• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI TEKNIK ISOTOP ALAM 18 O DAN 2 H UNTUK STUDI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIRTANAH SEMARANG, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI TEKNIK ISOTOP ALAM 18 O DAN 2 H UNTUK STUDI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIRTANAH SEMARANG, JAWA TENGAH"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah ‐ Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2015  Pusat Sains dan Teknologi Akselerator  ‐  BATAN 

Yogyakarta,  9 ‐ 10  Juni  2015

APLIKASI TEKNIK ISOTOP ALAM

18

O DAN

2

H UNTUK

STUDI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIRTANAH

SEMARANG, JAWA TENGAH

Rasi Prasetio, Satrio

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi – BATAN, Jl. Lebak Bulus Raya no. 49 Jakarta Selatan rasi_p@batan.go.id

ABSTRAK

APLIKASI TEKNIK ISOTOP ALAM 18O DAN 2H UNTUK STUDI AIRTANAH PADA CEKUNGAN AIRTANAH SEMARANG, JAWA TENGAH. Semarang sebagai kota besar yang mendukung industrialisasi memiliki kebutuhan akan air bersih yang semakin tinggi, dimana sebagian besar kebutuhan tersebut disuplai oleh air tanah. Penggunaan air tanah tersebut harus memperhatikan aspek kesinambungan dan pelestarian lingkungan mengingat bahwa air adalah kebutuhan mendasar manusia. Karenanya, pengetahuan mengenai dinamika airtanah merupakan hal penting dalam pengelolaan airtanah. Teknik isotop hidrologi menggunakan isotop 18O dan 2H telah diaplikasikan untuk mengetahui dinamika airtanah sebagai bahan pertimbangan pengelolaannya. Untuk itu, telah dilakukan pengambilan sampel air dari berbagai mata air, sumur pantau, sumur penduduk dan aliran sungai maupun air hujan untuk analisis kandungan isotop 18O dan 2H. Hasil analisis menunjukkan bahwa rentang δ18O airtanah berkisar antara -8,77‰ hingga -4,76‰ sementara untuk δ2H antara -56,6‰ hingga -29,4‰. Komposisi isotop airtanah tak tertekan (unconfined) relatif seragam pada sebagian besar daerah studi yaitu sekitar -5,9‰ hingga -6,6‰ untuk δ18O dan -35.1‰ hingga -40.4‰ untuk δ2H, kecuali pada sebagian lokasi yang komposisinya lebih rendah (depleted) maupun lebih tinggi (enriched). Hal ini menandakan bahwa sistem airtanah tak tertekan ini sangat bergantung pada masukan lokal atau curah hujan setempat. Sementara sebagian besar komposisi isotop airtanah tertekan (confined) beririsan dengan komposisi isotop air hujan yang jatuh di daerah Ungaran, mengindikasikan daerah imbuh (recharge) airtanah berasal dari wilayah elevasi tersebut atau lebih tinggi lagi.

Kata Kunci : Isotop alam, airtanah, daerah imbuh

ABSTRACT

APPLICATION OF 18O AND 2H NATURAL ISOTOPES FOR GROUNDWATER STUDY IN SEMARANG BASIN, CENTRAL JAVA. As a big city that support industrialism, Semarang has increasing needs of fresh water supply which is mostly provided by ground water. The utilization of groundwater must consider sustainability and environmental preservation aspects, as water is basic needs for human being. Therefore, the knowledge about groundwater dynamics is important to manage groundwater utilization. Isotope hydrology technique using 18O and 2H isotopes has been applied to investigate groundwater dynamics and can be taken as consideration for groundwater management. For this purpose, water samples have been collected from various water sources such as springs, deep monitoring wells, dug wells, streams and rain water for 18O and 2H isotopes analysis. The results show that isotopes composition of groundwater varied between -8.77‰ to -4.76‰ for δ18O and -56.6‰ to -29.4‰ for δ2H. Isotopes composition for unconfined groundwater in most of study area are relatively uniform, i.e. between -5.9‰ to -6.6‰ for δ18O and -35.1‰ to -40.4‰ for δ2H, except in some minor places that have more depleted and more enriched composition. This distribution indicates that the unconfined aquifer is depend on local recharge. While most of isotopes composition of deep confined aquifer plotted around isotopes composition of Ungaran's rain water, indicates that the recharge area of these confined groundwater were originated from this elevation or higher. Keywords : natural isotopes, ground water, recharge area

PENDAHULUAN

ilayah Semarang yang meliputi kota dan kabupaten Semarang terletak pada ketinggian 0 m hingga 1450 m di atas permukaan laut dengan

total wilayah seluas 1324 km2. Peningkatan laju

penduduk dari tahun ke tahun yang mencapai 0,83%,

[1,2] ditambah dengan pertumbuhan industri mendorong peningkatan penggunaan air sehingga dibutuhkan daya dukung lingkungan terutama ketersediaan air yang berasal dari airtanah. Cekungan airtanah daerah Semarang sebagai sumber air bersih harus terpelihara dengan baik, sebab gangguan aliran air pada sistem cekungan dapat berakibat negatif

W

(2)

seperti penurunan muka airtanah dan penurunan kualitas airtanah, khususnya daerah pesisir Semarang. Pada daerah ini telah terjadi intrusi air laut yang semakin meningkat dari tahun ke tahun [3]. Intrusi tersebut haruslah diimbangi dengan manajemen penggunaan airtanah dan pengelolaan daerah imbuh (recharge) airtanah sehingga ketersediaannya tetap terjaga.

Dalam penelitian ini, teknik isotop alam 18O dan 2H digunakan untuk meneliti dinamikan airtanah maupun daerah imbuh cekungan airtanah Semarang.

TEORI

Isotop alam 18O dan 2H merupakan isotop stabil yang membentuk molekul H2O bersamaan dengan isotop lain yang lebih melimpah yaitu 16O dan 1H. Rasio isotop 18O/16H dan 2H/1H akan mengalami fraksinasi ketika terjadi perubahan fisik pada molekul air dalam siklus hidrologi karena adanya perbedaan massa isotop. Proses seperti penguapan dan kondensasi akan mempengaruhi rasio isotop alam tersebut. Demikian pula dengan air hujan yang turun di ketinggian (elevasi) berbeda akan memiliki rasio yang berbeda dimana semakin tinggi elevasi suatu tempat, komposisi isotop akan semakin miskin (depleted) [4]. Akumulasi komposisi isotop air hujan

akan membentuk garis lurus dalam grafik δ18O vs

δ2H yang dikenal dengan nama garis meteorik.

Rasio 18O/16O dan 2H/1H dalam aplikasi

hidrogeologi biasa dinyatakan dalam rasio relatif (δ) dengan satuan ‰ (permil) sebagai berikut:

00 0 1000 O O O O 18 16 16 18 × ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ = ndard sta sample δ (1)

Dimana standar rasio isotop 18O/16O dan 2H/1H mengacu kepada standar internasional yaitu SMOW (Standard Mean Ocean Water) yang memiliki nilai

δ18O dan δ2H sebesar 0 ‰ secara definitif [5].

Dengan membandingkan komposisi isotop suatu air dengan referensi tertentu (air hujan/meteorik, air laut, air formasi dan lainnya), dapat diketahui asal-usul air tersebut maupun proses yang menyertainya (interaksi air-batuan, evaporasi, pencampuran, dan lainnya) seperti terangkum pada Gambar 1 [6]. Selain proses tersebut, komposisi isotop juga dapat berubah antara lain akibat efek elevasi (altitude effect) dan jumlah curah hujan (amount effect) [7] dimana kedua efek ini dapat digunakan untuk mencari hubungan komposisi isotop air hujan dengan ketinggian suatu tempat.

Gambar 1. Diagram δ18O vs δ2H yang

me-nunjukkan asal-usul airtanah dan proses yang dapat mengubah komposisi isotop [6].

METODE

Pengambilan Sampel

Sampel air diambil dari beberapa sumber yang mewakili airtanah tak tertekan (unconfined), airtanah tertekan (confined), mata air, air permukaan dan air hujan. Titik pengambilan airtanah tersebar dari ketinggian 1 m hingga 340 m di atas permukaan air laut (gambar 2). Pengambilan sampel air hujan dilakukan setiap bulannya pada empat lokasi dengan ketinggian yang berbeda selama delapan bulan sehingga dapat ditentukan persamaan garis meteorik lokal. Lokasi penempatan stasiun pengumpul air hujan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Lokasi stasiun pengumpul air hujan.

No. Lokasi Ketinggian (m)

1. Dinas Pertambangan 5

2. Hotel Patra Jasa 91

3. PT. Jamu Jago 210

(3)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah ‐ Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2015  Pusat Sains dan Teknologi Akselerator  ‐  BATAN 

Yogyakarta,  9 ‐ 10  Juni  2015 Analisis Sampel

Analisis isotop 18O/16O dan 2H/1H dilakukan di laboratorium isotop hidrologi dan panasbumi, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi BATAN, Jakarta,

menggunakan alat liquid water isotope analyzer LGR (Los Gatos Research) DLT-100. Galat analisis (analytical error) pengukuran δ18O sebesar ± 0,1‰ sementara untuk δ2H sebesar 1‰.

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel air. Kuning = mata air, hijau = airtanah tak tertekan /sumur dangkal, merah = airtanah tertekan/sumur dalam, oranye = air sungai.

Gambar 3. Grafik δ18O vs δ2H air tanah daerah Semarang. Kuning = mata air, hijau = air

tanah tak tertekan/sumur dangkal, merah = air tanah tertekan/sumur dalam, oranye = air sungai. Kotak merah besar = rentang nilai isotop air laut.

(4)

Tabel 2. Hasil analisis isotop sampel airtanah Semarang (dalam satuan ‰).

No. Kode Tipe δ18O δ2H No. Kode Tipe δ18O δ2H 1 MA-169 Mata air -6.96 -43.7 17 SBP-214 Airtanah tertekan -5.48 -42.2 2 MA-167 Mata air -6.75 -39.8 18 SBP-215 Airtanah tertekan -6.09 -39.7 3 MA-168 Mata air -6.08 -38.5 19 SB-277 Airtanah tertekan -5.10 -29.4 4 MA-171 Mata air -6.65 -40.8 20 SBP-344 Airtanah tertekan -8.77 -56.6 5 MA-172 Mata air -6.12 -43.6 21 SB-195 Airtanah tertekan -5.80 -32.3 6 MA-170 Mata air -6.73 -39.4 22 SB-272 Airtanah tertekan -6.40 -40.5 7 SG-132 Airtanah tak tertekan -6.49 -41.4 23 SBP-211 Airtanah tertekan -7.96 -50.8 8 SG-135 Airtanah tak tertekan -5.97 -34.1 24 SBP-213 Airtanah tertekan -6.93 -41.2 9 SG-163 Airtanah tak tertekan -4.76 -35.1 25 SBP-296 Airtanah tertekan -6.05 -42.4 10 SG-21 Airtanah tak tertekan -8.21 -52.6 26 SG-297 Airtanah tertekan -7.21 -49.7 11 SP-139 Airtanah tak tertekan -6.21 -42.7 27 SBP-347 Airtanah tertekan -7.00 -42.8 12 SG-159 Airtanah tak tertekan -6.70 -42.1 28 SBP-217 Airtanah tertekan -6.37 -40.2 13 SG-165 Airtanah tak tertekan -7.79 -52.0 29 SB-287 Airtanah tertekan -5.92 -34.4 14 SG-158 Airtanah tak tertekan -6.56 -40.4 30 SB-348 Airtanah tertekan -5.96 -35.3 15 SB-140 Airtanah tak tertekan -6.65 -39.1 31 S-174 Air sungai -4.80 -37.3 16 SB-196 Airtanah tertekan -5.55 -33.6 32 S-173 Air sungai -4.36 -25.4

Gambar 4. Kontur δ18O airtanah tak tertekan di wilayah studi. Warna hijau = komposisi

(5)

Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah ‐ Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir 2015  Pusat Sains dan Teknologi Akselerator  ‐  BATAN 

Yogyakarta,  9 ‐ 10  Juni  2015

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis sampel air hujan pada berbagai ketinggian di sekitar Semarang menghasilkan hubungan sebagai berikut:

δ2H = 8,55 δ18O + 16,76 (2)

atau bisa disebut sebagai garis meteorik lokal Semarang.

Sementara hasil analisis sampel airtanah (Tabel

2) menunjukkan bahwa rentang komposisi δ18O

berkisar antara -8,77‰ hingga -4,76‰ sementara untuk δ2H antara -56,6‰ hingga -29,4‰. Hasil plot komposisi tersebut (Gambar 3) menunjukkan bahwa sebagian besar komposisi isotop terletak dekat dengan garis meteorik lokal yang menandakan bahwa airtanah Semarang berasal dari air meteorik (hujan). Selain itu dapat dilihat juga bahwa sebagian kecil sampel terletak dalam plot pencampuran dengan air laut menunjukkan adanya intrusi air laut. Hal ini selaras dengan pengamatan lapangan yang menemukan adanya sumur dengan air yang terasa payau dan asin, demikian pula dengan beberapa studi terdahulu yang menunjukkan adanya intrusi air laut [8, 9, 10]. Namun demikian dalam studi ini belum dapat ditentukan kuantitas proporsi pencampuran airtanah dengan airlaut dikarenakan kurangnya data.

Komposisi isotop airtanah tak tertekan (unconfined) relatif seragam pada sebagian besar daerah studi yaitu sekitar -5,9‰ hingga -6,6‰ untuk

δ18O dan -35.1‰ hingga -40.4‰ untuk δ2H, yaitu

pada daerah dengan relief elevasi yang relatif datar seperti terlihat pada peta kontur δ18O (Gambar 4) . Komposisi yang lebih rendah (depleted) terletak di wilayah sebelah barat dimana terdapat perbukitan dengan elevasi yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan adanya efek elevasi dimana pada elevasi yang lebih tinggi komposisi isotop akan menjadi lebih depleted. Hal ini juga menegaskan bahwa airtanah tak tertekan daerah semarang berasal dari input atau imbuhan lokal, bukan imbuhan dari daerah yang lebih jauh di pegunungan.

Plot komposisi isotop airtanah tertekan terletak di sekitar komposisi curah hujan di daerah Ungaran (Gambar 3). Hal ini menandakan bahwa airtanah tersebut berasal dari imbuh air hujan di ketinggian sekitar Ungaran (300 m) atau lebih tinggi lagi. Namun demikian daerah imbuh ini masih belum dapat dikuantifikasi lebih lanjut karena tinggi gunung Ungaran mencapai 2000 m sementara stasiun curah hujan yang ada baru di ketinggian 300 m.

KESIMPULAN

Airtanah daerah Semarang berasal dari sumber meteorik dimana airtanah tak tertekan bergantung pada imbuhan lokal atau air hujan setempat,

sementara airtanah tertekan berasal dari ketinggian di atas 300 m. Perlu adanya pemasangan stasiun curah hujan di elevasi yang lebih tinggi untuk kuantifikasi daerah imbuh yang lebih akurat. Mengingat penggunaan air oleh industri sebagian besar bersumber dari airtanah dalam, maka selain mengatur regulasi penggunaan airtanah juga diperlukan pelestarian daerah imbuhan airtanah tersebut agar tetap berfungsi sebagai daerah resapan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih kami ucapkan kepada Badan Geologi – Pusat Lingkungan Geologi, Bandung atas akses dan kerjasamanya untuk mengambil sampel air ke sumur-sumur dalam dan sumur monitoring di daerah Semarang. Penelitian ini terselenggara atas pembiayaan DIPA.

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik Kota Semarang, Kota Semarang dalam Angka 2014. No. Katalog 1102001.3374.

2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang,

Kabupaten Semarang dalam Angka 2014, No. Katalog 1102001.3322.

3. Rahmawati, N., Marfai, M.A., Salinity Pattern in Semarang Coastal City, Indonesian Journal of Geology, Vol. 8, No. 2, June 2013: 111-120. 4. Mook, W.G. (ed), Environmental Isotopes in The

Hydrological Cycle, International Hydrological Program, Principles and Applications, Technical Documents in Hydrology, No. 29 Vol. 1, UNESCO, Paris, 2000.

5. NN. Guidebook on Nuclear Techniques in Hydrology, Technical Reports Series No. 91. IAEA, Vienna, 1983

6. Mook, W.G. (ed), Environmental Isotopes in The Hydrological Cycle, International Hydrological Program, Principles and Applications, Technical Documents in Hydrology, No. 29 Vol. 4, UNESCO, Paris, 2000.

7. Coplen, T.B., Herczeg, A.L., Barnes, C., Isotope Engineering - Using Stable Isotopes of Water Molecule to Solve Practical Problems, Dalam Environmental Tracers in Subsurface Hydro-logy, Cook and Herczeg (ed), Kluwer Academic Publisher, 2000.

8. Irham, M.N., Achmad, R.T., Widodo, S.,

Pemetaan Sebaran Airtanah Asin Pada Aquifer Dalam di Wilayah Semarang Bawah, Berkala Fisika Vol. 9,no. 3, Juli 2006, hal 137-143.

(6)

9. Suhartono, E., Purwanto, Suripin, Kondisi Intrusi Air Laut Terhadap Air Tanah Pada Akuifer di Kota Semarang, Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013.

TANYA JAWAB

Damunir

− Untuk mendeteksi air tanah dengan isotop 18OH22 dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kelembaban uap air dilingkungan dan kedalaman air dalam tanah, bukan air permukaan saja (air sungai) atau air laut saja. Apakah ini dilakukan penelitian?

Rasi Prasetio

− Penelitian bukan untuk mendeteksi air tanah, tapi melacak dinamika air tanah (asal air tanah, bercampur dengan air laut, penguapan, dan sebagainya). Kelembaban berpengaruh, ter-utama dalam skala lab. Kedalaman tidak ber-pengaruh. Dalam skala lapangan, kelembaban bisa dieliminasi dengan pengambilan referensi sampel air seperti air hujan, danau, laut, dan sebagainya.

Tri Handini

− Apakah air dangkal di lokasi yang diteliti akan/dapat mempengaruhi air rumah tangga (air yang sehari-hari digunakan).

Rasi Prasetio

− Penelitian bukan mengenai kualitas air, tetapi dinamika air tanah. Air tanah dangkal yang biasa digunakan rumah tangga akan sangat terpengaruh musim.

Siswanti

− Untuk penambahan stasiun curah hujan penga-daannya oleh siapa? Saran : untuk menghemat biaya alangkah baiknya bekerja sama dengan stasiun klimatologi (BMKG) setempat?

Rasi Prasetio

− Stasiun curah hujan diadakan sendiri karena berbeda dengan curah hujan yang biasa digunakan BMKG.

Ariyani K. Dewi

− Studi air tanah pada cekungan air tanah Semarang

pada penelitian anda menggunakan isotop 18O

dan 2H. Bagaimana kelebihan dibandingkan jika

menggunakan isotop 14C (perbedaan dengan

penelitian Sdr. Satrio)?

Satrio

− Antara isotop 18O, 2H dan 14C bila dipadukan

dalam penelitian air laut akan menghasilkan penelitian yang komprehensip. Unsur air tanah yang cenderung mendekati modern mengindi-kasikan intrusi air laut. Seiring dengan itu kandungan isotop 18O dan 2H cenderung lebih

Gambar

Gambar 1.  Diagram  δ 18 O vs δ 2 H  yang me- me-nunjukkan asal-usul airtanah  dan proses yang dapat mengubah  komposisi isotop [6]
Gambar 3.  Grafik δ 18 O vs δ 2 H air tanah daerah Semarang. Kuning = mata air, hijau = air  tanah tak tertekan/sumur dangkal, merah = air tanah tertekan/sumur dalam,  oranye = air sungai
Gambar 4.  Kontur δ 18 O airtanah tak tertekan di wilayah studi. Warna hijau = komposisi  semakin enriched, merah = semakin depleted

Referensi

Dokumen terkait

-Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan alat genital yang nyata, atau tidak ada hubungan dengan kelainan genekologik dan merupakan cirri-ciri

Saat ini di Puskesmas Sei.Jang perawat yang bertugas di poli umum berjumlah 4 empat orang, Menurut peneliti berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, poli umum

Nicotinamide (niacinamide), bentuk aktif dari niacin (asam nicotinic), kombinasi dengan zinc telah diteliti secara klinis sebagai terapi penyakit inflamasi kulit seperti

Dari hasil penelitian ini didapatkan didapatkan bahwa pemberian Aspirin secara oral pada tikus wistar mengakibatkan timbulnya perubahan struktur histopatologis

Pada penerbitan Volume 17 (tujuh belas), Nomor 4 (empat) ini menyajikan 5 (lima) tulisan yang membahas tinjauan angkutan barang di Kota Magelang dengan pendekatan indeks

Bab hasil dan pembahasan berisi tentang proses yang dilakukan untuk menjalankan metode BBS, hasil dari implementasi metodeBBS, dan solusi yang diberikan untuk mengatasi

a). Mengidentifikasi Kebutuhan Sebelum proses pencarian data sekunder dilakukan, kita perlu melakukan identifikasi kebutuhan terlebih dahulu. identifikasi dapat

Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental (sampel) dilakukan dengan menggunakan Refraktometera. Prosedur pengukuran adalah