• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikatur percakapan antar tokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implikatur percakapan antar tokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika."

Copied!
181
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Niatri, Adven Desi. 2016. Implikatur Percakapan Antartokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan menjawab dua persoalan, yaitu 1) Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika? dan 2) Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika?. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika.

Jenis penelitian yang peneliti saat ini lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan peneliti dengan teknik simak dan catat. Peneliti menggunakan teori implikatur sebagai acuan utama melakukan analisis penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah pertama, peneliti menemukan tiga jenis implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Implikatur percakapan tersebut, yaitu implikatur percakapan khusus (IPK), implikatur percakapan umum (IPU), dan implikatur percakapan berskala (IPB). Ketiga jenis implikatur percakapan tersebut masing-masing dibagi menjadi beberapa jenis sesuai ciri penanda dan wujud percakapannya.

(2)

ix ABSTRACT

Niatri, Adven Desi. 2016. Implicature of Conversation Interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu Movie. Yogyakarta: PBSI. JPBS. FKIP, Sanata Dharma.

The research has purpose to answer two questions, they are 1) What are the types of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? 2) What are the functions of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? The data of the research was taken from conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu.

The types of the research was description-qualitative research since the data were collected by using note and listen technique. The researcher used implicature theory as the main reference to analyze the research.

The results of the research conducted by the researcher are: First, the researcher found three types of implicature of conversation interfigure Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie. They are specific implicature of conversation, general implicature of conversation, and scaled implicature of conversation. Each of these types was divided into several types based on the meaning of the utterances and specific characteristic of the implicature of conversation. The third kind of implicature conversation are each divided into several types according markers caracteristic and shape the conversation.

(3)

KARYA RADITYA DIKA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Adven Desi Niatri

121224003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

KARYA RADITYA DIKA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Adven Desi Niatri

121224003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

MOTO

“Ketika kamu nyaris menyerah atas segala usaha dan perjuangan yang sudah

kamu lakukan, pertimbangkan bagaimana usaha dan perjuangan orang tuamu

untuk mengantarkanmu sampai di posisi saat ini. Kamu belum apa-apa

dibandingkan mereka, lagipula Tuhan tidak pernah mati rasa sehingga

mengabaikan setiap usaha umat-Nya”

(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan bagi:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai, memberi kekuatan, perlindungan,

dan segala sesuatu yang penulis butuhkan dalam kondisi apapun.

2. Kedua orang tua tersayang, Bapak Antonius Untung dan Ibu Yuliana Sutiem yang

selalu memberi dukungan, kasih sayang, semangat, doa, dan perhatian dalam

berbagai bentuk. Orang tua yang telah susah payah bertani untuk membiayai

kuliah dan biaya hidup saya.

3. Kedua kakak saya, Daniel Eko M. dan Eni Dwi Susanti yang mengajarkan saya

kedewasaan.

4. Adik keponakan saya Bima Erlangga Pratama dan Rafael Elko Seraf yang

memotivasi saya untuk selalu semangat kuliah agar dapat membiayai sekolah

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

Niatri, Adven Desi. 2016. Implikatur Percakapan Antartokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan menjawab dua persoalan, yaitu 1) Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika? dan 2) Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika?. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika.

Jenis penelitian yang peneliti saat ini lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan peneliti dengan teknik simak dan catat. Peneliti menggunakan teori implikatur sebagai acuan utama melakukan analisis penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah pertama,peneliti menemukan tiga jenis implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Implikatur percakapan tersebut, yaitu implikatur percakapan khusus (IPK), implikatur percakapan umum (IPU), dan implikatur percakapan berskala (IPB). Ketiga jenis implikatur percakapan tersebut masing-masing dibagi menjadi beberapa jenis sesuai ciri penanda dan wujud percakapannya.

(12)

ix ABSTRACT

Niatri, Adven Desi. 2016. Implicature of Conversation Interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu Movie. Yogyakarta: PBSI. JPBS. FKIP, Sanata Dharma.

The research has purpose to answer two questions, they are 1) What are the types of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? 2) What are the functions of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? The data of the research was taken from conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu.

The types of the research was description-qualitative research since the data were collected by using note and listen technique. The researcher used implicature theory as the main reference to analyze the research.

The results of the research conducted by the researcher are: First, the researcher found three types of implicature of conversation interfigure Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie. They are specific implicature of conversation, general implicature of conversation, and scaled implicature of conversation. Each of these types was divided into several types based on the meaning of the utterances and specific characteristic of the implicature of conversation. The third kind of implicature conversation are each divided into several types according markers caracteristic and shape the conversation.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan untuk Tuhan Yesus Kristus karena berkat

kasih dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul

Implikatur Percakapan Antartokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika. Skripsi ini saya ajukan kepada Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan dan Seni, Program Studi Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan.

Sebagai tulisan ilmiah, penulis tidak dapat menyusun dan menyelesaikan

tulisan ini tanpa bantuan dari banyak pihak. Maka penulis sangat mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Prodi PBSI yang membantu

kelancaran penyelesaian skripsi saya.

3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang membantu dan

mengarahkan saya dalam menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah/skripsi saya

ini.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd. yang berperan sebagai penyidik yang mengevaluasi serta

melakukan pengecekan terhadap kredibilitas kajian objek dalam skripsi saya.

5. Robertus Marsidiq selaku staf sekretariat Program Studi PBSI yang turut

membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi saya.

6. Kedua orang tua tersayang, Bapak Antonius Untung dan Ibu Yuliana Sutiem yang

selalu memberi saya dukungan, kasih sayang, semangat, doa, dan perhatian dalam

berbagai bentuk. Orang tua yang telah susah payah bertani untuk membiayai

kuliah dan biaya hidup saya.

7. Kedua kakak saya, Daniel Eko M. dan Eni Dwi Susanti yang mengajarkan saya

(14)
(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Istilah ... 7

F. Sistematika Penyajian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

B. Kajian Teori ... 12

1. Pragmatik ... 12

2. Implikatur... 14

3. Fungsi Implikatur ... 24

4. Konteks ... 26

5. Film ... 29

(16)

xiii

C. Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Sumber Data dan Penelitian ... 33

C. Teknik Pengumpulan Data... 33

D. Instrumen Penelitian ... 34

E. Teknik Analisis Data ... 34

F. Triangulasi... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 36

A. Sinopsis Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 36

B. Deskripsi Data ... 40

C. Hasil Analisis Data ... 40

1. Jenis-jenis Implikatur Percakapan ... 41

1.1 Implikatur Percakapan Khusus (IPK) ... 41

1.2 Implikatur Percakapan Umum (IPU) ... 58

1.3 Implikatur Percakapan Berskala (IPB) ... 71

2. Fungsi Implikatur Percakapan ... 78

2.1 Fungsi Implikatur Percakapan Khusus (IPK) ... 79

2.2 Fungsi Implikatur Percakapan Umum (IPU) ... 87

2.3 Fungsi Implikatur Percakapan Berskala (IPB) ... 92

D. Pembahasan ... 95

1. Jenis-jenis Implikatur Percakapan... 95

2. Fungsi Implikatur Percakapan ... 103

BAB V PENUTUP... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107

(17)

xiv

LAMPIRAN ... 111

A. Tabel Analisis Implikatur Percakapan Antartokoh

dalam Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 112

B. Tabel Jenis Implikatur Percakapan Antartokoh

dalam Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 128

C. Tabel Transkip Percakapan Antartokoh

dalam Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 137

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri.

Manusia selalu membutuhkan manusia lainnya untuk saling bertahan hidup.

Terjalin hubungan simbiosis mutualisme antarmanusia, artinya hubungan

tersebut saling menguntungkan satu sama lain. Salah satu hubungan

antarmanusia yang paling nyata dan tidak dapat dipungkiri keberadaanya

adalah hubungan sosial. Hubungan sosial yang terjalin antarmanusia ditandai

dalam bentuk interaksi satu sama lain.

Interaksi antarmanusia dapat terjalin dengan baik karena adanya

komunikasi yang saling dimengerti antara mereka. Salah satu alat yang

digunakan dalam berkomunkasi adalah bahasa. Menurut Chaer (2011 : 1)

bahasa sebagai suatu sistem berupa lambang bunyi, bersifat arbitrer,

digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi,

dan mendefinisikan diri. Oleh karena itu, bahasa tidak dapat dilepaskan dari

kehidupan manusia. Pergantian zaman tidak pula mengubah fungsi bahasa

sebagai alat komunikasi antara manusia dengan manusia lainnya.

Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi, maka

pembelajaran yang berkaitan dengan bahasa tidak pernah mencapai titik akhir.

(19)

cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa untuk berkomunikasi adalah

pragmatik (Nadar, 2009: 2). Pragmatik termasuk ke dalam cabang ilmu linguistik yang masih baru. Kendati demikian, banyak hal-hal menarik

berhubungan dengan bahasa yang dapat dipelajari melalui kajian pragmatik

ini.

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi dapat dipelajari secara formal

maupun informal. Secara formal penggunaan bahasa dapat dipelajari melalui

dunia pendidikan. Secara informal salah satu cara yang dapat digunakan untuk

mempelajari penggunaan bahasa adalah dengan memanfaatkan media audio

visual. Melalui media audio visual penggunaan bahasa secara verbal maupun

non verbal dapat dilihat secara langsung.

Film termasuk salah satu media audio visual yang dapat digunakan untuk

pembelajaran penggunaan bahasa. Film adalah lakon (cerita) gambar hidup

(KBBI, 2008: 392). Gambar hidup tersebut merupakan salah satu bentuk

hiburan yang di dalamnya menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

Terdapat ragam tuturan langsung maupun tidak langsung dari para tokohnya.

Tuturan tersebut disajikan dalam suatu adegan yang disertai gerakan-gerakan

setiap lakonnya.

Penggunaan film sebagai salah satu media audio-visual yang dianggap

tepat untuk pembelajaran penggunaan bahasa didasari beberapa fakta. Fakta

bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung lebih mudah

meniru dan terpengaruh akan hal yang dapat terdengar dan terlihat (audio

(20)

tanyangan film dapat menyumbangkan/menciptakan “bahasa baru”.

Bahasa-bahasa baru ini kemudian ditiru dan diteruskan antarmanusia sebagai bentuk

tuturan dalam berkomunikasi. Namun, bahasa baru tersebut kebanyakan tidak

sesuai dengan aturan kebahasaan yang benar. Misalkan penggunaan kata

“alay, kepo, dan kamseupai” yang maknanya tidak terdapat dalam KBBI.

Penggunaan kata-kata tersebut sudah lazim digunakan dalam komunikasi

sehari-hari. Penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam komunikasi acap kali

menganggap kata “alay” mengandung makna melebih-lebihkan atau

berlebihan, kepo mengandung makna terlalu ingin tahu sedangkan kamseupai

mengandung makna umpatan terhadap orang yang dianggap kampungan.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa film sedikit banyaknya membawa

pengaruh terhadap penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa

merupakan cermin kepribadian seseorang. Bahkan, bahasa merupakan cermin

kepribadian bangsa. Artinya, melalui bahasa (yang digunakan) seseorang atau

suatu bangsa dapat diketahui kepribadiannya. Kita akan sulit mengukur

apakah sesorang memiliki kepribadian baik atau buruk jika mereka tidak

mengungkapkan pikiran atau bahasanya melalui tindak bahasa (baik verbal

maupun nonverbal) (Pranowo, 2009: 3). Hal tersebut menjadi salah satu

pemicu ketertarikan peneliti untuk menjadikan film sebagai objek

penelitiannya.

Suatu film disajikan oleh seorang sutradara tentu di dalamnya terkandung

sebuah pesan. Pesan tersebut tidak lantas ditunjukan secara gamblangkepada

(21)

percakapan antartokoh di dalamnya. Makna tersirat tersebut bertujuan

memberikan pesan-pesan positif atau amanat yang baik bagi setiap

penontonnya. Faktanya, tidak semua orang dapat menangkap makna-makna

tersirat yang dimaksudkan oleh orang lain. Demikian halnya di dalam

berkomunikasi, terdapat makna-makna tersirat berupa ujaran yang tidak sesuai

dengan makna kata yang diucapkan si penutur kepada mitra tutur. Hal inilah

yang terkadang menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi

antarmanusia. Apa yang dimaksudkan si penutur berbeda dengan apa yang

ditangkap oleh mitra tuturnya.

Bentuk percakapan antartokoh yang mengandung makna tersirat berarti

makna percakapan itu berada di luar struktur bahasanya. Pada kondisi seperti

itulah peran ilmu pragmatik yaitu implikatur percakapan dipakai untuk

membuka makna tersirat. Grice melalui Nababan (1987: 28) menegaskan bahwa konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering

terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Selain

itu, pendapat lain datang dari Levinson (Nadar, 2009: 61) yang menyebut implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam

pragmatik (one of the single most important ideas in pragmatics). Berdasarkan

pemamaparan tersebut, tidak salah jika analisis implikatur dapat digunakan

untuk mengetahui makna-makna tersirat yang terkandung dalam suatu film.

Peneliti memutuskan memilih film Marmut Merah Jambu Karya Raditya

Dika sebagai objek penelitiannya. Film ini merupakan salah satu film dengan

(22)

Film ini menyajikan kisah berdasarkan realitas sosial yang sering dialami anak

muda. Kendati demikian, film ini tidak menyajikan ekspose seksual seperti

kebanyakan film anak muda saat ini. Terdapat percakapan-percakapan

antartokohnya yang mengandung makna tersirat sehingga mampu

mengundang gelak tawa penontonya. Penonton dapat terhibur dan tertawa

bukan karena adegan fulgar atau adanya ekspose seksual melainkan sungguh

karena penggunaan bahasa dalam percakapan antartokohnya. Selain itu, Film

Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika diperankan sendiri oleh Raditya

Dika (sebagai pemeran utama) yang sekaligus merupakan sutradara dan

penulis naskah film ini. Hal ini tentu menambah kematangan penyampaian

maksud/makna tersirat yang hendak disampaikan Raditya Dika kepada

penonton melalui filmnya. Oleh karena itu, peneliti menjadikan film ini

sebagai objek penelitiannya dengan menggunakan kajian pragmatik khususnya

terkait implikatur percakapan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, rumusan masalah

penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan

antartokoh dalam film Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika?

2. Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan

(23)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan jenis-jenis implikatur percakapan antartokoh dalam film

Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika.

2. Mendeskripsikan fungsi implikatur percakapan antartokoh dalam film

Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai analisis implikatur (makna tersirat) pada percakapan

antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika ini

diharapkan dapat memberikan banyak manfaat, antara lain:

1. Menambah koleksi penelitian yang berkaitan dengan kajian pragmatik,

khususnya tentang implikatur percakapan antartokoh dalam suatu film.

2. Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai pragmatik dan implikatur

melalui teori-teori yang digunakan.

3. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang jenis implikatur percakapan

dan fungsinya.

4. Menjadi referensi dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya agar hasil

penelitiannya lebih sempurna dan berkembang.

5. Menambah wawasan pembaca untuk lebih mudah menangkap makna atau

(24)

E. Batasan Istilah

1. Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari bahasa

yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (Nadar, 2009: 2).

2. Implikatur

Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan. Menurut Mey (dalam

Nadar, 2009: 60) implikatur “implicature” berasal dari kata kerja to imply sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari

bahasa Latin plicare yang berarti to fold “melipat”, sehingga untuk

mengerti apa yang dilipat atau yang disimpan tersebut haruslah dilakukan

dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa yang

dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan

interpretasi pada tuturan-tuturannya.

3. Fungsi Implikatur

Implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat

mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan “provides some

explicit account of how it is possible to mean more than what is actually

said” (Nadar, 2009: 61). 4. Konteks

Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, 2009: 3-4) sebagai

the surroundings, in the widest sense, that enable the participants in the

(25)

expressions of the their interaction intelligible (“situasi lingkungan dalam

arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi,

dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”).

5. Film

Film adalah lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 2008: 392). Film

merupakan gambar hidup yang sering juga disebut movie. Film secara

kolektif sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk

popular dari hiburan, dan juga bisnis. Film adalah teks yang memuat

serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan

tindakan dalam kehidupan nyata (Danesi, 2010: 134). 6. Tokoh

Tokoh adalah pelaku dalam cerita (Nurgiyanto, 2005: 165).

F. Sistematika Penyajian

Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bagian utama, yaitu: Bab I

Pendahuluan, Bab II Landasan Teori, Bab III Metodologi Penelitian, Bab IV

Pembahasan, dan Bab V Penutup.

Bab I Pendahuluan

Bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab II Landasan Teori

Landasan teori terdiri dari penelitian-penelitia yang relevan dan kajian

(26)

Bab III Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian terdiri dari jenis penelitian, sumber data dan data

penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulkan data, teknik analisis

data dan triangulasi.

Bab IV Pembahasan

Pembahasan berisi hasil penelitian yang dibahas dengan analisis.

Bab V

Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan diperoleh dari hasil

pembahasan terhadap analisis data. Kesimpulan inilah yang akan menjadi

hasil penelitian ini, sedangkan saran diperlukan untuk para peneliti lain yang

(27)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Peneliti menemukan tiga penelitian lain yang relevan dengan penelitian

yang dilakukan saat ini. Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh

Mikael Jati Kurniawan (2013) dari Universitas Sanata Dharma dengan judul

Implikatur Dalam Iklan Operator Selular Berbahasa Indonesia Pada Media

Televisi. Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Maria Evi Marianti

(2015) dari Universitas Sanata Dharma dengan judul Implikatur Percakapan

Orang Tua Dengan Anak Pada Peristiwa Makan Malam Bersama Dalam

Keluarga Pendidik Di Yogyakarta. Ketiga adalah penelitian yang dilakukan

oleh Hery Susanto Andreas (2010) dari Universitas Sanata Dharma dengan

judul Implikatur Percakapan Antartokoh Dalam Novel Projo & Brojo Karya

Arswendo Atmowiloto.

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Mikael Jati Kurniawan (2013)

termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut dilakukan dengan

mengumpulkan data yang dihasilkan dari penyimakan pada media televisi.

Hasil dari penelitian tersebut adalah 1) terdapat tiga jenis implikatur yang

terdapat dalam iklan operator selular berbahasa Indonesia pada media televisi,

yaitu implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus, dan

(28)

dalam iklan operator selular berbahasa Indonesia pada media televisi adalah

untuk mengajak dan menyuruh para pemirsa televisi supaya membeli dan

mengkonsumsi produk operator selular. Fungsi implikatur dalam penelitian ini

terdapat pada bentuk kalimat yang memiliki nilai deklaratif, nilai interogatif,

dan nilai imperatif.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Maria Evi Marianti (2015)

merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh

dari dialog percakapan antara orang tua kepada anak pada peristiwa makan

malam bersama dalam keluarga pendidik di Yogyakarta. Hasil penelitian yang

diperoleh, yaitu 1) terdapat tiga jenis implikatur dalam percakapan antara

orang tua kepada anak pada peristiwa makan malam bersama dalam keluarga

pendidik di Yogyakarta, yaitu implikatur percakapan umum, implikatur

percakapan khusus, dan implikatur percakapan berskala; 2) fungsi implikatur

yang diperoleh yaitu representatif, misalnya pemberian pernyataan, saran,

pelaporan, pengeluhan, dan sebagainya; direktif, misalnya menyuruh,

meminta, menasihati; dan ekspresif, misalnya meminta maaf, berterima kasih,

member ucapan selamat, memuji, dan mengkritik.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Hery Susanto Andreas (2010)

merupakan penelitian kepustakaan dengan metode kualitatif. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca-catat. Hasil penelitian yang

diperoleh, yaitu 1) ditemukan tiga jenis implikatur percakapan yaitu

implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus, dan implikatur

(29)

interogatif, dan imperatif; 2) fungsi implikatur yang terdapat dalam novel

Projo & Brojo secara umum untuk menghaluskan proposisi sebagai

penyampai pesan tak langsung dari pengarang kepada pembaca melalui dialog

antartokoh. Selain itu, fungsi implikatur juga sebagai pembangun cerita.

Ketiga penelitian di atas termasuk ke dalam ranah pragmatik, yakni

implikatur. Sudut pandang implikatur yang digunakan dalam

penelitian-penelitian tersebut beraneka ragam. Terdapat persamaan dan perbedaan

dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang. Persamaan terletak pada

penggunaan pendekatan pragmatik khususnya teori implikatur dalam mengkaji

objek penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti.

Peneliti mengambil fokus penelitian pada implikatur percakapan antartokoh

dalam film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika yang belum pernah

diteliti sebelumnya.

B. Kajian Teori

1. Pragmatik

Ilmu bahasa pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik,

sesungguhnya baru mulai mencuat dan kemudian berkembang hingga

benar-benar menjadi berkumandang dalam percaturan linguistik Amerika

Serikat sejak tahun 1970’an. Pada tahun 1970’an, para linguistik yang

bercorak pemikiran transformasi-generatif seperti misalnya Ross dan

Lakoff, menyatakan bahwa kajian ikhwal sintaksis sama sekali tidak dapat

(30)

pemisahan terhadap konteks situasi pertuturan di dalam proses analisis

sintaksis khususnya, dan di dalam keseluruhan korpus linguistik pada

umumnya, tidak akan mampu membuahkan hasil yang betul-betul baik

dan berkualifikasi signifikan sebagai hasil temuan riset linguistik. Maka

sejak saat itu, lahirlah sosok baru di dalam linguistik yang kemudian

disebut dengan ilmu bahasa pragmatik (pragmatics), khususnya untuk

linguistik yang berkembang di belahan bumi Amerika Tengah (Rahardi, 2003: 3-5).

Verhaar (dalam Rahardi, 2003: 9-10) mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja

yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan

interaksi antara si penutur dengan sang mitra tutur, serta sebagai

pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar

bahasa.

David R. dan Dowty (dalam Rahardi, 2003: 13), secara sangat singkat menjelaskan bahwa sesungguhnya ilmu bahasa pragmatik adalah telaah

terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi,

implikatur, entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional

antara penutur dan mitra tutur.

Yule (2006: 4) menyatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan.

Sedangkan, Nandar dalam bukunya Pragmatik & Penelitian Pragmatik

(31)

mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi

tertentu (Nadar, 2009: 2). Sejumlah definisi juga diajukan oleh Levinson (dalam Nadar, 2009: 53-54) mengenai pragmatik, yaitu Pragmatics is the

study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech act

and aspects of discourse structure (“pragmatik adalah kajian mengenai

deiksis (setidak-tidaknya sebagian dari deiksis), implikatur, presuposisi,

tidak tutur dan aspek-aspek struktur wacana”).

Ragam pemahaman dan pengertian mengenai pragmatik muncul dari

banyak ahli bahasa. Berdasarkan pengertian-pengertian seperti yang sudah

dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa

pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang secara fokus

mempelajari dan mengkaji suatu tuturan antara si penutur dengan mitra

tutur untuk berkomunikasi yang dipengaruhi oleh konteks percakapannya

sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

2. Implikatur

Setelah memahami berbagai uraian mengenai pengertian pragmatik,

selanjutnya kita akan memasuki pembahasan terkait dengan implikatur.

Sebagaimana diketahui bahwa implikatur merupakan salah satu bagian

dari kajian pragmatik selain deiksis, presuposisi, praanggapan, tidak tutur

dan aspek-aspek struktur wacana. Peneliti dalam penelitannya kali ini

berfokus pada penelitian menggunakan analisis implikatur untuk

(32)

Merah Jambu karya Raditya Dika. Agar pembahasan tidak menyimpang

dan melebar ke hal-hal lain, maka peneliti berfokus pada implikatur

khususnya implikatur percakapan.

Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan. Menurut Mey (dalam

Nadar, 2009: 60) implikatur “implicature” berasal dari kata kerja to imply sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari

bahasa Latin plicare yang berarti to fold “melipat”, sehingga untuk

mengerti apa yang dilipat atau yang disimpan tersebut haruslah dilakukan

dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa yang

dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan

interpretasi pada tuturan-tuturannya.

Dijelaskan oleh Yule (2006) dalam bukunya Pragmatik bahwa bicara

mengenai implikatur, ternyata implikatur sangat erat kaitannya dengan

prinsip kerja sama. Bentuk kerja sama yang dimaksudkan dalam hal ini

ialah kerja sama yang sederhana di mana orang-orang yang sedang

berbicara umumnya tidak diasumsikan untuk berusaha membingungkan,

mempermainkan, atau menyembunyikan informasi yang relevan satu sama

lain. Dalam banyak peristiwa, jenis kerja sama ini hanya merupakan titik

awal untuk menjelaskan apa yang dikatakan.

Pada saat makan siang bersama, seorang wanita bertanya kepada

wanita lain sejauh mana ia menyukai hamburger yang sedang ia makan,

dan menerima jawaban dalam (1);

(33)

Dari perspektif logika murni, jawaban dalam (1) tampak tidak memiliki

nilai komunikatif karena menyatakan sesuatu yang sangat jelas. Jika

ungkapan-ungkapan itu digunakan dalam percakapan, dengan jelas

penutur bermaksud untuk menyampaikan informasi yang lebih banyak dari

pada yang dikatakan. Jika seorang pendengar mendengar ungkapan dalam

(1), pertama-tama dia harus berasumsi bahwa penutur sedang

melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi.

Informasi itu tentunya (memiliki makna) lebih banyak dari pada sekedar

kata-kata itu. Makna ini merupakan makna tambahan yang disampaikan,

yang disebut dengan implikatur.

Istilah implikatur berantonim dengan eksplikatur. Menurut Grice

(dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 177) implikatur adalah makna tidak

langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan

(eksplikatur). Menggunakan implikatur dalam percakapan berarti

menyatakan sesuatu secara tidak langsung.

Grice (dalam Abdul Rani, dkk., 2006: 171) juga menjelaskan bahwa

implikatur terdiri dari dua macam, yaitu implikatur konvensional

(convensional implicature) dan implikatur percakapan (conversation

implicature).

a. Implikasi Konvensional

Menurut Grice (dalam Abdul Rani, dkk., 2006: 171) implikatur

konvensional yaitu implikatur yang ditentukan oleh “arti konvensional

(34)

menyatakan bahwa implikatur konvensional kebalikan dari implikatur

percakapan yaitu implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam

percakapan, dan tidak tergantung pada konteks khusus untuk

menginterpretasikannya. Seperti halnya presupposisi leksikal,

implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-kata itu digunakan.

Kata penghubung “tetapi” dalam bahasa Inggris adalah salah satu dari

kata-kata ini. Perhatikan contoh berikut.

1) Cicik menyarankan baju warna merah muda, tetapi saya memilih warna hitam.

Implikatur konvensional “tetapi” seperti pada contoh di atas

menunjukkan bahwa situasi pada waktu itu diharapkan berbeda, atau

mungkin sebaliknya di waktu yang akan datang. Implikatur

konvensional tidak sangat tergantung pada konteks khusus untuk

menginterpretasikan makna tuturan.

b. Implikasi Percakapan

Rahardi (2003: 85) menyatakan bahwa di dalam sebuah pertuturan

yang sesungguhnya, si penutur dan sang mitra tutur dapat secara lancar

berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan

latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu.

Juga, diantara penutur dan sang mitra tutur terdapat semacam kontrak

percakapan yang tidak tertulis, bahwa apa yang sedang dipertuturkan

itu sudah saling dimengerti dan saling dipahami. Grice (975) dalam

artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa

(35)

dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan semacam itu

disebut implikatur percakapan. Perhatikan contoh berikut.

1) Bapak datang, jangan menangis!

Contoh di atas tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan

bahwa sang ayah sudah datang dari bepergian. Penutur bermaksud

memperingatkan mitra tutur, bahwa sang ayah yang biasanya bersikap

keras dan berperilaku kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya

apabila ia masih saja menangis ketika dia datang nantinya. Dengan

perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah

orang yang keras dan kejam, dan sering marah-marah serta emosi besar

kepada anaknya yang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara

tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak

dituturkan bersifat tidak mutlak (unnecessary consequence). Jadi,

dalam sosok implikatur, hubungan proposisi dengan tuturan-tuturan

yang mengimplikasikannya itu tidak bersifat mutlak harus ada. Dengan

tidak adanya hubungan maknawi yang secara nyata dan bersifat mutlak

antara sebuah tuturan dengan sesuatu yang diimplikasikannya itu,

maka sangat dimungkinkan bahwa sebuah tuturan akan memiliki

implikatur makna yang bermacam-macam dan bisa tidak terbatas

jumlahnya. Maka peran konteks sangat penting untuk membatasi

implikatur makna pada suatu tuturan.

Grice (dalam Abdul Rani, dkk., 2006: 171) menyatakan bahwa

(36)

bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh

partisipan harus saling berkait. Yule (2006: 78) menyatakan bahwa

implikatur percakapan didasarkan pada prinsip kerja sama atau

maksim-maksim. Menurut Grice (dalam Cummings, 2007: 14) kerja

sama merupakan prinsip yang mengatur rasionalitas pada umumnya

dan rasionalitas pada khususnya. Berikut ini merupakan

maksim-maksim Grice yang dijabarkan dalam buku Pragmatik (Yule, 2006:

63-64):

1) Maksim kuantitas

a) Buatlah informasi yang informatif seperti yang diminta

(dengan maksud pergantian percakapan yang sedang

berlangsung).

b) Jangan membuat percakapan lebih informatif dari yang

diminta.

2) Maksim kualitas: cobalah untuk membuat sesuatu informasi yang

benar.

a) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini salah.

b) Jangan mengatakan sesuatu jika Anda tidak memiliki bukti

yang memadai.

3) Maksim hubungan: relevanlah

4) Maksim tindakan: cerdiklah

a) Hindarkan ungkapan yang tidak jelas.

(37)

c) Buatlah singkat (hindarkan panjang-lebar yang tidak perlu).

d) Buatlah secara urut/teratur.

Yule (2006: 70-74) juga menyebutkan bahwa implikatur

percakapan ada tiga jenis, yaitu implikatur percakapan khusus,

implikatur percakapan umum, dan implikatur percakapan berskala.

Penjabaran dari masing-masing implikatur tersebut adalah sebagai

berikut.

1) Implikatur percakapan khusus

Menurut Yule (2006: 74) implikatur percakapan khusus adalah

percakapan yang terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana

pendengar mengasumsikan informasi secara lokal. Oleh karena itu,

implikatur percakapan khusus membutuhkan konteks dan latar

belakang pengetahuan khusus untuk membuat kesimpulan yang

diperlukan.

Kontribusi konteks terhadap upaya untuk menghasilkan

implikatur adalah sama dalam setiap kasus-konteks memungkinkan

penutur untuk mengomunikasikan niat mereka untuk melanggar

maksim kualitas dan dalam melakukannya, dia mengomunikasikan

makna yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya. Grice

menyebut implikatur semacam ini-yakni

implikatur-implikatur yang tergantung pada konteks tertentu-dengan istilah

implikatur percakapan khusus (Cummings, 2007: 19). Perhatikan

(38)

1) Mahasiswa A: “Eh, berapa hutangku kemarin?”

Mahasiswa B : “Halah…udah pakai aja dulu, sering-sering BC ya!”

Pada contoh di atas mengimplikasikan bahwa Mahasiswa A

tidak perlu membayar hutangnya pada saat percakapan itu terjadi

atau pada saat itu juga kepada Mahasiswa B. Mahasiswa B

memberikan kesempatan kepada Mahasiswa A untuk membayar

hutangnya lain waktu lantaran Mahasiswa A telah melakukan BC

(Broadcast) yang menguntungkan bagi Mahasiswa B. percakapan

tersebut juga mengimplikasikan bahwa terjalin keakraban antara

Mahasiswa A dan Mahasiswa B, serta adanya harapan yang

disampaikan Mahasiswa B terhadap Mahasiswa A untuk

sering-sering melakukan BC yang berarti bahwa sebelumnya Mahasiswa

A telah melakukan BC. BC (Broadcast) adalah fitur dalam BBM

(Blackberry Messenger) yang dapat mengirim berita ke seluruh

kontak di BBM yang kita miliki, hal ini menunjukkan bahwa kata

“BC” yang terdapat dalam percakapan antara Mahasiswa A dengan

Mahasiswa B secara tidak langsung merupakan konteks dan latar

belakang khusus yang hanya diketahui oleh kedua penutur tersebut.

Singkatnya, implikatur percakapan khusus merupakan maksud

yang diturunkan dari percakapan dengan merujuk atau mengetahui

konteks percakapan, hubungan antarpembicara serta kesamaan

pengetahuan. Melalui pengetahuan khusus itulah maksud atau

(39)

2) Implikatur percakapan umum

Implikatur percakapan umum berbeda dengan implikatur

percakapan khusus. Implikatur umum tidak memerlukan konteks

untuk menginterpretasikan makna implikasinya. Yule (2006: 74)

mengungkapkan bahwa implikatur umum merupakan implikatur

yang tidak memperhitungkan makna tambahan. Dengan kata lain,

orang yang berperan pada proses tuturan mengasumsikan makna

percakapan hanya dengan mengamati struktur kata yang dipakai.

Cummings (2007: 19) juga menyatakan hal yang sama, ia

menyatakan bahwa implikatur percakapan umum tidak

memerlukan konteks untuk menghasilkan implikatur. perhatikan

contoh berikut.

1) Biil is meeting a woman this evening.

(Biil akan menemui seorang wanita malam ini)

Implikatur yang dihasilkan oleh ujaran di atas menunjukkan bahwa

wanita yang akan ditemui oleh Biil bukanlah pacarnya, isterinya,

saudara perempuannya, ibunya, dan sebagainya. Implikatur ini

bukanlah akibat dari sebuah konteks tertentu, tetapi berasal dari

penggunaan kata sandang tak tentu “a” (seorang). Menurut Gazdar

(Cummings, 2007: 20), referen kata benda yang dimodifikasi oleh

kata sandang tak tentu “a” tidak berkaitan erat dengan siapa saja

yang telah diidentifikasi secara kontekstual. Namun demikian,

(40)

sama sekali bukan bagian dari makna konvensial dari kata sandang

itu.

Melalui pemaparan-pemaparan seperti di atas, saya mengambil

kesimpulan bahwa implikatur percakapan umum dapat

menginterpretasikan makna implikasinya melalui struktur kalimat

yang diujarkan penutur sekalipun tidak dipengaruhi oleh konteks

percakapan.

Implikatur percakapan umum terkadang menimbulkan

ketaksaan karena dianggap hampir sama dengan implikatur

konvensional, namun keduanya adalah hal yang berbeda.

Implikatur percakapan umum tidak tergantung pada konteks untuk

menginterpretasikan makna tuturan, implikatur konvensional tidak

sangat tergantung pada konteks. Implikatur percakapan umum

hanya terdapat dalam suatu percakapan, implikatur konvensional

tidak harus terjadi pada percakapan.

3) Implikatur percakapan berskala

Yule (2006: 71-74) menyatakan bahwa informasi tertentu

selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan

suatu nilai dari suatu skala nilai. Ini secara khusus tampak jelas

dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas, seperti:

Semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit

(41)

Istilah-istilah seperti di atas didaftar dari skala nilai tertinggi ke

nilai terendah. Ketika sedang bertutur, seorang penutur memilih

kata dari skala itu yang paling informativedan benar (kualitas dan

kuantitas).

Dasar implikatur berskala ialah bahwa semua bentuk negatif

dari skala yang lebih tinggi dilibatkan apabila bentuk apapun

dalam skala itu dinyatakan. Berbeda dengan implikatur percakapan

khusus dan implikatur percakapan umum, implikatur percakapan

berskala tidak selalu melanggar maksim. Perhatikan contoh

berikut.

1) Saya memakan beberapa buah yang ada di meja itu.

Penutur telah menciptakan implikatur berskala dengan

menggunakan pilihan kata “beberapa”. Pilihan kata “beberapa”

artinya bahwa tidak semua buah-buahan yang ada di meja itu di

makan oleh penutur. “Beberapa” mengandung implikasi berskala

lebih rendah dari pada “semua”.

3. Fungsi Implikatur

Levinson (melalui Abdul Rani dkk, 2006: 173) menyebutkan bahwa

implikatur memiliki beberapa kegunaan. Ia menyebutkan kegunaan

tersebut dalam istilah faedah. Ia menjabarkan empat faedah/fungsi konsep

(42)

a. Implikatur dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta

kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.

b. Implikatur dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan

lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.

c. Implikatur dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana

tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung

yang sama.

d. Implikatur dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah

kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

Rani (2006: 178) juga menjelaskan bahwa masyarakat bahasa sering

menggunakan implikatur percakapan untuk tujuan-tujuan tertentu,

misalnya untuk memperhalus proposisi yang diujarkan dan dalam rangka

menyelamatkan muka (saving face).

Menurut Rahardi (2005: 74) berdasarkan nilai komunikatifnya kalimat

dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu

kalimat berita (deklaratif), kalimat perintah (imperatif), kalimat tanya

(interogatif), kalimat seruan (eksklamatif), dan kalimat penegas (empatik).

Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia adalah kalimat yang

mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada mitra tutur. Kalimat

interogatifadalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu

kepada mitra tutur. Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung

maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu

(43)

yang mengandung maksud untuk menyatakan rasa kagum. Kalimat

empatikadalah kalimat yang mengandung maksud memberikan penekanan

khusus. Meskipun implikatur berbeda dengan kalimat, namun peneliti

menganggap bahwa fungsi implikatur dapat dilihat dengan melihat nilai

komunikatifnya. Nilai komunikatif implikatur yang terkandung dalam

suatu percakapan atau maksud tambahan dapat dibentuk menjadi suatu

kalimat yang mudah dipahami sehingga dapat diketahui apa fungsi

implikaturnya.

4. Konteks

Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (via Nadar, 2009: 3-4)

sebagai the surroundings, in the widest sense, that enable the participants

in the communication process to interact, and that make the linguistic

expressions of the their interaction intelligible (“situasi lingkungan dalam

arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi,

dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”).

Konteks adalah satu unsur penting yang harus diperhatikan dalam

pragmatik. Menurut Cutting (Samarlam, 2014: 3) ada tiga jenis konteks,

yaitu (1) konteks situasional adalah konteks yang memperhatikan tentang

apa yang diketahui penutur tentang sekelilingnya atau kondisi di mana

tuturan terjadi. (2) Konteks pengetahuan, dibagi menjadi dua yaitu konteks

pengetahuan umum budaya dan pengetahuan antar-personal. Konteks

(44)

manusia. Konteks pengetahuan antar-personal adalah pengalaman personal

dalam interaksi verbal sebelum bertindak tutur. (3) Konteks ko-teks adalah

isi seputar teks terdiri atas gramatikal dan kohensi leksikal.

Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijana (dalam

Nadar, 2009: 3) yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna

yang terikat konteks, dan oleh Searle, Kiefer dan Bierwich (1980: ix) yang

menegaskan bahwa pragmatics is concerned with the way in which the

interpretation of syntactically defined exspressions of depends on the

particular conditions of their use in context (“pragmatik berkaitan dengan

interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu

dan cara menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada

kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks”).

Konteks situasi merujuk pada pada aneka macam kemungkinan latar

belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki

bersama-sama baik oleh si penutur maupun oleh mitra tutur, serta

aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta

melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Maka dengan

mendasarkan gagasan Leech tersebut, Wijana (1996) dengan tegas

menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat juga disebut konteks

situasi pertuturan (speech situational context). Konteks situasi pertuturan

menurut Geoffrey N. Leech sebagaimana dikutip oleh Wijana (1996)

seperti yang dikatakan di depan, dapat mencakup aspek-aspek kebahasaan

(45)

a. Penutur dan lawan tutur

b. Konteks tuturan

c. Tujuan tuturan

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal (dalam Rahardi, 2003: 18-19).

Secara khusus dan singkat, konteks tuturan dapat dijelaskan secara

singkat sebagai berikut.

Konteks tuturan dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang

pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama

dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang

mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si

penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Maka berkenaan dengan

hal itu, Geoffrey N. Leech (1993) telah menyatakan pandangannya sebagai

berikut. “ I shall considercontext to be any background knowledge

assumed to be shared by S and H and which contributes to H’s

interpretation of what S mean by a given utterance.” Pengetahuan dan

pemahaman yang benar mengenai konteks tuturan, yang dentitas atau jati

dirinya adalah semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki

oleh para pelibar pertuturan, jelas-jelas akan dapat membantu para pelibat

pertuturan itu untuk menafsirkan kandungan pesan atau maksud yang

(46)

5. Film

Film adalah lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 2008: 392). Film

merupakan gambar hidup yang sering juga disebut movie. Film secara

kolektif sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk

populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film adalah teks yang memuat

serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan

tindakan dalam kehidupan nyata (Danesi, 2010: 134).

Peneliti menganggap bahwa film merupakan salah satu bagian dari

mediaaudio visual yang baik digunakan untuk pembelajaran bahasa. Film

menyajikan percakapan-percakapan antartokohnya yang menggunakan

ragam bahasa. Oleh karena itu, peneliti menjadikan percakapan antartokoh

dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika sebagai salah satu

bahan penelitiannya. Melalui film ini kita dapat mengetahui pesan, makna,

dan maksud yang hendak disampaikan kepada penonton melalui

percakapan antartokoh di dalamnya. Hal tersebut menjadikan film

memiliki fungsi yang hampir sama dengan media massa. Seperti

dijelaskan oleh Nurudin (2013: 9) bahwa media massa adalah alat-alat

dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat

kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa adalah

dapat mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu

menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.

Media massa mempunyai fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat.

(47)

massa, yaitu menginformasikan, mendidik, menghibur, mempengaruhi;

media massa dapat mempengaruhi, memberikan respon sosial; dengan

adanya media massa dapat menanggapi tentang fenomena dan siuasi sosial

atau keadaan sosial yang terjadi, penghubung; media massa dapat

menghubungkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat yang tidak bisa

dilakukan secara perseorangan baik secara langsung maupun tak langsung.

6. Tokoh

Menurut Nurgiyantoro (2005: 165) tokoh adalah pelaku dalam

cerita. Tokoh sendiri tidak dapat dilepaskan dari penokohan. Penokohan

adalah karakter yang diperankan oleh tokoh. Jadi, tokoh merujuk pada

orangnya, sedangkan penokohan merujuk pada wataknya. Sejalan dengan

pendapat Nurgiyantoro, Sudjiman (Budianta, dkk., 2008: 86) menyatakan

bahwa tokoh adalah individu rekaan yang megalami peristiwa atau

(48)

C. Kerangka Berpikir

PRAGMATIK

IMPLIKATUR

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

FILM

1. Jenis-jenis implikatur

percakapan apa saja yang

terdapat pada percakapan

antartokoh dalam film

Marmut Merah Jambu karya

2. Fungsi implikatur percakapan apa

saja yang terdapat pada percakapan

antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambukarya Raditya Dika?

SIMAK+CATAT  INVENTARISASI

 IDENTIFIKASI  KLASIFIKASI  TAPSIR KESIMPULAN

JENIS-JENIS IMPLIKATUR

(49)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti saat ini lakukan adalah penelitian

deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif dapat diartikan sebagai

penelitian yang berusaha memberikan gambaran secara sistematis dan

cermat mengenai fakta-fakta aktual dan sifat-sifat populasi tertentu

(Zuriah, 2005: 14). Artinya dalam penelitian ini peneliti mengamati dan melakukan analisis terhadap percakapan antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambu karya Raditya Dika melalui pendekatan terhadap

percakapan yang terdapat di dalamnya. Kemudian, peneliti

mendeskripsikan jenis serta fungsi implikatur yang terkandung di dalam

setiap percakapan tersebut.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian

misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan

(50)

Penelitian ini bersifat deskriptif karena mendeskripsikan jenis

implikatur dan fungsinya yang terdapat dalam film Marmut Merah Jambu

karya Raditya Dika.

B. Sumber Data dan Penelitian

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah film Marmut

Merah Jambu karya Raditya Dika. Data yang dikumpulkan dari film

tersebut untuk kepentingan penelitian ini berupa percakapan antartokohnya

yang dicurigai mengandung implikatur percakapan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dapat diartikan sebagai suatu cara yang kita gunakan untuk

memperoleh data. Data adalah hasil akhir yang diperoleh. Penelitian ini

merupakan penelitian guna mencari jenis dan fungsi implikatur

percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya

Dika. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah

dengan teknik simak dan catat. Peneliti secara langsung menyimak setiap

percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya

Dika, kemudian secara teliti peneliti mencatat percakapan-percakapan

(51)

D. Instrumen Penelitian

Menurut pendapat Arikunto (2006: 160) instrumen penelitian adalah

alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, cepat, dan sistematis sehingga mudah diolah. Peneliti

menggunakan kemampuannya sendiri ketika menyimak percakapan

antartokoh dalam film Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika. Peneliti

menggunakan buku catatan guna mencatat setiap percakapan

antartokohnya yang mengandung implikatur.

E. Teknik Analisis Data

Bodgan dan Biklen (Syamsuddin, 2007: 110) menyatakan bahwa analisis data adalah pelacakan dan pengaturan secara sistematik transkrip

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan

untuk meningkatkan pemahaman kepada orang lain.

Menurut Nurastuti (2007: 130) teknik analisis data dibedakan menjadi

dua, yaitu analisis deskriptif dan analisis statistika. Analisis deskriptif

adalah analisis penelitian dengan merinci dan menjelaskan dengan rinci

dan menjelaskan dengan panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam

bentuk kalimat. Penelitian yang dilakukan peneliti kali ini menghasilkan

data yang berupa kata-kata dari percakapan antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambu karya Raditya Dika, sehingga penelitian ini dapat

(52)

peneliti menginventarisasi, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan terakhir

menafsirkan data yang berupa percakapan antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambukarya Raditya Dika ke dalam bentuk deskripsi.

F. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2006: 330). Peneliti

melibatkan bantuan dari dosen selain dosen pembimbing, yaitu Dr. Y.

Karmin, M.Pd.. Beliau berperan sebagai penyidik yang mengevaluasi serta

melakukan pengecekan terhadap kredibilitas kajian objek yang diteliti oleh

(53)

36 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sinopsis Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika

Film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika adalah salah satu film

yang disutradarai, diperankan, dan ceritanya ditulis langsung oleh Radiya

Dika. Film ini ber-genre komedi. Banyak dialog antartokohnya yang mampu

menghibur para penonton.

Film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika menceritakan kisah kilas

balik (flashback) masa remaja seorang siswa SMA bernama Dika dan

teman-temannya. Peran Dika sebagai tokoh utama dalam film tersebut diperankan

oleh Christoffer Nelwan sebagai Dika ketika SMA dan Raditya Dika ketika

dewasa. Dika (dewasa) menemui Bapak Ina (diperankan oleh Tio

Pakusodewo) untuk memberikan 1000 burung bangau kertas yang dibuatnya

sebagai hadiah untuk pernikahan Ina (diperankan oleh Anjani). Hadiah itu

sengaja diberikan oleh Dika untuk memenuhi janjinya kepada Ina sewaktu

mereka masih SMA. Ina merupakan gadis yang disukai Dika di SMA.

Ketika mengunjungi rumah Ina untuk memberikan hadiah, Dika tidak

mendapat sambutan hangat dari Bapak Ina. Hal ini dikarenakan Bapak Ina

menyangka bahwa Dika adalah orang yang menyebabkan dirinya terluka

sewaktu Ina merayakan ulang tahun di masa SMA. Dika pun mencoba

(54)

tersebut. Dika menyakinkan Bapak Ina dengan cara menceritakan bagaimana

kejadian sebenarnya saat itu (saat Bapak Ina terluka oleh alat sengat listrik).

Dika diberikan waktu terbatas oleh Bapak Ina untuk menceritakan semua

kejadian yang sebenarnya terjadi. Dika menceritakan kronologis kejadian

dimulai dari ia masih SMA. Dika menceritakan bagaimana ia menyukai Ina

ketika masih SMA dan bagaimana perjuangannya bersama sahabatnya

(Bertus) yang ingin menjadi siswa populardi SMA. Keinginan Dika menjadi

popular sendiri dilatarbelakangi karena Dika menyukai Ina. Ia menganggap

satu-satunya cara mendapatkan Ina adalah dengan menjadi siswa popular

(terkenal) di SMA.

Berbagai cara dilakukan Dika dan Bertus untuk menjadi terkenal di

sekolah. Sampai akhirnya mereka berdua memutuskan untuk membuat sebuah

Grup Detektif. Grup tersebut dibuat untuk mengungkapkan

kejahatan-kejahatan yang terjadi di sekolah. Grup Detektif awalnya hanya terdiri dari 2

orang, yaitu Bertus dan Dika. Kemudian bertambah 1 anggota lagi, yaitu Sindi

(diperanan oleh Sonya Pandarmawan ketika SMA dan Frada ketika dewasa).

Sindi adalah siswi perempuan yang tertarik dengan Grup Detektif karena

menganggap grup tersebut berbeda dengan grup-grup atau ekskul lainnya yang

ada di sekolah mereka. Grup Detektif kemudian menjadi popular di sekolah

lantaran mereka berhasil memecahkan berbagai kasus kejahatan yang terjadi

di sekolah. Grup Detektifmereka dikenal sebagai “Tiga Sekawan”.

Salah satu kasus terbesar yang diterima oleh Grup Tiga Sekawan adalah

(55)

dimanfaatkan oleh Dika untuk menjatuhkan Michael. Michael adalah laki-laki

popular di sekolah yang disukai Ina. Dika dengan sengaja menuduh Michael

sebagai pelaku kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah. Dika

melakukan hal itu supaya Ina dapat menjauh dari Michael dan ia dapat

mencuri kesempatan untuk mendekati Ina.

Maksud terselubung yang direncanakan Dika selama menangani kasus

ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah akhirnya diketahui para

sahabatnya (Bertus dan Sindi). Mereka mengetahui bahwa Dika telah

memfitnah Michael demi kepentingan pribadinya sendiri. Hal tersebut

membuat mereka marah dan menjauhi Dika. Tidak hanya itu, kepala sekolah

pun akhirnya memutuskan kerja sama dengan Grup Tiga Sekawan karena

Dika tidak berhasil membuktikan tuduhannya terhadap Michael. Kasus

ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah pun tidak pernah terpecahkan

sejak saat itu.

Dika (dewasa) menceritakan semua kejadian di masa SMA-nya secara

runtut kepada Bapak Ina. Termasuk kisah ketika Bertus (SMA) tidak sengaja

melukai Bapak Ina dengan alat sengat listrik di pesta ulang tahun Ina. Setelah

menceritakan semua, barulah Bapak Ina ingat bahwa yang menyebabkan ia

terluka terkena alat sengat listrik memang bukan Dika melainkan Bertus. Usai

menceritakan kisahnya, barulah Dika ingat pula tentang kasus ancaman

pembunuhan kepala sekolah yang belum terpecahkan sampai ia dewasa. Ia

lantas mengubungi Bertus teman SMA-nya dahulu, mereka kemudian ke

(56)

Gambar tersebut merupakan jejak kasus ancaman pembunuhan terhadap

kepala sekolah. Dika mengamati gambargrafitytersebut, ia menyadari bahwa

gambar tersebut bukanlah gambar iblis melainkan gambar marmut merah

jambu. Gambar yang sama persis terdapat pada sapu tangan pemberian Sindi

semasa mereka masih SMA.

Dika menyadari bahwa kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala

sekolah adalah sebuah kekeliruan. Kasus tersebut sebenarnya sengaja dibuat

oleh Sindi, salah satu anggota Grup Detektif Tiga Sekawan yang ditujukan

untuk Dika. Melalui kasus itu, Sindi ingin menyampaikan pesan bahwa

sebenarnya ia menyukai Dika. Dika tidak pernah menyadari hal tersebut,

kesalahpahaman justru muncul lantaran kepala sekolah menyangka kasus itu

adalah ancaman pembunuhan terhadap dirinya.

Akhirnya, Dika memutuskan untuk mencari keberadaan Sindi. Tepat di

acara pernikahan Ina, Dika sengaja hadir untuk bertemu dengan Sindi. Ia tahu

bahwa Sindi akan hadir dalam acara pernikahan tersebut. Setelah mereka

berdua bertemu, Dika pun langsung memaparkan hipotesanya mengenai kasus

ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah kepada Sindi. Dika ingin

memastikan dan memperoleh kebenaran bahwa pesan dalam kasus tersebut

sengaja dibuat Sindi untuk dirinya. Sindi mengiyakan kebenaran hipotesa

tersebut. Sindi juga memaparkan bagaimana ia sebenarnya sangat menyukai

Dika sejak mereka masih SMA. Selama 11 tahun Sindi masih menantikan

Dika sebagai cinta pertamanya. Kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala

(57)

Dika dan Sindi pun akhirnya menjalin hubungan “pacaran” setelah keduanya

saling terbuka akan perasaan masing-masing.

B. Deskripsi Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah percakapan-percakapan

antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Data

diambil melalui simak catat film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika

yang berdurasi 1 jam 26 menit 26 detik. Bahasa yang digunakan dalam film

ini adalah bahasa Indonesia yang tidak baku. Data penetitian pun dalam

bentuk percakapan bahasa Indonesia yang tidak baku. Peneliti menemukan 31

data percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya

Dika yang mengandung implikatur percakapan. Data implikatur percakapan

tersebut dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang akan terjawab pada

hasil analisis data.

C. Hasil Analisis Data

Hasil analisis terhadap percakapan antartokoh dalam film Mamut Merah

Jambu karya Raditya Dika meliputi dua bagian, yaitu pertama menemukan

percakapan yang mengandung implikatur kemudian mengklasifikasi

jenis-jenis implikaturnya. Kedua, menemukan fungsi implikatur yang terkandung di

dalamnya.

Melalui analisis yang dilakukan, peneliti menemukan 31 data percakapan

Gambar

gambar tersebut bukanlah gambar iblis melainkan gambar marmut merah
Tabel Percakapan Antartokoh dalam Film Marmut Merah Jambu
gambar iblis yang sesuai. Seseorang yang berambut indah seperti Michael
Gambar di grafity itu, bukan gambar iblis. Petunjuk utama ada di

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kartu data, peneliti telah menganalisis 57 data yang merupakan wujud implikatur percakapan yang terjadi dalam film Bienvenue

This study reported that in 197 dialogues of code-mixing used in Marmut Merah Jambu movie, there were 133 codes mixing occurrences: 5 belonged to intra-sentential category,

heterosexual men yang ditampilkan tokoh Raditya Dika dalam film “Marmut Merah Jambu”.

Analisis data pada bab 4 meliputi (1) wujud tuturan dalam implikatur percakapan yang terdapat pada kumpulan cerita Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika, (2) analisis

Metode analisis semiotika Charles Sanders Peirce digunakan untuk melihat representasi feminine heterosexual men dalam film “Marmut Merah Jambu”. Melalui tanda-tanda yang

“Implikatur dalam Novel Puspitasari Prawan Bali Karya Any Asmara” hasil penelitian tersebut adalah adanya penemuan wujud implikatur dari dua jenis implikatur yaitu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat terdapat dua jenis implikatur yaitu implikatur percakapan dan implikatur konvensional, tiga sifat implikatur, yaitu

Dalam pengumpulan data, penulis mengambil beberapa percakapan dari film tersebut berdasarkan jenis implikatur, kalimat yang digunakan dalam implikatur serta