• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN L ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

1

OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR

JANTAN ORCHIDECTOMY

IVONNE KURNIAWAN

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

(2)

TESIS

PEMBERIAN L – ARGININ DAN TESTOSTERON

UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC

OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR

JANTAN ORCHIDECTOMY

IVONNE KURNIAWAN 1490761019

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)

PEMBERIAN L – ARGININ DAN TESTOSTERON

UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC

OXIDE PADA TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR

JANTAN ORCHIDECTOMY

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IVONNE KURNIAWAN 1490761019

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 31 Mei 2016

Mengetahui Pembimbing I

Prof. DR. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And. FAACS NIP. 194612131971071001

Pembimbing II

Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK NIP. 194606191976021001

Ketua Program Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana

DR. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., Sp. GK NIP. 1958052119850310

Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana

Prof.DR.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001

(5)

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji

Program Pascasarjana Universitas Udayana Pada Tanggal : 31 Mei 2016

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : /UN.14.4/HK/2016 Tanggal : 31 Mei 2016

Panitia Penguji Tesis adalah:

Ketua : Prof. Dr. dr.Wimpie Pangkahila, Sp.And., FAACS Sekretaris : Prof.dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK

Anggota :

1.Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And 2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD – KEMD 3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, Msc., Sp. GK

(6)

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : dr. Ivonne Kurniawan

NIM : 1490761019

Program Studi : Magister Ilmu Biomedik (Anti Aging Medicine)

Judul : Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Wistar Jantan Orchidectomy

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini , maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang – undang yang berlaku.

Denpasar, 31 Mei 2016 Yang membuat pernyataan, (dr. Ivonne Kurniawan)

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala berkat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian untuk penyusunan tesis yang berjudul Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral Meningkatkan Nitric Oxide Pada Tikus (Rattus Norvegicus) Wistar Jantan Orchidectomy.

Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang telah dijalankan oleh penulis untuk memperoleh gelar Magister pada program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana.

Terima kasih kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) sebagai Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A sebagai Asdir I dan Prof. Dr. Ir. Ketut Budi Susrusa, MS sebagai Asdir II yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAAC sebagai pembimbing I dan Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK sebagai pembimbing II, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu selama penulis mengikuti pendidikan serta bimbingan, saran dan motivasi yang sangat besar manfaatnya dalam penelitian selama penyusunan tesis ini.

(8)

Ucapan terima kasih secara tulus juga penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp. And, sebagai dosen dan penguji tesis, dengan sabar memberikan dorongan, semangat dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

2. Prof. Dr. dr. A. A. Gede Budhiarta, Sp. PD – KEMD, sebagai dosen dan penguji tesis yang membimbing dan memberi masukan yang kritis serta pengajaran yang sangat dirasakan manfaatnya oleh penulis selama penyusunan tesis ini.

3. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc,Sp.GK, sebagai Ketua Program Studi dan penguji tesis yang membimbing dan memberi saran ilmiah serta koreksi kepada penulis selama penyusunan tesis ini.

4. Prof. Dr. Ir. Ida Bagus Putra Manuaba, M. Phil sebagai Kepala UPT Laboratorium Analitik Universitas Udayana, yang telah membantu penulis untuk analisis laboratorium selama penelitian.

5. Ferbian, S.KH yang telah membantu selama penulis melakukan penelitian di Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana serta memberikan bantuan terutama dalam statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam menyusun tesis ini.

6. Seluruh dosen program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana

(9)

Universitas Udayana yang telah meluangkan waktu untuk memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti pendidikan.

7. Seluruh staff program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana untuk bantuan yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan dan menyelesaikan tesis.

8. Teman – teman angkatan IX program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana atas doa, semangat, dukungan dan persahabatan yang diberikan kepada penulis baik selama pendidikan maupun dalam penyusunan tesis.

9. Keluarga tercinta, orang tua (Henry Kurniawan dan Steffi Kurniawan), adik (dr. Anthony Kurniawan, MPH), calon suami (Herry Santosa, BSc) atas doa, cinta, dukungan, dan perhatian yang luar biasa selama penulis menjalani pendidikan dan menyelesaikan tesis.

Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk masyarakat pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang Anti Aging Medicine pada khususnya. Dan semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan rahmatNya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Damai dan kasih Tuhan beserta kita semua.

Denpasar, Mei 2016 Penulis

(10)

ABSTRAK

PEMBERIAN L – ARGININ DAN TESTOSTERON UNDEKANOAT ORAL MENINGKATKAN NITRIC OXIDE PADA TIKUS (Rattus

norvegicus) WISTAR JANTAN ORCHIDECTOMY

Dalam proses penuaan terjadi penurunan level hormon, salah satunya yaitu hormon testosteron yang berperan penting dalam fungsi reproduksi dan seksual. Hormon testosteron dapat bekerja pada organ sasaran melalui Androgen Receptor (AR) dan efektor intrasel. AR merupakan salah satu protein yang berikatan dengan DNA dengan mengatur transkripsi gen. Testosteron yang berikatan dengan AR mempengaruhi fungsi endotel melalui neuron Non Adrenergic Non Cholinergic yang melepaskan NO, kemudian meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate yang menyebabkan relaksasi otot polos arteri kavernosa serta meningkatkan aliran darah penis. Pada pembuluh darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). L – Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh NOS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian L – Arginin dan testosteron undekanoat oral terhadap peningkatan kadar NO pada tikus wistar jantan orchidectomy.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan completely randomized post test only control group design yang menggunakan 28 ekor tikus wistar jantan berumur 5 – 6 bulan yang di orchidectomy, selama 14 hari, terbagi menjadi 4 kelompok masing – masing berjumlah 7 ekor, kelompok kontrol (P0) diberikan plasebo, kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan L – Arginin, kelompok perlakuan 2 (P2) diberikan testosteron undekanoat oral selama dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberikan L – Arginin dan testosteron undekanoat oral.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata kadar NO kelompok P0 adalah 417,29±63,823 μM, kelompok P1 adalah 684,71±79,747μM, kelompok P2 adalah 754,54±64,296μM dan kelompok P3 adalah 1156,95±167,904μM. Analisis kemaknaan dengan One Way Anova menunjukkan bahwa nilai p = 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa 4 kelompok setelah diberikan perlakuan selama 14 hari memiliki rerata kadar NO yang signifikan (p<0,01). Uji lanjutan untuk mengetahui perbedaan individual antar kelompok dengan menggunakan Least Significance Difference test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0 dengan P1, P2 dan P3 (p<0,01), tidak terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P1 dengan P2 (p>0,05) dan terdapat perbedaan signifikan antara kelompok P0, P1 dan P2 dengan P3 (p<0,01).

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kelompok yang diberikan gabungan L – Arginin dan testoteron undekanoat oral memiliki peningkatan kadar NO yang signifikan dibandingkan kelompok yang diberikan L – Arginin saja dan kelompok yang diberikan testoteron undekanoat oral saja (p<0,05).

Kata kunci: Tikus wistar jantan orchidectomy, Nitric Oxide, Testosteron undekanoat oral, L – Arginin

(11)

ABSTRACT

ORAL ADMINISTRATION OF L – ARGININE AND TESTOSTERONE UNDECANOATE INCREASED NITRIC OXIDE LEVEL IN ORCHIDECTOMY MALE WISTAR RATS (Rattus norvegicus)

Aging process decreased hormone levels such as a decreased of testosterone levels that is important in reproductive and sexual function. Testosterone worked on the target organs were the existence and proper functioning of the Androgen Receptor (AR) and intrasel effectors. AR is one of the proteins that will bind to DNA which regulated the transcription of gens work. Testosterone that bind with AR affected endothelial function through neuron Non Adrenergic Non Cholinergic which released NO then increased the levels of cyclic Guanosine Mono Phosphate that caused smooth muscle relaxation of the arterial cavernous penile blood flow. On blood vessels, under normal circumstances NO was produced by Nitric Oxide Synthase (NOS). While L – Arginine is the precursor for the synthesis of Nitric Oxide that is made by Nitric Oxide Synthase. The purpose of this research was to determine L – Arginine and testosterone undecanoate increased Nitric Oxide level in orchidectomy male wistar rats.

The study was an experimental study using completely randomized post test only control group design that used 28 male wistar rats (post orchidectomy for 5 – 6 months) for 14 days which were divided into 4 groups, each with 7 rats, first group as the control group (P0) was given placebo, second group as first treatment group (P1) was given L – Arginine, third group as second treatment group (P2) was given testosterone undecanoate and fourth group as third treatment group (P3) was given L – Arginine and testosterone undecanoate.

The results showed that the mean Nitric Oxide level of P0 group was 417,29±63,823 μM, P1 group was 684,71±79,747μM, P2 group was 754,54±64,296μM and P3 group was 1156,95±167,904μM. Comparability test with One Way Anova showed that the value of p = 0.000. It showed that 4 groups after L – Arginine and testosterone undecanoate administration for 14 days have the mean of Nitric Oxide level was significantly different (p<0,01). The advanced test to find out individual differences between groups using Least Significance Difference test shows that there are significant differences between P0 group and P1, P2, P3 groups (p<0,01), no significant differences between P1 group and P2 group (p>0,05), and significant differences between P0, P1, P2 groups and P3 group (p<0,01).

Based on the above research result, it can be concluded that oral combined administration of L – Arginine and testosteron undecanoate have a significant differences of Nitric Oxide level, compared to single administration of L – Arginine and testosteron undecanoate (p<0,05).

Keywords: Orchidectomy male wistar rats, Nitric Oxide, Orally testosterone undecanoate, L – Arginine.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PRASYARAT GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v

UCAPAN TERIMA KASIH ... vi

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR SINGKATAN ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

(13)

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

2.1 Penuaan (Aging) ... 6

2.1.1 Definisi Penuaan ... 6

2.1.2 Tanda – tanda Penuaan ... 8

2.1.3 Mekanisme Pada Penuaan ... 10

2.2 Nitric Oxide (NO) ... 13

2.2.1 Definisi NO ... 13

2.2.2 Sintesis NO ... 13

2.2.3 Pengukuran NO ... 14

2.2.4 Pengaruh NO Pada Korpus Kavernosum ... 18

2.3 Hormon Testosteron ... 21

2.3.1 Deskripsi Testosteron ... 21

2.3.2 Testosteron Pada Sirkulasi ... 22

2.3.3 Sekresi Testosteron ... 24

(14)

2.3.5 Kontrol Fungsi Testosteron ... 26

2.3.6 Pengukuran Hormon Steroid pada Laki – laki ... 27

2.3.7 Efek dan Fungsi Testosteron ... 28

2.3.8 Hubungan Testosteron dan NO Pada Disfungsi Ereksi ... 32

2.4 Terapi Sulih Testosteron (Testosterone Replacement Therapy) ... 33

2.4.1 Definisi Terapi Sulih Testosteron ... 33

2.4.2 Testosteron Undekanoat ... 35

2.5 L – Arginin ... 38

2.5.1 Deskripsi L – Arginin... 38

2.5.2 Metabolisme L – Arginin ... 39

2.6 Hubungan Testosteron dan L – Arginin dengan NO ... 41

2.7 Orchidectomy ... 45

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ... 47

3.1 Kerangka Berpikir ... 47

3.2 Konsep Penelitian ... 48

3.3 Hipotesis Penelitian ... 49

BAB IV METODE PENELITIAN ... 50

(15)

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 51

4.2.1. Tempat penelitian ... 51

4.2.2. Waktu penelitian ... 52

4.3 Penentuan Sumber Data ... 52

4.3.1 Populasi Penelitian ... 52

4.3.2 Kriteria Subjek ... 52

4.3.3 Penentuan Jumlah Sampel ... 53

4.3.4 Teknik Penentuan Sampel ... 54

4.4. Variabel Penelitian ... 55 4.4.1 Identifikasi Variabel 55 4.4.2 Klasifikasi Variabel ... 55

4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 55

4.4.4 Hubungan Antar Variabel ... 57

4.5 Bahan dan Alat Penelitian ... 57

4.6 Prosedur Penelitian ... 59

4.6.1 Sebelum perlakuan ... 59 4.6.2 Pelaksanaan Perlakuan 59 4.6.3 Prosedur Pengambilan Darah Tikus ... 61

4.6.4 Cara Pelaksanaan Orchidectomy ... 62

(16)

4.8 Analisis Data ... 64

BAB V HASIL PENELITIAN ... 65

5.1 Analisis Deskriptif ... 65 5.2 Uji Normalitas ... 66 5.3 Uji Homogenitas ... 67 5.4 Analisis Komparabilitas ... 68 BAB VI PEMBAHASAN ... 73 6.1 Subjek Penelitian ... 73

6.2 Pengaruh Pemberian L – Arginin ... 73

6.3 Pengaruh Pemberian Testosteron Undekanoat Oral ... 74

6.4 Pengaruh Pemberian L – Arginin dan Testosteron Undekanoat Oral ... 75

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 77

7.1 Simpulan ... 77

7.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(17)

Tabel 2.1 Waktu Paruh NO dan Produknya ... 15

Tabel 2.2 Kadar Hormon Normal pada Laki – laki Dewasa ... 28

Tabel 5.1 Hasil Analisis Deskriptif Data Kadar NO ... 66

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas Data Kadar NO Antar Kelompok ... 67

Tabel 5.3 Hasil Uji Homogenitas Data Kadar NO Antar Kelompok ... 67

Tabel 5.4 Perbandingan Rerata Kadar NO Antar Kelompok Setelah Perlakuan ... 68

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Molekul NO ... 13

Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis NO ... 14

Gambar 2.3 Pembentukan NO Dalam Darah dan Jaringan ... 16

Gambar 2.4 Mekanisme Ereksi ... 20

Gambar 2.5 Struktur Testosteron ... 22

Gambar 2.6 Skematik Testosteron Total ... 23

Gambar 2.7 Jalur Biosintesis Testosteron ... 26

Gambar 2.8 Mekanisme Testosteron pada Ereksi Penis ... 33

Gambar 2.9 Rumus Bangun Testosteron Undekanoat ... 35

Gambar 2.10 Struktur Kimia L – Arginin ... 39

Gambar 2.11 Metabolisme L – Arginin ... 39

Gambar 2.12 Hubungan Testosteron dan L – Arginin dengan NO ... 44

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 48

Gambar 4.1 Skema Rancangan Penelitian ... 50

(19)

Gambar 4.3 Alur Penelitian... 63 Gambar 5.1 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P0

dengan P1, P2 dan P3 ... 70 Gambar 5.2 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P1

dengan P2 ... 71 Gambar 5.3 Grafik Perbedaan Rerata Kadar NO antar Kelompok P3

(20)

DAFTAR SINGKATAN

AAM : Anti Aging Medicine

AAAM : American Academy of Anti Aging Medicine

ADMA : Asymmetric Di Methyl Arginine

ANH : Atrial Natriuretic Hormone

AR : Androgen Receptor

BH4 : Tetrahydrobiopterin

(21)

cGMP : cyclic Guanosine Mono Phosphate

DBD : DNA Binding Domain

DHEA : Dehydroepiandrosterone

DHEAS : Dehydroepiandrosteronesulphate

DNA : Deoxyribo Nucleic Acid

EDRF : Endothelium Derived Relaxing Factor

eNOS : endothelial Nitric Oxide Synthase

ER : Estrogen Receptor

H

2O2 : Hydrogen Peroxide

iNOS : inducible Nitric Oxide Synthase

LBD : Ligand Binding Domain

LNMA : L – Mono Methyl Arginine

LSD : Least Significance Difference

NADPH : Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphat Hydrogen

NANC : Non Adrenergic Non Cholinergic

NO : Nitric Oxide

(22)

nNOS : neuronal Nitric Oxide Synthase NR : Nuclear Receptor NTD : N-Terminal Domain OH : Ovario Hysterectomy ONOO- : Peroxynitrite O 2 : Superoxide

PDE5 : Phospho Di Esterase – 5

PKG1 : Protein Kinase G – 1

PTH : Para Thyroid Hormone

SHBG : Sex Hormon Binding Globulin

SR : Steroid Receptor

StAR : Steroidogenesis Acute Regulatory

T3 : Triiodothyronine

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ethical Clearance ... 83 Lampiran 2 Surat Keterangan Fakultas Kedokteran Hewan Udayana ... 84 Lampiran 3 Tabel Nilai Konversi Usia Tikus Terhadap Manusia ... 85 Lampiran 4 Tabel Nilai Konversi Dosis Hewan dan Manusia ... 85 Lampiran 5 Hasil Laboratorium Analisis L – Arginin ... 86 Lampiran 6 Sediaan L – Arginin ... 87 Lampiran 7 Sediaan Testosteron Undekanoat Oral ... 87 Lampiran 8 Hasil Laboratorium Kadar Nitric Oxide ... 88 Lampiran 9 Analisis Deskriptif ... 90 Lampiran 10 Uji Normalitas ... 90 Lampiran 11 Uji Homogenitas ... 90 Lampiran 12 Analisis Komparabilitas ... 91

(24)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Setiap makhluk hidup memiliki kesempatan yang sama untuk menjalani siklus kehidupan. Lingkaran kehidupan dimulai dari pembuahan, perkembangan janin, kelahiran, tumbuh kembang, pubertas, dewasa hingga mengalami penuaan dan berakhir dengan kematian. Penuaan merupakan proses fisiologis yang dialami dan tidak dapat dihindari oleh seluruh mahluk hidup serta identik dengan gangguan kesehatan, penyakit degeneratif dan menurunnya kualitas hidup.

Upaya menghambat penuaan harus dilakukan secara dini sebelum munculnya gejala dan keluhan. Cukup besar angka kegagalan pengobatan dan perawatan untuk penuaan yang dialami terutama akibat adanya kerusakan organ sebelumnya sehingga berbagai penatalaksanaan medis menjadi tidak maksimal dan organ tidak dapat kembali optimal bahkan tidak berfungsi sama sekali. Sebagian besar ahli awalnya berpendapat bahwa tanda dan keluhan penuaan muncul setelah memasuki umur 40 tahun. Namun tanda – tanda penuaan sudah terlihat pada akhir umur 30 tahun dan bahkan pada usia yang lebih muda. (Muchtadi, 2009).

Pada proses penuaan terjadi penurunan fungsi dari berbagai sel atau organ tubuh sehingga secara alamiah seluruh komponen tubuh tidak dapat berkembang lagi. Terdapat dua faktor yang menyebabkan proses penuaan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal antara lain adalah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan

(25)

tubuh yang menurun dan gen, sementara faktor eksternal meliputi gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, stres dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).

Anti Aging Medicine (AAM) yang diperkenalkan pertama kali oleh American Academy of Anti Aging Medicine (AAAM) tahun 1993 adalah bagian dari ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan perbaikan kembali pada keadaan semula dari berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan untuk tujuan memperpanjang masa hidup agar selalu dalam keadaan sehat (Pangkahila, 2007).

Seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran yang semakin modern, khususnya di bidang ilmu kedokteran Anti Aging Medicine (AAM) membawa paradigma baru yang terdiri dari tiga konsep yaitu pertama, konsep ini menganggap bahwa penuaan dianggap suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari dan diobati sehingga dapat berfungsi kembali seperti keadaan semula dengan demikian manusia tidak lagi membiarkan begitu saja proses penuaan dengan segala macam keluhannya dan bila perlu mendapatkan pengobatan atau perawatan. Kedua, manusia bukanlah semacam orang hukuman yang terperangkap dalam takdir genetiknya. Ketiga, manusia mengalami keluhan atau gejala penuaan karena kadar hormonnya menurun, bukan karena sebaliknya (Pangkahila, 2011).

Hormon memiliki peranan yang sangat penting bahkan mutlak pada kehidupan manusia, bahkan sejak awal kehidupannya hormon sudah sangat

(26)

diperlukan dalam kehidupan. Hormon berasal dari bahasa Yunani “hormao” yang berarti bergairah atau bangkit. Hormon memberikan pengaruh melalui struktur kimianya yang unik yang dikenali oleh reseptor spesifik pada sel targetnya. Peran hormon yang sangat penting sehingga setiap terjadi gangguan hormon menyebabkan terjadinya berbagai keluhan baik bersifat fisik maupun psikis (Pangkahila, 2011).

Perubahan kadar hormon yang terjadi dengan bertambahnya usia seringkali tidak diperhatikan, bukan hanya oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh dokter sehingga seringkali penanganannya hanya secara simptomatik dan menganggap keluhannya sebagai keluhan yang biasa terjadi sehingga penanganannya tidak kausatif, terutama terjadi karena dokter masih berpegang pada paradigma konvensional (Pangkahila, 2011).

Banyak ditemukan pria berusia tua yang mengeluhkan gangguan pada fungsi reproduksi dan seksual. Penuaan pada organ reproduksi tidak terlepas dari efek penurunan kadar hormon, diantaranya penurunan kadar hormon testosteron. Terjadinya kemunduran kesehatan pria yang disebabkan oleh karena penurunan kadar testosteron di dalam peredaran darah yang disebut juga dengan Andropause (Pangkahila, 2007).

Testosteron mempengaruhi fungsi endotel dengan adanya reseptor androgen dan enzim – enzim metabolisme testosteron pada sel endotel, antara lain 5 alfa – reduktase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron dan aromatase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi estradiol. Estradiol akan berikatan dengan Estrogen Receptor (ER) pada

(27)

sel endotel. Neuron Non Adrenergic Non Cholinergic (NANC) dan sel endotel melepaskan NO yang meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate (cGMP) (Sakka dan Yassin, 2010).

L – Arginin merupakan prekursor dalam sintesis NO yang dilakukan oleh Nitric Oxide Synthase (NOS). Mekanisme fisiologis ereksi pada penis diawali dengan adanya stimulasi seksual yang akan melibatkan pelepasan suatu senyawa NO, dari bagian penis yang disebut korpus kavernosum. NO akan mengaktifkan enzim guanylyl cyclase yang menyebabkan peningkatan senyawa cGMP, selanjutnya menyebabkan pelebaran pembuluh darah disekitar korpus kavernosum, sehingga darah mengalir ke penis dan menyebabkan pembesaran penis (ereksi). Senyawa cGMP diuraikan atau didegradasi oleh enzim yang bernama Phospho Di Esterase – 5 (PDE5) yang menyebabkan penis kembali pada ukuran semula (relaksasi penis) (Susanto, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

- Apakah pemberian L – Arginin meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy ?

- Apakah pemberian testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy ?

- Apakah pemberian L – Arginin dan testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy ?

(28)

1.3 Tujuan Penelitian

- Untuk membuktikan pemberian L – Arginin meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy.

- Untuk membuktikan pemberian testosteron undekanoat oral meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy. - Untuk membuktikan pemberian L – Arginin dan testosteron undekanoat oral

meningkatkan kadar Nitric Oxide tikus (Rattus norvegicus ) wistar jantan orchidectomy.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah

- Dari hasil penelitian diharapkan akan diperoleh informasi ilmiah mengenai efektivitas L – Arginin dan testosteron undekanoat oral terhadap peningkatan kadar Nitric Oxide tikus wistar jantan orchidectomy.

2. Manfaat Praktis

- Upaya penggalian dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran, serta memberikan informasi bahwa L – Arginin dan testosteron undekanoat oral dapat digunakan untuk menghambat penuaan pada testis dengan meningkatkan kadar Nitric Oxide.

(29)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan (Aging) 2.1.1 Definisi Penuaan

Perkembangan ilmu kedokteran, dalam hal ini Anti Aging Medicine (AAM) telah membawa konsep baru dalam dunia kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai penyakit sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, padahal usia sebenarnya bertambah. Dengan demikian penampilan dan kualitas hidupnya lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007).

Konsep dan definisi ilmu AAM pada awalnya diperkenalkan oleh American Academy of Anti Aging Medicine (AAAM) pada tahun 1993, definisinya adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat”. Berbagai upaya dilakukan untuk kaitannya dengan anti aging, diantaranya terapi sulih hormon, olah raga, nutrisi

(30)

dan estetika, bahkan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan kedokteran yang baru, dikembangkan pula cell therapy dan stem cell therapy untuk upaya anti aging (Pangkahila, 2007).

Penuaan berkaitan dengan ketidakmampuan akibat penurunan kapasitas baik fisik maupun mental. Penurunan tersebut mengenai berbagai sistem dalam tubuh seperti penurunan daya ingat, kelemahan otot, pendengaran, penglihatan, perasaan dan tampilan fisik yang berubah serta berbagai disfungsi biologis lainnya. Seiring dengan penuaan maka muncul pula berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes melitus, kanker, osteoarthritis dan demensia. Penyakit ini sering kali merupakan penyebab kematian utama di berbagai negara hingga merupakan fokus perhatian yang sangat tinggi di bidang kedokteran terutama cara pencegahan dan penanganannya (Goldsmith, 2008).

Usia harapan hidup manusia semakin meningkat berkat kemajuan yang pesat di bidang kesehatan. Peningkatan usia kronologis (pertambahan umur berdasarkan tahun kelahiran) tersebut tidak selalu diikuti oleh usia biologis, sehingga masalah – masalah kesehatan yang berkaitan dengan penuaan juga cenderung meningkat. Usia biologis yang mencerminkan perfoma fisiologis inilah yang menjadi pusat perhatian pada Anti Aging Medicine. Bidang ini memiliki konsep bahwa penuaan dianggap sebagai suatu penyakit, yang artinya dapat dicegah, diobati bahkan dikembalikan lagi seperti semula. Konsep ini mencerminkan adanya suatu paradigma baru yang sangat berkebalikan dengan pandangan umum yang telah ada sebelumnya, yaitu menjadi tua adalah takdir

(31)

manusia yang sudah digariskan dan karenanya tidak dapat ditolak (Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007).

2.1.2 Tanda – tanda Penuaan

Proses penuaan dimulai dengan menurunnya bahkan terhentinya fungsi berbagai organ tubuh. Akibat penurunan fungsi itu, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu (Pangkahila, 2007) :

1) Tanda fisik, antara lain massa otot berkurang, lemak meningkat, kulit berkerut, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja menurun dan sakit tulang.

2) Tanda psikis, antara lain menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung dan merasa tidak berarti lagi.

Akan tetapi proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung terlihat pada perubahan fisik dan psikis seperti di atas, melainkan terjadi secara perlahan – lahan dan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan, antara lain (Pangkahila, 2011):

1) Tahap Subklinik (Usia 25 – 35 tahun)

Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, GH dan estrogen. Pembentukan radikal bebas yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu, pada tahap ini orang merasa dan tampak normal, tidak mengalami gejala dan tanda penuaan. Pada umumnya, rentang usia

(32)

ini dianggap usia muda dan normal, padahal sebenarnya sudah mulai terjadi proses penuaan.

2) Tahap Transisi (Usia 35 – 45 tahun)

Selama tahap ini level hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak 1kg setiap beberapa tahun. Akibatnya, tenaga dan kekuatan terasa hilang, sedang komposisi lemak tubuh bertambah. Keadaan ini menyebabkan resistensi insulin, meningkatnya resiko penyakit jantung pembuluh darah dan obesitas. Pada tahap ini gejala mulai muncul, yaitu penglihatan dan pendengaran menurun, rambut putih mulai tumbuh, elastisitas dan pigmentasi kulit menurun, dorongan seksual dan bangkitan seksual menurun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak ekspresi genetik yang dapat mengakibatkan penyakit, seperti kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes.

3) Tahap Klinik (Usia 45 tahun ke atas)

Pada tahap ini penurunan level hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA, melatonin, GH, testosteron, estrogen dan hormon tiroid. Terjadi juga penurunan, bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral. Densitas tulang menurun, massa otot berkurang sekitar 1kg setiap 3 tahun, yang mengakibatkan ketidakmampuan membakar kalori, meningkatnya lemak tubuh dan berat badan. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. Ketidakmampuan menjadi faktor utama

(33)

sehingga mengganggu aktivitas sehari – hari. Disfungsi seksual merupakan keluhan yang penting dan mengganggu keharmonisan banyak pasangan.

Dengan melihat ketiga tahap ini, ternyata proses penuaan tidak selalu harus dinyatakan dengan gejala atau keluhan. Ini menunjukkan bahwa orang yang tidak mengalami gejala atau keluhan, bukan berarti tidak mengalami proses penuaan. Lebih jauh, ini dapat menjadi pegangan bahwa untuk mengatasi proses penuaan jangan menunggu sampai muncul gejala atau keluhan yang nyata (Pangkahila, 2011).

2.1.3 Mekanisme Penuaan

Proses yang melatarbelakangi terjadinya penuaan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, merupakan proses fisiologis atau patologis, proses terprogram atau peristiwa acak yang dipengaruhi lingkungan eksternal, kegagalan biologis semata atau kontribusi akumulasi kimiawi patologis. Oleh karena itu banyak teori mengenai penuaan bermunculan (Goldman dan Klatz, 2007).

Ada 4 teori pokok dari aging, yaitu: 1) Teori “wear and tear”

Tubuh dan selnya mengalami kerusakan karena sering digunakan dan disalahgunakan (overuse and abuse). Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan dan lingkungan, konsumsi berlebihan lemak, gula, kafein, alkohol dan nikotin, karena sinar ultraviolet dan stress fisik dan emosional. Tetapi kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel (Goldman dan Klatz, 2007).

(34)

2) Teori neuroendokrin

Teori ini menunjukkan keterlibatan hormon dan sistem saraf dalam proses penuaan. Hormon berfungsi untuk mengatur fungsi – fungsi organ tubuh. Satu hormon dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu fungsi dan satu fungsi dapat dikontrol oleh lebih dari satu hormon. Produksi hormon diatur oleh hipotalamus yang membentuk poros dengan hipofise dan organ tertentu yang kemudian mengeluarkan hormonnya. (Djuanda, 2005). Pada usia muda kadar hormon berada dalam kondisi optimal sehingga tercapai performa biologis yang prima dan berbagai organ tubuh dapat bekerja dengan baik. Secara umum dirasakan kemampuan kognitif, motorik, sensorik, mental dan seksual berada dalam keadaaan puncak sehingga dirasakan adanya kualitas hidup yang tinggi (Pangkahila, 2011). Produksi hormon mengalami perubahan ketika penuaan terjadi. Hormon tertentu mengalami penurunan seperti GH, Triiodothyronine (T3), testosteron, estrogen, renin, aldosteron, Dehydroepiandrosterone (DHEA) dan Dehydroepiandrosteronesulphate (DHEAS). Peningkatan kadar hormon juga terjadi pada penuaan seperti FSH, LH, vasopressin, insulin, Para Thyroid Hormone (PTH), Atrial Natriuretic Hormone (ANH) dan leptin. Ketidakseimbangan produksi hormon tersebut berpengaruh terhadap regulasi fungsi – fungsi tubuh dalam rangka pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan. Sehingga timbul berbagai keluhan yang dianggap sebagai gejala penuaan. Hubungan antara penuaan dan perubahan hormon terjadi timbal balik, yaitu proses penuaan mempengaruhi produksi hormon begitu

(35)

pula sebaliknya penurunan hormon yang menyebabkan timbulnya keluhan – keluhan penuaan (Djuanda, 2005; Pangkahila, 2007)

3) Teori Kontrol Genetik

Teori ini fokus pada genetik memprogram sandi sepanjang Deoxyribo Nucleic Acid (DNA), dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup (Goldman dan Klatz, 2007).

4) Teori Radikal Bebas

Teori lain yang mempercayai bahwa penuaan terjadi karena pengaruh eksternal dan bukan terprogram adalah teori radikal bebas. Penganut teori ini percaya bahwa penuaan berhubungan dengan akumulasi radikal bebas yang meningkat seiring dengan penuaan. Peningkatan radikal bebas menimbulkan kerusakan terhadap molekul – molekul organik seperti protein, DNA dan lemak. Kerusakan molekul tubuh lama – kelamaan akan bermanifestasi pada penyakit – penyakit berkaitan dengan usia tua seperti Alzheimer, aterosklerosis, kanker, Parkinson dan penurunan fungsi imun (Pangkahila, 2007).

(36)

2.2 Nitric Oxide (NO) 2.2.1 Definisi NO

NO adalah merupakan mediator penting pada proses fisiologis dan patologi tubuh. NO merupakan Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), untuk relaksasi otot polos pembuluh darah, mengakibatkan vasodilatasi dan meningkatkan aliran darah (Cerielo, 2008).

Gambar 2.1 Molekul NO (Hala et al., 2011) 2.2.2 Sintesis NO

NO disintesis oleh Nitric Oxide Synthase (NOS) yang mengubah L – Arginine menjadi L – Citruline dan NO. Reaksi pembentukan NO adalah sebagai berikut : L – Arginine + 3/2 NADH + H+ + 2 O2  L – Citruline + NO + / NADP+. Tiga isoform mayor NOS yaitu (Hala et al., 2001; Zhang et al., 2011) :

1. neuronal NOS (nNOS) 2. endothelial NOS (eNOS) 3. inducible NOS (iNOS)

eNOS dan nNOS berperan penting pada kondisi normal. eNOS berperan pada relaksasi otot polos pembuluh darah dan nNOS mempunyai fungsi pada neurotrasmiter. Kedua isoform ini terdapat di dalam sel dan secara cepat diaktivasi oleh Ca2+ dan calmodulin intrasel dan menghasilkan NO dalam jumlah yang kecil. iNOS tidak diekspresikan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh

(37)

sitokin dan atau endotoksin selama proses inflamasi dan menghasilkan jumlah NO yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama (Hala et al., 2001; Zhang et al., 2011).

Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis NO (Hala et al., 2001; Zhang et al., 2011)

Di dalam jaringan, NO dibentuk L – Arginine oleh eNOS dengan kofaktor NADPH, oksigen (O2) dan Tetrahydrobiopterin (BH4) menghasilkan L – Citrulline serta nitrat dan nitrit sebagai metabolit antara NO yang tidak digunakan akan dioksidasi menjadi nitrit. Apabila NO diperlukan kembali, nitrit dalam jaringan akan direduksi menjadi NO dikatalisis oleh enzim Xanthine Oxidase (XO) (Lundberg dan Weitzberg, 2005).

2.2.3 Pengukuran NO

Dalam serum, waktu paruh NO sangat singkat karena cepat dipakai oleh sel endotel pembuluh darah sebagai vasodilator. Waktu paruh nitrit lebih pendek daripada nitrat karena nitrat dapat direduksi menjadi nitrit kemudian cepat direduksi menjadi NO pada keadaan hipoksia. Kadar nitrat, nitrit dan NO dalam serum berbanding lurus dengan waktu paruhnya. NO yang disekresi oleh sel endotel dengan cepat dioksidasi membentuk nitrit, kemudian berikatan dengan

(38)

hemoglobin membentuk nitrat. Kadar nitrat dan nitrit relatif stabil di dalam darah, sehingga total kadar nitrit dan nitrat serum (NOx) dipakai sebagai indikator sintesis NO tubuh (Lundberg dan Weitzberg, 2005).

Tabel 2.1

Waktu Paruh NO dan Produknya (Lundberg dan Weitzberg, 2005) NO dan Produknya Kadar Serum (nmol/L) Waktu Paruh (T1/2)

Nitrat 20.000-50.000 5-8 Jam

Nitrit 100-500 1-5 Menit

NO <1 1-2 Milidetik

HbNO <1-200 15 Menit

Pemeriksaan kadar NO secara langsung sangat sulit dilakukan karena senyawa NO berupa gas, bersifat polar dan memiliki waktu paruh yang sangat singkat. Senyawa nitrat dan nitrit merupakan metabolit antara NO yang memiliki waktu paruh yang lebih lama sehingga relatif stabil. Beberapa metoda pemeriksaan kadar NO yang sering dilakukan antara lain metoda oksidasi hemoglobin, chemiluminescent, reaksi Griess dan konversi Arginin Citrulin. Metoda pemeriksaan tersebut hanya menggambarkan bioavailabilitas NO tubuh, sedangkan bioaktivitas NO dapat diketahui dari perubahan ekspresi gen enzim eNOS yang mengkatalisis arginine menjadi NO (Tarpey dan Fridovich, 2001).

(39)

Gambar 2.3 Pembentukan NO Dalam Darah dan Jaringan (Lundberg dan Weitzberg, 2005)

Pada pembuluh darah, dalam keadaan normal NO dihasilkan oleh endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS), tetapi jika terjadi peradangan NOS juga terdapat pada makrofag dan sel otot polos yang kemudian menghasilkan NO. Sedangkan O

2 -

dan H

2O2 dapat dihasilkan oleh semua sel pembuluh darah (Droge, 2002).

Apabila bioaktivitas NO dalam sel endotel pembuluh darah menurun akibat rendahnya bioavailabilitas NO, menimbulkan gangguan endothelium dependent vasorelaxation sebagai disfungsi endotel. Rendahnya bioavailabilitas NO disebabkan berkurangnya pembentukan enzim eNOS dan oksigen serta rendahnya asupan nitrat anorganik. Walaupun sintesis NO normal, namun bioaktivitasnya dapat berkurang akibat tingginya oksidasi NO oleh radikal

(40)

superoksida yang berakibat menurunnya efek vasodilator endogen (Deanfield et al., 2007).

Peningkatan jumlah radikal bebas dan penurunan bioavailabilitas NO memperberat disfungsi endotel. Selain itu, menurunnya pembentukan NO tubuh berhubungan dengan rendahnya asupan bahan makanan sumber NO. Bahan makanan sumber NO mengandung antioksidan yang dapat meredam efek radikal bebas, sehingga bioavailabilitas NO dapat dipertahankan (Deanfield et al., 2007).

Perubahan ekspresi eNOS dapat mengakibatkan gangguan sintesis NO. Aktivitas eNOS tergantung dari protein kinase Akt pada residu serin 1177 dan defosforilasi treonin 495. Beberapa inhibitor eNOS endogen, seperti Asymmetric Di Methyl Arginine (ADMA), L – Mono Methyl Arginine (LNMA) dan Tetrahydrobiopterin (BH4) dapat mengubah aktivitas eNOS. Apabila tidak tersedia arginin atau BH4, eNOS dapat menjadi uncoupled dan menghasilkan radikal superoksida dan radikal hidrogen peroksida. Radikal superoksida bereaksi dengan NO membentuk peroksinitrit yang dapat mengoksidasi BH4 sehingga BH4 menurun. Dalam keadaan defisiensi BH4, eNOS dapat meningkatkan stres oksidatif dan disfungsi endotel (Endemann, 2004).

Stres oksidatif merupakan pemicu aktivasi disfungsi endotel, yang ditandai dengan penurunan kadar NO. Endotel mempunyai banyak fungsi penting antara lain mengatur tekanan darah melalui pelepasan bahan vasokonstriktor dan vasodilator, mengatur fungsi antikoagulan, antiplatelet dan fibrinolisis (Endemann, 2004).

(41)

2.2.4 Pengaruh NO Pada Korpus Kavernosum

Ereksi penis adalah manifestasi bangkitan seksual yang terjadi bila pria normal menerima rangsangan seksual yang cukup. Proses ereksi juga tergantung pada keseimbangan antara aliran darah yang masuk dan keluar dari korpus kavernosum. Bila terjadi keseimbangan antara aliran darah masuk dan keluar, maka penis menjadi flaccid (lemas). Bila aliran masuk ke arteri korpus kavernosum meningkat, sedangkan aliran keluar vena terhambat, maka penis mengalami tumescence (membesar dan memanjang) (Pangkahila, 2005).

Penis memiliki dua korpus kavernosum yang memiliki banyak sinus yang saling berhubungan yang terisi darah untuk menghasilkan ereksi. Penis juga memiliki satu korpus spongiosum yang mengelilingi uretra dan yang membentuk glans penis. Asetilkolin bekerja dengan neurotransmiter lain cyclic Guanylate

Mono Phosphate (cGMP), cyclic Adenosin Mono Phosphate (cAMP) dan

polipeptida intestinal vasoaktif untuk menghasilkan vasodilatasi arteri penis yang dapat menyebabkan terjadinya ereksi (Susanto, 2011).

Mekanisme fisiologis ereksi pada penis diawali dengan adanya stimulasi seksual yang akan melibatkan pelepasan suatu senyawa NO, dari bagian penis yang disebut korpus kavernosum. NO akan mengaktifkan enzim guanylyl cyclase yang menyebabkan peningkatan senyawa cGMP, selanjutnya menyebabkan pelebaran pembuluh darah disekitar korpus kavernosum, sehingga darah mengalir ke penis dan menyebabkan pembesaran penis (ereksi). Senyawa cGMP diuraikan atau didegradasi oleh enzim yang bernama Phospho Di Esterase – 5 (PDE5) yang

(42)

menyebabkan penis kembali pada ukuran semula (relaksasi penis) (Susanto, 2011).

Saat ereksi terjadi, aliran darah arteri dan vena yang awalnya berjalan seimbang dari corpus, kemudian aliran arteri meningkat akibat adanya asetilkolin sebagai mediator vasodilatasi dan mengisi sinusoid dalam korpus yang menyebabkan penis mengalami pembengkakan dan pemanjangan. Pada umumnya asetilkolin bekerja dengan dua jalur yang berbeda untuk menimbulkan ereksi.

1) Dengan adanya rangsangan seksual dari jaringan genital, asetilkolin melalui jalur utama meningkatkan produksi NO oleh sel endotel dan neuron Non Adrenergic Non Cholinergic (NANC). NO meningkatkan aktivitas guanylyl cyclase, yang meningkatkan senyawa cGMP. Senyawa cGMP menurunkan konsentrasi kalsium intraseluler dalam sel otot halus arteri penis dan sinus kavernosum. Akibatnya terjadi relaksasi otot halus yang meningkatkan aliran darah arteri korpus.

2) Sedangkan pada jalur alternatif, asetilkolin menstimulasi otot halus pada reseptor membran sel untuk meningkatkan aktivitas adenylyl cyclase. Adenylyl cyclase menyebabkan peningkatan senyawa senyawa cAMP. Seperti halnya cGMP, cAMP menurunkan konsentrasi kalsium intraselular untuk menghasilkan relaksasi otot halus dalam sel pembuluh darah dan sinus karvernosum. (Dipiro et al, 2005).

Faktor saraf yang mempengaruhi mekanisme ereksi adalah stimulasi saraf parasimpatetik S2 – S4 yang menimbulkan dilatasi arteriol dan relaksasi otot polos trabekula penis. Di pihak lain, stimulasi saraf simpatetik Th12 – L2

(43)

mengakibatkan konstriksi arteriol dan otot polos korpus kavernosum yang menimbulkan detumesensi dan fleksid penis. Ketika mengalami rangsangan seksual, impuls saraf menyebabkan pelepasan NO dari neuron NANC dan sel endotel korpus kavernosum. NO merupakan mediator kimia yang terpenting untuk menimbulkan relaksasi otot polos korpus kavernosum (Susanto, 2011).

Gambar 2.4 Mekanisme Ereksi (Burnett, 2002)

Disfungsi Ereksi (DE) didefinisikan sebagai ketidakmampuan yang menetap dan atau rekuren (setidaknya tiga bulan) untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk memungkinkan terjadinya hubungan seksual yang memuaskan. Tingkat keparahan dan prevalensi disfungsi ereksi meningkat seiring dengn peningkatan usia. Kejadian disfungsi ereksi lebih rendah pada pria dengan usia < 40 tahun, tetapi meningkat dengan bertambahnya usia. Hasil studi Health Professional Follow Up terbaru, pada lebih dari 31.000 pria

(44)

sehat profesional berusia 53 – 90 tahun, prevalensi terjadinya disfungsi ereksi sebesar 33% (Dipiro et al., 2005).

2.3 Hormon Testosteron 2.3.1 Deskripsi Testosteron

Hormon-hormon steroid seks yang terpenting dalam reproduksi pada laki-laki adalah : testosteron, dihidrotestosteron (DHT) dan estradiol. Hormon seks pada laki-laki adalah androgen. Hormon testosteron merupakan hormon androgen utama. Testosteron merupakan sebuah hormon steroid dari kelompok androgen yang dapat ditemukan pada mamalia, reptil, burung dan vertebrata yang lain (Braunstein, 2011).

Istilah androgen berarti hormon steroid yang mempunyai efek maskulinisasi, terdiri atas testosteron, dihidrotestosteron dan androstenedion. Testosteron merupakan hormon utama dan terpenting diantara ketiganya, sedangkan dihidrotestosteron dan androstenedion adalah bentuk androgen yang lemah. Semua androgen merupakan senyawa steroid. Baik dalam testis maupun dalam adrenal, androgen dapat dibentuk dari kolesterol atau langsung dari asetil koenzim A (Guyton dan Hall, 2002).

Seperti hormon steroid lain, testosteron juga berasal dari derivat kolesterol mempunyai sifat khusus dengan struktur steroid empat cincin dengan nama sistematik (memakai sistem IUPAC) : (8R,9S,10R,13S,14S,17S) –17 – hydroxy – 10,13 – dimethyl – 1, 2, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15, 16, 17 dodecahydrocyclopenta [a]phenanthren – 3 – one (Sherwood, 2007).

(45)

Gambar 2.5 Struktur testosteron (Sherwood, 2007) 2.3.2 Testosteron Pada Sirkulasi

Terdapat tiga fraksi testosteron pada serum, yaitu 98% berikatan dengan protein plasma yaitu Sex Hormon Binding Globulin (SHBG) (50%) dan albumin (48%). 2 % sisanya tidak berikatan dalam plasma dan bebas untuk masuk dalam sel dan mempunyai efek metabolik (testosteron bebas atau free testosterone). SHBG disintesis di dalam hepar. Kadarnya dapat meningkat oleh pengaruh estrogen, tamoxifen, fenitoin, hormon tiroid, keadaan hipertiroidism ndan sirosis, sedangkan kadarnya menurun apabila terdapat pengaruh androgen eksogen, glukokortikoid, Growth Hormone (GH), keadaan hipotiroidism, akromegali, obesitas dan hiperinsulinemia (Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011).

Testosteron bebas mempunyai half life yang pendek, kira – kira 10 menit, dimetabolisme dengan cepat oleh hepar menjadi androsteron dan dehidroepiandrosteron dan secara serempak dikonjugasikan sebagai glukoronida dan sulfat, lalu diekskresikan baik ke usus dalam empedu atau ke dalam urine melalui ginjal (Jones, 2008).

Testosteron bebas dan testosteron yang berikatan dengan albumin disebut bioavailable testosterone. Bioavailable testosterone diyakini akan lebih mudah masuk ke dalam sel – sel yang membutuhkan testosteron untuk melaksanakan

(46)

fungsi fisiologis karena ukuran dan afinitas spesifik bioavailable testosterone terhadap sel targetnya (Giton, 2006).

Gambar 2.6 Skematik Testosteron Total (Giton, 2006)

Testis hanya mengsekresikan 25% estradiol. Estradiol terutama dihasilkan dari konversi perifer dari testosteron dan androstenedione. Dihidrotestosteron dan estradiol bukan hanya dihasilkan dari testis, tetapi juga dapat dihasilkan dari konversi di jaringan perifer dari androgen dan prekursor estrogen yang disekresi baik oleh testis maupun adrenal. Estrogen membantu mengatur sekresi Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) dan LH. Konversi perifer dari testosteron oleh 5-alfa-reduktase menghasilkan DHT, suatu hormon androgen yang juga poten, bekerja pada jaringan spesifik. Kebanyakan testosteron yang tidak terikat pada jaringan, akan diubah terutama oleh hepar menjadi bermacam-macam metabolit, seperti androsteron dan etiocholanolon, yang setelah berkonjungasi dengan glukoronid dan sulfat dikeluarkan melalui urin dalam bentuk 17-ketosteroid. Namun, hanya 20-30% dari 17-ketosteroid urin berasal dari metabolisme testosteron, sisanya berasal dari metabolisme steroid adrenal, sehingga hal ini tidak dapat dipakai untuk mengukur sekresi steroid dari testis (McCance dan Huether, 2006; Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011).

(47)

Pada sel target androgen, testosteron secara enzimatik dikonversi menjadi DHT oleh isoenzim mikrosomal 5α-reduktase-2 pada pH ± 5,5, sedangkan isoenzim lain 5α-reduktase-1 bekerja pada kulit dengan sekitar pH 8,0, tetapi tidak aktif pada traktus urogenital. Setelah itu, DHT dan testosteron akan berikatan dengan reseptor protein spesifik di intraseluler. Gen yang mengkode protein ini berada pada kromosom X. Ketika testosteron atau DHT berikatan dengan reseptor, terjadi perubahan sehingga dapat terjadi translokasi ke dalam nukleus berikatan dengan importins (Rn). Di dalam nukleus, kompleks reseptor androgen berikatan dengan elemen respon androgen di DNA sehingga mengaktivasi proses transkripsi. Hasil ini kemudian disintesis oleh messenger RNA (mRNA), kemudian di transport ke sitoplasma, dimana terjadi sintesis protein baru dan terjadi respon androgen (Braunstein, 2011).

2.3.3 Sekresi Testosteron

Hormon testosteron 95% dihasilkan oleh sel Leydig dalam testis dan 5% dihasilkan oleh zona retikularis kortex adrenal pada laki-laki. Testis juga mengsekresi sebagian kecil dari DHT yang merupakan androgen poten dan dehidroepiandrosteron (DHEA) yang merupakan androgen lemah. Kemudian secara serempak dikonfigurasikan sebagai glukoromida dan sulfat kemudian diekskresikan ke usus melalui empedu ataupun ke dalam urin melalui ginjal (Guyton dan Hall, 2005). Selain itu, sel Leydig juga mengsekresi sebagian kecil dari estradiol, estrone, pregnenolon, progesteron, 17α-hidroksipregnenolon, dan 17α-hidroksiprogesteron (Braunstein, 2011).

(48)

Pelepasan testosteron mempunyai ritme sirkadian dengan levelnya pada sirkulasi mencapai puncaknya dalam darah pada pagi hari (08.00 – 10.00) dan terendah pada malam hari (18.00 – 20.00) (Kapoor et al., 2005).

Testosteron terutama disekresikan oleh testis. Kecepatan sekresi testosteron 4 – 9 mg/hari (13,9 – 31,2 nmol/hari) dengan kadar testosteron serum berkisar antara 300 – 1000 ng/dL (rata – rata 611±186 ng/dL), testosteron bebas 50-210 pg/ml (1,7 – 7,28 pmol/L) (Guyton dan Hall, 2005).

2.3.4 Sintesis Testosteron

LH merangsang sel Leydig melalui peningkatan pembentukan cyclic Adenosin Mono Phosphat (cAMP). cAMP meningkatkan pembentukan kolesterol dan ester – ester kolestrol. Sintesis ini dimulai dengan pengangkutan kolesterol ke membran interna mitokondria oleh protein pengangkut Steroidogenic Acute Regulatory Protein (StAR). Setelah berada pada posisi yang tepat, kolesterol akan bereaksi dengan enzim pemutus rantai samping P450scc dan menjadi pregnenolon. Konversi pregnenolon menjadi testosteron dapat terjadi dalam 2 lintasan, yaitu (Sherwood, 2007):

- lintasan progesteron atau lintasan ∆4 (jalur ini dapat dilihat pada sisi kanan gambar 2.2).

- lintasan dehidroepiandosteron atau lintasan ∆5 (dapat diliat pada sisi sebelah kiri gambar 2.2).

(49)

Gambar 2.7 Jalur Biosintesis Testosteron (Brinkman, 2009) 2.3.5 Kontrol Fungsi Testosteron

Regulasi dari produksi androgen dan spermatogenesis diatur oleh sistem kompleks mekanisme umpan balik, dimana terlibat sistem saraf pusat ekstrahipothalamus, hipothalamus, hipofise anterior, testis, dan androgensenstive ends organs. Terlibatnya sistem saraf pusat ekstrahipothalamus dapat berupa stres fisiologik dan psikologis. Dalam hipothalamus, neurotransmiter akan meregulasi sintesis dan pelepasan pulsasi GnRH, yang dilakukan setiap 3 jam masuk dalam vena portal hipofise. Setelah mencapai hipofise anterior, maka GnRH akan merangsang sekresi LH dan FSH. LH mempengaruhi sel Leydig yang berikatan dengan reseptor spesifik membran dan menyebabkan sekresi testosteron. Sebagai inhibisi, peningkatan kadar androgen akan menghambat sekresi LH dari hipofise anterior melalui efek langsung pada hipofise dan hipothalamus. Hipothalamus dan hipofise mempunyai reseptor androgen dan estrogen. Efek inhibisi terutama yang diperantarai oleh estradiol yang dihasilkan dari aromatisasi testosteron. FSH

(50)

berikatan dengan reseptor spesifik pada sel-sel Sertoli di tubulus seminiferus dan merangsang pembentukan Androgen Binding Protein (ABP). FSH mempengaruhi tubulus seminiferus sel Sertoli untuk merangsang terjadinya spermatogenesis. Sekresi FSH dihambat oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel Sertoli. Begitu juga yang terjadi pada LH, sekresi LH akan dihambat oleh inhibin yang dihasilkan oleh sel Leydig (McCance dan Huether, 2006; Pangkahila, 2011).

Fungsi testis dikontrol oleh 2 hormon gonadotropik yang disekresikan oleh hipofisis anterior yaitu: LH dan FSH. Kedua hormon ini bekerja pada bagian testis yang berbeda. LH bekerja pada sel Leydig (intersisial) untuk mensekresi testosteron sedangkan FSH bekerja pada tubulus seminiferus sel Sertoli yang berpengaruh terhadap spermatogenesis (Sherwood, 2011).

2.3.6 Pengukuran Hormon Steroid pada Laki-laki

Semua pengukuran steroid gonadal harus dilakukan dengan pemeriksaan khusus. Pada individu normal, terjadi peningkatan serum testosteron pada pagi hari, karena itu sebaiknya pengambilan sampel darah sebaiknya dilakukan tiga kali dengan interval 20 – 40 menit pada pagi hari. Pada laki-laki, produksi hormon seks tergantung dari variasi diurnal (Hess et al., 2003; Braunstein, 2011; Pangkahila, 2011; Sherwood, 2013).

Kadar testosteron puncak terlihat pada pagi hari, sekitar 20-30% lebih tinggi kadarnya dari pada malam hari (Kumar, 2013). Pengukuran immunoassays testosteron dan estrogen mengukur konsentrasi kadar total serum. Metode yang dipercaya adalah dengan immunoassays spesifik diikuti ekstraksi dari serum atau

(51)

gas chromatography (GC) atau dengan liquid chromatography (LC) digabung dengan spektroskopi (Braunstein, 2011).

Tabel 2.2

Kadar Hormon Normal pada Laki-laki Dewasa (Braunstein, 2011)

Hormon Batas Normal

Testosteron, total Testosteron, free Dihidrostenedione Androstenedione Estradiol Estrone 260 – 1000 ng/dL 50 – 210 pg/mL 27 – 75 ng/dL 50 – 250 ng/dL 10 – 50 pg/mL 15 – 65 pg/mL

Nilai normal kadar hormon tetosteron total pada laki-laki berviariasi antara 241 – 827 ng/dl, yang diukur pada pagi hari. Apabila terjadi penurunan dibawah 500 ng/dl sudah menimbulkan gejala defisiensi. Pada anak-anak, baik anak laki-laki maupun anak permpuan kadar testosteron berkisar antara 5 ng/dl, yang akan meningkat sesuai dengan umurnya. Anak perempuan bila mencapai usia 10 – 15, kadar testosteronya dapat mencapai kira-kira 15 – 35 ng/dl. Pada saat anak perempuan berusia mencapai 17 tahun meningkat sedikit menjadi 20 – 38 ng/dl, dan pada awal usia 20 tahun normal kadar testosteron total terendah antara 6 – 24 ng/dl dan batas tertinggi 47 – 86 ng/dl (Braunstein, 2011).

2.3.7 Efek dan Fungsi Testosteron

Hormon testosteron merupakan hormon androgen utama di dalam sirkulasi darah. Testosteron penting dalam kehidupan seksual dan reproduksi serta pertumbuhan dan perkembangan normal organ kelamin dan reproduksi baik pria maupun wanita, selain fungsinya yang berpengaruh besar terhadap kehidupan seksual juga memiliki efek biologik yang penting diantaranya pada metabolisme,

(52)

integritas tulang, otot, sistem kardiovaskular dan otak. Pada keadaan berkurangnya hormon testosteron berpengaruh terhadap berkurangnya sensitivitas insulin, kelemahan otot, gangguan metabolisme karbohidrat, gangguan fungsi kognitif, berkurangnya dorongan motivasi, lelah dan letargi, peningkatan lemak tubuh serta penurunan dorongan dan kemampuan seksual (Pangkahila, 2011).

Fungsi fisiologis testosteron di dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal (Morgentaler, 2009) :

1) Sekresi primer dari testis.

2) Peningkatan SHBG seperti keadaan patologis : sirosis hepatis, tirotoksikosis, pemberian preparat estrogen dan anti konvulsan.

3) Aktivitas enzim aromatase yang akan mengubah testosteron menjadi estradiol.

4) Jumlah reseptor CAG repeats yang berfungsi normal. Secara sistematis fungsi testosteron diantaranya adalah : 1) Efek pada sistem reproduksi pada saat sebelum lahir.

- Sebelum lahir, sekresi testosteron pada janin akan mengakibatkan penurunan testis ke dalam skrotum, maskulinisasi sistem reproduksi, dan genitalia eksternal.

- Pada saat janin, testosteron yang berasal dari plasenta menginisiasi pembentukan duktus Wolffian dan membentuk organ genitalia interna pria (epididimis, vas deferens dan vesikula seminalis).

- Testosteron diubah menjadi dehidrotestosteron sehingga menstimulasi pembentukan genitalia eksterna seperti skrotum dan penis. Selain itu

(53)

pembentukan kelenjar prostat juga dipengaruhi oleh hormon testosteron (Gilbert, 2000; Guyton dan Hall, 2010).

2) Efek pada jaringan seks spesifik setelah lahir.

- Masa pubertas adalah masa dimana terjadi maturasi dari sistem reproduktif yang sebelumnya non fungsional untuk mencapai puncaknya dan mempunyai kemampuan untuk bereproduksi.

- Biasanya dimulai pada usia 10 – 14 tahun. Pada masa puber, terjadi peningkatan sekresi GnRH oleh hipotalamus. Dengan ini terjadi peningkatan sekresi FSH dan LH oleh hipofisis. Testis membesar dan LH menstimulasi sel Leydig memproduksi testosteron dan sel Sertoli dalam menjaga spermatogenesis (Solfikitis et al., 2008).

- Testosteron inilah yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem reproduksi pria. Di bawah pengaruh sekresi testosteron, terjadi pembesaran testis dan dimulailah produksi sperma untuk pertama kalinya, terjadi pembesaran glandula seksual aksesoris dan pembesaran penis serta skrotum.

- Setelah masa pubertas, sekresi testosteron dan spermatogenesis terjadi secara terus – menerus seumur hidup seorang pria, meskipun produksinya akan berkurang secara bertahap. Penurunan sekresi testosteron pada pria dewasa dimulai sejak memasuki usia 40 tahun yang sebelumnya telah mengalami perkembangan normal. Perubahan aktivitas dari poros hipotalamus hipofisis gonadal pada pria terjadi lebih lambat.

(54)

- Seiring dengan penuaan, kadar serum total dan free testosterone tampak menurun. Kadar free testosterone juga menurun sehubungan dengan peningkatan SHBG. Sehingga untuk mengatasi hal ini dikembangkanlah terapi sulih testosteron. Hipogonadisme mempengaruhi sekitar 40% dari pria berusia 45 tahun atau lebih tua, meskipun kurang dari 5% dari orang – orang yang benar – benar didiagnosis dan diobati untuk kondisi tersebut. Meskipun terdapat beberapa kontroversi, terapi sulih testosteron telah ditetapkan sebagai pengobatan utama yang aman dan efektif untuk hipogonadisme (Bebb, 2011).

3) Efek yang berkaitan dengan reproduksi

- Testosteron mengatur perkembangan libido dan mempertahankan libido pada seorang pria dewasa.Tetapi pada manusia libido juga dipengaruhi oleh interaksi sosial dan faktor emosional.

- Testosteron juga berfungsi sebagai umpan balik negatif untuk mengontrol produksi hormon gonadotropin dari hipofisis anterior.

4) Efek pada perkembangan seksual sekunder

Perkembangan dan pemeliharaan seksual sekunder pria bergantung pada testosteron, hal ini termasuk pada:

- pertumbuhan rambut (contoh: janggut, rambut dada).

- suara yang lebih rendah akibat dari pembesaran laring dan penebalan pita suara, kulit yang lebih tebal.

- konfigurasi tubuh pria, contohnya: bahu yang lebar, tangan yang besar, dan kaki yang lebih berotot sebagai akibat dari penyimpanan protein.

(55)

5) Efek non reproduksi

Testosteron juga mempunyai efek anabolik protein dan pertumbuhan tulang yang akan mengarah pada pembentukan fisik pria yang lebih berotot dan pertumbuhan yang cepat selama masa puber. Testosteron juga menstimulasi sekresi pada kelenjar minyak. Pada hewan testosteron akan mengakibatkan terjadinya perilaku agresif.

2.3.8 Hubungan Testosteron dan NO Pada Disfungsi Ereksi

Mekanisme kerja dari testosteron terhadap fungsi ereksi pada studi yang dilakukan pada tikus adalah melalui stimulasi sintesis NO dan sebagai vasodilator pada penis (Isidori, 2014).

Relaksasi dari jaringan erektil pada korpus kavernosum memerlukan NO dari neuron Non Adrenergic Non Cholinergic (NANC) dan sel endotel. Testosteron mempengaruhi fungsi endotel dengan adanya reseptor androgen dan enzim – enzim metabolisme testosteron pada sel endotel, antara lain 5alfa – reduktase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron dan aromatase yang mengkatalisis perubahan testosteron menjadi estradiol. Estradiol akan berikatan dengan Estrogen Receptor (ER) pada sel endotel. Neuron NANC dan sel endotel melepaskan NO, yang pada gilirannya meningkatkan kadar cyclic Guanosine Mono Phosphate (cGMP). Kadar cGMP yang berlimpah menyebabkan relaksasi otot polos arteri dan kavernosa, serta meningkatkan aliran darah penis. Ketika tekanan intrakavernosa meningkat, venula subtunika penis terkompresi, sehingga membatasi aliran balik vena dari penis. Kombinasi peningkatan aliran arteri dan penurunan aliran balik vena mengakibatkan ereksi.

(56)

Proses ini dibalikkan oleh aktivitas type 5 Phosphodiesterase (PDE5), yang memecah cGMP, menyebabkan penghentian ereksi (Sakka dan Yassin, 2010).

Gambar 2.8 Mekanisme Testosteron pada Ereksi Penis (Isidori, 2014)

2.4 Terapi Sulih Testosteron (Testosterone Replacement Therapy) 2.4.1 Definisi Terapi Sulih Testosteron

Indikasi terapi sulih testosteron pada pria adalah keadaan hipogonadisme yang menunjukkan sindrom klinis yang kompleks yaitu adanya gejala – gejala hipogonadisme dan level testosteron yang rendah. Beberapa pilihan baru dalam terapi sulih testosteron telah tersedia sejak pertengahan tahun 1990. Ambang batas level testosteron yang menimbulkan gejala – gejala hipogonad bervariasi tergantung jenis gejala dan individu (Arver dan Mueller, 2008).

Formulasi optimal dari testosteron adalah formula yang mampu menormalisasi level testosteron yang beredar dan juga menimbulkan level yang fisiologis dari metabolit aktifnya yaitu: estradiol dan DHT. Jenis – jenis ester yang

(57)

telah digunakan adalah propionat, fenilpropionat isokaproat, enanthat, dekanoat, undekanoat (Arver dan Mueller, 2008).

Pengobatan terapi sulih untuk hipogonadisme dapat diberikan melalui beberapa sediaan preparat, antara lain : injeksi testosteron ester, testosteron transdermal (gel atau patch), atau testosteron oral dalam bentuk testosteron undekanoat. Semua sediaan preparat tersebut diberikan dalam dosis yang tepat sehingga memungkinkan pasien memperoleh manfaat dan memiliki berbagai pilihan untuk dipergunakan (Bebb, 2011).

Beberapa jenis sediaan preparat pemberian testosteron yang direkomendasikan untuk terapi penggantian / sulih testosteron adalah sebagai berikut :

1. Gel : 5 sampai 10 gram gel testosteron diterapkan setiap hari.

2. Tablet : 40 mg testosteron undekanoat diminum dua kali sehari dengan makanan (Bebb, 2011).

3. Injeksi 1000 mg testosteron undekanoat intramuskular yang diberikan pada minggu ke 0 , 6 , 18 , 30 dan 42 dapat meningkatkan komponen kesehatan mental dan kualitas hidup pada pria hipogonad, khususnya vitalitas (mencerminkan tingkat energi ), fungsi sosial dan peran fungsi fisik. Meskipun skor komposit kesehatan fisik tidak menunjukkan peningkatan signifikan secara statistik, akan tetapi ada kecenderungan peningkatan yang ditunjukkan pada minggu ke 30, hingga minggu ke 48 menunjukkan peningkatan yang berkelanjutan dalam kekuatan fisik (Tong et al.,2012).

Gambar

Gambar 2.1 Molekul NO (Hala et al., 2011)  2.2.2 Sintesis NO
Gambar 2.2 Skema Proses Sintesis NO (Hala et al., 2001; Zhang et al., 2011)
Gambar 2.3 Pembentukan NO Dalam Darah dan Jaringan  (Lundberg dan Weitzberg, 2005)
Gambar 2.4 Mekanisme Ereksi  (Burnett, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

rawat gabung, (2) perawat perlu memiliki pengetahuan yang tinggi tentang pengertian, tujuan, manfaat, dan kegiatan- kegiatan rawat gabung, (3) perawat perlu

Sementara tidak ada yang bisa memprediksi apa prestasi rekayasa besar di abad baru akan , banyak peneliti terkemuka berjanji bahwa prestasi ini akan jauh lebih signifikan

Buktinya, dapatan beliau menunjukkan bahawa masyarakat yang tinggal di pesisir sungai yang menjadi tapak pertembungan aktiviti dan berlakunya interaksi antara

Berdasarkan temuan yang diperoleh oleh peneliti dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa: a) Peran Karang Taruna Dalam Pembentukkan Sikap Nasionalime Remaja Dalam Bidang

Mengesahkan Convention (Number 87) concening Preedom of Association and Protection of the Right to Organise (Konvensi Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak

Pengaturan hukum tentang keabsahan kesepakatan yang dilakukan melalui surat elektronik (e-mail) di Indonesia tidak secara khusus diatur di dalam Kitab Undang-Undang

1) Adanya situasi sosial politik yang mendukung terhadap perkembangan kehidupan beragama di lingkungan kampus. Dengan dibubarkannya Partai Komunis Indonesai, telah

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan kualifikasi usaha kecil serta Surat Ijin (SIUP) untuk menjalankan kegiatan usaha