• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian yang akan digunakan untuk pengumpulan data Tugas Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III METODOLOGI. Metodologi penelitian yang akan digunakan untuk pengumpulan data Tugas Akhir"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

35 BAB III METODOLOGI

3.1. Metodologi Pengumpulan Data

Metodologi penelitian yang akan digunakan untuk pengumpulan data Tugas Akhir adalah penelitian mixed method (metode campuran) yang menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif untuk memperoleh data. Pengumpulan data untuk metode kuantitatif berupa kuisioner dan pengumpulan data kualitatif berupa wawancara dan observasi. Hasil pengumpulan data secara kuantitatif akan data numerik yang dapat diukur dan dianlisis secara statisitk. Hasil pengumpulan data secara kualitatif akan berupa interpretasi data dari pendalaman atau penggalian suatu masalah (Creswell, 2014).

3.1.1. Wawancara

Creswell (2014) mengatakan bahwa wawancara melibatkan beberapa pertanyaan terbuka yang ditujukan untuk mendapatkan pendapat dari partisipan. Wawancara dilakukan terhadap Pak Ben sebagai pengurus Museum Perjuangan Bogor.

3.1.1.1. Wawancara terhadap Pengurus Museum Perjuangan Bogor

Wawancara terhadap Pak Ben selaku Pengurus Museum Perjuangan Bogor dilakukan penulis pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2021 pukul 15.04 WIB. Pak Ben memiliki hubungan dengan museum selama lebih dari 10 tahun, awalnya Pak Ben bekerja sebagai tour guide museum sebelum diangkat menjadi pengurus. Wawancara dilaksanakan secara langsung di Museum Perjuangan Bogor.

(2)

36 Gambar 3.1. Wawancara dengan Pak Ben

Pak Ben menceritakan sejarah singkat Museum Perjuangan Bogor.

Museum Perjuangan Bogor didirikan pada tahun 1957 dan diresmikan pada tahun 1958. Museum berlokasi di Jalan Merdeka nomor 56. Menurut Pak Ben, Jalan Merdeka memiliki nama lain pada masa lalu yaitu Jalan Cikemeu yang diubah menjadi Jalan Merdeka karena keberadaan museum.

Pendirian museum merupakan hasil keputusan para pejuang Bogor untuk melestarikan dan memelihara sejarah perjuangan dalam bentuk senjata, baju, dokumen, dan surat. Koleksi tersebut merupakan warisan para pejuang untuk generasi penerus. Pak Ben mengatakan Museum Perjuangan Bogor menceritakan sebuah gerakan perjuangan para pejuang pada saat itu.

Penulis bertanya mengenai kondisi museum yang cenderung sepi.

Diketahui bahwa 90% pengunjung museum merupakan murid sekolah atau mahasiswa dan 10% merupakan pengunjung umum. Sehingga, ketika

(3)

37 museum tidak memiliki kunjungan dari sekolah atau universitas, museum jarang dikunjungi oleh masyarakat. Hal tersebut menandakan bahwa sebagian besar pengunjung museum berkunjung karena memiliki keperluan akademis bukan didorong keinginan. Selain itu menurut Bapak Ben, kepedulian generasi penerus terhadap sejarah kurang. Pihak museum berharap pengunjung museum akan berkunjung karena rasa keingintahuan dan keinginan untuk mempelajari sejarah.

Museum Perjuangan Bogor tidak memiliki target spesifik karena museum memiliki pemahaman dimana semua orang dari kalangan apapun diperbolehkan untuk masuk dan belajar sejarah. Museum juga tidak menentukan target jumlah pengunjung setiap bulannya karena menurut Bapak Ben hal itu tidak bisa dipaksakan. Museum biasanya paling banyak dikunjungi saat libur nasional. Selain itu, Museum Perjuangan Bogor dikelola oleh yayasan dan biaya operasional sepenuhnya didapat dari penjualan tiket pengunjung. Dana yang didapat dari penjualan tersebut diutamakan untuk biaya listrik, air, dan kebersihan.

Penulis bertanya mengenai koleksi yang paling dicari pengunjung saat datang ke museum. Diketahui koleksi unggulan adalah koleksi baju PMI, baju Kapten Muslihat, dan kursi eksekusi. Namun, tidak sedikit dari koleksi museum yang tidak diketahui siapa pemilik aslinya terutama koleksi senjata. Hal tersebut terjadi karena barang-barang milik pejuang disumbangkan pada museum secara langsung tanpa mendokumentasikan pemilik barang tersebut. Untuk koleksi yang diketahui pemilikinya,

(4)

38 museum mencantumkan nama serta foto pemilik (jika ada) pada display koleksi.

Penulis bertanya mengenai kisah koleksi baju Kapten Muslihat.

Baju yang terpajang pada koleksi merupakan baju yang dipakai Kapten Muslihat saat beliau bertempur dengan tentara Inggris untuk merebut kembali maerkas merka yang sekarang menjadi Polresta Bogor Kota.

Kapten Muslihat meninggal dunia di tengah-tengah pertempuran tersebut dan bajunya disumbankan kepada pihak museum untuk dilestarikan. Jasa dan keberanian dari Kapten Muslihat membuat jalan dimana beliau wafat diganti menjadi Jalan Kapten Muslihat untuk mengenang jasanya.

Kesimpulan dari wawancara ini adalah pihak museum mengutamakan dana yang didapat untuk biaya operasional (air dan listrik) yang membuat usaha museum dalam memberi media informasi yang lebih kepada masyarakat tidak dapat maksimal. Selain itu, minimnya informasi dapat disebabkan karena dokumentasi yang tidak diberikan kepada pihak museum dari pihak penyumbang koleksi. Pengunjung museum memiliki ketertarikan lebih terhadap pakaian-pakaian yang pernah digunakan oleh pejuang di medan perang.

3.1.2. Kuisioner

Menurut Creswell (2014), survei memberikan hasil numerik tentang populasi yang diteliti dari segi sikap dan/atau opini. Penulis membuat kuisioner menggunakan GoogleForms. Kuisioner dilakukan dengan metode random

(5)

39 sampling sesuai dengan batasan masalah pada Bab 1.3 (siswa/i SMP, SMA, dan Mahasiswa) yang dibagikan melalui Whatsapp dan Line. Penentuan jumlah responden dilakukan menggunakan Rumus Slovin dengan derajat ketelitian 10%

sehingga menghasilkan angka 100. Kuisioner telah diisi oleh 112 responden.

Kuisioner ini sekaligus merupakan pengganti wawancara terhadap pengunjung museum. Hal ini dikarenakan pada keadaan pandemi penulis kesulitan dalam mencari narasumber dimana suasana museum selalu sepi saat penulis berkunjung dan penulis tidak memiliki kenalan yang telah berkunjung ke museum.

Gambar 3.2. Pie chart: pengetahuan akan Kapten Muslihat

Gambar 3.3. Pie chart: kunjungan ke Museum Perjuangan Bogor

Pie chart kuisioner pertama diatas menunjukkan bahwa ada 75%

responden yang tidak mengetahui sosok Kapten Muslihat. Dari 24% responden yang mengetahui Kapten Muslihat, hampir semua dari mereka telah mengunjungi

(6)

40 Museum Perjuangan Bogor. Hal tersebut mendukung data dimana Museum Perjuangan Bogor merupakan tempat untuk mempelajari sosok Kapten Muslihat.

Gambar 3.4. Pie chart: pendapat kelengkapan media informasi Kapten Muslihat Pie chart kuisioner menunjukkan bahwa 97% dari responden merasa bahwa media informasi tentang Kapten Muslihat pada Museum Perjuangan Bogor kurang lengkap. Angka tersebut mengindikasikan bahwa baik orang yang telah berkunjung ataupun yang belum berkunjung memiliki pendapat yang sama mengenai kelengkapan informasi Kapten Muslihat.

Gambar 3.5. Bar chart: alasan mengetahui Museum Perjuangan Bogor

Dari hasil bar chart diatas, informasi utama yang harus dilengkapi adalah karir Kapten Muslihat sebagai pejuang dan peninggalannya. Kemudian diikuti oleh kisah perjuangan mempertahankan kemerdekaan, biografi, dan karir sebelum menjadi pejuang.

(7)

41 Gambar 3.6. Bar chart: media informasi paling tepat

Dari hasil kuisioner diatas, 61% dari responden memilih poster infografis sebagai media informasi untuk Kapten Muslihat. Diikuti oleh QR code, display digital, dan brosur.

Gambar 3.7. Bar chart: hal utama dalam pencarian dan pemahaman media informasi Melihat bar chart diatas, responden mengutamakan informasi yang lengkap, informasi yang dilengkapi dengan gambar, informasi yang mudah dicari atau diakses dan informasi yang mudah dibaca. Berdasarkan hasil diatas, informasi yang tidak memiliki gambar tidak menarik perhatian responden.

Kesimpulan dari kuisioner adalah media informasi di museum mengenai Kapten Muslihat tergolong kurang. Hal tersebut terlihat dari pilihan responden yang pernah mengunjungi museum tetap merasa informasi yang tersedia di museum belum lengkap. Informasi mengenai Kapten Muslihat yang perlu

(8)

42 dilengkapi di museum adalah kisah perjuangan dan peninggalan karena kedua informasi tersebut merupakan kisah yang paling dicari responden. Media informasi yang menjadi preferensi responden adalah poster infografis, QR code, atau display digital. Museum Perjuangan Bogor memiliki fungsi sebagai tempat pembelajaran tentang Kapten Muslihat hal ini didukung dari hasil yang menyatakan bahwa 24% dari 25% responden yang telah mengunjungi museum mengetahui sosok Kapten Muslihat.

3.1.3. Observasi

Observasi merupakan penelitian lapangan dimana perilaku dan aktivitas pada lokasi penelitian terlihat secara langsung (Creswell, 2014). Penulis melakukan observasi Museum Perjuangan Bogor pada hari Rabu tanggal 17 Februari 2021 pukul 14.30 WIB. Pak Ben, pengurus museum, mengatakan pada hari itu pengunjung museum hanya dua orang termasuk penulis.

Gambar 3.8. Dokumentasi koleksi Museum Perjuangan Bogor

Museum Perjuangan Bogor memiliki dua lantai untuk memperlihatkan koleksi. Lantai dasar digunakan untuk memperlihatkan koleksi senjata api dan

(9)

43 senjata tradisional, surat kabar, dan mata uang. Lantai dua digunakan untuk memperlihatkan koleksi dokumen, baju PMI, seragam pejuang, dan plakat pejuang yang gugur saat bertarung. Terdapat panggung kecil di lantai dua yang digunakan untuk acara tertentu. Museum Perjuangan Bogor memiliki enam diorama yang tersebar di lantai dasar dan dua. Diorama-diorama tersebut menggambarkan situasi pertempuran yang terjadi di Bogor diantaranya adalah Peristiwa Pertempuran Bojongkokosan 1945, Peristiwa Pertempuran Gekbrong 46, Peristiwa Pertempuran Kota Paris 1945, Peristiwa Pertempuran Maseng 1945, Peristiwa Pertempuran Kapten Muslihat 1945, dan Peristiwa Pertempuran Cemplang 1945.

Museum ini memiliki tiga koleksi mengenai Kapten Muslihat. Koleksi pertama merupakan patung setengah badan dari Kapten Muslihat. Informasi yang tersedia pada patung tersebut berupa sebuah kertas yang dilaminating dengan konten biografi singkat dan deskripsi patung.

Gambar 3.9. Informasi patung setengah badan Kapten Muslihat (Wisnu Prasetyo, 2015)

Koleksi kedua merupakan diorama tentang pertempuran Kapten Muslihat pada tahun 1945. Informasi yang tersedia pada diorama ini juga berupa kertas yang dilaminating dengan penjelasan singkat tentang kejadian pertempuran.

(10)

44 Koleksi ketiga merupakan baju yang digunakan Kapen Muslihat saat ia gugur di medan perang. Pada koleksi baju Kapten Muslihat, informasi yang tersedia pada display koleksi adalah sebuah kertas berwana kuning dengan judul koleksi tanpa penjelasan tentang kisah yang ada pada koleksi baju itu sendiri.

Gambar 3.10. Dokumentasi informasi koleksi baju Kapten Muslihat 3.1.4. Studi Eksisting

Penulis melakukan studi eksisting dengan berkunjung ke Museum PETA yang merupakan museum sejarah Pembela Tanah Air. Kunjungan dilakukan penulis pada tanggal 15 April 2021. Museum ini dipilih penulis sebagai objek studi eksisting karena memilki koleksi yang sejenis yaitu barang atau baju peninggalan para pejuang pada masa Kemerdekaan Indonesia. Penulis melakukan studi eksisting untuk mengetahui media informasi apa yang dimiliki Museum PETA.

Ketika berkunung ke Museum PETA, penulis menemukan sebuah media informasi interaktif dalam bentuk QR code. Media informasi ini diletakkan pada display koleksi baju seragam PETA dan miniatur denah kompleks museum. QR code tersebut berukuran kecil sekitar 7 cm x 7 cm. Informasi yang ada didalamnya merupakan informasi tambahan yang berhubungan dengan koleksi. Pada QR code yang di-scan penulis, informasi yang ditampilkan adalah pangkat-pangkat prajurit

(11)

45 PETA dalam Bahasa Jepang serta penjelasan dari setiap pangkat. QR code tersebut terletak pada display koleksi baju seragam PETA. Namun, QR code dan informasi didalamnya tidak memiliki desain.

Gambar 3.11. Dokumentasi studi eksisting

Meskipun begitu, fitur tersebut merupakan satu keunggulan Museum PETA yang tidak dimiliki Museum Perjuangan Bogor. Dengan adanya fitur tersebut, pengunjung dapat memiliki interaksi langsung dengan koleksi yang tersedia. Hal tersebut dapat meningkatkan experience pengunjung.

3.2. Metodologi Perancangan

Dalam buku Graphic Design Solutions (2014), Landa menjelaskan bahwa ada lima tahap dalam metode perancangan yang disebut, ‘Five Phases of the Design Process’. Metode tersebut dijabarkan sebagai berikut (hlm. 73 – 88).

3.2.1. Orientation

Pada tahap ini desainer akan menggumpulkan data mengenai produk, jasa, bisnis atau organisasi. Data yang dikumpulkan pada tahap ini dapat berupa sejarah, visi dan misi, nilai, dan target audience dari produk, jasa, bisnis atau organisasi yang

(12)

46 diteliti. Selain itu, Landa juga menjelaskan untuk sebuah desain informasi perlu diketahui fungsi, bentuk, keterbatasan, dan cara menampilkan informasi.

3.2.2. Analysis

Desainer akan memeriksa, menilai, menemukan, dan merencanakan sebuah solusi dari materi dan data yang telah dikumpulkan pada tahap pertama dalam bentuk strategi. Landa menjelaskan strategi sebagai perencanaan dasar dari komunikasi visual yang akan digunakan oleh merek, bisnis, atau organisasi untuk mencapai keunikan, relevansi, dan daya tahan di dunia pasar. Pada tahap ini, desainer akan menysusun creative brief.

3.2.3. Conception

Pembuatan konsep merupakan kerangka dasar dari sebuah desain. Konsep menjadi sebuah ide dasar dalam pengambilan keputusan untuk desain yang akan dirancang. Penentuan gambar, tipografi, dan warna dilakukan pada tahap ini.

Konsep dapat dibuat secara visual melalui pembuatan, pemilihan, kombinasi, manipulasi, dan penataan elemen visual dan teks.

3.2.4. Design

Pada tahap ini, desainer akan mengubah creative brief dan konsep menjadi sebuah kreasi visual untuk menyampaikan pesan atau informasi yang telah ditentukan.

Tahap design dapat dimulai dari sketsa sebelum berlanjut ke bentuk digital dan mock-up atau dummy. Dalam tahap ini, desainer dapat meminta opini atau penilaian dari klien tentang desain yang telah dibuat.

(13)

47 3.2.5. Implementation

Pada tahap ini, desainer mengimplementasikan desain yang telah dibuat.

Implementasi desain dapat berupa media cetak, digital, atau environmental.

Bentuk implementasi sebuah desain disesuaikan dengan tujuan dari desain itu sendiri.

Referensi

Dokumen terkait

Strength dari aplikasi ini adalah dapat berkomunikasi secara langsung dengan dokter-dokter terpercaya, weekness yang dimiliki aplikasi ini adalah kurang memanfaatkan

Dalam penelitian ini, alat bantu pengumpulan data digunakan sebagai media dokumentasi sekaligus mengabadikan kondisi dan situasi pada saat dilakukan wawancara.

Pada proses perancangan tampilan aplikasi, penulis mulai membuat rancangan low fidelity dengan berfokus pada beberapa halaman fitur utama yang dapat memberikan gambaran

Dari identitas visual serta unggahan-unggahan di media sosial, mereka menganggap yayasan kurang mencerminkan pusat edukasi karena lebih menonjolkan

Proses pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti gambaran umum perpustakaan, dan kegiatan

Mas Fajar selaku Admin Wana Pet and Care dan juga admin media sosial menyatakan bahwa belakangan ini pada masa pandemi, banyak para pemilik hewan yang menanyakan hal terkait

Kalau dia melayani anggota lebih baik maka anggota juga akan melayani umat atau orang yang harus dilayani dengan lebih baik pula.. Dalam konteks kongregasi itu berarti

Sehingga kemudian, muncul premis bahwa dengan menggunakan media digital interaktif akan sangat membantu pemain pemula dalam mendalami olahraga baseball karena