• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab dua dalam penelitian ini memaparkan mengenai teori-teori yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Bab dua dalam penelitian ini memaparkan mengenai teori-teori yang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab dua dalam penelitian ini memaparkan mengenai teori-teori yang digunakan dan kerangka berpikir peneliti. Teori-teori yang digunakan berfungsi untuk mengkaji masalah penelitian. Kerangka berpikir menggambarkan skema atas dasar pemikiran peneliti. Kajian teori dan kerangka berpikir dijabarkan sebagai berikut.

2.1 Novel

Novel mencerminkan kisah-kisah di dunia nyata yang diceritakan pengarang dengan narasi. Novel merupakan karya imajinatif yang menggambarkan pengalaman manusia melalui rangkaian cerita secara spesifik (Warsiman, 2016:

112). Novel pada umumnya menceritakan tentang gambaran kehidupan tokoh baik secara batin maupun psikis. Novel pada karya sastra biasanya menjadi bentuk reaksi pengarang terhadap lingkungan sosail budayanya.

Novel sebagai salah cerita rekaan memiliki ciri khas. Nurgiyantoro (2018:12) mengatakan bahwa panjang cerita dalam novel terdiri dari ratusan halaman yang tidak bisa dibaca sekali duduk. Panjang cerita novel (sekiranya 40.000 kata) membuat pengarang bebas mengekspresikan cerita dengan lebih rinci dan detil sehingga membuat penggambaran masalah menjadi kompleks. Novel harus memiliki komponen-komponen pembangun untuk menjadinya sebuah karya sastra yang utuh. Sebuah novel biasanya dibangun melalui unsur interinsik dan unsur eksterinsik.

(2)

2.2 Aspek Pembangun dalam Novel

Novel banyak menggambarkan dunia imajinatif yang dibuat melalui unsur- unsur interinsikanya. Unsur interinsik karya sastra terdiri dari plot, tokoh dan penokohan, peristiwa, latar belakang, sudut pandang, dan lain-lain (Nurgiyantoro:

2018: 5). Unsur interinsik yang sangat berperan dan menonjol dalam membangun novel trilogi Hujan Bulan Juni sebagai berikut.

2.2.1 Tokoh dan Penokohan

Setiap cerita fiksi selalu memiliki berbagai tokoh yang membentuk cerita.

Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Tokoh dalam cerita dapat dibagi menjadi beberapa jenis.

Berdasarkan perwatakan, tokoh dapat terbagi menjadi tokoh antagonis dan protagonis. Tokoh protagonis biasanya menduduki posisi tokoh utama dan memiliki sifat yang baik. Tokoh yang menjadi lawan protagonis disebut tokoh antagonis dan biasanya memiliki sifat yang tidak disukai pembaca. Konflik yang ditimbulkan kedua tokoh tersebut yang menyebabkan pergerakan dalam cerita menjadi lebih menarik.

Tokoh utama sebuah novel ditentukan oleh kadar kemunculan tokoh. Tokoh utama adalah toko yang sering mucul baik sebagai pelaku kejadian ataupun yang dikenai kejadian (Nurgiyantoro, 2018: 259). Tokoh utama dapat lebih dari satu tokoh bergantung kepada perkembangan cerita. Tokoh utama yang lebih dari satu biasanya dibagi sesuai dengan porsi cerita dalam novel.

Pergerakan cerita menyebabkan perkembangan kepribadian tokoh. Tokoh dalam perkembangan karakternya dibedakan menjadi tokoh dinamis dan statis.

Tokoh dinamis merupakan tokoh yang berkembang karena pengaruh hal-hal yang

(3)

terjadi dalam cerita, sedangkan tokoh statis cenderung tetap dan tidak berkembang sepanjang cerita (Siswanto, 2013: 143). Tokoh-tokoh dinamis berkembang melalui peristiwa dalam cerita, misalnya tokoh adalah orang yang taat beribadah, tetapi karena pengaruh buruk pergaulan dalam cerita, ia menjadi nakal, lalu ia mengalami perisitiwa buruk sehingga kembali taat beribadah. Karakter statis lebih sederhana, tidak banyak berubah, misalnya tokoh adalah orang egois, maka ia akan memiliki sifat itu sampai akhir cerita.

Penokohan merupakan watak yang dibentuk oleh pengarang. Perwatakan biasanya ditunjukkan oleh interaksi dan perkataan tokoh dalam cerita. Sudjiman (1988:36) mengatakan bahwa penokohan biasanya ditunjukkan pengarang melalui pernyataan langsung, percakapan, peristiwa, monolog, tanggapan tokoh lain, kiasan dan sindiran. Pengarang dapat menggambarkan karakter dengan lugas melalui sudut pandang orang ketiga. Adapun penggambaran lain dapat diungkapkan pengarang melalui percakapan tokoh lain dalam cerita.

Pemahaman mengenai gejala atau aktivitas psikis tokoh dapat ditelusuri menggunakan metode analitik dan dramatik. Metode analitik dilakukan pengarang dengan memaparkan keadaan psikologi tokoh secara langsung (Siswanto, 2015:

96). Pengambaran secara langsung dilakuakan pengarang dengan menyebutkan sifat-sifat tokohnya. Pengarang dapat langsung menyebutkan bahwa tokoh ceritanya memiliki sifat jujur, rendah hati, bertanggung jawab, setia, dan lain-lain.

Metode dramatik berlawanan dengan metode analitik. Metode dramatik adalah metode pengarang untuk menggambarkan kondisi psikologi tokoh secara tidak langsung. Menurut Siswanto (2015: 96) Metode penggambaran tokoh secara dramatik dapat dilakukan dengan (1) pengarang menggunakan gambaran

(4)

lingkungan dan cara berpakaian tokoh, (2) pengarang mendeskripsikan tingkah laku dan kebiasaan tokoh, (3) pengarang menggambarkan cara tokoh bekomunikasi dengan dirinya sendiri, (4) pemahaman terhadap jalan pemikiran tokoh, (5) penggambaran psikis melalui tokoh lain, (6) perbincangan tokoh dengan tokoh lain, (7) reaksi dari tokoh lain, (8) reaksi tokoh terhadap tokoh lain, (9) cara berkomunikasi dan isi pembicaraan tokoh, (10) karakteristik tokoh yang berkaitan dengan psikologi tokoh. Metode-metode tersebut dilakukan pengarang untuk memunculkan karakter tokoh dengan sendirinya.

2.2.2 Plot

Novel yang baik harus memiliki kepaduan. Menurut Nurgiyantoro (2018:17) gambaran cerita dalam novel harus mendukung tema utama. Segala peristiwa membentuk plot yang saling berkaitan secara logika. Plot yang sempurna membentuk keseluruhan (wholeness) cerita. Plot dapat membentuk wholeness jika telah memiliki order, amplitidu, unity, dan connection atau coherence. Keempat syarat tersebut harus saling terkait sehingga membentuk kronologi cerita yang utuh. Sebuah cerita diharapkan dapat memiliki kejutan sehingga pembaca tidak menyadari adanya koherensi peristiwa plot tersebut.

2.2.3 Sudut Pandang

Sudut pandang adalah cara pengarang menggambarkan sebuah cerita.

Pengarang menggunakan cara pandang untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan peristiwa untuk membentuk cerita (Wicaksono, 2017: 243). Sudut pandang digunakan sebagai strategi pengarang dalam mengungkapkan gagasan cerita.

Sudut pandang memungkinkan pengarang melibatkan diri langsung dalam cerita.

(5)

Sudut pandang terbagi menjadi dua yaitu sudut pandang orang pertama (akuan) dan sudut pandang orang ketiga (diaan).

2.2.4 Latar

Latar suatu cerita digambarkan secara rinci untuk menghindari kebingungan pembaca. latar adalah suatu lingkungan tempat terjadinya peristiwa (Semi, 2016:34). Latar meliputi segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Latar menjadi lingkungan tempat terjadi peristiwa yang dapat diimajinasikan pembaca. Latar terbagi atas latar tempat, latar waktu, dan latar suasana. Latar tempat menggambarkan lokasi terjadinya kejadian dalam kisah fiksi. Latar waktu dalam kisah fiksi digunakan untuk menggambarkan waktu terjadinya peristiwa seperti malam hari, siang hari, tanggal dan sebagainya. Latar suasana menggambarkan keadaan ketika terjadi suatu adegan dalam kisah fiksi.

2.3 Psikologi Sastra

Sastra dan psikologi merupakan dua displin ilmu yang saling berkaitan.

Sastra merupakan hasil pengolahan jiwa pengarang yang dihasilkan dengan proses perenungan panjang tentang hakikat hidup dan kehidupan (Rokhmansyah, 2014:2). Kondisi psikis pengarang dalam membuat karya sastra menjadi perhatian dalam dunia psikilogi. Tidak hanya itu, aspek-aspek psikis dalam karya sastra juga menjadi perhatian ilmu sastra. Dua perpaduan ini menghasilkan ilmu interdispliner yang disebut psikologi sastra.

Psikologi sastra membantu memahami konflik-konflik dan peristiwa kebatinan yang dialami oleh tokoh karya sastra. Psikologi sastra memiliki beberapa pengertian di antaranya (1) studi pengarang sebagai pribadi, (2) studi

(6)

proses kreatif, (3) studi tipe dan hukum psikologi diterapkan dalam sastra (Wellek dan Warren, 2016:81). Pengertian ketiga adalah pengertian yang paling berkaitan karya sastra.

Psikologi sastra memiliki dua cara dalam menggunakan tipe dan hukum- hukum psikologi. Cara pertama yaitu melakukan pemahanaman terhadap teori- teori psikologi lalu menganalisa karya sastra, kedua, menentukan objek kajian sastra lalu memilih teori-teori yang relevan (Wiyatmi, 2011:43). Kedua cara tersebut bertujuan memberikan pemahaman cara penelitian dalam psikologi sastra. Selain itu, Psikologi sastra juga mengaitkan kondisi emosi pengarang dengan karyanya.

Psikologi sastra memandang pengarang melibatkan aspek psikis dalam membuat karyanya. Wellek dan Warren (2016:82) mengatakan bahwa Freud memandang pengarang sebagai seorang neurotik yang keras kepala. Ia beranggapan proses kreatif pengarang adalah bentuk pelarian dari kenyataan dan penyangkalan dalam pemuasan insting. Karya sastra dianggap jalan memuaskan keinginan dan ambisi pengarang yang dapat diterima oleh masyarakat dan dianggap sebagai perenungan hidup yang bernilai.

Teori psikologi Freud yang sering digunakan dalam analisa karya sastra adalah teori kepribadian dan mimpi. Mimpi memiliki peran dalam studi psikologi sastra (Minderop, 2013: 17). Karya sastra berkaitan dengan keadaan psikis berupa impian-impian dan khayalan yang tidak terlepas dari kebutuhan hidup manusia. lebih lanjut, Freud percaya mimpi dapat mempengaruhi perilaku seseorang.

(7)

2.4 Mimpi dalam Pandangan Sigmund Freud

Pada akhir tahun ke-19 Freud mulai menyusun teori mengenai interpretasi mimpi yang kontroversial. Freud kemudian mematangkan teorinya dan membukukannya dengan judul Interpretation of Dream pada tahun 1900. Mimpi menurut Freud adalah aktivits psikis saat seseorang berada di alam bawah sadar (Zaenuri, 2005: 6). Freud Ia percaya bahwa mimpi bukan hanya sekedar bunga tidur tetapi gejala psikis yang harus dimaknai.

Mimpi merupakan suatu keinginan yang tidak disadari. Mimpi menurut Freud adalah pemenuhan keinginan yang dibangun melalui aktivitas intelektual yang sangat rumit (Freud, 2019:153). Mimpi mengalami transformasi untuk menyembuyikan makna sebenarnya. Mimpi berasal dari memori-memori ketika sadar dan dibawa masuk menuju alam bawah sadar.

Mimpi membantu mengurangi ketegangan dalam kehidupan sehari-hari.

Sensor bekerja menekan pikiran yang memicu kecemasan ke alam bawah sadar (Waslam, 2015: 140). Jika kecemasan yang tidak disadari muncul dari alam tidak sadar, maka sensor akan berkerja untuk mendorongnya kembali ke alam tidak sadar. Gambaran dari alam tidak sadar yang bisa masuk ke alam sadar bersembunyi dibalik bentuk mimpi.

Kecemasan yang tidak disadari ditekan ke alam mimpi. Ketegangan dan konflik sehari-hari yang tidak dapat ditanggung di alam sadar akan dibawa ke alam mimpi (Minderop, 2013: 17). Tekanan dan koflik dalam diri manusia melewati proses psikis kemudian diproyeksikan melalui mimpi. Mimpi biasanya berbentuk simbolis sehingga perlu dilakukan penafsiran yang lebih mendalam.

(8)

Simbol-simbol yang diproyeksikan ke dalam mimpi adalah simbol ketidaksadaran. Simbol dalam mimpi digunakan untuk menjelaskan gambaran dari isi mimpi laten (Freud, 2019: 418). Pada studi psikoanalisis mimpi dianggap memiliki hubungan dengan kondisi neurotik seseorang. Hal tersebut dikarenakan proses represi yang dilakukan terus menerus tanpa adanya sublimasi akan memunculkan gejala neurosa.

Freud beranggapan mimpi memiliki kesamaan dengan kondisi tidak sehat.

Ia menghubungkan mimpi dengan kondisi psikosis, khususnya psikosis halusinasi (Minderop, 2013: 17). Munculnya halusinasi dan mimpi dianggap dipicu oleh hal yang sama, yaitu hasrat yang terpendam. Hasrat terpendam tersebut biasanya digambarkan secara samar-samar.

Hasrat atau dorongan psikologis seseorang dapat berupa harapan, impian, cita-cita, ketakutan, kecemasan, dan trauma psikologis. Pelepasan dorongan- dorongan yang dapat terpenuhi akan menghindarkan seseorang dari konflik psikis (Zaenuri, 2005: 5). Mimpi membantu memberikan kebebasan terhadap hasrat atau dorongan yang terpendam. Mimpi menjadi media pembebas dorongan psikis yang tidak terbatas sehingga seseorang dapat memenuhi keinginannya.

Mimpi sebagai pemenuhan keinginan memiliki makna dan nilai psikis yang berbeda. Freud (2019:154) mengatakan suatu mimpi dapat berarti realisasi dari keinginan dan mimpi lainnya adalah produksi dari sebuah kenangan. Mimpi- mimpi terbentuk melalui transformasi yang menciptakan isi mimpi. Mimpi-mimpi yang terjadi di alam bawah sadar membentuk isi mimpi secara manifes dan laten.

(9)

2.4.1 Bentuk Isi Mimpi

Bentuk isi mimpi berkaitan dengan gambaran-gambaran alam bawah sadar yang dimunculkan ketika tertidur. Mimpi mempertahakan hubungan dengan pengalaman yang baru dirasakan ketika sadar. Bentuk mimpi dibagi menjadi dua yaitu isi nyata (manifes) dan isi laten. Isi laten merupakan makna yang disembunyikan dalam mimpi, sedangkan isi manifes adalah alur cerita mimpi yang memiliki sedikit hubungan makna sebenarnya (Fledman, 2012:179). Isi manifes hanya sebuah kamuflase dari isi mimpi laten. Isi mimpi pada dasarnya membentuk gambar-gambar yang terproyeksi dalam mimpi.

Mimpi manifes terbentuk sebagai gambaran mimpi, sedangkan mimpi laten terbentuk sebagai maksud dari mimpi sebenarnya. Freud (2019:335) mengatakan bahwa isi mimpi laten dan isi mimpi nyata adalah dua deskripsi yang berbeda dari arti yang sama. Isi mimpi adalah terjemahan dari pikiran mimpi yang disimbolkan melalui gambar-gambar. Gambar-gambar mimpi tidak bisa ditelusuri satu demi satu, tetapi saling dihubungkan sehingga isi laten mimpi dapat terlihat.

Isi mimpi selalu memiliki ciri khas tertentu. Ciri khas mimpi didefinisikan sebagai unsur-unsur yang bersifat seperti gambar (Freud, 2019: 64). Gambar mimpi mirip dengan persepsi representasi mnemonik. Gambar dalam mimpi ini yang kemudian sering disebut mimpi manifes. Mimpi manifes memiliki ciri untuk menampilkan segala penggambaran dalam mimpi. Gambar-gambar dalam mimpi menciptakan situasi yang ada dan mendramatisirnya.

Isi mimpi laten merupakan pemikiran dari isi manifes. Mimpi laten mengungkap makna dari mimpi sebenarnya. Pemahaman terhadap isi mimpi laten diperoleh dengan penelusuran pada isi manifes. Isi mimpi laten mengungkap

(10)

pikiran yang tersembunyi dalam mimpi (Freud, 2019: 337). Isi mimpi laten dapat diungkap melalui kinerja mimpi. Kinerja mimpi berfungsi menguraikan isi pikiran mimpi dan hubungannya dengan isi nyata atau manifes.

Proses dalam kinerja mimpi terbagi atas figurasi, kondensai, pengalihan, dan simbolisasi. Emzir,dkk (2018:19) menjelaskan kinerja mimpi dengan kaitannya pada sastra sebagai berikut; (1) Kondensasi adalah proses pikiran mimpi tersembunyi yang dicampuradukkan sehingga terjadi peleburan menjadi suatu gambar baru (2) Pemindahan berkaitan dengan gambaran mimpi yang sama sekali tidak berhubungan dengan isi mimpi sebenarnya. Mimpi dapat menyembunyikan arti sebenarnya. (3) Simbolisasi adalah suatu gambaran mimpi yang dapat dianalogikan dalam suatu hubungan tertentu. (4) Figurasi adalah perubahan pemikiran menuju gambar dalam mimpi. Proses kinerja mimpi bergerak untuk menguraikan keterkaitan isi mimpi dengan pikiran mimpi. Kinerja mimpi membantu mencari makna sebenarnya dari isi mimpi manifes atau nyata.

2.4.2 Faktor Penyebab Terbentuknya Mimpi

Ada beberapa elemen yang menyebabkan sebuah mimpi terjadi. Mimpi dapat terjadi sebagai akibat reaksi terhadap gangguan tidur. Freud (2019:32) mengatakan rangsangan mimpi disebabkan oleh rangsangan sensorik yang bersifat internal dan ekternal, rangsangan fisik (somatik), serta sumber rangsangan murni psikis. Lebih lanjut Freud juga mengatakan bahwa sumber mimpi dapat diperoleh dari kenangan masa kanak-kanak. Rangsangan penyebab terjadinya mimpi dijelaskan sebagai berikut.

(11)

2.4.2.1 Rangsangan Sensorik (Eksternal)

Sensorik orang yang sedang tidur berbeda dengan orang terjaga. Ketika seseorang tidur beberapa jalur sesorik antara dirinya dan dunia luar tertutup. Akan tetapi, kondisi tubuh ketika tertidur tidak sepenuhnya dapat menjaga rangsangan dari luar (Freud, 2019:32). Oleh karena itu, rangsangan yang kuat dari luar dapat membangunkan seseorang dari tidur.

Rangsangan sensorik eksternal akan menjadi sumber mimpi. beberapa rangsangan dapat berupa cahaya yang jatuh dari mata, suara yang didengar, dan bau. Peneliti terdahulu menghubungkan pentingnya keseluruhan aspek mimpi melalui stimulus ketika bangun sehingga mendapatkan kesimpulan bahwa isi mimpi berkaitan dengan rangsangan (Freud, 2019:33). Suara-suara tidak jelas dalam mimpi menimbulkan gambaran dalam mimpi. contohnya suara guruh dapat membawa seseorang ke medan pertempuran. Suara kokok ayam dapat berubah menjadi jeritan manusia yang menegangkan. Suara pintu berderit dapat memicu mimpi tentang pembobolan rumah, dan lain-lain.

Beberapa percobaan juga pernah dilakukan untuk mengaitkan antara mimpi dan sumber mimpi. Maury (dalam Freud, 2019:35) melakukan percobaan terhadap rangsangan dalam mimpi, di antaranya (1) Ia mendengar suara guntig terasah dengan pinset dan suara bel berdering menimbulkan kebisingan lalu ia bermimpi kembali ke masa-masa revolusi 1848. (2) Eau de Cologne diletakkan di depan hidungnya, lalu ia bermimpi berada di kairo dan melakukan petualangan menyenangkan. (3) lehernya dijepit dengan ringan lalu ia bermimpi bahwa kulitnya melepuh dan dokter telah merawatnya saat masa kanak-kanak. Maury

(12)

adalah salah satu peneliti yang melakukan percobaan untuk menghasilkan mimpi eksperimental.

Mimpi ekserimental digunakan sebagai bentuk pengamatan terhadap keterkaitan mimpi dengan kesadaran. Reaksi pikiran terhadap stimulus ketika tidur membingungkan pembentukan ilusi. Kesan sensorik digolongkan ke dalam memori sesuai pengalaman (Freud, 2019:40). Kesan tersebut membangun sebuah ilusi. Ilusi dapat diciptakan oleh kesan yang diterima ketika tidur yang berasal dari rangsangan eksternal. Objek stimulus yang menyentuh sensorik ketika tidur memainkan peran sebagai sumber mimpi.

2.4.2.2 Rangsangan Sensorik Internal (Subjektif)

Rangsangan sensorik tidak hanya bersifat eksternal tetapi juga internal.

Wund (dalam Freud, 2019:42) mengatakan bagian yang memainkan ilusi penting dalam mimpi adalah sensasi-sensasi subjektif. Sensasi-sensasi subjektif muncul dari penglihatan dan pendengaran yang akrab ketika sadar. Hal tersebut memicu kecenderungan mimpi untuk menipu mata dengan sejumlah benda yang mirip.

Rangsangan sensorik subjektif terlepas dari ragsangan objektif atau eksternal. Rangsangan sensorik internal dipicu oleh halusinasi hypnogogi. Muller (dalam Freud, 2019:43) menjelaskan bahwa halusinasi hypnogogi adalah manifestasi visual yang phantastic. Halusinasi terjadi melalui gambar-gambar yang jelas, berubah-ubah dan terjadi terus-menerus selama periode mimpi serta memiliki kemungkinan berlanjut selama mata terbuka.

Seseorang dengan gejala mimpi ini biasanya akan mencari tahu mengenai gambar mimpi yang telah dirasakan sebelum tertidur. Maury (dalam Freud, 2019:44) pernah melihat gambar-gambar dari tokoh aneh dengan rambut aneh

(13)

yang mendesakkan padanya selama periode mimpi, ketika terbangun ia ingat bahwa pernah melihat gambar tersebut sebelumnya. Hal-hal tersebut berkaitan dengan objek yang diterima mata. Mimpi visual seseorang biasanya didasarkan dari materi yang disediakan oleh kondisi internal iritabilias retina mata.

Rangsangan subjektif terjadi ketika seseorang berada pada masa transisi antara ketidaksadaran menuju kesadaran.

2.4.2.3 Rangsangan Fisik Internal (Somatik)

Sumber-sumber mimpi dapat berasal dari dalam organisme manusia.

Kondisi organ internal yang memiliki penyakit akan memicu sensasi menyakitkan.Tissei (dalam Freud, 2019:47) mengatakan bahwa organ-organ sakit menimbulkan isi mimpi yang khas. Penderita jantung umumnya memiki mimpi tentang kematian yang mengerikan. Penderita penyakit paru-paru bermimpi tentang sesak nafas, terbang, dan hancur.

Sensasi organik menjadi pemicu munculnya mimpi. Krauss (Freud, 2019:49) mengatakan bahwa organisme adalah awal munculnya mimpi atau khayalan. Ia membagi sumber rangsangan organisme menjadi dua yaitu sensasi umum dan sensasi tertentu yang menjadi sistem utama organisme seperti otot, pneumatik, lambung, seksual, dan sensasi perifer.

Gambar-gambar mimpi dikaitkan dengan kondisi internal tubuh sehingga memudahkan dalam menelusuri sumber mimpi. Interperetasi mimpi bertugas melacak penyebab stimulus organik pada mimpi. Mimpi-mimpi yang dimunculkan melalui stimulus organik biasanya menjadi mimpi khas. Mimpi khas terulang kembali pada banyak orang (Freud, 2019:51). Mimpi-mimpi khas yang cukup terkenal di antaranya jatuh dari ketinggian, gigi copot, terbang, dan

(14)

perasaan malu karena telanjang Mimpi-mimpi tersebut kemudian diinterpretasikan dengan mengaitkannya pada rangsangan organik. Misalnya, mimpi jatuh dari ketinggian adalah bagian reaksi kulit ketika terjadi transisi dari ketidaksadara ke kesadaran yang diwujudkan secara psikis.

2.4.2.4 Sumber-Sumber Psikis Eksitasi

Pengalaman siang hari sering menjadi sumber mimpi seseorang. Jika seseorang mengalami pegalaman yang berkesan dalam keadaan sadar, maka dapat diteruskan ke dalam mimpi (Freud, 2019:53). Pengalaman yang diteruskan dalam mimpi masih belum berpengaruh untuk membenarkan sumber psikis mimpi.

Freud kemudian mengambil pendapat Scherner mengenai pelacakan gambar dan ide-ide mimpi yang bersumber dari bahan khas mimpi. Bahan khas mimpi didapatkan dari keadaan yang tidak biasa.

Keadaan khas tersebut menunjukkan pikiran mimpi yang tercipta dari keinginan ditekan kemudian sepenuhnya lulus sensor sehingga mimpi tidak mengalami perubahan. Terdapat dua faktor yang menyebabkan hal tersebut.

Faktor pertama terjadi karena keinginan yang dipercayai tidak akan terwujud, sedangkan faktor kedua terjadi karena keinginan yang ditekan dan bertemu residu dari pengalaman pada siang hari (Freud, 2019:322). Faktor pertama mengakibatkan mimpi-mimpi lulus sensor karena seseorang akan percaya keinginannya tidak akan terpenuhi meskipun dalam mimpi. Faktor kedua lebih mengacu pada kecemasan seperti mimpi kematian orang yang disayang.

Mimpi yang terjadi melalui aktivitas sebelumnya dalam keadaan sadar membentuk ikatan psikis. Ikatan psikis yang bergabung dengan mimpi menjadi sumber mimpi. Ikatan-ikatan psikis menghasilkan gambar-gambar mimpi dengan

(15)

sumber mimpi yang beriringan melalui rangsangan aktif. Rasangan murni psikis mengaitkan asal gambar-gambar mimpi dengan rangsangan-rangsangan mimpi.

Rangsangan-rangsangan mimpi dimainkan oleh psikis dan somatik.

Mimpi yang dimainkan oleh batin dan jasmani harusalah dibedakan.

Wundt (dalam Freud, 2019:55) berpendapat bahwa terjadi kerja sama antara rangsangan psikis dan somatik tanpa disadari dengan kejadian siang hari membuat seseorang bermimpi. Faktor psikis sangat sulit ditentukan dengan hanya membedakan mimpi rangsangan saraf dan mimpi asosiasi. Sumber-sumber eksitasi berasal dari hal-hal tidak terduga.

2.4.2.5 Pengalaman Masa Kanak-Kanak sebagai Sumber Mimpi

Kesan pada masa kecil kemungkinan muncul ketika bermimpi. Kesan mimpi pada masa kanak-kanak tidak hilang dalam ingatan ketika terjaga. Mimpi biasanya diperkuat dengan kesan yang terjadi ketika masa kanak-kanak (Freud, 2019:228). Kesan pada masa kanak sering kali tidak disadari. Gambaran mimpi dengan kesan masa kanak-kanak disadari ketika seseorang beranjak dewas. Mimpi tersebut muncul dari periode atau pengalaman selama masa kanak-kanak berlangsung.

Mimpi yang bersumber pada masa kanak-kanak telah diteliti sebelumnya.

Freud (2019:228) mencontohkan studi kasus mimpi oleh A. Maury, Ia bercerita seorang pria akan pulang ke rumahnya setelah dua tahun. Pada malam hari sebelumnya, ia bermimpi berada di tempat asing dan berbincang dengan pria aneh. Saat pria itu telah sampai di rumahnya ia mengingat bahwa tempat yang ada di mimpinya berada di sekitar rumahnya. Ia kemudian menemukan bahwa pria

(16)

aneh yang berbincang dengannya adalah teman ayahnya. Mimpi yang ditafsirkan sebagai ketidaksadaran yang banyak berperan pada isi mimpi laten.

Adegan masa kanak-kanak umumnya direpresentasikan dalam isi mimpi nyata (manifes) dengan kiasan-kiasan. Mimpi sering muncul dengan beberapa makna, tidak hanya berbentuk sebagai pemenuhan keinginan tetapi juga pemenuhan keinginan yang disembunyikan pada masa kanak-kanak (Freud, 2019:254). Hal tersebut yang menyebabkan kesan masa kanak-kanak dipindahkan ke alam bawah sadar dan muncul dalam mimpi ketika dewasa.

(17)

2.7 Kerangka Berpikir

Teori Freud Interpretasi Mimpi

Metode Analisi Isi Pengumpulan Data

Studi Pustaka atau Dokumen

Hasil Penelitian

Bentuk mimpi dan faktor penyebab serta kaitannya dengan karakter yang terdapat dalam mimpi tokoh

utama pada novel trilogi Hujan Bulan Juni Novel Trilogi Hujan Bulan Juni

Kondisi Psikis Tokoh

Permasalahan 2 Bagaimana faktor penyebab mimpi tokoh utama pada novel trilogi

Hujan Bulan Juni?

Permasalan 1 Bagaimana bentuk isi mimpi tokoh utama pada novel trilogi Hujan Bulan

Juni?

Tekanan yang dialami tokoh digambarkan melalui fenomena mimpi-mimpi tokoh. Fenomena mimpi yang dialami tokoh berpengaruh terhadap keputusan yang diambil.

Permasalah 3

Bagaimana hubungan antara mimpi dan karakter tokoh utama dalam novel trilogi Hujan Bulan Juni?

Referensi

Dokumen terkait

Tanda Laseque kontralateral (contralateral Laseque sign) dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas

Tata Usaha pada UPTD Tindak Darurat Dinas Cipta Karya dan Tata Kota Samarinda Eselon

Hasil penelitian diketahui bahwa kemampuan guru dalam implementasi e-raport dalam teknik dan manajerial yang diperoleh dari kuesioner dengan kemampuan menggunakan

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

Administrator adalah pengguna yang dipercaya untuk mengelola data master seperti data operator, biaya kendaraan, parkir gratis, slot parkir, parkir keluar, dan

Pemilukada secara langsung dipilih oleh rakyat mempunyai dampak positif diantaranya adalah dapat memutus oligarki yang dilakukan sekelompok elit dalam penentuan

Hasil rekapitulasi di tingkat PPK Kecamatan Samarinda yang ditolak oleh para saksi dari partai-partai politik termasuk PDK, tidak pernah diperbaiki dan hal ini telah