Abstract— Telah dirancang 9 biodigester anaerobik dengan memanfaatkan jerigen plastik berkapasitas 5 liter (L) untuk mengolah limbah cair tahu. Kondisi operasi biodigester jenis batch ini diamati dua kali sehari pada jam 07.00 dan 17.00 selama 40 hari yaitu suhu lingkungan, suhu dan pH substrat serta produksi biogas (volume gas). Hasilnya, produksi biogas terbaik ditunjukkan oleh substrat dengan volume starter 3 L yaitu 3,3 mL/hari dengan kemampuan berproduksi selama 24 hari. Kemudian diikuti oleh starter 1,5 L dan terakhir starter 0,5 L. Berdasarkan variasi yang digunakan, volume limbah cair tahu lebih berpengaruh daripada jenis katalisator. Dengan rata-rata bekerja pada suhu dan pH yang sama yaitu suhu 26-32 0C dan pH 4-7. Adapun saran yang dapat disampaikan adalah perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan performansi produksi biogas dari limbah cair tahu, baik dari sisi substrat berupa penambahan bahan yang lain maupun teknologi yang digunakan. Dan juga penelitian tentang kuantitas emisi siklus bahan bakar dari sistem biogas dengan bahan baku berupa limbah cair tahu.
Index Terms—Biogas, Limbah cair tahu, Digester Anaerobik I. PENDAHULUAN
Peningkatan kapasitas produksi pabrik tahu membawa dampak peningkatan limbah. Limbah cair tahu adalah salah satu limbah yang belum termanfaatkan bahkan masih dibuang begitu saja sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Digester anaerob yang didefinisikan sebagai penggunaan mikroorganisme dalam keadaan anaerobik untuk menstabilkan bahan organik dengan mengubahnya menjadi metana dan produk anorganik lain termasuk karbondioksida[2] menjadi salah satu pilihan terbaik untuk dapat mengolah limbah tahu tersebut.
Penelitian yang pernah dilakukan tentang pengolahan limbah cair tahu adalah penelitian yang dilakukan oleh BPPT dengan menggunakan biofilter anaerob dan aerob. Pengolahan dilakukan dengan mengumpulkan limbah cair tahu pada satu wadah, menambahnya dengan kapur dan dibiarkan sehingga menghasilkan metan dan mengurangi COD. Selanjutnya, limbah akan diolah pada tingkat lanjut dengan menggunakan biofilter anaerob dan aerob. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh V. Darsono hanya membandingkan waktu yang dibutuhkan oleh pengolahan anaerob dan aerob untuk menurunkan tingkat BOD limbah. Ini dilakukan dengan terlebih dulu menetralkan limbah, kemudian dimasukkan ke dalam bak anaerob, untuk tiap 15 hari, limbah cair tersebut diganti dengan yang baru.
Penelitian tentang ekstraksi biogas yang pernah dilakukan diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fadil yang menggunakan kotoran sapi, kambing dan kerbau yang diencerkan dengan air, kemudian dimasukkan ke dalam jerigen sebagai reaktor anaerob. Dan selama waktu digesti, suhu, volume gas dan tekanan gas diukur dan dibandingkan antara reaktor satu dengan yang lain. Didapatkan performansi terbaik terjadi pada komposisi 1 : 1 antara kotoran dan air[6]. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Castillo, et. al, menunjukkan bahwa performansi biogas terbaik didapatkan pada komposisi 1:1. Penilitiannya menggunakan sampah
organik kota yang dicampur dengan tiga lumpur anaerobik yang berbeda, yang berasal dari plant pengolahan limbah cair. Penelitian oleh Hariyanto menganalisa pengaruh ukuran partikel dengan produksi biogas. Hariyanto menghaluskan substrat untuk reaktor anaerobik dengan tingkat kehalusan yang berbeda-beda dan kemudian membandingkan performansinya.
Untuk mengekstraksi biogas dari bahan organik cair seperti limbah cair tahu ini maka diperlukan penghasil bakteri yang diperlukan untuk mencernanya sehingga dapat terjadi proses metanogenesis. Dari proses inilah dapat dihasilkan gas metana yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Karena itu, untuk pertama, ada yang disebut substrat starter. Substrat yang digunakan adalah kotoran ternak, karena pada kotoran ternak ini telah terdapat bakteri yang diperlukan untuk proses-proses menuju ekstraksi biogas. Dan untuk mempercepat proses serta meningkatkan biogas yang dihasilkan, maka akan diuji coba untuk menggunakan tiga jenis katalisator yaitu kangkung yang dihaluskan, enceng gondok yang dirajang dan enceng gondok yang dihaluskan. Ini sesuai dengan hasil penelitian dari Little (1968) dan Lawrence (1990), Haider (1991) sertaSukmandanYakup (1991) tentang berbagai tumbuhan yang mencemari sungai dan waduk, bahwa enceng gondok selain merupakan pencemar tapi juga merupakan sumber gas metan[12].
II. DASAR TEORI
Bagian ini berisi tentang teori atau pustaka yang mendukung riset/penelitian.
2.1 Digester anaerob dan biogas
Digester anaerob didefinisikan sebagai penggunaan mikroorganisme dalam keadaan anaerobik untuk menstabilkan bahan organik dengan mengubahnya menjadi metana dan produk anorganik lain termasuk karbondioksida[2]. Digester anaerob menghasilkan dua jenis effluent yaitu biogas(komponen utama berupa metana dan karbondioksida) yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan effluent cair yang dapat digunakan sebagai pupuk organik karena karakteristik physicocemical yang dimiliki[2].
Untuk memroduksi biogas dapat menggunakan berbagai bahan yang bermacam-macam dan teknologi yang juga bermacam-macam. Dengan bahan yang berbeda dan teknologi yang berbeda akan menunjukkan performansi produksi yang juga berbeda[4]. Tentunya juga dengan melihat kondisi lingkungan yang ada.
2.2 Tipe digester 2.2.1 Tipe Batch
Pada tipe batch bahan organik ditempatkan di tangki tertutup dan diproses secara anaerobik.Isi dari bioreaktor biasanya dihangatkan dan dipertahankan suhunya.Selain itu kadangkala diaduk untuk melepaskan gelembung- gelembung gas dari sludge. Tipe bioreaktor seperti gambar 2.1 ini tidak membutuhkan banyak perhatian selama proses. Meskipun demikian hampir semua bahan organik tetap akan diproses. Efisiensi maksimal dari proses hanya dapat diharapkan bila digester diisi dengan hati-hati. Ruang yang
Analisa Produksi Biogas dari Hasil Pengolahan Limbah Cair Tahu
Menggunakan Digester Anaerobik
As’adul murtadlo
1)1) Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology ITS Surabaya Indonesia 60111, email: adulbgt@ep.its.ac.id
terbuang dan udara yang terjebak didalam sludge harus dihindarkan karena akan menghambat pembentukan gas metana.
Gambar 2.1 Bioreaktor tipe batch[1] 2.2.2 Tipe Aliran Kontinyu (Continuos Flow)
Pada tipe aliran kontinyu bahan dimasukkan ke dalam digester secara teratur pada satu ujung dan setelah melalui jarak tertentu, keluar di ujung yang lain. Tipe ini mengatasi masalah pada proses pemasukan dan pengosongan pada tipe batch.
2.3 Limbah cair tahu
Untuk limbah industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai 460C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Menurut Sri Rahayu (2002:13), kandungan yang ada dalam limbah cair tahu adalah :
Tabel 2.1 Kandungan zat pada limbah cair tahu
Gambar 2.5 menunjukkan gambaran tentang bagian limbah cair tahu yang dihasilkan dari sejumlah massa bahan baku tertentu. Pada gambar itu terlihat dari kedelai 60 Kg dan air 2700 Kg akan menghasilkan limbah cair sebanyak 2610 Kg atau sebesar 95 % dari bahan baku.
Gambar 2.5 Diagram neraca massa proses pembuatan tahu[10]
Proses pengolahan kedelai sampai menjadi tahu adalah sebagai berikut :
Gambar 2.4 Diagram proses pembuatan tahu[10] 2.4 Proses pembentukan biogas
Digesti anaerob memiliki proses yang sederhana. Proses utamanya adalah mengkonversikan zat organik dari berbagai jenis limbah cair atau padat menjadi metana. Penerapan dari teknologi ini sangat bervariasi dan sangat layak untuk diaplikasikan melalui pengembangan berkelanjutan dan produksi energi terbarukan.
Proses Biogas dibagi dalam empat fase, dimana tiap fase memiliki karakteristik mikroorganisme sendiri :
♦
Hidrolisis : tahap pertama dari proses digesti anaerob , yang sangat diperlukan oleh bakteri agar dapat memudahkan produksi gas metana melalui penguraian polymer complex tidak mudah terurai menjadi zat organik mudah terurai (Lunden, 2003)♦
Asidogenik : mengubah zat organik terurai menjadi asam lemakmudah lepas (volatile) dan CO2
♦
Asetogenik : mengubah asam lemakmudah lepas menjadi asetat dan H2♦
Metanogenik : mengubah asetat dan CO2 serta H2 menjadi gas metanaAir limbah
Air limbah
Air untuk
Pencucian
Kedelai
Air untuk
rendaman
Pencucian
Kedelai bersih
Bubur kedelai
Ditiriskan kemudian digiling
dengan ditambah air
Kedelai
rendaman
Perendaman
Dimasak
Air
Ampas tahu
Disaring
Susu kedelai
Ditambah larutan pengendap sedikit
demi sedikit sambil diaduk pelan-pelan
Air limbah
Campuran padatan tahu dan cairan
Pembuangan cairan
Pencetakan
Tahu
manusia
Bahan baku
(i
)
Teknologi Energi Hasil/output
Kedelai 60
Kg
Proses
Tahu 80
Ternak
Ampas tahu
70 kg
“Whey”
2610 Kg
Limbah
2.5 Faktor-faktor yang memengaruhi produksi biogas 2.5.1.Bahan baku isian
Untuk pembentukan gas metana (CH4) dibutuhkan unsur karbon (C). Sampah, kotoran hewan dan limbah pertanian merupakan sumber karbon yang baik. Unsur Nitrogen dibutuhkan oleh bakteri anaerobik dalam pembentukan sel, atau dengan kata lain untuk kehidupannya.
Oleh sebab itu bahan isian yang berbeda akan menghasilkan jumlah gas bio yang berbeda pula. Bahan baku dalam bentuk selulosa, mudah dicerna oleh bakteri anaerobik. Tetapi bila banyak mengandung zat kayu (lignin) pencernaan menjadi sukar. Bahan yang sukar dicerna ini akan mengapung pada permukaan cairan dan membentuk lapisan kerak. Terbentuknya lapisan kerak diatas akan menghambat lajunya produksi gas bio.
2.5.2 Derajat keasaman
Derajat keasaman memiliki efek terhadap aktivasi biologi dan mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5 – 9. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester antara 7–8,5. Bila proses tidak dimulai dengan membibitkan bakteri methana, seperti memasukkan kotoran hewan ke dalam kolam, kondisi buffer tidak akan tercipta dan perubahan yang terjadi adalah: selama tahap awal dari proses sekitar 2 minggu, pH akan turun hingga 6, atau lebih rendah, ketika sejumlah CO2 diberikan.
2.5.3 Temperatur pencernaan
Gas metana dapat diproduksi pada tiga range suhu sesuai dengan bakteri yang ada. Bakteri psyhrophilic 0 – 7°C, bakteri mesophilic pada suhu 13–40°C sedangkan thermophilic pada suhu 55– 60°C. Suhu yang optimal untuk digester adalah suhu 30– 35°C, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi methana di dalam digester dengan lama proses yang pendek. Suhu yang tinggi/range thermophilic jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah dicerna dengan baik pada range suhu mesophilic, selain itu bakteri thermophilic mudah mati karena perubahan suhu, keluaran/ sludge memiliki kualitas yang rendah untuk pupuk, berbau dan tidak ekonomis untuk mempertahankan pada temperatur yang tinggi, khususnya pada iklim dingin.[9]
2.5.4 Pengenceran bahan baku
Isian dibentuk dengan mengaduk bahan baku dengan air pada perbandingan tertentu. Isian yang paling baik untuk penghasil gas bio harus mengandung 7-9 persen bahan kering. Pada keadaan ini proses pencernaan anaerobik berjalan paling baik. Untuk beberapa jenis kotoran hewan, Peter john maynell memberikan harga rata-rata bahan kering seperti ada di tabel 2.5.
Oleh sebab itu, untuk setiap jenis kotoran pengenceran isian dengan air dilakukan berbeda-beda pula, agar diperoleh isian dengan kandungan bahan kering yang optimum.Sebagai contoh kotoran sapi mengandung bahan kering sebesar 18%. Untuk mendapatkan bahan isian dengan kandungan bahan kering 7-9%, maka perlu ditambah air dan diaduk hingga merata.
Tabel 2.5 Harga rata-rata bahan kering beberapa kotoran menurut Maynell
Jenis kotoran Bahan kering(%)
Manusia 11
Sapi 18
Babi 11
Ayam/burung 25
2.5.5 Lama Digesti
Jumlah waktu dimana bahan baku tinggal dalam digester dikenal sebagai waktu digesti atau waktu tinggal. Waktu digesti ditentukan oleh waktu rata-rata yang diperlukan oleh bahan organik untuk tercerna, yang diukur dengan COD dan BOD dari limbah keluar. Substrat disimpan dalam kondisi reaksi yang tepat. Laju reaksi akan berkurang dengan meningkatnya waktu tinggal, menunjukkan bahwa ada waktu yang optimal yang akan mencapai manfaat maksimal dari pencernaan dengan biaya yang efektif. Waktu yang tepat tergantung pada bahan baku, kondisilingkungan dan penggunaan bioreaktor tersebut. Waktu digesti untuk proses yang paling kering berkisar antara 14 dan 30 hari, dan untuk basah proses dapat mencapai hanya 3 hari.
2.6 Enceng Gondok dan Kangkung
Gambar 2.9 Enceng gondok[12]
Tanaman enceng gondok merupakan jenis tanaman yang banyak dijumpai di Indonesia.Sangat mudah didapatkan.Dari segi ekonomi tanaman eceng gondok harganya relatif murah. Little (1968) dan Lawrence dalam Moenandir (1990), Haider (1991) serta Sukman dan Yakup (1991), menyebutkan bahwa eceng gondok banyak menimbulkan masalah pencemaran sungai dan waduk, tetapi mempunyai manfaat sebagai berikut :
• Mempunyai sifat biologis sebagai penyaring air yang tercemar oleh berbagai bahan kimia buatan industri. • Sebagai bahan penutup tanah dan kompos dalam kegiatan
pertanian dan perkebunan.
• Sebagai sumber gas yang antara lain berupa gas ammonium sulfat, gas hidrogen, nitrogen dan metan yang dapat diperoleh dengan cara fermentasi.
• Bahan baku pupuk tanaman yang mengandung unsur NPK yang merupakan tiga unsur utama yang dibutuhkan tanaman.
Sifatnya yang mudah untuk didapatkan dan masih sedikit penggunaannya inilah yang menjadikan enceng gondok sangat cocok untuk dijadikan campuran bahan biogas. Selain itu, tentu saja karena sifatnya sebagai sumber gas, seperti yang diungkapkan di atas,maka sangat cocok untuk digunakan sebagai katalisator.
Kangkung banyak dikenal sebagai tanaman sayuran yang dapat dikonsumsi. Tekstur lunak, lemas, bunga putih keunguan. Mempunyai nilai gizi tinggi (vitamin A 6300 SI, kalsium 73mg, besi 2,5 mg dan fosfor 50 mg per 100 g kangkung segar, kandungan protein 3 g, karbohidrat 5,4 g/100g).
Semakin banyaknya pabrik yang ada di Indonesia juga diikuti oleh pembuangan limbah yang semakin meningkat.Banyak tercemarnya sungai dengan limbah pabrik maka menyebabkan ikut tercemarnya tanaman yang tumbuh dengan memanfaatkan pengairan dari sungai. Dan ternyata kangkung termasuk salah satu tanaman yang mudah menyerap logam berat dari media tumbuhnya[13].
III. METODE
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan penelitian tentang biogas ini secara rinci. Mulai dari perancangan reaktor
sampai dengan analisa terhadap data yang didapatkan selama penelitian sehingga tujuan dari penelitian ini dapat dicapai.
3.1 Alur Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, terdapat beberapa tahapan yang dilalui. Yang pertama adalah melakukan studi literatur.
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian 3.2 Perancangan Biodigester Anaerobik
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ekstraksi biogas berhubungan dengan kondisi operasi yang dibutuhkan oleh bakteri untuk dapat berkembang biak. Untuk berkembang biak, bakteri tertentu membutuhkan substrat, suhu, tekanan, dan beberapa kondisi tertentu yang lain. Dalam hal perancangan sistem ini maka faktor-faktor itulah yang menjadi pertimbangan dalam merancang desain sistem. Sistem terdiri dari dua bagian utama yaitu reaktor atau digester dan gas collector yang juga berfungsi sebagai pengukur volume gas. Gambar 3.2 adalah desain biodigester yang akan dirancang. Sedangkan gambar 3.3 menunjukkan foto biodigester yang telah dirancang.
Gambar 3.2 Desain digester anaerobik Spesifikasi Biodigester : • Jerigen 5 L • Kran ¼ dim • Gelas ukur 100 mL • Pipa kecil • Toples plastik • Kayu statif
Berikut adalah foto digester yang telah dirancang :
Gambar 3.3 Foto digester yang telah dirancang 3.2.1 Digester
Digester dibuat dari jerigen 5 liter. Kelayakan pemakaian jerigen sebagai digester ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh K.Vinoth Kumar dan R. Kasturi Bai. Kondisi paling penting yang harus bisa dipenuhi oleh wadah ini adalah kondisi vakum atau kondisi dengan kadar oksigen minimum. Terutama untuk fase metanogenesis, dimana bakteri pembentuk metana sedang bekerja, maka sangat diperlukan kondisi oksigen seminimal mungkin [8]. Karena itu, pengukuran pH dilakukan hanya dua kali dalam sehari. Volume total reaksi yang dipakai adalah 5 liter. Ini karena ruang kosong akan mempengaruhi biogas yang terpantau.
3.2.2 Gas Collector
Gas Collector dibuat dari rangkain gelas ukur, toples plastik dan statif. Gas Collector ini sekaligus berfungsi sebagai pengukur volume gas yang dihasilkan. Gelas ukur diisi dengan air sampai penuh. Toples plastic juga diisi dengan air sampai penuh. Air ini untuk memastikan toples dan gelas ukur tidak terisi oleh gas selain biogas. Selain itu, perubahan level air pada gelas ukur juga akan menunjukkan volume biogas yang dihasilkan. Gambar 3.4 menunjukkan foto alat yang dibuat.
3.3 Pengujian biodigester sebelum beroperasi
Pada penelitian ini, kevakuman diperoleh dari wadah yang tertutup. Meskipun ada beberapa bagian yang dilubangi, yaitu lubang untuk memasang thermometer dan valve, tapi lubang-lubangi tu tetap ditutup kembali dan ditambal dengan dua bahan yaitu dengan lem
Kran
TIDAK
GAS DIPRODUKSI
Biodigester diisi air PDAM sampai
Biodigester dan kran
Ditunggu selama 24
Tidak ada air yang
Biodigester siap untuk
Masih ada air yang
Diperbai
plastic dan lilin malam. Untuk menguji kebocorannya, berikut adalah langkah-langkah pengujiannya :
Gambar 3.5 Diagram alir pengujian biodigester 3.4 Pengujian alat ukur
Hanya pHmeter yang dikalibrasi, ini karena thermometer, baik raksa maupun digital telah terkalibrasi, dan pengukur volume juga tidak perlu dikalibrasi karena hanya menggunakan gelas ukur dengan skala yang tetap.Untuk pHmeter, digunakan 2 titik uji sesuai dengan larutan uji (buffer) yang ada yaitu pada pH 4,00 dan 6,86. Dan didapatkan angka 4,06 dan 6,87 untuk masing-masing titik kalibrasi. Gambar 3.5 menunjukkan pengujian pHmeter.
Gambar 3.6 Pengujian pHmeter 3.5 Variasi Komposisi yang digunakan
Dalam penelitian ini terdapat 9 buah biodigester yang mempunyai komposisi yang berbeda satu sama lain. Komposisi substrat yang diuji adalah campuran kotoran ternak, air dan variasi bahan organik tambahan sebagai katalisator (kangkung yang dihaluskan, enceng gondok yang dirajang dan enceng gondok yang dihaluskan) sebagai starter. Substrat starter ini kemudian ditambah 200 mL limbah cair tahu per hari sampai wadah penuh (5 L). Untuk lebih jelasnya, berikut adalah tabel 3.1 yang menunjukkan daftar reactor dan komposisinya.
Tabel 3.1 Daftar Reaktor dan komposisinya
Volume Starter JenisKatalisator Reaktor 1 bagian (0,5 L) Kangkung yang dihaluskan Reaktor 1
Enceng gondok dirajang Reaktor 2 Enceng gondok dihaluskan Reaktor3 3 kali bagianpertama Kangkung yang dihaluskan Reaktor4 Enceng gondok dirajang Reaktor5 Enceng gondok dihaluskan Reaktor6 6 kali bagianpertama Kangkung yang dihaluskan Reaktor7 Enceng gondok dirajang Reaktor8 Enceng gondok dihaluskan Reaktor9
3.6 Prosedur Penyiapan Substrat
Setelah biodigester layak untuk digunakan maka tahap selanjutnya adalah menyiapkan substrat sesuai dengan perbandingan yang digunakan. Kotoran ternak yang digunakan adalah kotoran sapi yang diambil dari peternakan sapi perah di daerah Kaliwaron, Surabaya. Sedangkan limbah cair tahu yang digunakan juga diambil dari pabrik tahu yang ada di daerah Kedung Tarukan, Surabaya.Kotoran ternak hanya digunakan sebagai substrat awal untuk menyediakan bakteri-bakteri yang dibutuhkan untuk menghasilkan gas metana. Tabel 3.2 menunjukkan karakteristik awal dari masing-masing bahan yang digunakan.
Tabel 3.2 Karakteristik bahan sebelum pencampuran
Bahan Suhu (0C) pH
Air PDAM 27 7,28
Kotoransapi 36 3,67
Limbahcairtahu 31 5,33
Kangkung yang dihaluskan 30 4,53 Encenggondok yang
dihaluskan
29 4,27
Kotoran sapi yang diencerkan dengan air ini juga ditambah dengan variasi bahan organik lain sebagai katalisator. Variasi itu adalah kangkung yang dihaluskan, enceng gondok yang dirajang dan enceng gondok yang dihaluskan. Masing-masing dibuat pada 3 biodigester sehingga total biodigester yang ada adalah 9 buah. Gambar 3.5 menunjukkan proses penyiapan substrat starter. Sedangkan gambar 3.6 menunjukkan proses pengisian biodigester dengan substrat. Berikut adalah langkah-langkah percobaan mulai dari penyiapan substrat sampai dengan pengoperasian ;
• Disiapkan reactor dan gas collector dengan gas collector telah terisi dengan air
• Kotoran sapi dicampur dengan air dan katalisator sesuai dengan variasi komposisi
• Substrat starter dimasukkan ke dalam biodigester dengan menggunakan corong
• Biodigester ditutup
• Pipa dari gas collector disambungkan ke moncong kran
• Kran ditutup sementara sampai pada waktu pemasukan limbah cair tahu dan pengukuran
Gambar 3.5 Penyiapan Substrat Starter
Gambar 3.6 Pengisian Biodigester dengan Substrat Starter Setiap hari dilakukan penambahan limbah cair tahu sebanyak 200 mL.dengan membaginya pada dua kali penambahan yaitu pada jam 07.00 dan 17.00. Ini sesuai dengan metode yang digunakan oleh K. Vinoth Kumar dan R. Kasturi Bai pada penelitiannya tentang
biodigester plastik, dimana biodigester ditambah dengan 0,025 kg kotoran ternak per harinya.Limbah cair tahu ini dimasukkan dengan menggunakan suntikan yang diberi pipa kecil yang dimasukkan ke dalam reaktor melalui lubang yang ada antara moncong dan valve.
Volume limbah cair tahu inilah yang divariasi sehingga dapat diketahui mana variasi yang menghasilkan produksi biogas yang paling baik. Total volume yang digunakan adalah 5 Liter. Penggunaan volume wadah dimaksimalkan sampai penuh karena ruang kosong akan mempengaruhi biogas yang terpantau.
IV. HASIL PENELITIAN 4.1 Prosedur pengukuran dan pengambilan data
Dalam melakukan pengambilan data variabel-variabel yang diperlukan, terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan dengan hati-hati. Ini untuk menjaga beberapa kondisi yang berpengaruh terhadap keberhasilan proses ekstraksi seperti kevakuman. Selain itu juga untuk menjaga terjadinya kesalahan pengukuran sekecil mungkin.
Adapun langkah-langkah dalam pengambilan data suhu substrat dengan thermometer digital, pH dan volume gas adalah sebagai berikut :
• Kran dibuka dan ditunggu sebentar untuk mengalirkan gas ke gas collector
• Selisih level air pada gas collector dicatat • Moncong dilepas dari kran
• Sampel substrat disedot dengan suntikan
• Sampel ditempatkan di wadah dan secara bergantian thermometer digital dan pHmeter dimasukkan
• Angka yang ditunjukkan oleh masing-masing alat dilihat dan dicatat
• Limbah cair tahu dimasukkan dengan suntikan dengan lebih dulu menakarnya dengan gelas ukur
• Moncong kran dipasang kembali • Kran ditutup kembali
Untuk keseluruhan data yang diambil, untuk tiap-tiap biodigester selama waktu digesti, dapat dilihat pada lampiran C. Gambar 4.1 menunjukkan proses pengambilan data suhu substrat. Sedangkan gambar 4.2 menunjukkan proses pengambilan data pH.
Gambar 4.1 Proses pengukuran suhu dan pH substrat 4.2 Analisa data dan pembahasan
Untuk mempermudah dalam melakukan analisa maka grafik dari data yang ada dikelompokkan sesuai dengan dua criteria yaitu :
a. Volume Substrat Starter, yang secara tidak langsung menentukan variasi volume limbah cair tahu yang digunakan. Untuk biodigester dengan starter bervolume 0,5 L maka berarti limbah cair tahunya adalah 4,5 L, untuk 1,5 L starter maka volume limbah cair tahu adalah 3,5 L dan untuk 3 L starter maka volume limbah cair tahu yang digunakan adalah 2 L.
b. Kriteria pengelompokan kedua adalah berdasarkan jenis katalisator yang dimasukkan. Dengan begini maka akan diketahui katalisator mana yang membantu dalam produksi biogas secara lebih baik.
Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut maka biodigester-biodigester tersebut akan terkelompok sebagai berikut :
Tabel 4.1 Biodigester berdasarkan criteria pengelompokan
Kriteria Reaktor
Volume Starter 0,5 L Reaktor 1, 2 dan 3
1,5 L Reaktor 4,5 dan 6
3 L Reaktor 7,8 dan 9
Jenis Katalisator
Kangkung yang dihaluskan Reaktor 1, 4 dan 7 Enceng gondok yang
dirajang
Reaktor 2, 5 dan 8 Enceng gondok yang
dihaluskan
Reaktor 3, 6 dan 9
Grafik 4.1a Hubungan suhu lingkungan dan suhu substrat reaktor 1 pada Jam 07.00
Pada grafik 4.1a terlihat bahwa suhu lingkungan berkisar antara 26-29 0C. sedangkan suhu substrat berkisar antara 27-29 0C. Dan terlihat bahwa fluktuasi suhu substrat tidak jauh beda dengan fluktuasi suhu lingkungan. Jadi, meskipun titik tertinggi dari suhu lingkungan maupun suhu substrat sama yaitu pada suhu 29 0C, tapi batas bawah dari suhu substrat masih lebih tinggi daripada suhu lingkungan. Ini sesuai dengan teori tentang biogas, bahwa aktivitas bakteri akan mempengaruhi suhu substrat yaitu dengan menghasilkan panas[9].
Grafik 4.1b Hubungan suhu lingkungan dan suhu substrat reaktor 1 pada Jam 17.00
Pada grafik 4.1b yang menunjukkan hubungan antara suhu lingkungan dan suhu substrat untuk reactor 1 pada jam 17.00, terlihat bahwa suhu lingkungan berkisar antara 27-31 0C. Sedangkan suhu substrat berkisar antara 28-31 0C. Fluktuasi suhu substrat juga tidak
22
24
26
28
30
32
1
6
11
16
21
26
31
36
Suhu Lingkungan
Suhu Substrat
S
u
h
u
0C
Hari
ke-22
24
26
28
30
32
1
6
11
16
21
26
31
36
Suhu Lingkungan
Suhu Substrat
S
u
h
u
0C
Hari
ke-terlalu jauh dari fluktuasi suhu lingkungan. Masih seperti yang pertama bahwa suhu batas bawah antara keduanya, untuk suhu substrat masih lebih tinggi atau tidak pernah di bawah suhu lingkungan. Ini membuktikan bahwa terdapat aktivitas bakteri di dalamnya.
Jadi secara keseluruhan suhu lingkungan dan suhu substrat ini tidaklah terlalu jauh berbeda. Suhu lingkungan yang berubah-ubah selalu diikuti oleh suhu substrat meskipun tidak sama persis. Keberbedaan ini dapat terjadi kemungkinan karena adanya efek isolative dari bahan jerigen yang digunakan sebagai biodigester. Dan juga ini dimungkinkan karena adanya aktivitas bakteri yang ada dalam substrat, yang salah satu hasilnya adalah panas, selain juga produksi biogas.
Dibawah ini akan diberikan beberapa grafik yang mewakili karakteristik dari masing-masing bahasan.
4.2.1 Berdasarkan volume starter
a. Volume starter 0,5 L/Volume limbah cair tahu 4,5 L
Grafik 4.10a Suhu dan pH substrat dengan volume starter 0,5 L pada jam 07.00
Untuk grafik 4.10a yang menunjukkan grafik suhu dan pH untuk biodigester-biodigester dengan volume starter 0,5 L, terlihat suhu berkisar antara 26-30 0C, pH antara 4-6. Terlihat grafik suhu sangat fluktuatif jika dibandingkan dengan grafik pH. Secara umum, tidak terlihat hubungan yang signifikan antara suhu dan pH. Kenaikan ataupun penurunan pH tidak terlihat diikuti oleh suhu. Hanya saja, untuk pH, terlihat mengalami kenaikan dari hari ke hari untuk ketika biodigester ini.
Grafik 4.10b Produksi gas dari biodigester dengan volume starter 0,5 L pada jam 07.00
Untuk grafik 4.10b, terlihat gas mulai diproduksi pada sekitar hari ke-30. Grafik tersebut menunjukkan akumulasi gas yang dihasilkan dari hari ke hari, karena itu grafik terus mengalami kenaikan. Dan untuk biodigester-biodigester dengan starter 0,5 L ini, terlihat titik tertinggi yang dapat dicapai pada hari terakhir adalah 20 mL. Tapi kemudian pada hari ke-40 ini, masih terjadi produksi gas, namun cukup sedikit dan lambat.
Ketika dihubungkan antara grafik 4.10a dan 4.10b, terlihat bahwa pada hari ke-30, hari mulai diproduksinya gas, pH biodigester ada di sekitar angka 5. Ini sesuai dengan teori bahwa kebanyakan kisaran pH memiliki nilai kisaran pH antara 5-9[1]. Namun, ini tidak sesuai dengan teori tentang biodigester yaitu nilai pH yang
dibutuhkan untuk digester adalah 7-8,5[1]. Inilah yang kemungkinan menyebabkan produksi gas yang terlihat pada grafik 4.10b sangat kecil. Dan juga kecepatan kenaikan pH yang lambat juga diikuti oleh produksi gas yang juga lambat. Bila dirata-rata, maka produksi biogas yang dihasilkan oleh biodigester-biodigester dengan volume starter 0,5 L ini adalah sekitar 1,7 mL/hari dengan kemampuan berproduksi selama 10 hari.
b.Volume starter 1,5 L/Volume limbah cair tahu 3,5 L
Grafik 4.12a Suhu dan pH substrat dengan volume starter 1,5 L pada jam 07.00
Untuk grafik 4.12a, terlihat bahwa suhu berkisar antara 24-29 0C dan pH antara 4-7. Grafik suhu terlihat sangat fluktuatif. Suhu berfluktuasi tanpa ada kecenderungan untuk naik maupun turun. Berbeda dengan dengan pH, yang mengalami kecenderungan untuk naik. Yang kemudian mulai mengalami penurunan pada sekitar hari ke-33 dan semakin turun sampai pada hari ke-40. Fluktuasi suhu tidak terlihat berhubungan dengan fluktuasi pH.
Grafik 4.12b Produksi gas dari biodigester dengan volume starter 1,5 L pada jam 07.00
Untuk grafik 4.12b, terlihat bahwa produksi biogascukup tinggi bila dibandingkan dengan biodigester-biodigester deng volume starter 0,5 L.dan juga lebih cepat berproduksi yaitu pada sekitar hari ke-17 telah mulai memproduksi gas. Gas yang dihasilkan juga lebih banyak darpada dengan volume starter 0,5 L. Tercatat nilai tertinggi yang dicapai adalah sekitar 56 mL. sampai kemudian pada sekitar hari ke-35, gas tidak lagi diproduksi.
Jadi, ketika diamati grafik 4.12a dan 4.12b, pada awal memproduksi biogas, pH substrat telah berada pada angka 4,5. Dan pH ini terus mengalami kenaikan yang cukup cepat dan besar bila dibandingkan dengan pH pada substrat dengan starter 0,5 L. Ini seiring dengan kecenderungan grafik volume gas yang juga mengalami kenaikan yang cukup cepat dan tinggi.
c. Volume starter 3 L/Volume limbah cair tahu 2 L
0
5
10
24
29
34
1
6
11
16
21
26
31
36
Suhu 1
Suhu 2
Suhu 3
pH 1
pH 2
pH 3
p H R e a k t o r S u h u R e a k t o rHari
ke-0C
0
10
20
30
1
6
11
16
21
26
31
36
Reaktor 1
Reaktor 2
Reaktor 3
Harike-m
L
0
2
4
6
8
24
26
28
30
32
1
6
11
16
21
26
31
36
Suhu 4
Suhu 5
Suhu 6
pH 4
pH 5
pH 6
p H R e a k t o r S u h u R e a k t o rHari
ke-0C
0
50
100
1
6
11
16
21
26
31
36
Reaktor 4
Hari ke-
Reaktor 5
m
L
Grafik 4.14a Suhu dan pH substrat dengan volume starter 3 L pada jam 07.00
Untuk grafik 4.14a, terlihat bahwa suhu berkisar antara 26-29 0C dan pH antara 4-7. Suhu sangat fluktuatif tapi tanpa kecenderungan untuk naik atau turun. pH mengalami kecenderungan untuk naik sampai pada akhirnya turun pada sekitar hari ke-33. Kenaikan pH cukup cepat dan titik tertinggi lebih besar daripada yang lain yaitu pada pH 7,12. Fluktuasi suhu tidak terlihat berhubungan dengan fluktuasi pH.
Grafik 4.14b Produksi gas dari biodigester dengan volume starter 3 L pada jam 07.00
Untuk grafik 4.14b, terlihat pada sekitar hari ke-11 telah mulai memproduksi biogas. Ini merupakan produksi gas tercepat dibandingkan dengan yang lain. Titik tertinggi yang dicapai juga yang paling tinggi daripada yang lain yaitu 98 mL. Dari ketiga biodigester juga menunjukkan produksi biogas yang paling tinggi daripada biodigester-biodigester sebelumnya yaitu antara 60-98 mL. dan waktu berproduksi juga yang paling lama daripada yang lain yaitu sekitar 24 hari. Kemudian produksi gas mulai berhenti sekitar hari ke-35.
Pada hari pertama memproduksi gas, pH substrat pada grafik 4.14a telah berada pada sekitar angka 5,5. Ini merupakan nilai pH yang paling tinggi daripada yang lain. Ketika pH mulai turun pada sekitar hari ke-35, produksi gas juga mulai berhenti. Penurunan pH tersebut berdasarkan teori menunjukkan penurunan aktivitas bakteri dalam substrat[9].
4.4.2 Berdasarkan Jenis Katalisator
a. Katalisator berupa kangkung yang dihaluskan
Grafik 4.16a Suhu dan pH substrat dengan katalisator kangkung yang dihaluskan pada jam 07.00
Untuk grafik 4.16a, terlihat suhu berkisar antara 26-29 0C dan pH antara 4-7. Suhu cukup fluktuatif tapi tanpa kecenderungan untuk naik atau turun. Suhu lebih cenderung untuk stabil di sekitar 28 0
C. pH mengalami kecenderungan untuk naik sampai pada akhirnya turun pada sekitar hari ke-37. Kenaikan pH bervariasi, yaitu pH reactor 1 cukup lambat dan rendah namun pH reactor 4 cukup cepat dan pH reactor 7 berada di tengah-tengahnya. Titik tertinggi pH terdapat pada nilai 7,03. Fluktuasi suhu tidak terlihat berhubungan dengan fluktuasi pH.
Grafik 4.16b Produksi gas dari biodigester dengan katalisator kangkung yang dihaluskan pada jam 07.00
Untuk grafik 4.16b, terlihat awal mulai memproduksi biogas juga sangat variatif. Reactor 7 mulai lebih dulu yaitu pada sekitar hari ke-11, kemudian reactor 4 pada sekitar hari ke-18 dan terakhir reactor 1 pada hari ke-31. Titik tertinggi yang dicapai adalah sekitar 80 mL. Dari ketiga biodigester juga menunjukkan produksi biogas yang beragam. Reactor 1 hanya sampai 20 mL, reactor 4 sampai sekitar 55mL dan reactor 7 sekitar 80 mL. Dan waktu berproduksi juga cukup beragam. Reactor 1 sampai 10 hari, reactor 4 sampai 17 hari dan reactor 7 sampai 21 hari.
Hari pertama memproduksi biogas yang bervariasi antar ketiga reactor tersebut juga seiring dengan variasi nilai pH. Cepat atau lambatnya kenaikan pH juga seiring dengan produksi biogas yang ditunjukkan.
b. Katalisator berupa enceng gondok yang dirajang
Grafik 4.18a Suhu dan pH substrat dengan katalisator rajangan enceng gondok pada jam 07.00
Untuk grafik 4.18a, terlihat suhu berkisar antara 25-30 0C dan pH antara 4-7. Suhu cukup fluktuatif tapi tanpa kecenderungan untuk naik atau turun. Suhu lebih cenderung untuk berada di sekitar 28 0C. pH mengalami kecenderungan untuk naik sampai pada akhirnya turun pada sekitar hari ke-31. Kenaikan pH reactor 5 dan reactor 8 hampir sama, sedangkan reactor 2 sangat berbeda yaitu sangat lambat dan rendah. pH reactor 2 hampir stabil pada pH 5. Titik tertinggi pH terdapat pada nilai 6,65. Fluktuasi suhu tidak terlihat berhubungan dengan fluktuasi pH.
0
5
10
24
29
1
6
11
16
21
26
31
36
Suhu 7
Suhu 8
Suhu 9
pH 7
pH 8
pH 9
p H R e a k t o r S u h u R e a k t o rHari
ke-0C0
50
100
150
1 6 11 16 21 26 31 36 Reaktor 7 Reaktor 8 Reaktor 9 Harike-m
L
0
5
10
24
29
1 6 11 16 21 26 31 36Suhu 1 Suhu 4 Suhu 7
pH 1 pH 4 pH 7 p H R e a k t o r S u h u R e a k t o r
Hari
ke-0C0
50
100
1
6
11
16
21
26
31
36
Reaktor 1
Reaktor 4
Reaktor 7
Hari
ke-m
L
0
5
10
24
29
34
1
6
11
16
21
26
31
36
Suhu 2
Suhu 5
Suhu 8
pH 2
pH 5
pH 8
p H R e a k t o r S u h u R e a k t o rHari
ke-0C
Grafik 4.18b Produksi gas dari biodigester dengan katalisator rajangan enceng gondok pada jam 07.00
Untuk grafik 4.18b, terlihat awal mulai memproduksi biogas juga sangat variatif. Reactor 8 mulai lebih dulu yaitu pada sekitar hari ke-13, kemudian reactor 5 pada sekitar hari ke-23 dan terakhir reactor 2 pada hari ke-31. Dari ketiga biodigester juga menunjukkan produksi biogas yang beragam. Reactor 2 hanya sampai 10 mL, reactor 5 sampai sekitar 35 mL dan reactor 8 sampai 62 mL. Dan waktu berproduksi juga cukup beragam. Reactor 2 sampai 8 hari, reactor 5 sampai 17 hari dan reactor 8 sampai 21 hari. Hari pertama memproduksi biogas yang bervariasi antar ketiga reactor tersebut juga seiring dengan variasi nilai pH. Cepat atau lambatnya kenaikan pH juga seiring dengan produksi biogas yang ditunjukkan.
c. Katalisator berupa enceng gondok yang dihaluskan
Grafik 4.20a Suhu dan pH substrat dengan katalisator enceng gondok yang dihaluskan pada jam 07.00
Untuk grafik 4.20a, terlihat suhu berkisar antara 23-29 0C dan pH antara 4-7. Suhu cukup fluktuatif tapi tanpa kecenderungan untuk naik atau turun. pH mengalami kecenderungan untuk naik sampai pada akhirnya turun pada sekitar hari ke-33. Kenaikan pH reactor 9 paling cepat dibandingkan yang lain dan reactor 3 yang paling lambat, sedangkan reactor 6 berada di tengah-tengahnya. Titik tertinggi pH terdapat pada nilai 7,13. Fluktuasi suhu tidak terlihat berhubungan dengan fluktuasi pH.
Grafik 4.20b Produksi gas dari biodigester dengan katalisator enceng gondok yang dihaluskan pada jam 07.00
Untuk grafik 4.20b, terlihat awal mulai produksi biogas juga sangat variatif. Reactor 9 mulai lebih dulu yaitu pada sekitar hari ke-11, kemudian reactor 5 pada sekitar hari ke-17 dan terakhir reactor 3 pada hari ke-33. Dari ketiga biodigester juga menunjukkan produksi biogas yang beragam. Reactor 3 hanya sampai 20 mL, reactor 6 sampai sekitar 58 mL dan reactor 9 sampai 98 mL. Dan waktu berproduksi juga cukup beragam. Reactor 3 sampai 10 hari, reactor 6 sampai 20 hari dan reactor 9 sampai 28 hari.
Hari pertama produksi biogas yang bervariasi antar ketiga reactor tersebut juga seiring dengan variasi nilai pH. Cepat atau lambatnya kenaikan pH juga seiring dengan produksi biogas yang ditunjukkan.
4.3 Karakteristik masing-masing biodigester berdasarkan komposisinya
Dari analisa data yang ditampilkan dari grafik tersebut, dapat dihasilkan suatu tabel yang menunjukkan karakteristik khas yang dimiliki oleh setiap biodigester. Karaketeristik ini didapatkan dari perbandingan antar biodigester dengan criteria pengelompokan yang telah dijelaskan di atas yaitu berdasarkan volume starter yang secara tidak langsung menunjukkan volume limbah cair tahu yang digunakan dan yang kedua adalah pengelompokan berdasarkan katalisator yang digunakan.
Tabel 4.2 Karaketristik tiap biodigester sesuai dengan criteria pengelompokan
Kriteria pengelompokan
Rincian Karakteristik
Volume starter
0,5 L • Suhu, sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, berkisar antara 24-32 0C
• pH, antara 4-6, dan terus naik, kenaikannya lambat • digestion time, sangat lama
karena volume limbah cair tahu yang dominan, mulai memproduksi biogas pada hari ke-30, sampai pada hari ke-40 masih memproduksi gas tapi sedikit
• produksi biogas, sangat lambat dan rendah, laju produksi 1,7mL/hari selama 10 hari
1,5 L • Suhu, 23-32 0C
• pH 4-7
• digestion time, mulai berproduksi pada hari ke-15 • produksi biogas, cukup
tinggi dan cepat, 2,5 mL/hari, mampu berproduksi selama 20 hari
3 L • Suhu, antara 26-32 0C
• pH, kenaikannya sangat cepat daripada yang lain, antara 4-7,18
• digestion time, mulai berproduksi pada hari ke-10 • produksi biogas, 3,3
mL/hari, dengan lama 24 hari Katalisator yang digunakan Kangkung yang dihaluskan • Suhu, antara 26-31 0C • Kenaikan pH sangat bervariasi, berkisar antara 4-7
• digestion time, sangat bervariasi, ada yang cukup cepat dan ada yang sangat lambat yaitu ada yang mulai memproduksi gas pada hari
0
20
40
60
80
1
6
11
16
21
26
31
36
Reaktor 2
Reaktor 5
Reaktor 8
Hari
ke-m
L
0
5
10
22
27
32
1
6
11
16
21
26
31
36
Suhu 3
Suhu 6
p H R e a k t o r S u h u R e a k t o rHari
ke-0C
0
50
100
1
6
11
16
21
26
31
36
Reaktor 3
Reaktor 6
Reaktor 9
Hari
ke-m
L
ke-11, hari ke-15, hari ke-30 • produksi biogas juga sangat bervariasi, sukup tinggi, 3
mL/hari, mampu berproduksi selama 15 hari
Enceng gondok yang dirajang
• Suhu, 25-32 0
C
• pH sangat bervariasi, sangat fluktuatif, antara 4-5
• digestion time, sangat bervariasi, hari ke-11, hari ke-21, hari ke-30
• produksi biogas, 1,9 mL/hari, mampu berproduksi selama 20 hari
Enceng gondok yang dihaluskan
• Suhu, 26-32 0C
• pH, 4-7,18, kenaikan cukup cepat
• digestion time, sangat bervariasi, hari ke-11, hari ke-15, hari ke-30
• produksi biogas, 2,8 mL/hari, mampu berproduksi selama 20 hari
4.2.4 Uji nyala api
Gambar 4.2 Foto pengujian nyala api
Seperti terlihat, bahwa terjadi api yang cukup besar yaitu dengan panjang sekitar 10 cm padahal api awal yang berasal dari korek api, panjangnya hanyalah sekitar 1 cm. Ini menunjukkan bahwa terdapat bahan yang membuat api tersebut dapat semakin besar. Sesuai dengan teori yang ada, untuk tekanan gas memang cukup kecil. Ini terbukti juga pada saat pengambilan gelas ukur yang berisi gas dari toples yang terrendam air, tanpa menutup gelas ukur, ternyata gas metana di dalamnya tidak serta merta hilang. Dan ketika dilakukan uji nyala, baru setelah beberapa lama, api tidak lagi hanya menuju ke atas gelas ukur tapi juga ke samping, yang menunjukkan adanya gas yang mulai keluar.
V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian dan pengujian yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Telah dirancang biodigester anaerobik untuk mengolah limbah cair tahu
2. Berdasarkan variasi volume starter, produksi biogas terbaik ditunjukkan oleh substrat dengan volume starter 3 L yaitu 3,3 mL/hari dengan kemampuan berproduksi selama 24 hari. Kemudian diikuti oleh starter 1,5 L yaitu 2,5 mL selama 20 hari dan terakhir starter 0,5 L yaitu 1,7 mL selama 10 hari.
3. Berdasarkan variasi jenis katalisator yang digunakan, produksi biogasterbaik ditunjukkan oleh substrat dengan jenis katalisator enceng gondok yang dihaluskan yaitu 2,8 mL/hari selama 20 hari. Selanjutnya diikuti oleh substrat dengan jenis katalisator kangkung yang dihaluskan yaitu 3 mL/hari selama 15 hari dan
terakhir substrat dengan jenis katalisator enceng gondok yang dirajang yaitu 1,9 mL/hari selama 20 hari.
4. Berdasarkan variasi yang digunakan, volume limbah cair tahu lebih berpengaruh daripada jenis katalisator. Dengan rata-rata bekerja pada kisaran suhu dan pH yang sama yaitu suhu 26 0C s/d 32 0C dan pH 4 s/d pH 7.
5.2 Saran
Saran yang bisa disampaikan adalah perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan performansi produksi biogas dari limbah cair tahu, baik dari sisi substrat berupa penambahan bahan lain atau yang lain maupun teknologi yang digunakan. Dan juga penelitian tentang kuantitas emisi siklus bahan bakar dari sistem biogas dengan bahan baku berupa limbah cair tahu.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] Amaru, K., 2004. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Biodigester Plastik Polyethilene Skala Kecil. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
[2] Castillo, Edgar F.,Diego.E.C.,Victor,A.A., 2005.”Study of the Operational Condition for Anaerobic Digestion of Urban Solid Wastes”.Elsevier.Colombia
[3] Biogas Skala Rumah Tangga. Departemen Pertanian. 2006. Jakarta
[4] Borjesson, Pal dan Maria berglund.2006.”Environmental Analysis of Biogas Systems-Part I:Fuel Cycle Emission”.Elsevier.Sweden
[5] Kumar, K.Vinoth,.2005.”Plastic Biodigester-A Systematic Study”.Elsevier.India
[6] Hasan, Fadil N.2009.Analisa Performansi Produksi Biogas pada Digester Anaerob Ditinjau dari Substratnya. Tugas Akhir Teknik Fisika. ITS. Surabaya
[7] Bernard, O., Hadj S., Z., Dochain, D., Genovesi, A., Philippe S, J. 2000. Dynamical model development and parameter identification for an anaerobic wastewater treatment process.Australia.
[8]http://extension.missouri.edu/publications/DisplayPub.aspx?P = G1881
[9] Gerardi, M.H., 2003. The Microbiologi of Anaerobic Digester. Canada.
[10] Said, Nusa Idaman dan Heru Dwi Wahjono, 1999. Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu-Tempe dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Direktorat Teknologi Lingkungan Deputi Bidang Teknologi, Informasi, Energi, Material dan Lingkungan BPPT. Jakarta
[11] Darsono, V. 2007. Pengolahan Limbah Cair tahu Secara Anaerob dan Aerob. Universitas Atmajaya Yogyakarta. Yogyakarta
[12]Mukti, A.Muhtar. 2008. Penggunaan Tanaman Enceng Gondok sebagai Pre-Treatment Pengolahan Air Minum pada Air Selokan Mataram. Tugas Akhir Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta
[13] K, Indrajati, Poppy Hartatie H, Imelda Inge L. 2005. Studi Kandungan Logam Pb dalam Tanaman Kangkung Umur 3 dan 6 Minggu yang Ditanam di Media yang Mengandung Pb. Universitas Suarabaya. Surabaya