• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESISS. Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESISS. Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESISS 2.1 Tinjauan Tentang Hasil Belajar

Menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah.

Belajara dapat didefenisikan sebagai suatu prosees usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya (Slameto, 2010:2).

Menurut Good dan Brophy (dalam Purwanto, 1990 :84) belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi didalam diri seseorang yang mengalami belajar. Sedangkan menurut Gagne belajar adalah perubahan diposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah (Suprijono, 2009:2 ).

Dari pengertian belajar yang dikemungkakan oleh para ahli diatas, maka dapat dikatakan bahwa pada dasarnya belajar merupakan proses memperoleh pengetahuan seseorang yang sifatnya menetap, yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.

Menurut Suprijono (2009: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar tidak dinilai secara terpisah melainkan secara komprehensif. Pendapat lain menyangkut dengan hasil belajar dikemukakan oleh Purwanto (1989:3) bahwa hasil belajar adalah suatu yang dugunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan kepada siswa dalam waktu tertentu.

Hasil Belajar menurut Sudjana (1989 : 2) adalah kegiatan penilaian untuk mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Hasil belajar

(2)

melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:

(1) kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai, (2) menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya, (3) hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya, (4) hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, ketrampilan atau perilaku, dan (5) kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Dari beberpa pengertian hasil belajar diatas maka dapat dikatakan bahwa hasil belajar merupakan pemahaman atau kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajar atau proses belajar yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari- hari.

2.2 Model Pembelajaran Koperatif Tipe Number Hads Together (NHT)

Model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan suatu model pembelajaran yang mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan suatu masalah dalam proses pembelajaran. Menurut Suprijono (2009:54), pembelajaran kooperatif meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau yang diarahkan oleh guru. Namun dalam prakteknya, pembelajaran

(3)

kooperatif lebih diarahkan oleh guru seperti penetapan tugas serta penyediaan bahan informasi untuk membantu siswa dalam menyelesaikan suatu masalah.

Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk

pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktifis. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni, 2012: 11).

Menurut Yamin dan Ansari (2012:74) pembelajaran kooperatif merupakan mode pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan atara siswa, sehingga sumber belajara bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.

Menurut Slavin (2005:4), Pembelajaran kooperatif adalah merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan model pembelajaran laian. Cirri-cirri pembelajaran kooperatif digambarkan sebgai berikut : (1) siswa belajar dalam kelompok kecil untuk mencapai ketuntasan belajar, (2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, (3) diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri darisuku, ras, budaya, dan jenis kelamin yang sama, (4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada individual (Yamin dan Ansari, 2012:74).

Meskipun merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan pembentukan kelompok, pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar kelompok. Ada unsur-

(4)

unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan sekedar belajar kelompok.

Suprijono (2009:58) mengemukakan bahwa terdapat lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Lima unsur tersebut terdiri dari: 1. saling ketergantungan positif (Positive interpendence), 2. tanggung jawab perseorangan (Personal responsibility), 3.

interaksi promotif (Face to face promotive interaction ), 4. komunikasi antara anggota (Interpersonal skill ), 5. pemrosesan kelompok group (Processing ).

Menurut Abdulhak (dalam Isjoni 2012: 85) menjelaskan, langkah-langkah kooperative learning adalah sebagai berikut: 1) merumuskan secara jelas apa yang harus dicapai peserta belajar, 2) memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang paling tepat, 3) menjelaskan secara detail proses pembelajaran kooperatif, yaitu mengenai apa yaang harus dilakukan, dan apa yang diharapkan, 4) memberikan tugas yang paling tepat dalam pembelajaran, 5) menyiapkan bahan belajar yang memudahkan peserta belajar dengan baik, 6) melaksanakan pengelompokan peserta belajar, 7) mengembangkan sistem pujian untuk kelompok atau perorangan peserta belajar, 8) memberikan bimbingan yang cukup kepada peserta belajar, 9) menyiapkan instrumen penilaian yang tepat, 10) mengembangkan sistem pengarsipan data kemajuan peserta belajar, baik perorangan maupun kelompok, dan 11) melaksanakan refleksi.

Menurut Trianto (2007:49) terdapat beberapa variasi dari model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT). Pembelajaran kooperatif tipe Number Hads Together (NHT) merupakan salah satu

tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.

Pada hakekatnya pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan kegiatan belajar yang dilakukan siswa dengan cara bekerja sama dengan kelompok-kelompok kecil,

(5)

dimana setiap siswa bisa berpartisipasi dalam tugas-tugas kolektif yang telah ditentukan dengan jelas. Tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dikenal sebagai “Kepala Bernomor” merupakan suatu istilah dalam pembelajaran kooperatif yang digunakan untuk menunjukkan adanya penomoran pada anggota kelompok (Ibrahim, 2000) (dalam Kusuma, Wijayati, dan Wibowo, 2008:217).

Ibrahim (dalam Siregar, 2012:35) mengemukakan tiga tujuan yang diharapkan tercapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe Number Heads Together (NHT) yaitu : (1) hasil belajar akademik stuktural, ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, (2) pengakuan adanya keragaman, ini bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang yang berbeda, (3) pengembangan keterampilan sosial, ini bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Hads Together (NHT) merupakan Pembelajaran kooperatif strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antara siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Trianto (2007:48), dalam menggunakan model kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) terdapat empat fase sintaks yaitu: (1) fase 1: penomoran, dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3 sampai 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5, (2) fase 2: mengajukan pertanyaan, guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa, pertanyaan dapat bervariasi, spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan, (3) fase 3: berpikir bersama, siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim, (4) fase 4: menjawab, guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

(6)

Menurut Lie (dalam Siregar, 20012:35-36) pembelajaran Kooperatif Tipe Number Hads Together (NHT) dibagi dalam 4 langkah. Langkah-langkah pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Hads Together (NHT) dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Langkah-langkah pembelajaran Kooperatif Tipe Number Hads Together (NHT)

Tahapan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

1. Penomoran (Numbering)

Guru membagikan siswa dalam dalam beberapa kelompok dengan anggota masing-msing kelompok senbanyak 3-5, dan setiap anggota kelompok diberikan nomor dari 1-5

Siswa membentuk kelompok sesuai instruksi dariguru

2. Pengajuaan Pertan

yaan (Quesoning) Guru mengajukan

pertanyaan kepada siswa

Menyimak

pertanyan guru dan mengerjakan LKS yang diberikan

3. Berpikir Bersama (Hads Together)

Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir

bersama menyatukan pendapatnya

Siswa berpikir tent ang

permasalahan yang ada di LKS

4. Pemberi Jawaban (Aswering)

Guru menyebut salah satu nomor tertentu untuk mempresentasikan didepan keles

Siswa yang dipang gi nomornya mempresentasikan hasil kerja

kelompoknya, sedangkan siswa yang lain

menyimak dan menangapi presentasi

Pembelajaran kooperatif tipe NHT karena model pembelajaran ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dalam tugas-tugas terstruktur sehingga siswa dapat berinteraksi dengan lainnya. Dalam interaksi ini siswa akan membentuk komunitas yang memungkinkan mereka untuk mencintai proses belajar dan saling bekerja sama dalam

(7)

menyelesaikan berbagai permasalahan belajar. Selain itu arus pembelajaran tidak harus berasal dari guru kepada siswa. Siswa juga bisa saling mengajar dengan sesama siswa lainnya, dalam hal ini guru bertindak sebagai motivator, fasilitator dan kontrol. Siswa dituntut untuk mengesampingkanindividualisme. Dalam belajar berkelompok, penguasaan materi anggota kelompok menjadi ntanggung jawab kelompok tersebut (Kusuma, Wijayati, dan Wibowo, 2008:216).

Semua model pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu juga model pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) (Lestari, Budi, dan Wartini, 2012:6-7). Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) diantaranya: (1) dapat memperluas pengetahuan siswa terhadap materi yang

dipelajari, sehingga siswa tidak hanya memperoleh materi saja tetapi pengetahuan umum lainnya, (2) melatih siswa untuk berani menyampaikan pendapat, (3) terciptanya saling percaya, serta kerja sama antar siswa dan antar anggota kelompok untuk berfikir dalam menyelesaikan suatu tugas atau masalah, (4) siswa saling berfikir aktif dalam pelaksanaan pembelajaan sehingga siswa semakin memahami materi yang dipelajari dan lebih mampu untuk mengembangkan keterampilan berfikirnya, (5) siswa dilatih membiasakan diri untuk dapat menerima pendapat orang lain.

Kekurangan model pembelajaran kooperatif tipe model Number Head Together (NHT), diantaranya : (1) membutuhkan lebih banyak waktu, (2) kurangnya kesempatan

untuk berkontribusi individu.

2.3 Pendekatan Problem solving (Pemecahan Masalah)

Pendekatan problem solving dalam dunia pendidikan dikenalkan pertama kali oleh Jhon Dewey ahli pendidikan berkebangsaan Amerika. Problem solving adalah sarana memecahkan masalah, memberi respon terhadap rangsangan yang mengambarkan atau mengakibatkan situasi problematika yang menggunakan berbagai kaidah yang telah dikuasainya.

(8)

Menurut Sumardyono (2010:1) problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Namun dalam matematika istilah problem memiliki makna yang lebih khusus. Kata problem terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu problem solving.

Menurut Gagne (dalam Yamin dan Ansari, 2012:81) problem solving atau pemecahan masalah adalah tipe belajar yang tingkatnya paling tinggi dan kompleks dibandingkan dengan tipe belajar lainya.

Djamarah dan Zain (2010:91) mengungkapkan bahwa, metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainya yang dimulai dengan mencari data sampai solusi pemecahan masalahnya.

Ciri-ciri pokok pendekatan problem solving dalam pembelajaran, yakni: 1) siswa bekerja secara individual atau dalam kelompok kecil, 2) tugas yang diselesaikan adalah persoalan realistik untuk dipecahkan, 3) siswa mengunakan bebagai pendekatan belajar, 4) hasil pemecahan masalah didiskusikan oleh semua siswa (Yamin dan Ansari, 2012:82).

Polya (dalam Rohman, 2011:12-13) mengembangkan metode ini dengan empat langkah yaitu: 1. memahami masalah, dalam tahap ini perlu diidentifikasi antara lain apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan serta kondisi yang harus dipenuhi dalam pemecahan masalah, 2. menyusun rencana pemecahan, dalam tahap ini yang perlu dianalisis antara lain hubungan antara yang diketahui dan yang ditanyakan serta mencari unsur-unsur pengetahuan lain sehubungan dengan masalah yang diajukan, 3. melaksanakan rencana pemecahan dalam melaksanakan rencana pemecahan masalah perlu diperhatikan urutan prosedur kerjanya, 4. mengecek kembali hasil yang telah diperoleh, dalam tahap ini diperiksa kembali pemecahan masalah yang sudah diperoleh kebenarannya apakah sesuai dengan kenyataan.

(9)

Menurut Ambarjaya (2012:107), metode pemecahan masalah atau problem solving merupakan suatu permasalahan yang kemudian dicari penyelesaianya dimana di mulai dari mencari data sampai pada kesimpulan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam penggunaan metode problem solving mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a) adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan, b) mencari data atau keterangan yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut, c) menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut, d) Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut, e) menarik kesimpulan. Secara umum langkah- langkah pembelajaran problem solving dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Langkah-langkah Pendekatan Problem Solving

Fase Indikator Kegiatan Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif dan kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya

2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

3

Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dan melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

4

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan metode dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya

5

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan

Tujuan dari pembelajaran problem solving adalah untuk menanamkan kepada siswa bagaimana cara berpikir sistimatis dan logis dalam mengatasi suatu masalah yang dihadapi.

Hal ini akan tumbuh jika terjadi pola pembelajran yang interaktif yang lebih menekankan komunikasi banyak arah yang akan antara siswa. Dalam hal ini masalah yang dihadapi oleh

(10)

siswa adalah masalah-masalah yang ada pada soal-soal pelajaran yang siswa temui selama proses belajar mengajar berlangsung, dan untuk dapat memecahkan masalah tersebut, ia harus menguasai konsep-konsep ataupun aturan yang berhubungan dengan masalah yang ditemukan tersebut.

Menurut Ambarjaya (2012:108) didalam penggunaanya pendekatan problem solving atau pemecahan masalah dalam pembelajaran terdapat kelebihan dan kekurangan, yakni sebagai berikut:

Kelebihan penggunaan pendekatan problem solving dalam pembelajaran dintaranya:(1) meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa, problem solving (pemecahan masalah) dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (2) mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan, (3) melalui problem solving (pemecahan masalah) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau buku-buku saja, (4) mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahua baru, (5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

Adapun kekurangan dari pendekata problem solving dalam pembelajran, diantaranya: (1) memerlukan alokasi waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metode pembelajaran yang lain, (2) menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berpikir siswa, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki siswa, sangat memerlukan kemampuan dan keterampilan guru, (3) mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan permasalahan sendiri atau

(11)

kelompok, yang kadang-kadang memerlukan berbagai sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

2.4 Penerapan model pembelajara Number Hads Together (NHT) melalui pendektan problem solving pada pembelajaran kimia.

Dalam pembelajaran kimia banyak dihadapkan dengan materi-materi yang tidak hanya membutuhkan pemberian konsep-konsep dari guru itu sendiri melainkan bagaimana siswa memahami suatu konsep dan menerapkan konsep tersebut sesuai dengan permasalahan yang ada. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Hads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving, siswa lebih banyak dihadapkan dengan

suatu persoalan atau soal-soal, dan siswa dituntut secara kreatif mencari solusi atau pemecahan masalah tersebut dengan berdiskusi.

Dalam pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe Number Hads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving siswa tidak saling mengharapkan melainkan

saling membantu dalam memberikan ide-ide atau saling membantu dalam memberikan jawaban, sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Adapun pengembangan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Number Hads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Langkah-langkah pembelajran kooperatif tipe Number Hads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving.

No Tahapan Kegiatan

1 Pendahuluan

- Guru membuka pelajaran

- Menyampaikan tujuan pelajaran

- Guru menjelaskan aturan main dalam pembelajaran dengan menggunakan model Number Hads Together (NHT) melalui pendekatan proplem solving

(12)

2 Inti

- Menjelaskan materi pelajaran secara garis besar - Memberikan satu contoh atau permasalahan

dengan solusi pemecahanya

- Membagi siswa kedalam kelompok, secara heterog en beranggotakan 4-6 (setia panggota kelompok mendapatkan nomor)

- Memberikan materi permasalahan atau soal yang akan dibahas dalam kelompok dengan LKS Problem solving

- Guru membimbing siswa dalam menyelesaikan masalah atau soal pada LKS

- Guru menyebut salah satu nomor tertentu untuk mempresentasikan solusi atau jawaban didepan kelas (nomor yang sama dari kelompok lain bertugas menanggapi)

3 Penutup

- Guru menberikan quis untuk pementapan materi - Guru membimbing siswa memberikan kesimpulan - Guru menutup pelajaran

2.5 Tinjauan Materi Tetapan Kelarutan (s) dan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

Kemampuan garam-garam larut dalam air tidaklah sama, ada garam yang mudah larut dalam air seperti Natrium Klorida (NaCl) dan ada pula garam sukar larut dalam air seperti perak klorida (AgCl). Apabila Natrium Klorida (NaCl) dilarutkan ke dalam air, mula-mula akan larut. Akan tetapi, jika natrium klorida ditambahkan terus-menerus ke dalam air, pada suatu saat ada Natrium Klorida (NaCl) yang tidak dapat larut. Semakin banyak Natrium Klorida (NaCl) ditambahkan ke dalam air, semakin banyak endapan yang diperoleh. Larutan yang demikian itu disebut larutan jenuh artinya pelarut tidak dapat lagi melarutkan natrium klorida (NaCl). Jumlah maksimum zat terlarut yang dapat larut dalam pelarut disebut kelarutan ( Harnanto dan Ruminten, 2009:227).

Menurut Sastrohamidjojo (2005:238) kelarutan menyatakan pengertian secara kualitatif dari proses larutan dan kelarutan juga digunakan secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi dari larutan. Konsentrasi dari larutan jenuh dari sejumah solute dalam jumlah solven tertentu yang digunakan.

(13)

Menurut Utami, Yamtinah, dan Mulyani (2007:207) Istilah kelarutan (solubility) digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut.

Menurut Nurchsanah, Sunaryati, dan Pudiastuti (2002:237) kelarutan adalah jumlah zat yang akan melarut pada volume tertentu pelarut pada temperature tertentu. Jumlah maksimal zat terlarut yang membentuk suatu larutan jenuh dengan pelarutnya dengan suhu tertentu mempunyai satuan mol/liter.

Dari defenisi kelarutan diatas maka dapat dikatakan bahwa kelarutan merupaka ukuran batas suatu zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut.

Menurut Lukum (2008:25) tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah hasil kali konsentrasi ion-ion yang terdapat alam kesetimbangan dipangkatkan koefesiennya. Pendapat yang sama dikemungkakan oleh Purba (2007:269) hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar larut dalam air, setelah masing- masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien menurut persamaan ionisasinya.

Menurut Syukri (1999:434) Ksp disebut konstanta hasil kali kelarutan (solubility product constant), yaitu hasil kali konsentrasi tiap ion dipangkatkan dengan koefisiennya

masing-masing.

Selanjutnya hasil kali kelarutan (Ksp) menurut Nurchsanah, Sunaryati, dan Pudiastuti (2002:238) bahwa hasil kali kelarutan (Ksp) adalah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar larut air pada temperature tertentu setelah masing-masing konsetrasi dipangkatkan koefisien menurut persamaan ionisasin.

Dari defenisi hasil kali kelarutan (Ksp) diatas dapat dikatakan hasil kali kelarutan adalah penggambaran batas kelarutan senyawa pada suhu tetentu atau batas maksimal hasil kali konsentrasi ion-ion dalam larutanjenuh elektrolit yang sukar larut dalam air.

(14)

Menurut James E. Brady (1990) (dalam Utami, Yamtinah, dan Mulyani 2007:207) dalam suatu larutan jenuh dari suatu elektrolit yang sukar larut, terdapat kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut. Persamaan hasil kali kelarutan (Ksp) dalam suatu larutan jenuh dirumuskan sebagai berikut: MxAy (s) x My +(aq) + y Ax -(aq)

Karena zat padat tidak mempunyai molaritas, maka tetapan kesetimbangan reaksi di atas hanya melibatkan ion-ionnya saja. Hasil kali kelarutan dari perasmaan diatas dapat ditulis sebagai berikut: Ksp = [My+]x [Ax-]y

Kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp) memiliki hubungan yang erat. Menurut Keenan (1992) (dalam Utami, Yamtinah, dan Mulyani 2007: 208) karena kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp) sama-sama dihitung pada larutan jenuh, maka antara kelarutan (s) dan hasil kali kelarutan (Ksp) ada hubungan yang sangat erat. Jadi, nilai hasil kali kelarutan (Ksp ) ada keterkaitannya dengan nilai kelarutan (s).

Menurut Purba (2007 : 270) secara umum, hubungan antara kelarutan (s) dengan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) untuk elektrolit AxBy dapat dinyatakan sebagi berikut:

AxBy (s) xAy+ (aq) + yBx- (aq)

s xs ys

Dari reaksi kesetimbangan larutan jenuh diatas diperoleh tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah: Ksp = [Ay+]x [Bx-]y, Jadi, harga tetapan hasil kali kelarutan suatu larutan jenuh dapat dihitung dengan rumus : Ksp = (xs)x (ys)y = xx yy s(x+y). Dimana: x dan y = koefisien reaksi, Ksp = tetapan hasil kali kelarutan, s = kelarutan. Dari rumus Ksp tersebut dapat

ditentukan nilai kelarutannya dengan rumus berikut: s = ට୏ୱ୮ ౮శ౯ .

Jadi dapat dikatakan bahwa kelarutan (s) memiliki hubungan dengan hasil kali kelarutan (Ksp), dimana besarnya kelarutan (s) suatu zat dapat dihitung dari hasil kali

(15)

kelarutannya (Ksp), ataupun sebaliknya hasil kali kelarutan suatu zat dapat dihitung dari kelarutannya (s).

Kelarutan suatu zat dapat berubah jika terdapat faktor luar yang mempengaruhinya.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat, diantaranya: pengaruh penambahan ion sejenis/senama, dan pengaruh pH (Lukum, 2008: 26). pengaruh ion sejenis/ion senama, apabila ke dalam larutan jenuh ditambahkan ion senama, maka kesetimbangan akan bergeser ke kiri (ke arah pereaksi). Jadi, penambahan ion senama akan berakibat menurunnya kelarutan dari suatu zat. (Partana dan Wiyarsi, 2009 : 236). Menurut Keenan, (1992) (dalam Utami, Yamtinah, dan Mulyani 2007: 209) penambahan ion senama (sejenis) kedalam larutan akan mempengaruhi keadaan kesetimbangan. Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan ion senama (sejenis) akan mengeser kesetimbangan ke kiri atau kearah pembentukan molekul, akibatnya jumlah suatu zat yang larut berkurang. Jadi dapat disimpulkan bahwa ion senama memperkecil kelarutan atau menyebabkan larutan sukar larut. 2) pengaruh pH terhadap larutan, menurut James E.

Brady (1990) (dalam Utami, Yamtinah, dan Mulyani 2007:210) harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan.Tingkat keasaman larutan (pH) dapat mempengaruhi kelarutan dari berbagai jenis zat. Suatu basa umumnya lebih laut dalam larutan yang bersifat asam, dan sebaliknya lebih sukar larut dalam larutan yang bersifat basa.

Garam-garam yang berasal dari asam lemah akan lebih mudah larut dalam larutan yang bersifat asam kuat. Suatu basa akan lebih sukar larut dalam larutan yang bersifat basa daripada dalam larutan netral. (Purba, 2007: 272).

Salah satu ciri reaksi kimia adalah terbentuknya endapan. Konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan (Ksp) dapat digunakan untuk meramalkan apa suatu reaksi menghasilkan endapan atau tidak. Terbentuknya endapan atau tidak pada akhir proses reaksi tergantung

(16)

pada molaritas ionion dipangkatkan dengan koefisiennya. Hasil kali molaritas awal dari ion- ion dalam larutan, dengan asumsi larutan terionisasi sempurna disebut kuotion reaksi.

Kuotion reaksi disimbolkan “Qc”. Jika harga Ksp dan Qc dibandingkan, maka dapat diketahui apakah reaksi kimia membentuk endapan atau tidak. (Partana dan Wiyarsi, 2009:233).

Jadi secara umum, apakah keadaan suatu larutan belum jenuh, jenuh, atau terjadi pengendapan, dapat ditentukan dengan memeriksa nilai Qc-nya dengan ketentuan sebagai berikut: Jika harga Qc < Ksp, larutan belum jenuh, Jika harga Qc = Ksp, larutan tepat jenuh, Jika harga Qc > Ksp, terjadi pengendapan (Purba, 2007

:274).

2.6 Kajian Relevan

Berikut ini disajikan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Beberapa hasil penelitian mengemunggakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem solving dan model pembelajaran kooperatif tipe Number Hads Together (NHT) memberikan

hasil belajar siswa yang lebih baik.1) penelitian yang dilakukan oleh Wijayati, Kusumawati dan Kushandayanti (2008) mahasiswa Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang denagan judul“ Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) untuk meningkatkan hasil belajar kimia”, penelitan bertujuan untuk

mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar kimia hidrokarbon. Dari penelitian diperoleh thitung sebesar 5,539, ttabel =1,66 pada taraf kesalahan 5% dengan dk=87. Jadi thitung > ttabel yang berarti ada perbedaan yang signifi kan yaitu nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih besar daripada kelompok kontrol, 2) Penelitian yang dilakukan oleh Rohman (2011) mahasiswa Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN, dengan judul penelitian “Penerapan pendekatan problem solving dalam meningkatkan hasil belajar kimia

(17)

siswa terhadap konsep mol dalam stoikiometi” penelitian ini bertujuan untuk meningkat hasil belajar siswa dengan penerapan pendekatan problem solving. Hasil penelitian diperoleh 87,50

% siswa telah mencapai SKBM (60) pada siklus 2 dengan nilai rata-rata 73,78, hal tersebut membuktikan dampak yag positif bagi siswa dalam proses belajar mengajar, 3) Serta penelitian yang dilakukan oleh Kusuma, Wijayanti dan Wibowo (2008) mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang dengan judul penelitian “Pembelajaran Kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) berbasis Savi untuk meningkatkan hasil belajar kimia pokok bahasan laju reaksi,” nilai rata-rata siklus I, II dan III berturut-turut adalah 69,77%), 79,07%, dan 86,05%. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar siswa model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) berbasis SAVI, hasil penelitian diperoleh hasil belajar yang dicapai dari siklus ke siklus menunjukkan adanya peningkatan, hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar kimia siswa dengan penerapan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) berbasis SAVI. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) berbasis SAVI dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa pada pokok bahasan Laju Reaksi.

Berdasarkan penelitian yang relevan diatas, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) dipadukan dengan pendekatan problem solving dengan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada siswa kelas XI SMA Negeri 2 Limboto.

2.7 Kerangka Bepikir

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan menunjukan bahwa pembelajran kimia kurang efektif, dimana guru hanya mentransfer konsep pada siswa daripada melatih siswa untuk memahami konsep tersebut, hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya hasil belajar siswa pada materi kimia itu sendiri, khususnya pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

(18)

Salah satu faktor rendahnya hasil belajara yang diperoleh siswa adalah kurang variativnya model pembelajaran yang dilakukan oleh guru, sehingga pembelajaran kimia dikelas tidak menarik bagi siswa. Salah satu usaha yang dilakukan guru dalam strategi mengajar adalah menggunakan model pembelajaran yang tepat sesuai materinya sehingga menunjang terciptanya kegiatan pembelajaran yang kondusif dan menarik bagi siswa.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti berusaha meminimalisir hal tersebut dengan menggunakan model pebelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving dalam pembelajaran. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran yang digunakan dapat menyelesaikan permasalahan hasil belajar siswa maka dalam penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen, dimana terdapat dua kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian. Untuk kelas yang diberi perlakuan berupa model pebelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving disebut kelas eksperimen dan kelas yang dijadikan pembanding diberi perlakuan

pembelajaran berupa model pembelajaran konvensional disebut kelas kontrol.

Model kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving dapat mengurangi kebiasan belajar siswa yang hanya terpusat pada guru, dimana

siswa lebih dihadapkan dengan suatu masalah dan mencari solusi pemecahannya dengan bimbingan dari guru. Dalam pempelajaran dengan mengunakan model Number Heads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving siswa dibagikan dalam beberapa

kelompok secara heterogen kemudian diberikan permaslahan untuk diselesaikan secara berkelompok sesuai tahapan-tahapannya, yakni tahap analisis sampai pada tahap pengecekan.

Dalam penyelesaiannya siswa tidak saling mengharapkan melainkan saling kerjasama mencari solusi pemecahannya, terlebih lagi dengan nomor yang diperoleh masing-masing siswa. Pemberian nomor berfugsi agar tidak ada siswa yang tidak terlibat dalam diskusi kelompok, bekerja sesuai dengan nomor yang dipegang, serta dalam presentasinya guru

(19)

hanya menyebutkan salah satu nomor kemudian siswa mencocokonnya dengan nomor yang dipenganngnya. Sehingga pembelajran dengan menngunakan kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) melalui pendekatan problem solving dapat melibatkan siswa secara

keseluruhan, dan dapat meningkatkan motivasi atau ketertarikan siswa dalam pembelajaran, serta meningkatkan hasil belajar siswa yang lebih baik.

2.8 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Hads Together melalui pendekatan problem solving dan yang diajarkan tanpa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Hads Together melalui pendekatan problem solving pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Gambar

Tabel 2. Langkah-langkah Pendekatan Problem Solving
Tabel 3.  Langkah-langkah  pembelajran  kooperatif    tipe  Number  Hads  Together  (NHT)   melalui pendekatan problem  solving

Referensi

Dokumen terkait

Kulit Wajah yang Bermasalah pada Perawatan Kulit Wajah dengan Teknologi dengan Model Pembelajaran Bertukar Pasangan pada Siswa Kelas X Tata Kecantikan SMKN 4

2.3 Foreign Dental Practitioner refers to a Dental Practitioner including Specialist who holds the nationality of an ASEAN Member State, registered to practise

(1). Badan Perencanaan Daerah adalah unsur pelaksana tugas tertentu Pemerintah Daerah, yang melaksanakan Kewenagan Daerah, sebagian Bidang Pengembangan Otonomi Daerah dan

Asuhan Keperawatan pada Ny.P dengan Prioritas Masalah Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri Gastritis di Lingkungan.. VI Kelurahan Sari Rejo Kecamatan

Valensi Ion Larutan Garam NaCl dan CaCl2 terhadap Karakteristik Pembentukan Gel Alga Merah ( Eucheuma cottonii ) ” ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

Sentromer : Bagian dari kromosom yang berfungsi untuk mengatur gerakan kromosom pada saat terjadi pembelahan sel.. Sinergid : Sel

[r]

Apakah Anda memperbaiki strategi penelusuran apabila Anda tidak mendapatkan informasi seusai dengan yang Anda harapkan atau tidak relevan dengan kebutuhan