• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DAN PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DAN PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DAN PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

PADA REMAJA

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi

Oleh :

Ulva Ulandari G0106094

Pembimbing

1. Dra. Salmah Lilik, M.Si.

2. Rin Widya Agustin, M.Psi.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

(2)

commit to user

(3)

commit to user

(4)

commit to user

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi

saya ini, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengamatan dan

pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dipergunakan dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak

sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya

dicabut.

Surakarta, Januari 2011

Ulva Ulandari

(5)

commit to user

MOTTO

-orang mdak enyadari betapa dekatnya (Thomas Alva Edison)

yakinlah besok kita menjadi pemain, dan berusahalah lusa kita

(Penulis)

(6)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh hormat, cinta dan kasih sayang,

karya ini kupersembahkan kepada

Bapak & Ibuku, sumber Kasih Sayang

kakak-kakakku sumber motivasi,

teman-temanku, sumber keindahan hidup dan keceriaan,

dan almamaterku, batu pijakan untuk melompat lebih tinggi.

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur batas segala limpahan rahmat, nikmat dan hidayah Allah SWT,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai syarat mendapatkan gelar

Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Pendidikan Strata I Psikologi dengan

Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Rema

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, bantuan, dorongan dan doa dari berbagai pihak oleh karena itu penulis

mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. AA. Subiyanto, MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Dra. Salmah Lilik, M.Si., selaku pembimbing I atas bimbingan, saran

dan kritik yang sangat bemanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, saran dan kritik yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi

ini.

5. Ibu Dra. Suci Murti Karini, M.Si., selaku penguji I yang telah memberikan

waktu dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.

(8)

commit to user

6. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku penguji II, yang telah

memberikan waktu dan saran yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi

ini.

7. Bapak Drs. Suranto, M.Pd., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Boyolali

yang telah memberikan ijin bagi peneliti sehingga dapat melakukan penelitian

di SMA tersebut.

8. Ibu Dra. Sri Maryanti selaku pembimbing lapangan dan seluruh TU SMA N 1

Boyolali, atas waktu dan bantuan yang diberikan kepada peneliti sehingga

penelitan menjadi lancar.

9. Seluruh staff Program Studi Psikologi yang telah membantu peneliti dalam

mengurus administrasi.

10.Semua siswa siswi SMA N 1 Boyolali yang telah memberikan bantuannya.

11.Bapak, ibu, kakak-kakakku dan mas Dirham, yang telah memberikan do a,

dukungan, kasih sayang dan nasihat sehingga peneliti mampu menyelesaikan

skripsi ini, serta ponakan-ponakan kecilku Refa, Farrel dan Zahra terimakasih

atas keceriaan yang diberikan.

12.Terimakasih untuk sahabat-sahabatku (mbak Nuzul, Siti, Putri, Vina, Tanti,

Febi) dan teman-teman Psikologi angkatan 2006 yang telah banyak

memberikan bantuan dan keceriaannya yang tak bisa terlupakan.

Surakarta, 17 Januari 2011

Penulis

(9)

commit to user

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KESTABILAN EMOSI DAN PENERIMAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

PADA REMAJA

Ulva Ulandari G0106094

Kecemasan komunikasi interpersonal merupakan permasalahan yang dapat terjadi dalam kegiatan komunikasi setiap individu, tidak terkecuali pada remaja. Hal ini menyebabkan minimnya partisipasi remaja dalam kegiatan komunikasi dan merupakan kondisi yang tidak kondusif bagi perkembangan sosial pada remaja. Kestabilan emosi dan penerimaan diri merupakan faktor personal yang dimungkinkan dapat mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA N 1 Boyolali, diambil dengan teknik cluster random sampling. Data diambil dengan menggunakan Skala Kestabilan Emosi, Skala Penerimaan Diri dan Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal. Data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis regresi ganda.

Analisis data menunjukkan nilai F=32,93; p<0,05 dan nilai R=0,667. Ini berarti ada hubungan kuat dan signifikan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal. Analisis data juga menunjukkan nilai rx1y=-0,428; p<0,05, artinya ada korelasi negatif yang signifikan antara kestabilan emosi dengan kecemasan komunikasi interpersonal, semakin tinggi kestabilan emosi semakin rendah kecemasan komunikasi interpersonalnya, sebaliknya semakin rendah kestabilan emosi maka semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonalnya. Nilai rx2y=-0,538; p<0,05, artinya ada korelasi negatif yang signifikan antara penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal, semakin tinggi penerimaan diri semakin rendah kecemasan komunikasi interpersonalnya, sebaliknya semakin rendah penerimaan diri maka semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonalnya.

Dari hasil tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima. Sumbangan efektif kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal dapat dilihat dari koefisien determinan (R2)sebesar 0,445 atau 44,5%, terdiri dari sumbangan efektif kestabilan emosi sebesar 16,95% dan sumbangan efektif penerimaan diri sebesar 27,55%. Ini berarti masih terdapat 55,5% faktor lain yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal selain kestabilan emosi dan penerimaan diri.

Kata kunci: kestabilan emosi, penerimaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal.

(10)

commit to user

ABSTRACT

THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL STABILITY AND SELF ACCEPTANCE WITH ANXIETY OF INTERPERSONAL

COMMUNICATION IN ADOLESCENTS

Ulva Ulandari G0106094

Anxiety of interpersonal communication is a problem that can be occur in the communication activities of each individual, no exception in adolescents. This is causes the lack of participation in communication activities and a condition that not conducive for social development in adolescents. Emotional stability and self acceptance are the personal factors that possible to influence the anxiety of interpersonal communication.

This study aimed to find out the correlation between emotional stability and self acceptance with anxiety of interpersonal communication in adolescents. The subject of this study were students from Xth grade of SMA N 1 Boyolali taken by cluster random sampling technique. The data were collected using Emotional Stability Scale, Self Acceptance Scale and Anxiety of Interpersonal Communication Scale. The data were analyzed by multiple regression analyzed technique.

Data analize showed that the value of F=32,93; p<0,05 and the value of R=0,667. This means there are strong and significanct correlation between emotional stability and self acceptance with anxiety of interpersonal communication. Data analize also showed the value of rx1y=-0,428; p<0,05, this

means there are negative and significant correlation between emotional stability with anxiety of interpersonal communication, the higher of emotional stability the lower his or her anxiety of communication interpersonal and the other way the lower of emotional stability the higher his or her anxiety of interpersonal communication. The value of rx2y = -0,538; p<0,05, this means there are negative

and significant correlation between self acceptance with anxiety of interpersonal communication, the higher of self acceptance, the lower his or her anxiety of communication interpersonal and the other way the lower of self acceptance, the higher his or her anxiety of interpersonal communication.

From the result we can conclude that the hipothesis of this study received. Effective contribution of emotional stability and self acceptance to the anxiety of interpersonal communication can be seen from the determinant coefficient (R2)=0,445 or 44,5%, consist of effective contibution of emotional stability=16,95% and the effective contribution of self acceptance=27,55%. This means there are still 55,5% of the other factors that influence the anxiety of interpersonal communication in addition to emotional stability and self acceptance.

Keywords: emotional stability, self acceptance, anxiety of interpersonal communication

(11)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMANJUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ... ii

HALAMANPENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTARISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN .... ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 10

1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal... 10

(12)

commit to user

a. Pengertian Kecemasan ... ... 10

b. Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 12

c. Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 13

2. Aspek-aspek Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 15

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 17

B. Kestabilan Emosi ... 21

1. Pengertian Kestabilan Emosi ... 21

2. Aspek-aspek Kestabilan Emosi ... 23

C. Penerimaan Diri ... 25

1. Pengertian Penerimaan Diri ... 25

2. Aspek-aspek dan Ciri-ciri Penerimaan Diri ... 27

3. Proses Terbentuknya Penerimaan Diri ... 30

4. Manfaat Penerimaan Diri... 31

D. Hubungan antara Kestabilan Emosidan Penerimaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Remaja 32

E. Kerangka Pemikiran ... 36

F. Hipotesis ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 38

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 38

C. Populasi, Sampel dan Sampling ... 40

D. Metode Pengumpulan Data ... 41

(13)

commit to user

E. Validitas dan Reliabilitas ... 44

F. Metode Analisis Data ... 45

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Persiapan Penelitian ... 46

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ... 46

2. Persiapan Penelitian ... 49

3. Pelaksanaan Uji Coba ... ... 51

4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... ... 51

5. Penyusunan Alat Ukur Penelitian ... ... 56

B.Pelaksanaan Penelitian ... 58

1. Penentuan Subjek Penelitian ... 58

2. Pengumpulan Data ... 59

3. Pelaksanaan Skoring ... 59

C.Analisis Data dan Interprestasi ... 60

1. Uji Asumsi Dasar ... 60

2. Uji Asumsi Klasik ... 62

3. Uji Hipotesis ... 66

4. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ... 69

5. Hasil Analisis Deskriptif ... 70

D.Pembahasan ... 73

(14)

commit to user

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA... 83

LAMPIRAN ... 87

(15)

commit to user

DAFTAR TABEL

1. Distribusi Skor Skala... .. 41

2. Blue Print Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 42

3. Blue Print Skala Kestabilan Emosi ... 43

4. Blue Print Skala Penerimaan Diri ... 44

5. Jumlah Siswa SMA N 1 Boyolali ... .. 49

6. Distribusi Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal yang Valid dan Gugur.. .. 7. Distribusi Skala Kestabilan Emosi yang Valid dan Gugur ... . 53

8. Distribisi Skala Penerimaan Diri yang Valid dan Gugur... . 54

9. Distribusi Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal untuk Penelitian ... 56

10.Distribusi Skala Kestabilan Emosi untuk Penelitian ... . 57

11.Distribusi Skala Penerimaan Diri untuk Penelitian ... . 58

12.Uji Normalitas ... . 60

13.Uji Linieritas ... 61

14.Uji Multikolineraitas ... 63

15.Uji Autokorelasi ... 65

16.Hasil Uji F ... 66

17.Hasil Analisis Korelasi Ganda ... 67

18.Korelasi antara Kestabilan Emosi dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... ... 68

(16)

commit to user

19.Korelasi antara Penerimaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi

Interpersonal ... 69

20.Deskripsi Data Penelitian 70

21.Kriteria Kategori Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal dan

Distribusi Skor Subjek ... 71

22.Kriteria Kategori Skala Kestabilan Emosi dan Distribusi Skor Subjek... 72

23.Kriteria Kategori Skala Penerimaan Diri dan Distribusi Skor Subjek... . 73

(17)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka Pemikiran ... 36

2. Scatterplot ... 64

3. Pengujian Autokorelasi... 65

(18)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

A.Alat Ukur Penelitian ... 87

1. Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal Sebelum Uji Coba ... 90

2. Skala Kestabilan EmosiSebelum Uji Coba ... 93

3. Skala Penerimaan Diri Sebelum Uji Coba ... 96

B.Data Uji Coba Skala Penelitian ... 100

1. Data Uji Coba Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 101

2. Data Uji Coba Skala Kestabilan Emosi ... 109

3. Data Uji Coba Skala Penerimaan Diri ... 117

C.Uji Daya Beda Aitem & Reliabilitas Skala Penelitian ... 125

1. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 126

2. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Kestabilan Emosi ... 128

3. Uji Daya Beda Aitem dan Reliabilitas Skala Penerimaan Diri ... 130

D.Alat Ukur Penelitian ... 132

1. Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal penelitian ... 134

2. Skala Kestabilan Emosi ... 137

3. Skala Penerimaan Diri ... 140

E. Data Penelitian ... 143

1. Data Skala Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 144

2. Data Skala Kestabilan Emosi ... 152

3. Data Skala Penerimaan Diri ... 160

(19)

commit to user

F. Analisis Data Penelitian ... 165

1. Hasil Analisis Deskriptif ... 166

2. Uji Normalitas ... 166

3. Grafik Normalitas Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 166

4. Grafik Normalitas Kestabilan Emosi ... 167

5. Grafik Normalitas Penerimaan Diri ... 167

6. Uji Linieritas ... 168

7. Uji Multikolinearitas ... 168

8. Uji Heteroskedastisitas ... 169

9. Uji Autokorelasi ... 169

10. Uji Hipotesis... 170

11. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif ... 171

G.Surat Ijin Penelitian dan Surat Tanda Bukti Penelitian ... 178

H.Dokumentasi ... 182

(20)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menjadi dewasa. Pada

masa ini remaja bukan lagi seorang anak, namun belum dapat dikatakan dewasa.

Tugas perkembangan pada masa ini dipusatkan pada penanggulangan sikap dan

pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk

menghadapi masa dewasa. Perkembangan yang dialami remaja ini menimbulkan

perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat

baru. Seiring perkembangannya tersebut, remaja mengalami perubahan secara

fisik, psikologis, maupun sosial. Dalam hal fisik remaja mengalami perubahan

pada tinggi badan, berat badan, proporsi tubuh, organ seks serta ciri-ciri sekunder,

yang dipengaruhi oleh seks dan usia kematangan yang banyak menimbulkan

keprihatinan bagi remaja laki-laki maupun perempuan karena tidak semua remaja

merasa puas dengan perubahan dan kondisi fisiknya (Hurlock, 1993).

Secara psikologis remaja mengalami perubahan dalam keadaan emosinya

dimana remaja mengalami badai

dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya (Mappiare, 1982). Pada masa

ini ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar

yang mengakibatkan sebagian besar remaja mengalami perubahan kondisi emosi

dari waktu ke waktu. Berkaitan dengan perubahan sosial, remaja cenderung

bergabung dan berinteraksi dengan kelompok sosialnya dengan melakukan

(21)

commit to user

penyesuaian baru terhadap pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku

sosial, maupun dalam pengelompokkan sosial yang baru (Hurlock, 1993). Dalam

pergaulan remaja baik dengan teman sebaya maupun anggota kelompok yang

lainnya tersebut terjadi suatu komunikasi. Komunikasi merupakan hal penting

bagi remaja, hal itu sejalan dengan salah satu tugas perkembangan yang harus

dipenuhi salah satunya dapat memperluas hubungan antar pribadi dan

berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, baik pria maupun

wanita (Soetjiningsih, 2007). Kendati komunikasi telah manjadi bagian dari

kehidupan sehari-hari, akan tetapi masih terdapat permasalahan atau hambatan

yang timbul salah satunya adalah kecemasan ketika melakukukan komunikasi,

tidak terkecuali pada remaja yang berstatus pelajar (Appolo, 2007).

Kecemasan dalam komunikasi dikenal dengan berbagai istilah oleh para

ahli. Burgoon dan Ruffner (1977) menyebut masalah dalam komunikasi tersebut

dengan dengan istilah communication apprehension yaitu istilah yang tepat untuk

menggambarkan reaksi negatif dalam bentuk kecemasan yang dialami seseorang

dalam pengalaman komunikasinya, baik itu kecemasan berbicara di muka umum

maupun kecemasan komunikasi interpersonal.

Daly dan McCroskey (1984) menjelaskan kecemasan komunikasi

interpersonal sebagai suatu ketakutan atau kecemasan dalam komunikasi baik

sedang berlangsung atau akan berlangsung, yang terjadi antar individu atau

beberapa individu. Kecemasan komunikasi interpersonal ini terjadi karena

kekhawatiran individu pada penilaian oranglain terhadap performancenya,

(22)

commit to user

Naditch dan Morrisey (dalam Jersild 1978), bahwa kecemasan yang dialami

remaja muncul karena ketakutan atau keragu-raguan terhadap penilaian atau

evaluasi yang diberikan oleh oranglain pada dirinya.

Remaja yang mengalami kecemasan ketika melakukan komunikasi

interpersonal, tidak berani untuk berbicara bahkan ketika tidak setuju dengan

pendapat yang disampaikan orang lain. Keinginan untuk menyatakan

ketidaksetujuannya menjadi terhambat karena adanya ketakutan untuk

menyampaikan pendapat (Jersild, 1978). Remaja tersebut merasakan adanya

perubahan secara psikis dan fisiologis. Perubahan psikis yang dialami remaja

yang cemas antara lain adanya perasaan sangat takut, tidak mampu memusatkan

pikiran serta merasa tidak tenang, sedangkan perubahan fisiologis yang terjadi

antara lain unjung tangan dan kaki terasa dingin, keluar banyak keringat dan

denyut jantung cepat (Daradjat, 1977).

Kecemasan yang timbul pada saat melakukan komunikasi interpersonal

tersebut pada akhirnya juga menyebabkan remaja berusaha sekecil mungkin

dalam berkomunikasi dan hanya berbicara apabila terdesak saja. Apabila

kemudian harus berkomunikasi, sering pembicaraannya tidak relevan, sebab

pembicaraan yang relevan tentu akan mengundang reaksi orang lain dan akan

dituntut untuk berbicara lagi. Remaja akan lebih memilih untuk menghindari

situasi komunikasi dan akibat lebih lanjut adalah remaja akan menarik diri dari

pergaulan sehingga keterlibatan remaja dalam berkomunikasi menjadi minim atau

sedikit (Daly dan McCroskey, 1984). Sebagaimana diketahui, padahal remaja

(23)

commit to user

komunikasi untuk meningkatkan kemampuan dalam berhubungan dengan orang

lain. Hal ini untuk mengembangkan ketrampilan sosial yang lebih baik pada

remaja (Soesilowindradini,1988). Mencermati dampak dari kecemasan

komunikasi interpersonal yang dialami remaja, membawa pemikiran bahwa

kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja merupakan masalah yang cukup

serius.

Banyak penelitian terdahulu baik di Indonesia maupun di negara lain yang

berkaitan dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja, diantaranya

penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan bahwa sedikitnya

20% remaja mengalami kecemasan komunikasi yang sangat tinggi, dan 20%

lainnya mengalami kecemasan komunikasi yang cukup tinggi (Burgoon dan

Ruffner, 1977). Hasil penelitian lain juga dilakukan oleh Croskey, dkk (dalam

Rakhmat, 2001) menunjukkan bahwa 10-20% remaja di Amerika Serikat

mengalami kecemasan ketika berkomunikasi dengan individu lain.

Kecemasan komunikasi interpersonal di Indonesia juga telah diteliti oleh

Rilin (dalam Rakhmawati dan Safitri, 2007) menyatakan bahwa 26% dari 86

siswa kelas 2 SMU Muhammadiyah 1 Klaten mengalami kecemasan komunikasi

interpersonal yang tinggi. Data dari sahabat Remaja PKBI DIY juga

menunjukkan bahwa pada tahun 1997, 19% remaja Yogyakarta meminta layanan

karena masalah yang berhubungan dengan komunikasi interpersonal (Rakhmawati

dan Febiyanti, 2007).

Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecemasan

(24)

commit to user

kalangan remaja, baik di Indonesia maupun negara lain. Kecemasan komunikasi

pada umumnya terjadi karena individu mengembangkan penilaian negatif

terhadap situasi komunikasi dan memperkirakan hasil yang negatif pula dalam

komunikasinya (De Vito, 1995). Remaja dimungkinkan tidak mudah mengalami

kecemasan komunikasi interpersonal, jika remaja mampu berpikir positif dan

optimis, serta dapat bersikap tenang dalam berbagai situasi, termasuk situasi

komunikasi. Individu yang memiliki kemapuan tersebut, adalah individu yang

memiliki kestabilan emosi.

Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Goleman dkk (dalam Irma,

2003) yang mengungkapkan bahwa individu yang memiliki kestabilan emosi

mempunyai adaptabilitas, dalam arti luwes dalam menangani perubahan dan

tantangan, mampu berfikir positif dalam segala hal, memiliki rasa harga diri yang

tinggi dan optimis. Senada dengan hal tersebut, Darmawan (2008)

mengungkapkan kestabilan emosi sebagai kemampuan individu untuk dapat

mengendalikan dirinya sendiri dari berbagai situasi dan tidak bertindak emosional

karena faktor dari luar dirinya. Costa dan McCrae (dalam MacIntyre, dkk, 1999)

menjelaskan bahwa individu dengan kestabilan emosi yang tinggi akan lebih

tenang dan merasa aman. Dengan demikian remaja dengan yang memiliki

kestabilan emosi akan tidak mudah mengalami kecemasan dalam komunikasi

interpersonal.

Kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja juga diduga tidak

terlepas dari penerimaan diri yang dimiliki remaja. Pernyataan tersebut sesuai

(25)

commit to user

komunikasi interpersonal terkait dengan beberapa variabel, antara lain harga diri

dan masalah penerimaan diri. Penerimaan diri merupakan suatu tingkatan

kesadaran mengenai karakteristik pribadi dan adanya keinginan untuk hidup

dengan keadaan tersebut (Hurlock, 1974). Menurut Hjelle dan Zeigler (1992)

individu yang memiliki penerimaan diri dapat menerima dirinya dengan

kelemahan dan keterbatasan yang ada, tidak terbebani oleh rasa bersalah, rasa

malu, dan kecemasan. Individu tersebut akan menyadari kelemahan yang

dimilikinya itu dan mengetahui kesalahan yang dilakukan sehingga mampu

memperbaikinya, serta mampu belajar untuk hidup dengan oranglain.

Individu yang memiliki penerimaan diri merasa sebagai seseorang yang

bisa diharapkan, namun tidak merasa dirinya sempurna, sebaliknya individu yang

kurang memiliki penerimaan diri akan meragukan nilai atau harga dirinya dan

cenderung menghindari perhatian yang akan mengungkap kelemahannya.

Individu tersebut cenderung menghindar dari perkumpulan, merasa inferior, tidak

pernah belajar hidup dengan keadaan dirinya dan merasa kekurangan, kurang

tekun, terlalu banyak terjadi konflik dan kecemasan (Cronbach 1954).

Berdasarkan uraian diatas dapat dipaparkan bahwa dimungkinkan terdapat

keterkaitan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan

komunikasi interpersonal pada remaja. Remaja dengan kestabilan emosi akan

mampu mengendalikan emosi dengan tepat dan bersikap tenang dalam berbagai

situasi. Selanjutnya, dengan penerimaan diri remaja dapat menyadari kelemahan

dan kelebihan yang dimiliki, tidak terbebani oleh rasa bersalah, rasa malu, dan

(26)

commit to user

bersikap tenang, serta tidak terbebani rasa malu dan kecemasan, dimungkinkan

tidak akan mudah mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.

Untuk mengkaji lebih lanjut permasalahan tersebut, maka penulis tertarik

untuk mengadakan penelitian dengan mengambil judul

Kestabilan Emosi dan Penerimaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan perumusan masalah:

1. Apakah ada hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri

dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja?

2. Apakah ada hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan

komunikasi interpersonal pada remaja?

3. Apakah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan

komunikasi interpersonal pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui:

1. Hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan

kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja.

2. Hubungan antara kestabilan emosi dengan kecemasan komunikasi

interpersonal pada remaja.

3. Hubungan antara penerimaan diri dengan kecemasan komunikasi

(27)

commit to user

D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

informasi mengenai kestabilan emosi, penerimaan diri dan kecemasan

komunikasi interpersonal dalam pengembangan ilmu psikologi,

khususnya psikologi sosial, maupun studi lainnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja

Memberikan informasi dan masukan mengenai hubungan

antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan

komunikasi interpersonal pada remaja, sehingga remaja diharapkan

dapat meningkatkan kestabilan emosi dan penerimaan diri sehingga

tidak mudah mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.

b. Bagi Orang Tua dan Sekolah

Memberikan informasi dan masukan mengenai hubungan

antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan kecemasan

komunikasi interpersonal, sehingga orang tua dapat memberi

pengetahuan dan pengarahan yang positif pada anak dalam

meningkatkan kestabilan emosi dan penerimaan diri, yang

diharapkan nantinya anak tidak mudah mengalami kecemasan

komunikasi interpersonal. Serta bagi pihak sekolah, nantinya

(28)

commit to user

emosi dan penerimaan diri sehingga para siswa tidak mudah

mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan dan

referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut

khususnya berkaitan dengan hubungan antara kestabilan emosi dan

(29)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecemasan Komunikasi Interpersonal

1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal

a. Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan reaksi individu terhadap hal-hal yang

dihadapinya, yang merupakan suatu perasaan yang menyakitkan seperti

kegelisahan dan kebingungan. Kecemasan merupakan suatu perasaan

khawatir yang dialami seseorang menghadapi suatu situasi yang tidak

pasti, dimana situasi tersebut bisa membahayakan diri seseorang atau dapat

memberikan perubahan besar dalam hidup seseorang, kecemasan

dirasakan sebagai suatu pengalaman yang tidak menyenangkan dan

cenderung dihindari (Lazarus, 1969).

Menurut Daradjat (1977) kecemasan adalah keadaan yang umum,

timbul ketika terjadinya pertentangan antara dorongan-dorongan dan usaha

individu untuk menyesuaikan diri. Selanjutnya Semiun (2006)

menjelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan tegang yang

berhubungan dengan ketakutan, kekhawatiran, perasaan-perasaan bersalah,

perasaan tidak aman, dan kebutuhan akan kepastian. Kecemasan pada

dasarnya merupakan respon terhadap apa yang akan terjadi (antisipatif)

dan faktor dinamik yang mempercepat kecemasan tidak disadari. Tanpa

ada sedikit kecemasan sesuai dengan kenyataan, individu mungkin tidak

(30)

commit to user

akan memperhatikan peristiwa-peristiwa akan datang yang sangat penting

bagi perlindungan dirinya, tetapi kecemasan yang tidak wajar (tidak sehat)

akan memberatkan individu dan menyebabkan ketidakmampuan dalam

memberikan keputusan dan melakukan tindakan. Secara khas terdapat

simptom-simptom psikofisiologis seperti misalnya keluar keringat terlalu

banyak, kesulitan bernafas, gangguan pada perut, dan denyut jantung

sangat cepat. Kecemasan diungkapkan sebagai kondisi tidak memiliki

harapan, ketidakpastian, antisipasi, atau variasi lainnya (Zuckerman dan

Spielberger, 1976)

Pendapat lain disampaikan oleh Chaplin (1999), yang

mengemukakan kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan

dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus

untuk ketakutan tersebut. Menurut Brenneck & Amick (dalam Sudardjo,

1999), kecemasan mempunyai tingkat, taraf atau derajat sehingga tidak

semua dikatakan buruk. Tinggi atau rendahnya kecemasan tergantung pada

masing-masing individu.

Beberapa pengertian para ahli diatas, dapat diketahui bahwa

kecemasan merupakan suatu keadaan yang timbul ketika terjadinya

pertentangan antara dorongan-dorongan dan usaha individu untuk

menyesuaikan diri, berupa perasaan gelisah, kebingungan, kekhawatiran,

(31)

commit to user

b. Pengertian Komunikasi Interpersonal

Menurut De Vito (1997) komunikasi interpersonal merupakan

penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh

sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dengan peluang

untuk memberikan umpan balik segera. Littlejohn dan Foss (2005)

menyatakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antar

manusia, biasanya saling berhadapan dan dalam situasi pribadi.

Komunikasi interpersonal merupakan interaksi tatap muka antara

dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan secara

langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara

langsung pula. Kebanyakan komunikasi interpersonal berbentuk verbal

disertai ungkapan-ungkapan non verbal dan dilakukan secara lisan

(Hardjana, 2003).

Dalam komunikasi interpersonal, sejumlah orang terlibat

didalamnya dan berpotensi untuk saling memberikan umpan balik dan

berlangsung dalam situasi bertatap muka. Sesuai dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Rogers (dalam Liliweri, 1997) komunikasi

interpersonal merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi

dalam interaksi tatap muka antara beberapa orang.

Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat diperoleh pengertian

komunikasi interpersonal merupakan suatu bentuk pengiriman dan

penerimaan pesan antara dua orang atau lebih, yang memberikan dampak

(32)

commit to user

c. Kecemasan Komunikasi Interpersonal

Komunikasi merupakan bagian yang fundamental dalam

kehidupan sehari-hari, termasuk komunikasi interpersonal. Kendati

demikian, dalam komunikasi interpersonal adakalanya terdapat masalah

yang berupa kecemasan ketika melakukan komunikasi. Kecemasan

komunikasi interpersonal merupakan kecemasan yang terjadi pada

individu yang menyampaikan pesan ataupun individu sebagai penerima

pesan, dalam situasi interpersonal. Individu yang mengalami kecemasan

komunikasi interpersonal biasanya kurang membuka diri terhadap

informasi (Hamilton dalam Snavely, dkk, 1976).

Burgoon dan Ruffner (1977) menyebut kecemasan komunikasi

dengan dengan istilah communication apprehension yaitu istilah yang

tepat untuk menggambarkan reaksi negatif dalam bentuk kecemasan yang

dialami seseorang dalam pengalaman komunikasinya, baik itu kecemasan

berbicara di muka umum maupun kecemasan komunikasi interpersonal.

Daly dan McCroskey (1984) menjelaskan communication

apprehension sebagai suatu ketakutan atau kecemasan individu dalam

berkomunikasi dengan individu lain, baik yang akan berlangsung atau

sedang berlangsung. Kecemasan yang timbul pada saat melakukan

komunikasi interpersonal tersebut pada akhirnya menyebabkan remaja

menarik diri dari pergaulan sehingga keterlibatan remaja dalam

(33)

commit to user

De Vito (1995) menjelaskan bahwa kecemasan komunikasi

interpersonal merupakan keadaan cemas dalam interaksi komunikasi,

disebabkan karena individu mengembangkan perasaan negatif dan

memperkirakan hasil yang negatif pula dalam komunikasinya. Individu

merasa bahwa apapun keuntungan yang dihasilkan dari komunikasi tidak

lebih penting dari ketakutan yang dialami.

Hardjana (2003) mengemukakan kecemasan komunikasi

interpersonal sebagai rasa takut, bingung, kacau pikiran, tubuh gemetar,

dan rasa demam panggung yang muncul saat berkomunikasi dengan

individu lain. Philips (dalam Apollo, 2007) menyebut permasalahan dalam

komunikasi dengan istilah reticence, yaitu ketidakmampuan dalam

mengikuti diskusi secara aktif, mengembangkan percakapan, menjawab

pertanyaan yang diajukan atau pekerjaan yang bukan disebabkan karena

kurangnya pengetahuan akan tetapi karena kesulitan dalam menyusun

kata-kata dan ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan

bahwa kecemasan komunikasi interpersonal merupakan suatu keadaan

cemas, bingung, atau ketakutan yang dialami individu ketika melakukan

interaksi komunikasi dengan individu lain, baik yang sedang berlangsung

atau akan berlangsung dikarenakan individu mengembangkan perasaan

(34)

commit to user

2. Aspek-aspek Kecemasan Komunikasi Interpersonal

Burgoon dan Ruffner (1977) menerangkan beberapa aspek kecemasan

komunikasi interpersonal. Aspek-aspek tersebut adalah:

a. Unwillingness

Individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal

menunjukkan ketidaksediaan untuk berkomunikasi yang ditandai

dengan kecemasan, introversi, dan rendahnya frekuensi partisipasi

dalam berbagai situasi komunikasi.

b. Avoiding

Menghindarkan diri untuk berpartisipasi dalam komunikasi karena

kecemasan dan pengalaman komunikasi yang tidak menyenangkan.

Ditandai dengan tidak adanya penghargaan yang baik terhadap situasi

komunikasi dan kurangnya pengenalan situasi komunikasi yang

mempengaruhi intimasi dan empati.

c. Control

Rendahnya kontrol atau pengendalian terhadap situasi komunikasi

yang terjadi, meliputi kurangya pengendalian terhadap lingkungan

komunikasi yang berbeda dan kurangnya pengendalian terhadap reaksi

lawan bicara.

Richmond dan McCroskey (dalam Weitten, dkk, 2009) juga

mengungkapkan bahwa individu yang mengalami kecemasan komunikasi

(35)

commit to user

a. Avoidance

Individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal akan

memilih untuk tidak berpartisipasi dalam kesempatan komunikasi. Jika

komunikasi terasa tidak nyaman bagi individu tersebut, maka individu

cenderung menghindari situasi komunikasi.

b. Withdrawal

Individu akan menarik diri ketika secara tidak sengaja terlibat dalam

situasi komunikasi, dimana individu tersebut tidak dapat keluar dari

situasi komunikasi itu, individu lebih memilih untuk diam dan hanya

berbicara sesedikit mungkin.

c. Disruption

Individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal,

menunjukkan ketidakmampuan ketika berbicara secara verbal dengan

lancar, atau ketidakmampuan dalam berperilaku verbal atau non verbal

dengan tepat dalam komunikasi.

d. Overcommunication

Hal ini sangat jarang dan tidak biasa terjadi pada individu yang

mengalami kecemasan komunikasi interpersonal. Namun pernah

terjadi bahwa individu yang mengalami kecemasan komunikasi

interpersonal terlihat ingin mendominasi komunikasi dengan bicara

yang tidak ada hentinya (non stop).

Peneliti menggunakan ketiga aspek kecemasan komunikasi

(36)

commit to user

penelitian yang terdiri dari unwillingness yaitu ketidaksediaan untuk

berkomunikasi, avoiding yaitu menghindarkan diri dari situasi komunikasi,

dan control yaitu rendahnya kontrol terhadap situasi komunikasi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Komunikasi

Interpersonal

Kecemasan komunikasi interpersonal yang dialami individu dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Daly dan McCroskey (1984)

mengemukakan timbulnya kecemasan komunikasi interpersonal yang terjadi

pada individu dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain:

a. Faktor personal (traitlike)

Terdiri dari faktor herediti (keturunan) dimana individu sejak

lahir sesudah memiliki tendensi dan predisposisi kepribadian tertentu.

Menurut Crawford,dkk (2006) faktor personal yang dapat

mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal antara lain self

esteem, kontrol diri dan asertivitas. Selain herediti, faktor lingkungan

juga berpengaruh, karena manusia hidup di dalam lingkungan

masyarakat yang didalamnya terdapat faktor penting yang

mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal yang dialami

individu yaitu reinforcement dan modelling.

Individu yang sejak anak-anak mendapat reinforcement untuk

(37)

commit to user

komunikasi, sebaliknya, jika anak tidak mendapat penguatan untuk

berkomunikasi, anak akan tumbuh dengan sedikit melakukan aktivitas

komunikasi. Modelling merupakan faktor kedua setelah reinforcement.

Teori modelling menunjukkan bahwa anak menyaksikan perilaku

komunikasi orang lain dilingkungan mereka dan mencoba

menyamainya.

b. Faktor situasional

Faktor situasional ini terdiri dari (1) novelty (kebaruan), situasi

baru akan meningkatkan ketidakpastian akan apa yang harus

dilakukan oleh seseorang. Jika individu belum pernah diwawancarai,

dan kemudian individu tersebut harus diwawancarai, maka situasi

baru tersebut menjadikannya tidak yakin pada apa yang dia lakukan

dan menjadi cemas. (2) formality (situasi formal), kecemasan

komunikasi dapat meningkat jika dalam situasi formal karena

pemikirannya mengenai tingkahlaku yang dapat diterima (3)

subordinate status, dalam situasi ini tingkahlaku yang tepat

didefinisikan menurut individu yang berada pada posisi yang lebih

tinggi. (4) conspicuousness, menjadi individu yang baru dalam situasi

situasi sosial akan menjadikan individu merasa bingung, individu

yang merasa bingung biasanya lebih tinggi kecemasan

komunikasinya. (5) unfamiliarity, biasanya dalam situasi yang sudah

familiar, tingkat kecemasan komunikasinya menurun(6) dissimiliarity

(38)

commit to user

komunikasi dengan orang-orang yang memiliki kesamaan daripada

dengan orang-orang yang banyak perbedaan. Individu juga akan lebih

nyaman ketika tingkat perhatian yang diberikan oleh oranglain dalam

tingkat yang sedang-sedang saja.

De Vito (1995) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi

timbulnya kecemasan komunikasi interpersonal pada individu, antara lain

sebagai berikut:

a. Kurangnya keterampilan dan pengalaman komunikasi masa lalu

Kurangnya keterampilan dan pengalaman masa lalu dapat

menyebabkan individu mengalami kesulitan dan kecemasan dalam

berkomunikasi. Individu menjadi sulit berkomunikasi dengan efektif

jika individu kurang memiliki ketrampilan dan kurangnya pengalaman

dalam menjalin komunikasi interpersonal akan menyebabkan individu

lebih mudah cemas apabila mnenghadapi situasi komunikasi.

b. Tingkat evaluasi

Jika individu menghadapi situasi komunikasi yang lebih evaluatif,

individu akan lebih mudah mengalami kecemasan. Semakin besar

perasaan dievaluasi, maka kecemasan juga akan meningkat.

c. Status yang lebih rendah

Adanya perasaan bahwa oranglain merupakan komunikator yang lebih

baik dan lebih banyak pengetahuan daripada individu yang

(39)

commit to user

Berfikir positif tentang diri sendiri dan meningkatkan ketrampilan

dapat membantu mengatasi perasaan ini.

d. Tingkat kejelasan

Lebih jelas satu keadaan, lebih rendah pula kecemasan yang dialami

dalam komunikasi. Hal ini yang menyebabkan berbicara di depan

orang banyak lebih menyebabkan kecemasan daripada berbicara

didepan orang-orang yang jumlahnya lebih sedikit. Hal tersebut

disebabkan oleh adanya perasaan yang membebani bahwa lebih

banyak orang yang memperhatikan dirinya.

e. Tingkat ketidakpastian

Semakin tidak terramalkan suatu situasi, semakin besar kecemasan

yang akan terjadi. Situasi ambigu atau situasi baru yang tidak pasti apa

tujuan dan apa yang diinginkan dari situasi komunikasi akan

menyebabkan individu lebih merasa cemas. Misalnya ketika

berkomunikasi dengan orang yang baru dikenal.

f. Tingkat kesamaan

Jika individu merasa hanya ada sedikit kesamaan dengan lawan

bicara, individu akan lebih merasa cemas. Dengan memberi perhatian

pada kesamaan yang dimiliki maka tingkat kecemasan akan menurun.

g. Pengalaman kegagalan dan kesuksesan masa lalu

Pengalaman masa lalu akan mempengaruhi respon individu apabila

menghadapi situasi yang sama. Pengalaman keberhasilan seseorang

(40)

commit to user

berhasil dalam komunikasi selanjutnya, sedangkan pengalaman

kegagalan individu akan membuatnya merasa kegagalan komunikasi

yang terjadi akan terulang lagi.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat diketahui bebarapa

faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal, antara lain

faktor personal yang terdiri dari herediti dan faktor lingkungan yang terdiri

dari reinforcement dan modelling, dan faktor situasional yang terdiri dari

kurangnya ketrampilan dan pengalaman komunikasi, tingkat evaluasi, status

yang lebih rendah (subordinate status), tingkat kejelasan (conspicuousness),

tingkat ketidakpastian, tingkat kesamaan (dissimiliarity), pengalaman

kegagalan dan atau kesuksesan masa lalu, novelty (kebaruan), formality

(situasi formal), unfamiliarity, serta degree of attention.

B. Kestabilan Emosi

1. Pengertian KestabilanEmosi

Kestabilan emosi merupakan kematangan emosional yang berdasarkan

kesadaran yang mendalam terhadap kebutuhan-kebutuhan,

keinginan-keinginan, cita-cita dan alam perasaannya serta pengintegrasian semuanya itu

kedalam suatu kepribadian yang bulat dan harmonis (Gerungan, 1978).

Hurlock (1993) mengemukakan bahwa kestabilan emosi adalah keadaan yang

tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati kesuasana hati lain

seperti dalam periode sebelumnya. Kestabilan emosi bukan hanya

(41)

commit to user

membantu mengontrol pertumbuhan dan perkembangan individu. Kestabilan

emosi sebagai suatu proses kepribadian yang terus-menerus bekerja dengan

perasaan yang lebih baik dalam kesehatan emosi, baik intrapsikis ataupun

intrapersonal. Hal tersebut menjelaskan bahwa kestabilan emosi dapat dilihat

dari kemampuan individu untuk menahan atau menunda pemuasan

kebutuhan, kemampuan toleransi terhadap frustrasi, kepercayaan pada

rencana jangka panjang serta kemampuan menunda atau memperbaiki

harapan atau dugaan dalam suatu situasi (Smitson, dalam Aleem, 2005).

Scheneider (1964) mengungkapkan bahwa kestabilan emosi didukung oleh

penyesuaian dan kesehatan emosi yang terdiri dari adekuasi emosi, kontrol

emosi dan kematangan emosi.

Menurut Darmawan (2008) kestabilan emosi merupakan kemampuan

individu untuk dapat mengendalikan dirinya sendiri dari berbagai situasi.

Individu yang memiliki kestabilan emosi tidak bertindak emosional karena

faktor dari luar dirinya, sehingga tidak akan mudah terpengaruh pada hal-hal

yang negatif. Kestabilan emosi merupakan keberhasilan pencapaian

keyakinan dalam diri individu, yaitu keyakinan dalam pencapaian cita-cita

yang diharapkan. Individu yang memiliki kestabilan emosi memiliki rasa

aman yang tercermin dalam kekuatan kepercayaan spiritual dan membantu

individu untuk bersikap secara seimbang dan stabil tanpa memperhatikan

masalah-masalah yang dihadapi. Kestabilan emosi menanggulangi

ketakutan-ketakutan pada kesalahan masa lalu dan menahan diri dari segala sesuatu

(42)

commit to user

Chaplin (1995) mengemukakan individu yang memiliki kestabilan

emosi akan terbebas dari sejumlah besar variasi atau perselang-selingan

dalam suasana hati dan memiliki kontrol yang baik. Wiggins (dalam Cable

dan Judge, 2003) mengemukakan bahwa individu dengan kestabilan emosi

tinggi akan bersikap tenang, merasa aman, dan tidak nervous. Sebaliknya

individu yang memiliki kestabilan emosi yang rendah akan cenderung merasa

cemas, emosional, mudah malu, dan murung.

Berbagai pengertian kestabilan emosi oleh beberapa ahli diatas, dapat

disimpulkan bahwa kestabilan emosi merupakan kemampuan individu untuk

dapat mengendalikan dirinya sendiri dari berbagai situasi dan tidak mudah

berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati kesuasana hati lain serta

adanya kontrol yang baik dalam emosinya.

2. Aspek-aspek Kestabilan Emosi

Sharma (2006) mengemukakan aspek-aspek kestabilan emosi sebagai

berikut:

a. Firmly Established

Individu dengan kestabilan emosi memiliki kondisi emosi yang kuat

atau mantap. Kemantapan atau kekuatan emosi dapat dilihat kondisi

emosi yang tidak mudah tergoyahkan dan terganggu dan tidak mudah

(43)

commit to user

b. Well Balanced

Yaitu kemampuan untuk mengalami atau menghadapi emosi yang

terjadi secara seimbang. Individu tidak menghindari emosi negatif,

tetapi akan menghadapi, mengatasi dan menjaganya untuk lebih

tenang, mampu untuk merespon emosi positif dan emosi negatif

dengan seimbang, tidak mudah mengalami emosi yang ekstrem

(Johnston, 2002).

c. Capable Remain in same Status

Individu yang memiliki kestabilan emosi, mampu untuk berada dalam

kondisi emosi yang sama atau tetap dalam suatu situasi. Individu tidak

cepat mengalami mengalami perubahan emosi serta tidak mengalami

perubahan emosi yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak terprediksi.

Smitson (dalam Aleem, 2005) menegaskan bahwa individu yang

memiliki kestabilan emosi adalah individu yang memiliki kemampuan untuk

menghadapi perbedaan, kemampuan untuk menunda respon khususnya pada

emosi yang negatif, bebas dari ketakutan yang tidak beralasan, serta memiliki

kemampuan untuk memaafkan kesalahan tanpa merasa malu.

Peneliti merujuk pada aspek-aspek kestabilan emosi yang

diungkapkan oleh Sharma (2006) meliputi firmly established, well balanced

(44)

commit to user

C. Penerimaan Diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Cronbach (1962) mengemukakan penerimaan diri sebagai

karakteristik mendalam yang menerangkan secara luas mengapa seseorang

melakukan sesuatu. Individu yang memilki penerimaan diri mengetahui

kelemahan yang ada pada dirinya, tahu kesalahan yang diperbuat dan mampu

memperbaikinya dan belajar untuk bergaul dengan individu lain.

Penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas

dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, dan pengakuan

akan keterbatasan diri sendiri (Chaplin, 1995). Penerimaan diri adalah

sejauhmana seseorang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadi

dan menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Sikap

penerimaan diri ditunjukkan oleh sikap pengakuan seseorang terhadap

kelebihan-kelebihannya sekaligus menerima kelemahan-kelemahannya tanpa

menyalahkan oranglain dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan

diri. (Handayani,dkk, 1998).

Selanjutnya, menurut Johnson (1993) penerimaan diri adalah

penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri serta tidak bersikap sinis

terhadap diri sendiri. Individu yang memiliki penerimaan diri lebih membuka

diri dan menerima oranglain. Branden (dalam Trimulyaningsih dan

Rachmahana, 2008) mengemukakan bahwa penerimaan diri adalah sebuah

penolakan untuk menganggap setiap bagian dari individu sebagai asing atau

(45)

commit to user

individu menganggap atau mengakui karakteristik pribadi, kemampuan serta

bersedia untuk hidup dengan keadaan individu tersebut.

Schultz (1991) mengemukakan individu yang menerima diri tidak

berusaha mengubah atau memalsukan diri, tidak defensif dan tidak tidak

bersembunyi dibelakang peranan-peranan sosial. Calhoun dan Acocella (1990)

mengemukakan penerimaan diri sebagai sikap menerima diri sendiri apa

adanya. Penerimaan diri bukan berarti bahwa individu tidak pernah kecewa

dengan dirinya, atau merasa bahwa individu tersebut gagal mengenali

kesalahannya sebagai suatu kesalahan serta adanya perasaan tidak perlu

meminta maaf atas keberadaannya.

Dengan menerima diri individu akan dapat menerima orang lain

dengan baik. Sartain (dalam Andromeda dan Rachmahana, 2006)

mengemukakan penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima

dirinya sebagaimana adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya.

Individu yang telah menerima diri berarti telah menjalani proses yang

menghantarkan dirinya pada pengetahuan dan pemehaman dirinya sehingga

dapat menerima dirinya secara utuh dan bahagia.

Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

penerimaan ini merupakan sikap individu yang pada dasarnya merasa puas

dengan kualitas dan kemampuan diri sendiri, dan bersedia untuk hidup dengan

(46)

commit to user

2. Aspek dan Ciri-ciri Penerimaan Diri

Supratiknya (1995) mengemukakan aspek-aspek penerimaan diri

sebagai berikut:

a. Pembukaan diri

Penerimaan diri individu terlihat dari pembukaan dirinya terhadap

orang lain. Individu yang memiliki pembukaan diri membiarkan

oranglain mengetahui tentang dirinya, termasuk apa yang dirasa dan

dipikirkannya. Pembukaan diri ditandai dengan kemampuan

mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada oranglain dan

merasa tertarik dalam kegiatan yang bersifat pengungkapan diri.

b. Penerimaan terhadap oranglain

Individu yang menerima diri memiliki penerimaan terhadap orang lain.

Penerimaan terhadap oranglain ditandai dengan kepekaan terhadap

kebutuhan oranglain dan bersedia menerima bantuan atau peran

oranglain.

c. Kesehatan psikologis

Kesehatan psikologis merupakan kualitas perasaan yang dimiliki

individu. Individu yang sehat secara psikologis memandang dirinya

sebagai individu yang disenangi, memiliki kemampuan, yakin bahwa

dirinya merupakan individu yang berguna atau pantas serta adanya

(47)

commit to user

Sheerer (dalam Cronbach,1962) menjelaskan ciri-ciri individu yang

memiliki penerimaan diri, sebagai berikut:

a. Keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi persoalan.

b. Menganggap diri berharga sebagai seorang manusia dan sederajat

dengan orang lain.

c. Tidak menganggap dirinya aneh atau abnormal dan tidak ada harapan

ditolak orang lain.

d. Tidak malu dan sadar diri.

e. Memikul tanggung jawab terhadap perilakunya sendiri.

f. Mempunyai standar tersendiri dan termasuk pada saat menyesuaikan

dengan tekanan eksternal.

g. Menerima pujian atau celaan secara objektif.

h. Tidak menyalahkan diri atas keterbatasan yang dimilikinya ataupun

mengingkari kelebihannya.

i. Tidak mengingkari dan menolak perasaan yang ada di dalam dirinya

ataupun merasa bersalah atasnya.

Matthews (1993) menjelaskan beberapa karakteristik dan perilaku

yang tampak pada orang yang memiliki penerimaan diri antara lain:

a. Percaya secara penuh akan nilai dan prinsip dan adanya keinginan

untuk mempertahankannya di depan opini kelompok.

b. Dapat bertindak dalam keputusannya yang terbaik tanpa merasa

(48)

commit to user

c. Tidak menghabiskan waktu untuk menghawatirkan masa depan, masa

kini ataupun masa lalunya.

d. Memiliki kepercayaan diri akan kemampuannya untuk mengatasi

permasalahan bahkan saat menghadapi kegagalan dan kemunduran.

e. Merasa sejajar dengan orang lain sebagai individu, tidak superior

maupun inferior, tidak memandang perbedaan dalam kemampuan

khusus, latar belakang keluarga, ataupun sikap orang tersebut terhadap

diri.

f. Mempercayai bahwa diri adalah individu yang memiliki interest dan

berharga bagi orang lain sedikitnya bagi orang-orang yang dipilih

untuk berhubungan

g. Dapat menerima pujian tanpa merasa adanya kepalsuan ataupun

dengan rasa bersalah.

h. Tidak melawan usaha oranglain untuk menguasai atau mendominasi

dirinya.

i. Mampu menerima ide dan mengaku kepada oranglain akan apa yang

menjadi dorongan dan keinginannya, dimulai dari kemarahan sampai

rasa cinta, kesedian dan kebahagiaan, kearahan yang mendalam sampai

penerimaan yang mendalam.

j. Secara alami menikmati dirinya dalam berbagai aktivitas termasuk

pekerjaan, permainan, ekspresi kreatif diri persahabatan atau

(49)

commit to user

k. Sensitif akan kebutuhan oranglain, menerima kebebasan sosial, dan

secara khusus tidak bersenang-senang di atas pengorbanan oranglain.

Peneliti merujuk pada aspek-aspek penerimaan diri yang dikemukakan

oleh Supratiknya (1995) yang meliputi pembukaan diri, penerimaan terhadap

oranglain dan kesehatan psikologis.

3. Proses Terbentuknya Penerimaan Diri

Menurut Supratiknya (1995) penerimaan diri terbentuk melalui lima

tahap, yaitu Reflected Self Acceptance, Basic Self Acceptance, Conditional

Self Acceptance, Self Evaluation, Real Ideal Comparison seperti yang

dijelaskan dibawah ini :

a. Reflected Self Acceptance

Membuat kesimpulan tentang diri berdasarkan penangkapan individu

tentang bagaimana oranglain memandang diri kita. Jika orang lain

menyukai diri kita maka kita akan cenderung untuk menyukai diri kita

juga.

b. Basic Self Acceptance

Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan diakui oleh orang lain

walaupun dia tidak mencapai patokan yang diciptakannya oleh orang

lain terhadap dirinya.

c. Conditional Self Acceptance

Penerimaan diri yang berdasarkan pada seberapa baik seseorang

(50)

commit to user

d. Self Evaluation

Penilaian individu tentang seberapa positifnya berbagai atribut yang

dimilikinya dibandingkan dengan berbagai atribut yang dimiliki orang

lain yang sebaya dengan seseorang membandingkan keadaan dirinya

dengan keadaan orang lain yang sebaya dengannya.

e. Real Ideal Comparison

Derajat kesesuaian antara pandangan seseorang mengenai diri yang

sebenarnya dan diri yang diciptakan yang membentuk rasa berharga

terhadap dirinya sendiri.

Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat diketahui proses

terbentuknya penerimaan diri pada individu meliputi reflected self

acceptance, basic self acceptance, conditional self acceptance, self

evaluation dan real ideal comparison.

4. Manfaat Penerimaan Diri

Hurlock (1974) menjelaskan bahwa semakin baik seseorang dapat

menerima dirinya, maka akan semakin baik pula penyesuian diri dan

sosialnya. Kemudian Hurlock membagi manfaat penerimaan diri dalam dua

kategori yaitu :

a. Dalam penyesuaian diri

Individu yang memiliki penerimaan diri tidak berfikir sebagai

individu yang sempurna, tetapi mampu mengenali kelebihan dan

(51)

commit to user

menerima kritik, dibandingkan dengan orang yang kurang dapat

menerima dirinya. Dengan demikian orang yang memiliki

penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya secara realistik,

sehingga dapat menggunakan semua potensinya secara efektif hal

tersebut dikarenakan memiliki anggapan yang realistik terhadap

dirinya maka akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura.

b. Dalam penyesuaian sosial

Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan dari

orang lain. Individu yang memiliki penerimaan diri akan merasa

aman untuk memberikan perhatiannya pada orang lain, seperti

menunjukkan rasa empati. Dengan demikian individu yang memiliki

penerimaan diri dapat mengadakan penyesuaian sosial yang lebih

baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri atau

merasa tidak adekuat sehingga mereka itu cenderung untuk bersikap

berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented).

D. Hubungan antara Kestabilan Emosi dan Penerimaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal pada Remaja

Setiap masa perkembangan akan terjadi suatu perubahan, salah

satunya perubahan dalam kehidupan dan peran sosial, pada remaja. Remaja

lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dan berkumpul dengan

teman sebaya ataupun anggota kelompok sosial yang lain dan mulai banyak

(52)

commit to user

partisipasi sosial pada masa remaja menyebabkan meningkatnya kebutuhan

komunikasi interpersonal pada remaja. Kendati komunikasi interpersonal

telah menjadi bagian yang hampir terjadi disetiap kehidupan manusia, masih

ada permasalahan atau hambatan dalam komunikasi interpersonal berupa

kecemasan komunikasi interpersonal.

Patterson dan Ritts (dalam Littlejohn dan Foss, 2005) menjelaskan

bahwa individu yang mengalami kecemasan komunikasi interpersonal

menunjukkan beberapa perubahan, secara fisiologis individu yang mengalami

kecemasan akan meningkat denyut jantungnya, muka memerah, dan lain-lain.

Perubahan dalam perilaku, antara lain memproteksi diri serta perubahan

dalam kognitif antara lain fokus pada diri sendiri dan gagasan yang negatif.

Menurut Littlejohn dan Foss (2005) kecemasan komunikasi

interpersonal yang tinggi dan tidak wajar akan menjadikan individu

merasakan ketidaknyamanan sehingga berupaya untuk selalu menghindari

situasi komunikasi yang akhirnya akan menghalangi individu untuk dapat

produktif dalam partisipasi dan kehidupan sosial.

Kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja dimungkinkan

terkait dengan kestabilan emosi dan penerimaan diri yang dimiliki oleh

remaja. Remaja yang memiliki kestabilan emosi serta didukung dengan

penerimaan diri, cenderung tidak mudah mengalami kecemasan komunikasi

interpersonal. Menurut Goleman (dalam Irma, 2003) individu yang memiliki

(53)

commit to user

emosi dan impuls yang merusak dengan efektif, memiliki adaptabilitas,

dalam arti luwes dalam menangani perubahan dan tantangan, dan optimis.

Dengan kestabilan emosi individu akan bersikap tenang, sabar dan

tidak mudah mengalami nervous. Lebih lanjut dijelaskan oleh Locke (2003)

bahwa individu dengan kestabilan emosi yang tinggi akan merasa tenang, dan

lebih percaya diri untuk mencapai kesuksesan. Sebaliknya, individu yang

memiliki kestabilan emosi yang rendah dimungkinkan cenderung mudah

mengalami kecemasan komunikasi interpersonal.

Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Wiggins (dalam Cable

dan Judge, 2003) bahwa individu yang memiliki kestabilan emosi rendah

akan mudah merasa cemas, emosional, mudah malu, dan murung. Locke

(2003) juga menambahkan individu dengan kestabilan emosi yang rendah

individu akan mudah cemas, moody, lebih banyak ekspresi negatif dalam

afeksinya, atau bahkan malu dalam kerjasama.

Kecemasan komunikasi interpersonal pada umumnya juga terjadi

karena kekhawatiran individu pada penilaian oranglain terhadap

performancenya, termasuk ketika berkomunikasi interpersonal. Sesuai

dengan yang dikemukakan Naditch dan Morrisey (dalam Jersild 1978),

bahwa kecemasan yang dialami remaja muncul karena ketakutan atau

keragu-raguan terhadap penilaian atau evaluasi yang diberikan oleh oranglain pada

(54)

commit to user

Individu yang memiliki penerimaan diri akan percaya dan yakin pada

kemampuannya, sehingga terbebas dari rasa malu dan cemas terhadap

penilaian oranglain terhadap dirinya, sehingga tidak mudah mengalami

kecemasan komunikasi interpersonal. Pernyataan tersebut didukung oleh

pendapat Hjelle dan Zeigler (1992) yang menyatakan bahwa individu yang

memiliki penerimaan diri akan dapat menerima dirinya dengan kelemahan

dan keterbatasan yang ada, tidak terbebani oleh rasa bersalah, rasa malu, dan

kecemasan.

Johnson (1993) juga mengemukakan bahwa menerima diri sendiri

merupakan salah satu cara untuk dapat menanggulangi ketakutan dan

kecemasan pada individu. Dengan demikian remaja yang memiliki

penerimaan diri akan mampu menghargai diri sendiri, bersikap positif

terhadap diri sendiri, tidak menanggap kemampuannya jauh lebih rendah

dibanding oranglain serta terbebas dari perasaan bersalah dan kecemasan,

sehingga cenderung tidak mudah mengalami kecemasan komunikasi

interpersonal.

Sebaliknya remaja yang penerimaan dirinya rendah cenderung mudah

mengalami kecemasan yang ketika melakukan komunikasi interpersonal. Hal

ini sesuai dengan pendapat Crawford, dkk (2006) bahwa kecemasan

komunikasi berkaitan beberapa variabel, antara lain harga diri dan masalah

(55)

commit to user

Berdasarkan uraian diatas dapat diterangkan bahwa kecemasan

komunikasi interpersonal yang terjadi pada remaja dimungkinkan sangat

terkait dengan kestabilan emosi dan penerimaan diri. Remaja yang memiliki

kestabilan emosi yang tinggi didukung dengan penerimaan diri yang dimiliki,

akan lebih tenang dan tidak mudah mengalami kecemasan dalam

mengahadapi situasi seperti apapun termasuk situasi komunikasi

interpersonal karena remaja yang memiliki kestabilan emosi dan penerimaan

diri akan lebih merasa tenang, lebih percaya diri, mampu menerima

keterbatasan dan kelebihan yang dimiliki, dan dan tidak terbebani rasa malu

dan kecemasan. Dengan demikian remaja cenderung tidak mudah mengalami

kecemasan komunikasi interpersonal.

E. Kerangka Pemikiran

(-)

(-)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kestabilan Emosi

Remaja Kecemasan Komunikasi Interpersonal

[image:55.595.138.503.237.589.2]
(56)

commit to user

F. Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, hipotesis yang

diajukan adalah:

1. Terdapat hubungan antara kestabilan emosi dan penerimaan diri dengan

kecemasan komunikasi interpersonal pada remaja.

2. Terdapat hubungan negatif antara kestabilan emosi dengan kecemasan

komunikasi interpersonal pada remaja.

3. Terdapat hubungan negatif antara penerimaan diri dengan kecemasan

(57)

Gambar

  Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 1 Distribusi Skor Skala
Blue Print Tabel 2 dan sebaran distribusi aitem SkalaKecemasan Komunikasi
 Blue print Tabel 3 dan sebaran distribusi aitem Skala Kestabilan Emosi (sebelum uji
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kematangan emosi dengan penerimaan diri pada dewasa madya. Dimana semakin tinggi

Sebaliknya, semakin rendah penerimaan diri pada remaja penyandang tuna rungu, maka semakin tinggi kecemasan berinteraksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada mahasiswa, dan mengetahui apakah ada perbedaan

Adanya hubungan yang negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal dapat dijelaskan bahwa kepercayaan diri merupakan faktor penting yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada mahasiswa, dan mengetahui apakah ada perbedaan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara penggunaan media sosial dengan kualitas tidur, kestabilan emosi dan kecemasan sosial pada

Berdasarkan hasil analisis diketahui ada hubungan negative yang sangat signifikan antara kestabilan emosi dengan kecemasan berbicara di depan umum dengan koefisien korelasi (r)

Berdasarkan dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian mengenai “hubungan antara persepsi komunikasi interpersonal remaja dalam keluarga dengan kepercayaan