• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai aspek-aspek yang akan diteliti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai aspek-aspek yang akan diteliti"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan teori-teori mengenai aspek-aspek yang akan diteliti berdasarkan pendapat dari para ahli. Sesuai dengan judul penelitian ini, aspek-aspek yang akan diuraikan dalam bab ini yaitu hakikat novel, unsur pembangun novel, fungsi novel, hakikat sosiologi sastra, dan konflik sosial dalam karya sastra.

2.1 Unsur Pembangun Novel

Prosa narasi merupakan semua bentuk teks karya buatan yang bukan berupa sebuah dialog, isi prosa berupa cerita sejarah atau urutasn suatu peristiwa. Prosa narasi dapat dikelompokan yakni cerita percintaan, novel, cerita pendek, dongeng, catatan harian, otobiografi, cerita singkat lucu, lelucon, cerita percintaan yang berbentuk surat-menyurat (epistoler), cerita yang didasarkan pada fantasi, maupun realistik (Budianta, 2002:77). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, cerita pada novel didasarkan pada kerangka-kerangka yang saling menyatu. Unsur-unsur yang disusun dalam novel banyak didefinidikan oleh banyak ahli, akan tetapi pada dasarnya terdapat dua unsur yang membangun novel yakni unsur intriksik maupun unsur ekstrensik.

Menurut Nurgiyantoro (2013:23), unsur intriksik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri, sedang unsur ekstrinsik merupakan semua unsur yang terdapat di luar karya sastra tersebut, akan tetapi secara tidak langsung dapat berpengaruh pada susunan atau sistem organisme dalam karya sastra. Berikut ini akan dijelaskan beberapa unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik pada novel yang memilki peran untuk mendukung pembahasan objek formal penelitian. Dari penjabaran tersebut

(2)

pentingnya unsur intrinsik digunakan sebagai sarana pendukung penelitian yang akan dilakukan. Unsur intrinsik yang diperlukan yaitu: (1) tema, adalah ide sentral (pokok) atau arti dari suatu cerita. Menurut Scharback (dalam Aminudin, 2009:91), tema merupakan ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakan, beberapa cerita juga bertujuan untuk mengadili perbuatan dengan memberi stigma yang baik atau buruk (Stanton, 2012:36). Dengan demikian, bukan suatu yang berlebihan jika dinyatakan bahwa tema adalah hal yang paling pokok dalam keseluruhan isi cerita. Sebuah cerita yang tidak memiliki tema sangat tidak berguna (Tarigan, 2015:125); (2) alur, Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2013:61) menjelaskan bahwa alur (rangkaian cerita) yang secara prinsip adalah hal yang telah dikerjakan pemeran utama dan kejadian apa yang telah terjadi dan dirasakan tokoh, Stanton (2012: 26) menyatakan bahwa jalinan cerita atau alur merupakan urutan berbagai peristiwa yang ada pada cerita; (3) tokoh dan penokohan, kata ‘tokoh’ seringkali mengarah pada pemeran cerita. Tokoh mengarah kepada pribadi-pribadi yang ada di pada sebuah cerita (Pujiharto, 2012: 43-44). Proses usaha yang dilakukan pemeran utama cerita akan terlihat berhasil ketika tokoh tersebut sanggu melalui, menyelesaikan, atau menaklukan semua halangan yang disebabkan oleh gesekan dengan tokoh yang lain (Budianta, 2002:86); (4) setting, Aminuddin (2009: 67) menjelaskan bahwa suatu latar tidak hanya memiliki sifat secara fisikal saja yang digunakan menciptakan suatu cerita menjadi mudah dinalar, akan tetapi perlu memiliki fungsi secara psikologis, sehingga pada kondisi tertentu dapat membangkitkan emosi atau aspek kejiwaan orang yang membacanya.

(3)

2.2 Sosiologi Sastra

Menurut Semi (1993:52) sosiologi adalah suatu telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dan masyarakat, tentang sosial, dan proses sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, dan lain-lain kita mendapat gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mekanisme kemasyarakatannya, serta proses pembudayaannya.

Menurut Saraswati (2003:1), sosiologi sastra merupakan suatu ilmu interdisipliner, antara sosiologi dan ilmu sastra. Pada awalnya konsep sosiologi maupun ilmu sastra merupakan suatu ilmu yang terabaikan. Metode Kajian sosiologi sastra merupakan kelanjutan dari metode mimetik yang memberikan pemahaman pada hasil karya sastra secara realistis dan memperhatikan segi sosial dan kemasyarakatan. Metode tersebut didasarkan adanya kenyataan bahwa eksistensi hasil sastra selalu berhubungan dari realita sosial yang berada dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ratna (2003:1), bahwa sosiologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek masyarakat.

Hasil karya sastra tidak akan mudah dimengerti apabila hanya dikaji susunanya saja, tidak dilakukan kolaborasi dengan bidang ilmu lainnya. Hal tersebut mengingat permasalahan yang terdapat pada suatu hasil sastra pada prinsipnya adalah nagian dari permasalahan dalam masyarakat. Sosiologi sastra adalah ilmu yang mengkaji tentang segala hal yang berkaitan dengan sekelompok masyarakat. Termasuk problematikanya yang terkait dengan kebutuhan hidup banyak orang. Hal terebut sejalan dengan pendapat Damono (1984:6) bahwa kajian sosiologi tentang sastra adalah kajian

(4)

mengenai hal yang sebenarnya dan berdasarkan ilmu pengetahuan yang berkaitan individu sebagai bagian dari sekelompok masyarakat, kajian tentang suatu organisasi, dan proses sosial. Sosiologi mengakji bagaimana suatu masyarakat dimungkinkan, bagaimana suatu masyarakat berlangsung, dan bagaimana suatu m,asyarakat tetap eksis. Melaului kegiatan mempelajari suatu lembaga sosial dan segala permasalahan ekonomi, agama, politik dan lainya yang pada umumnya disebut sebagai struktur sosial. Kita memperoleh deskripsi bagaiman cara manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, tentang sebuah cara melakukan sosialisasi, dan proses berlangsungnya suatu budaya yang menjadikan tiap anggota dari masyarakat pada tempatnya masing-masing.

Lebih lanjut Damono (1984:129), menungkapkan dalam buku karanganya yang berjudul Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Singkat yaitu sebagai berikut.

1) Kajian Sosiologi komunikasi dalam sastra meletakakan kembali seorang pencipta hasil sastra ke dalam ranah sosialnya (kedudukan, pekerjaan, keterkaitan akan tingkatan kelas tertentu, pemahaman, dan sebagainya) kemudian menelaah sampai sebatas mana ranah sosial itu mempengaruhi hasil karyanya.

2) Penafsiran teks secara sosiologis merupakan proses melakukan analisis deskripsi perihal dunia dan perihal masyarakat pada suatu hasil sastra, selanjutnya ditelaah sampai sebatas mana deksripsi tersebut dinyatakan logis.

Berkenaan pada metode kajian sosiologi, sastra acapkali dihubungkan dengan keadaan sosial yang khusus, seperti pada kancah politik, perekonomian, hukum. Pengkajian pada sosiologi dilakukan dengan menjelaskan hubungan masyarakat kepada sastra itu sendiri dan kedudukan hasil sastra didalam konteks masyarakat itu

(5)

sendiri. Sosiologi sastra merupakan metode yang digunakan dalam mengkaji hasil sastra yang memberikan pertimbangan pada unsur-unsur kemasyarakatan untuk memperoleh makna secara totali. Sosiologi sastra bertujuabn untuk mendapatkan hubungan antara pencipta hasil sastra, orang yang membaca, situasi sosial, dan hasil sastra itu sendiri.

Berdasarkan berbagai pendapat para ahli yang telah diuraikan tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa kajian sosiologi sastra merupakan metode pengkajian pada sebuah hasil sastra dengan mempertimbangkan unsur-unsur kemasyarakatan. Memiliki ruang lingkup yang luas, beraneka ragam, dan rumit yang berkaitan dengan pengarang, hasil karya, dan pembaca sendiri dalam usahanya untuk menemukan keterkaitan diantara pencipta hasil sastra pengarang, orang yang membaca, situasi sosial, dan hasil sastra itu sendiri. Pendekatan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak terlepas dari realitas sosial yang ada dalam masyarakat.

2.3 Konflik Sosial dalam Karya Sastra 2.3.1 Pengertian Konflik Sosial

Konflik (conflict), yang notabene adalah kejadian yang tergolong penting, akan berupa peristiwa fungsional, utama, atau terkenal dalam pengkategorian di atas. Konflik merupakan unsur yang ensensial dalam pengembangan plot sebuah teks fiksi. Dalam mengembangkan rangkaian peristiwa hasil karya yang bersifat uaraian akan dipengaruhi, untuk tidak diklasifikasikan dan ditentukan, oleh bentuk dan masalah yang terjadi dalam konflik, kualitas konflik, dan susunan konflik yang disajikan. Kehandalan pengarang dalam menentukan serta membangun pertentangan dengan

(6)

menggunakan berbagai kejadian (baik perbuatan maupun kejadian) akan begitu mempenngaruhi tingkatan menraik dan tidaknya, suspense dari kisah yang digambarkan. Kejadian-kejadian secara umum yang seru, yang memiliki sensasil, saling berhubunghan satu sama lainya yang mengakibatkan munculnya pertentangan yang rumit, hal ini umumnya lebih disukai pembaca. Konflik mungkin terjadi karena adanya perbedaan kepentingan, perebutan sesuatu (misal: perempuan, pengaruh, kekayaan), pengkhianatan, balas dendam, dan lain-lain khas karakter manusia (Nurgiyantoro, 2013: 178-179).

Menurut Wellek dan Warren (1995: 285) yang dimaksud dengan pertentangan adalah suatu hal yang ironis, mengarah suatu pada perselisihan diantara satu lebih kekuatan yang berimbang, digambarkan dengan sikap maupun tindakan serta balasan sikap dan tindakan. Pertentangan akan muncul jika tidak terdapat kesepahaman atau kesepakatan dari suatu kehendak yang satu dan kehendak yang lainya. Pertentangan bisa timbul apabila jika tidak adanya kesamaan antara ego satu dan ego yang lainya. Hal tersebut umumnya muncul pada kehidupan yang nyata dimna sebagian orang sering memilih untuk menghindari. Akan tetapi, dari aspek tinjauan ilmu sastra, pertentangan konflik penting diperhatikan bahkan bias dikatakan berfuna dalam menunjang isi dari cerita. Apabila pada suatu kisah tidak terdapat pertentangan, akan dapat dikatakan kisah tersebut tidak akan hidup dan yang membaca tidak tertarik untuk mengetahui isi kisah karena tidak terdapatnya kejadian yang dapat dinikmati. Bahkan sangat perlu apabila membuat karya sastra adalah membangun dan mengembangkan pertentangan memningat semakin banyak konflik dan semakin menarik pertentangan yang ada maka cerita yang ditampilkan akan lebih menarik bagi pembaca.

(7)

Berbagai peristiwa pada suatu hasil sastra sangat erat kaitanya dengan Pertentangan. Peristiwa dapat menciptakan pertengtangan dan pertentangan dapat menimbulkan terjadinya kejadian yang lainmya. Bentuk kejadian pada suatu cerita, bias berwujud fisik maupun non fisik. Peristiwa fisik akan melibatkan kegiatan fisik, adanya hubungan timbale balik diantara tokoh dalam kisah dengan tokoh selain dirinya, maupun pemeran utama lain di sekitar lingkungannya. Peristiwa batiniah merupakan segala hal yang berkecamuk dalam batin, hati seorang pemeran utama (Nurgiyantoro, 2013: 179).

Lebih lanjut Meredith dan Fitzgerald menegaskan bahwa pertentangan merujuk pada penjelasan sesuatu yang memiliki sifat kurang menyenangkan yang terjadi atau yang dialami oleh tokoh dalam cerita, apabila tokoh-tokoh tersebut memiliki kebebasan dalam melakukan pilihan, Tokoh tidak akan memilih kejadian yang dialaminya (Nurgiyantoro, 2013: 179).

2.3.2 Bentuk-bentuk Konflik Sosial

Peristiwa dan konflik berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bakhan konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa juga. Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, sebagaimana telah dikemukakan, dapat berupa peristiwa sifik maupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, ada interaksi antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang di luar dirinya yang secara konkret dapat berwujud tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa batin merupakan segala sesuatu yang dialami pada batin, dalam hati dan dalam pikiran tokoh. Kedua bentuk kejadian tersebut saling memiliki keterkaitan. Bentuk pertentangan sebagai bentuk kejadian yang dapat

(8)

digolongkan dua golongan: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal (external conflict) dan konflik internal (internal conflict) Stanton (Nurgiyantoro, 2013: 181).

Konflik yang berasal dari luar merupakan konflik yang dialami pemeran utama berkaitan dengan berbagai hal dari luar peneran utama tokoh tersebut, dapat berupa lingkungan alam sekitarnya, lingkungan manusia atau tokoh yang lain. Konflik yang berasal dari luar digolongkan menjadi dua golongan, yaitu: konflik secara fisik (physical conflict) dan konflik sosial (social conflict). Konflik secara fisik (atau disebut juga: konflik elemental) adalah pertentangan yang diakibatkan oleh benturan yang terjadi antara tokoh dengan lingkungan alam. Sementara itu, konflik yang berasal dari dalam diri (atau: konflik kejiwaan, konflik batin), merupakan pertentangan yang timbul dari isi dalam hati dan pemikiran, dalam batin tokoh (atau: tokoh-tokoh) cerita. Jadi Konflik ini adalah suatu pertentangan yang dirasakan individu dalam pribadinya. Pertentangan ini lebih berwujud problematika dalam pribadi manusia itu sendiri. Konflik internal muncul disebabkan terdapat perseteruan keinginan yang satu dengan keinginan yang lain, keyakinan, pihak yang memiliki perbedaan, kienginan-keinginan, atau permasalahn sosial yang lain (Nurgiyantoro, 2013: 181).

Melalui The Function of Social Conflict (1957), Coser memberi perhatian pada adanya konflik eksternal dan konflik internal. Konflik eksternal mampu menciptakan dan memperkuat identitas kelompok, ia menyatakan “...konflik membuat batasan-batasan di antara dua kelompok dalam sistem sosial dengan memperkuat kesadaran dan kesadaran kembali atas keterpisahan, sehingga menciptakan kesadaran identitas kelompok dalam sistem.” Selanjutnya, konflik eksternal akan menjadi proses refleksi kelompok-kelompok identitas mengenai kelompok di luar mereka sehingga

(9)

meningkatkan partisipasi setiap anggota terhadap pengorganisasian kelompok. Selain konflik eksternal, konflik internal member fungsi positif terhadap kelompok identitas mengenai adanya kesalahan perilaku. Selain itu, konflik internal merupakan mekanisme bertahan dari eksistensi suatu kelompok (Sipayung, 2016: 28).

Lewis Coser seperti dikutip oleh Joseph P. Folger dan Marshal S. Poole (1984) mengelompokkan konflik menjadi konflik realistis dan konflik nonrealistis. Konflik realistis merupakan konflik yang terjadi karena perbedaan dan ketidaksepahaman cara pencapaian tujuan atau mengenai tujuan yang akan dicapai. Dalam konflik jenis ini, interaksi konflik memfokuskan pada isu ketidaksepahaman mengenai substansi atau objek konflik harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Konflik nonrealistik merupakan konflik yang terjadi tidak berhubungan dengan isu substansi penyebab konflik. Konflik ini dipicu oleh kebencian atau prasangka terhadap lawan konflik yang mendorong melakukan agresi untuk mengalahkan atau menghancurkan lawan konfliknya. Penyelesaian perbedaan pendapat mengenai isu penyebab konflik tidak penting. Hal yang penting adalah bagaimana mengalahkan lawannya. Contoh jenis konflik ini adalah konflik karena perbedaan agama, suku, ras, bangsa yang sudah menimbulkan kebencian yang mendalam (Wirawan, 2009: 59).

Coser (1957) dalam Sipayung (2016:27) memberikan perhatian terhadap asal muasal konflik sosial, sama seperti pendapat Simmel, bahwa ada keagresifan atau bermusuhan dalam diri orang (hostile feeling), dan dia memeperhatikan bahwa dalam hubungan intim dan tertutup, antara cinta dan rasa benci hadir. Coser mempunyai pendapat yang sama dengan Simmel dengan melihat unsur dasar konflik (hostile feeling).

(10)

Dalam bentuk konflik internal maupun eksternal akan ditemukan pula jenis-jenis yang terdapat dalam konflik tersebut, Berkaitan dengan konflik eksternal sebagai proses refleksi kelompok terhadap kelompok di luar mereka sangat erat kaitannya dengan jeni-jenis konflik sosial yang dikemukakan oleh Susan (2010:100-101), sebagai berikut.

a) Konflik laten (konflik tertutup) adalah suatu keadaan yang di dalamnya terdapat banyak persoalan, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan agar bisa ditangani. Kehidupan masyarakat yang tampak stabil dan harmonis belum merupakan jaminan bahwa di dalam masyarakat tidak terdapat permusuhan dan pertentangan. Hal ini dibuktikan ketika Orba dan struktur kekuasaannya runtuh, berbagai konflik laten dalam dimensi etnis, keagamaan, dan separatisme merebak seperti jamur di musim hujan.

b) Konflik terbuka adalah situasi ketika konflik sosial telah muncul ke permukaan yang berakar dalam dan sangat nyata, dan memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. Pada situasi konflik terbuka muncul pihak-pihak berkonflik yang semakin banyak dan aspirasi yang berkembang cepat bagaikan epidemic.

c) Konflik di permukaaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi.

2.3.3 Penyebab Terjadinya Konflik Sosial

Hal yang menyebabkan munculnya pertentangan dapat berasal dari berbagai hal, diantaranya disebabakan adanya kesalahpahaman, salah menterjemahkan

(11)

komunikasi, rasa egois, pengetahuan yang sempit, berbeda pandangan hidup, dan berbagai perbedaan. Konflik adalah dampak dari adamya komunikasi yang buruk, salah dalam memahami sesuatu, salah memperhitungkan sesuatu, dan proses lain yang tanpa disadari. Hal tersebut sangat tidak mungkin dihindari mengingat sebagai makhluk sosial, manusia selalu membutuhkan orang lain, baik dalam anggota keluarga itu sendiri maupun dalam lingkup masyarakat dan dalam sebuah interaksi sudah jelas memiliki peluang adanya kesalahpahaman.

Konflik berhubungan erat dengan suatu kekuasaan, penggunaan kekuasan, harta, jabatan, keturunan, struktur pembagian kuasa, dan kesadaran akan hal tersebut. Dalam hal ini pihak yang mempunyai tingkat kekuasaan yang relative kecil akan merasa adanya kesenjangan antara kuasa yang dimiliki dengan kuasa pihak lain. Hal tersebut merupakan awal mula terjadinya pertentangan, jika perbedaan yang ada tidak diakui akan menyebabkan adanya perasaan tidak puas. Pihak yang berkonflik akan mempertajam hal yang besar dan membuat menyebabkan pihak menyadari adanya kesenjangan yang terjadi.

Fenomena konflik sosial dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Pertama, konflik sosial timbul karena masyarakat terdiri atas sejumlah kelompok sosial yang mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain. Kedua, disfaritas (kemiskinan) bisa menjadi pemicu terjadinya konflik sosial. Ketiga, konflik sosial bisa terjadi karena terjadinya migrasi manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya. Keempat, konflik sosial dapat terjadi antar kelompok sosial yang karakteristik dan perilaku yang inklusif. Kelompok-kelompok sosial tersebut saling terpisah dan ingin mendominasi kehidupan politik, ekonomi, dan kemasyarakatan (Wirawan, 2010: 81).

(12)

Penyebab Konflik sosial dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik. Menurut Djatmiko (2008: 104) penyebab terjadinya konflik antara lain: a) Perbedaan tujuan, kebutuhan, nilai. b) Persaingan dan ambisi pribadi dalam hal promosi, kenaikan upah, yang dapat merusak semangat kerja, c) Stress, karena kecemasan atas kondisi keuangan, keluarga, benturan, perselisihan dengan orang lain, d) perselisihan antar nilaI pribadi, dan e) prasangka atas kesukuan, ras, agama, usia, sex. Sedangkan menurut Soekanto (2007: 99), penyebab konflik adalah adanya perbedaan antara individu-individu.

Adanya perbedaan antara inidvidu yang berupa perbedaan pendirian dan perasaan pada setiap orang, umumnya merupakan sumber pemicu pokok dalam pertentangan soisal. Hal tersebut disebabkan ketika melakukan hubungan sosial, setiap individu tidaklah mungkin sama prinsip dan pemikiranya dengan kelompoknya. Perbedaan ini akan mengakibatkan pertentangan yang disebut konflik sosial (Soekanto, 2007: 99). Berkaitan dengan hubungan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya, sepertinya yang paling penting adalah terjadinya suatu rekasi, baik rekasi yang berupa pujian maupun cemoohan yang kemudian menjadi suatu dorongan dalam melakukan berbagai tindakan lebih lanjut, saat merespon rekasi tersebut terdapat kecenderungan sifat seseorang untuk menciptakan keselarasan dengan perbuatan-perbuatan individu yang lain (Soekanto, 2007: 115).

Kerumunan sosial yang ada merupakan gabungan dari individu yang menjalani kehidupan dalam kebersamaan, hal ini disebabkan adanya interaksi diantara individu tersebut. Interaksi yang terjadi diantaranya terkait dengan hubungan saling menguntungkan yang keduanya saling memberikan pengaruh dengan secara sadar

(13)

untuk dalam menolong sesamanya (Soekanto, 2007: 116). Terjadinya pertentangan dapat disebabkan adanya persaingan dalam hal pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang sama, atau adanya unsure paksanaan dari elemen-elemen kebudayaan itu sendiri. Sebagai contoh adalah interaksi diantara golongan terbanyak dengan golongan yang sedikit. Respon dari golongan yang sedikit memmiliki kecenderungan berupa perbuatan yang tidak akan mudah menerima, saling menyerang, mengelak, dan lain sebagainya.

Berhubungan dengan pendapat Soekanto lebih lanjut (2010:8), menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik yaitu perbedaan antar individu yang disebabkan oleh perbedaan keinginan, perbedaan tujuan, dan perbedaan pendapat. Sedangkan menurut Lestari (2016:110), mengungkapkan bahwa faktor penyebab konflik adalah adanya pola interaksi yang mencakup distorsi atau perilaku yang mengundang resiko dan Informasi tidak tersedia dengan bebas.

2.3.4 Dampak Konflik Sosial

Satu kejadian yang telah berlalu pasti menyebabkan suatu efek. Efek tersebut bisa tergolong sempit dan luas. Akibat yang tergolong sempit adalah terjadi pada diri manusia itu sendiri beserta orang-orang yang ada disekitarnya. Akibat yang tergolong luas dalam lingkup masyarakat secara umum yang tidak memahami suatu permasalahan, akan tetapi disertai dengan problematika yang dihadapi. Akibat dari pertentangan bisa menimbulkan bentuk yang bersifat baik maupun buruk. Kedua hal ini tidak bisa dielakan pada suatu konflik.

(14)

Soekanto menjelaskan (2004:103), efek dari pertentangan konflik terdiri lima. Secara luas, efek pertentangan tidak membedakan dampak kedalam hal bersifat baik maupun yang bersifat buruk.

1) Meningkatnya Rasa Saling Memiliki dalam Sebuah Kelompok

Meningkatknya perasaan setia kawan pada kelompok tertentu menujukkan bahwa hal tersebut merupakan hal yang bersifat baik. Hal yang bersifat baik ini menciptakan suatu keterkaitan yang tinggi diantara bagian dari kumpulan itu sendiri. Kegiatan yang dilakukan bersama yang ini akan meningkatkan jalinan hubungan. Pertentangan yang muncul dapat merubah cara pandang pribadi maupun kelompok dalam mengarahan satu pilihan yaitu ikut melibatkan diri dalam pertentangan atau enggan terlibat. Proses dalam memilih ini akan memperlihatkan bagaimana perasaan setia kawan tersebut tinggi atau rendah.

Sebuah grup atau kumpulan orang orang terlihat kuat jika masing-masing pribadi mempunyai pendirian yang kuat terkait perasaan setia kawan antar sesama. Kadang–kadang anggota mempunyai sautu keterikatan yang kuat, jika terdapat satu problematika maka bagian yang lainya akan memberikan bantuan hingga problematika tersebut selesai. Rasa saling memiliki ini terwujud selaras dengan perasaan senasib yang dirasakan.

2) Pertikaian Antara Bagian-bagian yang Ada di dalam Satu Komunitas Tertentu Suatu Komunitas dapat kuat bertahan dalam waktu yang relative lama jika diantara masing-masing anggota memiliki keterikatan yang tinggi. Anggota dari kelompok akan memiliki jiwa saling setia kawan yang tinggi ketika salah anggota menghadapi masalah. Sikap peduli anatar anggota didasari dari pertama sebuah

(15)

kelompok. Menyamakan pandangan, tujuan untuk bersama sama dalam kondisi apapun.

Kondisi ini akan berlawanan arah jika terdapat satu orang merasa tidak satu pandangan dan tujuan lagi. Sikap salah orang tersebut bias berkaibat pada keretakan suatu komunitas. Kadang-kadang salah orang yang menghadapi rmasalah akan melaksanakan suatu perihal yang bisa mengakibatkan orang lainya merasa dirugikan. Disamping itu kedudukan komunitas juga akan diragukan oleh komunitas lainnya. 3) Transformasi Karakter Tiap Individu

Konflik yang terjadi terus menerus pada suatu komunitas atau antar komunitas, akan terdapat sesorang dengan sifat saling memperhatikan pada dua kubu. Individu yang mempunyai sifat rasa kasih yakni merasa belas kasihan pada hal tertentu atau individu yang lain. Rasa kasih sayang tersebut terlepas dari satu komunitas tersebut. Tidak dapat dielakkan lagi bahwa pada dasarnya satu komunitas akan memiliki rasa bahwa keloompoknya dianggap selalu benar dan komunitas lainya dianggap tidak benar. Begitu pula sebaliknya, kelompok lainya merasa selalu benar. Kadangkala terdapat anggota yang memiliki perasaan bahwa anggota teersebut tidak kuat ketika larut dalam kondisi tersebut

Kondisi tersebut mengakibatkan jiwa seseorang mengalami tekakan jiwa sehingga kurang mengindahkan kondisinya. Ketika seseorang mengalami tekanan, maka kemungkinan ada dua hal yang terjadi yaitu kuat bertahan atau tidak kuiat bertahan dalam situasi tersebut. Setiap langkah yang diambil mempunyai dampak masing-masing. Jika seseorang mampu bertahan, maka orang tersebut termasuk orang memiliki rasa setia kawan terhadap kumpulanya tersebut. Akan tetapi terjadi

(16)

kebalikanya jika tidak kuat bertahan, orang tersebut akan diperlakukan yang tidak sepantasnya oleh kumpulanya. Orang yang menetapkan untuk mundur, orang tersebut mempunyai niat melakukan perbaikan untuk kembali ke jalan yang tepat.

4) Hilangnya Harta dan Kekayaan serta Timbulnya Korban

Dampak buruk yang menyertai konflik adalah hilangnya kekayaan dan harta serta mengakibatkan kematian. Pertentangan yang terjadi diantara pihak yang bersengketa, biasanya dilalukan tanpa berpikir panjang perbuatan tersebut dapat dibenarkan atau tidak dapat dibenarkan. Pihak yang saling bertentangan terus bertentangan hinga suatu ketika memperoleh status yang dikehendaki. Banyak metode ditempuh agar apa yang dinginkan tercapai, dilakukan dengan sikap jujur maupun dengan tidak jujur.

Perbuatan yang menyebabkan kerusakan yang terjadi ketika terjadi pertentangan akan mengakibatkan kematian. Kematian pada suatu pertentangan tidak bias dikatakan kecil. Antara kumpulan yang satu dengan yang lainnya akan menggunakan semua siasat agar kumpulanya dapat unggul. Namun demikian, hal ini bias berlawan arah dengan anggota yang dirugikan secara fisik maupun jiwa. Bagian kelompok yang melakukan pertentangan mempunyai niat yang bulat untuk menunggulkan kelompoknya tanpa memikirkan pribadinya.

5) Akomodasi, Penguasaan, dan Tunduknya Salah Satu Pihak

Suatu Komunitas dianggap imbang jika menyebabkan adanya penyesuaian sosial ketika terjadi hubungan antara pribadi dan kelompok untuk meredam pertentangan. Kondisi yang tidak seimbangn diatara kedua kubu akan menyebabkan penguasaan salah pada satu kubu. Disamping itu kubu yang mengalami kekalahan akan

(17)

tunduk dan patuh terhadap yang memenangkan pertentangan. Kondisi yang seimbangn pada suatu kelompok ini terwujud dari power yang dimiliki anggota. Apabila saat terjadi konflik keduanya sama sama kuat atau sama sama kalah tidak ada kubu dalam poisis unggul dan kalah.

Penguasaan pada satu pihak ini tidak sama dengan seimbang, apabila sama-sama kuat tidak ada yang dikalahkan dan yang menang. Penguasaan pada kelompok tertentu akan mempunyai dampak pada kelompok yang berbeda. Kumpulan yang memiliki dominasi akan memberikan tekanan pada pihak lawannya dengan cara menerapkan siasat yang sudah direncanakan. Siasat yang diterapkan akan menjadikan kubu musuh menjadi tidak memiliki keperacayaan pada kekuatan dimiliki kelompoknya. Munculnya penguasaan terhadap kubu tertentu akan mengakibatkan kekalahan pada kelompok lain. Kubu yang mengalami kekalahan ini secara langsung harus tunduk pada kubu yang menang.

Selain Seokanto sosiolog lainnya juga menyebutkan beberapa hal yang beberapa poin di dalamnya memiliki kesamaan, sebagaimana yang dikatakan oleh Setiadi dan Kolip (2011 :377), bahwa dampak konflik sosial dibagi ke dalam lima poin penting yaitu sebagai berikut.

1) Perubahan Kepribadian Individu

Jika konflik yang tidak berhasil diseleseikan akan menimbulkan kekerasan atau perang, maka sudah barang tentu kesatuan kelompok tersebut akan mengalami kehancuran. Kesatuan kelompok akan terus bertahan selama setiap anggota dari kelompok tersebut mempertahankan hubungan antara satu dengan yang lainnya.

(18)

Meskipun dalam suatu kelompok memiliki budaya yang sama, namun dari segi kepribadian akan dipastikan berbeda.

Setiap kelompok masyarakat disadari maupun tidak pasti ada struktur yang menjadi kekuatan dasar dari kelompok masyarakat tersebut. struktur sosial disadari ketika kelompok tersebut menciptakannya secara sadar karena bagian tersebut dibutuhkan oleh kelompok masyarakat tersebut. Tidak disadari bisa jadi struktur tersebut terbentuk akibat dari sebuah perilaku yang telah menjadi kebiasaan secara turun temurun.

Sebagai kunci yang mendasar bagi setiap kelompok masyarakat, struktur sosial harus senantiasa dikondisikan dengan baik untuk menjaga keutuhan kelompoknya. Jika salah satu bagian dari struktur sosial yang ada tidak berfungsi pasti akan berakibat fatal apabila tidak segera dibenahi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai banyak hal. Pengaruh dari dalam maupun luar kelompok masyarakat itu sendiri. Pengaruh dari dalam bisa berupa perbedaan pendapat, ide, atau gagasan antara satu anggota dengan anggota yang lain. Pengaruh dari luar bisa berupa intervensi dari kelompok lain maupun perkembangan zaman yang pada akhirnya menimbulkan konflik pada kelompok masyarakat tersebut.

Kelompok masyarakat yang kurang atau bahkan tidak memiliki komitmen ataupun rasa solidaritas terhadap kelompoknya akan menjadikan pengaruh yang muncul dengan mudah menghancurkan rasa solidaritas kelompok tersebut. Begitu pula sebaliknya, ketika kelompok tersebut memiki komitmen dan rasa solidaritas kelompok yang kuat, maka pengaruh seperti apapun akan menjadikan kelompok tersebut menjadi semakin kokoh.

(19)

2) Hancurnya Norma Sosial

Pembentukan dan perubahan kepribadian tidak terjadi dengan sendirinya. Kepribadian terbentuk dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar dan lain sebagainya. Terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi perubahan kepribadian seseorang. Lingkungan sekitar jugamempunyai peran yang penting dalam proses perubahan kepribadian seseorang, terutama keluarga dan teman dekat.

Setiap individu dibekali kepribadian yang berbeda-beda sejak mereka lahir dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan usia dan pola fikir masing-masing. Perbedaan selalu menjadi kunci utama timbulnya pro dan kontra dalam setiap kehidupan sosial bermasyarakat. Hal itu yang memicu timbulnya konflik dan berakibat perpecahan sehingga mempengaruhi setiap kepribadian individu yang terlibat konflik, bahkan setiap individu yang masih berinteraksi pihak berkonflik. Artinya, di dalam suatu kelompok yang mengalami konflk, maka seseorang atau sekelompok orang yang semula memiliki kepribadian pendiam, peyabar menjadi lebih agresif dan mudah marah. Terlebih jika konflik tersebut berakhir pada sebuah kekerasan bahkan perang.

3) Hancurnya kesatuan kelompok

Antara nilai-nilai norma sosial dengan konflik terdapat hubungan yang bersifat korelasional, artinya bisa saja terjadi konflik berdampak pada hancurnya nilai dan norma sosial akibat dari ketidak patuhan anggota masyarakat yang terjadi setelah konflik, atau bisa juga hancurnya nilai-nilai norma sosial berakibat konflik yang lebih berkepanjangan. Semua itu tergantung dari bagaimana setiap anggota masyarakat

(20)

menyikapi konflik yang terjadi. Sekaligus peran lembaga sosial masyarakat dalam mengatasi situasi konflik yang terjadi dalam dinamika masyarakat yang ada.

Referensi

Dokumen terkait

BAB III: Kendala Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) Dalam Memerangi Cyber Crime : Aspek Koordinasi dan Kerjasama Internasional... Beberapa Penanggulangan Global

Penelitian ini dilakukan untuk memaparkan nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam novel Doa Anak Jalanan NDU\D 0D¶PXQ $IIDQ\ 'DUL penelitian ini ditemukan lima

Kualitas udara di seluruh AQMS / Sistem Monitoring Kualitas Udara di Provinsi Riau menunjukkan Kategori Baik (good), sedang (moderate), tidak sehat (unhealthy), sangat tidak

Rekomendasi pengembangan zona lindung diperuntukkan sebagai lokasi wisata, jenis wisata minat khusus, yaitu penelusuran lorong Gua Urang.. Ornamen gua pada daerah mulut

Model Stimulasi Kecerdasan Visual Spasial Dan Kecerdasan Kinestetik Anak Usia Dini Melalui Metode Kindergarten Watching Siaga Bencana Gempa Bumi Di Paud

Dapat memberikan penjelasan hubungan antara status gizi dengan usia Menarche pada remaja, sehingga dokter dapat mengkaitkan kejadian menstruasi yang berbeda-beda

Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab

Di njau dari manajemen satuan pendidikan, maka penyusunan model inspirasi diversifi kasi kurikulum esensi dan muaranya adalah terwujudnya Kurikulum ngkat satuan