ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA
UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS VI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun Oleh: Binedigta Yuni Puji Lestari
081224079
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA
UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS VI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Disusun Oleh: Binedigta Yuni Puji Lestari
081224079
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv MOTTO
!
"#
$ $
%" & '(!
$
$ ) !
) $ *
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
♥ ) *
♥ , ) - .
) ) /
♥ 0 ) # 1
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Februari 2013 Penulis
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Binedigta Yuni Puji Lestari
Nomor Mahassiswa : 081224079
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA
DALAM BUKU PELAJARAN BAHASA INDONESIA UNTUK SEKOLAH DASAR KELAS VI
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan memublikasikannya di internet atau media lain untik kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 18 Februari 2013 Yang menyatakan
viii ABSTRAK
Lestari, Binedigta Yuni Puji. 2013. Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kesalahan ejaan dan kesalahan kalimat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Buku itu berjudul Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI, ditulis oleh Sukini Iskandar. Data penelitian yang dianalisis berupa kalimat-kalimat yang mengandung kesalahan. Kesalahan ejaan dianalisis menggunakan Pedoman EYD (Ejaan yang Disempurnakan), sedangkan kesalahan kalimat dianalisis berdasarkan struktur dan isi kalimatnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam buku Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI terdapat 63 kesalahan ejaan dan 55 kesalahan kalimat. Kesalahan ejaan itu meliputi 6 kesalahan pemakaian huruf, 5 kesalahan pemakaian huruf kapital, 2 kesalahan pemakaian huruf miring, 16 kesalahan penulisan kata, 3 kesalahan penulisan unsur serapan, dan 31 kesalahan pemakaian tanda baca. Adapun kesalahan kalimat itu terdiri atas kekurangan unsur kalimat (25), kalimat yang tidak logis (7), kalimat yang ambigu (6), penggunaan konjungsi yang berlebihan (6), kesalahan pilihan kata (7), dan kesalahan pemborosan kata (4). Jadi, berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kesalahan ejaan dan kalimat dalam penelitian ini masih cukup banyak.
ix ABSTRACT
Lestari, Binedigta Yuni Puji. 2013. Analysis of Language Error in Indonesian Language Textbooks Elementary School Grade VI. Thesis. Yogyakarta: Language Education Study Program, Indonesian Literature, and Region, Faculty of Teacher Training and Education, University of Sanata Dharma.
This research is a descriptive qualitative research. The purpose of this research was to describe the error of spelling and sentences in the Indonesian Language textbooks for Elementary School Class VI. The book is titled Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI, written by Sukini Iskandar. The research data were sentences that contain errors. Spelling errors were analyzed using the Pedoman EYD (Ejaan yang Disempurnakan), while errors of the sentences were analyzed based on structure and content.
The results showed that the book Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI contained 63 spelling errors and 55 sentence errors. The spelling errors consist of 6 letters usage errors, 5 errors of use capital letters, 2 errors of use italic letters, 16 errors of word writing, 3 errors of writing element uptake, and 31 errors of use punctuation. The sentence errors consist of the less of sentence part (25), which is not logical sentence (7), an ambiguous sentence (6), excessive use of conjunctions (6), word choice errors (7), and a waste of word errors (4). Thus, based on these results it can be said that the spelling errors and sentences in this research is still quite a lot.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas rahmatnya, penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma.
Penulis meyadari banyak pihak yang telah membantu, membimbing, dan mengarahkan penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus karena dengan segala anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan segera.
2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Dr. Y. Karmin, M.Pd., selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar dan bijaksana telah membimbing, menuntun, dan memberi banyak masukan kepada penulis dalam proses membuat skripsi ini.
5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing serta memberi petunjuk yang bermanfaat bagi penulis.
6. Seluruh staf pengajar Prodi PBSID, yang dengan penuh dedikasi membagi ilmu, membimbing, memberikan dukungan, bantuan dan arahan yang sangat bermanfaat untuk penulis dari awal kuliah sampai selesai.
xi
8. Kedua orang tuaku, Tarsisius Dalidi Trisno Prasetyo dan Tatiana Tri Subiyarti yang aku hormati dan cintai, yang telah mendidik dan membesarkan aku, yang telah banyak berkorban untukku dan selalu memberikan peluang kekuatan untukku. Aku tahu dalam setiap langkahku ada doa kalian.
9. Kedua kakakku Fransisca Trisni Wiyanti dan Agustinus Heri Prasetyo, yang telah membantu dan mendukungku, baik moril maupun finansial. 10.Fx. Didik Dwi Wahyudi yang dengan sabar memberikan doa, motivasi,
dan semangat kepada penulis.
11.Nenekku, Mbah Kliyem, yang membekaliku dengan doa-doanya.
12.Sahabatku Mbak Siti, Juwang, Pipit, Lisa, Mbak Pero, dan teman-teman PBSID angkatan 2008, terima kasih atas kebersamaannya.
13.Adik Mia, terima kasih atas bantuannya.
14.Teman-teman penghuni kos-kosan OT Gatotkaca 14, terima kasih atas persaudaraan kalian.
15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung berupa apapun kepada penulis.
16.Universitas Sanata Dharma yang memberikanku tempat dan ruang kesempatan untuk belajar.
Penulis menyadari skripsi ini tentu masih mengandung berbagai kekurangan yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis. Walaupun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 18 Februari 2013 Penulis
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ... vii
ABSTRAK ... ... viii
ABSTRACT .. ... vix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 2
D. Manfaat Penelitian ... 3
E. Definisi Istilah ... 4
F. Sistematika Penyajian ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A.Penelitian yang Relevan ... 7
B.Kajian Teori ... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42
A. Jenis Penelitian ... 42
xiii
C. Teknik Pengumpulan Data ... 44
D. Instrumen Penelitian ... ... 44
E. Teknik Analisis Data ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
A. Deskripsi data ... 47
B. Analisis Data ... 47
C. Hasil Analisis ... 69
D. Pembahasan ... 71
BAB V PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Implikasi ... 76
C. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN ... 80
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi paling penting bagi manusia. Melalui
bahasa setiap manusia dapat berhubungan antara satu dan yang lain. Secara
umum, bahasa dibedakan menjadi dua, yaitu lisan dan tulis. Bahasa lisan
diungkapkan secara langsung, menggunakan suara (audio), sedangkan bahasa
tulis diungkapkan dalam bentuk tulisan (visual).
Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi terutama dalam situasi
resmi, baik lisan maupun tertulis harus menggunakan bahasa baku. Bahasa baku
adalah ragam bahasa yang cara pengucapan dan penulisannya sesuai dengan
kaidah-kaidah standar (Waridah, 2009:186). Kaidah-kaidah standar yang
di-maksud adalah kaidah-kaidah bahasa baku. Untuk itu, setiap penggunaan bahasa
secara resmi, terutama bahasa tulis harus menggunakan bahasa baku.
Dalam karya tulis, apalagi karya yang sudah diterbitkan tentu bahasa yang
diharapkan sudah memenuhi kaidah-kaidah standar kebakuan bahasa karena
sudah melalui proses penyuntingan. Namun, kenyataannya masih banyak buku
yang sudah diterbitkan suatu lembaga penerbit yang penulisannya masih
menyimpang dari kaidah-kaidah standar bahasa baku. Kesalahan yang masih
kerap muncul dalam buku-buku terbitan adalah kesalahan ejaan dan sintaksis.
Melihat keadaan seperti itu, peneliti akan mengadakan penelitian tentang
pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI. Peneliti mengadakan
penelitian ini karena merasa prihatin dengan keadaan itu. Buku pelajaran yang
seharusnya menjadi acuan masih mengandung berbagai kesalahan terutama
dalam ejaan dan sintaksis.
Buku pelajaran yang akan diteliti berjudul Bahasa Indonesia: untuk Kelas 6 SD/MI yang disusun oleh Sukini & Iskandar. Alasan peneliti memilih buku ini untuk diteliti karena dinilai oleh Badan Standar Nasioal Pendidikan dan telah
ditetapkan sebagai buku teks pelajaran yang memenuhi syarat kelayakan untuk
digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan
Nomor 34 Tahun 2008.
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi dalam kesalahan ejaan
dan sintaksis saja. Kesalahan ejaan yang diteliti meliputi kesalahan pemakaian
huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur
serapan, dan pemakaian tanda baca. Kesalahan sintaksis yang diteliti dibatasi
khusus mengenai kesalahan-kesalahan dalam kalimat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti menyusun dua rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Kesalahan ejaan apa sajakah yang terdapat dalam buku pelajaran
Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI?
2. Kesalahan kalimat apa sajakah yang terdapat dalam buku pelajaran
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan kesalahan ejaan yang terdapat dalam buku pelajaran
Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI.
2. Mendeskripsikan kesalahan kalimat yang terdapat dalam buku
pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar Kelas VI.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi mahasiswa
calon guru, guru bahasa dan sastra Indonesia, dan peneliti lain.
1. Bagi mahasiswa calon guru
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada mahasiswa calon guru
bahwa dalam buku-buku pelajaran masih terdapat kesalahan. Untuk itu, harus
selektif untuk menggunakan dan mengikuti apa yang tertulis dalam buku-buku
pelajaran tersebut.
2. Bagi guru bahasa dan sastra Indonesia
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi bahwa dalam
buku-buku pedoman pelajaran masih terdapat kesalahan, sehingga untuk
penggunaannya saat mengajar guru harus lebih selektif. Jika terdapat kesalahan
dalam buku pelajaran, guru harus segera menginformasikan kepada siswa dan
3. Bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi berupa penelitian yang
relevan bagi peneliti berikutnya.
E. Definisi Istilah
Dalam penelitian ini, ada beberapa istilah yang pengertiannya perlu
dibatasi. Pembatasan istilah ini dimaksudkan agar tidak terjadi salah pengertian
ataupun salah penafsiran. Istilah-istilah yang dibatasi pengertiannya adalah
sebagai berikut.
1. Kesalahan
Kesalahan adalah bagian yang menyimpang dari beberapa norma baku
pada ujaran atau tulisan sang pelajar (Tarigan, 1988:272).
2. Kesalahan berbahasa
Kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan maupun
tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi atau
menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata
bahasa Indonesia (Setyawati, 2010:15).
3. Analis kesalahan berbahasa
Analisis kesalahan berbahasa adalah prosedur yang digunakan oleh para
peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar,
pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut,
sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasiannya (Tarigan,
1988:170).
4. Ejaan
Ejaan adalah sistem atau aturan perlambangan bunyi bahasa dengan huruf,
aturan menuliskan kata-kata dengan cara-cara mempergunakan tanda baca
(Kridalaksana, 1975:39).
5. Kesalahan Ejaan
Kesalahan ejaan adalah kesalahan menulis kata atau kesalahan
menggu-nakan tanda baca (Tarigan & Tarigan, 1988:198).
6. Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan,
yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau
tanda seru (!) (Alwi, dkk., 2003:311).
7. Kesalahan kalimat
Kesalahan kalimat adalah penggunaan kalimat (tertulis) yang tidak benar
karena penyusunannya tidak sesuai dengan kaidah tata bahasa. Menurut Arifin
(1987:4), penerapan kaidah tata bahasa yang benar dapat dilihat dari
pembentukan kata dan pembentukan kalimatnya.
F. Sistematika Penyajian
Laporan hasil penelitian ini disusun menjadi lima bab. Bab I berisi
manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II berisi
landasan teori yang mencakup penelitian yang relevan dan kajian teori. Bab III
berisi metodologi penelitian yang mencakup jenis penelitian, sumber data dan
data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, dan teknik
analisis data. Bab IV berisi hasil penelitian dan pembahasan mengenai kesalahan
ejaan dan kalimat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Dasar
Kelas VI. Yang terakhir, Bab V berisi kesimpulan yang dibuat dan saran yang
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian yang Relevan
Berdasarkan pengamatan peneliti, dapat diketahui bahwa penelitian
kesalahan berbahasa telah dilakukan sebelumnya. Dalam bagian ini, akan
diuraikan empat penelitian terdahulu yang relevan, yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Donatus Doweng Kumanireng (2003), Maria Helena Dane
Namang (2005), Elisabet Cinta Satriarini (2009), dan Maria Riska Wikantari
(2009).
Kumanireng (2003) melakukan penelitian berjudul Analisis Kesalahan Berbahasa Siswa Kelas II SMA Frater Disamakan Makassar, Tahun Ajaran 2004/2005 dalam Menggunakan Kata berimbuhan Me-. Berdasarkan penelitiannya, ditemukan 149 kesalahan yang meliputi: kesalahan penggunaan
variasi bentuk afiks me-, kesalahan penggunaan makna afiks me-, dan kesalahan
pemenggalan kata berimbuhan me-.
Namang (2005) meneliti kesalahan sintaksis dalam karangan argumentasi.
Penelitiannya berjudul Analisis Kesalahan Sintaksis dalam Karangan
Argumentasi Kelas II SMAK Frateran Podor Larantuka Tahun Ajaran 2003/2004. Dari hasil penelitiannya, dapat diketahui bahwa kesalahan berbahasa yang paling banyak dilakukan siswa adalah kesalahan pada aspek klausa.
penelitiannya diketahui bahwa terdapat 303 kesalahan, yang meliputi 67
kesalahan pemborosan kata, 180 kesalahan pilihan kata, 56 kesalahan kekurangan
unsur kalimat.
Penelitian berjudul Analisis Kesalahan Struktur Kalimat dalam Karangan
Narasi Ekspositoris Siswa Kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Tahun Ajaran 2008/2009 dilakukan oleh Wikantari (2009). Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kekurangan dan urutan unsur kalimat yang terdapat
dalam karangan narasi siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur Srumbung tahun
ajaran 2008/2009. Dari penelitian tersebut, ditarik kesimpulan bahwa jenis
kesalahan yang terdapat dalam karangan narasi siswa kelas VIII adalah dalam
bidang sintaksis, khususnya pada tataran struktur kalimat.
Berdasarkan keempat penelitian di atas, dapat diketahui bahwa belum ada
penelitian yang meneliti kesalahan berbahasa pada buku pelajaran. Untuk itu,
penelitian ini akan membahas kesalahan pada buku-buku pelajaran.
B. Kajian Teori
Pada bagian ini akan diuraikan kerangka teori yang akan digunakan untuk
memecahkan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu kesalahan berbahasa,
analisis kesalahan berbahasa, daerah kesalahan berbahasa, ejaan, jenis kesalahan
1. Kesalahan Berbahasa
Kesalahan merupakan bagian konversasi atau komposisi yang
menyimpang dari norma baku atau norma terpilih dari performansi bahasa orang
dewasa (Tarigan, 1988:141). Menurut Setyawati (2010:15), yang dimaksud
dengan kesalahan berbahasa adalah penggunaan bahasa baik secara lisan
maupun tertulis yang menyimpang dari faktor-faktor penentu berkomunikasi
atau menyimpang dari norma kemasyarakatan dan menyimpang dari kaidah tata
bahasa Indonesia. Kesalahan yang sering terjadi dalam media cetak akan
berpengaruh pada pembacanya.
Berdasarkan pengertian di atas, peneliti mengacu pada pendapat
Setyawati. Setyawati menyebutkan bahwa kesalahan berbahasa adalah
penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tertulis yang menyimpang dari
kaidah tata bahasa Indonesia.
2. Analisis Kesalahan Berbahasa
Kesalahan (errors) dan kekeliruan (mistake) adalah dua masalah yang
biasa terjadi dalam penggunaan bahasa. Brown (dalam Nurgiyantoro,
1995:191—192) membedakan kesalahan dan kekeliruan. Menurut Brown,
kekeliruan bahasa lebih berhubungan dengan masalah penampilan
(performance), sedangkan kesalahan lebih disebabkan oleh faktor kemampuan
Tarigan dan Tarigan dalam bukunya Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa (1988) mengemukakan pengertian analisis kesalahan berbahasa sebagai berikut.
Analisis kesalahan berbahasa adalah prosedur yang digunakan oleh para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar, pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut, pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya
berdasarkan sebab-sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta
pengevaluasiannya (Tarigan dan Tarigan, 1988:170).
Senada dengan Tarigan, Pateda (1989:32) berpendapat bahwa analisis
kesalahan berbahasa merupakan suatu teknik untuk mengidentifikasi,
mengklasifikasi, dan menginterpretasi kesalahan yang dilakukan oleh
pembelajar yang sedang belajar bahasa kedua secara sistematis dan sesuai
dengan teori serta prosedur linguistik.
3. Daerah Kesalahan Berbahasa
Daerah kesalahan berbahasa dikemukakan oleh beberapa ahli. Salah
satunya adalah Pateda. Pateda (1989:51—61) menyebutkan bahwa ada beberapa
daerah kesalahan berbahasa. Daerah kesalahan yang diungkapkan pateda adalah
sebagai berikut.
a. Daerah Kesalahan Fonologi
Kesalahan ini berkaitan dengan pelafalan dan penulisan bunyi bahasa.
Daerah kesalahan ini meliputi pemakaian huruf kapital, penulisan kata, dan
b. Daerah Kesalahan Morfologi
Kesalahan pada bidang morfologi berkaitan dengan tata bentuk kata.
Dalam bahasa Indonesia kesalahan bidang morfologi meliputi derivasi, diksi,
kontaminasi, dan pleonasme.
c. Daerah Kesalahan Sintaksis
Kesalahan sintaksis berhubungan dengan kalimat dan berkaitan dengan
daerah morfologi karena kalimat berunsurkan kata-kata. Oleh karena itu,
kesalahan ini mencakup: (i) kalimat yang berstruktur tidak baku, (ii) kalimat
yang ambigu, (iii) kalimat yang tidak jelas, (iv) diksi yang tidak tepat dalam
membentuk kalimat, (v) kontaminasi kalimat, (vi) koherensi, (vii) kalimat
mubazir, (viii) kata serapan yang digunakan di dalam kalimat, dan (ix) logika
kalimat.
d. Daerah Kesalahan Semantis
Lyons (dalam Pateda, 1989:60) mengatakan bahwa semantik adalah studi
tentang makna. Menurut Pateda (1989), makna berhubungan dengan bayangan
imajinasi kita tentang sesuatu, apakah benda, peristiwa, proses atau abstraksi
sesuatu.
e. Daerah Kesalahan Grafologi
Kesalahan ini mencakup: (i) pemakaian huruf, (ii) pemakaian huruf
kapital dan huruf miring, (iii) penulisan kata, (iv) penulisan unsur serapan, (v)
Hampir sama dengan Pateda, daerah kesalahan berbahasa juga
dikemukakan Tarigan (1988:198—200). Tarigan membagi daerah kesalahan
berbahasa menjadi empat bagian.
a. Daerah Kesalahan Fonologi
Kesalahan fonologi mencakup kesalahan ucapan dan kesalahan ejaan.
Kesalahan ucapan adalah kesalahan mengucapkan kata sehingga menyimpang
dari ucapan baku atau bahkan menimbulkan perbedaan makna. Adapun
kesalahan ejaan ialah kesalahan menuliskan kata atau kesalahan menggunakan
tanda baca.
b. Daerah Kesalahan Morfologi
Kesalahan morfologi adalah kesalahan memakai bahasa disebabkan salah
memilih afiks, salah menggunakan kata ulang, salah menyusun kata majemuk,
dan salah memilih bentuk kata.
c. Daerah Kesalahan Sintaksis
Kesalahan sintaksis adalah kesalahan atau penyimpangan struktur frasa,
klausa, atau kalimat serta ketidaktepatan pemakaian partikel.
d. Daerah Kesalahan Leksikon
Kesalahan leksikon adalah kesalahan memakai kata yang tidak atau
kurang tepat.
Penelitian ini berfokus pada kesalahan ejaan dan kalimat. Daerah
kesalahan berbahasa yang lainnya tidak dibahas dalam penelitian ini. Teori yang
digunakan lebih berfokus pada pendapat Tarigan karena teori kesalahan sintaksis
partikel. Adapun teori yang dikemukakan oleh Pateda, kurang tepat. Misalnya,
menurut Pateda kesalahan sintaksis mencakup kesalahan koherensi (yang
seharusnya masuk pada analisis wacana).
4. Ejaan
Ejaan merupakan salah satu unsur pembangun dalam bahasa. Menurut
Badudu (1980:31), ejaan adalah perlambangan fonem dengan huruf. Ejaan
adalah sistem atau aturan perlambangan bunyi bahasa dengan huruf, aturan
menuliskan kata-kata dengan cara-cara pempergunakan tanda baca
(Kridalaksana, 1975:39). Senada dengan Kridalaksana, Tarigan (1985:7)
menyebutkan bahwa ejaan merupakan cara atau aturan melukiskan kata-kata
dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa.
Demi tercapainya pemakaian bahasa Indonesia yang benar terutama
dalam penulisan ejaan, pada tanggal 17 Agustus 1972, Presiden Soeharto
meresmikan suatu aturan ejaan dengan nama Ejaan yang Disempurnakan (Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1997: 11). Ejaan yang disempurnakan
merupakan pedoman atau kaidah pembakuan bahasa, khususnya bahasa tulis.
EYD mengatur lima hal (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
2003:15—68). Lima hal yang diatur dalam EYD adalah pemakaian huruf,
pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata, penulisan unsur
5. Jenis Kesalahan Ejaan
Pada penelitian ini, untuk menentukan kesalahan ejaan digunakan buku
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2003.
Berdasarkan pedoman di atas, jenis kesalahan ejaan yang akan diteliti, yaitu
pemakaian huruf, pemakaian huruf kapital dan huruf miring, penulisan kata,
penulisan unsur serapan, dan pemakaian tanda baca.
a. Pemakaian huruf
Pedoman ejaan tentang pemakaian huruf meliputi huruf abjad, huruf
vokal, huruf konsonan, huruf diftong, gabungan huruf konsonan, dan
pemenggalan kata. Dari keenam pedoman tentang pemakaian huruf ini yang
masih sering menjadi persoalan adalah pemenggalan kata. Dalam karya tulis,
masih sering ditemukan pemenggalan kata yang tidak sesuai dengan pedoman
ejaan yang benar.
(1) .... pemerintah negeri ini sampai sekarang masih saja kebingungan men-gatasi berbagai persoalan yang mendera rakyatnya. (KR, 8 Mei 2012, hlm. A)
Pemenggalan kata di atas tidak tepat. Kata mengatasi bentuk dasarnya adalah atas, maka pemenggalan kata di atas akan tepat bila ditulis dengan meng-atasi.
(1a) .... pemerintah negeri ini sampai sekarang masih saja kebingungan meng-atasi berbagai persoalan yang mendera rakyatnya.
b. Pemakaian huruf kapital dan huruf miring
Dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
bahasa Indonesia. Huruf kapital dipakai sebagai awal (a) huruf pertama kata
yang terdapat di awal kalimat, (b) huruf pertama petikan langsung, (c) ungkapan
yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, (d) gelar kehormatan,
keturunan, dan keagamaan, (e) jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang,
(f) unsur-unsur nama orang, (g) nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa,
(h) nama tahun, bulan, hari raya, dan peristiwa sejarah, (i) nama geografi,
(j) semua unsur nama negara dan lembaga pemerintahan, (k) semua unsur
bentuk ulang sempurna nama badan, lembaga pemerintah, dan dokumen resmi,
(l) semua unsur nama buku, majalah, surat kabar, judul karangan, (m) singkatan
nama gelar, pangkat, dan sapaan, (n) kata penunjuk kekerabatan yang dipakai
dalam penyapaan dn pengacuan, dan (o) kata ganti Anda.
Meskipun kelihatannya sepele, pemakaian huruf kapital seringkali masih
menimbulkan persoalan. Kesalahan-kesalahan yang timbul dalam pemakaian
huruf kapital masih sering ditemukan. Perhatikan contoh berikut.
(2) Orang asing itu sudah mulai fasih berbicara dalam Bahasa Indonesia. (3) Dia akan pergi naik Haji tahun ini.
(4) Surat anda telah kami terima. (5) Ibu membeli gula Jawa di warung.
Dalam kalimat (2) terdapat kesalahan pemakaian huruf kapital. Penulisan kata
Bahasa dalam kalimat (2) tidak tepat. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bahasa, bukan kata bahasa itu sendiri. Kesalahan yang terdapat
dalam kalimat (3) adalah pada kata Haji. Bentuk yang benar adalah haji karena tidak diikuti dengan nama orang. Kesalahan kalimat (4) terdapat pada kata ganti
(5) juga masih terdapat kesalahan. Kesalahannya terletak pada kata Jawa dalam
frasa gula Jawa. Bentuk yang benar tidak menggunakan huruf kapital karena digunakan sebagai nama jenis, yaitu jawa.
(2a) Orang asing itu sudah mulai fasih berbicara dalam bahasa Indonesia. (3a) Dia akan pergi naik haji tahun ini.
(4a) Surat Anda telah kami terima. (5a) Ibu membeli gula jawa di warung.
Berbeda dengan pedoman pemakaian huruf kapital, pedoman dalam
pemakaian huruf miring hanya terdiri atas tiga ketentuan. Pertama, huruf miring
dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar
yang dikutip dalam tulisan. Kedua, huruf miring digunakan untuk menegaskan
atau mengkhususkan huruf, kata, atau kelompok kata. Ketiga, huruf miring
dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing,
kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Perhatikan contoh berikut.
(6) Materi kuliah dapat kita download dari internet.
(7) Ibu sedang membaca “Genie”.
Kedua contoh kalimat di atas masih terdapat kesalahan dalam ejaannya. Kalimat
(6) menggunakan kata download yang merupakan kata dari bahasa Inggris
sehingga penulisannya harus dimiringkan. Kalimat (7) terdapat dalam kata
Genie. Genie merupakan nama majalah sehingga penulisannya harus menggunakan huruf miring.
c. Penulisan kata
Pedoman ejaan mengenai penulisan kata meliputi sepuluh hal. Hal-hal
yang diatur dalam penulisan kata adalah kata dasar, kata turunan, bentuk ulang,
gabungan kata, kata ganti (ku, kau, mu, dan nya), kata depan (di, ke, dan dari), kata si dan sang, partikel (-lah, -kah, -tah, pun, dan per), singkatan dan akronim,
serta angka dan lambang bilangan.
Menuliskan kata-kata memang mudah. Namun, ketika harus menulis
dengan bentuk yang benar atau baku akan menjadi persoalan. Menulis kata
dengan benar dan baku tidak mudah. Hal ini terbukti ketika masih banyak
kesalahan penulisan kata dalam berbagai karya tulis. Perhatikan contoh berikut.
(8) Semua anak bertepuktangan.
(9) Korupsi harus di basmi.
(10) Apapun alasannya, kamu tidak boleh mencuri. (11) Hanya ini yang ku peroleh.
(12) Sejak kapan adik mu sakit?
Kata-kata yang dicetak miring di atas merupakan kata-kata yang tidak
tepat penulisannya. Pada kalimat (8) kata dasar dari kata yang dicetak miring
adalah tepuk tangan. Ketika kata tersebut mendapat awalan ber-, yang ditulis serangkai hanya kata yang mengikuti langsung. Bentuk yang benar adalah
bertepuk tangan. Kata di basmi dalam kalimat (9) tidak tepat karena di- di sana sebagai awalan bukan kata depan sehingga penulisan yang benar adalah dibasmi.
Penulisan partikel pun pada kata apapun dalam kalimat (10) tidak tepat. Penulisan partikel pun yang benar dipisah dengan kata yang mendahuluinya sehingga penulisan yang benar adalah apa pun. Kalimat (11) dan (12) memiliki
kau, mu, dan nya selalu ditulis serangkai dengan kata yang mengikuti ataupun
mendahuluinya. Penulisan yang benar, yaitu kuperoleh dan adikmu.
(8a) Semua anak bertepuk tangan. (9a) Korupsi harus dibasmi.
(10a) Apa pun alasannya, kamu tidak boleh mencuri. (11a) Hanya ini yang kuperoleh.
(12a) Sejak kapan adikmu sakit?
Partikel pun dapat pula ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya karena lazim dianggap padu. Perhatikan contoh kalimat berikut.
(13) Sekalipun banjir, mereka tidak mau dievakuasi.
(14) Sekali pun, banjir tidak pernah menerjang wilayah kami.
Penggunaan partikel pun dalam kalimat (13) dan (14) berbeda. Partikel pun pada
kalimat (13) ditulis serangkai karena termasuk kelompok yang lazim dianggap
padu, sama halnya dengan biarpun, walaupun, meskipun, adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, kalaupun, kendatipun, maupun sungguhpun yang ditulis serangkai.
Berbeda dengan kalimat (14). Penulisan partikel pun pada kalimat (14) dipisah dengan kata sebelumnya, karena kata sekali pada kalimat itu berarti satu
kali yang menunjukkan jumlah. Tanpa mengubah makna kalimat, partikel pun pada kalimat (14) dapat diganti dengan kata saja, seperti pada kalimat berikut.
(14a) Sekali saja, banjir tidak pernah menerjang wilayah kami.
Kalimat (14a) mempunyai makna yang sama dengan kalimat (14). Kata sekali
d. Penulisan unsur serapan
Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia
dapat dibagi atas dua golongan. Pertama, unsur pinjaman yang belum
sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia. Unsur pinjaman ini belum
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Penulisan unsur serapan yang
belum disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan
kaidah bahasa Indonesia. Berikut contoh-contoh kesalahan yang sering
ditemukan dalam penulisan unsur serapan.
praktek praktik
standard standar (dari bahasa Inggris standard)
standarisasi standardisasi (dari bahasa Inggris standarization)
teoritis teoretis
Dalam pemakaian kebahasaan sering muncul permasalahan apakah bentuk
praktek atau praktik yang benar untuk digunakan. Bentuk yang benar dan sesuai dengan penyerapan yang berlaku adalah praktik sehingga membentu kata seperti
praktikan dan praktikum. Demikian juga dengan penggunaan bentuk standar yang diserap dari bahasa Inggris standard sering digunakan untuk membenarkan
bentuk standarisasi. Bentuk standarisasi tidak benar. Yang benar adalah standardisasi yang diserap dari kata bahasa Inggris standardization. Hal yang serupa terjadi dalam bentuk teoretis yang berasal dari bahasa Inggris theoretical,
e. Pemakaian tanda baca
Ada lima belas tanda baca yang diatur dalam Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnaka. Lima belas tanda baca tersebut, yaitu tanda titik (.), koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda hubung (-), pisah (--),
elipsis (...), tanda tanya (?), tanda seru (!), kurung ((...)), kurung siku ([...]), tanda
petik (“...”), petik tunggal (‘...’), garis miring (/), penyingkat/apostrof (‘).
Perhatikan contoh-contoh di bawah ini.
(15) Saya sudah membaca buku ini halaman 34-45.
(16) Saya membeli kertas, pena dan tinta.
(17) Andi merayakan ulang tahunnya yang ke 15.
(18) Saya membaca Sajak Joki Tobing untuk Widuri dalam kumpulan puisi Potret Pembangunan.
(19) Lomba ini diikuti oleh SMA se Yogyakarta.
(20) Kita memerlukan perabotan rumah tangga kursi, meja, dan lemari. (21) Ini kursus komputer atau apa.
(22) Sediakan dua buah pare dan cuci.
(23) Korupsi juga pernah terjadi dalam pengadaan alat sidik jari Automatic Fingerprint Identification System/AFIS).
(24) PSIS akan berlaga di Liga Utama Indonesia musim kompetisi 2009-2010.
(25) Hidupnya jauh dari sikap ojo duweh atau jangan merasa lebih dari yang lain.
Kalimat (15) mengandung kesalahan dalam menggunakan tanda pemisah (—).
Untuk menunjukkan halaman 34 sampai 45, seharusnya digunakan tanda pisah
(—) bukan tanda penghubung (-) seperti pada kalimat (15) di atas. Perbaikan
ejaan dalam kalimat (15) adalah sebagai berikut.
(15a) Saya sudah membaca buku ini halaman 34—45.
Pada kalimat (16) terdapat kesalahan pemakaian tanda koma (,). Tanda koma
dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Kalimat
harus diberi tanda koma (,). Perbaikan ejaan pada kalimat (16) adalah sebagai
berikut.
(16a) Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
Kalimat (17) dan (19) memiliki kesalahan yang sama, yaitu sama-sama
mengandung kesalahan dalam pemakaian tanda penghubung. Tanda penghubung
digunakan untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan –an, (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan
rangkap. Kalimat (17) sesuai dengan ketentuan (ii) bahwa ke- dan angka dirangkaikan dengan tanda penghubung (-), sedangkan kalimat (19) sesuai
dengan ketentuan (i) bahwa tanda penghubung (-) digunakan untuk merangkai
se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital. Perbaikan ejaan pada kalimat (17) dan (19) adalah sebagai berikut.
(17a) Andi merayakan ulang tahunnya yang ke-15. (19a) Lomba ini diikuti oleh SMA se-Yogyakarta.
Kesalahan yang terdapat pada kalimat (18) adalah kesalahan penggunaan tanda
petik (“...”). Tanda petik (“...”) salah satunya digunakan untuk mengapit judul
syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Dalam kalimat (18)
Sajak Joki Tobing untuk Widuri merupakan judul puisi, sehingga penulisannya harus diapit dengan tanda petik (“...”), bukan ditulis dengan huruf miring.
Adapun penulisan Potret Pembangunan dengan huruf miring sudah benar karena
merupakan judul buku (kumpulan puisi) karya W.S. Rendra. Perbaikan ejaan
(18a) Saya membaca “Sajak Joki Tobing untuk Widuri” dalam kumpulan puisi Potret Pembangunan.
Kalimat (20) mengandung kesalahan pemakaian tanda titik dua (:). Tanda titik
dua (:) salah satu fungsinya adalah dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap
jika diikuti rangkaian atau pemerian. Pada kalimat (20), kelompok kata kursi, meja, dan lemari merupakan rangkaian atau pemerian dari perabotan rumah tangga. Oleh karena itu, tanda titik dua (:) perlu ditambahkan setelah kelompok kata perabotan rumah tangga untuk menunjukkan bahwa kelompok kata kursi, meja, dan lemari berupakan pemerian. Perbaikan ejaan pada kalimat (20) adalah sebagai berikut.
(20a) Kita memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Dalam kalimat (21), terdapat kesalahan pemakaian tanda tanya (?). Tanda tanya
(?) dipakai untuk mengakhiri kalimat tanya. Kalimat (21) merupakan kalimat
tanya sehingga harus diakhiri dengan tanda tanya (?), bukan tanda titik (.) seperti
pada kalimat (21) tersebut. Perbaikan kalimat (21) adalah sebagai berikut.
(21a) Ini kursus komputer atau apa?
Dalam kalimat (22) juga terdapat kesalahan pemakaian tanda baca. Kesalahan
yang terdapat dalam kalimat (22) adalah kesalahan pemakaian tanda seru (!).
Tanda seru (!) dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun
rasa emosi yang kuat. Kalimat (22) merupakan kalimat perintah sehingga harus
diakhiri dengan tanda seru (!). perbaikan ejaan pada kalimat (22) adalah sebagai
berikut.
Kalimat (23) mengandung kesalahan pemakaian tanda kurung ((....)). Tanda
kurung ((...)) digunakan untuk mengapit tambahan keterangan, penjelasan, atau
singkatan. Kesalahannya terdapat pada penulisan singkatan AFIS yang ditulis dengan /AFIS). AFIS merupakan singkatan atau kependekan dari Automatic Fingerprint Identification System sehingga penulisannya harus diapit dengan tanda kurung ((...)). Perbaikan kalimat (23) adalah sebagai berikut.
(23a) Korupsi juga pernah terjadi dalam pengadaan alat sidik jari Automatic Fingerprint Identification System (AFIS).
Kalimat (24) juga mengandung kesalahan dalam pemakaian tanda baca.
Kesalahan tanda baca yang terdapat dalam kalimat (24) adalah kesalahan tanda
garis miring (/). Tanda garis miring (/) dipakai di dalam nomor surat pada alamat
dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Selain
itu, tanda garis miring (/) juga digunakan sebagai pengganti kata atau, tiap. Kesalahan dalam kalimat (24) terdapat pada penulisan masa satu tahun yang
terbagi dalam dua tahun takwim. Kalimat (24) diperbaiki menjadi seperti
berikut.
(24a) PSIS akan berlaga di Liga Utama Indonesia musim kompetisi 2009/2010.
Dalam kalimat (25) terdapat kesalahan pemakaian tanda petik tunggal (‘...’).
Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit (i) petikan langsung yang tersusun
dalam petikan lain, dan (ii) makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan asing. Dalam kalimat (25) terdapat ungkapan asing yang berupa
ungkapan dari bahasa jawa, yaitu ungkapan ojo duweh yang mengandung arti
terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing diapit dengan tanda petik
tunggal (‘...’), maka kalimat (25) dapat diperbaiki ejaannya menjadi sebagai
berikut.
(25a) Hidupnya jauh dari sikap ojo duweh ‘jangan merasa lebih dari yang lain’.
6. Kalimat
Pengertian kalimat didefinisikan oleh beberapa ahli. Ramlan (2005:23)
berpendapat bahwa kalimat ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda
panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Alwi, dkk. (2003:311)
mengatakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan
atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud tulisan,
kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda
tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu di dalamnya disertai dengan tanda
koma (,), titik dua (:), tanda pisah (—), dan spasi. Kalimat juga dapat dipahami
sebagai satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan ataupun tulis, yang
mengungkapkan pikiran dan gagasan yang utuh (Rahardi, 2009:127).
Dari ketiga pendapat mengenai definisi kalimat di atas, peneliti mengacu
pada pendapat yang dikemukakan oleh Alwi, dkk. bahwa kalimat merupakan
satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Alwi, dkk.
(2003:336—389) mengatakan bahwa berdasarkan jumlah klausanya, kalimat
kalimat yang hanya terdiri atas satu klausa, sedangkan kalimat majemuk adalah
kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih.
Dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Alwi,
dkk. (2003:311) disebutkan bahwa kalimat merupakan satuan dasar wacana.
Wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat atau lebih yang letaknya
berurutan, sesuai dengan kaidah kewacanaan.
Alwi, dkk. Juga menjelaskan bahwa kalimat merupakan konstruksi
sintaksis yang mengandung unsur predikasi. Oleh karena itu, kalimat sering
dianggap sama dengan klausa karena klausa juga merupakan kontruksi sintaksis
yang mengandung unsur predikasi. Jika dilihat struktur internalnya, kalimat dan
klausa terdiri atas unsur subjek dan predikat dengan atau tanpa objek, pelengkap
atau keterangan. Perbedaan antara kalimat dan klausa hanya pada ada atau
tidaknya intonasi atau tanda baca akhirnya.
Indradi (2003), dalam bukunya Cermat Berbahasa Indonesia
menyebutkan bahwa kalimat yang baik adalah kalimat yang dapat mewakili
pikiran dan keinginan penulis dengan tepat dan dapat dimengerti oleh pembeca
dengan mudah. Adapun syarat kalimat yang baik adalah sebagai berikut: (a)
berciri gramatikal, (b) mengandung kelogisan, dan (c) sesuai situasi dan kondisi
saat bahasa tersebut digunakan (Soedjito, 1988).
Menurut Rahardi (2010), satuan kebahasaan dapat dikatakan sebagai
kalimat jika memiliki predikat. Jadi, dapat dikatakan bahwa predikat merupakan
Alat penguji kalimat yang kedua adalah dengan teknik permutasi atau
teknik pemutaran. Pembalikan atau permutasi ini dilakukan pada predikat dan
subjek kalimat. Jika pembelikan antara subjek dan predikat kalimat tersebut
tidak memunculkan makna baru, satuan kebahasaan tersebut memang
merupakan kalimat. Perhatikan contoh berikut.
Adik sedang bermain.
S P
Predikat dalam kalimat tersebut adalah sedang bermain. Apabila kalimat
tersebut dipermutasikan menjadi Sedang bermain adik., tidak mengubah
informasi yang disampaikan.
Selain kalimat secara umum dapat diuji dengan teknik pemutaran, unsur-unsur
dalam kalimat juga dapat diuji ada atau tidak di dalam kalimat (Rahardi, 2010).
a. Subjek
Subjek merupakan unsur yang paling pokok di dalam sebuah kalimat.
Sebuah entitas kebahasaan disebut subjek bila dapat menjawab pertanyaan apa
atau siapa. Jadi, alat uji subjek adalah dengan model pertanyaan
[siapa+yang+predikat] untuk subjek orang dan [apa+yang+predikat] untuk
subjek bukan orang. Ciri lain adalah bahwa subjek kalimat dalam bahasa
Indonesia lazimnya bersifat traktif atau pasti (definite)yang ditandai dengan
digunakannya kata itu atau ini di belakang unsur subjek. Ciri lain adalah memiliki pewatas yang sehingga subjek kalimat yang mulanya berupa kata berubah menjadi frasa. Ciri terakhir adalah subjek tidak pernah diawali dengan
b. Predikat
Predikat merupakan unsur pokok kedua dalam sebuah kalimat. Predikat
kalimat dalam bahasa Indonesia dapat ditemukan dengan cara mengajukan
pertanyaan mengapa atau bagaimana. Jadi, alat uji predikat adalah dengan model pertanyaan [mengapa+subjek] atau [bagaimana+subjek]. Ciri lain adalah
bahwa predikat dapat berupa adalah atau ialah. Selain itu, predikat dalam kalimat dapat dinegasikan dengan kata tidak atau bukan. Ciri lain dari sebuah predikat adalah bahwa unsur kebahasaan itu dapat didampingi kata-kata yang
berkaitan dengan masalah aspek dan modalitas.
c. Objek
Objek kalimat wajib hadir pada kalimat berpredikat verba aktif transitif
yang lazimnya berawalan me-. Objek tidak dimungkinkan hadir pada kalimat berpredikat verba pasif di-, ber-, atau ke-an. Ciri lain adalah objek mutlak harus
berada langsung di belakang predikat. Selain itu, objek dapat menempati posisi
subjek dalam kalimat pasif, akan tetapi perannya tetap sebagai sasaran bukan
pelaku. Ciri yang terakhir, objek kalimat tidak pernah didahului preposisi atau
kata depan.
d. Pelengkap
Pelengkap atau komplemen harus hadir dalam kalimat dengan verba aktif
intransitif. Dalam banyak hal, objek dan pelengkap memiliki kesamaan, yaitu
melengkapi kalimat. Perbedaan mendasar antara pelengkap dan objek adalah
pelengkap tidak dapat menempati posisi subjek dalam kalimat pasif.
e. Keterangan
Keterangan alam kalimat bersifat lentur, artinya kehadirannya tidak
bersifat wajib dalam sebuah kalimat. Tugas keterangan adalah memberikan
informasi lebih lanjut tentang sesuatu di dalam kalimat, seperti waktu, tempat,
cara, sebab, tujuan, dan sebagainya. Keterangan dapat berupa frasa yang ditandai
dengan kehadiran kata depan atau preposisi, dapat pula berupa klausa yang
ditandai dengan konjungsi atau kata penghubung. Kehadiran keterangan tidak
terikat pada posisi. Keterangan dapat berada di awal, tengah, ataupun akhir
sebuah kalimat. Keterangan dapat berada di antara subjek dan predikat, dapat
pula berada di antara predikat dan objek.
7. Jenis Kesalahan Kalimat
Kesalahan kalimat yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup
kesalahan kekurangan unsur kalimat dan kesalahan urutan unsur kalimat. Unsur
kalimat yang akan dianalisis adalah subjek, predikat, objek, pelengkap, dan
keterangan. Selain itu, jenis kesalahan kalimat lain adalah kalimat yang tidak
logis, kalimat yang ambigu, penggunaan konjungsi yang berlebihan, penggunaan
a. Kesalahan kekurangan unsur kalimat
Kekurangan unsur kalimat yang dibahas dalam penelitian ini adalah
kekurangan subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (PEL), dan
keterangan (KET). Masing-masing unsur tersebut dipaparkan sebagai berikut.
1) Kekurangan subjek
Sugono (2009:41) menyebutkan bahwa subjek adalah unsur pokok yang
terdapat pada sebuah kalimat di samping predikat. Kesalahan kekurangan unsur
subjek biasanya karena adanya kata depan di awal kalimat. Untuk
mengidentifikasi ada atau tidaknya unsur subjek dalam kalimat, digunakan
model pertanyaan “Siapa/apa yang predikat (P)?” Perhatikan contoh berikut.
Untuk kegiatan itu memerlukan biaya yang cukup banyak.
K P O
Kalimat tersebut tidak bersubjek. Kalimat tersebut akan menjadi lengkap
unsurnya apabila kata depan untuk dihilangkan, atau kalimatnya diubah menjadi
kalimat pasif. Kalimat tersebut dapat diperbaiki menjadi sebagai berikut.
(a) Kegiatan itu memerlukan biaya yang cukup banyak.
(b) Untuk kegiatan itu, diperlukan biaya yang cukup banyak.
Kalimat (a) subjek kalimatnya adalah kegiatan itu. Hal itu dapat dibuktikan dengan pertanyaan, “Apa yang memerlukan (P) biaya?”, jawabannya tentu saja
adalah adalah kegiatan itu. Demikian pula kalimat (b), subjeknya adalah biaya
2) Kekurangan predikat
Predikat merupakan bagian kalimat yang menerangkan subjek.
Kekurangan unsur predikat mengakibatkan kalimat tidak jelas tindakan apa yang
dilakukan oleh subjek. Ada dua pendapat yang ditemukan peneliti tentang unsur
predikat. Ramlan mengatakan bahwa semua kata dibelakang subjek merupakan
predikat. Pendapat kedua adalah pendapat Alwi yang menyatakan bahwa tidak
semua kata dibelakang subjek merupakan predikat. Untuk mengidentifikasi ada
atau tidaknya unsur predikat dalam kalimat, digunakan model pertanyaan
“Subjek (S) mengapa/bagaimana?” Perhatikan contoh di bawah ini.
Ibu ke pasar.
S KET
Menurut Ramlan kalimat di atas merupakan kalimat yang benar. Ke pasar dapat
dikatakan sebagai predikat karena merupakan kata kerja dan merupakan jawaban
dari pertanyaan ibu sedang apa? Namun dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan pendapat Ramlan. Pendapat Moeliono yang digunakan dalam
penelitian ini. Kalimat di atas tidak lengkap karena belum mempunyai predikat.
Hal itu dapat dibuktikan dengan pertanyaan, “Ibu (S) mengapa?” Ke pasar bukanlah jawaban atas pertanyaan tersebut karena merupakan keterangan. Agar
kalimat tersebut menjadi lengkap, perlu ditambahkan predikat. Kalimat yang
benar adalah sebagai berikut.
Ibu pergi ke pasar.
Kalimat di atas merupakan kalimat yang lengkap. Sudah ada predikat dalam
dengan penerapan model pertanyaan “Ibu (S) mengapa?”, jawabanya adalah
pergi dilengkapi dengan keterangan ke pasar.
3) Kekurangan objek
Unsur objek diperlukan pada kalimat yang predikatnya berupa verba
transitif. Ciri-ciri kalimat yang berobjek adalah jika dipasifkan objek dapat
menduduki subjek. Dengan kata lain, unsur objek wajib ada dalam yang
berpredikat verba aktif transitif. Verba aktif transitif lazim ditandai dengan
awalan me-. Kekurangan unsur objek dalam kalimat aktif transitif menyebabkan
kalimat menjadi tidak jelas maksudnya.
Aini membeli di warung. S P K
Kalimat tersebut tidak lengkap karena belum berobjek. Perdikat dalam kalimat
itu merupakan kata kerja transitif sehingga memerlukan O. Kalimat tersebut
dapat diperbaiki menjadi seperti berikut.
Aini membeli roti di warung.
Kalimat di atas sudah lengkap dengan adanya objek, yaitu roti. Kalimat tersebut
dapat diubah menjadi kalimat pasif dengan objek sebagai subjeknya. Bentuk
pasif dari kalimat di atas adalah sebagai berikut.
Roti dibeli (oleh Aini) di warung.
4) Kekurangan pelengkap
Unsur pelengkap mempunyai persamaan dengan objek, yaitu berada di
belakang predikat. Perbedaannya adalah kalimat yang berpelengkap tidak dapat
diubah menjadi kalimat pasif. Dengan kata lain, unsur pelengkap dalam sebuah
objek dan pelengkap, yaitu jika dalam kalimat aktif terdapat objek dan
pelengkap dibelakang predikat, unsur objek itulah yang akan menjadi subjek
dalam kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.
Anak itu bermain.
S P
Kalimat di atas merupakan kalimat yang tidak berpelengkap. Kekurangan unsur
PEL dalam kalimat itu menyebabkan tidak jelas apa yang dimainkan oleh anak
itu. Kalimat tersebut akan menjadi lengkap bila ada penambahan PEL seperti di bawah ini:
Anak itu bermain kelereng.
Hal lain yang perlu diperhatikan ialah, jika dalam kalimat aktif terdapat objek
dan pelengkap dibelakang predikat, unsur objek itulah yang akan menjadi subjek
dalam kalimat pasif. Perhatikan contoh berikut.
Ibu membelikan adik.
S P O
Sekilas, kalimat di atas sudah benar karena sudah tersusun atas unsur sebjek,
predikat, dan objek. Sebenarnya, kalimat tersebut masih memiliki kekurangan,
yaitu kekurangan unsur pelengkap. Hal itu dapat dibuktikan dengan pertanyaan,
“Apa yang Ibu (S) belikan (P) untuk adik (O)?”. Jawaban dari pertanyaan
tersebut akan menjadi pelengkap kalimat.
Ibu membelikan adik baju baru.
S P O PEL
Adik dibelikan baju baru (oleh ibu).
Baju baru tidak dapat menempati posisi subjek dalam kalimat pasif. Jika baju baru ditempatkan pada posisi subjek, kalimatnya menjadi tidak logis. Perhatikan kalimat berikut.
Baju baru dibelikan adik (oleh ibu).
Tentu saja kalimat di atas tidak benar. Kalimat di atas menunjukkan bahwa
adik-lah yang dibeli oleh ibu. Hal itu tidak mungkin, yang bisa dibeli hanyalah barang, manusia tidak dapat dibeli. Yang dibelikan ibu untuk adik adalah baju baru. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa baju baru (pelengkap) tidak dapat menempati subjek dalam kalimat pasif.
5) Kekurangan keterangan
Unsur yang tidak menduduki fungsi subjek, predikat, objek, dan
pelengkap diperkirakan menduduki fungsi keterangan. Letak unsur keterangan
dalam kalimat bebas, dapat di awal, tengah, maupun akhir kalimat. Unsur
keterangan dalam kalimat bersifat lentur dan tidak wajib karena bukan
merupakan unsur utama pembentuk kalimat. Tugas unsur keterangan dalam
kalimat adalah memberikan informasi lebih lanjut tentang sesuatu dalam kalimat
tersebut, misalnya tempat, waktu, tujuan, sebab, dan sebagainya. Perhatikan
contoh kalimat di bawah ini.
Anjing itu mati. S P
Kalimat di atas kekurangan unsur keterangan. Sebenarnya, tanpa unsur
keterangan pun kalimat tersebut sudah benar, hanya saja informasi yang
apa yang menyebabkan anjing itu mati. Supaya maksud kalimat itu jelas, perlu ditambahkan kelompok kata yang menjadi KET. Perbaikannya adalah sebagai
berikut.
Anjing itu mati karena tertabrak mobil.
b. Kesalahan urutan unsur kalimat
Kesalahan struktur kalimat disebabkan oleh tidak konsistennya
penggunaan pola kalimat bahasa Indonesia. Kesalahan urutan unsur kalimat
yang biasanya terjadi adalah antara predikat dan objek yang disisipi unsur lain,
seperti keterangan. Berikut ini adalah contoh kesalahan urutan fungsi kalimat.
Lembaga itu mengadakan bulan ini bedah buku.
S P KET O
Urutan unsur kalimat di atas tidak benar. Predikat dalam kalimat tersebut
memiliki hubungan yang erat dengan objek sehingga tidak dapat disisipi unsur
lain. Pada kalimat tersebut, di antara P dan O disisipi oleh unsur KET, yaitu
bulan ini. Kalimat tersebut akan menjadi benar apabila diubah menjadi seperti berikut:
Lembaga itu mengadakan bedah buku bulan ini.
S P O KET
c. Kalimat yang tidak logis
Menurut Setyawati (2010:92), kalimat yang tidak logis adalah kalimat
yang tidak masuk akal. Hal ini terjadi karena pembicara atau penulis kurang
Yang sudah selesai mengerjakan soal harap dikumpulkan.
S P
Kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak logis karena tidak mungkin yang
sudah selesai mengerjakan soal (S) itulah yang harap dikumpulkan. Yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut adalah hasil pekerjaannya yang
dikumpulkan. Perbaikan kalimatnya sebagai berikut.
Yang sudah selesai mengerjakan soal harap mengumpulkan pekerjaannya.
Kalimat di atas sudah logis karena yang dikumpulkan bukan yang mengerjakan
melainkan hasil pekerjaannya.
d. Kalimat yang ambigu
Kalimat yang ambigu adalah kalimat yang bermakna ganda. Hal itu dapat
disebabkan karena intonasi yang tidak tepat, pemakaian kata ynag bersifat
polisemi, dan struktur kalimat yang tidak tepat. Perhatikan contoh kalimat di
bawah ini.
Mobil rektor yang baru mahal harganya.
Kalimat di atas memiliki dua penafsiran makna yang berbeda. Pertama,
keterangan yang baru merujuk pada nomina yang terakhir, yaitu rektor. Kedua, keterangan itu merujuk pada keseluruhannya, yaitu mobil rektor. Agar tidak menimbulkan salah penafsiran, kalimat tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut.
Sugono (2009: 202—203) menyebutkan bahwa pemaduan dua konsep
dalam kalimat dapat melahirkan struktur kalimat yang tidak tegas dan bermakna
ganda (ambigu). Dua konsep yang sering dipadukan sehingga menimbulkan
kalimat yang bermakna ganda sebagai berikut.
1) Aktif dan pasif
2) Subjek dan keterangan
3) Pengantar kalimat dan predikat
4) Kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat
5) Induk kalimat dan anak kalimat
e. Penggunaan konjungsi yang berlebihan
Penggunaan konjungsi ini biasa terjadi akibat kekurangcermatan pemakai
bahasa. Menurut Setyawati (2010:97), hal itu terjadi karena dua kaidah bahasa
bersilang dan bergabung dalam sebuah kalimat. Dua kaidah berbeda yang
biasanya bergabung menjadi satu kalimat, yaitu kaidah kalimat majemuk setara
dan kalimat majemuk bertingkat. Hal tersebut ditandai dengan penggunaan dua
konjungsi yang seolah-olah merupakan konjungsi korelatif. Perhatikan contoh
berikut.
Meskipun hukuman sangat berat, tetapi pencuri itu tidak gentar.
Kalimat di atas menggunakan dua konjungsi, yaitu meskipun dan tetapi. Sekilas,
kalimat tersebut merupakan kalimat yang benar dengan menggunakan konjungsi
korelatif. Namun, penggunaan kedua konjungsi dalam kalimat tersebut tidak
kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Sebaiknya digunakan
satu konjungsi saja. Perbaikannya sebagai berikut.
(a) Meskipun hukuman sangat berat, pencuri itu tidak gentar. (b) Hukuman sangat berat, tetapi pencuri itu tidak gentar.
f. Penggunaan kata tanya yang tidak perlu
Dalam bahasa Indonesia sering dijumpai penggunaan kata-kata tanya,
seperti di mana, yang mana, dari mana yang terdapat dalam kalimat berita (bukan kalimat tanya). Penggunaan bentuk-bentuk tersebut kemungkinan karena
pengaruh bahasa asing. Perhatikan contoh kalimat berikut ini.
Sektor pariwisata yang mana merupakan tulang punggung perekonomian negara harus senantiasa ditingkatkan.
Kata tanya yang mana tidak perlu digunakan dalam kalimat tersebut. Bahasa Indonesia sudah memiliki penghubung yang tepat, seperti kata yang. Kalimat tersebut dapat diperbaiki sebagai berikut.
Sektor pariwisata yang merupakan tulang punggung perekonomian
negara harus senantiasa ditingkatkan.
g. Kesalahan pilihan kata
Dalam kehidupan sehari-hari, sering dijumpai kalimat-kalimat tidak
gramatikal yang disebabkan oleh penggunaan kata secara tidak tepat.
Penggunaan kata yang tidak tepat dapat mengaburkan makna yang akan
disampaikan dan membuat pembaca tidak memahami pesan apa yang ingin
disampaikan penulis. Sugono (2009:222) mengatakan bahwa di dalam
yang dihasilkan dapat memenuhi syarat sebagai kalimat yang baik. Berikut
dikemukakan contoh penggunaan kata yang tidak tepat.
Sebagian dari kekayaan pengusaha itu diserahkan kepada yayasan yatim piatu.
Penggunaan kata dari dalam kalimat di atas tidak tepat karena dari kata sebagian
pasti merupakan bagian dari sesuatu. Jadi, kata dari dalam kalimat di atas tidak
perlu digunakan. Perbaikan kalimatnya adalah sebagai berikut.
Sebagian kekayaan pengusaha itu diserahkan kepada yayasan yatim piatu.
h. Pemborosan kata
Pemborosan kata merupakan penggunaan kata yang mubazir. Menurut
Ramlan, dkk. (1992:65), penggunaan bentuk yang mubazir sebenarnya tidak
menimbulkan salah tafsir, sehingga informasi yang akan disampaikan kepada
pembaca tetap dapat diterima. Namun demikian, penggunaan bentuk mubazir
dalam kalimat sebaiknya dihindari untuk tujuan penghematan. Berikut
dipaparkan contoh kalimat yang menggunakan bentuk mubazir.
Para siswa-siswa sedang belajar di perpustakaan.
Kemubaziran yang terdapat dalam kalimat di atas adalah pemakaian bentuk
jamak para dan siswa-siswa. Agar tidak mengandung kemubaziran atau
pemborosan kata, cukup menggunakan salah satu bentuk saja. Kalimat diatas
dapat diperbaiki menjadi:
8. Kriteria Penyusunan Buku Pelajaran
Buku pelajaran adalah bahan/materi pelajaran yang dituangkan secara
tertulis dalam bentuk buku yang digunakan sebagai bahan pegangan belajar dan
mengajar baik sebagai pegangan pokok maupun pelengkap (Suharjono, 2001).
Sitepu (2012) menyebutkan bahwa ada yang menganggap buku sekolah atau
buku pelajaran dalam arti luas adalah semua buku yang dipakai dalam proses
belajar, termasuk lembar kerja siswa/buku tugas (working book), modul, dan buku pelengkap atau pengayaan. Buku sekolah dibagi dalam empat kelompok: (a)
buku pelajaran pokok, (b) buku pelajaran pelengkap, (c) buku bacaan, dan (d)
buku sumber.
Hakikatnya buku teks pelajaran merupakan penjabaran kurikulum secara
operasional. Sitepu ( 2012:27—28) menyebutkan bahwa dalam penjabaran itu,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti tujuan pendidikan nasional,
tujuan pendidikan dasar dan menengah, standar nasional pendidikan, standar
pendidikan nasional, teori belajar dan membelajarkan, bahasa, ilustrasi, serta
hal-hal yang berkaitan dengan desain buku teks pelajaran. Selain itu, perlu
diperhatikan pula kurikulum satuan pendidikan terkait dengan buku teks
pelajaran yang akan disusun.
Penelitian ini menganalisis kesalahan berbahasa pada buku pelajaran,
maka yang dijabarkan di sini hanya kaidah bahasa dalam menyusun buku teks
pelajaran. Dalam menulis buku teks pelajaran, penulis harus menggunakan tata
oleh Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Bahasa. Sitepu (2012:111)
menegaskan bahwa kesalahan pemakaian kaidah bahasa dalam buku teks
pelajaran harus dihindari karena siswa menggunakan buku itu sebagai sumber
utama dan rujukan dalam belajar dan menganggap isi buku itu luput dari berbagai
kesalahan termasuk kesalahan kaidah bahasa. Kaidah bahasa yang perlu
diperhatikan, yaitu kelengkapan kalimat, susunan kata, dan penulisan ejaan.
a. Kelengkapan kalimat
Kalimat merupakan rangkaian kata yang menunjukkan pikiran dan
bermakna lengkap, setidak-tidaknya memiliki pokok kalimat (subjek) dan
sebutan (predikat). Kalimat yang semakin panjang, semakin memerlukan
keteraturan dalam penyusunannya. Penggunaan kalimat yang sederhana/pendek
atau kompleks/panjang tidak hanya tergantung pada makna yang hendak
disampaikan, tetapi juga pada karakteristik sasaran pembacanya. Selain
menggunakan kaidah bahasa yang benar, dalam menyusun kalimat perlu pula
diperhatikan penggunaan kata ganti atau keterangan yang dapat membuat
kalimat bermakna ganda dan membingungkan.
b. Susunan kata
Bahasa Indonesia menggunakan hukum DM (Diterangkan dan
Menerangkan) dalam menyusun kata. Artinya, kata yang pertama disebutkan
diterangkan oleh kata berikutnya, atau kata yang di belakang menerangkan kata