PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG
TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG GO PUBLIK DI BEI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan Dalam Memperoleh Gelar Sar jana Ekonomi
J ur usan Manajemen
Diajukan oleh :
Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG
TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG GO PUBLIK DI BEI
SKRIPSI
Diajukan oleh :
Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG
TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG GO PUBLIK DI BEI
Yang diajukan
Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM
Disetujui untuk mengikuti Ujian Lisan oleh
Pembimbing Utama
Dr a.Ec.Nur janti Takar ini,MSi Tanggal :...
Mengetahui
Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
USULAN PENELITIAN
PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG
TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG GO PUBLIK DI BEI
Yang diajukan
Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM
Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh
Pembimbing Utama
Dr a.Ec.Nur janti Takar ini,MSi Tanggal :...
Mengetahui
Ketua Jurusan Progam Studi Manajemen
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan
berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul
“Pengar uh Insider Ownership, Kebijakan Hutang Ter hadap Kebijakan
Dividen Dan Nilai Per usahaan Manufaktur Yang Go Publik Di Bei
2007-2010”.
Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian
Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil
maupun materiil, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar,MM, MS. Selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jawa Timur.
4. Ibu Dra.Ec.Nurjanti Takarini,MSi selaku Dosen Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa merampungkan
5. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis
selama menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“
Jawa Timur.
6. Kepada kedua orangtuaku dan Suamiku tercinta berserta adik-adikku
tersayang yang telah memberikan dukungan baik moril ataupun material.
7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi
terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam
skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap saran
dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.
Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan.
Salam hormat,
Surabaya, Mei 2012
PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG
TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI
PERUSAHAAN MANUFAKTUR
YANG GO PUBLIK DI BEI
Mir sha Putr i Pr atiwi
Abstr aksi
Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuItas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan Aziz dan Suwaldiman,(2006). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemgang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang sangat mudah terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan kegiatan perusahaan manufaktur adalah mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi melalui proses produksi. Sehingga rentan terhadap fluktuasi ekonomi seperti perubahan harga bahan baku, harga bahan bakar dan lain-lain
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2007 – 2010 dimiliki oleh sampel sebesar 10 perusahaan. Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu penarikan sampel berdasarkan pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berasal dari perusahaan. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah analisis regresi linier berganda.
Berdasarkan dari hasil penelitian 1)Insider ownership menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial atau insider ownership dapat memicu masalah keagenan dan deviden yang tinggi cenderung tidak di bagikan kepada pemegang saham tetapi digunakan untuk operasional perusahaan. 2. Tingkat hutang atau leverage perusahaan manufaktur pada perusahaan manufaktur yang go publik di BEI menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang-hutangnya, sehingga perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi mampu dalam meningkatkan dividen payout ratio perusahaan 3.Dividen merupakan aliran kas masuk bagi pemegang saham, jadi semakin tinggi dividen, maka pemegang saham semakin sejahtera atau kaya (nilai perusahaan)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
ABSTRAKSI ... vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 11
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 13
2.2 Landasan Teori ... 16
2.2.1 Teori Keagenan ... 16
2.2.1.1. Masalah Keagenan ... 16
2.2.1.2. Biaya Keagenan ... 18
2.2.1.3. Cara Mengatasai Biaya Keagenan ... 18
2.2.2 Kebijakan Hutang Perusahaan ... 19
2.2.2.1.Pengertian Hutang ... 19
2.2.2.2. Jenis-Jenis Hutang ... 19
2.2.2.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pemberian Hutang ... 22
2.2.3. Insider Ownership ... 23
2.2.4. Kebijakan Dividen ... 24
2.2.4.1. Pengertian Kebijakan Dividen ... 24
2.2.4.3. Dividen Payout Ratio ... 26
2.2.5. Nilai Perusahaan ... 27
2.2.5.1. Pengertian Nilai Perusahaan ... 27
2.3 Pengaruh Insider Ownership Terhadap Kebijakan Diviedn 30
2.3.1. Pengaruh Kebjakan Hutang Terhadap Kebijakan Dividen ... 32
2.3.2. Pengaruh Dividen Terhadap Nilai Perusahaan ... 34
2.4 Kerangka Konseptual ... 35
2.5 Hipotesis... 36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Pengukuran Variabel ... 37
3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 39
3.6. Teknik Analisis Dan Pengujian Hipotesis ... 43
4.3. Uji Normalitas ... 56
4.3.1. Uji Asumsi Klasik ... 59
4.4. Analisa Model Dan Pengujian Hipotesis ... 62
4.4.1. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 62
4.4.2. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda 1 ... 63
4.4.3. Uji F ... 64
4.4.4. Uji Persamaan 1 ... 65
4.4.5 Uji Persamaan 2 ... 66
4.5. Pembahasan ... 67
4.5.1. Pengaruh insider ownership Terhadap Kebijakan Dividen ... 67
4.5.2. Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Kebijakan Dividen ... 68
4.5.3. Pengaruh DPR Terhadap Nilai Perusahaan ... 70
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kesimpulan ... 72
5.2. Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 PBV dan DPR Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik Di
Bursa Efek Indonesia 2008-2010 ... 9
Tabel 4.1. Insider Ownership Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 . 52 Tabel 4.2. DER Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 ... 53
Tabel 4.3 DPR Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 ... 54
Tabel 4.4 PBV Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 ... 55
Tabel 4.5. Uji Normalitas ... 56
Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Dengan Transformasi ... 57
Tabel 4.7. Uji Kualitas Data ... 58
Tabel 4.8. Uji Durbin Watson ... 60
Tabel 4.9. Nilai VIF ... 61
Tabel 4.10 Korelasi Rank Spearmen ... 62
Tabel 4.11 Analisis Regresi Linear Berganda ... 62
Tabel 4.12. Analisis Regresi Sederhana ... 64
Tabel 4.13 Uji f ... 65
Tabel 4.14 Uji t ... 65
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Distribusi daerah Keputusan Autokorelasi ... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Tabulasi Data Keuangan
Lampiran 2 : Hasil Uji Normalitas
Lampiran 3 : Hasil Uji Asumsi Klasik
Lampiran 4 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik
(shareholder) melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan
dan keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal,
demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan,. Tujuan
ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai
perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak shareholder yang
menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para professional yang
bertanggungjawab mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer
yang diangkat oleh shareholder diharapkan akan bertindak atas nama shareholder
tersebut, yakni memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran
shareholder akan dapat tercapai.
Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan.
Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham
sehingga mengurangi biaya keagenan ekuItas. Perusahaan memiliki kewajiban
untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik.
Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba
sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Sebagai
konsekuensi dari kebijakan ini, perusahaan menghadapi biaya keagenan hutang
Kebijakan leverage adalah aktivitas pendanaan, yaitu menentukan sampai
sejauh mana utang digunakan dalam struktur modal perusahaan. Dalam Stice et al
(2004 : 818), pihak-pihak yang mempertimbangkan untuk berinvestasi kepada
suatu perusahaan akan tertarik dengan struktur leverage dari perusahaan tersebut.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan utang dan
nilai perusahaan. Modigliani dan Miller (MM) dalam Brigham dan Houston
(1999: 43), berpendapat bahwa utang bermanfaat karena bunga dapat dikurangkan
dalam menghitung pajak, tetapi utang juga menimbulkan biaya yang berhubungan
dengan kebangkrutan yang aktual dan potensial. Penelitian Taswan (2003)
menyatakan bahwa kebijakan utang berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai perusahaan. Hasil riset ini dikatakan konsisten dengan Jensen (1986), yang
menyatakan bahwa adanya utang akan mengendalikan penggunaan arus kas bebas
(free cash flow) secara berlebihan oleh manajemen.
Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk
mengurangi konflik keagenan (Crutchley dan Hansen : 1989; Jensen, Solberg dan
Zorn, 1992). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk
mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemgang saham sehingga bertindak
sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase
kepemilikan, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung
jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Pada kepemilikan yang
menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang
saham. Hal ini menyebabkan kekuasaan pemegang saham dan menyerahkan
tinggi sehingga meningkatkan biaya keagenan. Pada kondisi ini, konflik keagenan
diatasi dengan meningkatkan kepemilikan manajerial. Sebaliknya pada
kepemilikan yang terkonsentrasi masalah keagenan disebabkan oleh hubungan
antara pemegang saham dan kreditor. Masalah ini dijumpai pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia.
Demikian pula saham perusahaan dengan size kecil mempunyai tingkat
frekuensi perdagangan tidak secepat dan tidak semudah saham perusahaan dengan
size besar. Pada umumnya perusahaan dengan size kecil sangat riskan' terhadap
perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan dibandingkan
dengan saham perusahaan dengan size besar. Wiajajal,(2009: 21-30)
Para pemilik modal (sebagai principal) memberi kepercayaan kepada para
profesional (manajerial) atau insider untuk mencapai tujuan tersebut (Harjito,
2006). Pemberian kepercayaan oleh pemilik modal kepada insider merupakan
pemisahan fungís antara fungsi pengambilan keputusan dan fungsi risk bearing
(Jansen and Meckling, 1976). Namun demikian pihak insider sering bekerja bukan
untuk memaksimumkan nilai perusahaan, tapi justru mengurusi atau berkutat pada
peningkatan kesejahteraan insider sendiri. Namun dengan adanya insider
ownership maka kecenderungan ini akan berubah karena insider merangkap
sebagai pemilik modal. Dengan adanya insider ownership maka dimungkinkan
insider juga ingin memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan
wewenangnya dalam menentukan berbagai kebijakan perusahaan, seperti
kebijakan dividen dan kebijakan hutang. Kebijakan dividen, insider ownership
secara simultan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa proporsi ekuitas
yang dikontrol oleh para insider dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan
perusahaan. Leland dan Pyle (1977) dan Ross (1977) menyajikan hipotesis bahwa
insider ownership dan kebijakan finansial dapat membantu menyelesaikan
asimetri informasional antara manajer dengan investor eksternal.
Pada kenyataannya, penggunaan hutang 100 persen sekarang ini sulit
dijumpai dan menurut trade off theory semakin tinggi hutang maka semakin tinggi
beban kebangkrutan yang ditanggung perusahaan. Penambahan hutang akan
meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan. Semakin besar
hutang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu
membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan
akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih tinggi daripada
penghematan pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus sangat hati-hati dalam
menentukan kebijakan hutangnya karena peningkatan penggunaan hutang akan
menurunkan nilai perusahaannya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007)
Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang sangat mudah
terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan kegiatan
perusahaan manufaktur adalah mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi
melalui proses produksi. Sehingga rentan terhadap fluktuasi ekonomi seperti
perubahan harga bahan baku, harga bahan bakar maupun perubahan nilai tukar
rupiah terhadap US Dollar. Menurut data dari Indonesian Capital Market
Directory terdapat 153 perusahaan manufaktur yang bergerak dalam berbagai
produk kayu, produk kertas dan turunannya, kimia dan turunannya, perekat,
produk plastik dan kaca, semen. Produk logam dan turunanya, mesin, kabel,
peralatan kantor dan elektronik, produk otomotif dan turunanya, peralatan
fotografi, farmasi dan barang-barang konsumsi. Tujuan utama perusahaan adalah
meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau
pemegang saham (Weston dan Copeland, 1999). Nilai perusahaan dapat
ditingkatkan dengan melalui pengaturan kegiatan manajemen yang salah satunya
melalui manajemen keuangan.
”JAKARTA: Berlawanan dengan kisah penawaran publik perdana (IPO)
PT Krakatau Steel Tbk, tiga underwriter (penjamin emisi) IPO PT Garuda
Indonesia (Per sero) Tbk kemungkinan harus menyerap saham yang tidak terjual
ke in vestor senilai Rp1,5 tri liun-Rp2,3 triliun. Ironisnya, serapan investor asing
ternyata meleset dari yang ditargetkan dengan porsi 20% dari total lembar saham
yang dilepas ke publik. Asing hanya menyerap 1,9% dari total saham yang
ditawarkan, atau setara dengan Rp91 miliar. Informasi yang berkembang di pasar
menyebutkan harga penawaran Garuda yang di atas Rp700 per saham terlalu
tinggi dibandingkan dengan valuasi saham Garuda sendiri. Seharusnya,
berdasarkan hitungan price to book value dan price to earning ratio, harga Garuda
tak jauh dari kisaran Rp500-an per saham. Sejumlah eksekutif yang tidak mau
disebutkan namanya dan terlibat dalam konsolidasi IPO Garuda Rabu malam
mengungkapkan pada hari terakhir penawaran banyak calon investor, terutama
asing yang membatalkan pembelian sehingga jumlah saham yang harus diserap
harus diserap hingga Rp2,3 triliun. Penyebabnya banyak investor yang
membatalkan pesanan sahamnya pada hari-hari terakhir. Ada yang semula pesan
Rp100 miliar, namun hanya ditebus Rp10 miliar,“ ujarnya kemarin. Menurut dia,
besarnya nilai saham yang harus ditelan itu berpotensi membuat perusahaan
sekuritas yang menjadi underwriter PT Bahana Securities, PT Danareksa
Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas-menanggung beban yang sangat
besar.Bisnis.com(10/02/2011).
”Norico Gaman, Head Departemen Riset PT BNI Securities, mengatakan,
harga saham pertambangan selama 2008 memang menurun, tetapi memasuki
pertengahan 2009 ia melihat adanya prospek perbaikan harga saham sektor ini
secara bertahap. Persepsi perbaikan harga saham itu berdasarkan fundamental
perusahaan yang masih bagus dalam jangka panjang dan peluang pertumbuhan
usaha yang lebih baik ketika terjadi pemulihan ekonomi dunia tahun 2010.
Selain itu, valuasi saham pertambangan saat ini sudah sangat rendah, bila melihat
nilai perbandingan harga saham terhadap laba bersih per saham (price earning
ratio/PER) saham-saham pertambangan dibandingkan dengan nilai PER rata-rata
sektor pertambangan pada kondisi sekarang sebesar 12,2 kali. Jika memperhatikan
nilai PER, saham batu bara seperti PT Tabang Batubara Bukit Asam (PTBA),
Indo Tambangraya Megah (ITMG), dan BUMI sudah berada di bawah nilai PER
rata-rata sektor pertambangan”.
”Sementara itu, perbandingan harga saham terhadap nilai buku per saham
(price to book value/PBV) saham-saham perusahaan tersebut masih di bawah nilai
lebih rendah dari rata-rata industri pertambangan memberi gambaran bahwa harga
saham perusahaan tambang saat ini relatif masih tinggi (overrvalued) dibanding
harga pasar wajarnya (fair market value), dan potensi pertumbuhan usaha dalam
jangka panjang. Hal ini haruslah dicermati dengan baik.“Karena itu saya melihat
bahwa harga saham-saham pertambangan sekarang memberi peluang investasi
yang sangat menarik dengan memperhatikan prospek pertumbuhan usaha ke
depan,” kata Norico mantap. Prospek yang positif juga didukung imbal hasil atau
rasio laba bersih perusahaan terhadap modal pemegang saham (ROE) yang
rata-rata masih cukup tinggi”.Swa.co.id/06/06/2010.
Nilai perusahaan dapat diproksikan dengan price to book value (PBV).
Price to book value merupakan pembagian nilai pasar saham dengan nilai buku
per lembar saham. Nilai PBV yang lebih dari 1 dikatakan sebagai overvalued yang
dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih tinggi dibandingkan nilai
bukunya. Nilai PBV yang kurang dari 1 dikatakan sebagai undervalued yang
dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih rendah dibandingkan nilai
bukunya. Nilai PBV yang sama dengan 1 dapat diartikan bahwa saham
perusahaan dinilai sama dengan nilai bukunya (Damodaran, 1997 : 108)
Berikut adalah nilai PBV dari perusahaan manufaktur yang go publik
dalam kurun waktu 2007-2010:
Sumber : PT.BEI, 2010, (lampiran 1)
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan manufaktur
yang go publik di Bursa Efek Indonesia memiliki Nilai Perusahaan yang
mendapat perhatian dari investor yang mengakibatkan saham emiten perusahaan
manufaktur kurang likuid sehingga saham emiten manufaktur hanya bergerak
aktif di saat tertentu saja.
Fenomena di atas bahwa nilai perusahaan dapat diproksikan dengan price
to book value (PBV). Price to book value merupakan pembagian nilai pasar saham
dengan nilai buku per lembar saham. Nilai PBV yang lebih dari 1 dikatakan
sebagai overvalued yang dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih
tinggi dibandingkan nilai bukunya. Nilai PBV yang kurang dari 1 dikatakan
sebagai undervalued yang dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih
rendah dibandingkan nilai bukunya. Nilai PBV yang sama dengan 1 dapat
diartikan bahwa saham perusahaan dinilai sama dengan nilai
bukunya.Damodaran, (1997 : 108)
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan
manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia memiliki nilai perusahaan
yang kurang stabil. Hal ini disebabkan karena sektor perusahaan manufaktur
kurang mendapat perhatian dari investor yang mengakibatkan saham emiten
perusahaan manufaktur kurang likuid sehingga saham emiten manufaktur hanya
bergerak aktif di saat tertentu saja. Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini
maka keputusan bisnis yang diambil oleh manajer dibatasi pada keputusan
keuangan yang diproksikan dengan kebijakan hutang dan keputusan bisnis secara
keseluruhan yang diproksikan dengan nilai perusahaan.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan diatas maka peneliti
Kebijakan Hutang, Dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Per usahaan
Manufaktur Yang Go Publik Di BEI Tahun 2007-2010”
1.2. Per umusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah insider ownership berpengaruh terhadap dividen perusahaan properti
yang go publik di BEI tahun 2007-2010?
2. Apakah kebijakan hutang berpengaruh terhadap dividen perusahaan properti
yang go publik di BEI tahun 2007-2010?
3. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan properti
yang go publik di BEI tahun 2007-2010?.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat disusun tujuan dalam
penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengaruh insider ownership terhadap nilai perusahaan
properti yang go publik di BEI tahun 2008-2010.
2. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan
properti yang go publik di BEI tahun 2008-2010.
3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan
divien perusahaan properti yang go publik di BEI tahun 2008-2010.
Manfaat atau kegunaan yang dapat disumbangkan dari penelitian ini
adalah :
1. Bagi Investor
Untuk memberikan informasi mengenai nilai perusahaan properti melalui
analisis laporan keuangan kepada calon investor perusahaan-perusahaan
mana saja yang memiliki peluang untuk menanamkan modalnya.
2. Bagi Praktisi
Informasi ini berguna untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang
teori investasi dan memberi masukan dan solusi terhadap problematika
yang ada.
3. Bagi Peneliti
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Ter dahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dan diharapkan
dapat menjadi bahan kajian dan masukan untuk mendukung penelitian pernah
dilakukan oleh :
1. Harjito dan Nurfaizah,(2006). dengan judul penelitian “Hubungan Kebijakan
Hutang, Insider Ownership Dan Kebijakan Dividen Dalam Mekanisme
Pengawasan Masalah Agensi Di Indonesia”. Rumusan masalah yang di ajukan
adalah sebagai berikut: 1).Ada hubungan saling mengganti antara kebijakan
hutang dengan insider ownership dalam peranan pengawasan untuk
mengurangi masalah agensi. 2).Ada hubungan saling mengganti antara
kebijakan hutang dengan pembayaran dividen dalam peranan pengawasan
untuk mengurangi masalah agensi. 3). Ada hubungan saling mengganti antara
insider ownership dengan pembayaran dividen dalam peranan pengawasan
untuk mengurangi masalah agensi. 4). Ada pengaruh positif yang signifikan
antara kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan. 5). Ada pengaruh positif
yang signifikan antara insider ownership terhadap nilai perusahaan. 6).Ada
pengaruh positif yang signifikan antara kebijakan pembayaran dividen
terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hubungan saling mengganti
antara kebijakan hutang, insider ownership dan kebijakan hutang dalam
Hubungan saling mengganti antara ketiga variabel mekanisme agensi tersebut
ditunjukkan dengan hubungan negatif di antara mekanisme-mekanisme
pengawasan tersebut. Tetapi meskipun diperoleh hubungan yang negatif,
tetapi secara statistik tidak signifikan. Hipotesis pertama (H1) yang
menyatakan terdapat hubungan antara kebijakan hutang dengan insider
ownership dalam pengawasan masalah agensi tidak terbukti dalam penelitian
ini. Begitu juga dengan hipotesis (H3) yang menyatakan terdapat hubungan
saling mengganti antara insider ownership dengan kebijakan dividen dalam
pengawasan masalah agensi tidak terbukti.
Oleh karena itu disimpulkan bahwa hutang dan dividen sebagai kebijakan
keuangan tidak dapat menggantikan peranan insider ownership sebagai
kebijakan bukan keuangan dalam mengurangi masalah agensi. Hubungan
saling mengganti antara kebijakan hutang dengan dividen dalam peranan
pengawasan masalah agensi juga tidak terjadi secara signifikan. Hubungan
saling mengganti ini ditunjukkan oleh tanda koefisien negatif dan tidak
signifikan untuk kedua mekanisme hutang dan dividen. Penemuan ini tidak
mendukung hipotesis (H2) yang menyatakan terdapat hubungan saling
mengganti antara hutang dengan dividen dalam peranan pengawasan masalah
agensi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di antara variabel kebijakan
keuangan (hutang dan dividen) tidak dapat saling mengganti untuk
mengurangi masalah agensi di Indonesia. Meskipun tingkat penggunaan
hutang ditingkatkan, peranan dividen sebagai mekanisme pengawasan tidak
2. Wardani dan Hermuningsih,(2009) dengan judul penelitian ” Faktor-faktor
yang mempengaruhi nilai Perusahaan pada perusahaan yang Terdaftar di bursa
efek malaysia Dan bursa efek indonesia”. Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia.
Hasil penelitian ini bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia
kebijakan dividen dipengaruhi oleh insider ownership dan kebijakan hutang,
sedangkan di Indonesia tidak. Hal ini mengindikasikan bahwa undang-undang
yang terapkan di Malaysia berkaitan dengan perlindungan hukum investor
dirasa lebih efektif untuk mengendalian manajer dan insider ownership,
sehingga insider tidak mungkin meningkatkan nilai perusahaan karena
kepentingan antara pemilik dan agen diselaraskan karena kontrol pasar dan
tindakan disiplin manajer. Selain itu nilai perusahaan yang terdaftar di Bursa
Malaysia dan Bursa Efek Indonesia tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen.
Hal ini tidak sesuai dengan bird hand theory (Gordon, 1962 dalam Brigham
dan Gapensky, 1996) yang menyatakan bahwa dividen yang tinggi dapat
meningkatkan nilai perusahaan karena pemegang saham lebih menyukai
dividen yang tinggi karena memiliki kepastian yang tinggi dibandingkan
capital gain. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang saham tidak lagi melihat
kebijakan dividen sebagai sinyal positif bahwa perusahaan dalam keadaan
2.2 Landasan Teor i
2.2.1. Teor i Keagenan
Agen adalah pihak yang diberi wewenang oleh pihak lain, disebut pemberi
amanat, untuk bertindak atas nama pemberi amanat tersebut. Teori agen (agency
theory) adalah cabang ekonomi yang berhubungan dengan perilaku pemberi
amanat (pemilik) dan agennya (manajer) dalam hal lain pihak manajemenlah yang
disebut sebagai agen dan pemberi amanat adalah pemilik perusahaan.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 11) bagi perusahaan yang
berbentuk perseroan terbatas (PT), yang lebih dulu terdaftar di pasar modal
seringkali terjadi pemisahan antara penegelola (pihak manajemen atau seringkali
disebut sebagai pihak agen) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham yang
disebut sebagai principal).namun karena adanya perbedaan tanggung jawab dari
keduanya ketika perusahaan mengalami kebangkrutan memungkinkan sekali akan
timbulnya masalah atau konflik keagenan.
2.2.1.1 Masalah Keagenan
Masalah agensi yang terjadi di suatu perusahaan akan menimbulkan biaya
agensi. Jensen dan Meckling (1976) dalam Nurfauziah dan Harjito,(2006)
menyatakan bahwa biaya agensi meliputi biaya pengawasan (montoring cost),
biaya ikatan (bonding cost) dan biaya sisa (residual cost). Biaya pengawasan
timbul apabila principal melakukan pengawasan terhadap aktivitasaktivitas
manajer. Prinsipal akan memastikan bahwa manajer bekerja berdasarkan kontrak
yang telah disetujui. Sedangkan biaya ikatan merujuk pada usaha meyakinkan
pengawasan. Akhirnya, biaya sisa merupakan perbedaan return yang diperoleh
karena perbedaan keputusan investasi antara principal dan agen.
Menurut Brigham, Erni Masdupi,(2005), maslah keagenan bias terjadi
antara pertama pemilik (shareholders) dengan manajer, kedua, antara manajer
dengan debtholders dan yang ketiga, manajer dengan shareholders dan
debtholders. Masalah keagenan menurut Jeff Madura, (2001: 43) adalah muncul
ketika para manajer tidak bertindak sebagai agen yang bertanggung jawab kepada
pemegang saham atau pemilik perusahaan.
Sedangkan menurut Husnan dan Pudjiastuti, (2001: 12) masalah keagenan
(agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu antara pemilik perusahaan
(principals) dengan pihak manajemen (agent), antara pemegang saham dengan
pemegang obligasi. Antara pemilik perusahaan dan manajemen muncul masalah
keagenan ketika pihak manajemen dalam pengambilan keputusan keuangan lebih
memaksimumkan kepentingan sendiri bukan untuk kepentingan pemegang saham.
Sedangkan antara pemegang saham dengan pemegang obligasi muncul masalah
keagenan ketika pengambilan keputusan keuangan diambil untuk kepentingan
pemegang saham, namun mengorbankan kepentingan pemegang obligasi.
Contohnya adalah kepentingan untuk menambah hutang yang sangat besar yang
akan berdampak menurunnya harga obligasi, karena obligasi yang diterbitkan oleh
perusahaan akan dinilai sangat berisiko. Dngan demikian keputusan tersebut akan
2.2.1.2 Biaya Keagenan
Menurut Wahidawati, (2002), tujuan utama perusahaan adalah
meningkatkan kemakmuran pemilik atau pemegang saham antara pihak
manajemen atau manajer seringkali mempunyai tujuan lain yang bertentangan
dengan tujuan utama perusahaan sehingga timbul konflik kepentingan.
Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat
diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan
kepentingan-kepentingan yang terkait. Namun dengan munculnya mekanisme
pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency
theory.
2.2.1.3 Car a Mengatasi Biaya Keagenan
Masalah keagenan menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 12) dapat
diatasi dengan menciptakan suatu mekanisme monitoring agar pihak manajemen
(agent) selalu mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pemegang saham.
Namun mekanisme pengawasan itu sendiri akan memunculkan biaya-biaya.
Menurut Wahidawati, (2002) dalam mengatasi agency cost ada beberapa alternatif
sebagai berikut:
Pertama, dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh
manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan
yang diambil dan apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari
Kedua, dengan meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian
tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari
pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.
Ketiga, meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang juga
akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga
menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen
Keempat, institutional investor sebagai monitoring agents. Adanya
kepemilikan oleh investor institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan
yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.
2.2.2 Kebijakan Hutang Per usahaan
2.2.2.1 Penger tian hutang
Menurut Baridwan (2002 : 219) Hutang adalah pengorbanan manfaat
ekonomi di masa akan datang yang mungkin terjadi akibat kewajiban suatu badan
usaha dimasa kini untuk untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa pada
badan usaha lain dimasa yang akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian
di masa lalu.
Sedangkan menurut Madura (2001: 224) adalah dana yang dipinjam oleh
perusahaan. Perusahaan perlu meminjam dana tersebut untuk diinvestasikan
dalam aktiva-aktiva yang berbentuk bangunan, mesin-mesin, dan peralatan.
2.2.2.2 J enis-jenis Hutang
Menurut Riyanto (2001), hutang (kewajiban) dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
Hutang jangka pendek (Short – Term Debt) merupakan
hutang yang jangka waktunya pendek, yaitu kurang dari satu tahun.
Adapun jenis-jenis hutang jangka pendek, yaitu :
• Rekening Koran
Rekening Koran merupakan kredit yang diberikan oleh
bank kepada perusahaan dengan batasan plafon tertentu dimana
perusahaan mengambilnya tidak sekaligus melainkan sebagian
demi sebagian sesuai dengan kebutuhannya, dan bunga yang
dibayarkan hanya untuk jumlah yang telah diambil saja, meskipun
sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut.
• Kredit dari Penjual
Kredit dari penjual merupakan kredit perniagaan dan kredit
ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan kredit.
Apabila penjualan dilakukan dengan kredit berarti bahwa penjual
baru menerima pembayaran harga dari barang yang dijual beberapa
waktu kemudian setelah barang diserahkan.
• Kredit dari Pembeli
Kredit dari pembeli adalah kredit yang diberikan oleh
perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan
mentahnya atau barang-barang lainnya. Pembeli membayar harga
barang yang dibelinya terlebih dahulu, dan setelah beberapa waktu
berulah pembeli menerima barang yang dibelinya.
Kredit wesel ini terjadi apabila suatu perusahaan
mengeluarkan “surat pengakuan utang” yang berupa kesanggupan
untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan
pada saat tertentu (sesuai dengan notes/promes), dan setelah
ditanda tangani surat tersebut dapat dijual atau diuangkan pada
Bank.
2. Modal Asing/Utang Jangka Menengah (Intermediate – Term Debt)
Modal asing atau utang jangka menengah adalah utang
jangka waktu atau umurnya lebih dari satu tahun dan kurang dari 10
tahun. Bentuk-bentuk utama dari kredit jangka menengah adalah :
• Term Loan
Term loan adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu
tahun dan kurang dari 10 tahun. Term loan pada umumnya dibayar
kembali dengan angsuran tetap selama satu periode tertentu
misalnya pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan.
• Leasing
Leasing adalah suatu alat atau cara untuk mendapatkan “service”
dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama seperti
halnya menjual obligasi untuk mendapatkan “service” dan hak
milik untuk aktiva tersebut dan bedanya pada leasing tidak disertai
dengan hak milik.
Modal asing/utang jangka panjang adalah utang yang jangka
waktunya adalah panjang, umurnya lebih dari 10 tahun. Jenis atau
bentuk-bentuk utama dari utang jangka panjang antara lain :
• Pinjaman Obligasi
Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka
waktu yang panjang, untuk nama pihak debitur mengeluarkan surat
pengakuan hutang yang mempunyai nominal tertentu.
• Pinjaman Hipotik (Mortage)
Pinjaman hipotik adalah pinjaman jangka panjang dimana
pemberi uang atau kreditur diberi hak hipotik terhadap suatu
barang tidak bergerak agar supaya pihak debitur tidak memenuhi
kewajibannya, maka barang itu dapat dijual dan dari hasil
penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.
2.2.2.3. Faktor -faktor Yang Mempengar uhi Keputusan Pember ian Utang
Menurut Madura (2001: 225) pemilik dana akan menilai kekayaan kredit
dari perusahaan, berkenaan dengan beberapa faktor, yaitu:
1. Rencana penggunaan pinjaman perusahaan.
2. Kondisi keuangan bisnis perusahaan.
3. Peramalan tentang industri atau lingkungan disekitar bisnis
perusahaan.
4. Adanya jaminan dan perusahaan yang dapat digunakan untuk
mengembalikan pinjaman.
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham
perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang
saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukan dengan
besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer (Jogi & Josua
Tarigan 2007).
Atika Jauhari Hatta (2002: 14) dalam Aziz dan Suwaldiman,(2006), dalam
penelitiannya menyatakan bahwa faktor tingkat kepemilikan orang dalam (insider
ownership) yang tinggi bukanlah faktor terbesar yang secara signifikan
mempengaruhi kebijakan pembagian dividen. Selain tingkat kepemilikan orang
dalam (insider ownership), yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah risiko
pasar (market risk). Fauzan (2002: 132), dalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa terdapat hubungan negatif antara risiko pasar terhadap kebijakan dividen.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen yang dibuat oleh manajemen juga
dipengaruhi oleh risiko
pasar (market risk).
Menurut Erni Masdupi (2005: 62) variable insider ownership dihitung
dengan menggunakan rumus :
INSD = Jumlah saham yang dimiliki komisaris/ direktur
Jumlah saham beredar
2.2.4. Kebijakan Dividen
Menurut Gitman (2003) dividen kas yang dibayarkan merupakan penilaian
investor atas suatu saham. Dividen kas mencerminkan arus kas kepada pemegang
saham dan menginformasikan kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang.
Karena retained earnings (saldo laba) adalah salah satu bentuk pendanaan
internal, maka keputusan mengenai dividen dapat mempengaruhi kebutuhan
pendanaan eksternal perusahaan. Dengan demikian, semakin besar dividen kas
yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin besar pula jumlah pendanaan
eksternal yang dibutuhkan melalui pinjaman hutang atau penjualan saham.
Dividen adalah bagian dari laba bersih yang diberikan kepada pemegang
saham (pemilik modal sendiri). Laba Bersih (Net Earnings) ini sering disebut
sebagai: “Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa” (earnings available to
common stockholders disingkat EAC). Selain dibagi kepada pemegang saham
dalam bentuk dividen, laba bersih itu ditahan di dalam perusahaan untuk
membiayai operasi selanjutnya dan disebut sebagai Laba Ditahan (Retained
Earnings). Aziz dan Suwaldiman,(2006)
2.2.4.2. Teor i Kebijakan Dividen
Dividen merupakan adalah pembayaran dari perusahaan kepada para
pemegang saham atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah
kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan,
berupa penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba
yang ditahan untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001). Dalam banyak hal,
dividen sering diperlakukan sebagai pertimbangan terakhir setelah pertimbangan
value theory of dividend. Disamping itu, ada juga yang mempertimbangkan
pembagian dividen kas untuk mengurangi masalah keagenan.
Gitman (2003) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu
perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen
harus dibuat.
Dengan demikian, kebijakan dividen merupakan penggunaan laba bersih
setelah pajak yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa besar
bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiaya investasi perusahaan.
Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba yang diperolehnya dalam
bentuk dividen, maka akan mengurangi retained earnings dan selanjutnya
mengurangi total sumber dana internal. Sebaliknya, jika perusahaan memilih
untuk menahan laba yang diperolehnya, maka kemampuan pembentukan dana
internal akan semakin besar.
Rasio antara dividen dan laba bersih sering disebut sebagai Dividend
Payout Ratio (DPR). Karena kelebihan laba bersih di atas dividen itu menjadi laba
ditahan maka keputusan DPR inclusive keputusan mengenai laba ditahan.
Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba
bersih yang dibagikan sebagai dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila
DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan
dengan menggunakan laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of
capital yang paling kecil dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Aziz
Dengan demikian, keputusan dividen akan mengacu pada suatu kebijakan
dividen (dividend policy) yang optimal, terutama disesuaikan dengan konsep
tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
2.2.4.3. Dividend Payout Ratio
Dividen adalah bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada pemegang
saham. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dikaitkan dengan penentuan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang
saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan
terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam
suatu perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang mempunyai
kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham, dan pihak
kedua perusahaan itu sendiri. Wardani dan Hermuningsih, (2009)
Kebijakan Dividen bisa dikaitkan dengan nilai perusahaan. Hipotesis
kebijakan dividen dan bird in the hand theory menurut Gordon (1962) dalam
Wardani dan Hermuningsi, (2009) yang menyatakan bahwa dividen yang tinggi
dapat meningkatkan nilai perusahaan. Bird in the hand theory menyatakan bahwa
pemegang saham lebih menyukai dividen yang tinggi karena memiliki kepastian
yang tinggi dibandingkan capital gain.
Dividend Payout Ratio merupakan indikasi atas persentase jumlah
pendapatan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemilik atau pemegang
saham dalam bentuk kas (Gitman, 2003). Dividend Payout Ratio (DPR) ini
ditentukan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham
Dividend Payout Ratio =
share Earningper
rshare Dividendpe
Definisi Dividend Payout Ratio menurut Van Horne & Machowicz Jr.
(1998:483) dalam Wardani dan Hermuningsi, (2009) Dividend Payout Ratio
adalah: “Annual cash dividends divided by annual earnings; or alternatively
Dividend per Share divided by Earning per Share. The ratio indicates the
percentage of a company’s earnings that’s paid out to shareholder in cash.” Jadi,
Dividend Payout Ratio merupakan persentase dividen tunai yang dibayarkan
dibagi laba tahun berjalan.
2.2.5. Nilai Per usahaan
2.2.5.1. Penger tian Nilai per usahaan
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang
sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai
perusahaan juga tinggi. “Harga saham merupakan harga yang terjadi pada saat
saham diperdagangkan di pasar” (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Nilai
perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value. Price to book value
yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal
itu juga yang menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan
yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha &
Taswan, 2002).
Dalam realitasnya tidak semua perusahaan menginginkan harga saham
tinggi (mahal), karena takut tidak laku dijual atau tidak menarik investor untuk
membelinya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perusahaan-perusahaan
(“ICMD”, 2006). Itulah sebabnya, harga saham harus dapat dibuat seoptimal
mungkin. Artinya, harga saham tidak boleh terlalu tinggi (mahal) atau tidak boleh
tertalu rendah (murah). Harga saham yang terlalu murah dapat berdampak buruk
pada citra perusahaan di pemandangan para investor. Harga saham yang optimal
dapat dicapai melalui penarikan kesimpulan dari serangkaian pengalaman
perusahaan dalam menjual saham di bursa efek. Artinya, bila pasar sangat tertarik
dengan saham yang diperdagangkan, maka perusahaan dapat menaikkan harga
sahamnya, demikian juga sebaliknya.
Nilai perusahaan dalam beberapa literatur disebut dengan berbagai istilah,
misalnya price to book value (PBV) ratio (Fakhuddin & Hadianto, 2001) dan
market/book (M/B) ratio (Brigham & Gapenski, 2006). Istilah nilai perusahaan
pada masing-masing literatur meskipun berbeda, tetapi artinya adalah price to
book value merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per
saham (Brigham & Gapenski, 2006). Adapun yang dimaksud dengan nilai buku
per saham atau book value per share adalah perbandingan antara modal dengan
jumlah saham yang beredar (Fakhuddin & Hadianto, 2001).
Jadi, price to book value dapat diartikan sebagai hasil perbandingan antara
harga saham dengan nilai buku saham. Berdasarkan perbandingan tersebut harga
saham perusahaan akan dapat diketahui berada di atas atau di bawah nilai buku
saham tersebut. Formula untuk menghitung price to book value ditunjukkan
sebagai berikut (Brigham & Ehrhardt, 2002):
Price To book Value =
aham Nilaibukus
Di mana Nilai Buku Saham (Book Value per Share) dapat dihitung dengan
formula:
Book Value per share =
mberedar Jumlahsaha
Modal
Price to book value juga dapat berarti rasio yang menunjukkan apakah
harga saham yang diperdagangkan overvalued (di atas) atau undervalued (di
bawah) nilai buku saham tersebut (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Price to book
value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu
perusahaan. Dengan demikian, price to book value rasio sangat berguna untuk
menentukan saham-saham apa saja yang mengalami overvalued, undervalued,
atau wajar (Pandowo, 2002).
Dalam realitasnya tidak semua perusahaan menginginkan harga saham
tinggi (mahal), karena takut tidak laku dijual atau tidak menarik investor untuk
membelinya. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya perusahaan- perusahaan yang
go public di Bursa Efek Indonesia yang melakukan stock split (memecah saham).
Itulah sebabnya harga saham harus dapat di buat seoptimal mungkin. Artinya
harga saham tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Harga saham yang
terlalu murah dapat berdampak buruk pada citra perusahaan dimata investor.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan antara lain insider
ownership, kebijakan hutang, serta kebijakan dividen. Wardani dan
Hermuningsih, (2009)
Insider ownership adalah pemilik sekaligus pengelola perusahaan atau
semua pihak yang mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan
kebijaksanaan dan mempunyai akses langsung terhadap informasi dalam.
Kepemilikan oleh orang dalam (insider) dapat menurunkan masalah keagenan
yang terjadi antara pemegang saham dengan manajer. Hal ini terjadi karena
tindakan yang di lakukan manajer juga mencerminkan kepentingan pemegang
saham, sehingga manajer akan bertindak untuk memaksimumkan nilai perusahaan
sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Jensen & Meckling (1976) dalam
Wardani dan Hermuningsih, (2009) menyatakan bahwa bila jumlah saham yang
dimiliki insider meningkat, maka mereka akan bertindak lebih hati-hati karena
mereka ikut menanggung konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Hal ini
akan menurunkan masalah keagenan. Jika masalah keagenan sudah turun sebagai
akibat dari peningkatan jumlah saham yang dimiliki insider maka dividen tidak
perlu dibayar pada rasio yang Mollah et al. (2000:3) dalam Handoko, mengatakan
bahwa jika perusahaan mempunyai fiee cash flow dalam jumlah memadai akan
lebih baik bila dibagikan pada pemegang saham dalam bentuk dividen.
Peneitian ini juga di dukung oleh Wardani dan Hermuningsih,(2009) yaitu
Jensen, at al (1992) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara insider
ownership, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dengan menggunakan analisa
least square 3 tahap. Hasilnya mendukung pernyataan bahwa ownership,
kebijakan hutang dan kebijakan dividen mempunyai hubungan yang
interdependensi. Secara khusus insider ownership berpengaruh negatif terhadap
penelitian ini adalah bahwa insider ownership berhubungan negative dengan
kebijakan dividen.
Penelitian selanjutnya di lakukan oleh Aziz dan Suwaldiman,(2006) dalam
kaitannya dengan teori keagenan, dengan semakin meningkatnya kepemilikan dari
manajemen, maka biaya agensi akan semakin menurun, sepanjang manajer
tersebut mengharapkan efek kesejahteraan yang lebih pada keputusannya.
Semakin besar kepemilikan insider maka semakin besar informasi yang dimiliki
oleh manajemen sekaligus sebagai pemilik perusahaan, sehingga hal tersebut
mengakibatkan biaya agen semakin kecil, karena pemilik sekaligus merangkap
sebagai manajemen sehingga biaya pengawasan berkurang.
Karena informasi yang dimiliki oleh insider terutama informasi mengenai
rencana-rencana perusahaan yang akan datang sangat lengkap, maka hal ini akan
membawa pengaruh yang besar terhadap kepentingannya dalam menetapkan
kebijakan dividen. Semakin besar kepemilikan insider berarti semakin kecil biaya
agen, dan semakin besar kekuatan dalam menentukan kebijakan dividen. Sehingga
dengan demikian manajemen akan cenderung untuk mengurangi pembayaran
dividen dan menggunakan dananya untuk memperbesar atau memperluas
usahanya.
Berdasarkan uraian di atas bahwa menunjukkan dengan adanya insider
ownership tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen sebab semakin besar
kepemilikan insider berarti semakin kecil biaya agen, dan semakin besar kekuatan
dalam menentukan kebijakan dividen sehingga perusahaan cenderung mengurangi
2.3.1. Pengar uh Kebijakan Hutang Ter hadap Kebijakan Dividen
Sebagian besar literatur menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antara
mekanisme-mekanisme pengawasan masalah agensi hanya berlaku bagi hubungan
saling tergantung bagi dua mekanisme saja. Misalnya hubungan antara struktur
kepemilikan dengan hutang, hubungan antara struktur kepemilikan dengan
dividen atau hubungan antara hutang dengan dividen. Misalnya, Rozeff (1982)
menemukan hubungan antara kebijakan hutang dengan dividen sebagai hubungan
saling mengganti dalam mekanisme pengawasan masalah agensi. Kedua
mekanisme tersebut dapat mengurangi masalah agensi ekuitas yang timbul
disebabkan oleh konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham
mengenai penggunaan aliran kas bebas.
Melalui penjelasan balancing model of agency cost, Megginson (1997)
dalam Mahadwarta (2002) menyatakan bahwa kebijakan hutang mempengaruhi
kebijakan dividen dengan hubungan yang negatif. Perusahaan dengan tingkat
hutang yang tinggi akan berusaha untuk mengurangi agency cost of debt-nya
dengan mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai investasinya digunakan
pendanaan dari aliran kas internal. Pemegang saham akan merelakan aliran kas
internal yang sebelumnya dapat digunakan untuk pembayaran dividen untuk
membiayai investasi.
Penelitian ini juga didukung oleh Wardani dan Hrmuningsih,(2009)
Interdependensi antara kebijakan hutang dengan dividen dalam perspektif teori
keagenan masih tergolong dalam lingkup penelitian behavioral (walaupun aspek
manajemen dan pemegang saham yang mempengaruhi keputusan keuangan
perusahan.
Prilaku principal-agent dalam perusahan membawa pengaruh adanya
konflik kepentingan yang digerakkan oleh governance mechanism (Eisenhardt,
1989 dalam Harjito, 2006). Eisenhardt (1989) membagi teori keagenan kedalam
dua aliran yaitu Positivist Agency Theory dan Principal-Agent Research.
Penelitian yang akan dilakukan ini lebih mengarah kepada positivist agencytheory
karena menguji hubungan keagenan antara manajemen (agent) dengan pemegang
saham (principal).
Hubungan antara hutang dengan dividen diuji oleh Masulis dan DeAngelo
(1988) bahwa hutang dan dividen relevan bila terdapat pajak dan tidak terjadi
ekuilibrium. Koch dan Shenoy (1999 dalam Harjito 2007) membuktikan bahwa
terdapat interdependensi antara kebijakan hutang dengan dividen yang secara
signifikan bersamasama mempengaruhi future cash flow.
Hartono (2005) menemukan bahwa kebijakan dividen merupakan
mekanisme untuk mempengaruhi kebijakan hutang. Jensen, Solberg dan Zorn
(1992) menemukan bahwa manajemen akan melakukan trade-off antara
pembayaran dividen dengan tagihan tetap dari hutang. Dividen yang tinggi bisa
mencerminkan bahwa perusahan tidak mempunyai potencial opportunity
investment, hal ini biasanya terjadi untuk perusahaan non growth sehingga hutang
akan rendah (Gaver dan Gaver, 1993).
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan adanya pengaruh bahwa dengan
2.3.2. Pengar uh Dividen Ter hadap Nilai Per usahaan
Ada beberapa teori yang muncul berkenaan dengan pengaruh antara
kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan, di antaranya adalah teori
ketidakrelevanan dividen (dividend irrelevance theory) dan teori Bird-in-the hand,
yang keduanya saling bertentangan.Menurut dividend irrelevance theory yang
dianjurkan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani (1958), dikatakan bahwa
kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan
maupun biaya modalnya. Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan
hanya akan ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta
resiko bisnisnya, dengan kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung semata –
mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana
pendapatan tersebut dibagi di antara dividen dan laba ditahan. Berbeda dengan
teori irrelevansi (irrelevance theory), menurut teori Bird-in-the hand yang
diajukan oleh Myron Gordon dan John Lintner (1959), yang menyatakan bahwa
nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen yang
tinggi, karena investor menganggap bahwa resiko dividen tidak sebesar kenaikan
biaya modal, sehingga investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk dividen
daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal.
Sementara itu, kebijakan dividen juga memiliki pengaruh terhadap nilai
perusahaan. Kenaikan pembayaran dividen dapat dilihat sebagai suatu sinyal
bahwa perusahaan memiliki prospek atau masa depan yang cerah, demikian
sebaliknya, apabila pembayaran dividen turun atau ditiadakan sama sekali, maka
perusahaan harus dapat memperhatikan tentang kebijakan dividennya, sebab
investor akan menilai lebih kepada perusahaan yang melakukan pembayaran
dividen dengan tepat dan teratur.
2.4. Ker angka Konseptual
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, hipotesa yang diajukan
dan landasan teori yang ada akan di uji beberapa variable yang mempengaruhi
nilai perusahaan, maka dapat disusun kerangka pemikiran dalam bentuk diagram
sebagai berikut:
2.5. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, landasan teori
yang digunakan, penelitian terdahulu dan kerangka pikir maka hipotesis yang
diajukan adalah sebagai berikut:
1. Diduga insider ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
perusahaan manufaktur yang go publik di BEI
2 : Diduga kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen
perusahaan manufaktur yang go publik di BEI
3 : Diduga kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
manufaktur yang go publik di BEI
Insider ownership(X1)
Kebijakan Hutang(X2)
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Oper asional dan Pengukuran Var iabel
Definisi operasional adalah pernyataan tentang definisi, batasan dan
pengertian variable – variable dalam penelitian secara operasional baik
berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman – pengalaman empiris. Variable
adalah suatu yang menjadi objek pengamatan penelitian atau gejala yang diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan tiga variable bebas (independent variable),
dan satu variable terikat (dependent variable).Berdasarkan uraian diatas, maka
variable – variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
A. Var iabel Bebas (X)
Variable bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lainnya dalam
penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah:
1. Insider Owner (X1)
Insider Ownership didefinisikan sebagai prosentase saham yang dimiliki
oleh direktur dan komisaris yang digunakan sebagai proksi dalam
penelitian ini. Oleh karena itu, untuk menghitung variabel INSD, menurut
Masdupi (2005: 62) digunakan Rumus Sebagai berikut:
38
2. Kebijakan Hutang (X2)
Variabel hutang atau debt ratio diberi symbol DEBT. Debt equity ratio
didefinisikan sebagai hasil bagi antara jumlah hutang jangka panjang
dengan total modal sendiri. Perumusannya adalah :
Wardani dan Hermuningsih, (2009)
Jumlah Hutang Jangka Panjang DER = . Total Modal Sendiri
B. Var iabel Ter ikat (Y)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
1. Kebijakan dividen (DPR) (Y1) Merupakan persentase dividen tunai yang
dibayarkan dibagi laba tahun berjalan..
Rasio DPR dihitung dengan menggunakan skala rasio
2. Nilai Perusahaan atau PBV (Price Book Value) (Y2)
Price to book value atau PBV menggambarkan seberapa besar pasar
menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini
berarti pasar percaya akan prospek preusan tersebut. Wardani dan
39
3.2. Teknik Penentuan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan-satuan /
individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto dan Subagyo, 2000:
107). Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan
perusahaanmanufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2007-2010
sebanyak 153 perusahaan.
3.2.2. Sampel
Menurut Djarwanto dan Subagyo, (2000: 108) sampel adalah sebagian dari
populasi yang karakteristik hendak diteliti, dan dianggap bisa mewakili
keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit dari jumlah populasinya). Teknik
sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu menyeleksi
obyek penelitian berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh
sampel (Sumarsono, 2002: 52). Kriteria yang digunakan adalah :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar dan mempublikasikan laporan
keuangan secara konsisten dan lengkap di BEI selama periode
penelitian yaitu 2007-2010.
2. Memiliki kelengkapan pengungkapan nama pemegang saham (insider
ownership) dan membagikan dividen yang ada di dalam catatan atas
laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan yang tidak secara
lengkap mengungkapkan hal ini, maka laporan keuangan tersebut
40
3. Memiliki nilai price book value (PBV) yang positif
Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas maka sampel dalam
penelitian ini adalah data keuangan dari 10 perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia, tahun 2007-2010. Perusahaan tersebut adalah:
1. PT.Gudang Garam, Tbk.
2. PT. United Tractors,Tbk
3. PT.Indika Energy,Tbk
4. PT.Indo Tambang Raya Megah,Tbk
5. PT.Astra International,Tbk
6. PT. Radiant Utama Internisco, Tbk
7. PT.Antam ,Tbk
8. PT.Astra Otoparts,Tbk
9. PT.Lautan Luas,Tbk.
10.PT.Selamat Sempurna,Tbk
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. J enis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
meliputi data keuangan perusahaan manufaktur yang go publik di BEI tahun
2007-2010.
3.3.2. Sumber Data
Data diperoleh dapat digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi
41
3.3.3. Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang dipergunakan adalah : Dokumentasi adalah
suatu cara untuk memperoleh data dan dokumen perusahaan yang ada kaitannya
dengan penelitian.
3.4. Uji Nor malitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti
sebaran normal atau tidak, (Sumarsono, 2002:40). Untuk mengetahui apakah data
tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan metode Kolmogorov
Smirnov. Fungsi pengujian suatu data dikategorikan berdistribusi normal atau
tidak adalah sebagai alat kesimpulan populasi berdasarkan data sampel.
Sampel yang diteliti dikatakan berasal dari populasi yang berdistribusi
normal jika nilai probabilitas atau signifikan (sig) lebih besar daripada tingkat
kesalahan yang ditetapkan (α = 0,05). Jika nilai probabilitas atau signifikan ( sig)
lebih kecil daripada tingkat kesalahan yang ditetrapkan (α = 0,05), maka sampel
yang diteliti berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.
3.5. Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi,
multikolinieritas dan heterokedastisitas dalam hasil estimasi. Tujuan utama
42
linier dan tidak bias (BLUE : Best Linier Unbiassed Estimator), sifat dari BLUE
itu sendiri adalah :
1. Best : Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan
buku terhadap α dan β
2. Linier : Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran
3. Unbiassed : Nilai jumlah sampel sangat besar penaksiran parameter
diperoleh dari sampel besar kira - kira lebih mendekati nilai
parameter sebenarnya
4. Estimator : e diharapkan sekecil mungkin
Untuk menghasilkan model persamaan regresi yang BLUE (Best Linier
Unbiassed Estimator) maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang disebut :
1) Autokor elasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara kesalahan pengganggu
(residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).
Autokorelasi muncul pada data observasi yang berurutan sepanjang waktu
berkaitan satu sama lain, masalah ini timbul karena residual tidak bebas
dari satu observasi ke observasi lainnya. Uji untuk mendeteksi ada atau
tidaknya autokorelasi dapat digunakan uji Durbin Watson (DW test)
dibantu dengan membandingkan nilai pada table statistic d dari Durbin
Watson yang menggunakan derajat kepercayaan 0,05. Ghozali, Imam.