• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANNISA KHAIRANI TUGAS AKHIR. Ir. Netti Herlina, MT Dosen Pembimbing

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANNISA KHAIRANI TUGAS AKHIR. Ir. Netti Herlina, MT Dosen Pembimbing"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PENURUNAN COD DAN TSS

TUGAS AKHIR

ANNISA KHAIRANI 150407039

Ir. Netti Herlina, MT Dosen Pembimbing

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)
(3)

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas akhir ini yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) di Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, dengan judul:

“STUDI PENGOLAHAN AIR LIMBAH TAHU SECARA ANAEROB DENGAN MEDIA BIOBALL DAN FITOREMEDIASI OLEH TANAMAN KIAMBANG (SALVINIA MOLESTA)

DALAM PENURUNAN COD DAN TSS”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Netti Herlina Siregar, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara sekaliguas dosen pembimbing I yang selama ini telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, mendidik, serta membimbing saya dan memberi persetujuan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Meutia Nurfahasdi ST., M.Sc selaku pembimbing penelitian tugas akhir.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Turmuzi, M.S., selaku dosen penguji I dan Bapak Ir. Munir Tanjung., M.T selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan untuk Tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan Tugas Akhir ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan laporan Tugas Akhir ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Oktober 2019

Penulis

(4)

DEDIKASI

Rasa terimakasih dan rasa hormat sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Mahdiyono dan Ibu Sohema Malini Silalahi yang selama ini selalu memberikan semangat, dan tidak putus untuk selalu memberikan doa selama melaksanakan studi perkuliahan dan pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis mendedikasikan Tugas Akhir ini kepada:

1. Kedua orang tua penulis Bapak Mahdiyono dan Ibu Sohema Malini Silalahi 2. Keluarga besar Alm. Atok Mahdin dan Alm. Opung Sonahani Silalahi 3. Adik-adik tersayang, Haris Fadilah, Muhammad Hazril Faqih dan Siti Azizah

4. Ibu Ir. Netty Herlina, M.T. selaku Ketua jurusan Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

5. Bapak Dr. Amir Husin, ST., MT., selaku Sekretaris Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Isra Suryati, ST., M.Si., selaku Koordinator Tugas akhir

7. Seluruh Dosen/staf Pengajar dan Pegawai Administrasi Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

8. Partner penelitian Safrina Shiddiq, Dinda Amanda Sani, dan Fikryah Atikah Pane

9. Teman Seperjuangan selama perkuliahan Dinda Amanda Sani, Safrina Shiddiq, Amalia Husna, Mia Audina Rahmat Nasution, Hanifah dan Annisa Shella Filzah

10. Teman seangkatan penulis stambuk 2015

(5)

ABSTRAK

Industri kecil dan menengah seperti industri tahu dikarakteristikan sebagai Industri dengan tingkat pencemaran yang tinggi karena kurang atau tidak adanya sistem penanganan limbah sama sekali.. Air limbah tersebut mengandung kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solid (TSS) yang tinggi. Jika mengacu pada baku mutu air limbah, maka air limbah tahu memerlukan pengolahan limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu tinggal dan variasi massa tanaman dalam terhadap efisiensi penurunan kadar COD dan TSS pada air limbah tahu Pada penelitian ini digunakan reaktor anaerob dengan media bioball dan reaktor fitoremediasi menggunakan tanaman kiambang (salvinia molesta dengan variasi massa tanaman 50, 100, 150, 200, dan 250 gram. Pengaliran air limbah dilakukan secara batch dengan aliran down flow. Penelitian diawali dengan proses seeding untuk mengembangbiakkan mikroorganisme yang berasal dari air limbah tahu kemudian dilanjutkan dengan running pada reaktor anaerob hingga penurunan COD mencapai 60%-70%. Pada hari ke-6 running, penurunan COD sudah mencapai 66,66% sehingga dapat dialirkan ke reaktor fitoremediasi. Proses running pada fitoremediasi dilakukan dengan variasi massa tanaman dan waktu tinggal yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi waktu tinggal mempengaruhi kadar penurunan COD dan TSS.

Pada reaktor fitoremediasi, massa tanaman yang terbaik dalam menurunkan kadar COD adalah 250 gram dengan efisiensi penyisihan pada H-7 mencapai 79.09 % sedangkan massa tanaman yang terbaik dalam menurunkan kadar TSS adalah 50 gram dengan efisinesi penyisihan pada H-7 mencapai 81.08

%.

Kata Kunci : bioball, biofilter anaerob, COD, fitoremediasi, salvinia molesta, , TSS

(6)

ABSTRACT

Small and medium industries such as tofu industry are characterized as industries with high levels of pollution due to the lack or absence of a waste treatment system at all. The wastewater contains high levels of Chemical Oxygen Demand (COD) and Total Suspended Solid (TSS). If referring to the standard quality of wastewater, tofu wastewater requires prior treatment of waste water before being discharged into water bodies. This study aims to determine the effect of residence time and variations in plant mass on the efficiency of reducing COD and TSS levels in tofu wastewater. In this study anaerobic reactors were used with bioball media and phytoremediation reactors using kiambang plants (salvinia molesta with plant mass variations of 50, 100, 150, 200, and 250 grams Waste water drainage is carried out in batch with a down flow flow.Study begins with the seeding process to breed microorganisms originating from tofu wastewater then proceed with running on the anaerobic reactor until the COD reduction reaches 60% -70%. On the 6th day of running, the reduction in COD has reached 66.66% so that it can be flowed to the phytoremediation reactor.The running process on phytoremediation is carried out with variations in plant mass and residence time of 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, and 7 days The results showed that variations in residence time affected the levels of COD and TSS reduction in the reactor phytoremediation, the best plant mass in reducing COD levels is 250 grams with removal efficiency at H-7 reaching 79.09% while the best plant mass in reducing TSS levels is 50 grams with removal efficiency at H-7 reaching 81.08%.

Key Words : bioball, anaerobic biofilter, COD, phytoremediation, salvinia molesta, TSS

(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA ii

DEDIKASI iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN I-1

1.1 Latar Belakang I-1

1.2 Rumusan Masalah I-9

1.3 Tujuan Penelitian I-9

1.4 Manfaat Penelitian I-9

1.5 Ruang Lingkup I-9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II-1

2.1 Air Limbah II-1

2.2 Karakteristik Air Limbah II-1

2.2.1 Karakteristik Fisik II-1

2.2.2 Karakteristik Kimia II-2

2.2.3 Karakteristik Biologi II-3

2.3 Air Limbah Tahu II-3

2.3.1 Karakteristik Air Limbah Industri Tahu II-4

2.3.2 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu II-5

2.4 Parameter Penelitian II-5

2.4.1 Chemical Oxygen Demand (COD) II-5

2.4.1.1 Pengolahan Secara Aerob II-5

2.4.1.2 Pengolahan Secara Anaerob II-5

2.4.2 Total Suspended Solid (TSS) II-6

2.5 Proses Pengolahan Air Limbah II-6

2.5.1 Proses Pengolahan Aerob II-6

2.5.2 Proses Pengolahan Anaerob II-7

2.5.3 Proses Pengolahan Air Limbah Menggunakan Sistem Batch II-8 2.5.4 Proses Pengolahan Air Limbah Menggunakan Sistem Kontinyu II-8

2.6 Pengolahan Air Limbah Dengan Teknologi Biofilter II-8

2.6.1 Lapisan Biofilm II-9

2.6.2 Media Biofilter II-9

2.6.3 Media Bio-ball II-10

2.7 Fitoremediasi II-10

2.7 Tanaman Kiambang II-12

BAB III METODE PENELITIAN III-1

3.1 Metode Penelitian III-1

3.2 Lokasi Penelitian III-3

3.3 Waktu Penelitian III-3

(8)

3.4 Objek Penelitian III-3

3.5 Variabel Penelitian III-3

3.5.1 Variabel Tetap III-3

3.5.2 Variabel Berubah III-3

3.6 Parameter Uji III-3

3.7 Alat dan Bahan III-3

3.7.1 Alat III-3

3.7.2 Bahan III-4

3.8 Desain Penelitian III-4

3.9 Prosedur Percobaan III-5

3.9.1 Proses seeding Pada Reaktor Anaerob III-5

3.9.2 Proses Running Pada Reaktor Anaerob III-6

3.9.3 Proses Aklimatisasi Pada Tanaman Kiambang III-7

3.9.4 Proses Running Fitoremediasi III-8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV-1

4.1 Karakteristik Air Limbah IV-1

4.2 Hasil Seeding Reaktor Anaerob Media Bioball IV-1

4.3 Hasil Running Reaktor Anaerob IV-4

4.3.1 Penyisihan COD Pada Proses Running Reaktor Anaerob IV-5 4.3.2 Penyisihan TSS Pada Proses Running Reaktor Anaerob IV-6 4.4 Hasil Proses Fitoremediasi Menggunakan Tanaman Kiambang IV-7 4.4.1 Hasil Proses Netralisasi dan Aklimatisasi Tanaman Kiambang IV-7 4.4.2 Pengaruh Variasi Massa Tanaman dan Waktu Tinggal Terhadap Penurunan COD IV-10 4.4.3 Pengaruh Variasi Massa Tanaman dan Waktu Tinggal Terhadap Penurunan TSS IV-11

4.4.4 Pertumbuhan Tanaman Kiambang IV-13

4.5 Total Efisiensi Penyisihan COD dan TSS IV-14

BAB V PENUTUP V-1

5.1 Kesimpulan V-1

5.2 Saran V-1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Flowchart Penelitian III-2

Gambar 3.2 Pengolahan Air Limbah Tahu Secara Anaerob Dan Fitoremediasi Oleh Tanaman Kiambang (Salvinia Molesta) pada Penurunan Kadar Chemical Oygen Demand (COD)

dan Total Suspended Solid (TSS) III-5

Gambar 3.3 Flowchart Proses Seeding pada Reaktor Anaerob III-6 Gambar 3.4 Flowchart Proses Running pada Reaktor Anaerob III-7 Gambar 3.5 Flowchart Proses Aklimatisasi pada Tanaman Kiambang (Salvinia Molesta)) III-8

Gambar 3.6 Flowchart Proses Running Fitoremediasi III-9

Gambar 4.1 Grafik Kondisi pH pada Proses Seeding Reaktor Anaerob IV-3 Gambar 4.2 Grafik Analisa COD pada Proses Seeding Reaktor Anaerob IV-3 Gambar 4.3 Grafik Analisa COD pada Proses Running Reaktor Anaerob IV-5 Gambar 4.4 Grafik Analisa TSS pada Proses Running Reaktor Anaerob IV-6 Gambar 4.5 Nilai pH pada Proses Aklimatisasi Tanaman Kiambang IV-9 Gambar 4.6 Grafik Analisa COD pada Proses Running Fitoremediasi IV-10 Gambar 4.7 Grafik Analisa TSS pada Proses Running Fitoremediasi IV-12

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Tabel Referensi Jurnal Penelitian Terdahulu Yang Mendukung Penelitian I-4 Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Pengolahan Kedelai II-5 Tabel 2.2 Perbandingan Luas Permukaan Spesifik Media Biofilter II-10

Tabel 2.3 Proses dan Mekanisme Fitoremediasi Polutan II-12

Tabel 3.1 Tahap Aklimatisasi pada Tanaman Kiambang (Salvinia Molesta) III- 8

Tabel 4.1 Karakteristik Air Limbah Tahu IV-1

Tabel 4.2 Data dan Analisis Proses Aklimatisasi Tanaman Kiambang IV-7

Tabel 4.3 Perubahan Berat Basah Tanaman IV-13

Tabel 4.4 Total Efisiensi Penyisihan COD dan TSS IV-15

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Peraturan Menteri Lingkungn Hidup Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah

Lampiran II Analisa Chemical Oxygen Demand (COD) Lampiran III Analisa Total Suspended Solid (TSS) Lampiran IV Desain Penelitian

Lampiran V Volume Reaktor Lampiran VI Data Laboratorium Lampiran VII Data Efisiensi Penyisihan Lampiran VIII Dokumentasi Penelitian

(12)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jumlah air limbah yang dihasilkan dari proses industri sangat beragam. Baik dari segi pengawasan pada industri, besar kecilnya industri, penggunaan air maupun pengolahan air limbah yang ada. Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia. Selain rasa yang enak dan kandungan gizi yang tinggi, proses pembuatannya pun terbilang cukup mudah. Industri kecil dan menengah seperti industri tahu dikarakteristikan sebagai Industri dengan tingkat pencemaran yang tinggi karena kurang atau tidak adanya sistem penanganan limbah sama sekali (Indah dkk, 2014).

Keberadaan industri tahu cukup membantu dalam penyerapan tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat, namun disisi lain air limbah yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan apabila langsung dibuang ke badan air tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu (Matilda dkk, 2016).

Saat ini industri tahu masih banyak yang merupakan industri kecil berskala rumah tangga, dimana tidak dilengkapi dengan unit pengolahan air limbah. Jika mengacu pada baku mutu air limbah, maka air limbah tahu memerlukan pengolahan limbah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air. Jika air limbah dibuang begitu saja tanpa adanya pengolahan maka akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan sekitar industri tahu tersebut (Dewa dan Idrus, 2017).

Limbah cair yang dihasilkan dari industri tahu kebanyakan berasal dari proses pencucian, perendaman, serta cairan pada proses produksi. Air limbah tersebut mengandung kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) yang tinggi. Dimana air limbah tahu mengandung BOD sekitar 5643-6870 mg/l dan kandungan COD sekitar 6870-10.500 mg/l. Jika hasil tersebut dibandingkan dengan PERMEN LH Nomor 5 tahun 2014, dengan batas COD 300 mg/l dan BOD 150 mg/l maka perlu dilakukan pengolahan lebih lanjut terhadap air limbah tahu karena telah melebihi baku mutu (Sungkowo dkk, 2015).

Berdasarkan UU RI No.32 Tahun 2009 tetang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, maka setiap industri, instansi atau badan usaha harus bertanggung jawab atas pengelolaan limbah yang dihasilkan dari setiap kegiatan yang dilakukan. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan membangun suatu IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang efektif dengan menyesuaikan pada karakteristik beban pencemar pada air limbah (Sari dan Yuniarto, 2016).

Banyaknya keberadaan industri di berbagai wilayah menimbulkan masalah terhadap lingkungan, antara lain limbah organik dan anorganik. Dampak yang paling terlihat dari limbah organik adalah

(13)

tingginya nilai BOD dan COD yang dapat membahayakan ekosistem di perairan apabila dibuang secara langsung ke badan air tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Total Suspended Solid (TSS) di dalam air dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan yang menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan tumbuhan dan fitoplankton dalam air sehingga produktivitas primer perairan menurun.

BOD dan COD yang tinggi juga dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut yang ada di perairan yang dapat menyebabkan kematian organisme-organisme di dalam air (Soemirat 1994 ; Simatupang, 2015)

Pengolahan diperlukan untuk menurunkan parameter-parameter pencemar yang ada di dalam air limbah agar memenuhi baku mutu sehingga tidak mencemari lingkungan. Salah satu jenis pengolahan yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah adalah pengolahan secara anaerob. Pengolahan ini memanfaatkan mikroorganisme di dalam air limbah untuk menguraikan zat-zat organik dimana pengolahan ini juga menghasilkan produk sampingan berupa biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi (Anggraini, 2014).

Pada proses pengolahan air limbah yang mengandung pencemar senyawa organik biodegradable tinggi, biasanya menggunakan aktivitas mikroorganisme untuk menguraikan senyawa-senyawa organik tersebut. Proses pengolahan secara biologis dapat dilakukan dengan cara aerob ataupun anaerob. Proses aerob digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang tidak terlalu tinggi, sedangkan proses anaerob digunakan pada air libah dengan beban BOD yang sangat tinggi (Rahadi dkk, 2015).

Proses anaerob pada dasarnya merupakan proses yang mengubah senyawa organik menjadi gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) tanpa adanya kehadiran oksigen (O2). Dekomposisi senyawa organik dalam proses anaerob terjadi melalui tiga tahapan, yaitu tahap reaksi hidrolisis, reaksi pembentukan asam, dan reaksi pembentukan gas metan (Sani, 2006).

Ada beberapa proses yang digunakan dalam mengolah air limbah tahu agar tidak mencemari lingkungan. Salah satu contohnya adalah proses fitoremediasi, dimana fitoremediasi adalah cara kerja tanaman yang dapat mengubah zat pencemar pada air limbah menjadi kurang atau tidak berbahaya lagi bagi lingkungan. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari proses fitoremediasi adalah dari segi biaya yang lebih murah, perawatan dan pengoperasian yang cukup mudah, dan memiliki efisiensi yang cukup tinggi (Sungkowo dkk, 2015).

Banyak jenis tanaman yang dapat digunakan dalam teknologi fitoremediasi, salah satunya adalah menggunakan tanaman kiambang (salvinia molesta) (Rahmansyah, 2009 ; Rahmawati dkk, 2016).

Tanaman kiambang ini tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Pemanfataan kimbang pun masih sangat jarang, biasanya dibuat sebagai bahan baku pupuk, sebagai tanaman hias kolam atau akuarium

(14)

atau sebagai bagian dari dekorasi ruang (ISSG, 2005 ; Rahmawati dkk, 2016). Tanaman air yang melalui proses fotosintesis dapat membantu proses peredaran darah di dalam air dengan menyerap kelebihan zat hara yang menyebabkan pencemaran air (Soerjani, 1980 ; Hermawati, 2005 ; Rahmawati dkk, 2016).

Kiambang merupakan tanaman remediator yang baik dalam meremediasi limbah baik yang organik ataupun anorganik karena memiliki sifat hiperakumulator yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat (Mcfarland et al, 2004 ; Simatupang dkk, 2015). Kiambang secara morfologi memiliki diameter daun yang relative kecil (berukuran 2-4 cm) tetapi memiliki perakaran yang panjang dan lebat. Berdasarkan hal tersebut, kiambang diharapkan dapat secara aktif menyerap polutan namun tidak akan menghalangi penetrasi cahaya ke dalam perairan (Widiarso, 2011 ; Rahmawati dkk, 2015).

Menurut pendapat Abas Sato dkk tahun 2015 yang melakukan penelitian limbah tahu secara anaerob dimana adanya variasi waktu tinggal yang digunakan. Waktu tinggal yang digunakan dalam penelitian adalah 4, 6, dan 8 hari dengan parameter yang diukur adalah pH, COD, dan TSS. Pada penelitian ini penurunan terbesar terjadi pada hari ke-8 dimana efisiensi penurunan parameter COD pada hari ke-8 mencapai 86,3%

Berdasarkan penelitian yang dilakukakan Ria Komala tahun 2015 digunakan variasi waktu tinggal dan massa tanaman yang berbeda pada tiap reaktor. Waktu tinggal yang digunakann adalah: 2, 4, 6 dan 8 hari dengan massa tanaman adalah 100, 250 dan 500 gram. Parameter yang diuji pada percobaan ini adalah COD, TSS, pH, warna dan bau. Dimana didapat hasil bahwa massa tanaman terbaik untuk menurunkan parameter COD dan TSS adalah 250 gram sedangkan untuk waktu tinggal yang terbaik adalah 8 hari. Adapun referensi penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.1

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, maka penelitian yang akan dilakukakan adalah penurunan kadar BOD, COD dan TSS menggunakan tanaman Kiambang (Salvinia Molesta) dengan metode fitormediasi terhadap air limbah tahu setelah dilakukan proses anaerob. Proses anaerob dilakukan karena air limbah tahu mengandung kadar BOD, COD dan TSS yang tinggi, sehingga proses pengolahan biologis yang tepat adalah menggunakan proses anaerob.

Penelitian dilakukan secara batch dengan sistem biofilter anaerob sistem melekat. Media yang digunakan sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri adalah biofilm. Pemilihan media karena biofilm memiliki luas spesifikasi yang cukup besar, pemasangannya mudah sehingga cocok untuk IPAL berskala kecil, dan juga dapat meminimalkan terjadinya clogging atau penyumbatan.

(15)

Selanjutnya penelitian akan dilanjutkan dengan proses fitoremediasi dengan tanaman kiambang karena termasuk proses yang mudah dan efisien. Tanaman kiambang digunakan karena memiliki kemampuan dalam menurunkan COD dan TSS pada air limbah tahu serta mudah ditemukan.

(16)

No Judul Tahun Penulis Variabel Metode Penelitian Hasil dan Kesimpulan

1 Potential of Salvinia Molesta in Treatment of Textile Waste Water

2016 Pavithra M, Hina Kousar, Dhanushree MS, Navitha KR, Akshata KU, dan Shivraj

- Variabel tetap yang digunakan adalah limbah tekstil dan tanaman Salvinia Molesta

- Variabel berubah yang digunakan adalah variasi konsentrasi (25, 50, dan 70 %)

- Parameter yang diuji adalah BOD, COD dan warna

Digunakan konsentrasi effluent yang berbeda yaitu (25, 50, dan 70%) untuk perlakuan, sementara kontrol dilakukan secara terpisah. Disediakan wadah plastik yang berukuran 10 liter yang diisi dengan 7 liter dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Tanaman dibiarkan di laboratorium selama 7 hari lalu kemudia dibawa keluar untuk dianalisis efisiensi tanaman Salvinia Molesta dalam mengurangi parameter fisik dan kimia.

Hasil menunjukkan bahwa Salvinia Molesta mampu mengurangi konsentrasi dari semua parameter. Tingkat pengurangan tertinggi untuk parameter warna terjadi pada konsentrasi 25%. Dimana, nilai awal untuk warna adalah 2595 Pt-Co menjadi 410 Pt-CO. Untuk BOD, penurunan maksimum juga terjadi pada konsentrasi 25% yaitu dari 326,66 mg/L menjadi 42,33 mg/L. Dan COD dari 1295 mg/L menjadi 305,67 mg/L juga terjadi pada konsentrasi 25%.

2 Pengolahan Limbah Tahu

Secara Anaerob

Menggunakan Sistem Batch

2014 Angraini, mumu Sutisna, dan Yulianti Pratama

- Variabel tetap yang digunakan adalah limbah cair tahu dan kotoran sapi

- Variabel berubah yang digunakan adalah waktu tinggal yaitu 30 - Parameter yang diuji adalah BOD5, COD dan TSS

Pertam kali, siapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Yaitu limbah cair tahu dan kotoran sapi. Penelitian dilakukan dengan sebuah reaktor dengan sistem batch sebagai wadah sampel dengan proses anaerob. Pada penelitian ini dilakukan dua jenis perlakuan untuk mengetahui kondisi optimum proses yaitu variasi satu air limbah tahu 15 liter dan kotoran sapi 1,5 liter dan variasi dua air limbah tahu 15 liter dan kotoran sapi 2,5 liter. Percobaan dilakukan selama 30 hari dimana pengukuran pH, BOD, COD dan TSS dilakukan pada awal dan akhir pengolahan.

Pengolahan anaerob dengan sistem batch dapat menurunkan parameter limbah cair tahu.

Perlakuan paling optimum terjadi pada variasi dua yaitu air limbah tahu 15 liter dan kotoran sapi 2,5 liter. Efisiensi penurunan kadar BOD adalah 73%, COD 78% dan TSS 50%.

Tabel 1.1 Tabel Referensi Jurnal Penelitian Terdahulu Yang Mendukung Penelitian

(17)

No Judul Tahun Penulis Variabel Metode Penelitian Hasil dan Kesimpulan 3 Pengolahan Limbah

Tahu Secara

Anaerobik-Aerobik Kontinyu

2015 Abas sato, Priyo utomo, Hafid

sustantyo, dan Bima abineri

Variabel tetap yang digunakan adalah limbah cair tahu dan EM4

Variabel berubah yang digunakan adalah waktu tinggal (4, 6, dan 8 hari)

Parameter yang diuji adalah COD, TSS dan pH

Reaktor pertama adalah reaktor anaerob dan terangkai seri. Dan reaktor kedua merupakan reaktor aerob. Reaktor dilengkapi dengan alat ukur laju aliran, alat ukur pH, thermometer, kompresor udara untuk aerasi. Bagian dalam reaktor dilengkapi dengan sponge kasa sebagai tempat hidup mikroorganisme. Prosedur kerja yang digunakan pertama kali adalah pencampuran limbah tahu dengan efektif mikroorganisme dan selanjutnya pemasukkan limbah tahu ke dalam reaktror anaerob. Di dalam reaktor anaerob sesuai dengan waktu tinggal yang disediakan selanjutnya dialirkan ke reaktor aerob.

Penurunan kadar organik pada air limbah cair industri tahu dipengaruhi oleh lamanya waktu tinggal pada proses, semakin lama waktu tinggal maka efisiensi akan semakin tinggi.

Hasil untuk COD dibawah 300 mg/l.

Penurunan COD paling tinggi pada hari ke 8 yaitu sebesar 86,3%.

4 Pengaruh Waktu Tinggal dan Jumlah Kayu Apu Terhadap Penurunan Konsentrasi BOD, COD dan Warna.

2015 Charisma Widya, Badrus Zaman, dan Syafrudin

Variabel tetap yang digunakan adalah limbah cair industri batik dan tanaman kayu apu

Variabel berubah yang digunakan adalah jumlah tanaman (2, 4, 6) dan waktu tinggal (3, 6, 9, 12, 15 hari)

Parameter yang diuji adalah BOD, COD dan warna

Penelitian dilakukan selama 15 hari setelah tumbuhan diaklimatisasi. Reaktor yang telah disiapkan kemudian diisi dengan air limbah sebanyak 4 L. Reaktor penelitian berjumlah 4 reaktor dimana masing-masing reaktor terdapat kayu apu dengan jumlah yang berbeda. Reaktor 1 terdapat 2 tumbuhan, reaktor 2 terdapat 4 tumbuhan, reaktor 3 terdapat 6 tumbuhan dan reaktor 4 merupakan reaktor control tanpa kayu apu. Kontrol digunakan untuk pembandingan penurunan konsentrasi BOD, COD, dan warna dengan reaktor uji. Pada penelitian, sampel diambl 3 hari sekali sampai hari ke 15

Efisiensi penyisihan tertinggi untuk COD, BOD dan warna semuanya berada pada reaktor dengan 6 tumbuhan di hari ke 15 yaitu sebesar 97,96% untuk COD, 95,91% untuk BOD dan 95,60% untuk warna. Analisa statistik data menunjukan adanya pengaruh waktu tinggal terhadap penurunan COD, BOD dan warna

(18)

No Judul Tahun Penulis Variabel Metode Penelitian Hasil dan Kesimpulan 5 Penurunan

Konsentrasi BOD dan TSS pada Limbah Cair Tahu dengan Teknologi Kolam (Pond)- Biofilm

Menggunakan Media Biofilter Jaring Ikan dan Bioball

2014 Novita Kusuma Wardhani, Endro Sutrisno, dan Sri Sumiyati

Variabel bebas yang digunakan adalah variasi waktu kontak yaitu 1 jam, 3 jam, dan 5 jam.

Variabel terikat yang digunakan adalah konsentrasi BOD dan TSS.

Variabel kontrol yang digunakan adalah temperature, pH, dan DO

Penelitian dilakukan dengan skala laboratorium menggunakan reaktor biofilter berupa drum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi penyisihan konsentrasi BOD dan TSS pada air limbah tahu dengan menggunakan sistem kombinasi antara kolam (pond) dengan media biofilm dan dengan memvariasikan waktu kontak yaitu 1 jam, 3 jam, dan 5 jam.

Dengan memvariasikan waktu kontak yaitu 1, 3 dan 5 jam, maka didapat hasil penyisihan BOD pada kolam sebesar 33,76%, 40,75% 41,91% pada reaktor drum sebesar 26,35%, 34,26%, dan 35,57%. Sedangkan untuk TSS pada kolam yaitu 86,85%, 89,84%, 9,05% dan pada reaktor drum yaitu 62,85%, 68,73%, 74,30%. Dari penelitian didapat bahwa semakin lama waktu kontak di dalam kolam ataupun drum, maka efisiensi penyisihan semakin besar.

6 Anaerobic Reaktor for Indonesian Tofu Waswater Treatment

2018 Sanggono Adisasmito, Carolus Borromeus, Hengky Chandra, dam Mohammad Gunartono

Variabel tetap yang digunakan adalah limbah tahu dari kota Bandung

Variabel berubah yang digunakan adalah waktu tinggal (2, 3, 4, dan 5 hari)

Parameter yang diuji adalah COD dan TSS

Pada penelitian ini digunakan sistem UASB (Upflow Anaerobik Sludge Blanket) dimana reaktor terbuat dari PVC dengan kapasitas 33,7 L. Limbah tahu dialirkan ke reaktor dengan aliran upflow dengan sistem batch dan waktu tinggal di dalam reaktor 2, 3, 4, dan 5 hari. Pengukuran COD menggunakan spektorfotometer sesuai dengan SNI 06- 6989.2-2004. Untuk pengukuran TSS sesuai dengan SNI 06-6989.3-2004.

Proses dekomposisi anaerob dilakukan dengan menggunakan reaktor UASB dengan limbah cair tahu mengandung konsentrasi COD 7619 mg/L pH 4, dan TSS 1035 mg/L.

Penuruan COD pada hari kedua menjadi 6783 mg/L, pada hari ketiga menjad 6493 mg/L, pada hari keempat menjadi 5806 mg/L dan pada hari kelima menjadi 4721 mg/L.

7 Efisiensi Penurunan COD dan TSS Dengan

Menggunakan Tanaman Kayu Apu

2017 Upit Ratna Puspita, Asrul Sahri Siregar, dan Nuning Vita

Variabel tetap yang digunakan adalah tanaman kayu apu dan air limbah Laundry

Variabel berubah yang digunakan adalah panjang akar tanaman

Pada penelitian digunakan variasi panjang akar kurang dari 10 cm an lebih dari 10 cm, serta variasi tanaman sebanyak 8, 12 dan 16 buah tanaman. Dari variasi ini dapat terbagi menjadi 6 reaktor dan 1 reaktor control.

Penyisihan terbesar dilakukan oleh tanaman dengan jumlah 16.

Penyisihan COD yang dilakukan sebesar 73,67 mg/l dan penyisihan TSS 69 mg/l.

(19)

No Judul Tahun Penulis Variabel Metode Penelitian Hasil dan Kesimpulan (Pistia Sp) Hidayati (kurang dari 10 cm dan lebih dari

10 cm) dan jumlah tanaman (8, 12, 16 buah)

Parameter yang diuji adalah COD dan TSS

Penelitian dilakukan dengan menggunakan air limbah laundry.

Efisiensi penyisihan COD yang dilakukan oleh kayu apu bekisar antara 53%-60%, dan untuk efisiensi penyisihan TSS bekisar antara 34%-46%

8 Proses Fitoremediasi Limbah Cair Tahu untuk Menurunkan COD dan TSS Dengan

Memanfaatkan Kiambang (salvinia molesta).

2015 Ria Komala Variabel tetap yang digunakan adalah tanaman Salvinia molesta dan air limbah tahu

Variabel berubah yang digunakan adalah variasi massa tanaman yaitu 100, 250 dan 500 gram dan waktu tinggal yang digunakan (2, 4, 6, 8 hari). Parameter yang diuji adalah COD, TSS, pH, warna, dan bau

Pada tahap awal air limbah tahu mengalami proses pendendapan selama satu minggu dan dilakukan pengenceran 1:5. Tanaman kiambang dibersihkan dari kotoran pada akar, batang, dan daun tanaman. Selanjutnya limbah tahu yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam ember sebanyak 3 liter.Timbang tanaman kiambang dengan berat awal 100, 250 dan 500 gram. Lalu dilakukan pengamatan terhadap konsentrasi COD dan TSS dengan waktu tinggal 2, 4, 6 dan 8 hari.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa hasil penyisihan konsentrasi COD dan TSS yang terbaik terjadi pada waktu tinggal 8 hari dengan berat kiambang 250 gram. Untuk efisiensi penyisihan COD dengan massa tanaman 250 gram dan waktu tinggal 8 hari adalah 87,10% sedangkan TSS dengan waktu tinggal dan variasi masssa tanaman yang sama memiliki efisiensi penyisihan sebesar 98,46%.

9 Phytoremediation of Pulp ang Paper Mill Effluents by Salvinia Molesta and its Comparison with Nanoparticles Inclusive

Phytoremediation

2018 Punit Bhardwaj, Jyotsna Kaushal, Vandana Naithani, Anirudh Singh

Variabel tetap yang digunakan adalah tanaman Salvinia molesta dan Nanopartikel

Variabel berubah yang digunakan adalah waktu tinggal yang digunakan (0, 15, 30, dan 45 hari) dan konsentrasi effluent yaitu 20%

dan 40%.

Parameter yang diuji adalah BOD, COD, TS, TDS, dan TSS

Pulp dan Effluent pabrik kertas diperoleh dari pabrik kertas Ballarpur. Effluent ditempatkan dalam wadah plastik bersih dan disimpan pada suhu 4 oC sampai proses selanjutnya.

Tanaman Salvinia molesta di cuci bersih dengan air mengalir dan disterilkan dengan aquades untuk menghindari kontaminasi di permukaan. Eksperimen dilakukan didalam wadah plastik kapasitas 10 liter. Masing- masing wadah diisi dengan 10 liter pulp dan effluent pabrik kertas dan tanaman Salvinia molesta dengan jumlah yang seragam. Pada konsentrasi 20% terdapat 3 wadah yang digunakan yang pertama wadah kontrol, kedua wadah yang berisi air limbah dan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menambahkan nanopartikel ke dalam proses fitoremediasi bias membantu dalam menurunkan kadar pencemar di dalam air limbah dari pabrik kertas. Untuk waktu yang terbaik adalah 45 hari dan konsentrasi 20% Dimana penurunan BOD 360 mg/L tanpa nanopartikel adalah 247,7 mg/L dan dengan nano partikel 85,3 mg/L. Penurunan COD 928 mg/L tanpa nanopartikel adalah 656 mg/L dan dengan nano

(20)

No Judul Tahun Penulis Variabel Metode Penelitian Hasil dan Kesimpulan tanaman salvinia molesta dan wadah ketiga

berisi air limbah, tanaman salvinia molesta, dan nanopartikel. Dan selanjutnya dilakukan perlakuan yang sama pada konsentrasi 40%.

Perlakuan dilakukan pada interval 15 hari antara 0 sampai 45 hari.

partikel 182 mg/L. Penurunan TS 1140 mg/L tanpa nanopartikel adalah 793,3 mg/L dan dengan nano partikel 202 mg/L.

PenurunanTDS 690 mg/L tanpa nanopartikel adalah 453,3 mg/L dan dengan nano partikel 120 mg/L. Penurunan TSS 450 mg/L tanpa nanopartikel adalah 340 mg/L dan dengan nano partikel 82 mg/L.

(21)

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian tugas akhir ini adalah bagaimana menurunkan kadar COD dan TSS dalam limbah tahu dengan menggunakan proses biofilter aanaerob dengan media bioball dan fitoremediasi menggunakan tanaman kiambang.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efisiensi penurunan kadar COD dan TSS menggunakan reaktor anaerob dan fitoremediasi dengan tanaman kiambang

2. Mengetahui pengaruh variasi massa tanaman kiambang terhadap penurunan konsentrasi COD dan TSS

3. Mengetahui pengaruh lamanya waktu tinggal terhadap penurunan konsentrasi COD dan TSS oleh tanaman kiambang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi tentang efisiensi reaktor anaerob dan fitoremediasi dengan tanaman kiambang dalam menurunkan konsentrasi COD dan TSS pada air limbah tahu.

2. Memberikan informasi tentang pengaruh variasi massa tanaman kiambang terhadap penurunan konsentrasi COD dan TSS pada air limbah tahu.

3. Memberikan informasi tentang pengaruh lamanya waktu tinggal terhadap penurunan konsentrasi COD dan TSS pada air limbah tahu.

1.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi pada masalah sebagai berikut:

1. Air limbah yang digunakan dalam penelitian ini adalah air limbah tahu dari UD Sumanto yang berlokasi di jl Cinta Karya Padang Bulan, Medan.

2. Penelitian dilakukan dengan proses biofilter anaerob media bioball dengan sistem batch dan dilanjutkan proses fitoremediasi dengan sistem batch.

3. Proses penurunan kadar COD dan TSS dilakukan dengan metode fitoremediasi menggunakan tanaman kiambang.

4. Parameter penelitian

Variabel tetap: Tanaman kiambang, dan air limbah tahu.

Variabel berubah: massa tanaman kiambang (50, 100, 150, 200, dan 250 gram) dan waktu tinggal 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7 hari

5. Analisa yang dilakukakan : pH, suhu, massa tanaman, COD, dan TSS

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Limbah

Salah satu masalah yang ditimbulkan akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah terjadi pencemaran air pada sumber-sumber air karena telah menerima beban pencemar yang melampaui batas kemampuannya. Pencemaran yang mengakibatkan tejadinya penurunan kualitas air tersebut dapat berasal dari limbah terpusat seperti: limbah industri, limbah usaha, perhotelan, peternakan, rumah sakit dan limbah tersebar seperti:limbah perkebunan, pertanian dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012).

Limbah cair atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri, maupun tempat-tempat umum lainnya. Pada umumnya, air limbah mengandung bahan-bahan atau zat- zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup disekitarnya (Notoatmodjo, 2003 ; Zulkifli, 2017)

Air limbah merupakan bahan buangan berbentuk cair dimana mengandung bahan-bahan kimia yang sukar dihilangkan dan berbahaya. Perlu adanya pengolahan terhadap air limbah tersebut agar tidak mencemari ligkungan dan membahayakan kesehatan lingkungan. Air limbah yaitu air yang berasal dari suatu pemukiman, industri, dan perkantoran yang telah digunakan untuk berbagai keperluan dan harus dikumpulkan dan dibuang agar lingkungan hidup tetap sehat dan baik (Khaliq, 2015).

Sebelum dilepas ke pembuangan akhir, air limbah harus diolah terlebih dahulu. Perlu adanya rencana pengelolaan yang baik, agar pelaksanaan pengolahan air limbah berjalan dengan efektif sehingga tidak menimbulkan kerusakan pada flora dan fauna, tidak mencemari air permukaan, tidak menyebabkan kontaminasi pada sumber-sumber air minum, dan tidak menimbulkan bau yang tidak sedap (Khaliq, 2015).

2.2 Karakteristik Air Limbah

Karakteristik air limbah perlu diketahui untuk menentukan cara pengolahan yang tepat terhadap air limbah agar tidak mecemari lingkungan. Adapun karakteristik dalam pengolahan air limbah adalah karakteristik fisika, kimia, dan biologi. Dari ketiga proses tersebut terkadang harus dilaksanakan dengan cara kombinasi satu dengan lainnya (Zulkifli, 2017).

2.2.1 Karakteristik Fisik

Menurut Asmadi dan Suharno (2012), karakteristik fisik air limbah meliputi :

(23)

1. Padatan total (total solid)

Padatan total adalah padatan yang tersisa dari penguapan sampel limbah pada temperatur 103- 105oC.

2. Temperatur

Temperatur merupakan salah satu parameter yang penting di dalam air. Temperatur pada air limbah dapat menentukan besarnya kehadiran species biologi dan tingkat aktivitasnya. Pada temperatur yang rendah aktivitas biologi seperti pertumbuhan dan reproduksi akan menjadi lebih lambat. Sebaliknya jika suhu meningkat maka aktivitas biologi juga akan meningkat.

3. Bau

Bau merupakan petunjuk adanya pembusukan air limbah. Penyebab adanya bau pada air limbah karena adanya bahan volatile, gas terlarut dan hasil samping dari pembusukan bahan organik.

4. Warna

Warna yang disebabkan oleh padatan terlarut yang masih ada setelah penghilangan partikel suspended disebut warna sejati. Karakteristik yang sangat mencolok pada air limbah adalah berwarna umumnya disebabkan oleh zat organik dan alga.

5. Kekeruhan

Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya koloid, zat organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda terapung yang tidak mengendap dengan segera.

2.2.2 Karakteristik Kimia

Menurut Asmadi dan Suharno (2012), karakteristik kimia air limbah meliputi : 1. pH

Kadar pH yang baik adalah kadar pH dimana masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan baik. pH yang baik untuk air limbah adalah pH netral (pH 7).

2. Alkalinitas

Alkalinitas atau kebasaan air limbah disebabkan oleh adanya hidroksida, karbonat dan bikarbonat seperti kalsium, magnesium dan natrium atau kalium.

3. Logam

Logam seperti Nikel (Ni), Mg, Fe meskipun dalam konsenrrasi yang rendah dibutuhkan oleh mikroorganisme tetapi dengan kadar berlebih dapat membahayakan kehidupan mikroorganisme.

Adanya polutan-polutan berupa logam berat seperti Pb, Cd, Hg dan logam lainnya dalam konsentrasi yang melebihi ambang batas dalam air limbah dapat membahayakan bagi makhluk hidup.

4. Gas

Gas yang sering muncul dalam air limbah yang tidak diolah antara lain : Nitrogen, CO2, H2S, NH3

dan CH4. Gas-gas ini berasal dari hasil dekomposisi zat organik dalam air limbah.

(24)

5. COD

COD adalah indikator yang digunakan untuk mengetahui zat organik dan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi materi organik dengan oksidasi secara kimia

6. BOD

BOD didefinisikan sebagai jumlah oksigen yang diperlukan oleh populasi mikroorganisme yang berada dalam kondisi aerob untuk menstabilkan materi organik. Semakin besar angka BOD menunjukan bahwa derajat pengotoran air limbah semakin besar.

2.2.3 Karakteristik Biologi

Menurut Asmadi dan Suharno (2012), karakteristik biologi air limbah meliputi : 1. Bakteri

Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal dan biasanya tidak berwarna. Memiliki berbagai bentuk seperti batang, bulat dan spiral. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat dijadikan indikator polusi buangan manusia.

2. Jamur

Jamur dapat memecah materi organik, tidak melakukan fotosintesis, tumbuh pada daerah lembab dengan pH rendah.

3. Alga

Alga dapat memberikan gangguan pada air, seperti timbulnya bau dan rasa yang tidak kita inginkan.

2.3 Air Limbah Tahu

Industri tahu merupakan salah satu industri kecil yang berkembang di Indonesia. Namun, perlu dilakukan proses pengolahan pada limbah cair industri tahu sebelum dibuang ke lingkungan karena dapat mengakibatkan pencemaran pada lingkungan perairan dan pencemaran udara di sekitarnya (Purnawan dkk, 2014).

Saat ini kegiatan industri tahu di Indonesia kebanyakan didominasi oleh usaha skala kecil dengan modal terbatas sehingga kebanyakan industri tahu tidak atau belum memiliki unit pengolahan air limbah. Dimana air limbah langsung saja dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal tersebut dapat menyebabkan kadar oksigen di dalam badan air menurun secara drastis dan air menjadi keruh karena limbah industri tahu mengandung zat tersuspensi (Subekti, 2011 ; Pradana dkk, 2018).

Limbah cair tahu mempunyai kandungan lemak, karbohidrat, dan protein yang cukup tinggi. Jika bahan-bahan organik tersebut diuraikan maka dapat menghasilkan karbondioksida, gas metan, dan gas lainnya. Tingginya keberadaan protein dan bahan organik lainnya yang dihasilkan sehingga menyebabkan tingginya kadar COD dan BOD di perairan (Raliby dkk, 2009 ; Purnawan dkk, 2014).

(25)

Limbah cair tahu dihasilkan dari proses pencucian, proses persebusan, proses pengepresan, dan proses pencetakan tahu. Limbah cair tahu tersebut mengandung kadar BOD, COD dan TSS yang tinggi.

Banyaknya zat pencemar di dalam air limbah dapat menyebabkan kadar oksigen pada air menurun.

Dengan demikian, kehidupan di dalam air akan terganggu karena kekurangan oksigen (Setiyono dan Yudo, 2008 ; Pradana dkk, 2018).

Air limbah tahu memiliki kandungan COD 6870-10500 mg/l, BOD 5643-6870 mg/l, P total 80,5-82,6 mg/l maka jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun 2008 tentang baku mutu air limbah bagi usaha atau kegiatan pengolahan kedelai dengan batas COD 300 mg/l dan BOD 100 mg/l perlu adanya pengolahan terhadap limbah cair tahu karena sudah melebihi baku mutu (Alimsyah, 2013 ; Pradana dkk, 2008).

2.3.1 Karakteristik Air Limbah Industri Tahu

Secara umum karakteristik air limbah dibagi atas karakteristik fisik, kimia, dan biologi. Akan tetapi, untuk air limbah industri hanya terdiri atas karakteristik fisik dan kimia (Husin, 2008).

Menurut Eckenfelder (1989) dalam Husin (2008), parameter fisik dan kimia limbah cair industri tahu adalah:

1. Parameter fisik seperti suhu, bau, kekeruhan, zat padat dan lain-lain.

2. Parameter kimia dibedakan atas:

1) Kimia organik : oksigen terlarut (DO), Nitrogen total, minyak dan lemak, kandungan organic BOD, COD, TOC) dan lain-lain.

2) Kimia anorganik : pH, ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H2S, dan lain-lain.

Ada beberapa karakteristik limbah cair tahu yang penting antara lain:

1. Padatan tersuspensi

Padatan tesuspensi adalah bahan yang tidak larut dan melayang di dalam air. Adanya zat tersuspensi akan menyebabkan kekeruhan pada air. Semakin banyak zat tersuspensi pada air maka air akan semakin keruh (Metcalf & Eddy, 2003).

2. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD merupakan banyaknya jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan zat-zat organik secara kimia di dalam air limbah (Metcalf & Eddy, 2003).

3. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

BOD merupakan banyaknya jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan zat-zat organik secara biologi di dalam air limbah (Metcalf & Eddy, 2003).

4. Nitrogen total (N-Total)

Senyawa N-total adalah senyawa yang mudah terkonversi menjadi ammonium (NH4

+) karena adanya aksi mikroorganisme di dalam lingkungan air (Metcalf & Eddy, 2003).

(26)

Berdasarkan hasil dari Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik limbah cair tahu di Medan (Bapedda Medan, 1993) diketahui bahwa limbah industri tahu mengandung COD (7050 mg/l), BOD (4583 mg/l), TSS (4743 mg/l), pH 6,1 dan minyak lemak (26 mg/l).

2.3.2 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu

Peraturan yang mengatur tentang baku mutu cair industri tahu terdapat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang baku mutu air limbah bagi usaha/kegiatan pengolahan kedelai yang dapat dilihat pada table 2.1.

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Kedelai

Parameter

Pengolahan Kedelai

Kecap Tahu Tempe

Kadar (mg/l)

Beban (kg/ton)

Kadar (mg/l)

Beban (kg/ton)

Kadar (mg/l)

Beban (kg/ton)

BOD 150 1,5 150 3 150 1,5

COD 300 3 300 6 300 3

TSS 100 1 200 4 10 1

pH 6-9

Kuantitas air limbah

maksimum (m3/ton) 10 20 10

Sumber : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 2.4 Parameter Penelitian

2.4.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand atau COD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai bahan-bahan organik yang terkandung di dalam air limbah (Boyd, 1990 ; Atima, 2015). COD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan dalam mengoksidasi zat-zat organik dan anorganik. Penurunan COD menekan kebutuhan oksigen terhadap kimia dimana senyawa yang diukur adalah bahan yang tidak dipecah dengan cara biokimia (Ginting, 2007 ; Nurjanah dkk, 2017)

Menurut Metcalf & Eddy (2003) COD adalah banyaknya jumlah oksigen yang diperlukan untuk menguraikan seluruh bahan-bahan orgnik yang terdapat di dalam air yang diurai secara kimia menggunakan oksidator kuat kalium bikromat dengan kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat sehingga bahan-bahan organik baik yang sulit diurai maupun yang mudah diurai akan teroksidasi.

Chemical Oxygen Demand (COD) merupakan jumlah oksigen dibutuhkan dalam mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi CO2 dan H2O. Pada reaksi oksigen tersebut hampir semua zat sekitar 85% dapat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O dalam suasana asam. Angka COD merupakan ukuran

(27)

bagi pencemaran air oleh zat organik yang dapat dioksidasi secara alami melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan oksigen terlarut di dalam air berkurang (Zulkifli, 2017).

2.4.2 Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) merupakan salah satu parameter fisika yang penting dalam suatu perairan. Konsentrasi TSS dalam air akan berpengaruh pada penetrasi cahaya yang masuk sehingga akan mempengaruhi proses fotosintesis dan kualitas perairan (Siswanto dan Nugraha, 2016). Total Suspended Solid adalah semua zat padat (lumpur, pasir, dan tanah liat) atau partikel tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup (bakteri, fungi, fitoplankton, zooplankton) ataupun komponen mati seperti zat-zat anorganik (Ristanti, 2018).

TSS adalah semua zat padat dari padatan total yang tertahan pada saringan berukuran partikel maksimum 2 µm dan dapat mengendap (Widyaningsih, 2011 ; Rizki dkk, 2015). Kekeruhan air erat sekali hubungannya dengan TSS, karena kekeruhan salah satunya disebabkan oleh adanya zat padat tersuspensi dalam air. Zat tersuspensi tersebut dapat berupa tanah liat, pasir halus, lumpur alami, bahan-bahan anorganik, dan dapat pula bahan-bahan organik yang melayang-layang di dalam air (Alaerts dan Santika, 1987 ; Rizki dkk, 2015).

2.5 Proses Pengolahan Air Limbah 2.5.1 Proses Pengolahan Aerob

Pengolahan limbah secara aerob meupakan pengolahan yang memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk menghilangkan atau menurunkan substrat tertentu seperti senyawa-senyawa organik yang mudah terurai yang terdapat di dalam air limbah (Amri dan Wesen, 2015).

Dalam proses aerob penguraian bahan organik yang dilakukan oleh mikroorganisme dapat terjadi karena adanya oksigen sebagai elektron aseptor di dalam air limbah. Proses aerob biasanya terjadi dengan bantuan lumpur aktif, yaitu lumpur yang mengandung banyak bakteri pengurai. Hasil akhir apabila proses berlangsung secara sempurna adalah uap air, sludge, dan karbondioksida. Ada dua hal penting dalam pengolahan secara aerob, yaitu proses penambahan oksigen dan proses pertumbuhan bakteri (Asmadi dan Suharno, 2012).

Dengan tersedianya jumlah makanan di dalam air limbah, maka bakteri akan terus berkembang biak sehingga pertumbuhan bakteri terjadi dengan konsisten. Pada awalnya bakteri akan tumbuh secara konstan dan agak lambat karena masih harus beradaptasi dengan lingkungannya, namun setelah beberapa jam berjalan pertumbuhan bakteri akan meningkat dengan pesat. Setelah berakhirnya fase tersebut, terdapat bakteri dengan jumlah yang tetap dan bakteri dengan jumlah yang terus meningkat.

Pertumbuhannya dengan air limbah akan terangkat ke atas dan melakukan kontak langsung dengan udara di sekitarnya (Asmadi dan Suharno, 2012).

(28)

2.5.2 Proses Pengolahan Anaerob

Pada proses anaerob, zat organik diuraikan tanpa adanya oksigen. Hasil akhir yang dari proses anaerobik adalah uap air, biogas, dan sedikit lumpur (Asmadi dan Suharno, 2012). Proses pengolahan air limbah secara biologis dapat dilakukan pada kondisi aerob dan anaerob. Proses aerob digunakan untuk pengolahan air limbah dengan kadar BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses anaerob digunakan pada pengolahan air limbah dengan kadar BOD yang sangat tinggi (Rahadi dkk, 2018).

Proses pengolahan biologis secara anaerob merupakan proses yang tidak membutuhkan O2 bebas dan membutuhkan mikroorganisme anaerob. Proses anaerob pada dasarnya dipengaruhi oleh temperature dan pH (Amri dan Wesen, 2015).

Pada proses anaerob, penguraian senyawa-senyawa organik dilakukan secara bertahap dan pada setiap tahapannya terdapat aktivitas bakteri tertentu . Sesuai dengan tahapan tersebut, proses degradasi anaerob menurut Amri dan Wesen (2015) adalah sebagai berikut:

1. Proses Hidrolisis

Pada proses ini, kelompok bakteri saprofilik menjalankan aktivitas untuk menguraikan bahan organik yang kompleks. Aktivitas tersebut terjadi karena bahan organik yang tidak larut seperti lemak, polisakarida, karbohidrat, dan protein akan dikonsumsi oleh bakteri saprofilik. Dimana, pengubahan menjadi bahan organik terlarut dalam air dibantu oleh enzim ekstraseluler.

2. Proses Asidogenesis

Pada proses ini, terjadi perubahan bahan organik terlarut menjadi asam organik rantai pendek seperti asam amino, asam asetat, asam butirat, asam propionate, dan asam lainnya oleh bakteri asidogenik.

3. Proses Asetogenesis

Pada proses ini terjadi penguraian asam butirat dan propinat oleh bakteri pembentuk asam menjadi asam asetat, H2, dan CO2. Selama terjadinya proses asetogenesis, produk dari asidogenesis yang tidak dapat diurai secara langsung menjadi metana oleh bakteri metanogen akan diubah menjadi substrat metanogen.

4. Proses Metanogenesis

Pada proses ini, bakteri metanogenik akan mengkonversi asam organik volatile menjadi karbondioksida (CO2) dan gas metan (CH4).

Ada dua jenis aliran yang digunakan pada proses pengolahan anaerob yaitu aliran upflow dan downflow. Menurut Ningrum (2018), keuntungan aliran upflow adalah akan terbentuk mikroorganisme di dalam reaktor dan mikroorganisme tidak akan mudah terbawa keluar. Sedangkan kerugiannya adalah apabila terdapat media di dalam reaktor maka lumpur akan menyumbat media pendukung

(29)

tersebut. Untuk aliran downflow keuntungannya adalah penyumbatan yang terjadi dapat dikurangi, tetapi kerugiannya adalah mikroorganisme yang terbentuk tidak sebanyak aliran upflow.

2.5.3 Proses Pengolahan Air Limbah Menggunakan Sistem Batch

Pengolahan dengan sistem batch adalah salah satu jenis pengolahan dengan biaya yang murah, perangkaian reaktor yang mudah, pengoperasian mudah, dan sering diterapkan dipedesaan karena pengoperasiannya yang sederhana (Karagiannidis, 2012 ; Silalahi, 2018). Pada sistem batch, reaktor diisi oleh air limbah selama sekali dengan penambahan mikroba maupun tanpa penambahan mikroba . Reaktor harus tetap berada di dalam ruang tertutup sesuai waktu retensi, dan apabila telah melewati waktu retensi reaktor dibuka, air limbah dibuang dan diisi kembali dengan bahan baku (Nayono, 2009

; Silalahi, 2018).

2.5.4 Proses Pengolahan Anaerob Menggunakan Sistem Kontinyu

Sistem kontinyu merupakan salah satu cara yang paling fleksibel untuk mengamati jumlah operasi yang diperlukan dalam proses kontrol untuk pengolahan air limbah. Sistem aliran kontinyu terbagi atas dua jenis, yaitu aliran bersegmentasi dan aliran tanpa segmentasi. Aliran bersegmentasi bercirikan adanya gelembung udara yang diberikan pada air limbah. Sedangkan aliran tanpa segmentasi adalah aliran dimana air limbah dimasukkan secara terus menerus tanpa adanya segmentasi oleh gelembung udara (Korenaga dkk, 1994 ; Silalahi, 2018).

2.6 Pengolahan Air Limbah Dengan Teknologi Biofilter

Proses pengolahan air limbah yang paling banyak digunakan saat ini adalah proses biologis dengan biakan melekat. Proses biofilter baik aerob maupun anaerob merupakan proses yang sering digunakan (Ningrum, 2018). Biofilter (Submerged filter) adalah reaktor yang dikembangkan dengan prinsip dimana mikroba tumbuh dan berkembang dan menghasilkan biofilm pada suatu media filter. Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilter tercelup dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam reaktor biologis yang telah berisi media penyangga sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme (Ratmawati dan Kholif, 2018).

Biofilter yang baik adalah biofilter yang meggunakan prinsip biofiltrasi engan struktur menyerupai saringan dan tersusun dari tumpukkan media penyangga yang disusun secara acak ataupun teratur di dalam suatu biofilter. Fungsi dari media penyangga adalah sebagai tempat tumbuh dan berkembang bakteri yang akan hidup di permukaan media dan membentuk lapisan massa yang tipis (biofilm) (Herlambang dan Marsidi, 2003 ; Filliazati dkk, 2015).

Pengolahan limbah cair dengan proses biofilter menurut Said (2017) memiliki beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut:

(30)

1. Pengelolaannya mudah

2. Biaya operasi dan perawatannya rendah

3. Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang tinggi

4. Dapat menghilangkan padatan tersuspensi (SS) dengan baik 5. Suplai udara untuk aerasi relatif kecil

6. Tidak memerlukan lahan yang luas

7. Dapat menghilangkan nitrogen dan fosfor yang dapat menyebabkan eutrifikasi 8. Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit jika dibandingkan dengan proses lumpur aktif.

2.6.1 Lapisan Biofilm

Biofilm merupakan kumpulan sel mikroorganisme khususnya bakteri yang melekat pada suatu permukaan dan diselimuti oleh pelekat karbohidrat yang dihasilkan oleh bakteri. Biofilm menangkap nutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme dan membantu mencegah terjadiya lepasnya sel-sel dari permukaan pada sistem yang mengalir. Apabila pada media telah terbentuk laisan lender dengan warna coklat kehitaman yang tidak mudah terlepas dari media, maka dapat diartikan bahwa telah terjadi pertumbuhan mikroorganisme pada media. Diperlukan waktu 2 minggu bagi mikroorganisme untuk tumbuh. Hal tersebut dilakukan sampai didapat hasil steady state pada air limbah (Herlambang, 2002 ; Filliazati dkk, 2015).

2.6.2 Media Biofilter

Secara umum, media biofilter yang digunakan dapat berupa bahan material anorganik atau bahan material organik. Untuk media biofilter dari bahan anorganik misalnya batu bara, kerikil, batu tembikar, batu pecah (split), batu marmer, kerkil, dan lain-lain. Sedangkan untuk media dari bahan organik misalnya dalam bentuk jaring, bentuk tali, bentuk papan (plate), bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk sarang tawon dan lain sebagainya. Media biofilter banyak dibuat dengan cara dicetak dari bahan yang tahan karat dan ringan, misalnya PVC dan lain sebagainya dengan volume rongga (porositas) yang besar dan luas permukaan spesifik yang besar sehingga mikroorganisme dapat dilekatkan dalam jumlah yang besar dengan resiko kebutuhan yang sangat kecil (Said, 2005 ; Ningrum, 2018).

Menurut Said (2017), pemilihan media biofilter harus disesuaikan dengan jenis air limbah yang akan diolah dan kondisi proses. Selain itu, aspek penting terkait media juga perlu diperhatikan.

Beberapa kriteria media biofilter yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Tahan terhadap penyumbatan 2. Terbuat dari bahan inert 3. Sifat kebasahan (wetability)

4. Memiliki luas permukaan spesifik yang besar

(31)

5. Memiliki fraksi volume rongga yang tinggi 6. Ringan

7. Memiliki kekuatan mekanik yang baik 8. Harga per unit luas permukaannya murah 9. Pemeliharaannya mudah

10. Fleksibilitas 11. Reduksi cahaya 12. Kebutuhan energi kecil

13. Memiliki diameter celah bebas besar (Large free passage diameter)

Untuk perbandingan luas permukaan spesifik media biofilter menurut Said (2017), dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Perbandingan Luas Permukaan Spesifik Media Biofilter No Jenis Media Luas Permukaan Spesifik (m2/m3)

1 Trickling filter dengan batu pecah 100-200

2 Modul sarang tawon 250-240

3 Tipe jaring 50

4 Bio-ball 200-240

5 RBC 80-150

Sumber : Said, 2017 2.6.3 Media Bio-ball

Keunggulan yang dimiliki oleh media bio-ball antara lain adalah memiliki luas spesifik yang cukup besar, pemasangannya mudah, sehingga sesuai untuk digunakan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah skala kecil. Media bio-ball juga mudah dicuci ulang, ringan, dan memiliki luas permukaan spesifik paling besar dibandingkan denga jenis media yang lainnya. Media bioball yang dipilih adalah berbentuk bola dengan diameter 3 cm yaitu diameter paling kecil sehingga dapat meminimalkan terjadinya clogging (penyumbatan) pada media. Media bio-ball ini berfungsi sebagai tempat hidup bagi mikroorganisme yang diperlukan untuk menjaga kualitas air (Said, 2005 ; Filliazati, 2015).

2.7 Fitoremediasi

Fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanaman untuk menghapus, atau menghilangkan kontaminan lingkungan dalam matriks pertumbuhan (air, tanah atau sedimen) melalui proses fisik, kimia atau biologis kegiatan alam dan proses tanaman. Tanaman adalah organisme yang dilengkapi dengan metabolisme dan kemampuan penyerapan yang luar biasa, serta sistem transportasi yang dapat mengambil kontaminan atau nutrisi selektif dari pertumbuhan matriks, air atau tanah (Mason, 2004 ; Ponty, 2018).

Gambar

Tabel 1.1 Tabel Referensi Jurnal Penelitian Terdahulu Yang Mendukung Penelitian
Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Pengolahan Kedelai
Tabel 2.2 Perbandingan Luas Permukaan Spesifik Media Biofilter  No  Jenis Media  Luas Permukaan Spesifik (m2/m3)
Tabel 2.3 Proses dan Mekanisme Fitoremediasi Polutan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Beda Potensial dan Waktu Kontak terhadap Penurunan Kadar COD dan TSS pada Limbah Batik menggunakan Metode Elektrokagulasi.. The Effect of Potential Difference and Contact

Kami telah melakukan review atas neraca PT Asahimas Flat Glass Tbk (“Perusahaan”) tanggal 30 Juni 2007 dan 2006, serta laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan

Kemudian Staff Ur Tu melakukan pencatatan disposisi dan isi surat ke dalam laporan Nota Dinas Masuk dan menyerahkan Nota Dinas Masuk kepada bagian yang dituju sesuai

Dengan adanya sistem informasi kinerja pegawai untuk memudahkan HRD dalam melakukan penilaian maka penulis akan membangun sistem informasi penilaian yang di dukung metode

Formulir Pengalihan Unit Penyertaan yang telah lengkap dan diterima secara baik (in complete application) sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam

PariÊ, Js.: MaruliÊ u Madridu; izloæba posveÊena ocu hrvatske knjiæevnosti.. meunarodni skup o Marku

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan dan tegangan listrik terhadap penurunan kadar COD dan TSS pada limbah cair tahu dengan metode

[r]