• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE DALAM PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TERORISME

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE DALAM PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TERORISME"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE

DALAM PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TERORISME

(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR: 1783/Pid.B/2004/PN.Jak.Sel)

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

MEI TYAS WAHYU WULANDANI NIM. E1107180

FAKULTAS HUKUM

(2)

commit to user

ii

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE

DALAM PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TERORISME

(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR:1783/Pid.B/2004/PN.Jak.Sel)

Oleh

MEI TYAS WAHYU WULANDANI E1107180

Disetujui untuk dipertahanhkan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 14 April 2011

Dosen Pembimbing

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE

DALAM PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TERORISME

(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR:1783/Pid.B/2004/PN.Jak.Sel) Oleh

Mei Tyas Wahyu Wulandani NIM. E1107180

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada : Hari : Selasa

Tanggal : 26 April 2011

DEWAN PENGUJI

1. (Edy Herdyanto, S.H., M.H.) : ……….

Ketua

2. (Kristiyadi, S.H., M.Hum.) :……….

Sekretaris

3. (Bambang Santoso,S.H., M.Hum.) : ………. Anggota

Mengetahui Dekan,

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Mei Tyas Wahyu Wulandani

NIM : E1107180

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (Skripsi) berjudul: IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE DALAM PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA

TERORISME (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR:

1783/Pid.B/2004/PN.Jak.Sel) adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 14 April 2011

(5)

commit to user

v MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang

lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Q.S Alam Nasyrah: 6-8)

“Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat pahala dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat

siksa dari kejahatan yang (diperbuatnya)”. (Q.S Al-Baqarah : 286)

“Orang-orang yang berhenti belajar akan manjadi pemilik masa lalu, namun orang-orang yang masih terus belajar akan manjadi pemilik masa depan“

(Mario Teguh)

“Jika kau ingin naik lebih tinggi gunakan kakimu sendiri! jangan buat dirimu dibawa keatas. Jangan pula dengan menginjak bahu atau kepala orang lain ”

(Frederich Nietzsche)

”Kebahagiaan terbesar dalam hidup ini adalah bila kita berhasil melakukan apa yang menurut orang lain tidak dapat kita lakukan”

(Walter Beganhot)

“Mengetahui kekurangan diri sendiri adalah tangga untuk mencapai cita-cita dan berusaha mengisi kekurangan tersebut adalah keberanian luar biasa”

(6)

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:

Ø

Allah SWT yang telah memberikan kenikmatan, berkah dan rahmat yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.

Ø

Nabi Muhammad SAW, sebagai Tauladanku.

Ø

Ayah dan Bundaku tercinta yang senantiasa mendukungku dalam menuntut ilmu, memberikan doa, nasihat dan semangat di setiap langkahku, serta cinta dan

kasih sayang yang tulus tak ternilai harganya demi mewujudkan cita-citaku

menjadi seorang Sarjana Hukum dan selalu mengingatkanku untuk lebih

menghargai setiap waktu dan kesempatan dalam hidupku agar lebih bermanfaat.

Ø

Kakakku tesayang ”Chandra Agnisa Prismadani” yang selalu menyayangiku, mendukungku, dan memberiku semangat serta selalu membantuku da;lam setiap

problema yang ku hadapi.

Ø

One ”Pooh” yang selalu mendukungku dan memberiku spirit dengan nasehat-nasehatnya, dan perhatian khususnya,

Ø

Sahabat-sahabatku yang selalu menemaniku, memberiku keceriaan, serta semangat di setiap hariku dengan ketulusan rasa persahabatan yang tak kan

(7)

commit to user

vii ABSTRAK

Mei Tyas Wahyu Wulandani E1107180. 2011. IMPLEMENTASI HAK

TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN SAKSI YANG

MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE DALAM PERSIDANGAN DAN

KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA

TERORISME (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR:

1783/PID.B/2004/PN.JAK.SEL). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan atau a de charge dalam persidangan dan kekuatannya sebagai alat bukti dalam perkara terorisme pada putusan nomor: 1783/Pid.B/2004/PN.Jak.Sel.

Penulisan hukum ini merupakan penulisan hukum normatif yang bersifat preskriptif, menggunakan pendekatan kasus. Penulisan ini menggunakan bahan hukum primer, dan sekunder. Metode dalam pengumpulan bahan hukum tersebut adalah studi kepustakaan. Bahan hukum yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan pendekatan pendekatan kasus (case approach).

Berdasarkan hasil penelitian yang dituangkan dalam pembahasan ditarik kesimpulan, bahwa dalam praktek pemeriksaan perkara pidana, hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak tersangka atau terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Salah satu dari beberapa hak terdakwa yang diatur dalam KUHAP adalah hak terdakwa untuk menghadirkan saksi a de charge. Saksi a de charge adalah saksi yang meringankan atau menguntungkan terdakwa. Dasar hukum saksi yang meringankan (a de charge) adalah Pasal 65 KUHAP yaitu Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Seperti juga yang disebutkan dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c, yaitu dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau dijatuhkannya putusan hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. Saksi yang meringankan terdakwa tidak saja bisa diajukan ketika seorang terdakwa diperiksa oleh pengadilan (Pasal 160 ayat (1) huruf c) KUHAP, tetapi juga ketika seseorang sebagai tersangka di muka pemeriksaan penyidikan (Pasal 116 ayat (3) KUHAP). Dan dengan adanya saksi a de charge atau saksi yang meringankan ini, dapat digunakan terdakwa atau tim penasehat hukumnya untuk membela terdakwa serta dapat saja melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa.

(8)

commit to user

viii ABSTRACT

Mei Tyas Wahyu Wulandani E1107180. 2011. THE IMPLEMENTATION OF THE DEFENDANT’S RIGHT TO PRESENT THE ALLEVIATING WITNESS OR A DE CHARGE IN TRIAL AND STRENGTH AS THE EVIDENCE IN TERRORISM CASE (A CASE STUDY IN VERDICT NUMBER: 1783/PID.B/2004/PN.JAK.SEL). Law Faculty of Sebelas Maret University.

This research aims to find out how the implementation of the defendant’s right to present the alleviating witness or a de charge in trial and strength as the evidence in terrorism case in Verdict Number: 1783/PID.B/2004/PN.Jak.Sel.

This study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature, using case approach. This research employed primary and secondary laws. Method of collecting law material used was library study. The law material collected was then analyzed using case approach.

Considering the result of research included in the discussion, it can be concluded that in the criminal case hearing practice, the most fundamental thing emphasized is about the accused’s or defendant’s rights in both investigation and trial levels. Some right of the defendants regulated in KUHAP (Criminal incriminating the defendant included in the case transferring document or requested by the defendant or lawyer or public prosecutor during the trial or sentencing, the trial should compulsorily hears the information of such a witness. The witness alleviating the defendant cannot be present because the defendant is examined by the court (Article 160 clause (1) letter c of KUHAP, but also when someone as the accused before the investigation examination (Article 116 clause (3) of KUHAP). And the presence of a de charge witness can be used by the defendant or his/her advocate team to defend the defendant and to attenuate the Public Prosecutor’s indictment against the defendant.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan penulisan hukum (skripsi) yang berjudul “ IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN

SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE DALAM

PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TERORISME (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR: 1783/PID.B/2004/PN.JAK.SEL) ”.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum (skripsi) ini tidak terlepas dari bantuan serta dukungan baik meteriil maupun non materiil yang diberikan oleh berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberi dukungan, semangat, doa, saran dan kritik serta sarana dan prasarana bagi Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

3. Bapak Bambang Santoso, S.H, M.Hum selaku pembimbing, terimakasih atas bantuan dalam penyusunan skripsi, sumbangan pemikiran, pencerahan, serta dorongan terhadap Penulis dalam penulisan hukum ini; 4. Bapak Harjono, S.H., M.H., selaku Ketua Program Non Reguler

terimakasih atas saran yang memberikan dukungan-dukungan dan bimbingan bagi penulis selama menempuh pendidikan strata satu ini, serta segala dukungan dalam penulisan hukum ini;

(10)

commit to user

x

penulis hingga menjadi seorang sarjana hokum yang dapat dijadikan bekal dalam penyelesaian skripsi ini serta menghadapi persaingan di lingkungan masyarakat luas;

6. Bapak Faisal Banu, S.H, M.Hum selaku Pembimbing Mitra Kejaksaan Negeri Karanganyar yang telah memberikan banyak materi-materi, pengetahuan mengenai hukum dan kehidupan serta informasi dan petunjuk kepada penulis selama Kegiatan Magang Mahasiswa di Kejaksaan Negeri Sukoharjo;

7. Kedua orang tua Penulis, Bapak Purwono dan Ibu Sri Istanti, atas segala doa, cinta kasih, dukungan yang tanpa henti baik moril maupun materiil, kesabaran, kepercayaan, dan ketulusan yang diberikan kepada Penulis tanpa pamrih, sehingga penulis dapat lebih menghargai setiap waktu dan kesempatan dalam hidup agar lebih bermanfaat.

8. Kakakku tersayang Chandra Agnisa Prismadani, atas kasih sayang, dan pengertiannya untuk berbagi disemua sisi hidup dengan Penulis selama proses penulisan ini.

9. Eyang Kakung Toto Suwarno, Eyang Putri Suwarni, Om, Tante, Budhe, Pakdhe, Mas, Mbak, adik, dan segenap saudara, yang tidak dapat Penulis sebutkan satu-persatu atas segala dukungan dan doa yang telah diberikan pada Penulis selama proses penulisan ini, sehingga semuanya dapat terselesaikan dengan baik.

10.One “Pooh” Nur Hendra yang selalu direpotkan oleh penulis, namun senantiasa membuat penulis tersenyum dengan perhatian, semangat serta dukungannya.

(11)

commit to user

xi

tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu atas dukungan yang diberikan pada seminar proposal. Kalian adalah inspirasiku, tanpa kalian kuliahku selama di FH ini tidak akan berwarna.

12.Sahabat-sahabat yang tergabung dalam ”Cebby Family” : Elvira Agustina ”El”, Pratiwi Suryadewi ”Tiwi”, Anindita Dyah ”Dita”, Dika Permana Putra, Zulfahmi Rizky ”Eqi”, Yuke Semeru ”Iuqe” yang selalu berbagi canda tawa, duka, dan kebersamaan melewati hari-hari selama kuliah di Fakultas Hukum UNS. Tanpa kalian, tak kan ada kenangan indah selama masa kuliah di FH UNS ini.

13.Teman-teman Magang di Kejaksaan Negeri Karanganyar 2011: Shinta Utami “Miss Nongki”, Venni, Tyas “Bundo”, Puspita “Puspitus”, Agung Widodo “Mas Agung”, Sukma Maulana “Mas Sukma”, Mahardika Permana Putra, Muliawan Nur Hendra, Mardian, yang memberikan warna berbeda dan suasana yang menyenangkan selama Kegiatan Magang Mahasiswa.

14.Teman-teman kos “Dian Astri”: Umra Atin “Tunna”, Selli “Selili”, Kristin”Si tomboy”, Widya”Nona lembut”, serta teman-teman Kos “New Arifah”: Hany, Dea, Dewi, Lulu, bersama kalian, hidupku selama di Kota Solo ini menjadi tidak sepi krena selalu ada keceriaan yang kalian berikan padaku.

15.Teman-teman kru Masindo: Mas Prima, Mas Yoga, Wely, Mbak Prima, Mbak Kisha, Dimas, Ajeng “Nyemod”, Husein, Danika.

16.Tempat-tempat berkumpulnya para anggota “Fantastic Five”: KKN, Ngarspur, Square Gate, Gower.

17.Karisma “AD 4000 DM” dan Supra ”AD4000YM”, yang senantiasa mengantarkan penulis kemana saja, dan tentunya mengantarkan penulis menuju kota Surakarta untuk menuntut ilmu di Fakultas Hukum UNS. 18.Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya seluruh proses

(12)

commit to user

xii

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun penulisannya baik dari segi materi pembahasan maupun penulisannya, hal ini karena manusia tidak terlepas kesalahan dan kekhilafan serta keterbatasan materi, waktu, pengetahuan, serta kadar keilmuan dari Penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dan saran yang menunjang kesempurnaan penulisan hukum ini.

Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, sehingga dapat diamalkan dalam pengembangan dan pembangunan hukum nasional dan tidak menjadi suatu karya yang sia-sia. Amin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surakarta, 14 April 2011

(13)

commit to user

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN………. iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian……… 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Kerangka Teori ... 12

1. Tinjauan Tentang Pembuktian……….. 12

2. Tinjauan Tentang Hak-hak terdakwa ... 23

3. Tinjauan Tentang Saksi yang meringankan ( a de charge) ... 26

4. Tinjauan Tentang Terorisme………. 27

(14)

commit to user

xiv

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A.Imlementasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang Meringankan ( a de charge) dalam persidangan perkara terorisme... 32

1. Identitas Terdakwa ... 32

2. Kasus Posisi……….. 32

3. Keterangan Saksi yang meringankan (a de charge)….. 39

4. Pembahasan……….. 51

B. Kekuatan pembuktian keterangan saksi yang meringankan dalam perkara terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan... 55

1. Dakwaan... 55

2. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum... 57

3. Pertimbangan Hakim... 63

4. Amar Putusan... 72

5. Pembahasan... 78

BAB IV PENUTUP ... 83

A. Simpulan ... 83

(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

(16)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia selalu menjunjung tinggi hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti dinyatakan dalam UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan negara yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (mechtstaat). Penyebutan kata “rechtsstaat” dan “machtsstaat” disini menunjukkan bahwa para pendiri Negara Republik Indonesia mengacu kepada konsep negara hukum atau “rechtsstaat” di Jerman. Ada tiga ciri rechtsstaat yakni:

1. perlindungan hak asasi manusia; 2. pembagian kekuasaan; dan

3. pemerintahan berdasarkan undang-undang dasar.

Hal itu membawa konsekuensi bahwa tindakan-tindakan aparatur penyelenggara Negara bukan saja harus didasarkan atas norma-norma hukum materiil yang adil, tetapi juga harus didasarkan pada hukum formil yang mengatur prosedur untuk menegakkan ketentuan-ketentuan hukum materil yang memenuhi syarat-syarat keadilan. Norma-norma hukum prosedur itu haruslah bersifat adil, kemudian ketentuan-ketentuan tentang prosedur tidak boleh bersifat arbiter menurut selera penyelenggara kekuasaan Negara. Dengan demikian, tentunya Indonesia menghandaki masyarakat, aparat dan aparatur negaranya teratur, taat dan sesuai dengan aturan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, sehingga dapat terbentuk ketertiban, keteraturan serta keamanaan negara, dan untuk mewujudkannya diperlukan penegakan hukum yang baik.

(17)

commit to user

dijamin oleh hukum, maka harus tetap dan selalu dihormati tanpa mamandang perbedaan, ras, agama, ataupun individu itu sendiri. Dengan demikian manusia akan lebih leluasa melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara terutama demi tegaknya hukum.

Secara asasi, setiap orang memiliki hak untuk memperoleh keadilan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu “Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan cara mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”. Berlaku pula bagi orang yang telah diduga melakukan tindak pidana, kejahatan ataupun pelanggaran bahkan yang memang sudah terbukti bersalah, ia tetap harus mendapatkan perlindungan terhadap hak asasinya sebagai individu atau manusia seperti halnya terdakwa.

Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan. Apabila hak tersebut dilanggar, maka hak asasi dari tersangka, atau terdakwa telah dilanggar dan tentunya itu sama saja dengan pelanggaran hak asasi manusia.

Pasal 28I ayat (5) UUD Negara RI Tahun 1945 mengatur bahwa “perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah”. Bahkan Penjelasan Umum KUHAP itu sendiri mengatakan bahwa “penghayatan, pengamalan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban warganegara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warganegara, setiap penyelenggara negara, setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di pusat maupun di daerah yang perlu terwujud pula dalam dan dengan adanya hukum acara pidana ini”

(18)

commit to user

atau juga disebut dengan saksi a de charge, yang diatur dalam ketentuan Pasal 65 KUHAP.

Walaupun sistem pembuktian dalam hukum acara pidana di Indonesia tidak mengenal sistem pembuktian terbalik, namun dalam rangka keadilan, tersangka dan/atau terdakwa juga berhak untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, antara lain dengan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang menguntungkan atau meringankan, termasuk saksi a de charge tersebut.

Saksi a de charge merupakan penyeimbang dari adanya saksi a charge atau saksi yang memberatkan. Saksi a charge diajukan dan dihadirkan di persidangan oleh jaksa Penuntut umum, yang pada dasarnya dapat memperkuat dakwaannya terhadap terdakwa, sehingga dapat memberatkan terdakwa namun tidak terlepas dari syarat sahnya yang dapat menjadi saksi.

Apabila hanya keterangan saksi fakta atau saksi peristiwa atau saksi yang memberatkan saja yang dapat dijadikan sebagai alat bukti, sementara keterangan saksi yang menguntungkan dan saksi a de charge belum tentu dapat dijadikan alat bukti, maka prinsip jaminan dan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagai kaidah konstitusi yang diatur oleh Pasal 28D ayat (1) jelas-jelas telah dilanggar oleh kaidah undang-undang yang diatur oleh Pasal 1 angka 27 dihubungkan dengan Pasal 184 ayat (1) huruf a UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Maka dari itu untuk mewujudkan penegakan dan kepastian hukum yang adil, maka keduanya harus berimbang. Jaksa Penuntut Umum memiliki hak untuk mengajukan saksi yang memberatkan, begitu mestinya terdakwa berhak untuk mengajukan saksi yang meringankannya dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum atau bahkan melepaskannya dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut.

Dalam kenyataannya, tidak semua perkara yang disidangkan menghadirkan saksi yang meringankan atau a de charge tersebut, karena memang terdakwa tidak mengajukan saksi yang meringankan atau sebab lain yang memungkinkan tidak adanya saksi yang meringankan dalam suatu perkara pidana yang disidangkan.

(19)

alias Abdus Somad alias Abu Bakar Ba’asyir bin Abud Ba’asyir dalam Putusan Perkara No. 1783/Pid.B/2004/PN.Jkt-Sel, dimana telah dihadirkan 11 (sebelas) orang saksi yang meringankan atau a de charge bagi terdakwa, yang dapat memungkinkan keterangan saksi tersebut manjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim dalam membuat putusan, dengan mengkaji bagaimana penerapannya dalam pemeriksaan di persidangan serta kekuatan pembuktian saksi yang meringankan atau a de charge tersebut.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan untuk lebih mengetahui implikasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan atau a de charge dan kekuatannya sebagai alat bukti dalam perkara terorisme dalam bentuk penulisan hukum yang berjudul: “ IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MENGHADIRKAN

SAKSI YANG MERINGANKAN ATAU A DE CHARGE DALAM

PERSIDANGAN DAN KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA TERORISME (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR:1783/Pid.B/2004/PN.Jak.Sel) ”.

B. Rumusan Masalah

Untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas, agar dalam pembahasannya lebih jelas, terarah dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka penulis merumuskan beberapa pokok masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana imlementasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan (a de charge) dalam persidangan perkara terorisme pada putusan nomor: 1783/Pid.B/2004/PN.Jkt.Sel?

(20)

commit to user C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu kegiatan penelitian pasti terdapat suatu tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui imlementasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan (a de charge) dalam persidangan perkara terorisme pada putusan nomor: 1783/Pid.B/2004/PN.Jkt.Sel.

b. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian keterangan saksi yang meringankan dalam perkara terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh sumber bahan hukum, pengetahuan yang lengkap dan informasi sebagai bahan penyusunan penulisan hukum, agar dapat memenuhi persyaratan untuk menempuh gelar kesarjanaan dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan wawasan dan ilmu

pengetahuan penulis tentang hukum serta memberi pemahaman dalam aspek hukum.

D. Manfaat Penelitian

(21)

commit to user 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu hukum. b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi, ataupun

masukan bagi hukum, yang selanjutnya dapat berguna bagi para pelaksana penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan suatu gambaran serta informasi tentang penelitian sejenis dan pengetahuan bagi masyarakat tentang implementasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan atau a de charge dalam persidangan dan kekuatannya sebagai alat bukti dalam perkara terorisme pada putusan nomor: 1783/Pid.B/2004/Pn.Jkt-Sel.

b. Dengan penulisan hukum ini, diharapkan dapat mengembangkan serta

meningkatkan kemampuan penulis dalam bidang hukum yang nantinya dapat

dipergunakan sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat.

c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat member sumbangan ilmu pengetahuan

khususnya dalam bidang hukum bagi para pelaksna penegak hukum dalam

melaksanakan penegakan hukum.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 35).

(22)

commit to user

ilmunya (Johnny Ibrahim, 2006:26). Didalam penelitian hukum, konsep ilmu hukum dan metodologi yang digunakan di dalam suatu penelitian memainkan peran yang sangat signifikan agar ilmu hukum beserta temuan-temuannya tidak terjebak dalam kemiskinan relevansi dan aktualitasnya (Johnny Ibrahim, 2006 : 28).

Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari sudut penelitian hukum itu sendiri, maka pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Penelitian hukum normatif memiliki definisi yang sama dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu penelitian berdasarkan bahan-bahan hukum (librabry based) yang fokusnya pada membaca dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan sekunder (Johnny Ibrahim, 2006 : 44).

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif. Artinya sebagai ilmu yang besifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 22).

Dalam penelitian ini, penulis akan memberikan preskriptif mengenai hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan atau a de charge dalam persidangan dan kekuatannya sebagai alat bukti dalam perkara terorisme.

3. Pendekatan Penelitian

(23)

commit to user

Undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 93).

Dari beberapa pendekatan tersebut, peneliti menggunakan jenis pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Kajian pokok di dalam pendekatan kasus ini adalah ratio decidendi atau reasoning, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai pada suatu keputusan atau sampai kepada putusannya (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 94).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Penelitian hukum tidak mengenal adanya data. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 141).

Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahanhukum primer dan bahan hukum sekunder.

a. Bahan Hukum Primer:

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 14l).

Bahan hukum primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini yaitu :

(24)

commit to user

2) Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang;

3) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1783/Pid.B/2004/PN. Jkt-Sel.

b. Bahan Hukum Sekunder:

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jumal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 14l).

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis para ahli hukum, jurnal-jurnal hukum, artikel, intemet, dan sumber lainya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Peneliti mengumpulkan bahan hukum sekunder yang berhubungan dengan masalah yang diteliti untuk kemudian dikategorikan, dibaca, dikaji, selanjutnya dipelajari, diklarifikasi dan dianalisis dari peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, buku-buku, literatur, artikel, karangan ilmiah, makalah, jurnal dan sebagainya yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dikaji. Kemudian bahan hukum tersebut dianalisis dan dirumuskan sebagai penunjang di dalam penelitian ini.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

(25)

aturan hukum kemudian diajukan premis minor adalah fakta hukum dan dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2010 : 74).

Yang menjadi primis mayor (aturan hukum) yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana) dan Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menjadi Undang-Undang, sedangkan premis minor yaitu Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 1783/Pid.B/2004/PN.Jkt-Sel, yang kemudian dari kedua premis tersebut kemudian akan ditarik kesimpulan pada pembahasan.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan, penganalisaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

(26)

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini diuraikan hasil dari penelitian yang membahas: imlementasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan (a de charge) dalam persidangan perkara terorisme pada putusan nomor: 1783/Pid.B/2004/ PN.Jkt.Sel dan kekuatan pembuktian keterangan saksi yang meringankan dalam perkara terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ?

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran-saran mengenai permasalahan yang ada.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Pembuktian a. Pengertian Pembuktian

Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh Undang-Undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan Undang-Undang dan boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan (M. Yahya Harahap, 2003 : 293).

Hari Sasangka dan Lily Rosita memberikan definisi hukum pembuktian yaitu sebagian dari hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara mengajukan alat bukti serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 10).

Pembuktian yaitu yang dimaksudkan dengan membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.

Menurut Darwan Prinst (1998:133), yang dimaksud dengan pembuktian, adalah pembuktian bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya.

(28)

berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal (Andi Hamzah, 2002 : 245).

Menurut Martiman Prodjohamidjojo (1984 : 11) membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap kebenaran peristiwa itu.

Menurut Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan oleh undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang hendak dijatuhkan oleh majelis hakim terhindar dari pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan. Jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusanberdasarkan hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang dibenarkan sistem pembuktian ( M. Yahya Harahap, 2008 : 274).

b. Sistem Pembuktian

Sistem Pembuktian adalah pengaturan tentang macam-macam alat bukti yang boleh dipergunakan, penguraian alat bukti dan dengan cara-cara bagaimana alat-alat bukti itu dipergunakan dan dengan cara-cara bagaimana hakim harus membentuk keyakinan (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 11).

Dalam hukum pidana dikenal empat teori pembuktian, yaitu :

(29)

Teori pembuktian menurut keyakinan hakim ialah berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian menurut undang-undang secara positif.

Menurut pendapat Andi Hamzah dalam bukunya “Hukum Acara Pidana Indonesia” mengatakan bahwa pengadilan adat dan swapraja pun memakai sistem keyakinan hakim melulu selaras dengan kenyataan bahwa pengadilan-pengadilan tersebut dipimpin oleh hakim-hakim yang bukan ahli (berpendidikan) hukum.

Sistem ini memberi kebebasan hakim terlalu besar, sehingga sulit diawasi. Disamping itu terdakwa atau penasihat hukumnya sulit melakukan pembelaan. Dan hakim dapat memidana terdakwa berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang didakwakan. Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Perancis.

2) Sistem atau Teori Pembuktian berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis (Laconviction Raisonnee)

Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian sisertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu (Andi Hamzah, 2002 : 249).

Sistem atau teori pembuktian ini juga disebut pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrije bewijstheorie). Dalam sistem ini dapat dikatakan keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa.

(30)

Sistem atau teori pembuktian berdasar undang-undang secara positif (positif wettelijk bewijstheorie) adalah pembuktian yang didasarkan kepada alat-alat pembuktian yang disebut undang-undang. Dikatakan secara positif, hanya karena didasarkan pada undang-undang melulu, artinya jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie) (Andi Hamzah, 2002 : 247).

Sistem atau teori pembuktian ini berusaha menyingkirkan semua pertimbangan subjektif hakim dan mengikat hakim secara ketat menurut peraturan-peraturan pembuktian yang keras. Dengan kata lain, bahwa keyakinan hakim dalam sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif ini, tidak ikut berperan menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah.

4) Sistem atau Teori Pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara Negatif (Negatief Wettelijk)

KUHAP maupun HIR, menganut sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang negatif (negatief wettelijk). Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

(31)

Sebelum diberlakukan KUHAP, ketentuan yang sama telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok tentang Kekuasaan Kehakiman (UUPKK) Pasal 6 yang berbunyi : “Tiada seorang pun dapat dijatuhi dipidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”.

Sistem Pembuktian Yang Dianut Indonesia didasarkan pada Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Asas minimum pembuktian merupakan prinsip yang mengatur batas yang harus dipenuhi untuk membutikan kesalahan terdakwa yaitu :

1) Dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti sah (dengan hanya satu alat bukti belum cukup).

2) Kecuali dalam pemeriksaan perkara dengan cara pemeriksaan ”cepat”, dengan satu alat bukti sah saja sudah cupuk mendukung keyakinan hakim.

Kemudian yang merupakan prinsip pembuktian adalah:

1) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan (notoire feiten);

2) Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis);

(32)

commit to user c. Alat Bukti

Yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan pleh terdakwa (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003 : 11).

Alat bukti adalah suatu (barang/non barang) yang ditentukan oleh undang-undang yang dapat dipergunakan untuk memperkuat dakwaan, tuntutan ataupun gugatan (Bambang Waluyo, 1996 : 3).

Pengertian alat bukti dalam Black’s Law Dictionary adalah semua jenis bukti yang secara legal disajikan di depan persidangan oleh suatu pihak dan melalui sarana saksi, catatan, dokumen, peragaan, benda-benda konkrit dan lain sebagainya, dengan tujuan untuk menimbulkan keyakinan pada hakim.

Adapun alat bukti yang sah menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP, adalah :

1) Keterangan saksi

Keterangan saksi disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai alat bukti yang pertama. Dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP menyebutkan bahwa keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Maka keterangan saksi sebagai alat bukti yaitu apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan.

(33)

kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Sistem pemeriksaan perkara menurut KUHAP dimulai dengan pemeriksaan saksi-saksi, meskipun pada permulaan sidang hakim memanggil terdakwa terlebih dahulu kemudian menanyakan hal-hal mengenai diri terdakwa/identitas tetapi belum langsung mengenai pokok perkaranya ( Faisal Salam, 2001 : 283).

Pada umumnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Hampir semua pembuktian perkara pidana selalu bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya disamping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi (M.Yahya Harahap, 2008 : 286).

Menurut penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, dalam keterangan saksi tidak termasuk keterangan yang diperoleh dari orang lain atau Testimonium de Auditu. Dan mengenai pemeriksaan saksi diatur dalam Pasal 159 KUHAP sampai dengan Pasal 174 KUHAP.

Saksi dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a) Saksi a charge, yaitu saksi dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan oleh Penuntut Umum, dikarenakan kesaksiannya dapat memberatkan terdakwa.

b) Saksi a de charge, yaitu saksi yang dipilih dan diajukan oleh Penuntut Umum, atau terdakwa, atau Penasehat Hukum yang sifatnya dapat meringankan terdakwa.

(34)

commit to user a) Syarat Formil :

(1) Seorang saksi harus mengucapkan sumpah dan janji baik sebelum maupun setelah memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (3) dan Pasal 160 ayat (4) KUHAP);

(2) Seorang saksi telah mencapai usia dewasa yang telah mencapai usia 15 tahun atau lebih atau sudah menikah. Sedangkan orang yang belum mencapai usia 15 tahun atau sudah menikah dapat memberikan keterangan tanpa disumpah dan dianggap sebagai keterangan biasa (Pasal 171 butir a KUHAP).

b) Syarat Materiil

(1) Melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu peristiwa pidana (Pasal 1 butir 26 atau 27 KUHAP);

(2) Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya atau pengetahuannya itu (Pasal 1 butir 27 KUHAP);

(3) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Asas ini dikenal dengan asas unus testis nulus testis (Pasal 185 ayat (2) KUHAP).

(35)

commit to user

Penilaian keterangan saksi dapat diperoleh dari:

a) Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; b) Persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain; c) Alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi

keterangan yang tertentu;

d) Cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

2) Keterangan Ahli

Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP disebutkan bahwa keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan. Seorang ahli berperan sekaligus sebagai saksi. Keterangan dari seorang ahli itu mengenai suatu penilaian tentang hal-hal yang sudah nyata ada dan mengambil kesimpulan mengenai hal-hal itu. Dan dalam Pasal 186 KUHAP dinyatakan bahwa: “keterangan ahli adalah yang seorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan”.

Keterangan ahli dapat juga diberikan di luar sidang yaitu pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum dituangkan dalam bentuk laporan. Dalam KUHAP dibedakan mengenai keterangan ahli di persidangan sebagai alat bukti keterangan ahli dan keterangan ahli secara tertulis diluar sidang pengadilan sebagai alat bukti surat.

(36)

commit to user 3) Surat

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1) huruf c, Surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Disebutkan dalam Pasal 187 KUHAP, yang merupakan alat bukti surat adalah :

a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan itu;

b) surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang dipruntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c) surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

d) surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dalam hal ini hakim diminta cermat dalam mempertimbangkan bukti berupa surat.

4) Petunjuk

(37)

Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (1) dapat diperoleh dari:

a) Keterangan saksi; b) Surat;

c) Keterangan terdakwa.

Menurut Pasal 188 ayat (3) KUHAP, penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

5) Keterangan terdakwa

Pengertian keterangan terdakwa seperti disebutkan dalam Pasal 189 ayat (1) KUHAP yaitu, keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di persidangan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.

Keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk membantu menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan tersebut didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepada terdakwa.

Pengertian keterangan terdakwa adalah lebih luas dibanding dengan pengakuan terdakwa. Sehingga dengan memakai keterangan terdakwa dapat dikatakan lebih maju daripada pengakuan terdakwa. Keterangan terdakwa ada kemungkinan berisi pengakuan terdakwa, keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan terdakwa sebagai alat bukti mempunyai syarat-syarat:

(38)

commit to user

Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan apakah terdakwa bersalah seperti yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain untuk memperkuatnya.

2. Tinjauan tentang Hak-Hak Terdakwa

a. Pengertian hak-hak terdakwa

Dalam praktek pemeriksaan perkara pidana hal yang paling mendasar dikedepankan adalah mengenai hak-hak terdakwa baik dari tingkat penyidikan sampai dengan tingkat peradilan.

Hak-hak Tersangka/Terdakwa Hak adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang tersangka, atau terdakwa. Apabila hak tersebut dilanggar, maka hak asasi dari tersangka, atau terdakwa telah dilanggar (http://www.fortunecity.com/boozers/nicole/979/huhap.htm, diakses pada tanggal 6 April 2011 pukul 09.34 WIB).

b. Hak-hak terdakwa

KUHAP telah memberikan jaminan terhadap hak-hak terdakwa, antara lain:

1) Hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan oleh penyidik, diajukan ke Penuntut Umum dan perkaranya dilimpahkan ke Pengadilan untuk diadili (Pasal 50 ayat (1), (2), (3) KUHAP);

2) Hak untuk mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan (Pasal 51 butir a dan b KUHAP);

(39)

5) Hak untuk mendapatkan bantuan hukum pada setiap tingkat pemeriksaan (Pasal 54 KUHAP);

6) Hak untuk mendapat nasehat hukum dari penasehat hukum yang ditunjuk oleh pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan bagi tersangka atau terdakwa yang diancam pidana mati dengan biaya cuma-cuma;

7) Hak terdakwa yang berkebangsaan asing untuk menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya (Pasal 57 ayat (2) KUHAP); 8) Hak untuk menghubungi dokter bagi terdakwa yang ditahan (Pasal 58

KUHAP);

9) Hak untuk diberitahu kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa yang ditahan untuk mendapat bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarga dengan maksud yang sama di atas ( Pasal 59 dan Pasal 60 KUHAP);

10) Hak untuk dikunjungi sanak saudara yang tidak ada hubungan dengan perkara terdakwa. Untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan (Pasal 61 KUHAP);

11) Hak terdakwa untuk berhubungan surat-menyurat dengan penasehat hukumnya (Pasal 62 KUHAP);

12) Hak terdakwa untuk menghubungi atau menerima kunjungan rohaniawaan (Pasal 63 KUHAP);

13) Hak terdakwa untuk mengajukan saksi dan ahli a de charge (Pasal 65 KUHAP);

14) Hak terdakwa untuk menuntut ganti kerugian (Pasal 68 KUHAP); 15) Hak terdakwa (pihak yang diadili) untuk menuntut terhadap hakim

yang mengadili perkaranya (Pasal 27 ayat (1), Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman)

(40)

commit to user

Secara singkat, pendapat lain menguraikan bahwa hak-hak terdakwa antara lain:

1) mendapat pemeriksaan dengan segera (Pasal 50 ayat (1) KUHAP); 2) perkaranya segera dilanjutkan ke Pengendilan (Pasal 50 ayat (2)

KUHAP);

3) segera diadili oleh Pengadilan (Pasal 50 ayat (3) KUHAP); 4) mempersiapkan pembelaan (Pasal 51 huruf a KUHAP);

5) diberitahukan perihal apa yang didakwakan kepadanya (Pasal 51 huruf b KUHAP);

6) memberikan keterangan secara bebas (Pasal 52 KUHAP);

7) mendapat bantuan juru bahasa (Pasal 52 ayat (1) KUHAP) bagi yang tidak mengerti bahasa Indonesia;

8) mendapat bantuan dalam hal bisu/tuli (Pasal 53 ayat (2) KUHAP); 9) mendapat bantuan hukum (Pasal 54, Pasal 55 KUHAP);

10) untuk ditunjuk pembela dalam hak terdakwa dengan ancaman hukuman mati (Pasal 56 KUHAP);

11) menghubungi Penasehat Hukum (Pasal 57 ayat (1) KUHAP); 12) menerima kunjungan dokter pribadi (Pasal 58 KUHAP); 13) diberitahukan kepada keluarganya (Pasal 59 KUHAP);

14) menghubungi dan menerima kunjungan keluarga (Pasal 60, Pasal 61 KUHAP);

15) mengirim dan menerima surat (Pasal 62 KUHAP);

16) menghubungi dan menerima Rohaniawan (Pasal 63 KUHAP);

17) untuk diadili di sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 64 KUHAP), kecuali kasus susila, dan kasus terdakwa anak-anak yang masih di bawah umur;

18) mengusahakan dan mengajukan saksi/saksi ahli atau saksi a de charge (saksi yang menguntungkan) (Pasal 65 KUHAP);

(41)

21) mendapat ganti rugi dan rehabilitasi (Pasal 68 KUHAP);

22) mendapat salinan dari semua surat/berkas perkara (Pasal 72 KUHAP),

(http://www.fortunecity.com/boozers/nicole/979/huhap.htm, diakses pada tanggal 6 April 2011 pukul 09.34 WIB).

Selain itu, terdakwa juga masih memiliki hak-hak lain, seperti dibidang penahanan, penggeledahan dan lain-lain.

3. Tinjauan tentang Saksi yang Meringankan (a de charge) a. Pengertian Saksi yang meringankan (a de charge)

Pengertian dari saksi a de charge adalah saksi yang meringankan atau menguntungkan terdakwa. Saksi a de charge untuk meringankan tersangka atau terdakwa, tidak saja seorang saksi tapi juga seorang ahli. Akan tetapi di dalam praktek, jarang sekali penyidik mau memeriksa saksi yang mau meringankan bagi tersangka atau terdakwa, meskipun hal tersebut merupakan hak dari seorang tersangka atau terdakwa untuk mengajukan saksi yang meringankan (Syaiful Bakhri, 2009:123).

b. Dasar hukum saksi yang meringankan (a de charge)

(42)

Saksi yang meringankan terdakwa tidak saja bisa diajukan ketika seorang terdakwa diperiksa oleh pengadilan (Pasal 160 ayat (1) huruf c) KUHAP, tetapi juga ketika seseorang sebagai tersangka di muka pemeriksaan penyidikan (Pasal 116 ayat (3) KUHAP).

4. Tinjauan tentang Terorisme

a. Pengertian Terorisme

Undang-undang memberikan pembatasan, bahwa yang dimaksud terorisme adalah setiap perbuatan yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategi atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas Internasional

(43)

Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime) dan dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan (against humanity) (Waluyadi, 2009 : 21).

Dalam Black’s Law Dictionary, terorisme merupakan kegiatan yang melibatkan unsur kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang melanggar hukum, yang jelas dimaksudkan untuk mengintimidasi penduduk sipil, mempengaruhi kebijakan pemerintah, dan juga mempengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara penculikan atau pembunuhan.

Tindakan yang tergolong kedalam tindakan Terorisme adalah tindakan-tindakan yang memiliki elemen, yaitu kekerasan, tujuan politik, dan teror/intended audience. Dan menurut Muhammad Mustofa, “terorisme adalah tindakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang ditujukan kepada sasaran secara acak (tidak ada hubungan langsung dengan pelaku) yang berakibat pada kerusakan, kematian, ketakutan, ketidakpastian dan keputusasaan masal” (Muhammad Mustofa, 2002 : 30).

b. Karakteristik Terorisme

Divisi riset Federal dalam Kongres AS menyebutkan ada lima ciri dari kelompok teroris, yaitu separatis nasionalis, fundamentalis religius, religius baru, revolusioner social dan teroris sayap kanan (Abdul Wahid, Sunardi, dan Muhammad Sidik, 2004 : 33).

James H.Wolfe menyebutkan beberapa karakteristik terorisme sebagai berikut :

1) terorisme dapat didasarkan pada motivasi yang bersifat politis maupun nonpolitis;

(44)

3) aksi terorisme dapat ditujukan untuk mengintimidasi atau mempengaruhi kebijakan pemerintah Negara;

4) aksi terorisme dilakukan melalui tindakan yang tidak menghormati hukum internasional atau etika internasional;

5) aktivitas teroris menciptakan perasaan tidak aman dan merupakan gangguan psikologis untuk masyarakat;

6) persiapan atau perencanaan aksi teror bisa bersifat multi nasional; 7) tujuan jangka pendek aksi terorisme adalah menarik perhatian media

massa dan untuk menarik perhatian publik;

8) aktivitas terorisme mempunyai nilai mengagetkan (shock value) yang bagi teroris berguna untuk mendapatkan perhatian;

(http://www.suaramerdeka.com/harian/kha1.htm>1 Desember 2010 pukul 18.04).

(45)

commit to user

PEMERIKSAAN ALAT BUKTI

SAKSI A DE CHARGE

PERKARA TINDAK PIDANA

TERORISME

KEKUATANNYA SEBAGAI ALAT BUKTI

HAK TERDAKWA

A

PEMBUKTIAN DAKWAAN

B. KERANGKA PEMIKIRAN

PENJELASAN KERANGKA PEMIKIRAN

Saksi a de charge adalah saksi yang meringankan atau menguntungkan terdakwa. Dasar hukum saksi yang meringankan (a de charge) adalah Pasal 65 KUHAP yaitu Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Seperti juga yang disebutkan dalam Pasal 160 ayat (1) huruf c, yaitu dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasehat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau dijatuhkannya putusan hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut. Saksi

(46)
(47)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Imlementasi hak terdakwa untuk menghadirkan saksi yang meringankan ( a de charge) dalam persidangan perkara terorisme

1. Identitas Terdakwa :

Nama : ABU BAKAR BA’ASYIR alias ABDUS SOMAD

alias ABU BAKAR BA’ASYIR bin ABUD BA’ASYIR.

Tempat Lahir : Jombang.

Umur/tanggal lahir : 66 tahun/ 17 Agustus 1938. Jenis Kelamin : Laki-laki.

Kebangsaan : Indonesia.

Tempat Tinggal : Ngruki Rt 004/ 017, Desa Cemani, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah.

Agama : Islam.

Pekerjaan : Guru Agama.

2. Kasus Posisi

Pada tahun 1999 terdakwa (Abu Bakar Ba’asyir) bertempat di Ngruki memimpin Al-Jama’ah Al-Islamiyah belandaskan Pedoman Umum perjuangan Al-Jama’ah Al-Islamiyah (PUPJI), yang pada intinya berisi tentang:

(48)

commit to user

2. Al-Manhaj Al-Harakiy Li Iqomatid-Dien atau pedoman gerakan menegakkan agama mengandung pengertian sebagai pedoman mengenai langkah-langkah sistematis yang wajib ditempuh dalam rangka menegakkan Dien.

3. Al-Manhaj Al-Amaliy atau pedoman operasional mengandung pengertian sebagai pedoman umum operasi.

4. Nidhom Asasi atau aturan dasar atau anggaran dasar, yang antara lain mengatur Jama’ah, bahwa Jama’ah adalah bernama Jama’ah Al-Islamiyah yang merupakan Jama’atun minal muslimin yaitu sebuah jama’ah yang anggotanya terdiri dari sebagian kaum muslimin, dengan sasaran perjuangan mewujudkan tegaknya Daulah Islamiyah sabagai basis menuju wujudnya kembali Khalifah Alaa Minhajin Nubuwwah atau pemerintahan berdasarkan ajaran Nabi dengan menempuh jalan antara lain jihad fii sabilillah. Dipimpin seorang Amir yang memiliki tugas-tugas dan wewenang, yang dibantu oleh Majelis-Majelis Qidayah atau Dewan Kepemimpian, Majelis Syuro, atau Dewan Pertimbangan, Majelis Fatwa atau Dewan Penasehat, dan Majelis Hisbah atau Dewan Pengawas. Majelis-majelis Qiyadah terdiri dari Majelis Qiyadah Markaziah atau Dewan Pimpinan Pusat, Majelis Qiyadah Manthiqiah atau Dewan Pimpian Wilayah, dan Majelis Qiyadah Wakalah atau Dewan Pimpinan Tingkat Perwakilan.

(49)

Al-commit to user

Jama’ah Al-Islamiyah di Mindanao Filipina yang pendanaannya dikelola Faiz Abu Bakar Bafana berasal dari para anggota Jama’ah Al-Islamiyah.

Pada bulan April 2000, Terdakwa selaku Amir jama’ah Al-Islamiyah datang ke Camp Hudaibiyah di Mindanao Filipina diundang Imron Bayhaqi alias Yudha Pranata alias Mustofa alias Abu Tholut alias Yono alias Hafid Ibrohim selaku Qoid Muaskar Hudaibiyah untuk menghadiri acara wisuda pelatihan militer pada Islamic Military Academy Al-Jama’ah Al-Islamiyah. Waktu itu, Terdakwa memberikan pengarahan tentang jihad dan memerintahkan Imron Bayhaqi alias Yudha Pranata alias Mustofa alias Abu Tholut alias Yono alias Hafid Ibrohim menyampaikan fatwa Osama Bin Laden yang memperbolehkan memerangi dan membunuh orang Amerika dan sekutunya kepada Ketua Mantiqi dan Ketua Wakalah Al-Jama’ah Al-Islamiyah. Terdakwa juga memerintahkan Imron Bayhaqi alias Yudha Pranata alias Mustofa alias Abu Tholut alias Yono alias Hafid Ibrahim dan Muhaimin Zaid untuk menyampaikan fatwa Osama bin Laden kepada Ketua MILF atau Moro Islamic Liberation Front Ustadz Salamat Hasyim. Kemudaian pada bulan April 2001 Terdakwa mengangkat Muhamad Nasir bin Abas alias Sulaiman alias Nasir Abas sebagai ketua Mantiqi III Al-Jama’ah Al-Islamiyah menggantikan Imron Bayhaqi, dan Terdakwa juga menyampaikan kepada Muhamad Nasir bin Abas, Imran Bayhaqi bahwa boleh membobol rekening milik orang barat kafir, darahnya saja halal apalagi hartanya.

(50)

commit to user

diserahkan kepada Moh.Ikhsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Ajo, Abdul Ghoni, Amrozi bin H.Nurhasyim dan Ali Imron untuk dipergunakan biaya pengeboman di Bali.

Pada bulan Agustus 2002, Utomo Pamungkas alias Mubarok alias Amin bin Suharsono bersama dengan Amrozi bin H.Nurhasyim datang ke rumah Terdakwa di Solo untuk mengundang Terdakwa menghadiri pernikahan kakak dari Ustad Hajir di Lamongan serta untuk mengisi khotbah jumat di Lamongan Jawa Timur. Dalam pertemuan tersebut Amrozi bin H.Nurhasyim mengatakan dan meminta izin kepada Terdakwa "bagaimana kalau kawan-kawan mengadakan acara di Bali", lalu dijawab oleh Terdakwa "terserah kalian karena kalian yang tahu situasi dilapangan". Setelah mendapat jawaban dari terdakwa maka Pada bulan Agustus 2002 bertempat di Surakarta, Abdul Aziz alias Imam Samudra alias Fatih alias Kudama alias Abu Umar alias Fat alias Hendri alias Faiz Yunshar, Moh.Ikhsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Ajo, Dul Matin dan Amrozi bin H.Nurhasyim mengadakan pertemuan membicarakan kesadaran akan kewajiban sesama muslim terhadap muslim lainnya yang tertindas dan dibantai Amerika dan sekutunya di Afganistan, Palestina, Kasmir, Halmahera, Ambon termasuk Irak. Dalam pertemuan itu Ali Gufron alias Mukhlas menyatakan bahwa ada proyek besar yaitu menyatakan perang terhadap Amerika, dan dalam pertemuan tersebut direncanakan beberapa sasaran pengeboman di Bali. Dan dalam bulan Agustus 2002 dilaksanakan pertemuan kembali di rumah mertua Hernianto di Solo yang dihadiri oleh Abdul Aziz alias Imam Samudra alias Fatih alias Kudama alias Abu Umar alias Fat alias Hendri alias Faiz Yunshar, Moh.Ikhsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Ajo, Ali Gufron alias Mukhlas, Ali Imron, Zulkarnaen, Dul Matin, Umar yang membahas antara lain rencana melawan orang-orang Amerika dan sekutunya berupa peledakan bom di Bali.

(51)

commit to user

Suharsono, Moh.Ikhsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Ajo, Abdul Aziz alias Imam Samudera alias Fatih alias Kudama alias Abu Umar alias Fat alias Hendri alias Faiz Yunshar, Ali Imron, Dul Matin yang pernah dilatih kemiliteran di Camp Hudaibiyah Mindanao Philipina berangkat dari Tenggulun Lamongan Jawa Timur ke Bali menggunakan mobil Mitsubhisi L 300 dan Suzuki Vitara dengan membawa bahan peledak berupa potasium klorat (KCL03) sebanyak 1 ton, 40 kg alumunium powder dan 100 kg belerang.

Pada tanggal 6 Oktober 2002 dilaksanakan pertemuan di dalam rumah di Jl.Pulau Menjangan No.18 Denpasar dihadiri Abdul Aziz alias Imam Samudra alias Fatih alias Kudama alias Abu Umar alias Fat alias Hendri alias Faiz Yunshar, Ali Gufron alias Mukhlas, Ali Imron, Moh.Ikhsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Ajo, Dul Matin, Abdul Goni alias Umar Besar, Umar Kecil alias Patek, DR. Azhari alias Alan, Arnasan alias Jimi alias Iqbal serta Feri alias Isa guna mematangkan rencana pelaksanaan peledakan bom di Bali.

(52)

commit to user

Akhirnya, sekitar pukul 23.15 WITA secara bersamaan bom yang dibawa oleh Feri alias Isa dan Arnasan alias Jimi meledak dan tidak berapa kemudian bom di dekat Gedung Konsulat Amerika Serikat diledakkan oleh Moh.Ikhsan alias Idris alias Joni Hendrawan alias Gembrot alias Ajo dengan menggunakan remote. Ledakan tersebut mengakibatkan korban meninggal sebanyak 192 (seratus sembilan puluh dua) orang dan 161 (seratus enam puluh satu) orang menderita luka-luka.

(53)

commit to user

Top, Ismail alias Muhammad Ikhwan alias Agus alias Iwan alias Ridwan alias Zaki alias Ari Kumala mengambil 200 Dollar yang ditukarkan dengan Rupiah menjadi Rp 900.000,00 (sembilan ratus ribu rupiah) dipergunakan sebagai biaya Ismail alias Muhammad Ikhwan alias Agus alias Iwan alias Ridwan alias Zaki alias Ari Kumala ke Lampung. Kemudian sisa dana yang diperoleh Ismail dari Mamat alias Johan tersebut dibawa ke Lampung diserahkan kepada Noordin M Top yang selanjutnya dipergunakan untuk mengontrak rumah, membeli sepeda motor dan 1 (satu) unit mobil Toyota Kijang No.Pol B7462 ZN serta melakukan surveypeledakan terhadap kepentingan Amerika dan Sekutunya. Dan yang dinilai memiliki keterkaitan dengan Amerika dan sekutunya antara lain Jakarta International School (JIS) di daerah Narogong Pondok Indah jakarta Selatan, Australian International School (AIS) di jalan Darmawangsa, Jakarta Selatan, kantor City Bank Pondok Indah, dan Hotel J.W. Marriot Mega Kuningan Jakarta Selatan. Dan kemudian ditentukan atau dipilih untuk diledakkan adalah Hotel J.W.Marriot Mega Kuningan Jakarta Selatan.

(54)

Jakarta Selatan, yang mengakibatkan tewasnya 11 (sebelas) orang, 75 (tujuh puluh lima) orang menderita luka berat dan ringan serta beberapa kerusakan harta benda.

3. Keterangan Saksi yang Meringankan ( a de charge )

Dalam kasus ini telah diperoleh keterangan saksi yang meringankan atau saksi a de charge yang diajukan oleh tim penasehat hukum terdakwa dimuka persidangan, yaitu:

a. Saksi : H. Wahyudin.

Dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan hal-hal sebagai berikut:

- Bahwa saksi kenal dengan terdakwa sejak tahun 1972 di Gading Solo karena satu alumni dengan terdakwa dari pesantren Gontor;

- Bahwa terdakwa mendirikan pesantren Al Mukmin di Ngruki dan saksi ikut membantu dan menjadi pengajar di pondok pesantren Ngruki ;

- Bahwa saksi mulai berpisah dengan terdakwa pada tahun 1979 karena terdakwa ditahan. Kemudian pada tahun 1984 berpisah lagi terdakwa hijrah ke Malaysia dan baru kembali pada tahun 1999 - Bahwa kegiatan terdakwa setelah pulang dari Malaysia tahun 1999

mengajar dan dakwah, terdakwa mengajar 4 hari di pondok pesantren Al Mukmin dan dua hari untuk dakwah biasanya ke luar kota ; - Bahwa yang diajarkan di pondok pesantren Al-Mukmin adalah

kurikulum agama Islam termasuk diantaranya masalah jihad namun tidak pernah mengajarkan untuk membenci ataupun memerangi suatu negara tertentu;

Gambar

Gambar 1 Kerangka Pemikiran  ......................................................................

Referensi

Dokumen terkait

“Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, regester-regester, surat-surat urusan rumah tangga dan

Dampak dari kejadian-kejadian resiko pada barang (Mesin dan peralatan, produk, bahan baku) adalah dapat mengganggu jalannya kegiatan operasional pabrik,

LNW Ibadurrahman Duri merupakan lembaga Nazhir wakaf yang konsisten dalam mengelola dan memberdayakan dana ummat sehingga bermanfaat bagi masyarakat miskin, orang

Penerimaan Pajak hiburan dari tahun 2010 sampai dengan 2015 yang memiliki konstribusi terhadap pendapatan asli daerah tertinggi yaitu pada tahun 2010 sebesar 1,25%

Terkait dengan upaya peningkatan nilai tambah bahan mineral sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,

Menurut Abu Abdillah Muhammad (1997) dalam kitab al-jawab al-kafi liman saala an dawa kafi, dosa-dosa itu akan mengakibatkan; 1) Tertutupnya seseorang dari mendapatkan

a. Kegiatan yang disiapkan memberi kemungkinan bagi pengembangan bahan belajar yang sedang ditangani. Misalnya bahan yang hendak dikembangkan adalah konsep kegotongroyongan.

Kebijakan khusus yang selalu kita ambil yang pasti kita menyiapkan kader- kader peduli lingkungan baik di tingkatan sekolah, mahasiswa maupun pemuda sehingga dengan