• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi pelayanan informasi obat pada pasien di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi pelayanan informasi obat pada pasien di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Untuk menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi di rumah sakit, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kelengkapan informasi yang diberikan apoteker kepada pasien yang mengacu pada standar yang telah ditetapkan.

Jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif pendekatan kualitatif. Pengambilan data menggunakan metode wawancara mendalam. Data merupakan informasi yang diberikan oleh 6 responden. Data disajikan secara deskriptif dibandingkan dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Berdasarkan hasil penelitian, rincian informasi obat yang disampaikan adalah nama obat, cara pemberian, indikasi, terapi yang diterima, aturan pakai (6 responden), bentuk sediaan (5 responden), kondisi penyimpanan (4 responden), lama penggunaan obat dan dosis (3 responden). Teknis PIO dilakukan pada jam kerja, berupa menjawab pertanyaan, melakukan penyuluhan dan visite. Sumber informasi yang digunakan berupa pustaka primer dan tersier. Evaluasi sumber informasi dokumentasi yang dilakukan belum sesuai dengan standar.

(2)

ABSTRACT

To support a high-quality health service, the government announced

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.58 Tahun 2014 concerning on standard of pharmaceutical service in a hospital. The purpose of this research is to acknowledge the information completeness given by pharmacists to the patients according to the established standards.

This is an observational research with qualitative arrangement. The data gathered by in-depth interview method. The data here are in form of information given by 6 respondents. The data are set descriptively and compared to the established standard of pharmaceutical service in a hospital.

Based on the research, the specification of medicine information which was stated were the name of medicine, application method, indication, received therapy, usage regulations (6 respondents), storage condition (4 respondents), period of usage, and dose (3 respondents). PIO technique was applied in working time, in form of answering questions, consultation, and visiting. The used sources of information were primary and tertiary literature. The evaluation of documented source of information does not suit the standard yet.

(3)

EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT PADA PASIEN DI INSTALASI

FARMASI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Aditya Lela Novitasari

NIM : 128114153

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

EVALUASI PELAYANAN INFORMASI OBAT PADA PASIEN DI INSTALASI

FARMASI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Aditya Lela Novitasari

NIM : 128114153

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

Halaman Persembahan

Be who you want to be, not what others want to see” ~unknown.

“Follow your passion, believe in yourself, and never ever give up”

~unknown.

Ku persembahkan karyaku ini untuk:

Ibu-Bapakku, sebagai ungkapan rasa hormat dan baktiku

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penyertaan

dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pelayanan Informasi Obat Pada Pasien di Instalasi Farmasi

RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta” dengan baik. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarja Strata Satu

Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak

yang selalu mendukung pada proses penyusunan skripsi ini. Maka dalam

kesempatan ini dengan kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing

yang telah banyak memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam

penyusunan skripsi.

2. Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt dan Bapak Dr. Yosef Wijoyo,

M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik

dan saran dalam perbaikan penyusunan skripsi.

3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si.,Apt. selaku Kaprodi Fakultas

Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan

kemudahan dalam proses ujian skripsi terbuka.

4. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt., PhD selaku Dekan Fakultas Farmasi

Sanata Dharma Yogyakarta.

5. Ke-enam responden yang telah menyediakan waktu dan tempat untuk

(11)

viii

6. Kedua orang tua bapak Sudiyono dan ibu Peni Sulistyowati atas

segala dukungannya baik secara moral dan material.

7. Adik penulis, Adinda Puspa Agita yang selalu memberikan semangat,

keceriaan, serta dukungan.

8. Teman-teman seperjuangan Nanda Tiasari dan Monalisa Mangkoan

atas kebersamaan baik suka dan duka, semangat serta motivasi,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Dedi Lolan yang selalu meluangkan waktu untuk menemani penulis

agar tidak merasa kesepian, memberikan arti kebersamaan dan

kekeluargaan, serta memberikan motivasi dan dukungan dalam

menyelesaikan studi.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dalam

proses perkuliahan dan penyusunan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

sehingga segala bentuk masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap kiranya skripsi ini dapat

bermanfaat bagi pembaca sekalian. Terima kasih.

(12)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... iv

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xvii

DAFTAR GAMBAR... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

INTISARI... xxi

ABSTRACT... xxii

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan... 2

C. Keaslian penelitian... 2

D. Manfaat penelitian... 3

E. Tujuan Penelitian... 4

1.Tujuan umum... 4

(13)

x

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 5

A. Apoteker... 5

B. Pharmaceutical Care.... 6

C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit... 7

1.Pengelolaan sumber daya... 7

a. Sumber daya manusia... 7

b.Sarana prasarana... 8

2.Pelayanan kefarmasian... 9

a. Informasi obat... 9

D. Pelayanan Informasi Obat... 9

E. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit... 11

F. Teknis Pelayanan Informasi Obat……….. 12

1. Metode pelayanan informasi obat………... 12

2. Kegiatan pelayanan informasi obat………. 13

3. Sumber informasi yang digunakan……….. 14

4. Evaluasi sumber informasi yang digunakan………... 15

(14)

xi

b. Evaluasi pustaka sekunder……… 15

c. Evaluasi pustaka tersier………. 16

5. Dokumentasi……… 16

G. Pasien Hamil dan Menyusui………... 17

H. Pasien Pediatri (Anak)……… 17

I. Pasien dengan Gangguan Fungsi Ginjal……… 18

J. Pasien dengan Gangguan Fungsi Hati……… 19

K. Keterangan Empiris... 19

BAB III METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 21

B. Variabel Penelitian... 21

C. Definisi Operasional... 21

D. Bahan atau Materi Penelitian... 23

E. Alat atau Instrumen Penelitian... 24

F. Tempat dan Waktu Penelitian... 24

1.Tempat penelitian... 24

(15)

xii

G. Tata Cara Penelitian... 24

1.Tahap pra persiapan... 24

2. Tahap pengumpulan data………... 27

3.Tahap pengolahan data... 28

4.Keterbatasan Penelitian... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

A. Sumber Daya Manusia………... 29

1. Karakteristik Demografi Responden………... 29

a. Karakteristik demografi responden berdasarkan usia……… b. Karakteristik demografi responden berdasarkan jenis kelamin……….. 29 30 c. Karakteristik demografi responden berdasarkan pendidikan terakhir... 31

d. Karakteristik demografi responden berdasarkan lama masa kerja………... 32

2. Pembagian kerja di IFRS……….. 32

a. Responden A………. 34

(16)

xiii

c. Responden C………. 35

d. Responden D………. 36

e. Responden E……… 36

f. Responden F……….. 36

B. Teknis PIO ………... 38

1. Teknis PIO di instalasi farmasi rawat jalan …... 38

a. Penyerahan obat………...……… 39

b. Konsultasi obat………...………. 40

2. Teknis PIO di instalasi farmasi rawat inap….……….. 41

a. Waktu PIO………... 43

b. Kegiatan PIO……… 43

c. Sumber informasi yang digunakan……… 44

d. Dokumentasi yang dilakukan……… 46

e. Sarana dan prasarana yang disediakan……… 46

C. Jenis PIO yang Diberikan……….………... 47

1.Jenis informasi yang diberikan di instalasi farmasi rawat jalan... 47

(17)

xiv

b. Penyerahan obat………... 48

2. Informasi yang disampaikan di instalasi farmasi rawat inap…... 49

a. Jenis informasi yang diberikan………. 49

1) Pasien hamil dan menyusui………... 50

2) Pasien pediati (anak)... 50

3) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal... 51

4) Pasien dengan gangguan fungsi hati... 51

b. Hasil evaluasi informasi obat yang disampaikan responden berdasarkan standar………...………... 52

1) Hasil evaluasi informasi terkait dosis……….. 52

2) Hasil evaluasi informasi terkait interaksi obat………… 52

3) Hasil evaluasi informasi terkait obat-obatan yang mengganggu pemeriksaan laboratorium………... 53

4) Hasil evaluasi informasi terkait ketercampuran secara in vitro……… 54

5) Hasil evaluasi informasi terkait stabilitas obat………… 54

(18)

xv

7) Hasil evaluasi informasi terkait identifikasi obat……… 55

8) Hasil evaluasi informasi terkait farmakokinetik………. 55

c. Komponen informasi obat yang diberikan pada pasien... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 57

1.KESIMPULAN... 57

2.SARAN... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59

LAMPIRAN... 61

(19)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Karakteristik Demografi Responden... 29

Tabel 2. Pembagian Kerja Responden di IFRS…..………... 34

Tabel 3. Teknis PIO di Instalasi Farmasi Rawat Jalan………. 41

Tabel 4. Teknis PIO di Instalasi Farmasi Rawat Inap.………. 42

Tabel 5. Komponen Informasi Obat yang Disampaikan Responden di Bagian Penyerahan Obat……… 49

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(21)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Sekretariat Daerah DIY... 62

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Bappeda Bantul... 63

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari RSUD Panembahan Senopati... 64

Lampiran 4. Proses Uji Validitas………. 65

Lampiran 5. Surat Permohonan Menjadi Responden... 66

Lampiran 6. Lembar Persetujuan Menjadi Responden... 67

Lampiran 7. Daftar Panduan Wawancara... 68

Lampiran 8. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Dosis... 70

Lampiran 9. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Interaksi Obat... 71

Lampiran 10. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Obat-Obat yang Mengganggu Pemeriksaan Laboratorium... 73

Lampiran 11. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Ketercampuran Secara In Vitro... 74

Lampiran 12. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Stabilitas Obat... 75

Lampiran 13. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Terapi Obat………. 76

Lampiran 14. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Identifikasi Obat………. 77

Lampiran 15. Hasil Evaluasi Informasi Terkait Farmakokinetik………... 78

(22)

xix

INTISARI

Untuk menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu tinggi di rumah sakit, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kelengkapan informasi yang diberikan apoteker kepada pasien yang mengacu pada standar yang telah ditetapkan.

Jenis penelitian observasional dengan rancangan deskriptif pendekatan kualitatif. Pengambilan data menggunakan metode wawancara mendalam. Data merupakan informasi yang diberikan oleh 6 responden. Data disajikan secara deskriptif dibandingkan dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Berdasarkan hasil penelitian, rincian informasi obat yang disampaikan adalah nama obat, cara pemberian, indikasi, terapi yang diterima, aturan pakai (6 responden), bentuk sediaan (5 responden), kondisi penyimpanan (4 responden), lama penggunaan obat dan dosis (3 responden). Teknis PIO dilakukan pada jam kerja, berupa menjawab pertanyaan, melakukan penyuluhan dan visite. Sumber informasi yang digunakan berupa pustaka primer dan tersier. Evaluasi sumber informasi dokumentasi yang dilakukan belum sesuai dengan standar.

(23)

xx

ABSTRACT

To support a high-quality health service, the government announced

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.58 Tahun 2014 concerning on standard of pharmaceutical service in a hospital. The purpose of this research is to acknowledge the information completeness given by pharmacists to the patients according to the established standards.

This is an observational research with qualitative arrangement. The data gathered by in-depth interview method. The data here are in form of information given by 6 respondents. The data are set descriptively and compared to the established standard of pharmaceutical service in a hospital.

Based on the research, the specification of medicine information which was stated were the name of medicine, application method, indication, received therapy, usage regulations (6 respondents), storage condition (4 respondents), period of usage, and dose (3 respondents). PIO technique was applied in working time, in form of answering questions, consultation, and visiting. The used sources of information were primary and tertiary literature. The evaluation of documented source of information does not suit the standard yet.

(24)

1

BAB I PENGANTAR A.Latar Belakang

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan

farmasi rumah sakit adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan

kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien.

Sebagai upaya untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang

berorientasi pada keselamatan pasien dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 58 Tahun 2014 (Permenkes No. 58, 2014).

Pelayanan kefarmasian adalah syarat dari pengobatan untuk tujuan

keberhasilan terapi yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.Tujuan terapi

yaitu (1) mengobati penyakit, (2) menguragi gejala yang dialami oleh pasien, (3)

mencegah atau memperlambat penyebaran penyakit, atau (4) mencegah penyakit

ataupun gejalanya. Pelayanan kefarmasian melibatkan proses co-operatif seorang farmasis dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam merancang,

menerapkan, dan monitoring rencana pengobatan yang akan menghasilkan

outcome terapi spesifik untuk pasien (EDQM, 2012).

Belum semua pasien tahu dan sadar akan apa yang harus dilakukan

tentang obat-obatnya, oleh sebab itu untuk mencegah kesalahgunaan,

penyalahgunaan, dan adanya interaksi obat yang tidak dikehendaki, pelayanan

(25)

meningkatkan hasil dari farmakoterapi dengan cara memberikan edukasi dan

konseling pada pasien untuk menyiapkan dan memotivasi pasien agar menaati

aturan farmakoterapi dan kegiatan monitoring. Edukasi dan konseling

merupakan hal yang paling efektif ketika diselenggarakan di dalam ruangan atau

tempat yang menjamin privasi dan memiliki kesempatan untuk menjaga rahasia

komunikasi (Yamada and Nabeshima, 2015).

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang

dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Apakah kelengkapan rincian informasi obat yang diberikan pada pasien di

instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati saat pelayanan informasi obat

telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58

Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit?

b. Apakah permasalahan yang ditemukan dalam teknis pelayanan informasi

obat yang diberikan pada pasien di instalasi farmasi RSUD Panembahan

Senopati berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit?

2. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian

mengenai Evaluasi Pelayanan Informasi Obat pada Pasien di Instalasi Farmasi

RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta, belum pernah dilakukan.

Penelitian terkait pelayanan informasi obat sebelumnya, yaitu: Evaluasi

(26)

Yogyakarta (Baroroh, 2011). Penelitian tersebut menitikberatkan pada evaluasi

implementasi pelayanan informasi obat pada pasien rawat jalan di instalasi

farmasi rumah sakit Yogyakarta berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.

Menurut penelitian Kisworo (2010) tentang Evaluasi Mutu Pelayanan

Obat di Unit Rawat Jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU Muhammadiyah

Yogyakarta, menitikberatkan pada pengaruh manajemen obat dan kefarmasian

terhadap terhadap tingkat kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu

pelayanan kefarmasian khususnya di instalasi farmasi rumah sakit.

Penelitian lainnya berupa Evaluasi Pelaksanaan Kebijakan PIO di Unit

PIO RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar Sulawesi Selatan (Mustarim,

2011). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengevaluasi pelaksanaan

pelayanan informasi obat di Unit PIO RS Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan di unit PIO, sumber daya manusia dan

struktur organisasi, sarana dan prasarana yang terdapat di unit PIO, anggaran,

serta kegiatan dan kualitas unit PIO.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya dalam

beberapa hal, yaitu waktu penelitian, tempat penelitian, populasi penelitian,

metode pengumpulan data, dan teknik analisa data.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat Praktis

Informasi ini dapat digunakan apoteker agar dapat mengerti cakupan dalam

(27)

rumah sakit pada pasien di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati,

berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 58 Tahun

2014, untuk mendapatkan informasi tentang: (1) kelengkapan informasi yang

diberikan sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian menurut Peraturan

Menteri kesehatan, (2) teknis pelayanan informasi obat yang sesuai dengan

Permenkes.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apakah pelayanan

informasi obat pada pasien di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati

Bantul, Yogyakarta dengan mengacu pada standar pelayanan kefarmasian di

Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi kelengkapan informasi yang diberikan Apoteker pada

pasien di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul,

Yogyakarta dengan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Peraturan

Menteri Kesehatan No. 58 Tahun 2014 tentang pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit.

b. Mengidentifikasi permasalahan yang ditemukan dalam teknis pelayanan

informasi obat yang diberikan pada pasien di instalasi farmasi RSUD

(28)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Apoteker

Apoteker menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 889 Tahun 2011

adalah Sarjana Farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan

sumpah jabatan Apoteker (Permenkes No.889, 2011). Apoteker sebagai pelaku

utama pelayanan kefarmasian yang bertugas sebagai pelaksana kesehatan diberi

wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga

terkait erat dengan hak dan kewajibannya (Standar Kompetensi Apoteker

Indonesia, 2011).

Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009 pasal 21 ayat 1 tentang pekerjaan

kefarmasian, dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan

Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian. Ayat 2

menjelaskan jika penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter

dilaksanakan oleh Apoteker. Menurut pasal 19, yang dimaksud dengan Fasilitas

Pelayanan Kefarmasian berupa: (1)apotek, (2)instalasi farmasi rumah sakit,

(3)puskesmas, (4)klinik, (5)toko obat, atau (6)praktek bersama.

Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) adalah bukti tertulis yang

diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. Surat Izin Praktik

Apoteker (SIPA) adalah surat izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat

melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian. Setiap

tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki

(29)

B. Pharmaceutical Care

Pharmaceutical care adalah praktek kefarmasian yang diberikan secara langsung (directly provided) dan bertanggung jawab (responsibility) oleh apoteker kepada pasien terkait dengan pengobatan (medication related), yang mengahasilkan outcome sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (quality of life) (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).

Medication related pada pharmaceutical care tidak hanya menyediakan terapi obat namun juga mengambil keputusan mengenai penggunaan obat pada

pasien. Sedangkan yang dimaksud dengan care yaitu, apoteker tidak hanya melayani jual beli obat, namun juga harus peduli pada pasiennya seperti menggali

informasi tentang kebiasaan pasien dalam menjaga kesehatan serta cara

penggunaan obat (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).

Apoteker harus memiliki komitmen dan tanggung jawab berupa

pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi klinis pasien,

dengan cara menjamin semua terapi yang diterima oleh pasien adalah terapi yang

aman, paling efektif, paling sesuai dan praktis. Selain itu, Apoteker harus

memberikan pelayanan secara berkesinambungan, artinya Apoteker selalu siap

dalam mengidentifikasi, mencegah dan memecahkan permasalahan terkait terapi

yang diberikan pada pasien (Cipolle, Strand, dan Morley, 2004).

Pharmaceutical care terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: penyusunan informasi dasar terkait pasien atau database pasien, evaluasi (assessment), penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK), implementasi RPK,

(30)

Seluruh tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan melalui suatu proses

konseling dan penyuluhan pada pasien terkait penyakit yang sedang diderita.

Pharmaceutical care dapat menurunkan kejadian yang merugikan pasien dalam penggunaan obat, terutama pada pengobatan jangka panjang dan dapat

meningkatkan kesadaran pasien akan efek yang merugikan dari obat (Cipolle,

Strand, dan Morley, 2004).

C. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit harus

didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang

berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional.

Sumber daya kefarmasian yang dimaksud meliputi sumber daya manusia, dan

sarana prasarana.

1. Pengelolaan Sumber Daya

a. Sumber daya manusia

Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, rumah sakit harus

memiliki tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga

kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga nonkesehatan.

Tenaga kefarmasian khususnya Apoteker harus memiliki kompetensi

sebagai berikut:

1) Mampu melakukan praktik kefarmasian secara profesional dan etik.

2) Mampu menyelesaikan masalah terkait dengan penggunaan sediaan

(31)

3) Mampu melakukan dispensing sediaan farmasi dan alat kesehatan.

4) Mampu memformulasi dan memproduksi sediaan farmasi dan alat

kesehatan sesuai standar yang berlaku.

5) Mempunyai keterampilan dalam pemberian informasi sediaan

farmasi dan alat kesehatan.

6) Mampu berkontribusi dalam upaya preventif dan promotif

kesehatan masyarakat.

7) Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai

dengan standar yang berlaku.

8) Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun

hubungan interpersonal dalam melakukan praktek kefarmasian.

9) Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang berhubungan dengan kefarmasian (Standar Kompetensi

Apoteker, 2011).

b. Sarana Prasarana

Penyelenggaraan pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus

didiukung oleh sarana dan prasarana yang memenuhi ketentuan dan

perundang-undangan yang berlaku.

Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar

dapat menunjang fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin

lingkungan kerja yang aman untuk petugas, dan memudahkan system

(32)

2. Pelayanan Kefarmasian

a. Informasi obat

Rumah Sakit harus memenuhui persyaratan lokasi, bangunan,

prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan

kefarmasian yang dimaksud harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan

alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau (UU No. 44,

2009). Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, meliputi standar:

(a)pengelolaan sedian farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai;

dan (b)pelayanan farmasi klinik (Permenkes No.58, 2014).

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi: (1)pengkajian dan pelayanan resep; (2)penelusuran riwayat penggunaan obat; (3)rekonsiliasi

obat; (4)pelayanan informasi obat; (5)konseling; (6)visite; (7)pemantauan

terapi obat; (8)monitoring efek samping obat; (9)evaluasi penggunaan obat;

(10)dispensing sediaan steril; (11)pemantauan kadar obat dalam darah

(Permenkes No.58, 2014).

D. Pelayanan informasi obat

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan

(33)

terkini, dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker,

perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar rumah sakit.

PIO bertujuan untuk: (a)menyediakan informasi mengenai obat kepada

pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar

rumah sakit; (b)menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang

berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai, terutama bagi tim farmasi dan terapi; (c)menunjang penggunaan obat yang

rasional (Permenkes No.58, 2014).

Undang-undang (UU) Republik Indonesia No.44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan

kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan

kefarmasian (UU No.44, 2009).

Standar pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker

kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien

(patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.

Kegiatan pelayanan informasi obat berupa penyediaan dan pemberian

informasi obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila

apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak

menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat,

(34)

bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi

obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima.

Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat mengarah kepada

pencapaian penggunaan obat secara rasional di rumah sakit itu sendiri. Indikator

dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan

informasi obat antara lain:

1. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.

2. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.

3. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.

4. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin,

ceramah).

5. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat

kesulitan.

6. Menurunnya keluhan atas pelayanan (Depkes RI, 2006)

E. Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit

Pelayanan informasi obat merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Tujuan umum dari

pedoman pelayanan informasi obat di rumah sakit yaitu tersedianya pedoman

untuk pelayanan informasi obat yang bermutu dan berkesinambungan dalam

rangka mendukung upaya penggunaan obat yang rasional di rumah sakit.

Tujuan khusus dari pedoman pelayanan informasi obat di rumah sakit,

(35)

1) Tersedianya acuan dalam rangka pelayanan informasi obat di rumah

sakit.

2) Tersedianya landasan hukum dan operasional penyediaan dan pelayanan

informasi obat di rumah sakit.

3) Terlaksananya penyediaan dan pelayanan informasi obat di rumah sakit.

4) Terlaksananya pemenuhan kompetensi apoteker Indonesia dalam hal

pelayanan kefarmasian.

Pedoman pelayanan informasi obat di rumah sakit dimaksudkan untuk

dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan terkait provider, pasien dan

keluarganya, masyarakat umum, serta institusi yang memerlukan (Depkes RI,

2006).

F. Teknis Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit 1. Metode Pelayanan Informasi Obat

Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006),

terdapat 5 metode yang dapat digunakan untuk melakukan pelayanan informasi

obat yaitu:

a. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call.

b. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang

diluar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang

(36)

c. Pelayanan infromasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan

tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja.

d. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh semua

apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja.

e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh

semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan

informasi obat diluar jam kerja.

2. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat

Menurut Permenkes No. 58 Tahun 2014, kegiatan pelayanan informasi

obat meliputi:

a. menjawab pertanyaan.

b. menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.

c. menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan

dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.

d. bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

e. melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan

tenaga kesehatan lainnya.

f. melakukan penelitian.

Berdasarkan Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006),

pertanyaan dari pasien atau tenaga medis lain dapat diterima secara lisan, tulisan

(37)

dilakukan segera dalam 24 jam atau lebih dari 24 jam, baik secara lisan, tulisan

maupun via telpon.

3. Sumber Informasi yang Digunakan

Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006),

semua sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan disesuaikan

dengan tingkat dan tipe pelayanan. Pustaka digolongkan ke dalam 3 kategori,

yaitu:

a. Pustaka primer adalah artikel asli yang dipublikasikan penulis atau

peneliti, informasi yang terdapat didalamnya berupa hasil penelitian

yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer, antara lain

laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif, serta laporan

deskriptif.

b. Pustaka sekunder yaitu berupa sistem indeks yang umumnya berisi

kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi

sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang

terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat

dalam berbagai database, contoh: medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International Pharmaceutical Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.

c. Pustaka tersier yaitu berupa buku teks atau database, kajian artikel,

kompendia dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku

(38)

4. Evaluasi Sumber Informasi yang Digunakan

Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006),

evaluasi sumber informasi dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Evaluasi pustaka primer

Untuk mengevaluasi pustaka primer tidak mudah meskipun hasil suatu

studi atau makalah penelitian sudah absah dan telah dipublikasikan. Hal yang

harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi terhadap pustaka primer adalah

sebagai berikut:

1) Bagian bahan dan metode (bagian dari suatu artikel yang menguraikan

cara peneliti melakukan studi tersebut).

2) Sampel (mewakili populasi yang hasilnya akan dapat diterapkan).

3) Desain studi (atau bagian yang memerlukan penelitian yang seksama).

b. Evaluasi pustaka sekunder

Pustaka sekunder terdiri dari pustaka sekunder berisi pengindeksan

(kepustakaan) dan pustaka sekunder berisi abstrak yang berguna sebagai

pemandu ke pustaka primer. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih

pustaka sekunder, antara lain:

1) Waktu (jarak waktu artikel itu diterbitkan dalam majalah ilmiah dan

dibuat abstrak atau indeks)

2) Jurnal pustaka cakupan (jurnal pustaka ilmiah yang mendukung tiap

(39)

3) Selektivitas pengindeksan/pengabstrakan (bentuk dari sistem: cetak

standar, mikrofis, terkomputerisasi. Dikaitkan dengan keperluan dan

kebutuhan pengguna)

4) Harga (perbedaan harga terjadi untuk sumber yang tersedia dalam

bentuk yang berbeda)

c. Evaluasi pustaka tersier

Pustaka tersier banyak tersedia sebagai sumber informasi medik dan

obat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sumber pustaka tersier,

antara lain:

1) Penulis dan editor harus mempunyai keahlian dan kualifikasi menulis

tentang suatu judul atau bab tertentu dari suatu buku.

2) Tanggal publikasi dan edisi dari pustaka tersier terutama buku teks harus

tahun terbaru.

3) Penerbit mempunyai reputasi yang tinggi.

4) Daftar pustaka berisi daftar rujukan pendukung sesuai judul buku.

5) Format pustaka tersier harus didesain untuk mempermudah penggunaan.

6) Membaca kritik tertulis.

5. Dokumentasi

Menurut Ditjen Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2006),

fungsi dari dokumentasi, antara lain:

a. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan

dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.

(40)

c. Catatan yang mungkin diperlukan kembali oleh penanya.

d. Media pelatihan tenaga farmasi.

e. Basis data penelitian analisis, evaluasi dan perencanaan layanan.

f. Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan informasi obat.

G. Pasien Hamil dan Menyusui

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan mengenai penggunaan obat

pada ibu hamil dan menyusui, perlu pemahaman yang baik mengenai obat apa

saja yang relatif tidak aman sehingga harus dihindari selama kehamilan ataupun

menyusui agar tidak merugikan ibu dan janin yang dikandung ataupun bayinya.

Karena perubahan fisiologi selama kehamilan dan menyusui dapat berpengaruh

terhadap kinetika obat pada ibu hamil dan menyusui yang kemungkinan

berdampak terhadap perubahan respon ibu hamil terhadap obat yang diminum.

Direktorat Bina Farmasi Klinik dan Komunitas (2006) menyatakan,

yang harus ditekankan dalam pemberian informasi tentang penggunaan obat pada

wanita hamil adalah manfaat pengobatan pada wanita hamil harus lebih besar

daripada resiko jika tidak diberikan pengobatan. Selain itu juga harus diberikan

informasi mengenai bahaya penggunaan beberapa obat selama menyusui.

H. Pasien Pediatri (Anak)

(41)

Farmasi Komunitas dan Klinik (2009), pediatri adalah anak yang berusia lebih

muda dari 18 tahun. Masa bayi dan anak merupakan periode pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat pesat, sehingga penggunaan obat untuk anak

merupakan hal khusus yang terkait dengan perbedaan laju perkembangan organ.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2009) menyatakan

bahwa terapi obat pada pediatri berbeda dengan terapi obat pada orang dewasa

karena perbedaan karakteristik. Perbedaan karakteristik ini akan mempengaruhi

farmakokinetika-farmakodinamika obat yang pada akhirnya akan mempengaruhi

efikasi dan toksisitas obat. Masalah terkait obat pada pasien pediatri yaitu: rute

pemakaian obat, permintaan dosis, interaksi obat dan reaksi obat yang tidak

dikehendaki.

I. Pasien dengan Gangguan Fungsi Ginjal

Penggunaan obat pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal dapat

memperburuk kondisi penyakit karena beberapa alasan:

1. Kegagalan untuk mengeksresikan obat atau metabolitnya dapat menimbulkan

toksisitas.

2. Sensitivitas terhadap beberapa obat meningkat, meskipun eliminasinya tidak

terganggu.

3. Banyak efek samping yang tidak dapat ditoleransi oleh pasien gagal ginjal.

4. Beberapa obat tidak lagi efektif jika fungsi ginjal menurun.

Ketika fungsi ginjal berkurang, dosis obat yang bergantung pada

(42)

indikator penting untuk tercapainya terapi yang diperlukan dalam pengobatan

terutama bagi pasien dengan gangguan fungsi ginjal adalah ketepatan dalam

pemberian dosis (Munar dan Singh, 2007).

J. Pasien dengan Gangguan Fungsi Hati

Menurut Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik (2007),

penyakit hati termasuk penyakit yang cukup banyak diderita masyarakat

Indonesia, jenisnya beragam dan membutuhkan penanganan yang berbeda.

Apoteker dapat berperan serta dalam memberikan informasi dan edukasi kepada

pasien untuk mempercepat proses penyembuhan, mencegah bertambah parah atau

mencegah kambuhnya penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan cara:

memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan perubahan pola

hidup yang harus dijalani (misalnya: diet rendah lemak dan garam, tidak minum

minuman beralkohol, istirahat yang cukup); menjelaskan obat-obat yang harus

digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis, dan waktu penggunaannya; serta

melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan

memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.

K. Keterangan Empiris

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian penting dari sistem pelayanan

kesehatan yang tidak terpisahkan. Salah satu aspek pelayanan kefarmasian adalah

pelayanan informasi obat yang diberikan oleh Apoteker kepada pasien dan

(43)

sakit, diharapkan akan mendukung upaya penggunaan obat yang rasional di

rumah sakit.

Apoteker harus berkomitmen dan bertanggung jawab dalam memberikan

pelayanan kefarmasian pada pasien. Pelayanan yang diberikan berupa pemberian

informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini, dan

komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat,

profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain diluar rumah sakit.

Penggunaan obat yang tepat, aman dan efektif selain ditentukan oleh

kualitas obat juga dipengaruhi oleh informasi yang diberikan pada saat

penyerahan obat. Dalam penelitian ini, diiharapkan diperoleh rincian informasi

yang diberikan oleh Apoteker saat penyerahan obat pada pasien telah sesuai

(44)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional. Rancangan

penelitian ini bersifat kualitatif dengan melakukan pengamatan langsung atau

observasi, wawancara dan dokumentasi. Pada penelitian observasional, observasi

yang dilakukan tanpa ada manipulasi maupun intervensi dari peneliti terhadap

subyek uji, subyek uji diobservasi menurut keadaan apa adanya (in nature) (Pratiknya, 2001).

Penelitian non-eksperimental deskriptif ditujukan untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan di dalam masyarakat

ataupun komunitas. Oleh karena itu, penelitian deskriptif sering disebut sebagai

penelitian penjelajahan (exploratory study) (Notoatmodjo, 2005).

B. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah informasi-informasi saat konseling

yang disampaikan apoteker di instalasi farmasi rawat inap Rumah Sakit

Panembahan Senopati, Bantul.

C. Definisi Operasional

1. Informasi yang disampaikan Apoteker mengacu pada Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.58 Tahun 2014, yaitu berupa informasi

(45)

ditunjukan dengan kemapuan Apoteker dalam menyusun informasi dari

berbagai sumber dan menghasilkan kesimpulan yang jelas dan logis, mampu

menyeimbangkan antara evidence dengan kondisi lingkungan, serta mampu menjelaskan informasi medis dan farmakologis yang berkaitan dengan situasi

khusus, permintaan pasien atau informasi yang relevan.

2. Informasi yang independen adalah informasi yang disampaikan oleh apoteker

tidak dipengaruhi oleh pihak manapun.

3. Informasi yang akurat adalah informasi yang disampaikan oleh apoteker

sesuai dengan fakta yang ada.

4. Informasi yang tidak bias berarti tidak ada kesalahan informasi yang

disampaikan oleh apoteker.

5. Informasi yang komprehensif adalah informasi yang disampaikan apoteker

berisi informasi yang cukup luas terkait pengobatan.

6. Jenis informasi yang diberikan terkait pelayanan informasi obat yang

mengacu pada PERMENKES No. 58 tahun 2014, meliputi:

No. Jenis Informasi Dimensi yang digali

1 Kehamilan dan

menyusui

Nama dan lama penggunaan obat, dosis serta cara pemberian, usia janin, usia bayi/frekuensi menyusui perhari, riwayat pengobatan tekait, riwayat penyakit pasien.

2 Dosis Diagnosa atau indikasi obat, usia, jenis kelamin, dan berat badan pasien, riwayat penyakit, fungsi hati dan fungsi ginjal pasien, terapi yang diterima, riwayat alergi, ADR, bentuk sediaan serta cara pemberian.

(46)

4 Obat yang mengganggu

pemeriksaan laboratorium

Rincian gangguan, rincian riwayat pengobatan (obat, dosis, lama pengobatan, aturan pakai), rincian test laboratorium, serta waktu pemberian.

5 Ketercampuran secara in vitro

Spesifikasi obat (nama obat, aturan pakai dan lama pengobatan, cara pemberian kadar).

6 Stabilitas obat Nama obat, nomor bacth tanggal kadaluarsa, serta kondisi penyimpanan.

7 Terapi obat Cara pemberian dan efek samping obat. 8 Identifikasi obat Nama obat, indikasi dan bentuk sediaan.

9 Farmakokinetik Nama obat, bentuk sediaan, cara pemberian, dan aturan pakai.

10 Pasien anak

(paediatrics)

Usia, jenis kelamin dan berat badan pasien, riwayat penyakit, riwayat pengobatan, riwayat alergi/ADR, serta hasil laboratorium terkait.

11 Pasien dengan

gangguan fungsi ginjal

Demografi pasien, indikasi, tipe dan penyebab gangguan fungsi ginjal, perkiraan fungsi ginjal, penanganan termasuk tipe, frekuensi dan lama dialisa, riwayat penyakit.

12 Pasien dengan

gangguan fungsi hati

Demografi pasien, tipe dan penyabab gangguan fungsi hati, hasil tes fungsi hati, riwayat penyakit.

D. Bahan atau Materi Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah Apoteker yang bertugas di instalasi

farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta yang bersedia

diwawancara dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek penelitian

selanjutnya disebut responden. Kriteria inklusi adalah apoteker di instalasi

farmasi rawat inap dan rawat jalan Rumah sakit Panembahan Senopati, Bantul

yang bersedia menjadi responden dengan menandatangani inform consent. Kriteria eksklusi adalah Apoteker yang tidak bersedia menjawab pertanyaan atau

tidak menjawab semua pertanyaan yang diajukan berdasarkan panduan

(47)

E. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data berupa daftar panduan wawancara yang disusun

berdasarkan pedoman pelayanan informasi obat di rumah sakit dengan mengacu

pada Permenkes No. 58 tahun 2014. Panduan wawancara terdiri dari: 5

pertanyaan mengenai identitas responden, 3 pertanyaan mengenai profesi

Apoteker, 18 pertanyaan mengenai pelayanan informasi obat yang diberikan oleh

responden. Daftar panduan wawancara telah melewati uji pemahaman bahasa dan

uji validitas. Daftar panduan wawancara terlampir pada lampiran 7.

F. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di instalasi farmasi RSUD Panembahan

Senopati Bantul, Yogyakarta.

2. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei tahun 2016.

G. Tata Cara Penelitian 1. Tahap pra penelitian

Tahap pra penelitian adalah tahap awal jalannya penelitian yang

meliputi:

(48)

Persiapan yang dilakukan adalah dengan membuat proposal penelitian

yang akan dilakukan. Penentuan lokasi penelitian bertujuan untuk menetapkan

lokasi yang akan digunakan untuk melakukan penelitian. Setelah itu melakukan

perijinan.

Perijinan dilakukan dengan mengajukan proposal penelitian ke

Sekretariat Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilampiri dengan surat pengantar

dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Surat ijin dari

Sekretariat Daerah di tujukan ke Bappeda Kabupaten Bantul yang dilampiri

dengan surat pengantar dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta, untuk mendapatkan surat pengantar ijin penelitian ke RSUD

Panembahan Senopati Bantul. Selanjutnya dilakukan perijinan ke RSUD

Panembahan Senopati Bantul dengan surat rekomendasi dari Kepala Bappeda dan

surat pengantar dari Sekretariat Daerah serta Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta untuk perijinan tempat pengambilan data.

b. Pembuatan daftar panduan wawancara

Daftar panduan wawancara memuat pokok-pokok pertanyaan yang akan

diajukan pada responden terkait tujuan penelitian. Pokok-pokok pertanyaan

memuat tentang pelayanan kefarmasian mengenai pelayanan informasi obat yang

diberikan oleh Apoteker kepada pasien berdasarkan Pedoman Pelayanan

Informasi Obat di Rumah Sakit yang mengacu pada Permenkes RI No. 58 tahun

2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jenis informasi

yang dimuat dalam daftar panduan wawancara, antara lain pasien dengan kondisi

(49)

laboratorium, ketercampuran secara in vitro, stabilitas obat, terapi obat,

identifikasi obat, farmakokinetik, pasien anak (paediatrics), penetapan dosis pada pasien dengan penyakit ginjal, serta penetapan dosis pada pasien dengan

penyakit hati.

c. Pengujian daftar panduan wawancara

1) Uji pemahaman bahasa

Fungsi uji pemahaman bahasa adalah untuk mengetahui sejauh

mana bahasa penyusun pertanyaan yang tercantum dalam daftar panduaan

wawancara dapat dipahami oleh peneliti. Uji pemahaman bahasa dilakukan

dengan meminta seorang editor untuk memahami cara peneliti membacakan

daftar pertanyaan yang telah disusun.

2) Uji validitas

Uji validitas daftar panduan wawancara perlu dilakukan untuk

mengetahui kejelasan dari tujuan dan lingkup informasi yang ingin

diketahui, yaitu sejauh mana pertanyaaan-pertanyaan yang tercantum dalam

daftar panduan wawancara dapat mencakup seluruh isi obyek yang hendak

diukur. Jenis uji validitas yang digunakan adalah validitas konten yaitu

memastikan jika instrumen yang dipakai telah mencakup semua hal yang

perlu diukur. Uji validitas isi kuesioner dilakukan berdasarkan analisis

rasional oleh professional judgment. Professional judgement yaitu mengkonsultasikan validitas dengan seorang apoteker sekaligus dosen

pengampu mata kuliah pelayanan informasi obat dan dosen pembimbing.

(50)

2. Tahap pengumpulan data

Metode yang dilakukan untuk pengumpulan data adalah wawancara,

observasi dan dokumentasi. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara

mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun, serta melakukan pengamatan langsung dalam bentuk rekaman

suara dan mencatat pada saat apoteker memberikan pelayanan informasi obat

pada pasien. Hal-hal penting yang didapat saat wawancara dilakukan

dokumentasi oleh peneliti. Untuk menjamin kebenaran mengenai hasil

wawancara, peneliti membuat surat pernyataan kebenaran hasil wawancara yang

ditandatangani oleh responden. Pada saat peneliti meminta izin untuk melakukan

wawancara dengan apoteker, 1dari 7 apoteker menolak untuk melakukan

wawancara.

3. Tahap pengolahan data

Pengolahan data meliputi: editing, coding, dan tabulating. Editing yang

dilakukan meliputi pengeditan cuplikan wawancara menyesuaikan dengan ejaan

yang disempurnakan. Coding merupakan pemberian kode penamaan dari

responden untuk memudahkan pembahasan. Sedangkan tabulating yang

dilakukan meliputi pembuatan tabel dari hasil pengamatan untuk memudahkan

pembahasan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara tematik dengan

membaca tabel-tabel, grafik atau angka yang tersedia lalu dilakukan penguraian.

Gambar dan grafik menggambarkan tingkat kehadiran responden, ketersediaan,

(51)

2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Alur jalan

penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Alur Jalan Penelitian 4. Keterbatasan penelitian

Keterbatasan yang dialami peneliti adalah keterbatasan waktu dalam

wawancara dengan responden. Hal ini dikarenakan responden memiliki pekerjaan

yang harus segera dikerjakan. Studi Literatur

Merumuskan Masalah

Menentukan Lokasi Penelitian

Alat Ukur

Mendesain Penelitian

Kesimpulan dan Saran Mengolah Data Mengajukan Perijinan Mengumpulkan

Data

(52)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan teknik analisis tematik yang digunakan untuk menganalisis,

maka hasil penelitian ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: sumber daya manusia,

teknis pelayanan informasi obat dan hasil evaluasi informasi obat pada pasien di

instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta.

A. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam pembahasan ini untuk menggambarkan

secara deskriptif Apoteker di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati

Bantul Yogyakarta dari karakteristik demografi responden dan kehadiran

responden di instalasi farmasi rumah sakit.

1. Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik yang diamati pada penelitian ini, yaitu: usia, jenis kelamin,

pendidikan terakhir dan lama masa kerja. Berikut adalah tabel yang berisi

karakteristik demografi responden.

Tabel I. Karakteristik Demografi Responden No. Nama

Penjelasan mengenai karakteristik demografi responden secara lengkap

akan diuraikan sebagai berikut:

a. Karakteristik berdasarkan usia

(53)

tahun. Terdapat 2 responden yang berusia kurang dari 27 tahun, dan 3 responden

berusia kurang dari 34 tahun. Hal ini menunjukan jika responden masih cukup

muda dan masih memungkinkan untuk mengalami proses pertumbuhan dan

perkembangan pola pikir, sehingga mampu berpikir kritis dalam menghadapi

masalah mengenai pelayanan informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit.

Sedangkan terdapat 1 responden yang berusia lebih dari 50 tahun. Pada

umumnya, responden yang telah berusia matang lebih mampu menangani dan

mengelola permasalahan yang ada, terutama masalah mengenai pelayanan

informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit. Hal ini dikarenakan responden

telah mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan pola pikir. Secara

teoritis, semua responden masih berada di usia produktif. Menurut Widjajanta dan

Widyaningsih (2012) usia produktif adalah usia antara 15-64 tahun, pada rentang

usia ini seseorang masih memiliki semangat yang tinggi dan mudah menerima

hal-hal baru. Di usia yang masih produktif, diharapkan responden dapat

memberikan pelayanan informasi obat yang baik pada pasien di instalasi farmasi

rumah sakit.

b. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin

Tabel I. menunjukan jika semua responden yang bekerja di instalasi

farmasi RSUD Panembahan Senopati adalah perempuan. Pada umumnya

kekuatan fisik dari perempuan tidaklah sekuat kekuatan fisik dari laki-laki.

Perempuan juga cenderung menggunakan perasaan atau emosional saat

melakukan pekerjaan. Namun di sisi lain, perempuan cenderung lebih sabar, teliti

(54)

membuat banyak pekerja wanita yang memasuki lapangan kerja di berbagai

profesi dalam hal ini profesi apoteker, baik pada lini bawah, menengah, maupun

atas.

c. Karakteristik berdasarkan pendidikan terakhir

Menurut Soekidjo (2009), tingkat pendidikan yang tinggi dari seorang

pegawai akan mempengaruhi kemampuannya dalam mencapai kinerja secara

optimal. Semakin tinggi pendidikan seseorang, diharapkan sumber daya

manusianya semakin tinggi. Tingkat pendidikan juga akan berpengaruh kuat

terhadap kinerja para pegawai untuk melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan

yang telah ditetapkan dengan baik, karena dengan pendidikan yang memadai

pengetahuan dan keterampilan pegawai tersebut akan lebih luas dan mampu

untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Berdasarkan tabel I. semua responden telah memenuhi dasar pendidikan

yaitu profesi apoteker. Dari ke-6 responden, terdapat 2 responden yang memiliki

pendidikan terakhir Strata-2. Meskipun terdapat perbedaan tingkat pendidikan,

kinerja responden dalam melaksanakan dan menyelesaikan pelayanan informasi

obat di instalasi farmasi rumah sakit tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan

setiap responden mendapatkan tugas dan tanggung jawab yang sudah ditetapkan.

Meskipun demikian, seorang apoteker harus memiliki semangat belajar sepanjang

waktu, karena ilmu kesehatan terutama farmasi (obat, penyakit dan terapi)

berkembang dengan pesat. Sehingga, seorang apoteker perlu meng-update

(55)

d. Karakteristik berdasarkan lama masa kerja

Berdasarkan tabel I. 1 responden memiliki pengalaman yang memadai

dalam dunia kefarmasian, hal ini ditunjukan dengan masa kerja selama 27 tahun.

Terdapat 3 responden yang cukup berpengalaman dalam melakukan pekerjaan

kefarmasian dengan lama masa kerja 6-7 tahun. Sedangkan 2 responden lainnya,

tergolong masih baru dalam dunia kerja kefarmasian dengan lama masa kerja

kurang dari 1,5 tahun. Responden yang memiliki pengalam kerja yang cukup

lama biasanya memiliki pengetahun yang lebih dibandingkan dengan responden

yang baru saja berkecimpung di dunia kefarmasian. Lama masa kerja menjadi

salah satu tolak ukur kemampuan responden dalam mengelola dan melakukan

pekerjaan kefarmasian (Notoadmojo, 2003).

Lama masa kerja umumnya mempengaruhi tingkat keterampilan dan

kemampuan seseorang dalam berkerja. Semakin lama seorang apoteker bekerja

pada suatu rumah sakit maka akan semakin banyak pengalaman serta pengetahun

yang didapat. Selain itu, semakin lama masa kerja, responden dapat lebih

memahami pekerjaan yang digelutinya dan dapat memudahkan responden untuk

mengambil keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan kefarmasiannya.

2. Pembagian Kerja Responden di IFRS

Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat responden yang bertugas di

instalasi farmasi rawat inap dan si instalasi farmasi rawat jalan. Namun, semua

responden bertugas memberikan pelayanan informasi obat pada pasien rawat inap

dalam bentuk visite. Jam kehadiran responden dibagi menjadi 2 shift, yaitu: shift

(56)

dimulai pukul 14.00-20.00, dengan rata-rata kehadiran responden di

instalasi farmasi rumah sakit adalah 6-7 jam. Setiap responden hanya mendaptkan

1 shift kerja perharinya.

Semakin lama responden berada di instalasi farmasi rumah sakit maka

kebutuhan pasien akan pelayanan kefarmasian pun diharapkan akan semakin

terpenuhi. Selain itu, apoteker juga dituntut untuk selalu hadir pada setiap jam

kerja untuk bertanggung jawab dan mengawasi setiap pelayanan kefarmasian

yang berlangsung di instalasi farmasi rumah sakit.

Terdapat 15 bangsal rawat inap dengan Bed Occupancy Ratio (BOR) sebesar

75.79%. BOR adalah angka penggunaan tempat tidur indikator ini memberikan

gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai

parameter BOR yang ideal antara 60-85%. Berikut adalah tabel yang berisi pembagian kerja responden di instalasi farmasi RSUD Panembahan Senopati

(57)

Tabel II. Pembagian Kerja Responden di IFRS

Responden Bagian kerja Lama waktu kehadiran

A Rawat inap 6-7 jam Alamanda-2 (ibu hamil dan menyusui)

Alamanda-3 (ibu hamil dan menyusui)

20

E Rawat jalan 7 jam Pav. Wijayakusuma (VIP)

ICU

Penjelasan mengenai pembagian kerja responden di IFRS yang diamati pada penelitian ini akan dibahas berdasarkan

masing-masing responden, berikut penjelasannya:

a. Responden A

Responden A bertugas di bagian instalasi farmasi rawat inap dan bertugas memberikan pelayanan informasi obat di bangsal

(58)

rincian 20 tempat tidur di alamanda-2 dan 26 tempat tidur di alamanda-3.

Responden A dapat memberikan pelayanan informasi obat untuk 4-5 pasien setiap

kali melakukan kegiatan visite. Waktu yang diperlukan responden A dalam melakukan pelayanan informasi obat tergantung dari tingkat pemahaman pasien

akan informasi yang diberikan.

b. Responden B

Responden B bertugas di bagian instalasi farmasi rawat inap dan

bertugas memberikan pelayanan informasi obat di bangsal melati. Bangsal melati

adalah bangsal bedah dengan kapasitas tempat tidur berjumlah 29 buah.

Responden B dapat memberikan pelayanan informasi obat untuk 4-5 pasien

setiap 1 kali melakukan kegiatan visite. Waktu yang diperlukan responden B dalam melakukan pelayanan informasi obat adalah 10-15 menit per pasien.

c. Responden C

Responden C bertugas di bagian instalasi farmasi rawat inap dan

bertugas memberikan pelayanan informasi obat di bangsal bougenvil. Bangsal

bougenvil adalah bangsal bedah dengan kapasitas 24 tempat tidur. Selain itu,

responden C juga bertugas memberikan pelayanan informasi obat pada pasien

hemodialiasa dan pasien kemoterapi. Responden C dapat memberikan pelayanan

informasi obat untuk 5-6 pasien setiap 1 kali melakukan kegiatan visite. Waktu yang diperlukan responden C dalam melakukan pelayanan informasi obat adalah

(59)

d. Responden D

Responden D bertugas di bagian instalasi farmasi rawat inap dan

bertugas memberikan pelayanan informasi obat pada pasien anak di bangsal

anggrek dengan kapasitas tempat tidur berjumlah 30 buah. Responden D dapat

memberikan pelayanan informasi obat untuk 5 pasien setiap 1 kali melakukan

kegiatan visite. Waktu yang diperlukan responden D dalam melakukan pelayanan informasi obat adalah 5 menit per pasien.

e. Responden E

Responden E bertugas di instalasi farmasi rawat jalan bagian skrining

resep dan memberikan koseling tentang obat di ruang konsultasi obat. Selain

bertugas di instalasi farmasi rawat jalan, responden E juga bertugas memberikan

memberikan pelayanan informasi obat pada pasien di paviliun wijaya kusuma dan

ICU. Pav. Wijaya kusuma adalah bangsal VIP dengan kapasitas tempat tidur

berjumlah 3 buah, sedangkan kapasitas tempat tidur di ruang ICU berjumlah 7

buah. Pada umumnya pasien di ruang ICU adalah pasien jantung. Responden E

dapat memberikan pelayanan informasi obat untuk 5 pasien setiap kali melakukan

kegiatan visite. Waktu yang diperlukan responden E dalam melakukan pelayanan informasi obat tergantung dari kondisi dan tingkat pemahaman pasien.

f. Responden F

Responden F bertugas di instalasi farmasi rawat jalan bagian penyerahan

obat untuk pasien di instalasi rawat jalan dan bertugas melakukan pelayanan

informasi obat di paviliun mawar dan nusa indah yang merupakan bangsal VIP.

(60)

paviliun mawar-1 11 buah, dan 10 buah di paviliun mawar-2. Sedangkan bangsal

nusa indah memiliki kapasitas tempat tidur berjumlah 10 buah. Responden F

dapat memberikan pelayanan informasi obat untuk 5-7 pasien setiap 1 kali

melakukan kegiatan visite. Waktu yang diperlukan responden F dalam memberikan pelayanan informasi obat adalah 10-15 untuk setiap pasien.

Tingkat pemahaman pasien dalam memahami informasi yang diberikan

oleh responden adalah salah satu faktor yang mementukan lamanya waktu yang

dibutuhkan responden dalam menyampaikan informasi obat. Untuk mengetahui

tingkat pemahaman dari pasien, responden meminta pasien untuk mengulangi

informasi yang telah disampaikan. Semakin cepat pasien memahami informasi

yang diberikan oleh responden, maka waktu yang dibutuhkan responden untuk

memberikan pelayanan informasi obat juga semakin cepat. Oleh karena itu,

responden dituntut untuk dapat menyampaikan informasi yang mudah diterima

dan dipahami oleh pasien.

Jumlah pasien rawat inap yang mendapatkan pelayanan informasi obat

bervariasi tergantung pada kesibukan responden di jam kerja, waktu yang

diperlukan untuk melakukan pelayanan informasi obat tergantung dari kebijakan

masing-masing responden. Rata-rata setiap responden mampu memberikan

pelayanan informasi obat untuk 4-7 pasien setiap 1 kali visite. Berikut adalah kutipan wawancara dengan responden C:

“Saya tidak setiap hari memberikan pelayanan informasi pada pasien di bangsal. Hal ini tergantung dari banyak atau sedikitnya resep yang harus saya kerjakan. Terkadang sekali visite saya memberikan pelayanan informasi obat untuk semua pasien di bangsal bedah, jadi saat keesokan harinya mungkin hanya ada dua atau tiga pasien baru datang dan belum mendapatkan pelayanan informasi obat.

Gambar

Tabel 1.  Karakteristik Demografi Responden......................................
Gambar 1.  Alur Penelitian.......................................................................
Tabel Hasil Penelitian…………………………………….. 79
Gambar dan grafik menggambarkan tingkat kehadiran responden, ketersediaan,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendapat tersebut dimaksudkan bahwa organisasi sebagai komunitas yang punya kecenderungan untuk mengembangkan lingkungan baik eksternal maupun internal yang mendorong

Bahwa untuk memberi landasan, arah dan tujuan badan – badan kelengkapan Keluarga Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada agar memudahkan perjalanan organisasi, maka

Pengadaan Barang/Jasa di Desa yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Pemerintah Desa, baik dilakukan

Hal tersebut menunjukkan bahwa praktik kerja industri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kemampuan penguasaan hardskill siswa kelas XI Program Keahlian Teknik

Dengan demikian dalam penelitian ini memanfaatkan perangkat lunak SpectraPlus dengan analisis Fast Fourier Transform (FFT) untuk mengukur frekuensi diri dari salah satu jenis

Maka dari itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti tentang hal yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi melalui akun instagram @rsud.moewardi

Skenario use case aplikasi Gitar chord Untuk Pemula yang berbasis mobile dimana aktor yang menggunakan aplikasi ini adalah gitaris pemula, disini system