• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Stres adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Stres adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Stres 2.1.1 Stres dan Stresor

Stres adalah keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang menantang, mengancam atau merusak keseimbangan kehidupan seseorang. Seringkali stres didefinisikan dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang (Lazarus & Folkman, 1984).

Stres menurut Hans Selye (1950, dalam Alimul 2008) merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap tuntutan atau beban atasnya. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan stres apabila seseorang mengalami beban atau tugas yang berat tetapi orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres. Sebaliknya apabila seseorang yang dengan beban tugas yang berat tetapi mampu mengatasi beban tersebut dengan tubuh berespon dengan baik, maka orang tersebut tidak mengalami stres (Alimul, 2008). Secara sederhana stres adalah kondisi di mana adanya respons tubuh terhadap perubahan untuk mencapai keadaan normal (Wartonah, 2006).

Stres biasanya dipersepsikan sebagai sesuatu yang negatif padahal tidak. Terjadinya stres dapat disebabkan oleh sesuatu yang dinamakan stresor. Bentuk stresor ini dapat dari lingkungan, kondisi dirinya serta pikiran. Dalam pengertian

(2)

stres itu sendiri juga dapat dikatakan sebagai stimulus dimana penyebab stres diangggap sebagai sesuatu hal yang biasa. Stres juga dikatakan sebagai respon artinya dapat merespon apa yang terjadi, juga disebut sebagai transaksi yakni hubungan antara stresor dianggap positif karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungan (Alimul, 2008).

Sekitar 85% wanita yang sudah haid mengalami gangguan fisik dan psikis menjelang menstruasi, saat, ataupun sesudah menstruasi. Biasanya berlangsung antara satu minggu sebelum dan sesudah menstruasi. Gangguan fisik dan psikis tersebut mempengaruhi 40% wanita dengan 5-10% membuat mereka sangat tidak berdaya. (Andrews, 2009 dalam Dewi 2010).

2.1.2 Pandangan Stres

Dalam memahami tentang stres, para ahli berbeda-beda mendefinisikannya karena memiliki pandangan teori yang tidak sama. Untuk lebih jelas tentang stres sebenarnya, maka dapat diketahui beberapa pandangan diantaranya :

a. Pandangan Stres Sebagai Stimulus

Pandangan ini menyatakan stres sebagai suatu stimulus yang menuntut, dimana semakin tinggi besar tekanan yang dialami seseorang, maka semakin besar pula stres yang dialami. Pandangan ini didasari hukum elastisitas Hooke yang menjelaskan semakin berat beban satu logam, maka semakin besar pula stres yang dialami, melalui pandangan ini

(3)

maka dianalogikan pada manusia apabila semakin besar tekanan yang dialami, makin besar pula stres yang dialaminya.

b. Pandangan Stres Sebagai Respon

Mengidentifikasikan stres sebagai respon individu terhadap stresor yang diterima, di mana ini sebagai akibat respon fisiologi dan emosional atau juga sebagai respon yang nonspesifik tubuh terhadap tuntutan lingkungan yang ada.

c. Pandangan Stres Sebagai Transaksional

Pandangan ini merupakan suatu interaksi antara orang dengan lingkungan dengan meninjau dari kemampuan individu dalam mengatasi masalah dan terbentuknya sebuah koping. Dalam interaksi dengan lingkungan ini dapat diukur situasi yang potensial mengandung stres dengan mengukur dari persepsi individu terhadap masalah, mengkaji kemampuan seseorang atau sumber-sumber yang tersedia yang diarahkan mengatasi masalah (Alimul, 2008).

2.1.3 Macam-Macam Stres

Ditinjau dari penyebab, maka stres dibagi menjadi tujuh macam, di antaranya :

a. Stres fisik

Stres yang disebabkan karena keadaan fisik seperti karena temperatur yang tinggi atau yang sangat rendah, suara yang bising, sinar matahari atau karena tegangan arus listrik.

(4)

b. Stres kimiawi

Stres ini disebabkan karena zat kimiawi seperti obat-obatan, zat beracun asam, basa, faktor hormon atau gas dan prinsipnya karena pengaruh senyawa kimia.

c. Stres mikrobiologik

Stres ini disebabkan karena kuman seperti adanya virus, bakteri atau parasit.

d. Stres fisiologik

Stres yang disebabkan karena gangguan fungsi organ tubuh diantaranya gangguan dari struktur tubuh, fungsi jaringan, organ dan lain-lain.

e. Stres proses pertumbuhan dan perkembangan

Stres yang disebabkan karena proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pada pubertas, perkawinan dan proses lanjut usia.

f. Stres psikis atau emosional

Stres yang disebabkan karena gangguan stimulus psikologis atau ketidakmampuan kondisi psikologis untuk menyesuaikan diri seperti hubungan interpersonal, sosial budaya atau faktor keagamaan (Alimul, 2008).

2.1.4 Sumber Stresor

Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat mempengaruhi sifat dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikologis maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas

(5)

seperti air minum. Makanan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan psikologis dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.

Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan atau lainnya. Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan dengan penilaian seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh terhadap dirinya.

Selain sumber stresor di atas, menurut Alimul (2008), stres yang dialami manusia dapat berasal dari berbagai sumber dari dalam diri seseorang, keluarga dan lingkungan.

a. Sumber Stres di Dalam Diri

Sumber stres dalam diri sendiri pada umumnya dikarenakan konflik yang terjadi antara keinginan dan kenyataan berbeda, dalam hal ini adalah berbagai permasalahan yang terjadi yang tidak sesuai dengan dirinya dan tidak mampu diatasi, maka dapat menimbulkan suatu stres. b. Sumber Stres di Dalam Keluarga

Stres ini bersunber dari masalah keluarga ditandai dengan adanya perselisihan masalah keluarga, masalah keuangan serta adanya tujuan yang berbeda diantara keluarga. Permasalahan ini akan selalu menimbulkan suatu keadaan yang dinamakan stres.

(6)

c. Sumber Stres di Dalam Masyarakat dan Lingkungan

Sumber stres ini dapat terjadi di lingkungan atau masyarakat pada umumnya, seperti lingkungan pekerjaan, secara umum disebut sebagai stres pekerja karena lingkungan fisik, dikarenakan kurangnya hubungan interpersonal serta kurangnya adanya pengakuan di masyarakat sehingga tidak dapat berkembang.

2.1.5 Model Stres Kesehatan

Model stres kesehatan merupakan suatu model dimana stres dapat mempengaruhi status kesehatan seseorang, model ini terdiri dari beberapa unsur diantaranya :

Unsur langsung dimana stres dapat menghasilkan atau mempengaruhi secara langsung dari perubahan fisiologis dan psikologis, seperti adanya ketegangan (stres) akan menyebabkan terjadinya proses pelepasan hormon secara langsung yaitu hormon kotekolamin dan kortikosteroid yang kondisi berdebar-debar, denyut nadi cepat dan lain-lain.

a. Unsur kepribadian, bahwa stres dapat dipengaruhi karena adanya tipe kepribadian yang memudahkan timbulnya kesakitan.

b. Unsur interaktif, stres dapat menyebabkan ketidakkebalan tubuh sehingga tubuh akan menjadi mudah terjadi gangguan pada tubuh baik biologis maupun psikologis. Proses ini dikarenakan adanya interaksi antara faktor dari luar dan faktor dari dalam untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

(7)

c. Unsur perilaku sehat, stres dapat secara tidak langsung mempengaruhi kesakitan akan tetapi dapat merubah perilaku terlebih dahulu seperti adanya peningkatan konsumsi alkohol, rokok dan lain-lain.

d. Unsur perilaku sakit, stres dapat mempengaruhi secara langsung terhadap kesakitan tanpa menyebabkan adanya perilaku sakit seperti mencari bantuan pengobatan (Alimul, 2008).

2.1.6 Faktor Pengaruh Respon Terhadap Stresor

Menurut Alimul (2008), respon terhadap stresor yang diberikan setiap individu akan berbeda berdasarkan faktor yang akan mempengaruhi dari stresor tersebut, dan koping yang dimiliki individu , di antara stresor yang dapat mempengaruhi respon tubuh antara lain :

a. Sifat stresor

Sifat stresor merupakan faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor. Sifat stresor ini dapat berupa tiba-tiba atau berangsur-angsur, sifat ini pada setiap individu dapat berbeda tergantung dari pemahaman tentang arti stresor.

b. Durasi stresor

Lamanya stresor yang dialami klien akan mempengaruhi respon tubuh. Apabila stresor yang dialami lebih lama, maka respon yang dialaminya juga akan lebih lama dan dapat mempengaruhi dari fungsi tubuh yang lain.

(8)

c. Jumlah stresor

Jumlah stresor yang dialami seseorang dapat menentukan respon tubuh. Semakin banyak stresor yang dialami pada seseorang, dapat menimbulkan dampak yang besar bagi fungsi tubuh juga sebaliknya dengan jumlah stresor yang dialami banyak dan kemampuan adaptasi baik, maka seseorang akan memiliki kemampuan dalam mengatasinya.

d. Pengalaman masa lalu

Pengalaman ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh terhadap stresor yang dimiliki. Semakin banyak stresor dan pengalaman yang dialami dan mampu menghadapinya, maka semakin baik dalam mengatasi sehingga kemampuan adaptifnya akan semakin baik pula.

e. Tipe kepribadian

Tipe kepribadian seseorang juga dapat mempengaruhi respon terhadap stresor. Apabila seseorang yang memiliki tipe kepribadian A, maka akan lebih rentan terkena stres dibandingkan dengan tipe kepribadian B. tipe kepribadian A memiliki ciri ambisius, agresif, kompetitif, kurang sabar, mudah tegang, mudah tersinggung, mudah marah, memiliki kewaspadaan yang berlebihan, bicara cepat, bekerja tidak kenal waktu, pandai berorganisasi dan memimpin atau memerintah, lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan, kaku terhadap waktu, ramah, tidak mudah dipengaruhi, bila berlibur pikirannya ke pekerjaan dan lain-lain. Sedangkan tipe kepribadian B memiliki ciri tidak agresif, ambisinya wajar-wajar, penyabar, senang, tidak mudah tersinggung, tidak mudah marah,

(9)

cara bicara tidak tergesa-gesa, perilaku tidak interaktif, lebih suka kerjasama, mudah bergaul, dan lain-lain atau merupakan kebalikan dari tipe kepribadian B.

f. Tingkat perkembangan

Tingkat perkembangan pada individu ini juga dapat mempengaruhi respon tubuh dimana semakin matang dalam perkembangannya, maka semakin baik pula kemampuan untuk mengatasinya. Dalam perkembangannya kemampuan individu dalam mengatasi stresor dan respon terhadapnya berbeda-beda dan stresor yang dihadapinya pun berbeda yang dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan Tahap Perkembangan Jenis stressor

Anak

Remaja

Dewasa muda

Konflik mandiri dan ketergantungan orang tua Hubungan dengan teman sebaya

Kompetisi dengan teman

Perubahan tubuh

Hubungan dengan teman Seksualitas Mandiri Menikah Meninggalkan rumah Mulai bekerja Melanjutkan pendidikan Membesarkan anak

(10)

Dewasa tengah

Dewasa tua

Menerima proses menua Status sosial

Usia lanjut

Perubahan tempat tinggal Penyesuaian diri masa pension Proses kematian

2.1.7 Tahapan Stres

Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan, menurut Van Amberg (1979 dalam Alimul 2008), tahapan stres dapat terbagi menjadi enam tahap diantaranya :

a. Tahap Pertama

Merupakan tahap yang ringan dari stres yang ditandai dengan adanya semangat bekerja besar, penglihatannya tajam tidak seperti pada umumnya, merasa mampu menyelesaikan pekerjaan yang tidak seperti biasanya, kemudian merasa senang akan pekerjaannya akan tetapi kemampuan yang dimiliknya semakin berkurang.

b. Tahapan Kedua

Pada stres tahap kedua ini seseorang memiliki ciri sebagai berikut, adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang semestinya segar, terasa lelah setelah makan siang, cepat lelah menjelang sore, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman, denyut jantung berdebar-debar lebih

(11)

dari biasanya, otot-otot punggung dan tengkuk semakin tegang dan tidak bisa santai.

c. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga ini apabila seseorang mengalami gangguan seperti pada lambung dan usus seperti adanya keluhan gastritis, buang air besar tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, perasaan tidak tenang, gangguan pola tidur seperti sukar mulai untuk tidur, terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur, lemah, terasa seperti tidak memiliki tenaga.

d. Tahap Keempat

Tahap ini seseorang akan mengalami gejala seperti segala pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara adekuat, tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, adanya gangguan pola tidur, sering menolak ajakan karena tidak bergairah, kemampuan mengingat dan konsentrasi menurun karena adanya perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak diketahui penyebabnya.

e. Tahap Kelima

Stres tahap ini ditandai adanya kelelahan fisik secara mendalam, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pencernaan semakin berat dan perasaan ketakutan dan kecemasan semakin meningkat.

(12)

f. Tahap Keenam

Tahap ini merupakan tahap puncak dan seseorang mengalami panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak jantung semakin keras, susah bernapas, terasa gemetar seluruh tubuh dan berkeringat, kemungkinan terjadi kolaps atau pingsan.

2.1.8 Reaksi Tubuh Terhadap Stres

Stres yang dialami seseorang dapat menimbulkan reaksi yang ada pada tubuh baik secara fisiologis maupun psikologi. Di antara reaksi tubuh tersebut seperti terjadi perubahan warna rambut yang semula hitam lambat laun dapat mengalami perubahan warna menjadi kecoklatan dan kusam, perubahan ketajaman mata sering kali menurun karena kekenduran pada otot-otot mata sehingga akan mempengaruhi fokus lensa mata, pada telinga terjadi gangguan seperti adanya suara berdenging, pada daya pikir sering kali ditemukan adanya penurunan konsentrasi dan keluhan sakit kepala dan pusing, ekspresi wajah tampak tegang, mulut dan bibir terasa kering, kulit reaksi yang dapat dijumpai sering berkeringat dan kadang-kadang panas, dingin dan juga akan dapat menjadi kering atau gejala lainnya seperti urtikaria, pada sistem pernapasan dapat dijumpai gangguan seperti terjadi sesak karena penyempitan pada saluran pernapasan, sedangkan pada sistem kardiovaskuler terjadi gangguan seperti berdebar-debar, pembuluh darah melebar atau menyempit kadang-kadang terjadi kepucatan atau kemerahan pada muka dan terasa kedinginan dan kesemutan pada daerah pembuluh darah perifer seperti pada jari-jari tangan atau kaki, sistem pencernaan

(13)

juga dapat mengalami gangguan seperti lambung terasa kembung, mual, perih, karena peningkatan asam lambung, pada sistem perkemihan terjadi gangguan seperti adanya frekuensi buang air kecil yang sering, pada otot dan tulang terjadi ketegangan dan terasa ditusuk-tusuk, khususnya pada persendian dan terasa kaku. Pada sistem endokrin dan hormonal sering kali dijumpai adanya peningkatan kadar gula dan terjadi penurunan libido dan penurunan kegairahan pada seksual (Alimul, 2008).

Tubuh selalu berinteraksi dan mengalami sentuhan langsung dengan lingkungan, baik lingkungan internal (seperti pengaturan peredaran darah, pernapasan) maupun lingkungan eksternal (seperti cuaca dan suhu yang kemudian menimbulkan respons normal atau tidak normal). Keadaan di mana terjadi mekanisme relative untuk mempertahankan fungsi normal disebut homeostasis. Menurut Wartonah (2006), homeostatis dibagi menjadi dua yaitu homeostasis fisiologis (misalnya, respon adanya peningkatan pernapasan saat berolahraga) dan homeostasis psikologis (misalnya, perasaan mencintai dan dicintai, perasaan aman dan nyaman).

a. Respons Fisiologis terhadap Stres

Respons fisiologis terhadap stres dapat diidentifikasi menjadi dua yaitu local adaptation syndrome (LAS) yaitu respons lokal tubuh terhadap stresor (misalnya kalau kita menginjak paku maka secara reflex kaki akan diangkat atau misalnya ada proses peradangan maka reaksi lokalnya dengan menambahkan sel darah putih pada lokasi peradangan) dan genital

(14)

adaptation symdrome (GAS) yaitu reaksi menyeluruh terhadap stresor yang ada.

Dalam proses GAS terdapat tiga fase : pertama, reaksi peringatan ditandai oleh peningkatan aktivitas neuroendokrin yang berupa peningkatan pembuluh darah, nadi, pernapasan, metabolism, glukosa dan dilatasi pupil; kedua, fase resisten di mana fungsi kembali normal, adanya LAS, adanya koping dan mekanisme pertahanan; ketiga, fase kelelahan ditandai dengan adanya vasodilatasi, penurunan tekanan darah, panik dan krisis (Wartonah, 2006).

b. Respons psikologis terhadap Stres

Respons psikologis terhadap stres dapat berupa depresi, marah dan kecemasan. Kecemasan adalah respons emosional terhadap penilaian, misalnya cemas mengikuti ujian karena khawatir nilainya buruk (Wartonah, 2006).

2.1.9 Manajemen Stres

Stres merupakan sumber dari berbagai penyakit pada manusia. Apabila stres tidak cepat ditanggulangi atau dikelola dengan baik, maka akan berdampak lebih lanjut seperti mudah terjadi gangguan atau terkena penyakit. Untuk mencegah dan mengatasi stres agar tidak sampai ke tahap yang paling berat, maka dapat dilakukan dengan cara :

(15)

a. Pengaturan Diet dan Nutrisi

Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi atau mengatasi stres melalui makan yang teratur, menu bervariasi, hindari makan daging dan monoton karena dapat menurunkan kekebalan tubuh.

b. Istirahat dan Tidur

Istirahat dan tidur merupakan obat yang baik dalam mengatasi stres karena dengan istirahat dan tidur yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan akan memulihkan keadaan tubuh. Tidur yang cukup akan memberikan kegairahan dalam hidup dan memperbaiki sel-sel yang rusak. c. Olah Raga atau Latihan Teratur

Olah raga dan latihan teratur adalah salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental. Olah raga dapat dilakukan dengan cara jalan pagi, lari pagi minimal dua kali seminggu dan tidak perlu lama-lama yang penting menghasilkan keringat setelah itu mandi dengan air hangat untuk memulihkan kebugaran.

d. Berhenti Merokok

Berhenti merokok adalah bagian dari cara menanggulangi stres karena dapat meningkatkan status kesehatan dan mempertahankan ketahanan dan kekebalan tubuh.

e. Tidak Mengkonsumsi Minuman Keras

Minuman keras merupakan faktor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stres. Dengan tidak mengkonsumsi minuman

(16)

keras, kekebalan dan ketahanan tubuh akan semakin baik, segala penyakit dapat dihindari karena minuman keras banyak mengandung alkohol.

f. Pengaturan Berat Badan

Peningkatan berat badan merupakan faktor yang dapat menyebabkan timbulnya stres karena mudah menurunkan daya tahan tubuh terhadap stres. Keadaan tubuh yang seimbang akan meningkatkan ketahanan dan kekebalan tubuh terhadap stres.

g. Pengaturan Waktu

Pengaturan waktu merupakan cara yang tepat dalam mengurangi dan menanggulangi stres. Dengan pengaturan waktu segala pekerjaan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dapat dihindari. Pengaturan waktu dapat dilakukan dengan cara menggunakan waktu secara efektif dan efisien serta melihat aspek produktivitas waktu. Seperti menggunakan waktu untuk menghasilkkan sesuatu dan jangan biarkan waktu berlalu tanpa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.

h. Terapi Psikofarmaka

Terapi ini dengan menggunakan obat-obatan dalam mengatasi stres yang dialami dengan cara memutuskan jaringan antara psiko neuro dan imunologi sehingga stresor psikososial yang dialami tidak mempengaruhi fungsi kognitif, afektif atau psikomotor yang dapat mengganggu organ tubuh yang lain. Obat-obatan yang biasanya digunakan adalah anti cemas dan anti depresi.

(17)

i. Terapi Somatik

Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat stres yang dialami sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu system tubuh yang lain.

j. Psikoterapi

Terapi ini dengan menggunakan teknik psikologis yang disesuaikan dengan kebutuhan seseorang. Terapi ini dapat meliputi psikoterapi suportif dan psikoterapi reedukatif di mana psikoterapi suportif ini memberikan motivasi atas dukungan agar pasien mengalami percaya diri, sedangkan psikoterapi reedukatif dilakukan dengan memberikan pendidikan secara berulang. Selain itu ada psikoterapi rekonstruktif, psikoterapi kognitif dan lain-lain.

k. Terapi Psikoreligius

Terapi ini dengan menggunakan pendekatan agama dalam mengatasi permasalahan psikologis mengingat dalam mengatasi atau mempertahankan kehidupan seseorang harus sehat secara fisik, psikis, sosial dan sehat spiritual sehingga stres yang dialami dapat diatasi.

Menurut Dadang Hawari (2002, dalam Alimul 2008), manajemen stres yang lain adalah dengan cara meningkatkan strategi koping yaitu koping yang berfokus pada emosi dan koping yang berfokus pada masalah. Penggunaan koping yang berfokus pada emosi dengan cara pengaturan respons emosional dari stres melalui perilaku individu seperti cara meniadakan fakta-fakta yang tidak

(18)

menyenangkan, kontrol diri, membuat jarak, penilaian secara positif, menerima tanggung jawab, lari dari kenyataan (menghindar). Sedangkan strategi koping berfokus pada masalah dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang dapat menyelesaikan masalah seperti merencanakan problem solving dan meningkatkan dukungan sosial, teknik lain dalam mengatasi stres adalah relaksasi, retrukturisasi kognitif, meditasi, terapi multi model dan lain-lain.

2.2 Konsep Koping 2.2.1 Pengertian Koping

Koping adalah perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu (Lazarus & Folkman, 1984).

2.2.2 Mekanisme koping

Dalam kehidupan sehari-hari, individu menghadapi pengalaman yang mengganggu equilibirium kognitif dan afektifnya. Individu dapat mengalami perubahan hubungan dengan orang lain dalam harapannya terhadap diri sendiri secara negatif. Munculnya ketegangan dalam kehidupan mengakibatkan perilaku pemecahan masalah (mekanisme koping) yang bertujuan meredakan ketegangan tersebut. Equilibrium merupakan proses keseimbangan yang terjadi akibat adanya proses adaptasi manusia terhadap kondisi yang akan menyebabkan sakit. Proses menjaga keseimbangan dalam tubuh manusia terjadi secara dinamis dimana

(19)

manusia berusaha menghadapi segala tantangan dari luar sehingga keadaan seimbang dapat tercapai (Lazarus & Folkman, 1984).

Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut. Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang dimulai sejak awal timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak stresor tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan membentuk stresor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi, serta kognisi terhadap stresor tersebut (Lazarus & Folkman, 1984).

Efektivitas koping memiliki kedudukan sangat penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis). Jadi, ketika terdapat stresor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individu secara otomatis melakukan mekanisme koping, yang sekaligus memicu perubahan neurohormonal. Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnya menyebabkan individu mengembangkan dua hal baru : perubahan perilaku dan perubahan jaringan organ.

Mekanisme koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan. Mekanisme koping merupakan suatu proses di mana individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan

(20)

perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Lazarus & Folkman, 1984).

Menurut Lazarus & Folkman (1984), penanganan stres atau koping terdiri dari dua bentuk, yaitu :

a. Koping yang berfokus pada masalah (problem-focused koping) adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau koping dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stres

b. Koping yang berfokus pada emosi (emotion-focused koping) adalah istilah Lazarus untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan menggunakan penilaian defensif.

Hasil penelitian membukt ikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan strategi mana yang paling banyak atau sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang cenderung menggunakan problem-solving focused koping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya ia akan cenderung menggunakan strategi emotion-focused koping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang

(21)

berhubungan dengan penyakit yang tergolong berat seperti kanker atau HIV/ AIDS.

Penggolongan mekanisme koping menurut Folkman dan Lazarus adalah: a. Planful problem solving (Problem-focused)

Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah. b. Confrontative koping (Problem focus)

Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk merubah situasi.

c. Seeking social support (Problem or emotion- focused)

Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informasional.

d. Distancing (Emotion – focused)

Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi untuk menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi. e. Escape – Avoidanceting (Emotion – focused)

Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berfikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi.

f. Self Control (Emotion – focused)

Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan apapun dalam hubungannya dengan masalah.

(22)

g. Accepting Responcibility (Emotion – Focused)

Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya.

h. Possitive Reappraisal (Emotion – focused)

Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari masalah yang dihadapi.

2.3 Konsep Menstruasi 2.3.1 Siklus Menstruasi

Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan terjadi menurut siklusnya dari rahim yang menggambarkan rangsangan hormonal pada endometrium karena tidak terjadi kehamilan. Menstruasi menggambarkan kedewasaan biologik seorang wanita. Masa menstruasi terjadi karena menurunnya kadar hormon estrogen dan progesterone. Menurunnya hormon-hormon tersebut mengakibatkan kerusakan lapisan endometrium yang disebut darah menstruasi (Indarti 2004). Menurut Llewellyn (2001), menstruasi terjadi akibat meningkatnya sekresi FSH, penurunan kadar estradiol dan progesteron dalam sikulasi darah menyebabkan perubahan di dalam endometrium sehingga terjadi menstruasi.

Jumlah rata-rata hilangnya darah selama menstruasi adalah 30 ml (rentang 10-80 ml). Biasanya menstruasi terjadi dengan selang waktu 22-35 hari (dihitung dari hari pertama keluarnya darah menstruasi hingga hari pertama menstruasi berikutnya) dan pengeluaran darah menstruasi berlangsung 1-8 hari (Llewellyn, 2001).

(23)

Dari karya tulis ilmiah oleh Dewi (2010) dengan hasil usia menarche ditemuka n mayoritas umur 10 – 13 tahun (99,1%) dan minoritas umur 14 – 15 tahun (0,9%). Dan menurut Moeliono (2003 dalam Hafni 2006) mengatakan bahwa sebagian wanita mulai mentruasi di usia 10 – 15 tahun.

Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu:

a. Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu :

1. Fase menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.

2. Fase proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam

(24)

fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.

3. Fase sekresi/luteal

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.

4. Fase iskemi/premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.

b. Siklus Ovulasi

Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari

(25)

folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.

c. Siklus Hipofisis-Hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.

(26)

2.3.2 Dysmenorrhea

a. Pengertian Dysmenorrhea

Dysmenorrhea merupakan rasa nyeri saat menstruasi yang mengganggu kehidupan sehari-hari wanita dan mendorong penderita untuk melakukan pemeriksaan atau konsultasi ke dokter, puskesmas atau datang ke bidan (Manuaba, 1998). Sedangkan Kasdu (2005) menggambarkan gejala dysmenorrhea yang dirasakan wanita yaitu nyeri yang dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul.

Oleh karena hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid dan sering kali rasa mual maka istilah dysmenorrhea hanya dipakai jika nyeri haid demikian hebatnya, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari, untuk beberapa jam atau beberapa hari (Wiknjosastro, 1999).

b. Etiologi Dysmenorrhea

Banyak teori telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dysmenorrhea primer, tapi patologisnya belum jelas dimengerti. Menurut Wiknjosastro (1999), ada beberapa faktor yang memegang peranan sebagai penyebab dysmenorrhea primer, antara lain :

(27)

Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dysmenorrhea.

2. Faktor konstitusi

Faktor ini, yang erat hubungannya dengan faktor tersebut di atas, dan juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun, dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.

3. Faktor obstruksi kanalis servikalis

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dysmenorrhea primer ialah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis, akan tetapi hal ini sering tidak dianggap sebagai faktor yang penting sebagai penyebab dysmenorrhea. Banyak wanita menderita dysmenorrhea tanpa stenosis servikalis dan tanpa uterus dalam hiperantefleksi. Sebaliknya, terdapat banyak wanita tanpa keluhan dysmenorrhea. Walaupun ada stenosis servikalis dan uterus terletak dalam hiperantefleksi atau hiperretrofleksi. Mioma submukosum bertangkai atau polip endometrium dapat menyebabkan dysmenorrhea karena otot-otot uterus berkontraksi keras dalam usaha untuk mengeluarkan kelainan tersebut.

(28)

4. Faktor endokrin

Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dysmenorrhea primer disebabkan oleh kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas uterus, sedangkanhormon progesteron menghambat atau mencegahnya. Tetapi, teori ini tidak dapat menerangkan fakta mengapa tidak timbul rasa nyeri pada perdarahan disfungsional anovulatoar, yang biasanya bersamaan dengan kadar estrogen yang berlebihan tanpa adanya progesteron. Penjelasan lain diberikan oleh Clitheroe dan Pickles. Mereka menyatakan bahwa karena endometrium dalam fase sekresi memproduksi Prostaglandin F2 yang menyebabkan kontraksi otot-otot polos. Jika jumlan Prostaglandin yang berlebihan dilepaskan ke dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea, dijumpai pula efek umum, seperti diare, nausea, muntah, dan flushing.

5. Faktor alergi

Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya asosiasi antara dysmenorrhea dengan urtikaria, migraine atau asma bronchial. Smith menduga bahwa sebab alergi ialah toksin haid. Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan kadar prostaglandin memegang peranan penting dalam etiologi dysmenorrhae primer.

(29)

Satu jenis dysmenorrhea yang jarang terdapat ialah yang pada waktu haid tidak mengeluarkan endometrium dalam fragmen-fragmen kecil, melainkan dalam keseluruhannya. Pengeluaran tersebut disertai dengan rasa nyeri kejang yang keras. Dysmenorrhea demikian ini dinamakan dysmenorrhea membranasea.

Keterangan yang lazim diberikan ialah bahwa korpus luteum mengeluarkan progesteron yang berlebihan, yang menyebabkan endometrium menjadi desidua yang tebal dan kompak decidual cast sehingga sukar dihancurkan.

c. Klasifikasi Dysmenorrhea

Dikenal dua bentuk dysmenorrhea, yaitu : 1. Dysmenorrhea primer

Dysmenorrhea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Dysmenorrhea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus haid pada bulan-bulan pertama setelah menarche umumnya berjenis anovulatoar yang tidak disertai dengan rasa nyeri. Rasa nyeri timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang

(30)

berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya (Wiknjosastro, 1999).

Dysmenorrhea ini membaik jika wanita hamil dan melahirkan per vaginam, karena kehamilan mengurangi ujung-ujung saraf uterus dan dapat mengurangi nyeri. Kondisi ini cenderung diturunkan dalam keluarga dan dikaitkan dengan menarche dini disertai durasi haid yang lebih panjang dan merokok. Kondisi ini dimulai 6-12 bulan setelah menarche dengan awitan ovulasi. Kram di abdomen bawah (dapat menjalar ke paha), nyeri punggung, sakit kepala, keletihan, mual, muntah, diare, dan sinkop disebabkan oleh kelebihan prostaglandin. Sindrom ini dapat dimulai 2 hari sebelum awitan haid dan hilang dalam 2-4 hari atau menjelang akhir haid (Sinclair, 2009).

2. Dysmenorrhea sekunder

Dysmenorrhea sekunder dikaitkan dengan patologis pelvis dan lebih sering dialami wanita berusia di atas 20 tahun. Etiologi yang mungkin antara lain : adenomiosis, leiomiomata, polip endometrium, malformasi congenital, stenosis servikal, endometriosis, sindrom kongesti pelvis, kista/tumor ovarium, sindrom Asherman (perlekatan intrauterus), prolaps uterus. Nyeri tumpul muncul lebih dini dan berlangsung lebih lama daripada

(31)

nyeri pada dysmenorrhea primer. Dysmenorrhea ini dapat dikaitkan dengan nyeri pelvis kronis dan dapat terjadi pada saat ovulasi atau senggama, juga meningkat seiring pertambahan usia (Sinclair, 2009).

d. Gejala Klinis Dysmenorrhea

Menurut Manuaba (1998), Gejala klinis dysmenorrhea adalah : 1. Nyeri abdomen bagian bawah

2. Menjalar ke daerah pinggang dan paha

3. Disertai keluhan mual dan muntah, sakit kepala, diare, mudah tersinggung.

e. Karakteristik dysmenorrhea

Karakteristik Gejala dysmenorrhea berdasarkan derajat nyerinya menurut Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Dysmenorrhea ringan

Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah peruh bawah.

(32)

2. Dysmenorrhea sedang

Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari.

3. Dysmenorrhea berat

Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.

f. Penatalaksaan dysmenorrhea

1. Nasehati wanita untuk melakukan perubahan gaya hidup :

a) Latihan akan mengurangi kadar prostaglandin, melepaskan endorphin, dan memintas darah menjauhi uterus.

b) Aktivitas seksual dapat memperbaiki gejala dengan menyebabkan vasodilatsi arteri dan uterus.

c) Kompres panas meningkatkan aliran darah dan mengurangi spasme otot.

(33)

d) Kurangi retensi air dengan mengurangi konsumsi garam, menggunakan diuretic alami (termasuk kopi).

e) Vitamin E menghambat prostaglandin dan mengurangi spasme pada arteri.

2. Intervensi farmakologis meliput i :

a) Obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) menghambat sintesis prostaglandin dan memperbaiki gejala pada 80% kasus.

b) Kontrasepsi oral menekan ovulasi, mengurangi pertumbuhan endometrium, dan mengurangi kadar prostaglandin.

c) Antagonis kalsium, seperti verapamil, dan nifedipin, dapat menurunkan aktivitas dan kontraktilitas uterus.

3. Transcutaneus elektrikal nerve stimulation (TENS) dapat digunakan, dan bedah interupsi lintasan neural dapat dilakukan. 4. Tindakan alternative :

a) Banyak ahli homeopati merekomendasi obat-obatan untuk dysmenorrhea.

b) Akupunktur bermanfaat untuk mengobati dymenorrhea primer.

c) Herbal black cohash merupakan anyispasmodik yang meningkatkan kesehatan menstruasi, mengurangi iritasi dan kongesti uterus, serviks, dan vagina. Blue cohash adalah

(34)

antispasmodic dengan komponen steroid yang diindikasi untuk nyeri krena stagnasi darah atau spasme serviks (nyeri muncul mendahului perdarahan). Chamomile adalah antispasmodic yang meredakan kram. Cramp bark diindikasikan untuk dysmenorrhea.

Gambar

Tabel 1. Jenis Stressor Dalam Tahap Perkembangan  Tahap Perkembangan  Jenis stressor

Referensi

Dokumen terkait

Ketika dakwah Islam keluar dan Jazirah Arab, kemudian tersebar ke seluruh dunia, maka terjadilah suatu proses yang panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya

Kelima teknologi tersebut merupakan suatu keterpaduan untuk menuju inovasi pendidikan sehingga dalam memecahkan masalah pendidikan perlu kombinasi peralatan/ alat

Dari kedua pengertian tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa media promosi cetak merupakan media yang digunakan oleh produsen, yang mana dalam media tersebut

Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya sajalah saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berjudul “Efektivitas Krim Almond

Sehingga dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran di kelas eksperimen (mengunakan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berbasis pemahaman nilai-nilai sosial) lebih

Antagonis reseptor muskarinik menyekat efek asetilkolin dengan memblok ikatan ACh dan reseptor kolinergik muskarinik pada neuroefektor yang terdapat pada otot

Pengaruh Pemberian Ekstrak Batang Tinospora crispa Dibandingkan Dengan Kloroquin Terhadap Jumlah Eritrosit Mencit Swiss Yang Diinfeksi Plasmodium berghei.. ARTIKEL KARYA

diharapkan akan menciptakan keseragaman pemahaman semua pihak untuk mendukung pencapaian pengelolaan hutan lestari yang selanjutnya dapat mengembalikan citra positif