• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADAPTASI PETANI LAHAN TADAH HUJAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN AIR TANAMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI COKROYASAN KABUPATEN PURWOREJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ADAPTASI PETANI LAHAN TADAH HUJAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN AIR TANAMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI COKROYASAN KABUPATEN PURWOREJO"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

79

ABSTRAK

Dampak perubahan iklim sangat dirasakan sektor pertanian, khususnya pertanian lahan tadah hujan. Ketersediaan air pada pertanian lahan tadah hujan sangat ditentukan oleh kondisi curah hujan. Perubahan iklim menyebabkan kesenjangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air. Tujuan penelitian adalah mengetahui kondisi perubahan iklim, bentuk adaptasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag DAS Cokroyasan Kabupaten Purworejo. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dan observasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah : 1) Iklim di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag telah mengalami pergeseran pada puncak musim hujan, puncak musim kemarau, bulan basah bulan lembab bulan kering dan tipe iklim; 2) Bentuk adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag adalah praktik konservasi lahan, irigasi suplementer, dan panen air. 3) Ketersediaan sumber air berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% terhadap keputusan petani lahan tadah hujan di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang untuk melakukan irigasi suplementer dan kepemilikan ternak berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% terhadap keputusan petani lahan tadah hujan di Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag untuk melakukan praktik konservasi lahan.

Kata kunci : adaptasi perubahan iklim, petani lahan tadah hujan, kebutuhan air tanaman

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

MEMENUHI KEBUTUHAN AIR TANAMAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI COKROYASAN

KABUPATEN PURWOREJO

Tri Nuringsih, Sri Budiastuti dan Komariah

Program Studi Ilmu Lingkungan Program PASCASARJANA UNS Email : nuring_tree@yahoo.com

(2)

80

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016 PENDAHULUAN

Dampak perubahan iklim sangat dirasakan pada sektor pertanian, khususnya pertanian lahan tadah hujan yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Pada daerah-daerah yang tidak ada s i s te m i r i ga s i , ke te r s e d i a a n a i r ditentukan oleh kondisi curah hujan.

P e r u b a h a n i k l i m b e r p o t e n s i menyebabkan kesenjangan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air tanaman. Perubahan iklim mendorong petani melakukan penyesuaian atau adaptasi dalam berusaha tani.

Kapasitas adaptasi petani ditentukan oleh kondisi internal petani dan faktor pendukung eksternalnya. Kondisi internal petani antara lain mencakup pengetahuan dan penguasaan teknologi usahatani, kemampuan permodalan, dan keterampilan manajerial, sedangkan faktor pendukung terpenting adalah ketersediaan infrastruktur dan paket- p a k e t t e k n o l o g i i n o v a t i f s e r t a kelembagaan (Sumaryanto, 2012).

Isu dan dampak perubahan iklim terhadap pertanian bukan merupakan h a l b a r u , n a m u n u p a y a u n t u k mendokumentasikan situasi yang sedang terjadi di tingkat petani lahan tadah

hujan di Indonesia secara ilmiah masih sangat terbatas. Perlu dilakukan penelitian mengenai adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Penelitian dilakukan pada petani lahan tadah hujan di DAS Cokroyasan Kabupaten Purworejo, yaitu Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag Kabupaten Purworejo.

Tujuan penelitian adalah : 1) Mengetahui kondisi perubahan iklim; 2) Mengetahui bentuk adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman; 3) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan Desa Harjobinangun K e c a m a t a n G r a b a g K a b u p a t e n Purworejo.

METODE PENELITIAN

Tempat penelitian berada pada 2 desa yang terletak di DAS Cokroyasan, yaitu di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag.

(3)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

81

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dan observasi. Wawancara dilakukan pada petani lahan tadah hujan dengan pengalaman bertani minimal 30 tahun sebanyak 52 responden di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan 68 responden di Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag.

Analisis data meliputi :

1) Analisis kondisi iklim, terdiri dari:

Analisis curah hujan menggunakan metode poligon Thiesen, Analisis bulan basah bulan lembab dan bulan kering menggunakan klasifikasi O l d e m a n , A n a l i s i s t i p e i k l i m menggunakan tipe iklim Oldeman;

2) Analisis bentuk adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman menggunakan perhitungan statistik distribusi frekuensi;

3 ) A n a l i s i s f a k t o r - f a k t o r y a n g mempengaruhi adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman menggunakan regresi logistik (logistic regression).

HASIL DAN PEMBAHASAN Curah Hujan

Untuk mengetahui curah hujan bulanan di Desa Ngaglik Kecamatan

Gebang dan Desa Harjobinangun K e c a m a t a n G r a b a g K a b u p a t e n Purworejo, maka dihitung rata-rata bulanan berdasarkan poligon Thiesen (Asdak, 2004). Periode data yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu periode 1990-2001 dan 2002-2013.

Berdasarkan analisis poligon thiesen diperoleh bahwa Desa Ngaglik terletak pada daerah pengaruh stasiun hujan Sawangan pada Sub DAS Jurang DAS C o k r o y a s a n . S e d a n g k a n D e s a Harjobinangun terletak pada daerah pengaruh stasiun hujan Kedungkamal Sub DAS Jono DAS Cokroyasan.

Curah hujan rata-rata bulanan di Desa Ngaglik (Gambar 2a), puncak musim untuk hujan periode 1 (1990-2001) terjadi pada bulan Februari, sedangkan untuk periode 2 (2002-2013) terjadi pada bulan Desember. Puncak musim kemarau untuk periode 1 (1990-2001) terjadi pada bulan September, sedangkan untuk periode 2 (2002-2013) terjadi pada bulan Agustus. Curah hujan rata- rata bulanan di Desa Harjobinangun (Gambar 2b), puncak musim hujan untuk periode 1 (1990-2001) terjadi pada bulan November, sedangkan untuk periode 2 (2002-2013) terjadi pada bulan Desember. Puncak musim kemarau untuk periode 1 (1990-2001) pada bulan Juli, sedangkan untuk periode 2 (2002- 2013) terjadi pada bulan Agustus.

Gambar . Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Selama 2 Periode (a) di Desa Ngaglik (b) di Desa Harjobinangun

(4)

82

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016 Pergeseran Bulan Basah Bulan

Lembab Bulan Kering dan Tipe Iklim Kriteria Klasifikasi Oldeman : 1) Bulan Basah (BB) yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan > 200 mm; Bulan Lembab (BL) yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan 100-200 mm; Bulan Kering (BK) yaitu bulan dengan rata-rata curah hujan

< 100 mm. Periode data yang digunakan dibagi menjadi 2 yaitu periode 1990- 2001 dan 2002-2013.

Pergeseran bulan basah bulan lembab bulan kering di Desa Ngaglik (Tabel 1.a), telah terjadi pergeseran Bulan Basah dari periode 1 (1990-2001) yang dimulai bulan Oktober sampai April menjadi November sampai April pada periode 2 (2002-2013), dan Bulan Kering dari periode 1 (1990-2001) yang dimulai bulan Juli sampai September menjadi bulan Juni sampai September pada periode 2 (2002-2013). Tipe iklim juga telah mengalami pergeseran dari tipe iklim B2 (memungkinkan untuk penanaman padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kemarau yang pendek cocok untuk tanaman palawija) pada periode 1

(1990-2001) adalah menjadi C3 (setahun cukup menanam padi sawah sekali, namun untuk palawija harus berhati-hati agar masa panen tidak jatuh pada musim kemarau) pada periode 2 (2002-2013).

Pergeseran bulan basah bulan lembab bulan kering di Desa Harjobinangun (Tabel 1.b), telah terjadi pergeseran Bulan Basah di Desa Harjobinangun dari periode 1 (1990-2001) yang dimulai bulan Oktober sampai April menjadi bulan November sampai Maret pada periode 2 (2002-2013) dan Bulan Kering dari periode 1 (1990-2001) yang dimulai bulan Mei sampai September menjadi bulan Juni sampai September pada periode 2 (2002-2013). Tipe iklim juga telah mengalami pergeseran dari tipe iklim B3 (memungkinkan untuk penanaman padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim kemarau yang pendek cocok untuk tanaman palawija) pada periode 1 (1990-2001) menjadi C3 (setahun cukup menanam padi sawah sekali, namun untuk palawija harus berhati-hati agar masa panen tidak jatuh pada musim kemarau) pada periode 2 (2002-2013).

Tabel 1.

Pergeseran BB BL BK dan Tipe Iklim (a) Desa Ngaglik (b) Desa Harjobinangun

Ket: ? BB*) : ? BB Berturut-turut, ? BK*) : ? BK Berturut-turut

(5)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

83

Umur, Jenis Kelamin dan Pengalaman Bertani Responden

Umur responden berkisar antara 50 - 90 tahun. Rata-rata umur responden di Desa Ngaglik 61,85 tahun dan Desa Harjobinangun 60,10 tahun. Sebagian besar responden masih tergolong penduduk usia produktif (berumur 15 – 64 tahun) (BPS, 2013). Mayoritas responden adalah laki-laki, 82,69%

responden di Desa Ngaglik dan 86,76%

responden di Desa Harjobinangun.

Pengalaman bertani responden adalah lebih dari 30 tahun, persentase tertinggi pada umur 30 – 40 tahun di Desa Ngaglik sebayak 67,31% responden dan Desa Harjobinangun 72,06% responden, sedangkan persentase terendah pada umur >60 tahun, yaitu di Desa Ngaglik 5 , 7 7 % r e s p o n d e n d a n d i D e s a Harjobinangun 1,47% responden.

Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim

K o m p o n e n i k l i m y a n g b i a s a digunakan untuk mengukur perubahan iklim, antara lain pergeseran musim, perubahan intensitas hujan, peningkatan s u h u u d a ra , c u a c a e ks t r i m d a n perubahan ketersediaan air. Responden di Desa Ngaglik dan Desa Harjobinangun sebagian besar merasakan adanya perubahan iklim (> 65% responden).

Parameter perubahan iklim yang dirasakan responden di Desa Ngaglik dan Desa Harjobinangun antara lain : 1) Pergeseran musim meliputi pergeseran awal musim hujan dan panjang musim hujan. Panjang musim hujan dirasakan lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya, 2) Curah hujan yang terjadi dari tahun ke tahun dirasakan semakin tinggi dengan waktu yang lebih lama dan disertai angin kencang, 3) Peningkatan suhu udara (di Desa Ngaglik peningkatan suhu udara sangat dirasakan setelah terjadi

pembalakan hutan “Simpen” pada tahun 1999), sebagaimana menurut data BMKG sejak tahun 1999 s/d tahun 2010 mengalami peningkatan suhu sampai dengan 0.9 derajat Celcius. 4) Cuaca ektrim, di Desa Ngaglik a.l: hujan es tahun 1967 dan 1980, kemarau panjang (± 9 bulan) tahun 1975 , longsor tahun 1975 dan 2014 , angin puting beliung tahun 1973; di Desa Harjobinangun a.l: angin puting beliung tahun 1984 dan 2012, banjir tahun 2013; 4) Penurunan kuantitas dan kualitas air. Penurunan kualitas dan kuantitas air dari Sungai Jueh, Tuk Simpen, Tuk Sigondang dan Tuk Sigundul sangat drastis juga dirasakan responden di Desa Ngaglik setelah terjadinya pembalakan hutan

“Simpen” pada tahun 1999. Berdasarkan informasi dari beberapa petani, sebelum tahun 1970-an, lahan tadah hujan di Desa Harjobinangun pada musim kemarau masih bisa ditanami tanaman karena kondisi tanah meskipun diluar kering n a m u n s e te l a h d i c a n gku l m a s i h mengandung air di dalamnya (“ngumes”

dalam istilah jawa).

Bentuk Adaptasi Petani Lahan Tadah Hujan terhadap Perubahan Iklim dalam Memenuhi Kebutuhan Air Tanaman

Bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air yang dilakukan responden di Desa Ngaglik dan Desa Harjobinangun adalah p r a k t i k k o n s e r v a s i a i r, i r i g a s i suplementer dan panen air. Di Desa Ngaglik praktik konservasi lahan dilakukan sebanyak 96,15% responden, irigasi suplementer 42,31% responden, dan panen air (dam parit) 23,08%

responden. Di Desa Harjobinangun praktik konservasi lahan dilakukan sebanyak 91,20% responden, irigasi suplementer 92,60% responden dan panen air 33,80% responden.

(6)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

84

Praktik konservasi lahan yang dilakukan responden di Desa Ngaglik antara lain dengan membuat teras bangku (“anggel-anggel”) pada lahan pertanian, melakukan pengolahan tanah d a n p e n a n a m a n s e s u a i k o n t u r, melakukan sistem pertanaman tumpang s a r i d a n t u m p a n g g i l i r. I r i g a s i s u p l e m e n t e r u n t u k m e m e n u h i kebutuhan air tanaman di musim kemarau di Desa Ngaglik dilakukan dengan memanfaatkan aliran sungai J u e h . A i r s u n g a i J u e h d i a m b i l menggunakan pipa atau selang dengan sistem pengaliran secara gravitasi.

Kegiatan panen air yang dilakukan responden di Desa Ngaglik adalah dengan membangun damparit. Damparit dibangun dengan membendung alur anak sungai Jueh dengan pasangan batu kosong dan dialirkan melalui saluran terbuka ke lahan tadah hujan di sekitarnya. Tiap damparit dimanfaatkan untuk 10 sampai dengan 15 petani dengan lokasi lahan yang berdekatan.

Praktik konservasi lahan yang d i l a k u k a n r e s p o n d e n d i D e s a H a r j o b i n a n g u n a d a l a h d e n g a n pemberian mulsa anorganik (mulsa plastik hitam perak), melakukan pertanaman sistem tumpang sari (kacang tanah dengan cabe) dan sistem tumpang gilir (jagung dan cabe).

Tujuannya pemberian mulsa anorganik adalah untuk menjaga kelembaban tanah dan sekaligus mencegah tumbuhnya rumput. Irigasi suplementer yang d i l a k u k a n r e s p o n d e n d i D e s a Harjobinangun adalah irigasi tetes (“irigasi infus”) dengan sumber air berupa air tanah dangkal (sumur bor dengan kedalaman 8-12 m) dan dialirkan dengan pompa. Pemberian air dengan irigasi infus dapat dikombinasikan dengan pemupukan. Irigasi infus banyak d i g u n a k a n p a d a t a n a m a n c a b e , semangka, melon, dan tomat. Sedangkan

untuk tanaman jagung dan kacang panjang, pemberian air dilakukan dengan cara mengalirkan air dari sumur bor melalui pipa ke saluran-saluran yang dibuat antar guludan. Kegiatan panen air yang dilakukan responden di Desa H a r j o b i n a n g u n a d a l a h d e n g a n membangun dam parit pada alur sungai Jono. Damparit dibangun semi permanen yaitu dengan pasangan batu.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi Petani Lahan Tadah Hujan terhadap Perubahan Iklim dalam Memenuhi Kebutuhan Air Tanaman

Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman dianalisis dengan regresi logistik. Regresi logistik dilakukan menggunakan program SPSS for windows seri 22 (Statistical Package for Social Science.22) dengan metode Enter. Running pada Metode Enter dilakukan dua kali.

Analisis dilakukan pada variabel bebas a.l :

1) pendidikan formal terakhir, 2) keterampilan,

3) akses informasi iklim, 4) kepemilikan lahan, 5) kepemilikan ternak, 6) pendapatan pertanian, 7) pendapatan non pertanian, 8) tanggungan keluarga, 9) ketersediaan sumber air, 10) ketersediaan Alsintan, 11) perencanaan kebutuhan air, 12) pengawasan dan penilaian, 13) keanggotaan kelompok tani, 14) peran penyuluh pertanian dan variabel terikat a.l : 1) praktik konservasi lahan, 2) irigasi suplementer dan 3) panen air.

(7)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

85

Tingkat pendidikan responden di Desa Ngaglik dan Desa Harjobinangun tergolong rendah. Di Desa Ngaglik, 61,54% responden tidak menempuh pendidikan formal, 34,62% responden tamat SD dan hanya 3,85% responden t a m a t S M P. S e d a n g k a n d i D e s a Harjobinangun, sebanyak 32,36%

responden tidak menempuh pendidikan formal, 34,62% responden tamat SD, 20,59% responden tamat SMP dan 10,29%responden tamat SMA.

Keikutsertaan responden dalam pelatihan tentang iklim dan pengelolaan air di Desa Ngaglik cukup rendah (<

50%), dibandingkan dengan Desa Harjobinangun (>50% responden).

K e m u d a h a n a k s e s m e m p e r o l e h informasi iklim baik di Desa Ngaglik dan Desa Harjobinangun dirasakan > 80%

responden. Informasi iklim tersebut diperoleh dari PPL, media cetak, media elektronik, petani lain dan pranata m a n g s a . P ra n a t a m a n g s a m a s i h digunakan sebagian kecil responden di Desa Ngaglik maupun Harjobinangun (petani berumur 70 tahun ke atas).

Rata-rata luas kepemilikan lahan di Desa Ngaglik 1,9 Ha per petani, sedangkan di Desa Harjobinangun 1,02 Ha per petani. Rata-rata luas kepemilikan lahan di Desa Ngaglik lebih besar d i b a n d i n g k a n d e n g a n D e s a Harjobinangun. Rata-rata pendapatan pertanian di Desa Ngaglik sebesar Rp.

2.320.176,- per bulan (termasuk g o l o n g a n p e n d a p a t a n s e d a n g ) , sedangkan di Desa Harjobinangun sebesar Rp. 5.297.150,- per bulan (termasuk golongan pendapatan sangat tinggi). Rata-rata Pendapatan non pertanian di Desa Ngaglik Rp. 323.077,- p e r b u l a n , s e d a n g k a n d i D e s a Harjobinangun sebesar Rp. 294.118,- per bulan. Tanggungan keluarga adalah jumlah anak yang masih menempuh bangku pendidikan sekolah dan istri.

Rata-rata tanggungan keluarga di Desa Ngaglik (2 orang per KK) lebih rendah d i b a n d i n g k a n d e n g a n D e s a Harjobinangun (5 orang per KK).

Sumber air di Desa Ngaglik berasal dari air permukaan yaitu Sungai Jueh dan 3 mata air yaitu Tuk Sigundul, Tuk Sigondang dan Tuk Simpen. Sungai Jueh d i m a n f a a t k a n u n t u k m e m e n u h i kebutuhan air tanaman lahan tadah hujan yang berada di sekitar alirannya pada musim kemarau. Mata air Tuk Sigundul, Tuk Sigondang dan Tuk Simpen h a nya b i s a d i m a n fa a t ka n u n t u k memenuhi kebutuhan sehari-hari warga Desa Ngaglik (346 kepala keluarga).

Sumber air di Desa Harjobinangun berupa air tanah dangkal dan Sungai Jono. Pada musim kemarau, petani di Desa Harjobinangun memanfaatkan air tanah dangkal dengan cara membuat sumur untuk memenuhi kebutuhan air t a n a m a n . A l i r a n S u n g a i J o n o dimanfaatkan petani untuk mengairi sawah ataupun lahan tadah hujan d i s e k i t a r nya . U n t u k m e n c u k u p i kebutuhan sehari-hari (air minum, m a n d i d a n c u c i ) , w a r g a D e s a Harjobinangun memanfaatkan sumur gali yang dibangun di sekitar rumahnya masing-masing.

K e t e r s e d i a a n A l s i n t a n y a n g mendukung pemenuhan kebutuhan air di Desa Ngaglik masih rendah (<10%), baik pada perseorangan maupun kelompok tani. Hal ini disebabkan karena kondisi topografi dan lokasi lahan pertanian yang jauh dari sumber air sehingga membutuhkan dana yang tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh.

Sedangkan ketersediaan Alsintan yang m e n d u k u n g u p a y a p e m e n u h a n kebutuhan air di Desa Harjobinangun sangat tinggi (>90%). Hampir setiap petani mempunyai Alsintan berupa pompa air dan pipa-pipanya, selain itu di setiap kelompok tani juga tersedia

(8)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

86

Alsintan berupa pompa air, pipa-pipa dan traktor roda 2 dan roda 4 untuk pengolahan lahan yang dapat digunakan oleh anggotanya.

Keterampilan manajerial adalah k e m a m p u a n r e s p o n d e n d a l a m mengelola kebutuhan air tanaman mulai dari perencanaan sampai dengan pengawasan dan penilaian. Perencanaan kebutuhan air yang matang dilakukan berdasarkan jenis tanaman yang dibudidayakan dan musim (hujan dan kemarau). Perencanaan kebutuhan air dimulai saat pengolahan lahan sampai dengan pemanenan. Pengawasan terhadap kebutuhan air tanaman dilakukan dengan memantau kondisi tanah dan tanaman yang dibudidayakan secara berkala dan kontinu. Pengawasan tersebut akan melahirkan penilaian- penilaian tentang dampak dan strategi pemenuhan kebutuhan air tanaman yang dapat dijadikan sebagai acuan kedepan.

Persentase responden yang memiliki keterampilan manajerial di Desa Ngaglik lebih kecil dibandingkan dengan Desa Harjobinangun. Perencanaan kebutuhan air tanaman dilakukan sebanyak 69,23%

responden di Desa Ngaglik dan 88,24%

responden di Desa Harjobinangun.

Pengawasan dan penilaian kebutuhan air tanaman dilakukan oleh 63,46%

responden di Desa Ngaglik dan 88,24%

responden di Desa Harjobinangun.

Kelembagaan petani merupakan lembaga yang ditumbuh kembangkan dari, oleh dan untuk petani guna m e m p e r k u a t k e r j a s a m a d a l a m memperjuangkan kepentingan petani dalam bentuk kelompok tani (Poktan) d a n g a b u n g a n k e l o m p o k t a n i (Gapoktan). Keanggotaan kelompok tani dan peran penyuluh pertanian di Desa Ngaglik tergolong rendah (<50 %) d i b a n d i n g k a n d e n g a n D e s a Harjobinangun (>70%). Saat ini, di Desa Ngaglik baru terbentuk satu kelompok

tani yang dibentuk pada tahun 2010.

Keanggotaan pada kelompok tani tersebut kurang transparan dan sarat konflik kepentingan terkait masalah bantuan pemerintah dan keuangan.

Keanggotaan kelompok tani di Desa Harjobinangun yang cukup tinggi (>70%). Ada tujuh kelompok tani dan satu Gapoktan di Desa Harjobinangun, masing-masing satu kelompok tani di setiap dusun, dengan jumlah anggota masing-masing kelompok ±125 petani.

Peran penyuluh pertanian di Desa Nggalik baik pegawai pemerintah maupun swasta juga masih kurang.

Penyuluh pertanian dalam melakukan pekerjaannya lebih berorientasi pada kepentingan dinas daripada kepentingan petani. Kondisi topografi yang berbukit- bukit dan akses jalan yang sulit juga m e m p e n g a r u h i p e r a n p e n y u l u h pertanian di Desa Ngaglik. Peran penyuluh pertanian sangat dirasakan responden di Desa Harjobinangun.

Orientasi penyuluh pertanian antara kepentingan dinas dan kepentingan petani telah seimbang.

Berdasarkan analisis regresi logistik ke-1 (running 1) untuk melihat hubungan antara seluruh variabel bebas terhadap variabel terikat, diperoleh nilai variabel bebas yang signifikan pada taraf nyata 5% (á=0,05), yaitu : 1) Pada variabel terikat praktik konservasi lahan : nilai variabel bebas yang signifikan pada taraf nyata 5% (á=0,05) di Desa Ngaglik adalah perencanaan kebutuhan air dan di Desa Harjobinangun adalah kepemilikan ternak. 2) Pada variabel terikat irigasi suplementer : nilai variabel bebas yang signifikan pada taraf nyata 5% (á=0,05) di Desa Ngaglik adalah pendidikan formal terakhir, akses informasi iklim, ketersediaan sumber air, perencanaan kebutuhan air, serta pengawasan dan penilaian kebutuhan air; di Desa Harjobinangun adalah ketersediaan

(9)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

87

sumber air, ketersediaan Alsintan, perencanaan kebutuhan air, pengawasan dan penilaian kebutuhan air. 3) Pada variabel terikat panen air : nilai variabel bebas yang signifikan pada taraf nyata 5% (á=0,05) di Desa Ngaglik adalah perencanaan kebutuhan air dan pengawasan dan penilaian kebutuhan air; di Desa Harjobinangun adalah peran penyuluh pertanian.

Variabel bebas dengan nilai sig<0,05 kemudian dimasukkan ke dalam regresi logistik ke-2 (running 2). Berdasarkan Uji Wald pada regresi logistik ke-2 diperoleh bahwa faktor yang signifikan pada taraf nyata 5% (á=0,05) adalah :

1) Pada variabel bebas kepemilikan ternak (sig=0,044) berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani l a h a n t a d a h h u j a n d i D e s a Harjobinangun untuk melakukan p r a k t i k k o n s e r v a s i l a h a n . K e p e m i l i k a n t e r n a k d i D e s a Harjobinangun cukup tinggi yaitu s e b a nya k 5 1 , 4 7 % re s p o n d e n . Kepemilikan ternak termasuk dalam salah satu kemampuan permodalan p e t a n i . Te r n a k y a n g b a n y a k d i k e m b a n g k a n d i D e s a Harjobinangun adalah sapi. Kotoran ternak sapi banyak dimanfaatkan s e b a g a i p u p u k d a s a r d a l a m pengolahan lahan yang merupakan salah satu dari praktik konservai lahan.

2) Pada variabel bebas ketersediaan sumber air (sig=0,018) berpengaruh signifikan terhadap keputusan petani untuk melakukan irigasi suplementer.

Pa d a ke nya t a a n d i l a p a n g a n , ketersediaan sumber air merupakan hal terpenting bagi petani untuk melakukan irigasi suplementer.

Sumber air yang dimanfaatkan petani lahan tadah hujan di Desa Ngaglik berasal dari air permukaan (Sungai Jueh), sedangkan mata air yang ada

yaitu Tuk Sigundul dan Tuk Simpen baru bisa dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga.

Irigasi suplementer dilakukan petani yang mempunyai lahan di sekitar sungai Jueh dengan mengalirkan melalui pipa secara gravitasi.

Sedangkan untuk lahan-lahan yang berada di atas Sungai Jueh tidak bisa memanfaatkannya tanpa bantuan pompa.

KESIMPULAN

1. Iklim di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag telah mengalami pergeseran pada puncak musim hujan, puncak musim kemarau, bulan basah bulan lembab bulan kering dan tipe iklim.

2. Bentuk adaptasi petani lahan tadah hujan terhadap perubahan iklim dalam memenuhi kebutuhan air tanaman di Desa Ngaglik Kecamatan Gebang dan DEsa Harjobinangun Kecamatan Grabag adalah praktik konservasi lahan, irigasi suplementer dan panen air.

3. K e t e r s e d i a a n s u m b e r a i r berpengaruh signifikan (á=0,05) terhadap keputusan petani lahan t a d a h h u j a n d i D e s a N ga gl i k Kecamatan Gebang untuk melakukan irigasi suplementer dan kepemilikan ternak berpengaruh signifikan (á=0,05) keputusan petani lahan tadah hujan di Desa Harjobinangun Kecamatan Grabag untuk melakukan praktik konservasi lahan

(10)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

88

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F. Surmaini, E dan Sutrisno, N. 2002.

Teknologi Hemat Air dan Irigasi Suplemen dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan P e r t a n i a n D e p a r t e m e n Pertanian. Bogor.

Anonim. 2014. Data 29 Stasiun Curah Hujan Kabupaten Purworejo.

Dinas Sumber Daya Air dan ESDM Kabupaten Purworejo.

Purworejo.

Anonim. 2014. Identifikasi Potensi Wilayah Kecamatan Grabag Tahun 2014. Balai Penyuluhan Kecamatan Gebang Dinas Pertanian Peternakan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Purworejo. Purworejo.

Anonim. 2014. Program Penyuluhan Pertanian Peternakan Kelautan d a n P e r i k a n a n B a l a i Penyuluhan Kecamatan Gebang Tahun 2014. Dinas Pertanian Peternakan Kelautan dan P e r i k a n a n K a b u p a t e n Purworejo. Purworejo.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Prosedur Pe n e l i t i a n . R i n e ka C i p t a . Jakarta.

Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

A s d a k , C . 2 0 0 4 . H i d r o l o g i d a n Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Azwar, S. 2013. Metode Penelitian.

Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP). 2011.

S e k t o r Pe r t a n i a n Re n t a n Terhadap Perubahan Iklim (http://litbang.keuangan.depta n.go.id/ diakses pada tanggal 20 Februari 2012). Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian (BBSDLP). Jakarta.

BMKG. 2011. Perubahan Iklim dan D a m p a k nya D i I n d o n e s i a (www.bmkg.go.id diakses pada tanggal 24 Februari 2012).

BMKG. Jakarta.

BMKG. 2014. Prakiraan Musim Hujan 2014-2015 di Indonesia. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta.

BPS Kabupaten Purworejo. 2013.

Kabupaten Purworejo dalam A n g k a 2 0 1 2 / 2 0 1 3 . B P S Kabupaten Purworejo dan Bappeda Kabupaten Purworejo.

Purworejo.

Devendra, C.; Thomas, D. 2002.

Smallholder Farming Systems in Asia. Agricultural Systems.

Elsevier.

FAO. 2004. Land and Water Use Options for Climate Change Adaptation and Mitigation in Agriculture.

SOLAW Background Thematic Report - TR04A. USA.

FAO. 2007. Agriculture and Water Scarcity: a Programmatic A p p r o a c h t o Wa t e r U s e Efficiency and Agricultural Productivity. FAO. Rome.

FAO. 2007. Adaptation to Climate Change Inagriculture, Forestry and F i s h e r i e s : P e r s p e c t i v e , Framework And Priorities. FAO.

Rome.

Hardjoamidjojo, S dan Sukartaatmaja, S.

2008. Teknik Pengawetan Tanah dan Air. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Haryati, U. 2011. Irigasi Suplemen dan

(11)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

89

Strategi Implementasinya pada Pertanian Lahan Kering. Badan Litbang Pertanian. Sinar Tani Edisi 6-12 Juli 2011 No.3413 Tahun XLI. Jakarta.

ICCSR (Indonesian Climate Change Sectoral Roadmap). 2010.

Sektor Pertanian. Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Jakarta.

IPCC. 2005. Climate Change 1994.

Cambridge University Press.

London.

Jumin, H.B. 2002. Agronomi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kalinda, Thomson H. 2011. Smallholder Farmers Perceptions of Climate Change and Conservation Agriculture: Evidence From Zambia. Journal of Sustainable Development, Vol. 4, No. 4, Agustus 2011.

Kartasapoetra, A.G. 2010. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.

Penerbit Reneka Cipta. Jakarta.

Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara.

Jakarta.

Koentjaraningrat. 1991. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Kurniawati, F. 2012. Pengetahuan dan A d a p t a s i Pe t a n i S ay u ra n Terhadap Perubahan Iklim (Studi Kasus : Desa Cibodas, K e c a m a t a n L e m b a n g , Kabupaten Bandung Barat).

Program Studi Magister Ilmu L i n g k u n g a n P r o g r a m Pa s c a s a r j a n a U n ive r s i t a s Padjajaran. Bandung.

Kusnanto, H. 2011. Adaptasi terhadap Perubahan Iklim. Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM dan fakultas Ekonomi dan Bisnis

UGM. BPFE. Yogyakarta.

L a k i t a n , B . 2 0 0 2 . D a s a r - D a s a r Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

L A PA N . 2 0 0 2 . L a n d a s a n I l m i a h Perubahan Iklim. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. Bandung

Liuzzi, G.T dan Hamdy, A. 2008. Rain-Fed Agriculture Improvement:

Water Management Is The Key Challenge. International Water Resources Association (IWRA).

Perancis.

Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian K u a l i t a t i f . P T. R e m a j a Rosdakarya. Bandung.

Nasir, A.A dan Sugiarto, Y. 1999.

Pengajaran Klimatologi dalam Kapita Selekta Agroklimatologi.

Institute Pertanian Bogor.

Bogor.

Nasir, A.A. 1999. Hubungan Iklim dan Tanaman dalam Kapita Selekta A g ro k l i m a t o l o g i . J u r u s a n Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA.

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Notohadiprawiro, T. 2006. Ilmu Tanah.

UGM Press. Yogyakarta.

Oldeman, L.R. 1980. The Agro-Climatic Classification of Rice Growing Environments in Indonesia.

P a g e s 4 7 - 5 5 i n Agrometeorology of The Rice Crop. IRRI. Philipinnes.

Oldeman, L.R., Irsal Las, and Muladi.

1980. The Agroclimatic Maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya and Bali; West and East Nusa Tenggara. Central Research Institute for Agriculture. Bogor.

Sabaruddin, L. 2012. Agroklimatologi (Aspek-Aspek Klimatik untuk Sistem Budidaya Tanaman).

Alfabeta. Bandung.

Silalahi, U. 2012. Metode Penelitian

(12)

Jurnal EKOSAINS / Vol. IX, Nomer. 2, / November 2016

90

S o s i a l . R e f i k a A d i t a m a . Bandung.

Smith, Joel B., Richard J.T. Klein, dan Saleemul Huq. 2003. Climate Change, Adaptive Capacity And Development. Imperial College Press. London.

Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik.

Usaha Nasional. Surabaya.

Subagyono, K dan Sumarniani, E. 2007.

Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Antisipasi P e r u b a h a n I k l i m . J u r n a l Meteorologi Dan Geofisika, Vol.

8 No.1 Juli 2007 : 27 – 41(ISSN 1411-3082).

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods).

Alfabeta. Bandung.

Sumaryanto. 2012. Strategi Peningkatan Kapasitas Adaptasi Petani Tanaman Pangan Menghadapi Perubahan Iklim (Enhancing Climate Change Adaptation for Food-Crop Farmers). P u s a t Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Surmaini, E., Eleonora R., dan Irsal Las.

2010. Upaya Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim. Jurnal Litbang Pertania Edisi 30(1).2011. Jakarta.

S u t r i s n o , N. Pa s a n d a ra n , E d a n Pujilestrai, N. 2012. Antisipasi P e r u b a h a n I k l i m d a n Kanekaragaman Iklim terhadap Pergeseran Siklus Hidrologi dan Sistem Pertanian Indonesia dalam Politik Pembangunan P e r t a n i a n M e n g h a d a p i P e r u b a h a n I k l i m . B a d a n Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Thomas, R.J. et.al. 2007. Increasing the Resilience of Dryland Agro- e c o s y s t e m s t o C l i m a t e . I n t e r n a t i o n a l C e n t r e f o r

Agricultural Research in the Dry Areas (ICARDA). Syria.

Yamin, S dan Kurniawan, H. 2009. SPPSS Complete – Teknik Analisis Statistik Terlengkap dengan Sofware SPSS. Penerbit Salemba Infotek. Jakarta.

Gambar

Gambar . Curah Hujan Rata-Rata Bulanan Selama 2 Periode  (a) di Desa Ngaglik (b) di Desa Harjobinangun

Referensi

Dokumen terkait

Sering dikesankan sebagai kewajiban perempuan, sementara pada saat bersamaan hak-hak yang terkait dengan fungsi-fungsi reproduktif tersebut serirng diabaikan, tidak hanya

Dalam pelaksanaan Madrasah Mu‟allimin Mu‟allimat Bahrul Ulum Tambakberas Jombang juga sesuai dengan konsep Imam Al-Ghozali sebagaimana berikut: 1 materi yang diberikan peserta

1) Jumlah kuota peserta didik baru di setiap SD dan SMP di Kabupaten Bantul Tahun Pelajaran 2016/2017 sebagaimana tersebut dalam lampiran 4;.. 2) Sekolah SD dan SMP baik negeri

Upaya perbaikan status gizi masyarakat akan memberikan kontribusi nyata bagi tercapainya tujuan pembangunan nasional terutama dalam hal penurunan prevalensi gizi kurang

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung cacing tanah yang ditambahkan ke pakan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap jumlah total hemosit dan

Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang paling banyak digemari oleh sebagian besar manusia yang ada di bumi ini. Demikian juga di Indonesia bahkan

Dari hasil pengujian yang diperoleh pada gambar 3.4 waktu komputasi terlama diperoleh ketika jumlah neuron pada layer pertama MLP adalah [4] dengan kisaran 48,974 detik

tenaga kerja wanita yang bekerja ke luar negeri di Ponorogo, istrilah yang menjadi tulang punggung utamanya, ketika istri menjadi pencari nafkah utama maka akan