FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESIKO
KREDIT MACET PADA KOPERASI JASA KEUANGAN
SYARIAH (KJKS) “AMANAH UMMAH”
SURABAYA
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur
OLEH :
MASVIKA RIZKI NOVITASARI NPM. 0642010026
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”JAWATIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESIKO KREDIT MACET PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH “AMANAH
UMMAH” SURABAYA
Oleh :
Masvika Rizki Novitasari 0642010026
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh tim penguji skripsi Program Studi Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal 20 Mei 2010
TIM PENGUJI PEMBIMBING UTAMA 1. Ketua
Nurhadi, Drs, M.Si Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si NIP : 030 227 930 NIP : 030 175 349
PEMBIMBING PENDAMPING 2. Sekretaris
R.Y. Rusdianto, S.sos, M.Si R.Y. Rusdianto, S.sos, M.Si NIP : 957 200 046 NIP : 957 200 046
3. Anggota
Drs. Eddy Poernomo, SE, MM
NIP : 030 178 443
Mengetahui
LEMBAR PERSETUJUAN UNTUK MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI
Judul Penelitian : FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESIKO KREDIT MACET PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS) “AMANAH UMMAH”
Nama Mahasisiwa : Masvika Rizki Novitasari NPM : 0642010026
Jurusan : Ilmu Administrasi Bisnis Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi
Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Nurhadi, Drs, M.Si. R.Y. Rusdianto, S. Sos, M.Si
NIP. 030 227 930 NIP. 957 200 046
Mengetahui, Dekan
ABSTRAKSI
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESIKO KREDIT MACET PADA KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH “AMANAH UMMAH” SURABAYA.
Resiko kredit macet merupakan salah satu hal yang krusial bagi sebuah perusahaan. Kesalahan untuk menentukan besarnya nilai kredit yang akan diberikan kepada nasabah akan meningkatkan potensi terjadinya kredit macet. Hal ini akan merugikan perusahaan. Karena itu dalam menentukan kebijakan kredit, maka manajemen perlu untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi resiko kredit macet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem pengendalian kredit terhadap resiko kredit macet pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah “Ámanah Ummah”.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah nasabah yang mengalami kredit macet dalam kurun waktu periode 2007 sampai pada periode 2009 yaitu berjumlah 79 nasabah berdasarkan nota kontrol di lapangan dari jumlah laporan neraca kredit. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder dengan metode penarikan sampel yang digunakan oleh teknik purposive sample, dengan menggunakan teknik analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel bebas yaitu karakter nasabah (X1), kondisi ekonomi nasabah (X2), sistem pengendalian
kredit (X3) berpengaruh nyata secara simultan terhadap variabel terikat, resiko
kredit macet (Y). Hasil analisis juga menyatakan bahwa secara parsial variabel X1,
X2, X3 berpengaruh signifikan terhaday Y. Dari ketiga variabel tersebut, variabel
X1 memiliki koefisien determinasi dominan terhadap Y. Adapun dari ketiga
variabel bebas, variabel karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem pengendalian kredit yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap nilai kredit.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………. i
HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ……….…… ii
KATA PENGANTAR ………...………….. iii
DAFTAR ISI ………. v
DAFTAR GAMBAR ………ix
DAFTAR TABEL ……….……… x
DAFTAR LAMPIRAN ………. ………..xi
ABSTRAKSI ………...xii
BAB I PENDAHULUAN ………..…1
1.1 Latar Belakang ………1
1.2 Perumusan Masalah ………...…….5
1.3 Tujuan Penelitian ………...……….5
1.4 Manfaat Penelitian ………..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………...7
2.1. Landasan Teori ………7
2.1.1. Manajemen Keuangan ………..…….……....7
2.1.1.1. Pengertian Manajemen Keuangan .………...7
2.1.1.2. Tujuan Manajemen Keuangan …..………7
2.1.1.3. Fungsi Manajemen Keuangan ...……...……….8
2.1.1.4. Modal Kerja ………..………....9
2.1.1.5. Budget Kas………..…..………9
2.1.2 Koperasi………...………..10
2.1.2.1. Pengertian Koperasi ………..10
2.1.2.2. Landasan, Azas dan Tujuan Koperasi …………..12
2.1.2.3. Fungsi Koperasi ………14
2.1.3 Lembaga Keuangan Syariah ……….15
2.1.3.1. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah. ………..15
2.1.3.3. Pengertian BMT ……….….……..18
2.1.3.4. Tujuan Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah ...21
2.1.4 Kredit………..………...…22
2.1.4.1. Pengertian Kredit ………..22
2.1.4.2. Tujuan Pemberian Kredit ………..23
2.1.4.3. Jenis Kredit ………24
2.1.4.4. Unsur – unsur Pemberian Kredit ………...27
2.1.4.5. Penilaian Dalam Pemberian Kredit ………...29
2.1.4.6. Penilaian Kelayakan Kredit ………...30
2.1.4.7. Penggolongan Kualitas Kredit ………..31
2.1.4.8. Kebijakan Pengendalian Kredit ………….………38
2.1.5 Pengertian Kredit Bermasalah ..……….40
2.1.5.1. Faktor – faktor Kredit Macet ………....42
2.1.5.2. Faktor yang Mempengaruhi Resiko Kredit………46
2.1.5.3. Bentuk Penyelamatan Kredit ……….48
2.2 Kerangka Berpikir ……….………49
2.3 Hipotesis.………51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….52
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ………...……….52
3.1.1 Variabel Bebas (Independent) ….……….…52
3.1.2 Variabel Terikat ………..…...54
3.2 Populasi, Sampel, dan Metode Penarikan Sampel….…...……….54
3.2.1 Populasi………...………...54
3.2.2 Sampel ………..……….………55
3.2.3 Metode Penarikan Sampel ………...………..56
3.3 Teknik Pengumpulan Data ………...….56
3.3.1 Jenis Data dan Sumber Data ………..……...…56
3.3.2 Pengumpulan Data ………57
3.4 Pengujian Kualitas Data ………58
3.4.1 Uji Validitas dan Uji Realibilitas ………..58
3.6 Teknik Analisis ………...…..62
3.7 Uji Hipotesis ………..63
3.7.1. Uji F ………..63
3.7.2. Uji t ………64
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………67
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian dan Pengujian Data ……….67
4.1.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ……….67
4.1.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan ………..67
4.1.1.2. Lokasi Perusahaan ……….………68
4.1.1.3. Produk Jasa Koperasi ………68
4.1.1.4. Visi dan Misi Koperasi ……….……….73
4.1.1.5. Struktur Organisasi dan Uraian Jabatan …………73
4.1.2. Penyajian data ………...78
4.1.2.1. Karakteristik Responden ………...78
4.1.2.2. Variabel – variabel Penelitian ………...79
4.2. Uji Validitas dan Realibilitas ………85
4.3. Hasil dan Pembahasan ……….……..88
4.3.1. Uji Asumsi Klasik ……….88
4.3.2. Analisis dan Pengujian Hipotesis ………..91
4.3.2.1. Analisis Regresi Linear Berganda …………...……91
4.3.2.2. Pengujian Hipotesis ………...……..93
4.3.2.2.1. Uji F ………...………..93
4.3.2.2.2. Uji t ………..………95
4.4. Pembahasan ……….100
4.4.1. Hubungan Variabel X1 terhadap Variabel Y………100
4.4.2. Hubungan Variabel X2 terhadap Variabel Y …………...101
4.4.3. Hubungan Variabel X3 terhadap Variabel Y …………...102
BAB V KESIMPULAN ……….103
5.1. Kesimpulan ……….………103
5.2. Saran ………103
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 ….……….……..43
GAMBAR 4.1 ………..89
GAMBAR 4.2 ……….………….95
GAMBAR 4.3 ………..96
GAMBAR 4.4 ………..98
DAFTAR TABEL
TABEL 1 ………...………….4
TABEL 4.1 ………...78
TABEL 4.2 ………...78
TABEL 4.3 ………...79
TABEL 4.4 ………...80
TABEL 4.5 ………...81
TABEL 4.6 ………...83
TABEL 4.7 ………...84
TABEL 4.8 ………...85
TABEL 4.9 ………...86
TABEL 4.10 ……….87
TABEL 4.11 ……….88
TABEL 4.12 ……….91
TABEL 4.13 ……….………94
TABEL 4.14 ……….99
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 ………106
LAMPIRAN 2 ………107
LAMPIRAN 3 ………111
LAMPIRAN 4 ………115
LAMPIRAN 5 ………117
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Koperasi merupakan suatu perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan–badan hukum koperasi yang memberikan kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerjasama secara kekeluargaan menjalankan usaha untuk mempertinggi kesejahteraan para anggotanya.
Koperasi memiliki berbagai latar belakang usaha, salah satunya yaitu usaha koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, yang merupakan lembaga keuangan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat walaupun dalam ruang lingkup terbatas. Menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat melalui kegiatan simpan pinjam (perkreditan) dari dan untuk anggota koperasi. Kegiatan usaha simpan pinjam sangat dibutuhkan oleh para anggota koperasi karena banyak manfaat yang diperoleh terutama dalam rangka meningkatkan modal usaha sehingga tercipta kesejahteraan hidup yang baik.
untuk kemudian dipinjamkan kepada para anggota dengan cara mudah, murah, cepat dan tepat, dan berusaha mencegah para anggotanya terlibat dalam jeratan lintah darat pada waktu mereka memerlukan sejumlah uang dengan menggiatkan tabungan dan mengatur pemberian pinjaman uang.
Undang–undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 pasal 1 ayat 1 tentang perkoperasian dirumuskan bahwa “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.
Keuntungan yang diperoleh oleh pihak koperasi adalah dari usaha komersial yaitu usaha simpan pinjam, yang mampu menghasilkan laba atau keuntungan bagi koperasi. Tetapi harus diingat dalam usaha pencarian laba tetap berpegang pada watak sosial agar tidak keluar dari jiwa koperasi.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) Amanah Ummah adalah salah satu jenis koperasi simpan pinjam yang memanfaatkan dana dari masyarakat yang berupa tabungan, kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pinjaman. KJKS Amanah Ummah didirikan berdasarkan surat Keputusan Notaris No. 16 dengan Akte pengesahan No. 518.1/BH/92/103/2006 tanggal 18 juli 2006. KJKS Amanah Ummah didirikan dengan maksud agar dapat memberikan pelayanan dan pendampingan kepada masyarakat usaha kecil dan mikro untuk meningkatkan kualitas hidup.
Suatu lembaga keuangan bukan bank atau Koperasi akan memberikan kredit kepada peminjam, jika betul – betul yakin bahwa sipenerima kredit akan mengembalikan pinjaman yang diterimanya sesuai dengan jangka waktu dan syarat yang telah disetujui oleh kedua pihak. Bila ada satu atau beberapa debitur KJKS Amanah Ummah yang tidak mentaati aturan tersebut, maka dapat menimbulkan dampak dikemudian hari, yaitu kredit yang diberikan tidak sesuai dengan waktu yang telah diberikan atau kredit yang diberikan pembayarannya menunggak.
Tabel 1 : Data Kredit Macet KJKS “Amanah ummah”
Tahun ∑ Kredit disalurkan
∑ Kredit macet Prosentase
2007 Rp 1.288.448.500 Rp 98.779.675 7,66 % 2008 Rp 2.163.828.931 Rp 131.895.866 6,25 % 2009 Rp 2.447.220.804 Rp 123.815.903 5,06 % Sumber : KJKS “Amanah Ummah” tahun 2009
Data tersebut diatas menunjukkan bahwa kredit macet pada tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 1,41 % dan pada akhir Okober 2009 nilai kredit macet juga mengalami penurunan sebesar 1,19 %.
Berdasarkan data yang yang diperoleh maka penulis ingin menganalisis karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah dan sistem pengendalian kredit terhadap penyebab kredit macet pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Surabaya. Hal ini karena sisi nasabah, sisi eksternal, dan karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah dan sistem pengendalian kredit merupakan faktor yang mempengaruhi dan mendasari anggota koperasi yang ingin mengajukan kredit atau melakukan peminjaman di koperasi. Sehingga dengan terpenuhinya faktor-faktor di atas maka pihak koperasi dapat mengatasi atau meminimalisir kemungkinan terjadinya kredit macet.
1.2. Perumusan Masalah
a. Apakah karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem pengendalian kredit berpengaruh secara simultan terhadap pengaruh resiko kredit macet pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Surabaya ?
b. Apakah karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem pengendalian kredit berpengaruh secara parsial terhadap pengaruh resiko kredit macet pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Surabaya ?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara simultan antara karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem pengendalian kredit berpengaruh secara simultan terhadap pengaruh resiko kredit macet pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Surabaya.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh secara simultan antara karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem pengendalian kredit berpengaruh secara simultan terhadap pengaruh resiko kredit macet pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah Surabaya.
1.4. Manfaat Penelitian a. Secara Praktis
b. Secara Teoritis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Manajemen Keuangan
2.1.1.1. Pengertian Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan berkepentingan dengan bagaimana cara
menciptakan dan menjaga nilai ekonomis/kesejahteraan.
Konsekuensinya, semua pengambilan keputusan harus difokouskan
pada penciptaan kesejahteraan.
Menurut Lukas (2003:2) Manajemen Keuangan adalah bidang
keuangan yang berhubungan dengan operasi suatu perusahaan dari
sudut pandang perusahaan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Manajemen Keuangan merupakan suatu aktivitas di bidang keuangan
yang berkaitan dengan operasi perushaan mulai dari perolehan,
pendanaan, dan pengelolahan aktiva untuk pembiayaan investasi
maupun pembelanjaan perusahaan secara efektif dan efisien.
2.1.1.2. Tujuan Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan yang efisien membutuhkan adanya tujuan
dan sasaran yang digunakan sebagai standart dalam memberikan
penilaian keefisienan keputusan keuangan, maka tujuan dari
1. Maksimalkan Profit
Sangat mudah untuk menjelaskan bahwa tujuan pokok yang
ingin dicapai manajer keuangan adalah memaksimumkan profit,
hal ini dapat dicapai hanya dengan jalan penerbitan saham dan
penginvestasian keuntungannya dalam surat-surat hutang jangka
pendek.
2. Memaksimalisasi Kesejahteraan Pemegang Saham
Tujuan ini dilakukan tidak lain adalah memodifikasi tujuan
memaksimalkan keuntungan agar mampu menghadapi perubahan
lingkungan operasi yang kompleks.
(http://www.blogspotrezzy.com/download )
2.1.1.3. Fungsi – Fungsi Manajemen Keuangan
1. Investment decision, yakni keputusan penggunaan dana atau pengalokasian dana.
a. Jangka Pendek : Penggunaan dana untuk pengoperasian
perusahaan.
b. Jangka Panjang : Investasi dalam aktiva tetap.
2. Financial decision, yakni keputusan dengan pemilihan sumber dana, dengan melalui penerbitan saham dan melalui hutang saham.
3. Deviden decision, yakni untuk menentukan apakah dana yang diperoleh dan dihasilkan operasi akan dibagikan kepada pemegang
2.1.1.4. Modal Kerja dan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Besar Kecilnya Investasi
Penentuan besarnya kebutuhan modal kerja tergantung pada
besar kecilnya :
1. Periode perputaran, merupakan keseluruhan atau jumlah dari
periode yang meliputi jangka waktu pemberian kredit, pembelian,
penyimpanan bahan baku dan jangka waktu penerimaan piutang.
2. Pengeluaran kas rata-rata setiap harinya untuk keperluan pembelian
bahan mentah, bahan pembantu, membayar upah dan biaya lain.
Faktor – faktor yang mempengaruhi besar kecilnya investasi
dalam hutang :
1. Volume penjualan kredit.
2. Syarat pembayaran kredit.
3. Ketentuan pembebasan kredit.
4. Kebijaksaan dalam pengumpulan piutang.
5. Kebiasaan membayar para langganan.
2.1.1.5. Budget Kas
Adalah estimasi terhadap posisi kas untuk suatu periode tertentu
yang akan datang. Tujuan penyusunan budget kas adalah untuk : 1. Posisi kas adalah sebagai hasil rencana perusahaan.
2. Kemungkinan adanya surplus atau deficit karena operasi
3. Besarnya dana serta kapan saat dana dibutuhkan untuk menutup
deficit kas.
4. Saat kapan kredit harus kembali.
Capital Budgeting adalah proses perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai pengeluaran dana, dimana jangka kembalinya
melebihi satu tahun (http://www.blogspotrezzy.com/download).
Arti penting budgeting :
1. Dana yang dikeluarkan terikat untuk jangka waktu panjang.
2. Investasi dalam aktiva tetap menyangkut harapan terhadap hasil
penjualan dimasa yang akan datang.
3. Pengeluaran dana tersebut meliputi jumlah besar.
4. Kesalahan dalam pengambilan keputusan tentang pengeluaran
modal tersebut mempunyai akibat kredit macet.
2.1.2. Koperasi
2.1.2.1 Pengertian Koperasi
Menurut Widiyanti (2003:1) koperasi berasal dari perkataan co
dan operation, yang mengandung arti kerja sama untuk mencapai tujuan. Koperasi adalah suatu perkumpulan yang beranggotakan
orang–orang atau badan–badan yang memberikan kebebasan masuk
dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan
menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan jasmaniah para
Koperasi (cooperation) yang secara umum diartikan suatu badan usaha bersama, khususnya bergerak dalam bidang ekonomi yang
anggota–anggotanya terdiri dari orang–orang atau badan–badan hukum
koperasi yang bergabung secara sukarela dan atas dasar persamaan hak
dan kewajiban untuk melakukan suatu usaha atau lebih dalam
memenuhi kebutuhan anggotanya.
Sedangkan menurut Sumarsono (2003:2) koperasi adalah sebuah
perusahaan yang harus mampu berdiri sendiri menjalankan kegiatan
usahanya mendapatkan laba, sehingga dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan dapat mempertinggi jasmani para
anggotanya.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi
Indonesia merupakan kumpulan orang–orang atau badan hukum dan
bukan perkumpulan modal, terdapat kerja sama yang didasarkan atas
azas kekeluargaan dengan tujuan yang sama yaitu mempertinggi
kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
2.1.2.2. Landasan, Azas dan Tujuan Koperasi
1. Landasan Koperasi
Menurut Widiyanti (2003:36-43), dalam seluruh hukum di
Indonesia, koperasi telah mendapatkan tempat yang pasti. Karena itu
landasan hukum koperasi di Indonesia sangat kuat. Faktor utama
orang yang telah seia sekata untuk mengadakan kerja sama. Barang–
barang modal, baik berupa uang, gedung, mesin dan lain–lain hanya
merupakan alat untuk mencapai tujuan koperasi. Oleh karena itu
landasan koperasi terutama terletak pada orang–orang yang
tergabung di dalamnya.
Tentang landasan koperasi dapat terbagi atas :
a. Landasan Idiil
Yang dimaksud dengan Landasan Idiil koperasi Indonesia
adalah dasar atau landasan yang digunakan dalam usaha untuk
mencapai cita–cita koperasi. Koperasi sebagai kumpulan
orang-orang yang tujuan utamaya untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya. Sesuai dengan Undang–Undang Nomor 25 tahun
1992, Landasan Idiil Koperasi Indonesia adalah Pancasila.
Penempatan Pancasila sebagai Landasan Koperasi Indonesia
didasarkan atas pertimbangan bahwa Pancasila adalah hidup dan
ideology bangsa.
b. Landasan Strukturil
Yang dimaksud dengan Landasan Strukturil Koperasi
Indonesia adalah tempat berpijak koperasi dalam susunan hidup
bermasyarakat. Landasan Strukturil Koperasi Indonesia adalah
Undang–Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 1 berbunyi
“Perekonomian disusun sebagi usaha bersama berdasarkan atas
c. Landasan Operasional
Landasan Operasional Koperasi Indonesia adalah
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 serta penjelasannya, Ketetapan
MPR Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN, Undang–Undang 2
tahun 1967 tentang Pokok–Pokok Perkoperasian, Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi.
2. Azas Koperasi Indonesia
Sesuai dengan Undang–Undang Koperasi Nomor 25 tahun 1992
Pasal 1 ayat 1 tentang Perkoperasian bahwa koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang–orang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatanya berdasarkan prinsip ekonomi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas azas
kekeluargaan.
Azas kekeluargaan mencerminkan adanya kesadaran dari budi
hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatu dalam
koperasi : oleh semua untuk semua di bawah pimpinan pengurus
yang dipilih anggota atas dasar keadilan, kebenaran dan keberanian
berkorban bagi kepentingan bersama. (Sumarsono, 2003:2)
3. Tujuan Koperasi Indonesia
Menurut Sumarsono (2003:6) dalam Undang–Undang Nomor 25
tahun 1992 tentang Perkoperasian Pasal 33 disebutkan bahwa,
koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada
tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang–Undang Dasar 1945.
Anggota koperasi dan masyarakat serta pemerintah
mengharapkan keberhasilan koperasi, namun apabila dilihat dari segi
kepentingannya masing–masing tidak sama. Adapun tujuan koperasi
yaitu sebagai berikut :
a. Pemberian jasa atau pelayanan yan bermanfaat bagi anggota
sesuai jenis koperasi.
b. Peningkatan taraf kehidupan anggota.
c. Peningkatan pendidikan moril anggota koperasi.
d. Mempersatukan warga masyarakat ekonomi lemah dalam wadah
koperasi.
e. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi.
2.1.2.3. Fungsi Koperasi
Menurut (Sumarsono, 2003:10), fungsi koperasi adalah
memberikan jasa kepada anggota mengeluarkan biaya untuk
menggantinya. Dengan demikian koperasi pada dasarnya tidak
mendapat apa–apa, akan tetapi anggota yang menerima manfaat
tersebut.
Dalam hubungannya dengan efisiensi koperasi diukur dari
tergantung kepada bagaimana penggunaan dan memelihara koperasi.
Jika koperasi berfungsi baik, maka baik pula jalannya.
Koperasi yang berdasarkan kekeluargaan dan kegotongroyongan
tidak berarti bahwa koperasi meninggalkan sifat dan syarat – syarat
ekonominya sehingga kehilangan efisiensinya. Fungsi dan peran
koperasi berdasarkan Pasal 4 Undang–Undang Nomor 25 tentang
Perkoperasian sebagai berikut :
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan
ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.
2. Berperan serta aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan
manusia dan masyarakat.
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan
ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sokogurunya.
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian
nasional yang merupakan usaha bersama atas azas kekeluargaan
dan demokrasi ekonomi.
2.1.3. Lembaga Keuangan Syariah
2.1.3.1. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Menurut Rodoni (2008:5), Lembaga keuangan syariah
merupakan suatu badan usaha atau institusi yang kekayaannya
terutama dalam bentuk asset-aset keuangan maupun asset riil
Menurut Undang-Undang tentang lembaga keuangan syariah
merupakan lembaga yang kegiatannya menarik dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kepada masyarakat berlandaskan prinsip syariah.
Perbedaan prinsip operasional dalam lembaga keuangan syariah
berdasarkan sistem bagi hasil. Lembaga keuangan syariah yang
termasuk kategori bank syariah dan non bank syariah adalah seperti
BMT (Baitul Mal wat Tamwil). BMT didirikan sebagai sebuah
perwujudan kegiatan ekonomi umat yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ta’awun (tolong – menolong) dan kekeluargaan sebagaimana atas koperasi. Dan dalam melaksanakan operasionalnya, BMT
berlandaskan syariat Islam. Karena BMT lahir dari masyarakat dalam
wadah kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang sepakat dan
bersama-sama mendirikan BMT. Selanjutnya BMT dapat
dikembangkan menjadi lembaga yang berbadan hukum koperasi bila ia
telah memenuhi syarat dan ketentuan tertentu sesuai aturan yang
berlaku.
2.1.3.2. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Menurut Kuncoro (2002 : 596) perbedaan mendasar antara sistem
lembaga keuangan syariah berbasis bunga dengan bagi hasil adalah
sebagai berikut :
Bunga :
1. Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus
2. Besarnya porsentase berdasarkan pada jumlah uang (modal)
yang dipinjamkan.
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak
nasabah untung atau rugi.
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”.
5. Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk islam.
Bagi Hasil :
1. Penentuan besarnya rasio atau hibah bagi hasil dibuat pada
waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
2. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan
yang diperoleh.
3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan.
Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak.
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan
jumlah pendapatan.
2.1.3.3. Pengertian BMT (Baitul Maal wat Tamwil)
Saat ini perkembangan pasar keuangan syariah sedang marak di
dunia, khususnya di negara-negara yang mayoritas berpenduduk
Muslim.
Menurut Rodoni (2008:60), BMT adalah balai usaha mandiri
terpadu yang isinya berintikan konsep baitul maal wat tamwil,
kegiatan BMT adalah mengembangkan usaha-usaha produktif dan
investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha
makro dan kecil, antara lain mendorong kegiatan menabung dan
pembiayaan kegiatan ekonominya.
Koperasi sebagai bentuk badan hukum BMT mempunyai
pengertian sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang No. 25
Tahun 1992. Menurut etimologi, koperasi berasal dari kata
“cooperation” yang artinya berusaha bersama.
BMT didirikan secara berproses dan bertahap yang dimulai dari
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), dan bila telah memenuhi
syarat anggota dan pengurus dapat ditingkatkan menjadi lembaga
berbadan hukum kopersi.
1. Produk – Produk BMT
Dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya, yakni melayani
masyarakat, kegiatan pokok BMT meliputi dua kegiatan, yaitu
1. Simpanan
a. Simpanan mudharabah
1). Simapanan Berguna (SIGUN)
Simpanan berguna yang dapat dilakukan sewaktu-waktu dan
diambil kapan saja.
2) Simpanan Pendidikan (SIDIK)
Simpanan dana pendidikan yang dapat disetor
sewaktu-waktu, diambil manakala akan melanjutkan
sekolah/pendidikan.
3) Simpanan Hari Raya (SIHAR)
Simpanan untuk persiapan hari raya, yang dapat diambil
sewaktu-waktu dan diambil 10 hari sebelum hari raya tiba.
4) Simpanan Aqiqah (SIQOH)
Simpanan untuk persiapan berqurban dan aqiqah yang disetor
sewaktu-waktu dan diambil 10 hari sebelum Idul Qurban.
5) . Simpanan Walimah (SIWAL)
Simpanan yang dipersiapkan untuk mengadakan kegiatan
walimah, baik khitanan, nikah, tasmiyah, dan walimah
lainnya.
b. Simpanan Ziarah (SIMPANAN HAJI)
Simpanan dari anggota / nasabah yang berencana
melaksanakan ziarah ke Baitullah (ibadah haji) di Makkah
c. Simpanan Wadi’ah
Titipan atau amanah dari pemilik dana kepada BMT, di mana
BMT sebagai penerima amanat wajib menjaga kebutuhannya dan
keselamatan dana yang dititipkan dan tidak mendapatkan bagi
hasil karena sifatnya hanyalah titipan biasa.
d. Deposito (MUDHARABAH BERJANGKA)
Simpanan dari nasabah pada BMT yang dapat diambil sesuai
dengan jangka waktu yang telah disepakati.
2. Pembiayaan
Pembiayaan adalah kegiatan BMT dalam hal menyalurkan dana
kepada ummat melalui pinjaman untuk keperluan menjalankan
usaha yang ditekuni, diantaranya :
a. Mudharabah
Perjanjian antara pemilik dana BMT dengan pengelola dana
anggota yang keuntungannya dibagi menurut rasio yang telah
disepakati bersama di muka.
b. Musyarakah
Perjanjian kerjasama antara anggota dengan BMT di mana
modal dari kedua belah pihak digabungkan untuk usaha tertentu
c. Bai bitsman ajil
Proses jual beli di mana BMT menalangi terlebih dahulu
kepada anggota dalam pemberian suatu barang tertentu yang
dibutuhkan.
d. Murabahah
Dalam kaidah bahasa Arab, murabahah mempunyai arti laba atau keuntungan yang berarti saling mendapatkan keuntungan.
e. Qardhul hasan
Pembiayaan kebajikan berasal dari baitul mal dimana
anggota yang menerimanya hanya membayar pokoknya dan
dianjurkan untuk memberikan zakat infaq dan shodaqoh.
f. Ijarah
Akad pembiayaan yang merupakan talangan dana untuk
pengadaan barang tertentu ditambah dengan keuntungan mark up
yang disepakati dengan sistem sewa tanpa diakhiri dengan
kepemilikan.
g. At-ta’jir
Bai ta’jir atau sewa beli adalah suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan.
2.1.4. Tujuan Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah
Menurut Rodoni (2008:9-10), tentang tujuan berdirinya lembaga
a. Mengembangkan lembaga keuangan syariah yang sehat
berdasarkan efisiensi dan keadilan, serta mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat banyak sehingga menggalakkan usaha-usaha
ekonomi rakyat
b. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat
Bangsa Indonesia, sehingga dapat mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi.
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat banyak dalam proses
pembangunan, terutama dalam bidang ekonomi keuangan yang
selama ini diketahui masih banyak masyarakat yang enggan
berhubungan dengan bank ataupun lembaga keuangan lainnya,
karena menganggap bahwa bunga adalah riba
d. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara
ekonomi, berperilaku bisnis dan meningkatkan kualitas hidup
mereka.
2.1.5. Kredit
2.1.5.1. Pengertian Kredit
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun1998,
definisi kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu
Sedangkan menurut Kasmir (2003:72) mendefinisikan kredit
sebagai suatu kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang
memperoleh kredit berarti mereka memperoleh kepercayaan
sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan
kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti akan kembali.
Dari rumusan mengenai perkreditan dapat ditari kesimpulan,
yaitu :
a. Adanya penyerahan barang atau uang tagihan yang menimbulkan
tagihan tersebut kepada pihak lain dengan harapan bank akan
memperoleh suatu tambahan nilai dari pokok pinjaman berupa
bunga sebagi pendapatan.
b. Proses kredit didasarkan pada suatu perjanjian yang saling
mempercayai antara kreditur dan debitur yang harus melakukan
kewajibannya masing-masing.
c. Pelunasan hutang dan bunga kredit disesusaikan dalam jangka
waktu tertentu yang telah disepakati bersama.
2.1.5.2. Tujuan Pemberian Kredit
Pemberian suatu fasilitas kredit mempunyai tujuan tertentu.
Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi awal
didirikannya.
Menurut Malayu (2004:88) tujuan pemberian kredit antara lain :
1. Memperoleh pendapatan bank dari bunga kredit.
3. Melaksanakan kegiatan operasional bank.
4. Memenuhi permintaan kredit dari masyarakat.
5. Memperlancar lalu lintas pembayaran.
6. Menambah modal kerja perusahaan.
7. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
2.1.5.3. Jenis Kredit
Beragamnya jenis kegiatan usaha mengakibatkan beragam pula
kebutuhan dalam praktiknya kredit yang ada di masyarakat terdiri dari
beberapa jenis, begitu pula dengan pemberian fasilitas kredit oleh bank
kepada masyarakat. Pemberian fasilitas kredit oleh bank dikelompokkan
ke dalam jenis yang masing-masing dilihat dari berbagai segi. Pembagian
jenis ini ditujukan untuk mencapai sasaran atau tujuan tertentu mengingat
setiap jenis usaha memiliki berbagai karakteristik tertentu.
Menurut Kasmir (2003:76-79), secara umum jenis-jenis kredit yang
disalurkan oleh bank dan dilihat dari berbagai segi adalah sebagai berikut :
1. Dilihat dari Segi Kegunaan
Untuk melihat penggunaan uang tersebut apakah digunakan dalam
kegiatan utama atau hanya kegiatan tambahan. Jika ditinjau dari segi
kegunaan terdapat dua jenis kredit yaitu :
a. Kredit Investasi
Yaitu kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan
perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru di mana
dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama
suatu perusahaan.
b. Kredit Modal Kerja
Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Contoh kredit
modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji
pegawai atau biaya-biaya lain yang berkaitan dengan proses
produksi perusahaan. Kredit modal kerja merupakan kredit yang
dicairkan untuk mendukung kredit investasi yang sudah ada.
2. Dilihat dari Segi Tujuan Kredit
Kredit jenis ini dilihat dari tujuan pemakaian suatu kredit, apakah
bertujuan untuk diusahakan kembali atau dipakai untuk keperluan
pribadi. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan adalah :
a. Kredit Produktif
Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi
atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau
jasa. Artinya kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga
menghasilkan suatu baik berupa barang maupun jasa.
b. Kredit Konsumtif
Merupakan kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan
konsumtif yang diperlukan pemohon dan sumber pembayaran
kembali kreditnya berasal dari penghasilan/gaji pemohon. Pada
dihadapi oleh bank juga tinggi, kredit konsumtif ini sebenarnya
memberatkan bagi nasbahnya, namun demikian karena kebutuhan
yang mendesak calon nasabah tidak melihat besarnya bunga, akan
tetapi kecepatan dan tersebut diterima nasbah untuk mengatasi
permaslahan yang dihadapi nasabah.
Kredit konsumen di Indonesia. Kredit konsumen, yang kerap
dikenal juga sebagai kredit konsumsi, adalah segala pinjaman yang
diambil oleh konsumen untuk melakukan keperluan konsumsi.
Yang termasuk ke dalam kategori ini misalnya adalah pinjaman
kartu kredit, kredit motor, mobil dan lain-lain.
Untuk kredit konsumtif sangat kecil kemungkinannya untuk
dapat menimbulkan undisbursed loan karena kredit ini pada
umumnya ditarik sekaligus setelah akad kredit guna membiayai
pembelian barang konsumsi, seperti pembelian rumah, pembelian
mobil, renovasi rumah, pembelian sepeda motor, dan sebagainya
c. Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan
dan biasanya untuk membeli barang dagangan dan pembayarannya
diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit
3. Dilihat dari Segi Jangka Waktu
Dilihat dari segi jangka waktu, artinya lamanya massa pemberian
kredit mulai dari pertama kali diberikan sampai masa pelunasannya.
Jenis kredit ini adalah :
a. Kredit Jangka Pendek
Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu
kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya
digunakan untuk keperluan modal kerja.
b. Kredit Jangka Menengah
Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan
3 tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja.
Beberapa bank mengklasifikasikan kredit menengah menjadi kredit
jangka panjang.
c. Kredit Jangka Panjang
Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang
yaitu di atas 3 tahun atau 5 tahun. Biasanya kredit ini digunakan
untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa
sawit atau manufaktur dan juga untuk kredit konsumtif seperti
kredit perumahan.
2.1.5.4. Unsur-Unsur Pemberian Kredit
Pengertian tersebut pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan.
dikembalikan oleh penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat-syarat
yang disetujui bersama.
Adapun unsur-unsur kredit yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit (Kasmir, 2003:74-76) adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberian kredit (bank) bahwa kredit yang
diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar
diterima kembali dimasa tertentu di massa datang.
2. Kesepakatan
Di samping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung
unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana
masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing-masing-masing.
3. Jangka Waktu Kredit
Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati.
4. Resiko
Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko
kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar
kreditnya padahal mampu membayar dan resiko kerugian yang
diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya
dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka
waktu).
2.1.5.5. Penilaian Dalam Pemberian Kredit
Calon nasabah yang mengajukan permohonan kredit diharuskan
memenuhi persyaratan yang telah dipenuhi tersebut, bank akan
memberikan penilaian apakah calon nasabah tersebut layak atau tidak
untuk mendapat kredit.
Penialaian permohonan kredit (Sutarno, 2009:93-94) tersebut,
terdapat lima faktor yang perlu diperhatikan, antara lain :
1. Character (watak)
Character adalah sifat dasar yang ada dalam hati seseorang. Watak
merupakan bahan pertimbangan untuk mengetahui resiko, tidak mudah
untuk menentukan watak seorang debitur apalagi debitur yang baru
pertama kali mengajukan permohonan kredit. Oleh karena itu pihak
analisis perlu menyelidiki dan mencari informasi tentang asal-usul
kehidupan pribadi pemohon kredit.
2. Capital (modal)
Capital adalah jumlah dana sendiri yang dimiliki oleh calon debitur. Seseorang yang akan mengajukan kredit baik untuk
kepentingan produktif atau konsumtif maka orang tersebut harus
memiliki modal.
Untuk memenuhi kewajiban pembayaran, debitur harus memiliki
kemampuan yang memadai berasal dari pendapatan pribadi . Seorang
analisis harus mampu menganalisa kemampuan debitur untuk
membayar kembali hutangnya.
4. Collateral (jaminan)
Jaminan berarti harta kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan
guna menjamin kepastian pelunasan hutang jika kemudian hari debitur
tidak melunasi hutangnya dengan jalan menjual jaminan dan
mengambil pelunasan dari penjualan harta kekayaan yang menjadi
jaminan itu.
5. Condition of Economy (kondisi ekonomi)
Kondisi ekonomi adalah situasi ekonomi pada waktu dan jangka
waktu tertentu dimana kredit itu diberikan olek Bank kepada pemohon.
Apakah kondisi ekonomi pada kurun kredit dapat mempengaruhi usaha
dan pendapatan pemohon kredit untuk melunasi hutangnya.
2.1.5.6. Penilaian Kelayakan Kredit
Menurut Kasmir (2000:98), Dalam studi kelayakan setiap aspek
harus dinilai apakah memenuhi syarat atau tidak, adapun aspek-aspek yang
perlu dinilai dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah :
1. Aspek Hukum
Dalam aspek ini tujuannya adalah untuk menilai keaslian dan
keabsahan dokumen-dokumen yang diajukan oleh pemohon kredit.
Merupakan aspek untuk menilai apakah kredit yang dibiayai akan laku
di pasar dan bagaimana strategi pemasaran yang dilakukan. Dalam
aspek ini akan dinilai prospek usaha sekarang dan dimasa yang akan
datang.
3. Aspek Keuangan
Unutuk menilai keuangan perusahaan yang dilihat dari laporan
keuangan yaitu neraca rugi dan laba 3 tahun terakhir.
4. Aspek Teknis
Dalam aspek ini yang dinilai adalah masalah lokasi usaha, kemudian
kelengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki, termasuk lay out
gedung dan ruangan.
5. Aspek Manajemen
Untuk menilai pengalaman peminjam dalam mengelola usahanya,
termasuk sumber daya manusia yang dimilikinya.
6. Aspek Ekonomi Sosial
Untuk menilai dampak usaha yang diberikan terutama bagi masyarakat
luas baik ekonomi maupun sosial.
2.1.5.7. Penggolongan Kualitas kredit
1. Berdasarkan Kondisi Keuangan Debitur
Penilaian atau penggolongan suatu kredit ke dalam tingkat
kualitatif. Kriteria penilaian kolektibilitas secara kuantitatif didasarkan
pada keadaan pembayaran kredit oleh nasabah yang tercermin dalam
catatan pembukuan bank, yaitu mencakup ketepatan pembayaran maupun
kewajiban lain.
Menurut Kuncoro (2002:465-467), penggolongan kualitas adalah
sebagai berikut :
a. Lancar
Kredit yang digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut:
1) Perolehan laba tinggi dan stabil.
2) Pemodalan kuat.
3) Likuiditas dan modal kerja kuat.
4) Analisa arus kas menunjukkan bahwa debitur dapat memenuhi
kewajiban pembayaran pokok serta bunga tanpa dukungan sumber
dana tambahan.
b. Dalam Perhatian Khusus
1) Perolehan laba cukup baik namun memiliki potensi menurun.
2).Permodalan cukup baik dan pemilik mempunyai kemampuan untuk
memberikan modal tambahan apabila diperlukan.
3). Likuiditas dan modal kerja umumnya baik.
4). Analisa arus kas menunjukkan bahwa meskipun debitur mampu
indikasi masalah tertentu yang apabila tidak diatasi akan
mempengaruhi pembayaran di masa mendatang.
c. Kurang Lancar
1) Perolehan laba rendah.
2) Rasio utang terhadap modal cukup tinggi.
3) Likuiditas kurang dan modal kerja terbatas.
a) Analisis arus kas menunjukkan bahwa debitur hanya
mampu membayar bunga dan sebagian dari pokok.
b) Kegiatan usaha terpengaruh perubahan nilai tukar dan suku
bunga.
c) Perpanjangan kredit untuk menutupi kesulitan keuangan.
d. Diragukan
1) Laba sangat kecil.
2) Kerugian operasional dibiayai dengan penjualan asset.
3) Rasio utang terhadap modal tinggi.
4) Likuiditas sangat rendah.
5) Analisa arus kas menunjukkan bahwa ketidakmampuan membayar
bunga dan sebagian dari pokok.
6) Kegiatan terancam karena perubahan nilai tukar dan suku bunga.
7) Pinjaman baru digunakan untuk memenuhi kewajiban yang jatuh
tempo.
e. Macet
2) Debitur tidak mampu memenuhi seluruh kewajiban dan kegiatan
usaha tidak dapat dipertahankan.
3) Rasio utang terhadap modal cukup tinggi.
4) Kesulitan likuiditas.
5) Analisa arus kas menunjukkan bahwa debitur tidak mampu
menutup biaya produksi.
6) Kegiatan usaha terancam karena fluktuasi nilai tukar dan suku
bunga.
7) Pinjaman baru digunakan untuk menutup kerugian operasional.
2. Berdasarkan Prospek Usaha
Menurut Kuncoro (2002:463-465), penggolongannya adalah sebagai
berikut :
a. Lancar
1). Industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang
baik.
2). Pasar yang stabil dan tidak dipengaruhi oleh perubahan kondisi
perekonomian.
3). Persaingan yang terbatas, termasuk posisi yang kuat.
4). Manajemen yang sangat baik.
5). Tenaga kerja yang memadai dan belum pernah tercatat mengalami
perselisihan atau pemogokan.
1). Industri atau kegiatan usaha memiliki potensi pertumbuhan yang
sangat terbatas.
2). Posisi di pasar baik, tidak banyak dipengaruhi oleh perubahan
kondisi perekonomian.
3). Pangsa pasar sebanding dengan pesaing.
4). Manajemen yang baik.
5). Tenaga kerja pada umumnya memadai dan belum pernah tercatat
mengalami perselisihan atau pemogokan.
c. Kurang Lancar
1). Industri atau kegiatan usaha menunjukkan potensi pertumbuhan
yang sangat terbatas atau tidak mengalami pertumbuhan.
2). Pasar dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian.
3). Posisi dipasar cukup baik tetapi banyak pesaing, namun dapat pulih
kembali jika melaksanakan strategi bisnis yang baru.
4). Manajemen cukup baik.
5). Tenaga kerja berlebihan namun hubungan pimpinan dan karyawan
pada umunya baik.
d. Diragukan
1). Industri atau kegiatan usaha menurun.
2). Pasar sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi perekonomian.
3). Persaingan usaha sangat ketat dan operasional perusahaan
mengalami permasalahan yang serius.
5). Tenaga kerja berlebihan dalam jumlah yang besar sehingga dapat
menimbulkan keresahan.
e. Macet
1). Kelangsungan usaha sangat diragukan, industri mengalami
penurunan dan sulit untuk pulih kembali.
2). Kehilangan pasar sejalan dengan kondisi perekonomian yang
menurun.
3). Manajemen sangat lemah.
4). Terjadi pemogokan tenaga kerja yang sulit diatasi.
3. Berdasarkan Kemampuan Membayar
Menurut Budisantoso (2006:120), adapun penggolongan kualitas
kredit sebagai berikut :
a. Lancar
1). Pembayaran tepat waktu dan tidak ada tunggakan serta sesuai
dengan persyaratan kredit.
2). Hubungan debitur dengan lembaga keuangan baik dan debitur
selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan
akurat.
3). Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat.
b. Dalam Perhatian Khusus
2). Hubungan debitur dengan lembaga keuangan baik dan debitur
selalu menyampaiakan informasi keuangan secara teratur dan
akurat.
3). Dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan anggunan kuat.
4). Pelanggaran perjanjian kredit yang tidak prinsipil.
c. Kurang Lancar
1). Terdapat tunggakan pembayaran pokok yang telah melampaui 90
hari sampai 120 hari.
2). Hubungan debitur dengan lembaga keuangan memburuk dan
informasi keuangan debitur tidak dapat dipercaya.
3). Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang
lemah.
4). Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit.
5). Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.
d. Diragukan
1). Terdapat tunggakan pembayaran pokok yang telah melampaui 120
sampai dengan 180 hari.
2). Hubungan debitur dengan lembaga keuangan semakin memburuk
dan informasi keuangan debitur tidak tersedia atau tidak dapat
dipercaya.
3). Dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang
4). Pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam
perjanjian kredit.
e. Macet
1). Terdapat tunggakan pembayaran pokok yang telah melampaui 180
hari.
2). Dokumentasi kredit atau pengikatan agunan tidak ada.
2.1.5.8.Kebijakan Pengendalian Kredit
Kebijakan yang dimaksudkan untuk mengendalikan risiko kredit
antara lain :
a. Pembuatan pedoman kebijakan perkreditan.
b. Menetapkan Kredit yang dilarang dan dihindari
Bank juga harus menetapkan segmen/bisnis yang dilarang untuk
diberikan kredit atau paling tidak perlu dihindari dalam pemberian
kredit.
c. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit
Bank juga harus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam
pemberian kredit.
d. Penerapan analisa 5 C
Dalam upaya mengurangi kegagalan dalam pemberian kredit, bank
selalu menerapkan prinsip 5 C kredit, yaitu Character, Capacity,
Untuk mengurangi risiko kredit, bank juga melakukan penyebaran
resiko melalui asuransi, yaitu asuransi jiwa debitur, asuransi kerugian
atas jaminan/barang agunan debitur serta asuransi kredit.
f. Penerapan agunan
Dalam pemberian kredit, bank juga meminta kepada calon debitur
untuk menyerahkan barang agunan sebagai jaminan kredit. Barang
agunan tersebut juga termasuk lingkup analisa yang bertujuan untuk
mengetahui besarnya nilai agunan yang dapat dipergunakan sebagai
alat pengaman lapis kedua bagi bank dalam setiap pemberian kredit
apabila kredit yang diberikan menjadi bermasalah.
g. Penerapan manajemen resiko kredit
1. Memberi kewenangan memutus kredit secara berjenjang
2. Membatasi pemberian kredit
3. Bank harus mempunyai gambaran kualitas kredit yang dikelola, hal
ini perlu agar dapat digunakan sebagai batas maksimum
penghentian pemberian suatu kredit.
h. Penerapan sistem pengendalian internal
1. Setiap tahapan pemberian fasilitas kredit didasarkan atas asaa-asas
perkreditan yang sehat.
2. Pemberian kredit harus mengandung unsur pengawasan ganda
3. Pemantauan perkembangan usaha debitur yang dimaksudkan untuk
memberikan arahan agar kredit yang diberikan mencapai sasaran
dan mencegah kemungkinan penurunan kualitas kredit.
4. Pemisahan fungsi dan tanggung jawab yang jelas antara fungsi
pelaksanaan dan penyelesaian transaksi, pengelolaan resiko kredit,
pembukuan dan fungsi pengawasan
5. Prosedur dokumentasi, pelaksanaan dokumentasi ini harus dapat
memberikan informasi mengenai aktivitas bank bagi manajemen
serta mampu mendeteksi setiap penyimpangan kebijakan dan
prosedur yang terjadi
6. Penilaian evektifitas pengendalian intern termasuk kepatuhan
terhadap kebijakan dan prosedur limit yang ditetapkan.
7. Penilaian terhadap sistem pelaporan serta evaluasi atas kehandalan.
8. Investigasi terhadap peristiwa/kejadian yang tidak lazim.
i. Penerapan konsep pengawasan manajemen bank
1. Menerapkan budaya kerja perusahaan
2. Menerapkan system dan prosedur operasional
3. Melakukan aktivitas audit intern
4. Pengawasan oleh audit eksternal
Kredit bermasalah merupakan bagian dan pengelolaan kredit bank, karena
kredit bermasalah itu sendiri merupakan risiko yang dihadapi oleh bisnis perbankan. Hampir semua perbankan memiliki kredit bermasalah,
bahkan dalam beberapa kasus, kredit bermasalah di Indonesia berakhir
ke penutupan beberapa bank. Sebagai lembaga bisnis, dalam lingkup
makro, perbankan harus dapat meminimalisir kredit bermasalah tersebut
sehingga kepercayaan masyarakat keperbankan akan tetap terjaga.
Kredit bermasalah secara umum adalah semua kredit yang
mengandung risiko tinggi. Atau, kredit bermasalah adalah kredit-kredit
yang mengandung kelemahan atau tidak memenuhi standar kualitas yang
telah ditetapkan oleh bank. Mencegah kredit bermasalah harus dilakukan
oleh semua bank. Bank yang kreditnya bermasalah akan memiliki beban
bank berupa biaya akibat kredit bermasalah yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan bank yang tidak mempunyai kredit bermasalah.
Kerugian tersebut bukan hanya dalam bentuk biaya langsung (kewajiban pokok dan bunga), tetapi juga biaya tidak langsung, seperti biaya hukum (legal expenses), biaya adminstrasi, penurunan reputasi bank, biaya pengawasan dari otoritas moneter, kehilangan kesempatan untuk meningkatkan pertumbuhan, serta terkurasnya waktu pejabat-pejabat bank yang seharusnya melakukan kegiatan bisnis bank yang menguntungkan. Biaya-biaya tidak langsung yang terjadi akibat adanya kredit bermasalah akan menyebabkan terganggunya kegiatan usaha bank tersebut. Apabila kredit bermasalah telah dinilai cukup besar, umumnya masyarakat sulit percaya ke bank tersebut sehingga akhirnya bank tersebut terpaksa
ditutup atau dilikuidasi. (http://www.pengertiankreditbermasalah.com/download)
Menurut Sutojo (2000:11), Kredit macet merupakan permasalahan
telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama
sekali tidak ada pembayaran.
Dalam kasus kredit macet, ada kemungkinan kreditur terpaksa
melakukan tindakan hukum, atau menderita kerugian dalam jumlah yang
diperkirakan dapat ditelorir. Kredit dikategorikan sebagai kredit macet
apabila merupakan cirri-ciri yang berikut :
a. Dapat memenuhi criteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21
bulan semenjak masa penggolongan kredit diragukan, belum terjadi
pelunasan pinjaman atau usaha penyelamatan kredit
b. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan telah
diserahkan kepada pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN) atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada perusahan
asuransi kredit.
2.1.6.1. Faktor-Faktor Kredit Macet
faktor kredit macet (http://skripsiperpustakaanuniversitasgajah
madah.kredit macet.com// dalam buku Mahmoedin) antara lain disebabkan
oleh :
1. Menurunnya pendaptan bersih.
Turunnya pendapatan bersih dapat disebabkan oleh menurunnya
penerimaan atau naiknya biaya.
Turunnya penjualan secara tajam adalah wajar dalam siklus hidup
perusahaan, tetapi jika penurunan penjualan secara sangat tajam
merupakan tanda perusahaan akan menemui titik kritis.
3. Menurunnyaa perputaran persediaan.
Perputaran persediaan yang cepat akan memberikan kelancaran bagi
perusahaan, tetapi jika perputaran tersebutkecepatannya menurun
berarti banyak barang yang tidak laku, berarti perusahaan diambang
kesulitan.
4. Meningkatnya penjualan secara tajam.
Naiknya penjualan secara tajam disebabkan perusahaan ingin
mempunyai uang secara cepat guna melakukan penjualan sehingga
harga jual dibawah harga pokok.
5. Menurunnya perputaran piutang.
Perputaran piutang yang cepat juga akan memberikan bagi perusahaan
untuk segera melikuiditas. Tetapi jika piutang sulit ditagih akan
menimbulkan bagi perusahaan dalam melanjutkan operasionalnya.
6. Menurunnya modal lancar
Turunnya modal lancar dapat disebabkan karena melakukan
pembelian, membengkaknya hutang kepada pihak ketiga dan mungkin
karena pemborosan.
7. Nasabah mulai ingkar janji.
9. Nasabah tidak terbuka, yaitu dengan merahasiakan sesuatu hal yang
erat kaitannya dengan penggunaan kredit.
10.Nasabah menolak wawancara.
Apabila dilihat dari segi pelaku kredit, maka faktor-faktor kredit macet
dari nasabah adalah :
1. Kenakalan nasabah
a. Manajemen kurang,
b. Tidak memiliki perencanaan yang baik.
c. Produk ketinggalan jaman.
d. Kalah bersaing.
e. Lokasi usaha yang tidak tepat.
f. Administrasi yang kacau.
2. Kenakalan nasabah
a. Tidak jujur dan sukar ikar janji.
b. Melakukan penyimpangan penggunaan.
c. Pola hidup yang boros atau mewah.
d. Suka berbuat skandal.
e. Suka berjudi dan berspekulasi.
Maka dapat disimpulkan faktor – faktor yang menyebabkan kredit macet
adalah :
1. Faktor Intern
a. Kelemahan bank dalam melakukan analisis, sehingga terjadi
b. Kelemahan nasabah.
1) Perencanaan
Adalah gambaran sebelum sesuatu dilaksanakan. Untuk
memulai usaha tertentu harus ada rencana tentang pinjaman
yang diambil untuk memperlancar usaha atau memulai usaha,
agar usaha dapat berjalan dengan baik.
2) Pendapat yang relatif rendah
Jika pendapatan yang diperoleh relatif rendah, nasabah sukit
untuk mengembalikan pinjaman, karena pendapatan yang
diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari.
3) Administrasi
Merupakan pengaturan suatu kegiatan secara teratur.
4) Kenakalan nasabah
a) Pengambilan kredit diharapkan dapat digunakan
sepenuhnya untuk menambah modal, tetapi belum tentu hal
itu dilakukan oleh semua pengusaha karena ada yang
menggunakan pinjaman tersebut untuk keperluan
sehari-hari atau melunasi hutang ke pihak lain sehingga pinjaman
tersebut tidak optimal penggunaanya.
b) Itikad nasabah
Adalah niat atau keinginan untuk membayar pinjaman yang
ada pada diri responden.
a. Bencana alam.
b. Peperangan.
c. Perubahan kondisi perekonomian.
d. Perubahan teknologi.
2.1.6.2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Resiko Kredit
Faktor risiko kredit mencakup berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan peminjam untuk membayar kembali pinjaman
secara penuh serta faktor – faktor yang mempengaruhi kemampuan Bank
untuk menyelesaikan kredit bermasalah. Dan faktor-faktor yang
mempengaruhi kredit pada suatu bank dapat dilihat sebagai berikut
(http://www.bangkokbank.com/annual2006) :
1. Lingkungan Kredit
Semakin tinggi suku bunga yang ditetapkan oleh bank terhadap kredit
yang diberikan maka akan semakin tinggi tingkat risiko yang dihadapi.
2. Kebijakan dan Prosedur Pemberian Kredit
a. Perencanaan kredit
Jika suatu kredit yang diberikan direncanakan dengan baik, maka
risiko kredit yang dihadapi bank akan semakin kecil.
b. Persetujuan kredit
Persetujuan kredit dipertimbangkan oleh unsur 5C seperti yang
c. Pengkajian ulang kredit
Untuk mengetahui kredit-kredit bermasalah kemudian dicari
permasalahannya untuk menemukan solusi atas kredit tersebut.
d. Administrasi file kredit
Buruknya administrasi file kredit menyebabkan bank kesulitan
untuk mengetahui secara dini terhadap kredit-kredit yang
bermasalah.
e. Pertumbuhan ekonomi
Dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi suatu Negara akan
mengakibatkan penurunan pendapatan perusahaan yang menjadi
nasabah debitur, dengan menurunnya tingkat pendapatan tersebut
akan menyebabkan nasabah tidak akan mampu mengembalikan
pinjaman yang diberikan oleh bank.
3. Pengendalian resiko kredit
Bank perlu mengelola risiko kredit yang terkandung dalam risiko dalam
kredit atau transaksi secara individual . Bank perlu mempertimbangkan
hubungan antara risiko kredit dan risiko lainnya. Beberapa aspek kunci
pengendalian risiko kredit yakni :
a. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi
Selain memberikan perrsetujuan dan melakukan pengkajian,
Dewan Komisaris dan Direksi juga bertanggungjawab untuk
mengawasi pengimplementasian strategi, kebijakan dan prosedur
1) Memantau dan mengendalikan resiko kredit
2) Mengidentifikasi dan menangani kredit bermasalah sedini
mungkin.
b. Strategi penetapan suku bunga kredit
Sebuah bank yang ingin aman terhadap risiko kredit harus
menerapkan strategi suku bunga kredit yang berbeda untuk risiko
kredit yang berbeda (kredit yang dinilai kelayakan kreditnya
berada di bawah score yang telah ditetapkan akan dapat disetujui,
diluar itu akan ditolak.
2.1.6.3. Bentuk Penyelamatan Kredit
Menurut (Sutarno, 2009:267-270), bentuk penyelamatan diantaranya
adalah :
1. Penurunan Suku Bunga Kredit
Penurunan suku bnunga kredit merupakan salah satu bentuk
restrukturisasi yang bertujuan memberikan keringan pada debitur
sehingga dengan penurunan bunga kredit besarnya bunga yang harus
dibayar debitur setiap tanggal pembayaran menjadi lebih kecil
dibanding suku bunga yang ditetapkan sebelumnya.
2. Perpanjangan Jangka Waktu Kredit
Hal ini bertujuan untuk meringankan debitur dalam pengembalian
hutangnya. Pendapat usaha yang seharusnya digunakan untuk
membayar hutang yang jatuh tempo dapat digunakan untuk
3. Penambahan Fasilitas Kredit
Penambahan kredit diharapkan usaha debitur akan berjalan kembali
dan berkembang yang akan menghasilkan pendapatan yang dapat
digunakan untuk mengembalikan hutang lama dan tambahan kredit
baru.
4. Debitur Menjual Sendiri Barang Jaminan
Kreditur dapat meminta debitur melakukan penjualan jaminan
kredit, karena dengan cara ini dapat menghemat waktu, biaya dan
hasilnya akan lebih baik daripada lelang.
5. Penghapusan Piutang
Penghapusan piutang adalan pembebasan hutang debitur oleh
Bank, baik seluruh atau sebagian karena hutangnya telah kadaluwarsa
menurut hukum.
2.2. Kerangka Berpikir
Faktor yang mempengaruhi kredit macet harus dipertimbangkan
dengan pengendalian dan pengawasan, karena apabila ada kesalahan akan
berakibat fatal bagi kelangsungan hidup koperasi. Sebab itu perlu
dipertimbangkan dengan cermat setiap langkah yang akan dilaksanakan
dengan tujuan agar dana yang ada dapat digunakan seoptimal mungkin.
Di dalam kebijaksanaan yang berpengaruh dalam kredit macet, tidak
lepas dari faktor-faktor yaitu karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah,
kredit yang diberikan akan mengandung resiko bagi kelangsungan hidup
koperasi.
Penilaian watak atau karakter kepada calon debitur tentang
kebiasaan, sifat pribadi, cara hidup, keadaan keluarga dan keadaan sosial.
Penilaian karakter memang cukup sulit, karena masing-masing individu
memiliki watak dan sifat yang berbeda-beda. Penilaian karakter ini
bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana tingkat kejujuran serta itikad
baik nasabah untuk memenuhi kewajibannya. (Suyatno, 1997:51)
Kondisi ekonomi nasabah berhubungan dengan perkembangan
kondisi ekonomi atau bidang usaha yang merugikan kegiatan bisnis
perusahaan mereka. Bagi nasabah dampak perkembangan ekonomi atau
bidang usaha yang tidak menguntungkan adalah penurunan jumlah hasil
penjualan barang atau jasa yang mereka usahakan, misalnya seperti
kegagalan usaha debitur, tingginya suku bunga kredit.
Sistem pengendalian kredit merupakan cara di dalam meminimalkan
resiko kredit dan untuk mengendalikan kredit agar tetap baik, ada banyak
cara di dalam mengendalikan resiko kredit seperti menggunakan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit, pengawasan hingga sampai pada
penyelesaian kredit bermasalah.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik model atau alur kerangka
Gambar 1 : Kerangka Berpikir
2.3. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian yang diajukan
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
a. Diduga ada pengaruh secara simultan antara karakter nasabah, kondisi
ekonomi nasabah dan sistem pengendalian kredit berpengaruh secara
simultan terhadap pengaruh resiko kredit macet pada Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Surabaya
b. Diduga ada pengaruh secara parsial antara karakter nasabah, kondisi
ekonomi nasabah dan sistem pengendalian kredit berpengaruh secara
simultan terhadap pengaruh resiko kredit macet pada Koperasi Jasa
Keuangan Syariah Surabaya
Karakter Nasabah
(X1)
Kondisi Ekonomi
Nasabah (X2)
Sistem Pengendalian
Kredit (X3)
Resiko kreditMacet
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Dalam definisi operasional bertujuan sebagai pedoman penelitian yang
dilaksanakan pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah “Amanah Ummah”
Surabaya, yang mana bersifat kuantitatif. Hal ini perlu agar tidak terjadi
salah penafsiran yang mana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah karakter nasabah, kondisi ekonomi nasabah, dan sistem
pengendalian kredit berpengaruh terhadap penyebab kredit macet pada
Koperasi Jasa Keuangan Syariah “Amanah Ummah” Surabaya.
Adapun definisi operasional yang digunakan atau dibahas oleh peneliti
adalah sebagai berikut :
3.1.1. Variabel Bebas (Independent)
a. Karakter Nasabah (X1)
Karakter nasabah merupakan itikad nasabah dalam mengangsur
kredit secara optimal.
Indikatornya adalah : 1. Kemauan menepati janji
2. Tanggung jawab membayar hutang.
Skala : Likert
Sangat Setuju = 5
Setuju = 4
Tidak setuju = 2
Sangat tidak setuju = 1
b. Kondisi Ekonomi Nasabah (X2)
Kondisi nasabah merupakan kondisi keuangan/ekonomi debitur
yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi debitur.
Indikatornya adalah : 1. Kondisi finansial
2.Pengeluaran keuangan yang terus meningkat
3. Tingkat penghasilan.
4. Tidak memiliki perencanaan yang baik.
Skala : Likert
Sangat Setuju = 5
Setuju = 4
Ragu-ragu = 3
Tidak setuju = 2
Sangat tidak setuju = 1
c. Sistem Pengendalian Kredit (X3)
Sistem pengendalian kredit merupakan cara mengantisipasi total
kenaikan jumlah kredit macet.
Indikatornya adalah: 1.Denda keterlambatan
2. Penanganan kredit terlambat.
Skala : Likert