• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJAKAN HUTANG TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN DAN NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIK DI BEI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJAKAN HUTANG TERHADAP KEBIJAKAN DIVIDEN DAN NILAI PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIK DI BEI."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG

TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI

PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG GO PUBLIK DI BEI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syar atan Dalam Memperoleh Gelar Sar jana Ekonomi

J ur usan Manajemen

Diajukan oleh :

Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(2)

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG

TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI

PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG GO PUBLIK DI BEI

SKRIPSI

Diajukan oleh :

Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

J AWA TIMUR

(3)

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG

TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI

PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG GO PUBLIK DI BEI

Yang diajukan

Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM

Disetujui untuk mengikuti Ujian Lisan oleh

Pembimbing Utama

Dr a.Ec.Nur janti Takar ini,MSi Tanggal :...

Mengetahui

Pembantu Dekan I Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

(4)

USULAN PENELITIAN

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG

TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI

PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG GO PUBLIK DI BEI

Yang diajukan

Mir sha Putr i Pr atiwi 0812010140/ FE / EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh

Pembimbing Utama

Dr a.Ec.Nur janti Takar ini,MSi Tanggal :...

Mengetahui

Ketua Jurusan Progam Studi Manajemen

(5)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan

berkat-Nya yang diberikan kepada penyusun sehingga skripsi yang berjudul

“Pengar uh Insider Ownership, Kebijakan Hutang Ter hadap Kebijakan

Dividen Dan Nilai Per usahaan Manufaktur Yang Go Publik Di Bei

2007-2010”.

Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat penyelesaian

Studi Pendidikan Strata Satu, Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen, Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberi bimbingan, petunjuk serta bantuan baik spirituil

maupun materiil, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP selaku Rektor Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin Nur. SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar,MM, MS. Selaku Ketua Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur.

4. Ibu Dra.Ec.Nurjanti Takarini,MSi selaku Dosen Pembimbing Utama yang

telah memberikan bimbingan skripsi sehingga peneliti bisa merampungkan

(6)

5. Para Dosen yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis

selama menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“

Jawa Timur.

6. Kepada kedua orangtuaku dan Suamiku tercinta berserta adik-adikku

tersayang yang telah memberikan dukungan baik moril ataupun material.

7. Berbagai pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi

terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa apa yang telah disusun dalam

skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat berharap saran

dan kritik membangun dari pembaca dan pihak lain.

Akhir kata, Peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan.

Salam hormat,

Surabaya, Mei 2012

(7)

PENGARUH INSIDER OWNERSHIP, KEBIJ AKAN HUTANG

TERHADAP KEBIJ AKAN DIVIDEN DAN NILAI

PERUSAHAAN MANUFAKTUR

YANG GO PUBLIK DI BEI

Mir sha Putr i Pr atiwi

Abstr aksi

Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan. Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuItas. Perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan Aziz dan Suwaldiman,(2006). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemgang saham sehingga bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang sangat mudah terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan kegiatan perusahaan manufaktur adalah mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi melalui proses produksi. Sehingga rentan terhadap fluktuasi ekonomi seperti perubahan harga bahan baku, harga bahan bakar dan lain-lain

Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2007 – 2010 dimiliki oleh sampel sebesar 10 perusahaan. Teknik sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu penarikan sampel berdasarkan pertimbangan atau kriteria-kriteria tertentu. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang berasal dari perusahaan. Sedangkan analisis yang dipergunakan adalah analisis regresi linier berganda.

Berdasarkan dari hasil penelitian 1)Insider ownership menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial atau insider ownership dapat memicu masalah keagenan dan deviden yang tinggi cenderung tidak di bagikan kepada pemegang saham tetapi digunakan untuk operasional perusahaan. 2. Tingkat hutang atau leverage perusahaan manufaktur pada perusahaan manufaktur yang go publik di BEI menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan dalam melunasi hutang-hutangnya, sehingga perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi mampu dalam meningkatkan dividen payout ratio perusahaan 3.Dividen merupakan aliran kas masuk bagi pemegang saham, jadi semakin tinggi dividen, maka pemegang saham semakin sejahtera atau kaya (nilai perusahaan)

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu ... 13

2.2 Landasan Teori ... 16

2.2.1 Teori Keagenan ... 16

2.2.1.1. Masalah Keagenan ... 16

2.2.1.2. Biaya Keagenan ... 18

2.2.1.3. Cara Mengatasai Biaya Keagenan ... 18

2.2.2 Kebijakan Hutang Perusahaan ... 19

2.2.2.1.Pengertian Hutang ... 19

2.2.2.2. Jenis-Jenis Hutang ... 19

2.2.2.3.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pemberian Hutang ... 22

2.2.3. Insider Ownership ... 23

2.2.4. Kebijakan Dividen ... 24

2.2.4.1. Pengertian Kebijakan Dividen ... 24

(9)

2.2.4.3. Dividen Payout Ratio ... 26

2.2.5. Nilai Perusahaan ... 27

2.2.5.1. Pengertian Nilai Perusahaan ... 27

2.3 Pengaruh Insider Ownership Terhadap Kebijakan Diviedn 30

2.3.1. Pengaruh Kebjakan Hutang Terhadap Kebijakan Dividen ... 32

2.3.2. Pengaruh Dividen Terhadap Nilai Perusahaan ... 34

2.4 Kerangka Konseptual ... 35

2.5 Hipotesis... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional Pengukuran Variabel ... 37

3.2 Teknik Penentuan Sampel ... 39

3.6. Teknik Analisis Dan Pengujian Hipotesis ... 43

(10)

4.3. Uji Normalitas ... 56

4.3.1. Uji Asumsi Klasik ... 59

4.4. Analisa Model Dan Pengujian Hipotesis ... 62

4.4.1. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 62

4.4.2. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda 1 ... 63

4.4.3. Uji F ... 64

4.4.4. Uji Persamaan 1 ... 65

4.4.5 Uji Persamaan 2 ... 66

4.5. Pembahasan ... 67

4.5.1. Pengaruh insider ownership Terhadap Kebijakan Dividen ... 67

4.5.2. Pengaruh Kebijakan Hutang Terhadap Kebijakan Dividen ... 68

4.5.3. Pengaruh DPR Terhadap Nilai Perusahaan ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 PBV dan DPR Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Publik Di

Bursa Efek Indonesia 2008-2010 ... 9

Tabel 4.1. Insider Ownership Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 . 52 Tabel 4.2. DER Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 ... 53

Tabel 4.3 DPR Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 ... 54

Tabel 4.4 PBV Perusahaan Manufaktur Tahun 2008-2010 ... 55

Tabel 4.5. Uji Normalitas ... 56

Tabel 4.6. Hasil Uji Normalitas Dengan Transformasi ... 57

Tabel 4.7. Uji Kualitas Data ... 58

Tabel 4.8. Uji Durbin Watson ... 60

Tabel 4.9. Nilai VIF ... 61

Tabel 4.10 Korelasi Rank Spearmen ... 62

Tabel 4.11 Analisis Regresi Linear Berganda ... 62

Tabel 4.12. Analisis Regresi Sederhana ... 64

Tabel 4.13 Uji f ... 65

Tabel 4.14 Uji t ... 65

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Distribusi daerah Keputusan Autokorelasi ... 60

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabulasi Data Keuangan

Lampiran 2 : Hasil Uji Normalitas

Lampiran 3 : Hasil Uji Asumsi Klasik

Lampiran 4 : Hasil Uji Regresi Linier Berganda

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perusahaan bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan pemilik

(shareholder) melalui keputusan atau kebijakan investasi, keputusan pendanaan

dan keputusan dividen yang tercermin dalam harga saham di pasar modal,

demikian jika dilihat berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan,. Tujuan

ini sering diterjemahkan sebagai suatu usaha untuk memaksimumkan nilai

perusahaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, banyak shareholder yang

menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para professional yang

bertanggungjawab mengelola perusahaan, yang disebut manajer. Para manajer

yang diangkat oleh shareholder diharapkan akan bertindak atas nama shareholder

tersebut, yakni memaksimumkan nilai perusahaan sehingga kemakmuran

shareholder akan dapat tercapai.

Penggunaan hutang diharapkan dapat mengurangi konflik keagenan.

Penambahan hutang dalam struktur modal dapat mengurangi penggunaan saham

sehingga mengurangi biaya keagenan ekuItas. Perusahaan memiliki kewajiban

untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik.

Kondisi ini menyebabkan manajer bekerja keras untuk meningkatkan laba

sehingga dapat memenuhi kewajiban dari penggunaan hutang. Sebagai

konsekuensi dari kebijakan ini, perusahaan menghadapi biaya keagenan hutang

(15)

Kebijakan leverage adalah aktivitas pendanaan, yaitu menentukan sampai

sejauh mana utang digunakan dalam struktur modal perusahaan. Dalam Stice et al

(2004 : 818), pihak-pihak yang mempertimbangkan untuk berinvestasi kepada

suatu perusahaan akan tertarik dengan struktur leverage dari perusahaan tersebut.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh kebijakan utang dan

nilai perusahaan. Modigliani dan Miller (MM) dalam Brigham dan Houston

(1999: 43), berpendapat bahwa utang bermanfaat karena bunga dapat dikurangkan

dalam menghitung pajak, tetapi utang juga menimbulkan biaya yang berhubungan

dengan kebangkrutan yang aktual dan potensial. Penelitian Taswan (2003)

menyatakan bahwa kebijakan utang berpengaruh positif dan signifikan terhadap

nilai perusahaan. Hasil riset ini dikatakan konsisten dengan Jensen (1986), yang

menyatakan bahwa adanya utang akan mengendalikan penggunaan arus kas bebas

(free cash flow) secara berlebihan oleh manajemen.

Peningkatan kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai cara untuk

mengurangi konflik keagenan (Crutchley dan Hansen : 1989; Jensen, Solberg dan

Zorn, 1992). Perusahaan meningkatkan kepemilikan manajerial untuk

mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemgang saham sehingga bertindak

sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan meningkatkan persentase

kepemilikan, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung

jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Pada kepemilikan yang

menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang

saham. Hal ini menyebabkan kekuasaan pemegang saham dan menyerahkan

(16)

tinggi sehingga meningkatkan biaya keagenan. Pada kondisi ini, konflik keagenan

diatasi dengan meningkatkan kepemilikan manajerial. Sebaliknya pada

kepemilikan yang terkonsentrasi masalah keagenan disebabkan oleh hubungan

antara pemegang saham dan kreditor. Masalah ini dijumpai pada

perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Demikian pula saham perusahaan dengan size kecil mempunyai tingkat

frekuensi perdagangan tidak secepat dan tidak semudah saham perusahaan dengan

size besar. Pada umumnya perusahaan dengan size kecil sangat riskan' terhadap

perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan dibandingkan

dengan saham perusahaan dengan size besar. Wiajajal,(2009: 21-30)

Para pemilik modal (sebagai principal) memberi kepercayaan kepada para

profesional (manajerial) atau insider untuk mencapai tujuan tersebut (Harjito,

2006). Pemberian kepercayaan oleh pemilik modal kepada insider merupakan

pemisahan fungís antara fungsi pengambilan keputusan dan fungsi risk bearing

(Jansen and Meckling, 1976). Namun demikian pihak insider sering bekerja bukan

untuk memaksimumkan nilai perusahaan, tapi justru mengurusi atau berkutat pada

peningkatan kesejahteraan insider sendiri. Namun dengan adanya insider

ownership maka kecenderungan ini akan berubah karena insider merangkap

sebagai pemilik modal. Dengan adanya insider ownership maka dimungkinkan

insider juga ingin memaksimumkan nilai perusahaan dengan menggunakan

wewenangnya dalam menentukan berbagai kebijakan perusahaan, seperti

kebijakan dividen dan kebijakan hutang. Kebijakan dividen, insider ownership

(17)

secara simultan. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa proporsi ekuitas

yang dikontrol oleh para insider dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan

perusahaan. Leland dan Pyle (1977) dan Ross (1977) menyajikan hipotesis bahwa

insider ownership dan kebijakan finansial dapat membantu menyelesaikan

asimetri informasional antara manajer dengan investor eksternal.

Pada kenyataannya, penggunaan hutang 100 persen sekarang ini sulit

dijumpai dan menurut trade off theory semakin tinggi hutang maka semakin tinggi

beban kebangkrutan yang ditanggung perusahaan. Penambahan hutang akan

meningkatkan tingkat risiko atas arus pendapatan perusahaan. Semakin besar

hutang, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perusahaan tidak mampu

membayar kewajiban tetap berupa bunga dan pokoknya. Risiko kebangkrutan

akan semakin tinggi karena bunga akan meningkat lebih tinggi daripada

penghematan pajak. Oleh karena itu, perusahaan harus sangat hati-hati dalam

menentukan kebijakan hutangnya karena peningkatan penggunaan hutang akan

menurunkan nilai perusahaannya (Sujoko dan Soebiantoro, 2007)

Perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang sangat mudah

terpengaruh oleh fluktuasi ekonomi. Hal tersebut dikarenakan kegiatan

perusahaan manufaktur adalah mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi

melalui proses produksi. Sehingga rentan terhadap fluktuasi ekonomi seperti

perubahan harga bahan baku, harga bahan bakar maupun perubahan nilai tukar

rupiah terhadap US Dollar. Menurut data dari Indonesian Capital Market

Directory terdapat 153 perusahaan manufaktur yang bergerak dalam berbagai

(18)

produk kayu, produk kertas dan turunannya, kimia dan turunannya, perekat,

produk plastik dan kaca, semen. Produk logam dan turunanya, mesin, kabel,

peralatan kantor dan elektronik, produk otomotif dan turunanya, peralatan

fotografi, farmasi dan barang-barang konsumsi. Tujuan utama perusahaan adalah

meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau

pemegang saham (Weston dan Copeland, 1999). Nilai perusahaan dapat

ditingkatkan dengan melalui pengaturan kegiatan manajemen yang salah satunya

melalui manajemen keuangan.

”JAKARTA: Berlawanan dengan kisah penawaran publik perdana (IPO)

PT Krakatau Steel Tbk, tiga underwriter (penjamin emisi) IPO PT Garuda

Indonesia (Per sero) Tbk kemungkinan harus menyerap saham yang tidak terjual

ke in vestor senilai Rp1,5 tri liun-Rp2,3 triliun. Ironisnya, serapan investor asing

ternyata meleset dari yang ditargetkan dengan porsi 20% dari total lembar saham

yang dilepas ke publik. Asing hanya menyerap 1,9% dari total saham yang

ditawarkan, atau setara dengan Rp91 miliar. Informasi yang berkembang di pasar

menyebutkan harga penawaran Garuda yang di atas Rp700 per saham terlalu

tinggi dibandingkan dengan valuasi saham Garuda sendiri. Seharusnya,

berdasarkan hitungan price to book value dan price to earning ratio, harga Garuda

tak jauh dari kisaran Rp500-an per saham. Sejumlah eksekutif yang tidak mau

disebutkan namanya dan terlibat dalam konsolidasi IPO Garuda Rabu malam

mengungkapkan pada hari terakhir penawaran banyak calon investor, terutama

asing yang membatalkan pembelian sehingga jumlah saham yang harus diserap

(19)

harus diserap hingga Rp2,3 triliun. Penyebabnya banyak investor yang

membatalkan pesanan sahamnya pada hari-hari terakhir. Ada yang semula pesan

Rp100 miliar, namun hanya ditebus Rp10 miliar,“ ujarnya kemarin. Menurut dia,

besarnya nilai saham yang harus ditelan itu berpotensi membuat perusahaan

sekuritas yang menjadi underwriter PT Bahana Securities, PT Danareksa

Sekuritas dan PT Mandiri Sekuritas-menanggung beban yang sangat

besar.Bisnis.com(10/02/2011).

”Norico Gaman, Head Departemen Riset PT BNI Securities, mengatakan,

harga saham pertambangan selama 2008 memang menurun, tetapi memasuki

pertengahan 2009 ia melihat adanya prospek perbaikan harga saham sektor ini

secara bertahap. Persepsi perbaikan harga saham itu berdasarkan fundamental

perusahaan yang masih bagus dalam jangka panjang dan peluang pertumbuhan

usaha yang lebih baik ketika terjadi pemulihan ekonomi dunia tahun 2010.

Selain itu, valuasi saham pertambangan saat ini sudah sangat rendah, bila melihat

nilai perbandingan harga saham terhadap laba bersih per saham (price earning

ratio/PER) saham-saham pertambangan dibandingkan dengan nilai PER rata-rata

sektor pertambangan pada kondisi sekarang sebesar 12,2 kali. Jika memperhatikan

nilai PER, saham batu bara seperti PT Tabang Batubara Bukit Asam (PTBA),

Indo Tambangraya Megah (ITMG), dan BUMI sudah berada di bawah nilai PER

rata-rata sektor pertambangan”.

”Sementara itu, perbandingan harga saham terhadap nilai buku per saham

(price to book value/PBV) saham-saham perusahaan tersebut masih di bawah nilai

(20)

lebih rendah dari rata-rata industri pertambangan memberi gambaran bahwa harga

saham perusahaan tambang saat ini relatif masih tinggi (overrvalued) dibanding

harga pasar wajarnya (fair market value), dan potensi pertumbuhan usaha dalam

jangka panjang. Hal ini haruslah dicermati dengan baik.“Karena itu saya melihat

bahwa harga saham-saham pertambangan sekarang memberi peluang investasi

yang sangat menarik dengan memperhatikan prospek pertumbuhan usaha ke

depan,” kata Norico mantap. Prospek yang positif juga didukung imbal hasil atau

rasio laba bersih perusahaan terhadap modal pemegang saham (ROE) yang

rata-rata masih cukup tinggi”.Swa.co.id/06/06/2010.

Nilai perusahaan dapat diproksikan dengan price to book value (PBV).

Price to book value merupakan pembagian nilai pasar saham dengan nilai buku

per lembar saham. Nilai PBV yang lebih dari 1 dikatakan sebagai overvalued yang

dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih tinggi dibandingkan nilai

bukunya. Nilai PBV yang kurang dari 1 dikatakan sebagai undervalued yang

dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih rendah dibandingkan nilai

bukunya. Nilai PBV yang sama dengan 1 dapat diartikan bahwa saham

perusahaan dinilai sama dengan nilai bukunya (Damodaran, 1997 : 108)

Berikut adalah nilai PBV dari perusahaan manufaktur yang go publik

dalam kurun waktu 2007-2010:

Sumber : PT.BEI, 2010, (lampiran 1)

Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan manufaktur

yang go publik di Bursa Efek Indonesia memiliki Nilai Perusahaan yang

(21)

mendapat perhatian dari investor yang mengakibatkan saham emiten perusahaan

manufaktur kurang likuid sehingga saham emiten manufaktur hanya bergerak

aktif di saat tertentu saja.

Fenomena di atas bahwa nilai perusahaan dapat diproksikan dengan price

to book value (PBV). Price to book value merupakan pembagian nilai pasar saham

dengan nilai buku per lembar saham. Nilai PBV yang lebih dari 1 dikatakan

sebagai overvalued yang dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih

tinggi dibandingkan nilai bukunya. Nilai PBV yang kurang dari 1 dikatakan

sebagai undervalued yang dapat diartikan bahwa saham perusahaan dinilai lebih

rendah dibandingkan nilai bukunya. Nilai PBV yang sama dengan 1 dapat

diartikan bahwa saham perusahaan dinilai sama dengan nilai

bukunya.Damodaran, (1997 : 108)

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan

manufaktur yang go publik di Bursa Efek Indonesia memiliki nilai perusahaan

yang kurang stabil. Hal ini disebabkan karena sektor perusahaan manufaktur

kurang mendapat perhatian dari investor yang mengakibatkan saham emiten

perusahaan manufaktur kurang likuid sehingga saham emiten manufaktur hanya

bergerak aktif di saat tertentu saja. Untuk lebih memfokuskan arah penelitian ini

maka keputusan bisnis yang diambil oleh manajer dibatasi pada keputusan

keuangan yang diproksikan dengan kebijakan hutang dan keputusan bisnis secara

keseluruhan yang diproksikan dengan nilai perusahaan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan diatas maka peneliti

(22)

Kebijakan Hutang, Dan Kebijakan Dividen Terhadap Nilai Per usahaan

Manufaktur Yang Go Publik Di BEI Tahun 2007-2010”

1.2. Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah insider ownership berpengaruh terhadap dividen perusahaan properti

yang go publik di BEI tahun 2007-2010?

2. Apakah kebijakan hutang berpengaruh terhadap dividen perusahaan properti

yang go publik di BEI tahun 2007-2010?

3. Apakah kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan properti

yang go publik di BEI tahun 2007-2010?.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas dapat disusun tujuan dalam

penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui pengaruh insider ownership terhadap nilai perusahaan

properti yang go publik di BEI tahun 2008-2010.

2. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan

properti yang go publik di BEI tahun 2008-2010.

3. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan

divien perusahaan properti yang go publik di BEI tahun 2008-2010.

(23)

Manfaat atau kegunaan yang dapat disumbangkan dari penelitian ini

adalah :

1. Bagi Investor

Untuk memberikan informasi mengenai nilai perusahaan properti melalui

analisis laporan keuangan kepada calon investor perusahaan-perusahaan

mana saja yang memiliki peluang untuk menanamkan modalnya.

2. Bagi Praktisi

Informasi ini berguna untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang

teori investasi dan memberi masukan dan solusi terhadap problematika

yang ada.

3. Bagi Peneliti

(24)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Ter dahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini dan diharapkan

dapat menjadi bahan kajian dan masukan untuk mendukung penelitian pernah

dilakukan oleh :

1. Harjito dan Nurfaizah,(2006). dengan judul penelitian “Hubungan Kebijakan

Hutang, Insider Ownership Dan Kebijakan Dividen Dalam Mekanisme

Pengawasan Masalah Agensi Di Indonesia”. Rumusan masalah yang di ajukan

adalah sebagai berikut: 1).Ada hubungan saling mengganti antara kebijakan

hutang dengan insider ownership dalam peranan pengawasan untuk

mengurangi masalah agensi. 2).Ada hubungan saling mengganti antara

kebijakan hutang dengan pembayaran dividen dalam peranan pengawasan

untuk mengurangi masalah agensi. 3). Ada hubungan saling mengganti antara

insider ownership dengan pembayaran dividen dalam peranan pengawasan

untuk mengurangi masalah agensi. 4). Ada pengaruh positif yang signifikan

antara kebijakan hutang terhadap nilai perusahaan. 5). Ada pengaruh positif

yang signifikan antara insider ownership terhadap nilai perusahaan. 6).Ada

pengaruh positif yang signifikan antara kebijakan pembayaran dividen

terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa hubungan saling mengganti

antara kebijakan hutang, insider ownership dan kebijakan hutang dalam

(25)

Hubungan saling mengganti antara ketiga variabel mekanisme agensi tersebut

ditunjukkan dengan hubungan negatif di antara mekanisme-mekanisme

pengawasan tersebut. Tetapi meskipun diperoleh hubungan yang negatif,

tetapi secara statistik tidak signifikan. Hipotesis pertama (H1) yang

menyatakan terdapat hubungan antara kebijakan hutang dengan insider

ownership dalam pengawasan masalah agensi tidak terbukti dalam penelitian

ini. Begitu juga dengan hipotesis (H3) yang menyatakan terdapat hubungan

saling mengganti antara insider ownership dengan kebijakan dividen dalam

pengawasan masalah agensi tidak terbukti.

Oleh karena itu disimpulkan bahwa hutang dan dividen sebagai kebijakan

keuangan tidak dapat menggantikan peranan insider ownership sebagai

kebijakan bukan keuangan dalam mengurangi masalah agensi. Hubungan

saling mengganti antara kebijakan hutang dengan dividen dalam peranan

pengawasan masalah agensi juga tidak terjadi secara signifikan. Hubungan

saling mengganti ini ditunjukkan oleh tanda koefisien negatif dan tidak

signifikan untuk kedua mekanisme hutang dan dividen. Penemuan ini tidak

mendukung hipotesis (H2) yang menyatakan terdapat hubungan saling

mengganti antara hutang dengan dividen dalam peranan pengawasan masalah

agensi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa di antara variabel kebijakan

keuangan (hutang dan dividen) tidak dapat saling mengganti untuk

mengurangi masalah agensi di Indonesia. Meskipun tingkat penggunaan

hutang ditingkatkan, peranan dividen sebagai mekanisme pengawasan tidak

(26)

2. Wardani dan Hermuningsih,(2009) dengan judul penelitian ” Faktor-faktor

yang mempengaruhi nilai Perusahaan pada perusahaan yang Terdaftar di bursa

efek malaysia Dan bursa efek indonesia”. Rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan pada perusahaan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia.

Hasil penelitian ini bahwa perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia

kebijakan dividen dipengaruhi oleh insider ownership dan kebijakan hutang,

sedangkan di Indonesia tidak. Hal ini mengindikasikan bahwa undang-undang

yang terapkan di Malaysia berkaitan dengan perlindungan hukum investor

dirasa lebih efektif untuk mengendalian manajer dan insider ownership,

sehingga insider tidak mungkin meningkatkan nilai perusahaan karena

kepentingan antara pemilik dan agen diselaraskan karena kontrol pasar dan

tindakan disiplin manajer. Selain itu nilai perusahaan yang terdaftar di Bursa

Malaysia dan Bursa Efek Indonesia tidak dipengaruhi oleh kebijakan dividen.

Hal ini tidak sesuai dengan bird hand theory (Gordon, 1962 dalam Brigham

dan Gapensky, 1996) yang menyatakan bahwa dividen yang tinggi dapat

meningkatkan nilai perusahaan karena pemegang saham lebih menyukai

dividen yang tinggi karena memiliki kepastian yang tinggi dibandingkan

capital gain. Hal ini menunjukkan bahwa pemegang saham tidak lagi melihat

kebijakan dividen sebagai sinyal positif bahwa perusahaan dalam keadaan

(27)

2.2 Landasan Teor i

2.2.1. Teor i Keagenan

Agen adalah pihak yang diberi wewenang oleh pihak lain, disebut pemberi

amanat, untuk bertindak atas nama pemberi amanat tersebut. Teori agen (agency

theory) adalah cabang ekonomi yang berhubungan dengan perilaku pemberi

amanat (pemilik) dan agennya (manajer) dalam hal lain pihak manajemenlah yang

disebut sebagai agen dan pemberi amanat adalah pemilik perusahaan.

Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 11) bagi perusahaan yang

berbentuk perseroan terbatas (PT), yang lebih dulu terdaftar di pasar modal

seringkali terjadi pemisahan antara penegelola (pihak manajemen atau seringkali

disebut sebagai pihak agen) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham yang

disebut sebagai principal).namun karena adanya perbedaan tanggung jawab dari

keduanya ketika perusahaan mengalami kebangkrutan memungkinkan sekali akan

timbulnya masalah atau konflik keagenan.

2.2.1.1 Masalah Keagenan

Masalah agensi yang terjadi di suatu perusahaan akan menimbulkan biaya

agensi. Jensen dan Meckling (1976) dalam Nurfauziah dan Harjito,(2006)

menyatakan bahwa biaya agensi meliputi biaya pengawasan (montoring cost),

biaya ikatan (bonding cost) dan biaya sisa (residual cost). Biaya pengawasan

timbul apabila principal melakukan pengawasan terhadap aktivitasaktivitas

manajer. Prinsipal akan memastikan bahwa manajer bekerja berdasarkan kontrak

yang telah disetujui. Sedangkan biaya ikatan merujuk pada usaha meyakinkan

(28)

pengawasan. Akhirnya, biaya sisa merupakan perbedaan return yang diperoleh

karena perbedaan keputusan investasi antara principal dan agen.

Menurut Brigham, Erni Masdupi,(2005), maslah keagenan bias terjadi

antara pertama pemilik (shareholders) dengan manajer, kedua, antara manajer

dengan debtholders dan yang ketiga, manajer dengan shareholders dan

debtholders. Masalah keagenan menurut Jeff Madura, (2001: 43) adalah muncul

ketika para manajer tidak bertindak sebagai agen yang bertanggung jawab kepada

pemegang saham atau pemilik perusahaan.

Sedangkan menurut Husnan dan Pudjiastuti, (2001: 12) masalah keagenan

(agency problems) muncul dalam dua bentuk, yaitu antara pemilik perusahaan

(principals) dengan pihak manajemen (agent), antara pemegang saham dengan

pemegang obligasi. Antara pemilik perusahaan dan manajemen muncul masalah

keagenan ketika pihak manajemen dalam pengambilan keputusan keuangan lebih

memaksimumkan kepentingan sendiri bukan untuk kepentingan pemegang saham.

Sedangkan antara pemegang saham dengan pemegang obligasi muncul masalah

keagenan ketika pengambilan keputusan keuangan diambil untuk kepentingan

pemegang saham, namun mengorbankan kepentingan pemegang obligasi.

Contohnya adalah kepentingan untuk menambah hutang yang sangat besar yang

akan berdampak menurunnya harga obligasi, karena obligasi yang diterbitkan oleh

perusahaan akan dinilai sangat berisiko. Dngan demikian keputusan tersebut akan

(29)

2.2.1.2 Biaya Keagenan

Menurut Wahidawati, (2002), tujuan utama perusahaan adalah

meningkatkan kemakmuran pemilik atau pemegang saham antara pihak

manajemen atau manajer seringkali mempunyai tujuan lain yang bertentangan

dengan tujuan utama perusahaan sehingga timbul konflik kepentingan.

Konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham dapat

diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan

kepentingan-kepentingan yang terkait. Namun dengan munculnya mekanisme

pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency

theory.

2.2.1.3 Car a Mengatasi Biaya Keagenan

Masalah keagenan menurut Husnan dan Pudjiastuti (2002: 12) dapat

diatasi dengan menciptakan suatu mekanisme monitoring agar pihak manajemen

(agent) selalu mengambil keputusan berdasarkan kepentingan pemegang saham.

Namun mekanisme pengawasan itu sendiri akan memunculkan biaya-biaya.

Menurut Wahidawati, (2002) dalam mengatasi agency cost ada beberapa alternatif

sebagai berikut:

Pertama, dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh

manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan

yang diambil dan apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari

(30)

Kedua, dengan meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian

tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari

pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.

Ketiga, meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang juga

akan menurunkan excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga

menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen

Keempat, institutional investor sebagai monitoring agents. Adanya

kepemilikan oleh investor institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan

yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.

2.2.2 Kebijakan Hutang Per usahaan

2.2.2.1 Penger tian hutang

Menurut Baridwan (2002 : 219) Hutang adalah pengorbanan manfaat

ekonomi di masa akan datang yang mungkin terjadi akibat kewajiban suatu badan

usaha dimasa kini untuk untuk mentransfer aktiva atau menyediakan jasa pada

badan usaha lain dimasa yang akan datang sebagai akibat transaksi atau kejadian

di masa lalu.

Sedangkan menurut Madura (2001: 224) adalah dana yang dipinjam oleh

perusahaan. Perusahaan perlu meminjam dana tersebut untuk diinvestasikan

dalam aktiva-aktiva yang berbentuk bangunan, mesin-mesin, dan peralatan.

2.2.2.2 J enis-jenis Hutang

Menurut Riyanto (2001), hutang (kewajiban) dibagi menjadi tiga

golongan, yaitu:

(31)

Hutang jangka pendek (Short – Term Debt) merupakan

hutang yang jangka waktunya pendek, yaitu kurang dari satu tahun.

Adapun jenis-jenis hutang jangka pendek, yaitu :

• Rekening Koran

Rekening Koran merupakan kredit yang diberikan oleh

bank kepada perusahaan dengan batasan plafon tertentu dimana

perusahaan mengambilnya tidak sekaligus melainkan sebagian

demi sebagian sesuai dengan kebutuhannya, dan bunga yang

dibayarkan hanya untuk jumlah yang telah diambil saja, meskipun

sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut.

• Kredit dari Penjual

Kredit dari penjual merupakan kredit perniagaan dan kredit

ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan kredit.

Apabila penjualan dilakukan dengan kredit berarti bahwa penjual

baru menerima pembayaran harga dari barang yang dijual beberapa

waktu kemudian setelah barang diserahkan.

• Kredit dari Pembeli

Kredit dari pembeli adalah kredit yang diberikan oleh

perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan

mentahnya atau barang-barang lainnya. Pembeli membayar harga

barang yang dibelinya terlebih dahulu, dan setelah beberapa waktu

berulah pembeli menerima barang yang dibelinya.

(32)

Kredit wesel ini terjadi apabila suatu perusahaan

mengeluarkan “surat pengakuan utang” yang berupa kesanggupan

untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan

pada saat tertentu (sesuai dengan notes/promes), dan setelah

ditanda tangani surat tersebut dapat dijual atau diuangkan pada

Bank.

2. Modal Asing/Utang Jangka Menengah (Intermediate – Term Debt)

Modal asing atau utang jangka menengah adalah utang

jangka waktu atau umurnya lebih dari satu tahun dan kurang dari 10

tahun. Bentuk-bentuk utama dari kredit jangka menengah adalah :

• Term Loan

Term loan adalah kredit usaha dengan umur lebih dari satu

tahun dan kurang dari 10 tahun. Term loan pada umumnya dibayar

kembali dengan angsuran tetap selama satu periode tertentu

misalnya pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan.

• Leasing

Leasing adalah suatu alat atau cara untuk mendapatkan “service”

dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama seperti

halnya menjual obligasi untuk mendapatkan “service” dan hak

milik untuk aktiva tersebut dan bedanya pada leasing tidak disertai

dengan hak milik.

(33)

Modal asing/utang jangka panjang adalah utang yang jangka

waktunya adalah panjang, umurnya lebih dari 10 tahun. Jenis atau

bentuk-bentuk utama dari utang jangka panjang antara lain :

• Pinjaman Obligasi

Pinjaman obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka

waktu yang panjang, untuk nama pihak debitur mengeluarkan surat

pengakuan hutang yang mempunyai nominal tertentu.

• Pinjaman Hipotik (Mortage)

Pinjaman hipotik adalah pinjaman jangka panjang dimana

pemberi uang atau kreditur diberi hak hipotik terhadap suatu

barang tidak bergerak agar supaya pihak debitur tidak memenuhi

kewajibannya, maka barang itu dapat dijual dan dari hasil

penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.

2.2.2.3. Faktor -faktor Yang Mempengar uhi Keputusan Pember ian Utang

Menurut Madura (2001: 225) pemilik dana akan menilai kekayaan kredit

dari perusahaan, berkenaan dengan beberapa faktor, yaitu:

1. Rencana penggunaan pinjaman perusahaan.

2. Kondisi keuangan bisnis perusahaan.

3. Peramalan tentang industri atau lingkungan disekitar bisnis

perusahaan.

4. Adanya jaminan dan perusahaan yang dapat digunakan untuk

mengembalikan pinjaman.

(34)

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham

perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang

saham perusahaan. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukan dengan

besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer (Jogi & Josua

Tarigan 2007).

Atika Jauhari Hatta (2002: 14) dalam Aziz dan Suwaldiman,(2006), dalam

penelitiannya menyatakan bahwa faktor tingkat kepemilikan orang dalam (insider

ownership) yang tinggi bukanlah faktor terbesar yang secara signifikan

mempengaruhi kebijakan pembagian dividen. Selain tingkat kepemilikan orang

dalam (insider ownership), yang mempengaruhi kebijakan dividen adalah risiko

pasar (market risk). Fauzan (2002: 132), dalam penelitiannya menyimpulkan

bahwa terdapat hubungan negatif antara risiko pasar terhadap kebijakan dividen.

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan dividen yang dibuat oleh manajemen juga

dipengaruhi oleh risiko

pasar (market risk).

Menurut Erni Masdupi (2005: 62) variable insider ownership dihitung

dengan menggunakan rumus :

INSD = Jumlah saham yang dimiliki komisaris/ direktur

Jumlah saham beredar

2.2.4. Kebijakan Dividen

(35)

Menurut Gitman (2003) dividen kas yang dibayarkan merupakan penilaian

investor atas suatu saham. Dividen kas mencerminkan arus kas kepada pemegang

saham dan menginformasikan kinerja perusahaan saat ini dan yang akan datang.

Karena retained earnings (saldo laba) adalah salah satu bentuk pendanaan

internal, maka keputusan mengenai dividen dapat mempengaruhi kebutuhan

pendanaan eksternal perusahaan. Dengan demikian, semakin besar dividen kas

yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin besar pula jumlah pendanaan

eksternal yang dibutuhkan melalui pinjaman hutang atau penjualan saham.

Dividen adalah bagian dari laba bersih yang diberikan kepada pemegang

saham (pemilik modal sendiri). Laba Bersih (Net Earnings) ini sering disebut

sebagai: “Laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa” (earnings available to

common stockholders disingkat EAC). Selain dibagi kepada pemegang saham

dalam bentuk dividen, laba bersih itu ditahan di dalam perusahaan untuk

membiayai operasi selanjutnya dan disebut sebagai Laba Ditahan (Retained

Earnings). Aziz dan Suwaldiman,(2006)

2.2.4.2. Teor i Kebijakan Dividen

Dividen merupakan adalah pembayaran dari perusahaan kepada para

pemegang saham atas keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan dividen adalah

kebijakan yang berhubungan dengan pembayaran dividen oleh pihak perusahaan,

berupa penentuan besarnya dividen yang akan dibagikan dan besarnya saldo laba

yang ditahan untuk kepentingan perusahaan (Sutrisno, 2001). Dalam banyak hal,

dividen sering diperlakukan sebagai pertimbangan terakhir setelah pertimbangan

(36)

value theory of dividend. Disamping itu, ada juga yang mempertimbangkan

pembagian dividen kas untuk mengurangi masalah keagenan.

Gitman (2003) memberikan definisi kebijakan dividen sebagai suatu

perencanaan tindakan perusahaan yang harus dituruti ketika keputusan dividen

harus dibuat.

Dengan demikian, kebijakan dividen merupakan penggunaan laba bersih

setelah pajak yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan berapa besar

bagian laba bersih yang akan digunakan untuk membiaya investasi perusahaan.

Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba yang diperolehnya dalam

bentuk dividen, maka akan mengurangi retained earnings dan selanjutnya

mengurangi total sumber dana internal. Sebaliknya, jika perusahaan memilih

untuk menahan laba yang diperolehnya, maka kemampuan pembentukan dana

internal akan semakin besar.

Rasio antara dividen dan laba bersih sering disebut sebagai Dividend

Payout Ratio (DPR). Karena kelebihan laba bersih di atas dividen itu menjadi laba

ditahan maka keputusan DPR inclusive keputusan mengenai laba ditahan.

Sepintas, para pemegang saham akan merasa senang apabila bagian dari laba

bersih yang dibagikan sebagai dividen ini semakin besar. Akan tetapi, apabila

DPR ini semakin besar, berarti laba ditahan semakin menciut, padahal pendanaan

dengan menggunakan laba ditahan (internal financing) ini mempunyai cost of

capital yang paling kecil dibandingkan dengan metode pendanaan lainnya. Aziz

(37)

Dengan demikian, keputusan dividen akan mengacu pada suatu kebijakan

dividen (dividend policy) yang optimal, terutama disesuaikan dengan konsep

tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.

2.2.4.3. Dividend Payout Ratio

Dividen adalah bagian dari laba bersih yang dibagikan kepada pemegang

saham. Kebijakan dividen adalah kebijakan yang dikaitkan dengan penentuan

apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada para pemegang

saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan. Kebijakan

terhadap pembayaran dividen merupakan keputusan yang sangat penting dalam

suatu perusahaan. Kebijakan ini akan melibatkan dua pihak yang mempunyai

kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang saham, dan pihak

kedua perusahaan itu sendiri. Wardani dan Hermuningsih, (2009)

Kebijakan Dividen bisa dikaitkan dengan nilai perusahaan. Hipotesis

kebijakan dividen dan bird in the hand theory menurut Gordon (1962) dalam

Wardani dan Hermuningsi, (2009) yang menyatakan bahwa dividen yang tinggi

dapat meningkatkan nilai perusahaan. Bird in the hand theory menyatakan bahwa

pemegang saham lebih menyukai dividen yang tinggi karena memiliki kepastian

yang tinggi dibandingkan capital gain.

Dividend Payout Ratio merupakan indikasi atas persentase jumlah

pendapatan yang diperoleh yang didistribusikan kepada pemilik atau pemegang

saham dalam bentuk kas (Gitman, 2003). Dividend Payout Ratio (DPR) ini

ditentukan perusahaan untuk membayar dividen kepada para pemegang saham

(38)

Dividend Payout Ratio =

share Earningper

rshare Dividendpe

Definisi Dividend Payout Ratio menurut Van Horne & Machowicz Jr.

(1998:483) dalam Wardani dan Hermuningsi, (2009) Dividend Payout Ratio

adalah: “Annual cash dividends divided by annual earnings; or alternatively

Dividend per Share divided by Earning per Share. The ratio indicates the

percentage of a company’s earnings that’s paid out to shareholder in cash.” Jadi,

Dividend Payout Ratio merupakan persentase dividen tunai yang dibayarkan

dibagi laba tahun berjalan.

2.2.5. Nilai Per usahaan

2.2.5.1. Penger tian Nilai per usahaan

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan, yang

sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi membuat nilai

perusahaan juga tinggi. “Harga saham merupakan harga yang terjadi pada saat

saham diperdagangkan di pasar” (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Nilai

perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value. Price to book value

yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal

itu juga yang menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan

yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi (Soliha &

Taswan, 2002).

Dalam realitasnya tidak semua perusahaan menginginkan harga saham

tinggi (mahal), karena takut tidak laku dijual atau tidak menarik investor untuk

membelinya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perusahaan-perusahaan

(39)

(“ICMD”, 2006). Itulah sebabnya, harga saham harus dapat dibuat seoptimal

mungkin. Artinya, harga saham tidak boleh terlalu tinggi (mahal) atau tidak boleh

tertalu rendah (murah). Harga saham yang terlalu murah dapat berdampak buruk

pada citra perusahaan di pemandangan para investor. Harga saham yang optimal

dapat dicapai melalui penarikan kesimpulan dari serangkaian pengalaman

perusahaan dalam menjual saham di bursa efek. Artinya, bila pasar sangat tertarik

dengan saham yang diperdagangkan, maka perusahaan dapat menaikkan harga

sahamnya, demikian juga sebaliknya.

Nilai perusahaan dalam beberapa literatur disebut dengan berbagai istilah,

misalnya price to book value (PBV) ratio (Fakhuddin & Hadianto, 2001) dan

market/book (M/B) ratio (Brigham & Gapenski, 2006). Istilah nilai perusahaan

pada masing-masing literatur meskipun berbeda, tetapi artinya adalah price to

book value merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per

saham (Brigham & Gapenski, 2006). Adapun yang dimaksud dengan nilai buku

per saham atau book value per share adalah perbandingan antara modal dengan

jumlah saham yang beredar (Fakhuddin & Hadianto, 2001).

Jadi, price to book value dapat diartikan sebagai hasil perbandingan antara

harga saham dengan nilai buku saham. Berdasarkan perbandingan tersebut harga

saham perusahaan akan dapat diketahui berada di atas atau di bawah nilai buku

saham tersebut. Formula untuk menghitung price to book value ditunjukkan

sebagai berikut (Brigham & Ehrhardt, 2002):

Price To book Value =

aham Nilaibukus

(40)

Di mana Nilai Buku Saham (Book Value per Share) dapat dihitung dengan

formula:

Book Value per share =

mberedar Jumlahsaha

Modal

Price to book value juga dapat berarti rasio yang menunjukkan apakah

harga saham yang diperdagangkan overvalued (di atas) atau undervalued (di

bawah) nilai buku saham tersebut (Fakhruddin & Hadianto, 2001). Price to book

value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu

perusahaan. Dengan demikian, price to book value rasio sangat berguna untuk

menentukan saham-saham apa saja yang mengalami overvalued, undervalued,

atau wajar (Pandowo, 2002).

Dalam realitasnya tidak semua perusahaan menginginkan harga saham

tinggi (mahal), karena takut tidak laku dijual atau tidak menarik investor untuk

membelinya. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya perusahaan- perusahaan yang

go public di Bursa Efek Indonesia yang melakukan stock split (memecah saham).

Itulah sebabnya harga saham harus dapat di buat seoptimal mungkin. Artinya

harga saham tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah. Harga saham yang

terlalu murah dapat berdampak buruk pada citra perusahaan dimata investor.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan antara lain insider

ownership, kebijakan hutang, serta kebijakan dividen. Wardani dan

Hermuningsih, (2009)

(41)

Insider ownership adalah pemilik sekaligus pengelola perusahaan atau

semua pihak yang mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan

kebijaksanaan dan mempunyai akses langsung terhadap informasi dalam.

Kepemilikan oleh orang dalam (insider) dapat menurunkan masalah keagenan

yang terjadi antara pemegang saham dengan manajer. Hal ini terjadi karena

tindakan yang di lakukan manajer juga mencerminkan kepentingan pemegang

saham, sehingga manajer akan bertindak untuk memaksimumkan nilai perusahaan

sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Jensen & Meckling (1976) dalam

Wardani dan Hermuningsih, (2009) menyatakan bahwa bila jumlah saham yang

dimiliki insider meningkat, maka mereka akan bertindak lebih hati-hati karena

mereka ikut menanggung konsekuensi dari tindakan yang mereka lakukan. Hal ini

akan menurunkan masalah keagenan. Jika masalah keagenan sudah turun sebagai

akibat dari peningkatan jumlah saham yang dimiliki insider maka dividen tidak

perlu dibayar pada rasio yang Mollah et al. (2000:3) dalam Handoko, mengatakan

bahwa jika perusahaan mempunyai fiee cash flow dalam jumlah memadai akan

lebih baik bila dibagikan pada pemegang saham dalam bentuk dividen.

Peneitian ini juga di dukung oleh Wardani dan Hermuningsih,(2009) yaitu

Jensen, at al (1992) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara insider

ownership, kebijakan hutang dan kebijakan dividen dengan menggunakan analisa

least square 3 tahap. Hasilnya mendukung pernyataan bahwa ownership,

kebijakan hutang dan kebijakan dividen mempunyai hubungan yang

interdependensi. Secara khusus insider ownership berpengaruh negatif terhadap

(42)

penelitian ini adalah bahwa insider ownership berhubungan negative dengan

kebijakan dividen.

Penelitian selanjutnya di lakukan oleh Aziz dan Suwaldiman,(2006) dalam

kaitannya dengan teori keagenan, dengan semakin meningkatnya kepemilikan dari

manajemen, maka biaya agensi akan semakin menurun, sepanjang manajer

tersebut mengharapkan efek kesejahteraan yang lebih pada keputusannya.

Semakin besar kepemilikan insider maka semakin besar informasi yang dimiliki

oleh manajemen sekaligus sebagai pemilik perusahaan, sehingga hal tersebut

mengakibatkan biaya agen semakin kecil, karena pemilik sekaligus merangkap

sebagai manajemen sehingga biaya pengawasan berkurang.

Karena informasi yang dimiliki oleh insider terutama informasi mengenai

rencana-rencana perusahaan yang akan datang sangat lengkap, maka hal ini akan

membawa pengaruh yang besar terhadap kepentingannya dalam menetapkan

kebijakan dividen. Semakin besar kepemilikan insider berarti semakin kecil biaya

agen, dan semakin besar kekuatan dalam menentukan kebijakan dividen. Sehingga

dengan demikian manajemen akan cenderung untuk mengurangi pembayaran

dividen dan menggunakan dananya untuk memperbesar atau memperluas

usahanya.

Berdasarkan uraian di atas bahwa menunjukkan dengan adanya insider

ownership tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen sebab semakin besar

kepemilikan insider berarti semakin kecil biaya agen, dan semakin besar kekuatan

dalam menentukan kebijakan dividen sehingga perusahaan cenderung mengurangi

(43)

2.3.1. Pengar uh Kebijakan Hutang Ter hadap Kebijakan Dividen

Sebagian besar literatur menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antara

mekanisme-mekanisme pengawasan masalah agensi hanya berlaku bagi hubungan

saling tergantung bagi dua mekanisme saja. Misalnya hubungan antara struktur

kepemilikan dengan hutang, hubungan antara struktur kepemilikan dengan

dividen atau hubungan antara hutang dengan dividen. Misalnya, Rozeff (1982)

menemukan hubungan antara kebijakan hutang dengan dividen sebagai hubungan

saling mengganti dalam mekanisme pengawasan masalah agensi. Kedua

mekanisme tersebut dapat mengurangi masalah agensi ekuitas yang timbul

disebabkan oleh konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham

mengenai penggunaan aliran kas bebas.

Melalui penjelasan balancing model of agency cost, Megginson (1997)

dalam Mahadwarta (2002) menyatakan bahwa kebijakan hutang mempengaruhi

kebijakan dividen dengan hubungan yang negatif. Perusahaan dengan tingkat

hutang yang tinggi akan berusaha untuk mengurangi agency cost of debt-nya

dengan mengurangi hutang, sehingga untuk membiayai investasinya digunakan

pendanaan dari aliran kas internal. Pemegang saham akan merelakan aliran kas

internal yang sebelumnya dapat digunakan untuk pembayaran dividen untuk

membiayai investasi.

Penelitian ini juga didukung oleh Wardani dan Hrmuningsih,(2009)

Interdependensi antara kebijakan hutang dengan dividen dalam perspektif teori

keagenan masih tergolong dalam lingkup penelitian behavioral (walaupun aspek

(44)

manajemen dan pemegang saham yang mempengaruhi keputusan keuangan

perusahan.

Prilaku principal-agent dalam perusahan membawa pengaruh adanya

konflik kepentingan yang digerakkan oleh governance mechanism (Eisenhardt,

1989 dalam Harjito, 2006). Eisenhardt (1989) membagi teori keagenan kedalam

dua aliran yaitu Positivist Agency Theory dan Principal-Agent Research.

Penelitian yang akan dilakukan ini lebih mengarah kepada positivist agencytheory

karena menguji hubungan keagenan antara manajemen (agent) dengan pemegang

saham (principal).

Hubungan antara hutang dengan dividen diuji oleh Masulis dan DeAngelo

(1988) bahwa hutang dan dividen relevan bila terdapat pajak dan tidak terjadi

ekuilibrium. Koch dan Shenoy (1999 dalam Harjito 2007) membuktikan bahwa

terdapat interdependensi antara kebijakan hutang dengan dividen yang secara

signifikan bersamasama mempengaruhi future cash flow.

Hartono (2005) menemukan bahwa kebijakan dividen merupakan

mekanisme untuk mempengaruhi kebijakan hutang. Jensen, Solberg dan Zorn

(1992) menemukan bahwa manajemen akan melakukan trade-off antara

pembayaran dividen dengan tagihan tetap dari hutang. Dividen yang tinggi bisa

mencerminkan bahwa perusahan tidak mempunyai potencial opportunity

investment, hal ini biasanya terjadi untuk perusahaan non growth sehingga hutang

akan rendah (Gaver dan Gaver, 1993).

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan adanya pengaruh bahwa dengan

(45)

2.3.2. Pengar uh Dividen Ter hadap Nilai Per usahaan

Ada beberapa teori yang muncul berkenaan dengan pengaruh antara

kebijakan dividen terhadap nilai perusahaan, di antaranya adalah teori

ketidakrelevanan dividen (dividend irrelevance theory) dan teori Bird-in-the hand,

yang keduanya saling bertentangan.Menurut dividend irrelevance theory yang

dianjurkan oleh Merton Miller dan Franco Modigliani (1958), dikatakan bahwa

kebijakan dividen tidak mempunyai pengaruh baik terhadap nilai perusahaan

maupun biaya modalnya. Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan

hanya akan ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba serta

resiko bisnisnya, dengan kata lain, nilai suatu perusahaan tergantung semata –

mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana

pendapatan tersebut dibagi di antara dividen dan laba ditahan. Berbeda dengan

teori irrelevansi (irrelevance theory), menurut teori Bird-in-the hand yang

diajukan oleh Myron Gordon dan John Lintner (1959), yang menyatakan bahwa

nilai perusahaan akan dimaksimumkan oleh rasio pembayaran dividen yang

tinggi, karena investor menganggap bahwa resiko dividen tidak sebesar kenaikan

biaya modal, sehingga investor lebih menyukai keuntungan dalam bentuk dividen

daripada keuntungan yang diharapkan dari kenaikan nilai modal.

Sementara itu, kebijakan dividen juga memiliki pengaruh terhadap nilai

perusahaan. Kenaikan pembayaran dividen dapat dilihat sebagai suatu sinyal

bahwa perusahaan memiliki prospek atau masa depan yang cerah, demikian

sebaliknya, apabila pembayaran dividen turun atau ditiadakan sama sekali, maka

(46)

perusahaan harus dapat memperhatikan tentang kebijakan dividennya, sebab

investor akan menilai lebih kepada perusahaan yang melakukan pembayaran

dividen dengan tepat dan teratur.

2.4. Ker angka Konseptual

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, hipotesa yang diajukan

dan landasan teori yang ada akan di uji beberapa variable yang mempengaruhi

nilai perusahaan, maka dapat disusun kerangka pemikiran dalam bentuk diagram

sebagai berikut:

2.5. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, landasan teori

yang digunakan, penelitian terdahulu dan kerangka pikir maka hipotesis yang

diajukan adalah sebagai berikut:

1. Diduga insider ownership berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen

perusahaan manufaktur yang go publik di BEI

2 : Diduga kebijakan hutang berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen

perusahaan manufaktur yang go publik di BEI

3 : Diduga kebijakan dividen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

manufaktur yang go publik di BEI

Insider ownership(X1)

Kebijakan Hutang(X2)

(47)

37

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Definisi Oper asional dan Pengukuran Var iabel

Definisi operasional adalah pernyataan tentang definisi, batasan dan

pengertian variable – variable dalam penelitian secara operasional baik

berdasarkan teori yang ada maupun pengalaman – pengalaman empiris. Variable

adalah suatu yang menjadi objek pengamatan penelitian atau gejala yang diteliti.

Dalam penelitian ini digunakan tiga variable bebas (independent variable),

dan satu variable terikat (dependent variable).Berdasarkan uraian diatas, maka

variable – variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

A. Var iabel Bebas (X)

Variable bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lainnya dalam

penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah:

1. Insider Owner (X1)

Insider Ownership didefinisikan sebagai prosentase saham yang dimiliki

oleh direktur dan komisaris yang digunakan sebagai proksi dalam

penelitian ini. Oleh karena itu, untuk menghitung variabel INSD, menurut

Masdupi (2005: 62) digunakan Rumus Sebagai berikut:

(48)

38

2. Kebijakan Hutang (X2)

Variabel hutang atau debt ratio diberi symbol DEBT. Debt equity ratio

didefinisikan sebagai hasil bagi antara jumlah hutang jangka panjang

dengan total modal sendiri. Perumusannya adalah :

Wardani dan Hermuningsih, (2009)

Jumlah Hutang Jangka Panjang DER = . Total Modal Sendiri

B. Var iabel Ter ikat (Y)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

1. Kebijakan dividen (DPR) (Y1) Merupakan persentase dividen tunai yang

dibayarkan dibagi laba tahun berjalan..

Rasio DPR dihitung dengan menggunakan skala rasio

2. Nilai Perusahaan atau PBV (Price Book Value) (Y2)

Price to book value atau PBV menggambarkan seberapa besar pasar

menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini

berarti pasar percaya akan prospek preusan tersebut. Wardani dan

(49)

39

3.2. Teknik Penentuan Sampel

3.2.1. Populasi

Populasi adalah jumlah dari keseluruhan objek (satuan-satuan /

individu-individu) yang karakteristiknya hendak diduga (Djarwanto dan Subagyo, 2000:

107). Populasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan

perusahaanmanufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tahun 2007-2010

sebanyak 153 perusahaan.

3.2.2. Sampel

Menurut Djarwanto dan Subagyo, (2000: 108) sampel adalah sebagian dari

populasi yang karakteristik hendak diteliti, dan dianggap bisa mewakili

keseluruhan populasi (jumlahnya lebih sedikit dari jumlah populasinya). Teknik

sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu menyeleksi

obyek penelitian berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat khusus yang dimiliki oleh

sampel (Sumarsono, 2002: 52). Kriteria yang digunakan adalah :

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar dan mempublikasikan laporan

keuangan secara konsisten dan lengkap di BEI selama periode

penelitian yaitu 2007-2010.

2. Memiliki kelengkapan pengungkapan nama pemegang saham (insider

ownership) dan membagikan dividen yang ada di dalam catatan atas

laporan keuangan. Catatan atas laporan keuangan yang tidak secara

lengkap mengungkapkan hal ini, maka laporan keuangan tersebut

(50)

40

3. Memiliki nilai price book value (PBV) yang positif

Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas maka sampel dalam

penelitian ini adalah data keuangan dari 10 perusahaan manufaktur yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia, tahun 2007-2010. Perusahaan tersebut adalah:

1. PT.Gudang Garam, Tbk.

2. PT. United Tractors,Tbk

3. PT.Indika Energy,Tbk

4. PT.Indo Tambang Raya Megah,Tbk

5. PT.Astra International,Tbk

6. PT. Radiant Utama Internisco, Tbk

7. PT.Antam ,Tbk

8. PT.Astra Otoparts,Tbk

9. PT.Lautan Luas,Tbk.

10.PT.Selamat Sempurna,Tbk

3.3. Teknik Pengumpulan Data

3.3.1. J enis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

meliputi data keuangan perusahaan manufaktur yang go publik di BEI tahun

2007-2010.

3.3.2. Sumber Data

Data diperoleh dapat digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari instansi

(51)

41

3.3.3. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data yang dipergunakan adalah : Dokumentasi adalah

suatu cara untuk memperoleh data dan dokumen perusahaan yang ada kaitannya

dengan penelitian.

3.4. Uji Nor malitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah suatu data mengikuti

sebaran normal atau tidak, (Sumarsono, 2002:40). Untuk mengetahui apakah data

tersebut mengikuti sebaran normal dapat dilakukan dengan metode Kolmogorov

Smirnov. Fungsi pengujian suatu data dikategorikan berdistribusi normal atau

tidak adalah sebagai alat kesimpulan populasi berdasarkan data sampel.

Sampel yang diteliti dikatakan berasal dari populasi yang berdistribusi

normal jika nilai probabilitas atau signifikan (sig) lebih besar daripada tingkat

kesalahan yang ditetapkan (α = 0,05). Jika nilai probabilitas atau signifikan ( sig)

lebih kecil daripada tingkat kesalahan yang ditetrapkan (α = 0,05), maka sampel

yang diteliti berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

3.5. Uji Asumsi Klasik

Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi,

multikolinieritas dan heterokedastisitas dalam hasil estimasi. Tujuan utama

(52)

42

linier dan tidak bias (BLUE : Best Linier Unbiassed Estimator), sifat dari BLUE

itu sendiri adalah :

1. Best : Pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan

buku terhadap α dan β

2. Linier : Sifat ini dibutuhkan untuk memudahkan dalam penaksiran

3. Unbiassed : Nilai jumlah sampel sangat besar penaksiran parameter

diperoleh dari sampel besar kira - kira lebih mendekati nilai

parameter sebenarnya

4. Estimator : e diharapkan sekecil mungkin

Untuk menghasilkan model persamaan regresi yang BLUE (Best Linier

Unbiassed Estimator) maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang disebut :

1) Autokor elasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara kesalahan pengganggu

(residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).

Autokorelasi muncul pada data observasi yang berurutan sepanjang waktu

berkaitan satu sama lain, masalah ini timbul karena residual tidak bebas

dari satu observasi ke observasi lainnya. Uji untuk mendeteksi ada atau

tidaknya autokorelasi dapat digunakan uji Durbin Watson (DW test)

dibantu dengan membandingkan nilai pada table statistic d dari Durbin

Watson yang menggunakan derajat kepercayaan 0,05. Ghozali, Imam.

Gambar

Tabel 4.1:Data Insider Ownership Perusahaan ManufakturTahun 2007 – 2010
Tabel 4.2: Data DER Perusahaan Manufaktur Tahun 2007 -2010
Tabel 4.4 :Data PBV Perusahaan Manufaktur Tahun 2007 - 2010
Tabel 4.5 : Hasil Uji Normalitas
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teguh adalah sikap seorang individu dalam menghadapi sesuatu, yang mana terdapat konsekuen dan konsistensi individu dalam menghadapi sesuatu. Dengan demikian jika individu

PENGUMUMAN PELELANGAN

[r]

Aplikasi ini juga mempunyai sebuah playlist yang dapat menampung daftar filefile yang ingin dimainkan oleh user, dan dalam memainkan sebuah daftar file, aplikasi juga dapat

5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar siswa

Great, let’s next create a new bubble chart with this data, comparing total story points completed, bugs opened each iteration, and production incidents per

Dari hasil pembuatan umpan zirkonil nitrat dari bahan zirkon oksidklorid hasil proses PTAPB yang berwarna kuning ternyata tidak bisa larut sempurna dan setelah