Bryan A Garner, 1999, Black’s Law Dictionary 7th Edition, Minn: West Group, St.Paul, h. 375
27
Hermansyah, 2007, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, h. 21
28
c. Peristiwa kartu kredit, adalah perbuatan hukum yang menciptakan
perjanjian penerbitan kartu kredit antara pemegang kartu kredit dengan
penerbit, dan perjanjian penggunaan kartu kredit antara pemegang kartu
kredit sebagai pembeli, pengusaha dagang sebagai penjual, serta Penerbit
Kartu kredit;
d. Hubungan kartu kredit. Dalam perjanjian kartu kredit timbul hubungan hak
dan kewajiban. Pemegang kartu kredit wajib menyetorkan dana kepada
penerbit, dan penerbit wajib menerbitkan dan menyerahkan kartu kredit
kepada pemegang kartu kredit. Dalam perjanjian penggunaan kartu kredit,
pemegang kartu kredit wajib membayar harga barang/ jasa kepada penjual
dengan cara menunjukkan kartu kredit dan menandatangani tanda lunas
pembayaran, penjual wajib menyerahkan barang/ jasa kepada pemegang
kartu kredit sebagai pembeli, dan penerbit wajib membayar kepada penjual
yang menyodorkan tanda lunas pembayaran yang ditandatangani oleh
pemegang kartu kredit;
e. Jaminan kartu kredit. Jaminan (security) bagi penerbit didasarkan pada
perjanjian penerbitan kartu kredit. Pemegang kartu kredit adalah orang yang
dapat dipercaya oleh penerbit dan wajib mematuhi ketentuan dan
persyaratan perjanjian yang telah ditetapkan oleh penerbit. Sesuai dengan
perjanjian, secara berkala pemegang kartu kredit membayar tagihan yang
jaminan bagi penerbit untuk membayar harga barang/jasa yang ditagih oleh
penjual.29
Menurut Peraturan Bank Indonesia No.14/2/PBI/2012 :
Kartu kredit adalah APMK yang dapat digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih
dahulu oleh acquirer atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk
melakukan pembayaran pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan
secara sekaligus (charge card) ataupun dengan pembayaran secara
angsuran.
Berdasarkan rumusan-rumusan pengertian kartu kredit di atas dapat
disimpulkan kartu kredit adalah berupa sebuah kartu kecil yang biasanya terbuat
dari plastik sebagai alat pembayaran non tunai yang dikeluarkan oleh bank/
perusahaan pembiayaan dalam transaksi jual beli barang/ jasa, atau alat untuk
menarik uang tunai dari bank/ perusahaan. Di atas kartu tersebut dicetak nama,
nomor keanggotaan dan contoh tanda tangan pemegang kartu kredit. Penerbit kartu
mempunyai kewajiban untuk melunasi terlebih dahulu untuk pemegang kartu
kredit, lalu penerbit kartu mempunyai hak untuk menagih atas pembayaran yang
telah dilakukan kepada pemegang kartu kredit disertai dengan biaya-biaya lainnya,
seperti bunga, biaya tahunan, denda, dan lain-lain.
Jadi kartu kredit merupakan alat pembayaran untuk mempermudah
melakukan suatu transaksi, bukan untuk menghapus pembayaran dengan
menggunakan uang tunai. Oleh karena itu untuk dapat menerbitkan kartu kredit
penerbit memberikan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi oleh calon
29
pemegang kartu kredit, agar tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
pembayaran cicilan.
Berdasarkan pengertian serta hubungan hukum yang terjadi dalam
penerbitan dan penggunaan kartu kredit sebagaimana di atas, maka dapat
dinyatakan bahwa dalam pengertian kartu kredit terkandung beberapa unsur serta
mempunyai tujuan tertentu. Dahlan Siamat telah memperinci tujuan dari kartu
kredit sebagai berikut.
a. Menerima sebanyak-banyaknya nasabah yang memiliki kelayakan usaha.
b. Menerima pengusaha dagang (merchant) yang dapat dipercaya.
c. Merangsang penggunaan maksimum fasilitas credit line.
d. Membatasi dan mengurangi pitagihan bermasalah dan penyelewengan.
e. Memaksimalkan nilai rata-rata setiap transaksi kartu kredit, sehingga
mengurangi jumlah voucher yang nilainya kecil. 30
Sejarah perkembangan pengaturan kartu kredit sebagai lembaga bisnis
pembiayaan di Indonesia dimulai pada tahun 1988, yaitu dengan dikeluarkannya
Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, dan
Keputusan Mentri Keuangan No. 1251/ KMK. 013/ 1988 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. Abdulkadir Muhammad dan Rilda
Murniati berpendapat bahwa kartu kredit sebagai salah satu bentuk bisnis
pembiayaan bersumber dari berbagai ketentuan hukum, baik perjanjian maupun
perundang-undangan.31 Perjanjian adalah sumber hukum utama kartu kredit dari
30
Ibid 31
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, 2000, Segi Hukum Lembaga
segi perdata, sedangkan perundang-undangan adalah sumber hukum utama kartu
kredit dari segi publik.
a. Segi Hukum Perdata
Ada 2 (dua) sumber hukum perdata yang menjadi dasar hukum untuk
kegiatan pembiayaan kartu kredit, yaitu asas kebebasan berkontrak dan
perundang-undangan di bidang hukum perdata.
1) Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan pembiayaan kartu kredit
selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang menjadi dasar
kepastian hukum (legal certainty). Dalam hubungan kartu kredit terdapat 2 (dua)
perjanjian, yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit dan perjanjian penggunaan kartu
kredit. Kedua perjanjian ini merupakan dokumen hukum utama (main legal
document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-syarat sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Akibat hukum perjanjian yang dibuat
secara sah maka akan berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak, yaitu bank/
perusahaan pembiayaan, pemegang kartu kredit, dan perusahaan dagang (Pasal
1338 ayat (1) KUH Perdata). Konsekuensi yuridis selanjutnya, perjanjian tersebut
harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat dibatalkan
secara sepihak (unilateral unvoidable). Perjanjian penerbitan kartu kredit dan
perjanjian penggunaan kartu kredit tersebut berfungsi sebagai dokumen bukti yang
sah bagi bank/ perusahaan pembiayaan, pemegang kartu kredit, dan perusahaan
2) Undang-Undang di Bidang Hukum Perdata
Perjanjian kartu kredit merupakan salah satu bentuk perjanjian khusus yang
tunduk pada ketentuan Buku III KUH Perdata. Sumber hukum utama kartu kredit
adalah ketentuan mengenai perjanjian pinjam pakai habis dan perjanjian jual beli
bersyarat yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Kedua sumber hukum utama
tersebut dibahas dalam konteksnya dengan kartu kredit.
− Perjanjian pinjam pakai habis
Perjanjian kartu kredit yang terjadi antara bank/ perusahaan
pembiayaan dan pemegang kartu kredit digolongkan ke dalam “perjanjian
pinjam pakai habis” yang diatur dalam Pasal 1754-1773 KUH Perdata.
Pasal perjanjian, dengan mana pemberi pinjaman menyerahkan sejumlah
barang habis pakai kepada peminjam dengan syarat bahwa peminjam akan
mengembalikan barang tersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah
dan keadaan yang sama. Ketentuan pasal-pasal tersebut berlaku terhadap
dan sejauh relevan dengan perjanjian penerbitan kartu kredit, kecuali
apabila dalam perjanjian diatur secara khusus menyimpang.
− Perjanjian jual beli bersyarat
Perjanjian penggunaan kartu kredit adalah perjanjian yang terjadi
antara pemegang kartu kredit sebagai pembeli, perusahaan dagang sebagai
penjual, dan bank/ perusahaan pembiayaan sebagai penerbit dan pembayar.
Perjanjian ini merupakan perjanjian accessoir dari perjanjian penerbitan
kartu kredit sebagai pokok. Perjanjian ini digolongkan ke dalam perjanjian
pelaksanaan pembayaran digantungkan pada syarat yang disepakati dalam
perjanjian pokok, yaitu perjanjian penerbitan kartu kredit. Menurut Pasal
1513 KUH Perdata bahwa pembeli wajib membayar harga pembelian pada
waktu dan di tempat yang ditetapkan menurut perjanjian.32
b. Segi Hukum Publik
Sebagai usaha yang bergerak di bidang jasa pembiayaan, kartu kredit
banyak menyangkut kepentingan publik terutama yang bersifat administratif. Oleh
karena itu, perundang-undangan yang bersifat publik yang relevan berlaku pula
pada usaha kartu kredit. Perundang-undangan tersebut terdiri atas undang-undang,
keputusan presiden, dan keputusan menteri.
1) Undang-Undang di Bidang Hukum Publik
Berbagai undang-undang di bidang administrasi negara yang menjadi
sumber hukum utama kartu kredit adalah sebagai berikut
− Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
dan peraturan pelaksanaannya.
− Undang-Undang No. 12 Tahun 1985, Undang-Undang No. 7 Tahun
1991, Undang-Undang No. 8 Tahun 1991 dan peraturan
pelaksanaannya, semua tentang perpajakan.
− Undang-Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan dan
peraturan pelaksanaannya.
− Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 tentang Perbankan.
32
2) Peraturan tentang Lembaga Pembiayaan
Peraturan tentang lembaga pembiayaan yang mengatur pembiayaan
konsumen antara lain adalah:
− Keputusan Presiden No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan.
− Keputusan Menteri Keuangan No. 1251/ KMK. 013/ 1988 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan, yang
kemudian diubah dan disempurnakan dengan Keputusan Menteri
Keuangan No. 468 Tahun 1995.
− Keputusan Menteri Keuangan No. 448/ KMK.017/ 2000
sebagaimana telah diubah dengan KMK Nomor 172/ KMK.06/ 2002
tentang Perusahaan Pembiayaan.
2.1.2 Jenis – Jenis Kartu Kredit
Sebagai dampak dari marketing yang sangat kompetitif ditambah dengan
kreativitas penjual jasa kartu kredit, saat ini ada banyak jenis kartu kredit yang bisa
dipilih untuk digunakan sesuai dengan kebutuhannya. Kartu kredit dapat
diklasifikasikan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu berdasarkan fungsinya dan
berdasarkan wilayah berlakunya.
1. Berdasarkan Fungsinya.
Menurut fungsinya, kartu kredit dapat dibedakan menjadi 5 (lima) macam,
yaitu credit card, charge card, debit card, cash card, dan check guarantee card.
Credit Card adalah jenis kartu kredit yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran transaksi jual beli barang/ jasa. Pembayaran oleh pemegang kartu
kredit kepada penerbit dapat dilakukan sekaligus atau dengan cicilan sejumlah
minimum tertentu. Apabila dengan cicilan, jumlah cicilan tersebut dihitung dari
nilai saldo tagihan ditambah bunga bulanan, jadi mirip dengan mencicil kredit pada
bank. Tagihan bulan yang lalu termasuk bunga (retail interest) adalah pokok
pinjaman bulan berikutnya.
b. Charge Card
Charge Card adalah jenis kartu kredit yang dapat digunakan sebagai alat
pembayaran transaksi jual beli barang/jasa. Pemegang kartu kredit harus membayar
seluruh tagihan secara penuh pada akhir bulan atau bulan berikutnya dengan atau
tanpa beban biaya tambahan. Oleh karena itu, kartu kredit ini disebut juga kartu
pembayaran penuh pada tanggal jatuh tempo yang memiliki sifat penundaan
pembayaran. Jika tidak terbayar penuh, pemegang kartu kredit akan dikenakan
denda (charge).
c. Debit Card
Debit card merupakan kartu kredit yang pembayaran atas penagihan
nasabah dilakukan dengan pendebitan secara langsung atas saldo rekening yang ada
di Bank dimana pada saat melakukan transaksi. Mekanisme pembayaran debit card
dilakukan dengan cara pemegang kartu menyerahkan kartu debitnya pada kasir di
counter penjualan. Kemudian dengan menggunakan alat elektronik yang on line
dengan Bank, saldo rekening pemegang kartu akan didebit sebesar nilai transaksi
untuk menarik uang tunai melalui meja kasir bank (bank counter) maupun melalui
Mesin Kas Otomatis (ATM) dan berfungsi sebagai cash card. 33
d. Cash Card
Cash card adalah jenis kartu kredit yang sangat berbeda dengan credit card
dan charge card dan sebenarnya bukan kartu kredit melainkan kartu tunai yang
terbuat dari plastik. Cash card adalah kartu yang digunakan oleh pemegang kartu
kredit untuk menarik uang tunai, baik langsung melalui kasir bank maupun melalui
Mesin Kas Otomatis (ATM) Bank tertentu yang tersebar di tempat strategis seperti
di supermarket, hotel, perkantoran. Disamping pelayanan penarikan uang tunai,
cash card melalui Mesin Kas Otomatis (ATM), dapat pula meminta informasi saldo
rekening, lengkap dengan tanggal dan nomor yang dapat dilihat langsung melalui
layar monitor, kemudian print out sebagai bukti. Selain itu, pemegang kartu kredit
dapat pula melakukan transfer antar rekening electronic funds transfer (EFT).34
Cash card mempunyai pelayanan yang cepat, praktis dan aman dan
berfungsi sama seperti debit card yaitu menjadi alat pembayaran dalam transaksi
jual beli barang/jasa secara tunai tanpa menggunakan uang tunai, melainkan dengan
cara mendebet (mengurangi) secara langsung saldo rekening simpanan pemegang
kartu kredit dan pada waktu yang sama mengkredit (menambah) rekening penjual
pada bank penerbit sejumlah nilai transaksi.35
33
Johannes Ibrahim, 2004, Kartu Kredit – Dilematis Antara Kontrak dan
Kejahatan, Refika Aditama, Bandung, h. 15
34
Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit, h. 274 35