3.1. Paradigma
Thomas Kuhn memaparkan paradigma merupakan konsep yang didalamnya mengungkapkan pandangan umum arus perkembangan ilmu pengetahuan. Paradigma ini merupakan cara mengetahui realitas sosial yang dikonstruksi oleh cara berpikir yang kemudian menghasilkan dasar pemikiran yang spesifik. Paradigma ini meliputi asumsi – asumsi tentang berbagai hal dari dunia (realitas) yang dihubungkan dengan berbagai aspek yang lain untuk menemukan solusi dan menemukan jawaban yang pasti.1
Secara formal, paradigma didefinisikan sebagai suatu pandangan dunia dan model konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat ilmiah yang menentukan cara mereka dalam meneliti. Paradigma ini akan menentukan kualitas pertanyaan peneliti dan jenis data seperti apa yang akan menghasilkan jawaban.2
Wimmer dan Dominick menyebutkan bahwa pendekatan dengan paradigma berarti mengandung seperangkat teori prosedur dan asumsi yang diyakini tentang bagaimana peneliti melihat dunia.3 Paradigma adalah dasar cara pandang manusia dalam berfikir, menginterpretasikan, memahami sesuatu yang
1 Umiarso Elbandiansyah. Interaksionisme Simbolik. Jakarta. 2014
2 Andi Bulaeng. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta : Andi.Hal 2 3 Rachmat Krisyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi. Prenada Media Goup. 2006. Hal 48
ditangkap oleh panca indera, yang mampu melakukan sebuah penelitian yang akan menghasilkan sebuah pengetahuan baru.4
Bogdan dan Taylor mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh.
Penelitian ini berlandaskan paradigma konstruktivisme yang berpandangan bahwa pengetahuan itu bukan hanya hasil pengalaman terhadap fakta, tetapi juga merupakan hasil penggambaran konstruksi pemikiran subjek yang diteliti. Pengenalan manusia terhadap relitas sosial berpusat pada subjek dan bukan pada objek, hal ini membuktikan bahwa hasil penelitian bukan hanya hasil pengalaman semata, tetapi juga merupakan hasil konstruksi oleh pemikiran. 3.2. Tipe Penelitian
Penelitian ini bertipe deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memberikan uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan khusus terhadap objek yang diteliti.5
Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang menggambarkan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah, membuat perbandingan dan evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain
4 Elvi Ardianto, Bambang Q-Aness. Filsafat Ilmu Komunikasi. Simbiosa Rekatama Media. 2007. Hal 155
dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.6
Pendekatan kualitatif merupakan konseptual untuk menemukan, mengidentifikasi, mengolah dan menganalisis dokumen untuk memahami pristiwa dan makna. Dengan pendekatan kualitatif, penelitian mendekati makna dan ketejaman analisis- logis dengan cara menjauhi statistik.7
Secara sederhana berdasarkan perspektif holistic (utuh) dapat dipahami bahwa penelitian ini mengamati subjek penelitian ke dalam analisa makna simbolik jasa pembela di persidangan kasus kopi sinida sercara menyeluruh. Hal ini dilakukan agar peneliti memperoleh pemahaman utuh terhadap makna-makna simbolik dari jaska pembela di kasus persidangan kopi sianida yang disiarkan oleh I-News Tv.
3.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis semiotik Roland Barthes. Barthes mengembangkan semiotka menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan tingkat konotasi. Tingkat denotasi menjelaskan hubungan penandan dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti. Sedangkan tingkat konotasi menjelaskan bahwa hubungan penanda dan petanda, didalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti.
6 Jalaluddin Rakhmat. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. 2007. Hal 24 7 Burhan Bungin. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta. 2004. Hal 147
Pemaknaan ini membutuhkan keterlibatan aktif pembaca dan kompetensi kultural yang mereka gunakan dalam pembacaan teks serta gambar. Tujuannya agar untuk sementara waktu dapat dipastikan maknanya demi kepentingan tertentu.
Sesuai dengan semiotika Roland Barthes, jika kita hendak menemukan maknanya, maka yang harus pertama dilakukan adalah data dimaknakan secara denotatif yang kemudian baru dimaknakan secara konotatif. Langkah terakhir adalah memaparkan mitos yang tersirat jika dalam proses analisisnya terdapat mitos dalam data tersebut.
Dalam persidangan kasus kopi sianida ini khususnya pertanyaan dan pernyataan yang disampaikan oleh Jaksa pembela banyak mengandung makna yang tersirat dalam setiap ucapan dari Jaksa pembela, dan ini merupakan objek peneliti untuk mengungkap makna simbolik dalam persidangan kasus kopi sianida yang disiarkan I-News Tv dalam breaking news.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan adalah sebagi berikut :
a. Data Primer
Data primer adalah data utama yang menjadi materi penelitian oleh peneliti. Dalam penelitian ini adalah hasil pengamatan dari video penayangan kasus persidangan kopi sianida yang mengandung makna simbolik dari komunikasi verbal dan nonverbal Jaksa Pembela, Otto Hasibuan.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperlukan untuk menunjang data dalam penelitian ini, selain melihat dan mempelajari tayangan persidangan kasus kopi sianida, peneliti juga melalukan studi kepustakaan, yaitu membaca koran, media online, tayangan pembahasan mengenai persidangan kasus kopi sianida dan refrensi dari berbagai sumber yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti guna melengkapi data yang sudah ada.
3.5. Unit Analisis Data
Unit analisis data dalam penelitian ini adalah isi video tayangan persidangan kasus kopi sianida dari persidangan ke 17 pada 1 September 2016 sampai sidang akhir 27 Oktober 2016 berupa audio dan visual dengan spesifikasi komunikasi verbal dan nonverbal dari Jaksa pembela, Otto Hasibuan.
Berikut ini adalah jadwal persidangan kasus kopi sianida ini dengan nomor perkara 777/Pid.B/2016/PN JKT.PST:8
Persidangan Ke -
Ke -
Hari / Tanggal : Agenda Sidang
17 Kamis, 1 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli psikologi forensik, dr. Sarlito Wirawan
18 Senin, 5 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli patologi, Prof Beng Beng Ong 19 Rabu, 7 September 2016 Mendengarkan keterangan saksi Ir Hartanto Sukmono, Saeful
Hayat Kumahaka, serta ahli patologi forensik, Djaja Surya Atmaja. 20 Rabu, 14 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli kimia toksilogi, dr. Budiawan 21 Kamis,15 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli IT & Psikiatri Klinis 22 Senin, 19 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli psikologi & ahli kriminolog 23 Rabu, 21 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli toksikologi forensik 24 Kamis, 22 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Univ Brawijaya 25 Senin, 26 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Univ Islam
Indonesia & saksi fakta
26 Rabu, 28 September 2016 Mendengarkan kesaksian terdakwa,Jessica Kumala Wongso 27 Rabu, 5 Oktober 2016 Tuntutan jakasa penuntut umum
28 Rabu, 12 Oktober 2016 Pembacaan Pembelaan (Pledoi) dari Penasehat Hukum Terdakwa dan Terdakwa
29 Senin, 17 Oktober 2016 Pembacaan Replik dari Jakasa Penuntut Umum 30 Kamis, 20 Oktober 2016 Pembacaan Duplik dari Penasehat Hukum Terdakwa 31 Kamis, 27 Oktober 2016 Pembacaan putusan sidang
8 http://sipp.pn-jakartapusat.go.id/list_jadwal_sidang/
3.6. Teknik Analisis Data
Data-data yang ada dalam penelitian ini yaitu isi video tayangan tayangan persidangan kasus kopi sianida yang berisi komunikasi verbal dan nonverbal dari Jaksa Pembela, Otto Hasibuan akan dianalisis menurut semiotik dua tahap milik Roland Barthes yaitu denotasi dan konotasi serta akan berkembang menjadi mitos jika dalam data tersebut mengandung unsur mitos lalu diolah secara kualitatif untuk menentukan makna simbolik dari data tersebut.
Menurut Bogdan dan Biklen dalam Nasution, dalam penelitian kualitatif dapat dibedakan dalam garis besar 3 fase yaitu : tahap orientasi, tahap eksplorasi, dan tahap member check.9
Dalam penelitian ini 3 tahap yang akan dilakukan peneliti untuk menganalisis isi video tayangan persidangan kasus kopi sianida yang berisi komunikasi verbal dan nonverbal dari Jaksa Pembela, Otto Hasibuan, yaitu :
1. Tahap Orientasi
Pada tahap ini, peneliti mengamati seluruh isi tayangan persidangan kasus kopi sianida dari 15 Juni sampai 27 Oktober 2016 dari sisi audio dan visual.
2. Tahap Eksplorasi
Tahap ini peneliti menfokuskan pada tanda-tanta verbal dan nonverbal saat pernyataan dan pertanyaan disampaikan oleh Jaksa pembela, Otto Hasibuan
yang mengandung makna denotasi dan konotasi. Peneliti hanya menfokuskan pada persidangan di bulan September hingga Oktober karena persidangan ini mendekati putusan sidang yang dilangsungkan pada 27 Oktober 2016. Dengan jadwal sebagai berikut :
Persidangan Ke - Ke -
Breaking News Edisi : Agenda Sidang
17 Kamis, 1 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli psikologi forensik, dr. Sarlito Wirawan
18 Senin, 5 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli patologi, Prof Beng Beng Ong 19 Rabu, 7 September 2016 Mendengarkan keterangan saksi Ir Hartanto Sukmono, Saeful
Hayat Kumahaka, serta ahli patologi forensik, Djaja Surya Atmaja. 20 Rabu, 14 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli patologo forensic Gatot Susilo
dan ahli kimia toksilogi, dr. Budiawan 21 Kamis,15 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli IT & Psikiatri Klinis 22 Senin, 19 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli psikologi & ahli kriminolog 23 Rabu, 21 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli toksikologi forensik 24 Kamis, 22 September
2016 Mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Univ Brawijaya 25 Senin, 26 September 2016 Mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Univ Islam
Indonesia & saksi fakta
26 Rabu, 28 September 2016 Mendengarkan kesaksian terdakwa,Jessica Kumala Wongso 27 Rabu, 5 Oktober 2016 Tuntutan jaksa penuntut umum
28 Rabu, 12 Oktober 2016 Pembacaan Pembelaan (Pledoi) dari Penasehat Hukum Terdakwa dan Terdakwa
29 Senin, 17 Oktober 2016 Pembacaan Replik dari Jakasa Penuntut Umum 30 Kamis, 20 Oktober 2016 Pembacaan Duplik dari Penasehat Hukum Terdakwa 31 Kamis, 27 Oktober 2016 Pembacaan putusan sidang
3. Tahap Member Check
Hasil pengamatan dan penelitian yang terkumpul segera dianalisis lalu dituangkan dalam bentuk laporan dengan menggunakan pendekatan analisis semiotik Roland Barthes.
Barthes mengembangakan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes ,menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja :10
1. Signifier (penanda)
2. Signified (pertanda) 3. Denotative sign (tanda denotatif) 4. Connotative signifier (penanda
konotatif)
5. Connotative signified (pertanda konotatif) 6. Connotative Sign (tanda konotatif)
Dari peta Barthes diatas dapat dilihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan pertanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda
10 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Bandung. 2009. Hal 69
Gambar 3.1 Peta Tanda Roland Barthes
denotatif juga penanda konotatif (4). Denotasi menurut Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Denotasi merupakan makna yang sebenarnya – benarnya, yang disepakati bersama secara sosial yang dirujuk pada realitas.