• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN. Reni Kustiari"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

KAJIAN PENINGKATAN KINERJA PERDAGANGAN ANTAR PULAU DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS PERTANIAN

Reni Kustiari PENDAHULUAN

1. Perbedaan sumber daya alam membentuk keunikan komoditas di masing- masing wilayah memicu terjadinya perdagangan antarwilayah. Indonesia mempunyai sekitar 13000 pulau. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia dan negara yang memilik berbagai suku, sumber daya alam, aktivitas ekonomi, ekologi dan etnik. Kondisi wilayah Indonesia yang didominasi oleh perairan ini merupakan tantangan dalam melakukan perdagangan antarpulau. Dengan berkembangnya perdagangan antarpulau, bukan hanya mampu mendorong pengembangan komoditas pertanian dan pendapatan petani tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan dan meningkatkan kesempatan kerja pedesaan, sehingga pada akhirnya akan dicapai ketahanan nasional.

2. Perdagangan antarpulau diharapkan mampu menghilangkan disparitas harga yang tajam antara pulau. Namun demikian, perdagangan antarpulau masih terkendala oleh infrastruktur dan sarana transportasi yang belum memadai, sehingga menyebabkan tingginya biaya logistik/biaya distribusi. Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya biaya logistik antara lain proses bongkar muat yang relatif lambat dan keterbatasan dermaga. Perdagangan antarpulau merupakan salah satu upaya untuk mendistribusi komoditas pertanian yang pada akhirnya akan mendukung peningkatan akses/keterjangkauan masyarakat terhadap komoditas pertanian terkait.

3. Secara umum tujuan penelitian ini adalah menghasilkan rekomendasi kebijakan perdagangan antarpulau untuk mendukung pengembangan komoditas pertanian. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengkaji kinerja perdagangan antarpulau; (2) Mengkaji kebijakan di wilayah produsen dan konsumen terkait dengan perdagangan antarpulau; (3) Menganalisis pembentukan harga di masing-masing pelaku pada rantai pasok; dan (4) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan antarpulau.

Permasalahan

4. Fluktuasi harga komoditas pertanian yang partisipasi konsumsinya tinggi sering menyebabkan tingkat inflasi yang tinggi. Fluktuasi harga ini antara lain disebabkan komoditas pertanian pada umumnya bersifat musiman, sehingga pada saat tidak ada panen atau gagal panen maka harga akan naik, karena pasokan turun sementara permintaan terhadap komoditas terkait relatif konstan.

5. Sentra produksi dan sentra konsumen komoditas pertanian sering kali letaknya berjauhan dan Indonesia yang merupakan negara kepulauan ini menghadapi kesulitan dalam pendistribusian komoditas ke wilayah defisit. Perdagangan antarpulau, bukan hanya mampu mendorong akses konsumen terhadap pangan, pengembangan komoditas pertanian dan pendapatan petani tetapi

(2)

2

juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pedesaan dan meningkatkan kesempatan kerja pedesaan, sehingga pada akhirnya akan dicapai ketahanan nasional.

Temuan-Temuan Pokok

6. Volume perdagangan beras antarpulau dari Provinsi Sulawesi Selatan sejak dua dasawarsa terakhir mengalami fluktuasi, namun selama lima tahun cenderung meningkat. Pengiriman beras menurut bulan selama lima tahun terakhir menunjukkan pola yang relative konsisten, dimana pengiriman tertinggi terjadi di bulan Oktober, yang diduga merupakan hasil panen padi pada MK bulan April-September.

7. Beras yang diantarpulaukan dari provinsi Sulawesi Selatan berasal dari 10 Kabupaten/Kota, yaitu Bulukumba, Bantaeng, Sinjai, Bone, Luwu Timur, Barru, Wajo, dan Pinrang. Sementara perdagangan beras dari provinsi Sulawesi Selatan, ditujukan ke berbagai pulau baik Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian.

8. Sepuluh kota terbesar tujuan pengiriman antarpulau beras adalah Jakarta, Belawan, Ambon, Surabaya, Bitung, Banjarmasin, Tual, Ternate, Kupang, dan Sorong. Keterbukaan wilayah terhadap keluar masuknya bahan pangan dan ketidakseragaman waktu tanam padi baik di wilayah produsen dan konsumen serta ketentuan HPP oleh pemerintah menyebabkan fluktuasi produksi beras di wilayah Sulawesi Selatan sebagai sentra produksi beras tidak berkorelasi erat dengan fluktuasi harga beras yang terjadi di wilayah konsumen beras.

9. Pangsa terbesar perdagangan bawang merah antarpulau berasal dari Jawa Tengah, khususnya dari Kabupaten Brebes dan dikirimkan ke berbagai wilayah baik di Jawa maupun di luar Jawa. Sebagian besar pengiriman bawang merah antarwilayah/pulau dilakukan melalui ekspedisi jalan darat (truk). Namun ketersediaan data yang tercatat dalam dokumen arus barang melalui jalan darat sangat terbatas. Hal ini karena pengangkutan bawang merah jarang dilakukan secara tunggal, tetapi secara bersama-sama dengan sayuran lainnya, sehingga sebagian besar bawang merah yang dikirim tidak dicatat dengan baik.

Disamping itu juga karena tidak diaktifkannya kembali pencatatan barang di jembatan timbang di sebagian besar wilayah sehingga pendataan yang dilakukan diperkirakan hanya sekitar 40% dari total arus bawang merah yang sebenarnya.

10. Koefisien korelasi antara produksi bawang merah dengan harga bawang merah selama periode 2010 - 2015 menunjukkan nilai koefisien yang sangat kecil, yaitu hanya sekitar 0,087. Dengan kata lain fluktuasi yang sering terjadi pada harga bawang merah di Jawa Tengah pada dasarnya tidak disebabkan oleh perubahan produksi yang terjadi. Dengan demikian fluktuasi harga bawang merah lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor lain di luar perubahan produksi.

11. Hubungan negatif antara harga dan produksi cabai merah, pada saat produksi naik harga turun, terjadi di provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah sementara Sumatera Barat tidak menunjukkan hal demikian. Ini disebabkan, sebagai salah satu sentra produsen cabai, Sumatera Barat melakukan pengiriman dan memasukan cabai merah dari provinsi lain. Sumatera Barat melakukan pengiriman cabai merah terutama ke Provinsi Riau, khususnya untuk cabai

(3)

3

merah keriting. Volume cabai merah yang keluar dari Sumatera Barat terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain sebagai daerah produsen cabai merah, Provinsi Sumatera Barat juga memasukkan cabai merah dari Provinsi lain, yaitu terbesar adalah DIY dan Jawa Tengah.

12. Cabai merah yang masuk ke Sumatera Barat meningkat tajam pada tahun 2015 walaupun produksi meningkat dari 59,3 ribu ton pada 2014 menjadi 63,5 ton pada 2015. Bila dilihat dari fluktuasi bulanan tidak nampak kecenderungan adanya peak season, meskipun terdapat kecenderungan bahwa pada bulan Mei - Agustus (kecuali bulan Juli) arus distribusi cabai merah yang masuk ke Provinsi Sumatera Barat cenderung meningkat. Cabai merah yang keluar dari Sumatera Barat jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan cabai yang masuk.

13. Kebijakan dan program pemerintah untuk komoditas padi/beras, antara lain program peningkatan produksi melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT), selain itu juga peningkatan infrastruktur. Pada aspek pemasaran, Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) merupakan unit pabrikasi gabah/beras yang dibentuk pemerintah untuk mendukung kegiatan penyerapan beras dalam negeri oleh BULOG, baik untuk kepentingan pelayanan publik maupun komersial.

14. Kebijakan dan program untuk bawang merah dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Demak dengan mengembangkan bawang merah sekitar 5000 hektar tahun 2016. Bank Indonesia juga memiliki program terkait komoditas bawang merah antara lain memfasilitasi bantuan bibit, kredit dan pertemuan antara petani produsen, pedagang pedagang besar yang kesepakatannya tertuang dalam MOU. Di sentra produksi bawang merah, yaitu di Brebes sudah dibentuk Pasar lelang. Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) dibentuk tahun 2006 di Brebes untuk menjembatani kepentingan petani dan pedagang dengan pemerintah. Pada bulan September 2016 ditandatangani MOU antara Asosiasi petani tersebut dengan pedagang besar yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.

15. Kebijakan perdagangan cabai antara lain program Perdagangan Komoditas Antardaerah/Antarpulau untuk Jawa Barat dilakukan di sentra produksi cabai Kecamatan Selabintana, Sukabumi oleh Kementerian Perdagangan, yang bertujuan untuk menstabilkan harga, menjaga keseimbangan antara daerah surplus dan defisit, serta memperkecil disparitas harga antardaerah.

Kementerian Pertanian membangun stasiun agribisnis (STA) di beberapa sentra produksi cabai, antara lain di Jawa Barat, yang bertujuan untuk menampung dan memasarkan hasil petani keluar wilayah dengan harga yang layak.

Kementan juga mengembangkan cabai di luar musim (off season) yang dilengkapi dengan pompa air dan irigasi tetes, serta dipusatkan di Jawa Barat dan Banten.

16. Harga gabah di tingkat petani tidak ditransmisikan secara sempurna terhadap harga beras di tingkat konsumen, ataupun sebaliknya. Hal ini tercermin dari semakin besarnya disparitas harga antara level petani dengan konsumen selama Periode Januari 2013 sampai Desember 2015. Disparitas harga beras yang tinggi menunjukkan bahwa baik petani maupun konsumen tidak diuntungkan dalam perdagangan beras. Nilai tambah pengolahan dan perdagangan beras lebih banyak dinikmati oleh pedagang perantara.

17. Semakin kecil tingkat margin distribusi yang dihasilkan mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur distribusi tidak memiliki market power yang cukup untuk

(4)

4

membentuk harga (price maker). Dengan kata lain, pasar yang tercipta mengarah pada model pasar persaingan sempurna. Sebaliknya, semakin tinggi margin distribusi mengindikasikan bahwa para pelaku di jalur distribusi memiliki market power yang cukup untuk menetapkan harga di atas biaya marginalnya dan menunjukkan bahwa pasar cukup terkonsentrasi.

18. Namun poin yang menarik pada kasus pasar beras adalah semakin melebarnya disparitas harga antara level petani dengan konsumen justru terjadi pasca diberlakukannya kebijakan deregulasi pasar beras di Indonesia pada tahun 1998, atau pada saat pasar beras memasuki era pasar bebas. Dengan kata lain dari sisi struktur, seharusnya pasar distribusi beras sudah mengarah pada kondisi pasar yang lebih bersaing.

19. Apabila mekanisme pasar berjalan secara sempurna maka idealnya pedagang perantara tidak memiliki kemampuan untuk menetapkan margin pemasaran yang besar, sehingga disparitas harga yang terbentuk relatif kecil. Besarnya disparitas harga beras antara level petani dengan konsumen dapat menjadi indikasi terdapat perilaku anti persaingan yang dilakukan oleh pedagang perantara.

20. Perubahan harga eceran cabai merah di tingkat nasional ditransmisikan ke harga produsen. Disparitas harga beras yang cenderung melebar menunjukkan bahwa baik petani maupun konsumen tidak diuntungkan dalam perdagangan beras. Nilai tambah pengolahan dan perdagangan beras lebih banyak dinikmati oleh pedagang perantara. Hal ini dapat disebabkan oleh jalur pemasaran yang tll panjang dan market power yang dimiliki oleh pedagang perantara yang menyebabkan marjin yang besar dan tidak efisien.

21. Harga produsen bergerak lebih stabil dibandingkan dengan harga eceran.

Coefficient of Variation (CV) harga konsumen dan harga produsen, masing- masing 12% dan 6%, selama periode Januari 2013-Desember 2015. Perubahan harga di tingkat konsumen tidak seluruhnya ditransmisikan ke harga produsen.

Disparitas dalam variasi harga produsen dan harga konsumen akan terkait dengan fungsi dari rantai pasok. Harga di tingkat produsen menunjukkan peningkatan sekitar 0,31%, sebaliknya harga di tingkat konsumen cenderung menurun dengan laju sekitar 0,61% per bulan selama periode Januari 2013- Desember 2015.

22. Sama seperti di tingkat nasional, harga konsumen cabai merah di Jawa Barat lebih fluktuatif dibandingkan dengan harga di tingkat produsen dan mencapai harga tertinggi pada bulan Januari 2015, selama periode Januari 2013- Desember 2015. Coefficient of Variation harga cabai merah di tingkat produsen dan konsumen, masing-masing sebesar 10% dan 17%. Namun berbeda dengan di tingkat nasional, harga cabai merah di Jawa Barat menunjukkan disparitas yang semakin besar antara harga konsumen dan produsen. Laju pertumbuhan harga produsen dan konsumen di Jawa Barat, masing-masing sekitar 0,40 persen dan 0,87 persen per bulan selama periode Januari 2013- Desember 2015.

23. Sama seperti di tingkat nasional, harga konsumen cabai merah di Sumatera Barat lebih fluktuatif dibandingkan dengan harga di tingkat produsen, namun harga cabai merah di Sumatera Barat menunjukkan kecenderungan yang menurun, yaitu 1,14 persen dan 2,83 persen per bulan selama periode Januari 2013-Desember 2015, masing-masing untuk harga produsen dan konsumen.

(5)

5

Ini diduga karena ada penurunan harga cabai merah di wilayah sentra produksi cabai merah lainnya.

24. Pergerakan harga cabai merah di Kota Padang sangat terkait dengan tingkat harga cabai merah dan pasokan cabai merah di Pulau Jawa, khususnya DIY.

Coefficient of Variation harga cabai merah di tingkat produsen dan konsumen, masing-masing sebesar 19% dan 34%. Namun berbeda dengan di tingkat nasional dan Jawa Barat, harga cabai merah di Sumatera Barat menunjukkan disparitas yang semakin kecil antara harga konsumen dan produsen, selama periode Januari 2013-Desember 2015.

25. Hasil analisis kointegrasi antara harga di tingkat petani dan eceran di provinsi lokasi penelitian menunjukkan adanya keterkaitan antar keduanya, baik untuk beras, bawang merah dan cabai. Hubungan kausalitas antara harga GKP petani dengan harga eceran beras di pasar Makasar terjadi hanya satu arah. Harga eceran beras ditransmisikan ke harga GKP petani, sebaliknya perubahan harga GKP tidak memengaruhi harga beras. Hubungan kausalitas antara harga bawang merah di tingkat petani dengan harga eceran bawang merah di Jawa Tengah terjadi dua arah. Perubahan harga eceran bawang merah ditransmisikan ke harga bawang merah di tingkat petani, demikian pula sebaliknya.

26. Hubungan kausalitas antara harga cabai di tingkat petani dengan harga cabai eceran di Jawa Barat dan Jawa Tengah terjadi hanya satu arah. Perubahan harga eceran cabai ditransmisikan ke harga petani, tetapi harga petani tidak dapat memengaruhi harga eceran. Analisis kausalitas harga cabai keriting dilakukan untuk tiga provinsi sentra produksi cabai keriting. Hubungan kausalitas antara harga cabai keriting di tingkat petani dengan harga eceran di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Barat terjadi hanya satu arah.

Perubahan harga cabai keriting di tingkat petani ditransmisikan ke harga di tingkat eceran, tetapi harga eceran cabai keriting tidak memengaruhi harga cabai keriting di tingkat petani. Dengan demikian harga cabai keriting sangat tergantung dari keberadaan pasokan cabai keriting di sentra-sentra produksi.

27. Hubungan kausalitas harga beras di beberapa pasar beras menunjukkan bahwa hanya ada dari Medan ke Menado dan dari Menado ke Palembang, terjadi hanya satu arah. Harga beras di Medan memengaruhi harga beras di Menado dan Harga beras di Menado memengaruhi harga beras di Palembang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umunya tidak terjadi integrasi horizontal antar pasar beras. Penerapan HPP oleh pemerintah tidak dapat membuat pasar beras terintegrasi secara horizontal.

28. Uji kausalitas harga bawang merah menunjukkan bahwa harga di Medan, Samarinda dan Semarang memengaruhi harga bawang merah di Aceh, hal ini antara lain karena Aceh banyak mendatangkan bawang merah dari Medan dan Semarang. Semarang berada relatif dekat dengan Kabupaten Brebes sebagai daerah sentra produsen bawang merah. Oleh karena itu harga bawang merah di Semarang sangat memengaruhi harga bawang merah di Medan, Kendari dan Samarinda. Hubungan kausalitas dua arah terjadi antara harga bawang merah di Semarang dan Samarinda. Hal ini terutama karena daerah Kalimantan banyak membeli bawang merah dari wilayah Jawa Tengah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada umunya terjadi integrasi horizontal antar pasar bawang merah.

(6)

6

29. Harga cabai di Padang sangat memengaruhi harga cabai di Medan, Semarang dan Kendari. Selain dipengaruhi oleh harga di Padang, harga cabai di Kendari dipengaruhi oleh juga oleh harga cabai di Medan dan Semarang. Dengan demikian harga cabai di Kendari, Medan dan Semarang saling memengaruhi atau terjadi hubungan kausalitas dua arah. Harga cabai di Semarang, sangat dipengaruhi juga oleh harga cabai di Medan dan Bandung, kota di daerah sentra produsen cabai. Harga cabai di kota Padang hanya dipengaruhi oleh harga di kota Bandung. Hal ini antara lain karena wilayah Sumatera Barat banyak mendatangkan cabai dari wilayah Jawa Barat. Dapat disimpulkan bahwa pada umumnya terjadi integrasi horizontal antar pasar cabai di daerah-daerah sentra produsen dan antara pasar daerah produsen dan daerah konsumen.

30. Harga cabai keriting di pasar Samarinda sangat dipengaruhi oleh harga cabai keriting di wilayah sentra produsen cabai keriting, seperti pasar Medan, Padang, dan Bandung. Harga cabai keriting di Wilayah Bandung dipengaruhi oleh harga cabai keriting di wilayah DKI Jaya, ini terjadi karena cabai keriting dari Jawa Barat banyak dikirim ke pasar-pasar di Wilayah DKI Jaya. Pada umumnya hubungan kausalitas harga cabai keriting hanya terjadi satu arah dan integrasi horizontal hanya terjadi antara pasar-pasar di daerah sentra produksi dan pasar-pasar di daerah konsumsi.

31. Harga beras di pasar Medan terbukti memengaruhi harga Beras di pasar lainnya, seperti di Palembang, Samarinda, Makasar, Menado. Dengan demikian harga beras di Medan dapat menjadi penjelas variasi harga beras di pasar lainnya tersebut. Variasi Harga bawang merah di pasar Kendari sangat dipengaruhi oleh harga bawang merah di Semarang (37%) dan sedikit dipengaruhi oleh harga bawang merah di Aceh (17%) dan di Samarinda (13%).

Harga bawang merah di pasar Semarang dan Aceh secara signifikan memengaruhi variasi harga bawang merah di pasar Samarinda, masing-masing sebesar 48,17% dan 32,74%, sesudah 10 bulan sejak terjadinya guncangan harga. Secara umum harga bawang merah di pasar Semarang dapat menjadi penjelas variasi harga bawang merah di pasar lainnya.

32. Keragaman harga cabai di Medan sangat memengaruhi keragaman harga di Padang, sejak periode awal terjadinya guncangan harga di Medan. Selain itu, harga cabai di Padang juga sedikit dipengaruhi oleh harga di Bandung, ini terjadi karena Sumatera Barat banyak mendatangkan cabai dari wilayah provinsi Jawa Barat. Variasi harga di Medan sangat memengaruhi variasi harga cabai di Kendari. Dari analisis dekomposisi variasi harga bawang merah dapat disimpulkan bahwa variasi harga cabai di Medan menjadi penentu keragaman harga cabai di pasar lainnya.

33. Variasi harga cabai keriting di pasar Medan sedikit dipengaruhi oleh harga cabai keriting di Padang (12,3%), sebaliknya keragaman harga cabai keriting di Medan dapat menjelaskan keragaman harga di Padang hingga sebesar 52%

dari keragamannya. Demikian juga keragaman harga cabai keriting di pasar Bandung dan Samarinda dapat dijelaskan oleh harga cabai keriting di pasar Medan. Selain itu, harga cabai keriting di Samarinda dipengaruhi oleh harga di pasar Padang dan DKI Jaya. Dengan demikian, harga cabai keriting di Medan secara signifikan menjelaskan variasi harga cabai merah keriting di pasar lain.

34. Beras dari pedagang besar atau RMU dijual ke BULOG, dalam rangka memenuhi program pemerintah (Serap gabah), dan pedagang antar pulau.

(7)

7

Pada masa panen raya beras yang masuk ke Bulog dapat mencapai 50% dari omzet penjualan. Namun jika panen sedikit, tidak memasukkan ke Bulog. Bulog membeli beras dengan HPP Rp 7300/kg, sedangkan apabila dijual ke pedagang antardaerah/antarpulau memperoleh harga sekitar Rp 7775/Kg. Kewajiban menyerahkan beras ke BULOG ini menjadi kendala bagi pedagang untuk mengirimkan beras ke wilayah lainnya.

35. Terdapat beberapa jenis saluran pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes. Pola yang paling umum, pemasaran diawali dari petani yang menjual hasil panen ke pedagang pengumpul tingkat desa/penebas, sekitar 85%. Pola pemasaran dari pedagang pengumpul desa atau penebas - pedagang besar - pedagang pengecer akan menyebabkan total biaya pemasaran sekitar Rp 1360/kg, total keuntungan sekitar Rp 5140/kg dan total margin pemasaran sekitar Rp 6500/kg.

36. Saluran pemasaran cabai di Kabupaten Agam pada umumnya diawali dari petani yang menjual hasil panen ke pedagang pengumpul tingkat desa kemudian ke pedagang besar dan pedagang eceran. Pola pemasaran dari pedagang pengumpul desa - pedagang besar - pedagang pengecer akan menyebabkan total biaya pemasaran sekitar Rp 1590/kg, total keuntungan sekitar Rp 15910/kg dan total margin pemasaran sekitar Rp 17500/kg. Pola pemasaran dari pedagang pengumpul desa atau penebas - pedagang besar - pedagang antar pulau akan menyebabkan total biaya pemasaran sekitar Rp 1340/kg, total keuntungan sekitar Rp 6560/kg dan total margin pemasaran sekitar Rp 7900/kg.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan antarpulau

37. Faktor-faktor yang memengaruhi kinerja perdagangan antarpulau komoditas pertanian antara lain ketersediaan/pasokan barang, keterbatasan tenaga kerja yang dapat melakukan pengemasan, dan kebijakan pemerintah yang masih belum mendukung, antara lain biaya pemasaran yang tinggi dan kurangnya akses modal bagi petani.

38. Kurangnya pasokan barang yang masuk ke pasar-pasar konsumen/induk merupakan faktor utama kenaikan harga komoditi beras, cabai dan bawang merah. Hal ini terutama disebabkan oleh kurang lancarnya distribusi barang dan turunnya jumlah produksi.

IMPLIKASI KEBIJAKAN

39. Perdagangan antarpulau beras merupakan salah satu mekanisme pasar komoditas yang terjadi secara natural sebagai respons terhadap ketidakmerataan distribusi produksi beras antar wilayah. Ketidakmerataan distribusi produksi beras antar wilayah ini menjadi salah satu penyebab terjadinya ketimpangan harga beras antar wilayah. Oleh karena itu dengan melakukan pemetaan perdagangan antarpulau beras, merupakan salah satu strategi untuk menekan fluktuasi harga komoditas strategis tersebut melalui distribusi produk yang lebih merata antar wilayah. Untuk memperoleh pemetaan perdagangan antarpulau yang lebih komprehensif, maka kajian perdagangan antarpulau menjadi penting diperluas dengan mengambil lokasi produsen yang lebih banyak.

(8)

8

40. Perlu diupayakan peningkatan dan stabilisasi produksi bawang merah dan cabai merah di sentra-sentra produsen, terutama di wilayah Jawa dan Sumatera.

Selain itu, menjaga produksi cabai merah keriting di wilayah Sumatera Barat dan Sumatera Utara perlu selalu diupayakan agar harga cabai merah keriting relatif stabil.

41. Koordinasi vertikal, koordinasi horizontal dan kontrak pemasaran dapat digunakan sebagai alat manajemen risiko pendapatan dan harga karena ada ketentuan harga jual bagi petani. Rendahnya harga dan fluktuasi harga di tingkat petani disebabkan oleh beragamnya kualitas produk yang dihasilkan oleh petani. Oleh karena itu, petani harus menjaga kualitas, kontinuitas dan homogenitas produk yang dihasilkan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui kemampuan menulis puisi siswa kelas VII SMP Swasta Istiqlal Delitua Tahun Pembelajaran 2015/2016 setelah menggunakan kegiatan membaca kritis sastra.. Untuk

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas dan pengamatan yang sudah dilakukan saat pembelajaran Bahasa Indonesia, siswa terlihat kurang terampil menulis.

Penelitian ini bertujuan menentukan indeks keandalan SAIDI, berdasarkan durasi pemadaman serta jumlah konsumen pada setiap penyulang jaringan distribusi 20 kV

Penelitian ini menggambarkan bahwa produk yang ditawarkan oleh pelaku bisnis toko online sesuai dengan profile facebooker, dimana produk yang paling banyak di tagged adalah

Dalam penulisan ini, penulis mengunakan pendekatan Analysis Content (isi), sehingga hasil penelitiannya tidak berupa angka-angka melainkan berupa interpretasi dan

Pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan hasil uji parsial antara NPF terhadap PPAP yang menunjukkan bahwa NPF (X 2 ) memiliki pengaruh signifikan negatif (berlawan arah)

Seiring, dengan berubahnya status dari Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo di Pekalongan menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pekalongan pada tahun 1997,