• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI. Oleh : VANESZA ANJANI A"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN DAN PENATAAN

RUANG KABUPATEN BEKASI

Oleh :

VANESZA ANJANI

A14051461

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

VANESZA ANJANI. Land Use Dynamics and The Change of Spatial Arrangement in Bekasi Regency. DYAH RETNO PANUJU and BAMBANG H. TRISASONGKO as advisors.

Bekasi Regency is a strategic area since it shares borders with Jakarta. This gives the inhabitants opportunities directly or indirectly to Jakarta’s economic power. The rapid development implies soaring requirements of space to assist various utilizations such as governmental uses, trade/commercials, services and industry. In Bekasi case, the development has been aided by availability of existing facilities, including road infrastructures.

The aims of this research are to assess the dynamics of population and economic growth, spatial arrangement and their relationships to land use changes in Bekasi regency between 1995 and 2009. Methods to achieve the goal include remotely sensed image processing and statistical inquiries which consist of correlation and stepwise regession analysis.

This research revealed that main land use alteration involves upland and rice fields and is largely converted to residential, industrial area or other services. Nonetheless, overall changes are insignificant during 15 year of observation. However, it is shown that land use modification tends to occur locally or clustered along Tambun, Cibitung and Cikarang zones, in particular between 2000 and 2006. During 2006-2009 period, the changes spreaded across the residency, except Bojongmangu district.

It was found that the main driving factors influencing land alteration in Bekasi Regency are accessibility to road networks, rapidly-growing population, expanding facilities development and space allocation.

Changing spatial arrangement identified in Bekasi Regency was due to disaggregation of the districts (so-called “pemekaran”) from 15 to 23 districts. The biggest allocation in 1993’s spatial arrangement was upland agriculture which comprised around 83041,9 ha. The new spatial arrangement introduced in 2003 encompassed significant change of the land use class, to around 56571,5 ha. Land allocation for Mining site was eliminated in 2003’s spatial arrangement and completely changed into industrial area.

It is observable that existing land uses do not always comply with declared spatial arrangement. In 1995, many land utilizations in Northern and Central zones contravened to the rule. The breach to the 2003’s spatial planning was apparent on the Northern, Western and Southern zones of Bekasi.

(3)

VANESZA ANJANI. Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi. Di bawah bimbingan DYAH RETNO PANUJU dan BAMBANG H. TRISASONGKO.

Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang strategis ditinjau dari wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Metropolitan DKI Jakarta. Letak strategis Bekasi terhadap Jakarta tersebut secara langsung dan tidak langsung memberikan peluang lebih besar bagi masyarakat Bekasi untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari perkembangan Jakarta. Namun demikian peluang tersebut diimbangi dengan peningkatan kebutuhan lahan yang merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri. Percepatan alih fungsi lahan tersebut umumnya disebabkan oleh keunggulan Bekasi dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika pertumbuhan penduduk, struktur perekonomian, rencana tata ruang wilayah serta keterkaitannya dengan perubahan penggunaan lahan di Bekasi tahun 1995 sampai 2009. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis citra penginderaan jauh, analisis korelasi dan regresi bertatar (stepwise regression).

Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah penelitian umumnya berupa penurunan luas kawasan pertanian baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering, biasanya digunakan untuk penyediaan kawasan terbangun baik untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Pada periode tahun 1995 sampai tahun 2000, perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak terlalu signifikan. Perubahan yang terjadi cenderung membentuk gerombol di sekitar kawasan industri di kecamatan Tambun, Cibitung dan Cikarang. Pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi juga cenderung membentuk gerombol (cluster). Sedangkan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dinamika yang terjadi cenderung menyebar secara tidak teratur. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan penggunaan lahan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2009 adalah Bojongmangu.

Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi diantaranya adalah aksesibilitas terhadap jalan, laju pertumbuhan penduduk, fasilitas ekonomi, sosial, kesehatan dan alokasi RTRW.

Perubahan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi dilatarbelakangi oleh adanya pemekaran wilayah di Kabupaten Bekasi yang semula berjumlah 15 kecamatan menjadi 23 kecamatan. Alokasi rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bekasi yang terbesar pada tahun 1993 adalah untuk kawasan pertanian sebesar 83041,9 ha, sedangkan pada tahun 2003 berubah menjadi 56571,5 ha. Pada tahun tersebut tidak terdapat lagi alokasi untuk kawasan pertambangan karena telah beralih alokasi menjadi kawasan industri.

Penyimpangan penggunaan lahan terhadap alokasi RTRW tahun 1993 umumnya terpusat pada Bagian Utara dan Tengah Kabupaten Bekasi. Penyimpangan penggunaan lahan tahun 2000 sampai tahun 2009 terhadap alokasi RTRW tahun 2003 terlihat memusat pada Bagian Utara, Barat dan Selatan Kabupaten Bekasi.

(4)

Oleh :

VANESZA ANJANI

A14051461

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

PENATAAN RUANG KABUPATEN BEKASI PENULIS : VANESZA ANJANI

NRP : A14051461

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I,

(Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si.) NIP : 19710412 199702 2001

Dosen Pembimbing II,

(Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc.) NIP : 19700903 200812 1001

Mengetahui :

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc.) NIP : 19621113 198703 1003

(6)

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 7 Januari 1987. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Syukur Yacob Yuniarto dan Ibu Titie S. Sabirin.

Riwayat pendidikan penulis diawali di sekolah TK Kartika VIII-16, lulus pada tahun1992. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan di SD Negeri Poncol I, lulus pada tahun 1999 dan pada tahun 2002 lulus dari SMP Negeri 246 Jakarta. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan SMU Negeri 113 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Jurusan Tanah melalui Jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten mata ajaran penataan ruang dan penatagunaan lahan. Selain itu penulis pernah menjadi asisten peneliti pada kajian alih fungsi dan simulasi perubahan penggunaan lahan kerjasama P4W-IPB dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup tahun 2009. Pada penelitian tersebut, penulis berkontribusi pada publikasi berikut:

B. H. Trisasongko, D. R. Panuju, L.S. Iman, Harimurti, A. F. Ramly, V. Anjani dan H. Subroto. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul ”Dinamika Penggunaan Lahan dan Penataan Ruang Kabupaten Bekasi”.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu Ir. Dyah Retno Panuju, M.Si. dan Bapak Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc. selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan, saran, nasehat dan perhatian kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Tak lupa juga kepada Bapak Dr. Boedi Tjahjono, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Mama, Papa dan Kakakku (Mas Reza) atas segala doa yang tulus,

perhatian, cinta dan kasih sayang serta perjuangan yang tiada henti sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan di jenjang S1.

2. Guruh Wisnu Wardhana atas motivasi, perhatian dan kesabarannya. Thanks to be my everything and being everything to me.

3. Teman terbaik, Ayu Ningtiyas dan Widya Aurelia atas pengertian dan canda tawa kalian. Teman-teman sepermainan, Phierda, Allentz, Pitty dan Dian yang telah memberikan waktu untuk saat kebersamaan yang indah. 4. Teman-teman seperjuangan dan staf di Laboratorium Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah untuk segala bantuannya, Nana, Puput, Novem, mbak Emma, mbak Dian dan especially Eni. Special thanks to Ican di Laboratorium Penginderaan jauh dan Kartografi atas pengajaran-pengajarannya yang sangat berguna.

5. Rekan-rekan Soiler’ 42 atas kebersamaannya.

6. Teman-teman penghuni Wisma As-Silmi dan Wisma Pelangi.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Januari 2010 Penulis

(8)

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Penutupan/Penggunaan lahan ... 4

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan ... 4

2.3. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan ... 5

2.4. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah ... 7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 8

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 8

3.2. Bahan dan Alat ... 8

3.3. Metode Analisis ... 8

3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data ... 10

3.3.2. Tahap Analisis Citra ... 10

3.3.2.1. Koreksi Geometrik ... 10

3.3.2.2. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan... 11

3.3.2.3. Klasifikasi ... 11

3.3.3. Pengecekan Lapang ... 11

3.3.4. Analisis Statistik ... 13

3.3.4.1. Analisis Korelasi ... 13

3.3.4.2. Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression) ... 13

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH ... 16

4.1. Keadaan Geografi ... 16

4.2. Iklim dan Suhu ... 16

4.3. Administrasi dan Luas Lahan ... 16

4.4. Kependudukan ... 17

4.5. Sosial Ekonomi ... 19

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

5.1. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan ... 20

5.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ... 25

5.2.2.Keterkaitan antara Beberapa Jenis Akses Jalan dengan Perubahan Penggunaan Lahan ... 33

5.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Perubahan Penggunaan Lahan... 35

5.2.3.1. Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression Analysis)... 37

5.3. Dinamika Perencanaan Tata Ruang ... 44

5.4. Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi Rencana Tata Ruang ... 46

5.4.1. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi tahun 1995 dan 2000 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun 1993 ... 49

5.4.2. Penyimpangan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2006 dan 2009 Terhadap Alokasi Tata Ruang tahun 2003... 50

(9)

6.2. Saran ... 54 DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN ... 57

(10)

Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan Tahun 2009 ... 12

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian ... 15

Gambar 4. Penampakan Objek Pada Citra Landsat ... 22

Gambar 5. Penampakan Objek Pada Citra ALOS AVNIR ... 22

Gambar 6. Hasil Klasifikasi ... 24

Gambar 7. Dinamika Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ... 25

Gambar 8. Foto pengecekan lapang ... 26

Gambar 9. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1995-2009 ... 32

Gambar 10. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ... 34

Gambar 11. Jumlah Pertumbuhan Penduduk tahun 2000 sampai 2007 ... 35

Gambar 12. Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2003 sampai 2006 . 36 Gambar 13. Rataan Laju Perubahan Jumlah Fasilitas per Tahun dari Tahun 2003 sampai 2008 ... 37

Gambar 14. Alokasi RTRW tahun 1993 dan 2003 ... 45

Gambar 15. Perubahan RTRW Tahun 1993 dan 2003 ... 46

Gambar 16. Grafik Penyimpangan Alokasi Kawasan Lindung (%) ... 49

(11)

Tabel 1. Data, Sumber Data, Peubah Serta Teknik Analisis Yang Digunakan .. 9

Tabel 2. Peubah-peubah dalam Analisis Korelasi ... 13

Tabel 3. Peubah-peubah dalam Analisis Regresi ... 14

Tabel 4. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa menurut Kecamatan, 2006 ... 17

Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2006 ... 18

Tabel 6. Indikator Sosial-Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2006-2007 ... 19

Tabel 7. Perbandingan Penampakan Obyek Pada Citra Landsat dan ALOS AVNIR-2... ... 21

Tabel 8. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi ... 25

Tabel 9. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun ... 29

Tabel 10. Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun ... 30

Tabel 11. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK ... 31

Tabel 12. Korelasi Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Jenis Jalan... 33

Tabel 13. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Satuan Wilayah ... 39

Tabel 14. Nilai Parameter Hasil Analisis Regresi Perubahan Penggunaan Lahan per Poligon ... 40

Tabel 15. Perbandingan Peran Berbagai Peubah terhadap Perubahan Penggunaan Lahan Unit Wilayah dan Poligon ... 42

Tabel 16. Peubah Yang Berperan Konsisten Pada Basis Analisis Berbeda Terhadap Pola Perubahan Penggunaan Lahan ... 43

Tabel 17. Persentase Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2000 Terhadap Alokasi RTRW 1993 dan Penggunaan Lahan tahun 2009 Terhadap Alokasi RTRW2003... ... 47

Tabel 18. Korelasi Penyimpangan Alokasi Ruang Terhadap Jenis Jalan ... 48

Tabel 19. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2000 terhadap Alokasi Rata Tuang Tahun 1993 ... 50

Tabel 20. Luas Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2009 Terhadap Alokasi Tata Ruang Tahun 2003 ... 51

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun ... 58 Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan

Lahan TPLB menjadi TPLK ... 59 Lampiran 3. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Perubahan Penggunaan

Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun ... 60 Lampiran 4. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan

Penggunaan Lahan Per Poligon (%) ... 60 Lampiran 5. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan

Penggunaan Lahan per Poligon (ha) ... 60 Lampiran 6. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB

menjadi Lahan Terbangun per Poligon ... 61 Lampiran 7. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLB

menjadi TPLK per Poligon ... 62 Lampiran 8. Hasil Analisis Regresi Berganda terhadap Luas Perubahan TPLK

menjadi Lahan Terbangun per Poligon ... 62 Lampiran 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 1993 .. 63 Lampiran 10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2003 .. 64 Lampiran 11. Peta RTRW Tahun 1993-2003 ... 65 Lampiran 12. Peta RTRW Tahun 2003-2013 ... 66 Lampiran 13. Penyimpangan Penggunaan Lahan Tahun 2000 Terhadap Alokasi

Ruang Tahun 1993 ... 67 Lampiran 14. Penyimpangan Penggunaan Lahan tahun 2009 Terhadap Alokasi

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perencanaan penggunaan lahan merupakan proses inventarisasi dan penilaian keadaan (status), potensi, dan pembatas-pembatas dari suatu daerah tertentu dan sumberdayanya yang berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang yang menaruh perhatian terhadap daerah tersebut. Rencana penggunaan lahan seharusnya disesuaikan dengan kemampuan sumberdaya lahan agar dapat diusahakan secara berkelanjutan. Adanya dinamika aktifitas masyarakat dalam menjalankan kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya di suatu wilayah dapat berimbas pada struktur penggunaan lahan di wilayah tersebut. Di wilayah perkotaan, pola perubahan penggunaan lahan yang umum terjadi adalah berubahnya lahan pertanian budidaya menjadi lahan terbangun. Lahan terbangun yang dimaksud mencakup permukiman, industri, dan infrastruktur kota. Hal ini terjadi karena lahan terbangun dinilai memiliki landrent yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan pertanian, termasuk perkebunan dan kehutanan.

Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan kegiatan sosial ekonomi yang menyertainya. Kabupaten Bekasi merupakan wilayah yang strategis mengingat wilayahnya yang berbatasan langsung dengan Metropolitan DKI Jakarta. Bekasi merupakan kota satelit dan juga berfungsi menjadi kota pengimbang dari ibu kota negara dan juga pendukung administratif DKI Jakarta. Letak strategis Bekasi terhadap Jakarta secara langsung dan tidak langsung memberikan peluang lebih besar bagi masyarakat Bekasi untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari perkembangan Jakarta. Namun demikian, dampak perkembangan kota Jakarta juga secara langsung akan dirasakan oleh Kabupaten Bekasi, diantaranya adalah perkembangan kota yang tidak teratur (urban sprawl).

Penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi telah mengalami banyak perubahan, diantaranya adalah berkurangnya kawasan hutan mangrove menjadi

(14)

tambak udang, adanya kavling liar yang tumbuh khususnya di bagian Utara (Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Sukatani, Sukawangi, dll), bertambahnya kawasan permukiman dan industri serta adanya rencana pengembangan jaringan jalan tol Cikarang – Tanjung Priok. Berbagai perubahan tersebut akan mempengaruhi struktur tata ruang Kabupaten Bekasi secara keseluruhan.

Keterkaitan antara pembangunan di Jakarta dan di Bekasi dapat dilihat dari semakin mudahnya akses pendukung seperti adanya akses jalan yang menghubungkan kedua kota tesebut. Dinamika pembangunan ekonomi mempengaruhi konfigurasi spasial penggunaan lahan. Laju pertumbuhan ekonomi baik di Jakarta maupun di Bekasi secara hipotetis akan terefleksikan pada dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi.

Sebagian besar penduduk Bekasi adalah pendatang yang mencari kerja di Jakarta. Menurut data BPS tahun 2007, laju pertumbuhan penduduk di Bekasi adalah sebesar 3,48 % dan laju pertumbuhan ekonomi dilihat dari nilai PDRB sebesar 6,14 % per tahun. Secara proporsional, sektor industri memegang peranan terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lain.

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan ruang untuk penyediaan sarana/prasarana. Peningkatan kebutuhan ruang ini merupakan implikasi dari semakin beragamnya fungsi di kawasan perkotaan seperti pemerintahan, perdagangan dan jasa serta industri yang disebabkan oleh keunggulannya dalam hal ketersediaan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas sehingga mampu menarik berbagai kegiatan untuk beraglomerasi.

Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol dapat berdampak buruk bagi penduduk suatu wilayah. Penurunan luas ruang terbuka hijau telah terjadi di kota-kota besar dan berdampak serius bagi kesehatan dan kenyamanan penduduk (Jackson, 2003). Selain itu, konversi yang tidak terkontrol dapat menurunkan kemampuan wilayah dalam menyediakan sumber pangan. Sebagai bagian dari wilayah Pantura yang menjadi salah satu lumbung pangan nasional, Kabupaten Bekasi diketahui telah mengalami fenomena konversi penggunaan lahan yang signifikan (Artawan, 1997). Namun demikian, penelitian yang mengkaitkan perubahan penggunaan lahan dan aspek perekonomian lainnya pada wilayah ini belum banyak dilakukan.

(15)

1.2. Tujuan Penelitian

Berdasarkan kondisi wilayah tersebut, penelitian ini dirancang untuk :

1. Mempelajari dinamika perubahan penutupan/penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi dari tahun 1995 sampai 2009.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika tersebut.

3. Mempelajari pola penataan ruang Kabupaten Bekasi periode 1993-2003 dibandingkan dengan periode 2003-2013.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penutupan/Penggunaan lahan

Penggunaan lahan merupakan suatu proses yang dinamis. Perubahan penggunaan lahan terjadi secara terus-menerus, sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktifitas manusia. Dengan demikian masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995).

Jenis penggunaan lahan merupakan karakteristik lahan yang paling menarik ditelaah mengingat aplikasinya yang sangat luas dalam bidang perencanaan serta memungkinkan dianalisis secara kuantitatif. Penggunaan lahan dapat digunakan untuk membandingkan berbagai tipe lahan yang berbeda dan juga untuk mempelajari dinamika perubahan lahan (Lowicki, 2008). Sedangkan Turner et al. (1995) menyatakan bahwa penggunaan lahan berperan dalam menggambarkan fungsi biofisik di bumi serta terkait dengan aktifitas ekonomi manusia dalam pengelolaannya.

Mengingat fungsi dan perannya yang beragam, penggunaan lahan memerlukan mekanisme pemantauan yang baik. Pemantauan tersebut dapat dilakukan dalam dua mekanisme utama yaitu pengamatan lapangan atau memanfaatkan data penginderaan jauh. Berdasarkan studi literatur, ditemukan bahwa data penginderaan jauh telah banyak dimanfaatkan untuk tujuan pemetaan dan pemantauan penggunaan lahan. Menggunakan data optik yaitu Landsat, Siren and Brondizio (2009) menunjukkan bahwa data tersebut dapat dimanfaatkan untuk pemetaan penggunaan lahan pada skala semi detil.

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan

Dinamika alih fungsi lahan dapat terjadi pada segala bentuk pemanfaatan lahan, baik pada wilayah perkotaan maupun daerah perdesaan. Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat, umumnya dalam upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Deng et al., 2009). Di Bangladesh, proses urbanisasi merupakan penyebab berkurangnya luasan badan air, tumbuh-tumbuhan, lahan pertanian dan lahan kering/lahan basah (Dewan and Yamaguchi, 2009). Di Indonesia, proses urbanisasi juga ditengarai

(17)

menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Studi yang dilakukan Rustiadi dan Panuju (2002) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara proses urbanisasi dengan perkembangan wilayah urban yang tidak teratur.

Pada umumnya, studi dinamika perubahan penggunaan lahan tidak terlepas dari pemanfaatan data spasial. Data tersebut dapat diturunkan dari data peta atau dari data penginderaan jauh secara langsung. Batisani and Yarnal (2009) menunjukkan kelayakan citra optik Landsat dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan.

Dalam konteks teknologi geospasial, telaah literatur menunjukkan bahwa terdapat dua pendekatan dalam mempelajari dinamika perubahan tersebut. Pendekatan pertama adalah deteksi perubahan (change detection). Pendekatan ini tidak menggunakan data tematik sebagai masukan data, tetapi memanfaatkan data penginderaan jauh asli dalam mendeteksi perubahan. Nielsen et al (1998) mengusulkan teknik MAD dalam mendeteksi perubahan tutupan lahan menggunakan data multispektral dan bitemporal.

Alternatif lain dalam studi dinamika perubahan adalah dengan pemanfaatan data tematik yang dapat diturunkan dari data penginderaan jauh ataupun menggunakan peta sebagai data masukannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kedua tersebut. Detil pendekatan kedua akan disajikan pada bagian berikut.

2.3. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan

Dinamika alih fungsi lahan dapat direpresentasikan melalui berbagai pendekatan. Namun demikian, telaah literatur menunjukkan bahwa matriks transisi merupakan satu sarana yang banyak dimanfaatkan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan peluang perubahan penggunaan lahan yang terjadi di suatu wilayah.

(18)

Matriks transisi secara umum dapat digambarkan sebagai berikut :

Tahun ke n+1

Tahun ke-n Penggunaan

Lahan 1 Penggunaan Lahan 2 Penggunaan Lahan ke-m Penggunaan Lahan 1 Penggunaan Lahan 2 Penggunaan Lahan ke-m

Gambar 1. Matriks Transisi

Terdapat dua bagian penting yang dapat ditelaah dari sajian matriks tersebut. Bagian dari matriks tersebut yang ditandai (diagonal matriks) menunjukkan bahwa pada wilayah tersebut tidak terjadi perubahan. Sedangkan bagian off-diagonal dapat diartikan sebagai jumlah atau proporsi wilayah yang berubah pada tahun ke n+1.

Analisis matriks transisi tersebut cukup menggambarkan kondisi dinamika yang terjadi pada suatu wilayah. Namun demikian, matriks tersebut tidak mampu menunjukkan faktor yang berperan dalam analisis perubahan penggunaan lahan. Dalam suatu kajian perencanaan, analisis matriks transisi belum cukup menggambarkan kondisi riil. Analisis matriks transisi perlu diperkaya dengan analisis identifikasi faktor. Fenomena perkembangan lahan terbangun merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi perubahan penggunaan lahan. Di Amerika Serikat, lahan terbangun meningkat 34% pada tahun 1982 sampai dengan tahun 1997, dan peningkatan ini umumnya berasal dari konversi lahan pertanian dan hutan (Alig et al., 2004).

Dalam perencanaan suatu kawasan, informasi pemodelan atau simulasi perubahan penggunaan lahan sangat penting untuk meninjau kemungkinan masa depan suatu kawasan. Metode pemodelan atau simulasi sangat diperlukan setelah model transisi suatu kawasan dapat dihitung serta informasi faktor yang menyebabkan transisi tersebut telah dapat diidentifikasi. Dari telaah literatur, telah dijumpai berbagai teknik pemodelan atau simulasi masa depan suatu kawasan. Tang et al. (2005) menggunakan pendekatan jaringan syaraf tiruan (neural networks) untuk tujuan tersebut. Sedangkan Veldkamp and Fresco (1996)

(19)

membangun sistem proyeksi penggunaan lahan masa depan yang dikenal dengan nama CLUE (Conversion of Land Use and its Effects).

Namun demikian, komponen ketiga dari analisis dinamika perubahan penggunaan lahan tidak dibahas dalam penelitian ini.

2.4. Perencanaan dan Penataan Ruang Wilayah

Berdasarkan UU No. 26/2007, penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dibedakan atas hirarki rencana yang meliputi: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota serta rencana-rencana yang sifatnya lebih rinci. Pemanfaatan ruang merupakan wujud operasionalisasi rencana tata ruang atas pelaksanaan pembangunan. Sedangkan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas mekanisme perizinan dan penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan RTRW nya.

Pola pemanfaatan ruang Jabodetabek mengalami dinamika yang cukup pesat seiring dengan dinamika penduduk dan aktifitas masyarakat di wilayah tersebut. Penelitian yang dilakukan Deni (2004) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan penggunaan lahan permukiman di Jabodetabek pada periode tahun 1992 hingga 2001 sebesar 10%. Pada kurun waktu yang sama, telah terjadi pula pengurangan luasan kawasan lindung hingga 16%. Studi lain yang dilakukan oleh Panuju (2004) menunjukkan bahwa alokasi kawasan lindung yang hanya 0,6% dibandingkan dengan total wilayah Jabodetabek ternyata telah banyak dirambah. Sehingga secara keseluruhan terjadi penyimpangan sebesar 20% terhadap arahan penggunaan lahan pada Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek.

(20)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai Oktober 2009. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan persiapan dan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data serta penyusunan laporan. Daerah penelitian sebagai wilayah studi yang dikaji adalah Wilayah Kabupaten Bekasi.

3.2. Bahan dan Alat

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder dari empat periode waktu yang berbeda, yaitu tahun 1995, 2000, 2006 dan 2009. Data primer terdiri dari dua buah citra Landsat dan dua buah citra ALOS dalam bentuk digital serta data survei lapang. Sedangkan data sekunder meliputi data Potensi Desa dan PDRB Kabupaten Bekasi, data pertumbuhan penduduk, serta beberapa peta penunjang lainnya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bekasi dan Bakosurtanal.

Alat yang digunakan terdiri dari seperangkat komputer dengan perangkat lunak (software) Erdas Imagine 9.1, Arc View GIS 3.3, Statistica 8.0, Microsoft Access, Microsoft Excel dan Microsoft Word, serta GPS, scanner, printer dan alat tulis.

3.3. Metode Analisis

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi lima tahap kegiatan yang menggabungkan teknik pengembangan wilayah dan penginderaan jauh yang terdiri dari (1) Tahap persiapan dan pengumpulan data, (2) Tahap analisis citra, (3) Tahap pengecekan lapang, (4) Tahap analisis data statistik, dan (5) Tahap penyusunan laporan akhir. Secara sistematik pentahapan kajian dirangkumkan dalam tabel berikut.

(21)

Tabel 1. Data, Sumber Data, Peubah Serta Teknik Analisis Yang Digunakan Dalam Penelitian Ini Adalah:

No Tujuan Data & alat yang digunakan

Sumber Data Peubah yang digunakan Teknik Analisis 1 Dinamika aktifitas

sosial-ekonomi masyarakat

Data potensi desa, data PDRB per kecamatan, data penduduk, Microsoft Excell dan Access

Bappeda Kabupaten Bekasi, BPS Kabupaten Bekasi

Jumlah dan jenis fasilitas, data jarak, jumlah penduduk

Teknik Pendugaan Perubahan

2 Perubahan penggunaan lahan

Citra Landsat dan citra ALOS, Peta jalan, Peta administrasi, Identifikasi karakteristik fisik wilayah, Arc View GIS 3.3, Erdas Imagine 9.1, GPS

Bakosurtanal Kenampakan Visual (tekstur, rona, keteraturan pola/bentuk Koreksi geometri, klasifikasi visual 3 Analisis keterkaitan berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan

Hasil analisis tujuan-1 dan tujuan-2, Peta RTRW

Bappeda Kabupaten Bekasi, BPS Kabupaten Bekasi

Kelas penggunaan lahan, jumlah dan jenis fasilitas, PDRB, RTRW

Analisis korelasi dan Analisis Regresi Bertatar

(22)

3.3.1. Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan literatur dan data yang dibutuhkan dalam penelitian berupa data Potensi Desa (Podes) dan data PDRB tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, citra Landsat dan ALOS, peta RTRW, peta administrasi dan peta jalan.

3.3.2. Tahap Analisis Citra 3.3.2.1. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan untuk merujuk citra penginderaan jauh ke peta dasar, sehingga kedua data tersebut kompatibel secara geografis. Proses awal koreksi geometrik dimulai dengan merektifikasi citra ke peta topografi (image to map rectification) kemudian registrasi citra ke citra (image to image registration) berdasarkan GCP (Ground Control Point) yang mudah diidentifikasi pada peta maupun citra yang dikoreksi (misalnya jalan atau sungai) serta bentuk relief yang tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Sistem koordinat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem UTM dengan datum WGS 84 pada zone 48S. Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2006 terlebih dahulu direktifikasi pada peta dasar (jalan) daerah Bekasi. Proses ini dilakukan untuk mempermudah perolehan objek yang sama pada peta topografi dan citra yang akan dikoreksi. Kemudian citra ALOS AVNIR-2 yang telah dikoreksi tersebut digunakan sebagai referensi untuk meregistrasi citra ALOS AVNIR-2 tahun 2009, citra Landsat tahun 2000 dan citra Landsat tahun 1995.

Akurasi koreksi geometrik diukur dengan nilai RMS-error (Root Mean Square-error) yang menunjukkan tingkat ketepatan pengambilan titik terhadap peta topografi yang digunakan. Semakin kecil RMS-error maka ketepatan titik GCP (Ground Control Point) semakin tinggi. Perhitungan RMS-error menggunakan persamaan berikut (Jensen, 1996):

2 2 ( ' ) ) ' (x xo y yo error RMS− = − + −

dimana indeks o menunjukkan koordinat asal dan simbol ‘ menyatakan koordinat tujuan yang ditetapkan.

(23)

3.3.2.2. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan

Analisis visual dilakukan untuk membandingkan kenampakan-kenampakan karakteristik objek yang sama pada citra yang berbeda. Pada tahap ini dilakukan analisis visual dengan mengamati berbagai kenampakan obyek menggunakan warna asli (true color) dan dengan bantuan citra rona, tekstur, pola serta asosiasi obyek. Obyek-obyek yang diamati pada proses ini selanjutnya dikelaskan dalam salah satu jenis penggunaan lahan sebagai berikut: tanaman pertanian lahan basah (TPLB), tanaman pertanian lahan kering (TPLK), lahan terbangun (LT), tambak, mangrove dan badan air.

3.3.2.3. Klasifikasi

Klasifikasi merupakan proses pengelompokan data atau informasi ke dalam kelas-kelas untuk mendapatkan gambaran yang lebih sederhana dan menunjukkan bahwa suatu objek memiliki karakter yang spesifik. Proses dari klasifikasi antara lain (1) membuat deskripsi dari kelas-kelas tertentu lalu memasukkan objek-objek ke dalam kelas tertentu, (2) membagi wilayah menjadi daerah-daerah yang lebih kecil dan lebih homogen.

Tujuan dari klasifikasi pada penelitian ini adalah untuk memperoleh kelas-kelas penggunaan lahan atau penutup lahan di Kabupaten Bekasi. Citra Landsat tahun akuisisi 1995 dan 2000, serta data ALOS AVNIR-2 tahun 2006 dan 2009 pada penelitian ini diklasifikasikan dengan cara digitasi screen. Digitasi on-screen merupakan proses digitasi yang dilakukan di atas layar monitor dengan bantuan mouse. Digitasi on-screen dapat digunakan sebagai alternatif masukan data digital tanpa menggunakan alat digitizer. Tiga unsur (feature) spasial yang dapat dibentuk antara lain titik, garis, dan poligon. Setelah proses digitasi selesai dilakukan maka didapatkan peta penggunaan lahan Kabupaten Bekasi tahun 1995, 2000, 2006 dan 2009.

3.3.3. Pengecekan Lapang

Tahap pengecekan lapang dilakukan sebanyak tiga kali pada bulan Oktober 2009. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan GPS dan titik pengambilan contoh diambil secara acak terstratifikasi berdasarkan pengelompokan jenis penggunaan lahan. Pengecekan data lapang dilakukan untuk mengambil data penggunaan lahan aktual untuk memperkuat hasil analisis dan

(24)

interpretasi sehingga hasil akhir dapat memiliki akurasi yang tinggi. Titik pengambilan contoh pada bagian selatan lebih banyak dibandingkan pada bagian utara. Hal ini dilakukan karena pada bagian utara, penggunaan lahan relatif homogen yaitu pertanian lahan basah. Sedangkan pada bagian selatan, penggunaan lahan bervariasi sehingga dibutuhkan pengambilan contoh yang lebih banyak agar tidak terjadi kesalahan pada waktu menginterpretasi citra. Gambar berikut menunjukkan peta lokasi contoh pengamatan lapang.

# # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # # Muaragembong Cabangbungin Tarumajaya Babelan Sukawangi Pebayuran Sukakarya Tambun Utara Tambelang Sukatani Karangbahagia Cibitung

Tambun Selatan Kedungwaringin

Cikarang Timur Cikarang Pusat Bojongmangu Cibarusah Serang Baru Setu Cikarang Utara Cikarang Barat Cikarang Selatan 720000 720000 735000 735000 750000 750000 92 85 00 0 92 85 00 0 93 00 00 0 93 00 00 0 93 15 00 0 93 15 00 0 93 30 00 0 93 30 00 0 93 45 00 0 9345 00 0

Peta Dasar Survei Lapang Kabupaten Bekasi Tahun 2009 U 5 0 5 Km B ata s Ke ca m a ta n # Titi k Pe n ga m b ila n Sa m p le Laut Jawa Karawang D K I J a k a r ta Kota Bekasi Bogor

(25)

3.3.4. Analisis Statistik 3.3.4.1. Analisis Korelasi

Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara perubahan penggunaan lahan dengan peubah penduga yang ada di wilayah penelitian. Analisis korelasi dilakukan dengan memanfaatkan persamaan berikut. Sedangkan Tabel 2 menunjukkan peubah yang digunakan dalam analisis korelasi.

∑ ∑

− − − = ) / ) ( )( / ) ( ( / ) . ( 2 2 2 2 n y y n x x n y x xy

r

xy

Tabel 2. Peubah-peubah dalam Analisis Korelasi

Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X) - Perubahan TPLB-LT

- Perubahan TPLB-TPLK - Perubahan TPLK-LT

- Jarak ke Jalan Tol - Jarak ke Jalan Arteri - Jarak ke Jalan Kolektor - Jarak ke Jalan Lokal

- Jarak ke Jalan Kereta Api Rangkap - Jarak ke Jalan Kereta Api

3.3.4.2. Analisis Regresi Bertatar (Stepwise Regression)

Analisis regresi bertatar dilakukan untuk menduga parameter koefisien keterkaitan antara perubahan penggunaan lahan TPLB, TPLK dan lahan terbangun sebagai peubah tujuan dengan jumlah dan jenis fasilitas, pertumbuhan penduduk, pertumbuhan ekonomi (PDRB), aksesibilitas, dan rencana tata ruang wilayah sebagai peubah penduga. Analisis regresi bertatar dimulai dengan memilih peubah satu per satu hingga didapatkan persamaan yang terbaik. Jenis penambahan peubah ditentukan dengan menggunakan nilai F parsial, hal ini dilakukan untuk memilih peubah yang akan dimasukkan pada proses selanjutnya. Setelah peubah dimasukkan, persamaan akan diuji untuk melihat jika ada peubah yang harus dihapus dan sekaligus untuk melihat tingkat kesalahan tertentu (Draper and Smith, 1998). Peubah yang digunakan dalam stepwise regression ditampilkan pada Tabel 3.

(26)

Tabel 3. Peubah-peubah dalam Analisis Regresi

Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X) - Perubahan TPLB-LT

- Perubahan TPLB-TPLK - Perubahan TPLK-LT

- Luas Perubahan Penggunaan Lahan (Ha)

- Luas Perubahan Penggunaan Lahan Proporsional (%) - Kepadatan Penduduk - Fasilitas Pendidikan - Fasilitas Kesehatan - Fasilitas Ekonomi - Fasilitas Sosial - PDRB - Alokasi RTRW Untuk TPLB - Alokasi RTRW Untuk TPLK - Jarak ke Jalan Tol

- Jarak ke Jalan Arteri - Jarak ke Jalan Kolektor - Jarak ke Jalan Lokal

- Jarak ke Jalan Kereta Api Rangkap - Jarak ke Jalan Kereta Api

- Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-LT 00-09 - Perubahan Penggunaan Lahan TPLB-TPLK 00-09 - Perubahan Penggunaan Lahan TPLK-LT 00-09

(27)

ALOS AVNIR 2006 ALOS AVNIR 2009 Landsat 2000 Landsat 1995 Peta Jalan Koreksi Geometri ALOS AVNIR 2006 Terkoreksi Koreksi Geometri ALOS AVNIR 2009 Terkoreksi Landsat 2000 Terkoreksi Landsat 1995 Terkoreksi Klasifikasi Penggunaan Lahan 2006 Penggunaan Lahan 2009 Penggunaan Lahan 2000 Penggunaan Lahan 1995 Tumpang Tindih

Tabulasi Silang Teknik Pendugaan Perubahan

Pola Perubahan Penggunaan Lahan

Laju Perubahan Penggunaan Lahan

Dinamika Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 1995

sampai 2009 Kepadatan Penduduk 2002-2007 PDRB ADH Konstan 2002-2007 Fasilitas (PODES 2003, 2006 dan 2008) Dokumen RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 1993&2003 Aksesibilitas (Jalan) Teknik Pendugaan

Perubahan Tabulasi Silang

Laju Pertumbuhan Kepadatan Penduduk Laju Pertumbuhan Ekonomi Laju Pertumbuhan Fasilitas Alokasi Ruang Tiap Penggunaan Lahan Analisis Korelasi Luas Perubahan Penggunaan Lahan Peubah Penduga (X) Peubah Tujuan (Y)

Analisis Regresi Bertatar

Peubah Penduga (X) Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dinamika Penggunaan Lahan RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 1993-2003 RTRW Kabupaten Bekasi Tahun 2003-2013 Tabulasi Silang Perubahan Alokasi Ruang Penyimpangan Penggunaan Lahan Terhadap Alokasi RTRW Penggunaan Lahan Tahun 2000 dan 2009 Tumpang Tindih Aksesibilitas (Jalan) Peubah Tujuan (Y) Peubah Penduga (X) Analisis Korelasi

Pola Penataan Ruang Kabupaten Bekasi Periode 1993-2003 dan 2003-2013

(28)

BAB IV

KEADAAN UMUM WILAYAH

4.1. Keadaan Geografi

Berdasarkan bentang lahannya, Kabupaten Bekasi terbagi atas dua bagian, yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan. Ketinggian lokasi di Kabupaten Bekasi berkisar antara 6-115 meter dengan kemiringan 0-25º. Luas wilayah Kabupaten Bekasi adalah sebesar 127.388 Ha dengan batas-batas wilayah:

• Sebelah Utara : Laut Jawa

• Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor

• Sebelah Barat : DKI Jakarta dan Kota Bekasi

• Sebelah Timur : Kabupaten Karawang 4.2. Iklim dan Suhu

Suhu udara yang terpantau di Kabupaten Bekasi berkisar antara 28-32º C. Musim kemarau berlangsung dari Juni hingga Oktober dengan curah hujan rata-rata 32 mm/tahun. Musim hujan terjadi mulai bulan Nopember hingga Mei dengan curah hujan rata-rata 207 mm/bulan. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Januari.

4.3. Administrasi dan Luas Lahan

Setelah Perda No. 26 Tahun 2001 tentang penataan, pembentukan dan pemekaran kecamatan di Kabupaten Bekasi, maka wilayah Kabupaten Bekasi terbagi kedalam 23 kecamatan. Kecamatan yang terluas adalah Muaragembong dengan cakupan 14.009 Ha atau 11% dari luas Kabupaten. Sedangkan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah Pebayuran sebanyak 13 desa. Tabel 4 menunjukkan komposisi jumlah desa per kecamatan.

(29)

Tabel 4. Luas Wilayah dan Banyaknya Desa menurut Kecamatan, 2006

Kecamatan Luas Wil.

(Ha) Desa Kode Nama 10 Setu 6.216 11 21 Serang Baru 6.380 8 22 Cikarang Pusat 4.760 6 23 Cikarang Selatan 5.174 7 30 Cibarusah 5.039 7 31 Bojongmangu 6.006 6 41 Cikarang Timur 5.131 8 50 Kedungwaringin 3.153 7 61 Cikarang Utara 4.330 11 62 Karangbahagia 4.610 8 70 Cibitung 4.530 7 71 Cikarang Barat 5.369 11 81 Tambun Selatan 4.310 10 82 Tambun Utara 3.442 8 90 Babelan 6.360 9 100 Tarumajaya 5.463 8 110 Tambelang 3.791 7 111 Sukawangi 6.719 7 120 Sukatani 3.752 7 121 Sukakarya 4.240 7 130 Pebayuran 9.634 13 140 Cabangbungin 4.970 8 150 Muaragembong 14.009 6 Kabupaten Bekasi 127.388 187

Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 2006

4.4. Kependudukan

Penduduk Bekasi tahun 2006 mencapai 2.054.795 jiwa, yang terdiri dari 1.047.691 laki-laki dan 1.007.104 perempuan dengan rasio jenis kelamin sebesar 104,03 (Tabel 5). Penduduk menurut umur menunjukkan bahwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) mendominasi populasi wilayah atau mencapai 1.417.161 orang (68,97%). Sedangkan penduduk yang belum produktif (<10 tahun) tercatat sebesar 373.868 orang atau 18,19% dan yang tidak produktif lagi (>65 tahun) adalah sebesar 62.755 orang atau 3,05%.

(30)

Tabel 5. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2006

Kecamatan Luas Wil.

(Ha) Laki-Laki Perempuan Jumlah

Kode Nama 10 Setu 6.216 39.442 38.334 77.776 21 Serang Baru 6.380 32.006 31.162 63.168 22 Cikarang Pusat 4.760 20.966 20.838 41.804 23 Cikarang Selatan 5.174 42.195 40.190 82.385 30 Cibarusah 5.039 31.484 29.558 61.042 31 Bojongmangu 6.006 12.390 12.301 24.691 41 Cikarang Timur 5.131 38.011 36.748 74.759 50 Kedungwaringin 3.153 26.728 25.496 52.224 61 Cikarang Utara 4.330 83.256 79.290 162.546 62 Karangbahagia 4.610 39.540 38.411 77.951 70 Cibitung 4.530 74.587 71.263 145.850 71 Cikarang Barat 5.369 81.585 76.046 157.631 81 Tambun Selatan 4.310 175.650 170.130 345.780 82 Tambun Utara 3.442 45.807 44.414 90.221 90 Babelan 6.360 76.189 72.943 149.132 100 Tarumajaya 5.463 42.907 40.585 83.492 110 Tambelang 3.791 17.775 17.344 35.119 111 Sukawangi 6.719 21.210 20.762 41.972 120 Sukatani 3.752 32.632 31.707 64.339 121 Sukakarya 4.240 22.471 21.857 44.328 130 Pebayuran 9.634 47.304 45.745 93.049 140 Cabangbungin 4.970 24.713 24.285 48.998 150 Muaragembong 14.009 18.843 17.695 36.538 Kabupaten Bekasi 127.388 1.047.691 1.007.104 2.054.795

Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 2006

Keberadaan penduduk menurut kecamatan tidak menyebar secara merata. Penduduk Bekasi umumnya berdomisili di Kecamatan Tambun Selatan dengan proporsi sebesar 16,83%, sedangkan paling sedikit di Kecamatan Bojongmangu yaitu 1,20%. Tingkat kesejahteraan penduduk dapat diduga dari struktur mata pencaharian. Mayoritas penduduk Kabupaten Bekasi memiliki mata pencaharian di bidang perdagangan, hotel, dan restoran (28,5%), diikuti oleh jasa (20,2%), industri (19,5%), pertanian (11,5%), angkutan (11,2%), dan sisanya di bidang bangunan/konstruksi (3,8%), bank/lembaga keuangan (3,8%), listrik, gas, dan air minum (0,8%), pertambangan & penggalian (0,7%).

(31)

4.5. Sosial Ekonomi

Indikator ekonomi yang digunakan untuk memberikan gambaran ekonomi riil adalah pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga (ADH) Berlaku dan Atas Dasar Harga (ADH) konstan. PDRB ADH konstan dikenal juga sebagai Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Sedangkan indikator sosial ekonomi lain yang biasa digunakan antara lain tingkat inflasi, angka pengangguran, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan pertumbuhan penduduk. Tabel berikut menyajikan dinamika sosial ekonomi wilayah studi selama tahun 2006-2007.

Tabel 6. Indikator Sosial-Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2006-2007

Indikator 2006 2007

PDRB ADH konstan 2000(juta Rp) 43.793.374,65 46.480.291,50

Pertumbuhan ekonomi (%) 5,99 6,14

PDRB ADH berlaku (juta Rp) 66.519.529,55 73.867.761,25

Laju inflasi (%) 6,45 6,04

Angka pengangguran terbuka (%) 15,90 15,12

Indeks Pembangunan Manusia 70,72 71,55

Laju pertumbuhan penduduk (%) 3,84 3,48

Konsumsi pemerintah (juta Rp) 1.051.749,84 1.320.962,39

Konsumsi rumah tangga (juta Rp) 14.750.337,26 16.663.783,33 Sumber : BPS Kabupaten Bekasi 2007

Sebagai daerah yang memiliki cukup banyak kawasan industri, Kabupaten Bekasi merupakan daerah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yaitu 3,48 % pada tahun 2007. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi berakibat pada tidak seimbangnya antara kesempatan kerja dengan pencari kerja. Ini terlihat dari angka pengangguran yang mencapai 15,12 % pada tahun 2007, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2006. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007 yang lebih tinggi, sehingga menyebabkan adanya peningkatan kesempatan kerja yang berpengaruh secara nyata terhadap angka pengangguran.

Indikator PDRB yang digunakan untuk melihat perkembangan ekonomi sesungguhnya adalah PDRB berdasarkan harga konstan karena menunjukkan produksi/potensi tanpa dipengaruhi inflasi. Meskipun PDRB menurut harga berlaku terlihat meningkat secara nyata, tetapi dalam kenyataannya PDRB menurut harga konstan relatif stabil.

(32)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Interpretasi Visual Penggunaan Lahan

Setiap obyek yang terdapat dalam citra memiliki kenampakan karakteristik yang khas sehingga obyek-obyek tersebut dapat diinterpretasi dengan menggunakan unsur interpretasi citra diantaranya bentuk, rona dan tekstur. Berdasarkan tampilan di layar komputer dan pengamatan lapang didapatkan beberapa penggunaan lahan diantaranya, tanaman pertanian lahan basah (meliputi sawah pada berbagai fase tumbuh: fase air, fase vegetatif, fase generatif, bera), tanaman pertanian lahan kering (kebun campuran/tegalan), lahan terbangun (permukiman/areal industri), tambak, mangrove dan badan air. Berikut ini diuraikan masing-masing ciri kelas penggunaan lahan yang ada.

Tanaman pertanian lahan basah. Kelas penggunaan lahan ini merepresentasikan pertanian padi pada lokasi studi. Kelas ini merupakan gabungan dari berbagai fase penutupan (tanaman atau permukaan) yaitu sawah fase air dimana padi baru saja ditanam dengan umur sekitar satu bulan, sawah fase vegetatif dimana padi berumur sekitar 2-3 bulan, sawah fase generatif dimana padi berumur 3-4 bulan dan siap panen, dan sawah fase bera yang merupakan fase istirahat dimana pada areal ini hanya terdapat sisa tegakan jerami dari padi yang sudah dipanen. Pada citra, tanaman pertanian lahan basah ditampilkan dengan rona/warna beragam. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000 dengan kombinasi RGB 542, sawah fase air ditampilkan berwarna biru tua dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna kuning dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna ungu kemerahan dengan tekstur halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009 dengan kombinasi warna alami (natural colour), sawah fase air digambarkan dengan warna hijau kebiruan dengan tekstur halus, sawah fase vegetatif berwarna hijau muda dengan tekstur halus, sawah fase generatif berwarna hijau dengan tekstur halus dan sawah fase bera berwarna kuning kecoklatan dengan tekstur halus.

(33)

Tanaman pertanian lahan kering. Tanaman pertanian lahan kering merupakan areal berupa kebun campuran dan/tegalan. Tanaman pertanian lahan kering biasanya ditanami tanaman tahunan dan tanaman setahun yang bercampur dengan belukar. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, tanaman pertanian lahan kering terlihat berwarna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, tanaman pertanian lahan kering berwarna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman. Tanaman pertanian lahan kering di daerah penelitian cenderung menyebar tetapi banyak dijumpai di daerah selatan. Gambar-gambar berikut menunjukkan perbandingan obyek penggunaan lahan pada citra Landsat dan ALOS AVNIR-2. Sedangkan Tabel 7 menyajikan kunci interpretasi visual pada masing-masing citra yang digunakan.

Tabel 7. Perbandingan Penampakan Obyek Pada Citra Landsat dan ALOS AVNIR-2

No. Penggunaan Lahan Kenampakan Objek Landsat ALOS 1. Tanaman Pertanian Lahan Basah

- Fase Air Warna biru tua dengan tekstur halus

Warna hijau sedikit biru dengan tekstur halus

- Fase Vegetatif Warna hijau muda dengan tekstur halus

Warna hijau muda dengan tekstur halus

- Fase Generatif Warna kuning dengan tekstur halus

Warna hijau dengan tekstur halus

- Fase Bera Warna ungu kemerahan dengan tekstur halus

Warna kuning agak coklat dengan tekstur halus

2. Tanaman Pertanian Lahan Kering

Warna hijau agak tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan permukiman

Warna hijau tua dengan tekstur kasar yang berbaur dengan pemukiman

3. Lahan Terbangun Warna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar

Warna merah agak oranye dan putih dengan tekstur kasar 4. Tambak Warna biru tua dengan tekstur

halus

Warna hijau agak coklat dengan tekstur halus

5. Mangrove Warna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus

Warna hijau tua dan berada di pinggir laut dan tambak dengan tekstur halus

(34)

a. b. c.

Gambar 4. Penampakan Objek Pada Citra Landsat (a) TPLB fase air, (b) TPLB fase bera, (c) TPLK, (d) Tambak, (e) Mangrove, (f) TPLB fase vegetatif, (g)

Lahan Terbangun, (h) Badan air, (i) TPLB fase generatif

a. b. c.

Gambar 5. Penampakan Objek Pada Citra ALOS AVNIR (a) TPLB fase bera, (b) Lahan Terbangun, (c) TPLB fase air, (d) TPLB fase vegetatif, (e) TPLB fase

generatif, (f) Tambak, (g) Mangrove, (h) TPLK, (i) Badan air

Lahan terbangun. Lahan terbangun merupakan kelas gabungan areal permukiman dengan areal industri di daerah penelitian. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, lahan terbangun disajikan berwarna ungu tua dan putih dengan tekstur kasar. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, lahan terbangun ditandai dengan warna merah kekuningan dan putih dengan tekstur kasar. Obyek ini memiliki pola teratur mengikuti jalan dan sungai dan pola kurang teratur yang berbaur dengan vegetasi. Pada areal industri, pola terlihat lebih teratur dengan bentuk poligon yang jelas, sedangkan pada areal permukiman, pola ditunjukkan kurang teratur dan menyebar.

Tambak. Tambak merupakan kolam buatan untuk budidaya ikan/udang. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, tambak berwarna biru tua dengan tekstur

(35)

halus. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, tambak berwarna hijau kecoklatan dengan tekstur halus. Tambak memiliki batas yang jelas dan ukuran bedengan lebih besar dari tanaman pertanian lahan basah.

Mangrove. Mangrove merupakan tanaman yang tumbuh di atas rawa berair payau yang terletak pada pinggir pantai. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000, mangrove berwarna hijau muda dan berada di pinggir laut dan tambak. Sedangkan pada citra ALOS tahun 2006 dan 2009, mangrove berwarna hijau tua dan berlokasi di pinggir laut dan tambak.

Badan air. Pada citra Landsat tahun 1995 dan 2000 serta citra ALOS tahun 2006 dan 2009, badan air berwarna biru dengan tekstur halus. Badan air dapat berupa sungai, danau/situ dan laut.

Pola penggunaan lahan wilayah studi hasil interpretasi visual disajikan pada gambar berikut.

(36)

Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi

Setu Muaragembong Pebayuran Babelan Sukawangi Cibitung Serang Baru Sukatani Cibarusah Bojongmangu Cikarang Barat Cikarang Pusat Cabangbungin Cikarang Selatan Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya Sukakarya Tambelang Karangbahagia Kedungwaringin Cikarang Timur Cikarang Utara 7 2 0 0 0 0 7 2 0 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 5 0 0 0 0 7 5 0 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 Laut Jawa Kab. Karawang Kab. Bogor Kod. Bekasi D K I J a k a rt a 5 0 5Km a. Setu Muaragembong Pebayuran Babelan Sukawangi Cibitung Serang Baru Sukatani Cibarusah Bojongmangu Cikarang Barat Cikarang Pusat Cabangbungin Cikarang Selatan Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya Sukakarya Tambelang Karangbahagia Kedungwaringin Cikarang Timur Cikarang Utara 7 2 0 0 0 0 7 2 0 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 5 0 0 0 0 7 5 0 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 Laut Jawa Kab. Karawang Kab. Bogor Kod. Bekasi D K I J a k a rt a 5 0 5Km b. Setu Muaragembong Pebayuran Babelan Sukawangi Cibitung Serang Baru Sukatani Cibarusah Bojongmangu Cikarang Barat Cikarang Pusat Cabangbungin Cikarang Selatan Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya Sukakarya Tambelang Karangbahagia Kedungwaringin Cikarang Timur Cikarang Utara 7 2 0 0 0 0 7 2 0 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 5 0 0 0 0 7 5 0 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 Laut Jawa Kab. Karawang Kab. Bogor Kod. Bekasi D K I J a k a rt a 5 0 5Km c. Setu Muaragembong Pebayuran Babelan Sukawangi Cibitung Serang Baru Sukatani Cibarusah Bojongmangu Cikarang Barat Cikarang Pusat Cabangbungin Cikarang Selatan Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya Sukakarya Tambelang Karangbahagia Kedungwaringin Cikarang Timur Cikarang Utara 7 2 0 0 0 0 7 2 0 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 3 5 0 0 0 7 5 0 0 0 0 7 5 0 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 2 8 5 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 1 5 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 3 0 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 9 3 4 5 0 0 0 Laut Jawa Kab. Karawang Kab. Bogor Kod. Bekasi D K I J a k a rt a 5 0 5Km d. KABUPATEN BOGOR KABUPATEN BEKASI DKI JAKARTA KABUPATEN TANGERANG KOD.BEKASI KOD.DEPOK KOD.TANGERANG KOD.BOGOR U 5 0 5 Km

Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi Tahun 2000 Badan air Lahan terbangun Mangrove Tambak TPLB TPLK Batas Kecamatan

(37)

5.2. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi

5.2.1. Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi

Seperti terangkum dalam Tabel 8 dan Gambar 7, penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi tidak terlalu banyak berubah terutama pada penggunaan lahan tanaman pertanian lahan basah. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di daerah penelitian berupa penurunan luas kawasan pertanian baik pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering untuk penyediaan kawasan terbangun baik untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Laju peningkatan luas penggunaan lahan yang terbesar adalah badan air sebesar 7,9 %, tetapi dilihat dari total luasannya perubahan penggunaan lahan yang terbesar adalah peningkatan luas lahan terbangun yaitu sebesar 11806,02 ha. Sedangkan laju penurunan penggunaan lahan terbesar terjadi pada kelas TPLK yaitu sebesar 1,7 % atau seluas 8131,12 ha.

Tabel 8. Penggunaan Lahan Kabupaten Bekasi

Penggunaan Lahan

Luas (Ha) Laju Perubahan

Luas Per Tahun (%) 1995 2000 2006 2009 Badan air 138,26 196,08 330,72 330,72 7,9% Lahan terbangun 8570,98 11586,76 17296,65 20377 7,3% Mangrove 298,38 451,38 401,72 401,72 2,9% Tambak 9367,02 9582,94 7893,54 7893,54 -1,1%

Tanaman Pertanian Lahan

Basah 73125,46 72401,33 72722,41 70690,30 -0,2%

Tanaman Pertanian Lahan

Kering 37141,42 34468,2 30058,53 29010,30 -1,7%

(38)

Berdasarkan hasil di atas dapat diketahui bahwa penggunaan tanaman pertanian lahan basah di Kabupaten Bekasi merupakan penggunaan lahan yang dominan diikuti oleh tanaman pertanian lahan kering dan lahan terbangun. Hal ini dipengaruhi oleh topografi daerah penelitian yang relatif datar. Gambar berikut menyajikan informasi yang diperoleh pada saat survei lapang.

a. (107,11 ; -6,19) b. (107,03 ; -6,00)

c. (107,17 ; -6,46) d. (107,08 ; -6,38)

e. (107,11 ; -6,30)

Gambar 8. Foto pengecekan lapang (a) TPLB, (b) Tambak, (c) Badan Air, (d) TPLK, (e) Lahan Terbangun

Konversi lahan di Kabupaten Bekasi cenderung terjadi dalam rangka menyediakan lahan untuk permukiman, industri maupun jasa lainnya. Lahan

(39)

terbangun cenderung terus meningkat sesuai dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat di Kabupaten Bekasi. Pada kurun waktu 11 tahun (dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006), perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bekasi cenderung membentuk gerombol (cluster). Perubahan penggunaan lahan yang menggerombol terjadi di Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur dan Cikarang Selatan yang merupakan kecamatan dengan basis industri berskala menengah dan besar serta merupakan kecamatan yang menjadi pusat perdagangan dan jasa. Sedangkan Cikarang Pusat yang merupakan ibukota Kabupaten Bekasi tidak terlalu banyak mengalami perubahan. Perubahan yang umum terjadi di ibukota Kabupaten Bekasi tersebut adalah dari pertanian lahan basah menjadi lahan terbangun (perkantoran dan pertokoan). Sedangkan di kecamatan lain, perubahan penggunaan lahan relatif menyebar secara spasial dengan perubahan yang tidak terlalu signifikan. Perubahan yang dominan terjadi di lokasi selain ibukota Kabupaten Bekasi adalah dari pertanian lahan kering menjadi lahan terbangun.

Perubahan penggunaan lahan terbesar pada kurun waktu 1995-2000 dan 2000-2006 terjadi di Kecamatan Cikarang Barat dan Cikarang Utara masing-masing sebesar 430,43 ha dan 1491,18 ha dengan bentuk perubahan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa terdapat kecamatan yang tidak mengalami perubahan selama kurun waktu 11 tahun (1995-2006) yaitu Setu, Serang Baru dan Bojongmangu. Dari informasi yang dikumpulkan di lapangan, diketahui bahwa hal ini mungkin terjadi karena aksesibilitas ke wilayah tersebut cukup terbatas sampai saat ini.

Pada periode pengamatan tahun 2006 sampai dengan tahun 2009, perubahan yang terjadi di Kabupaten Bekasi relatif menyebar secara tidak teratur dan mengindikasikan fenomena urban sprawl dengan pusat penyebaran berada di Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Timur dan Cikarang Selatan. Urban sprawl merupakan pertumbuhan periferi yang meluas dimana lokasinya tidak terbatas dan tidak berdekatan dengan pusat pembangunan kawasan metropolitan (Martinuzzi et al., 2006). Menurut Batisani et al. (2008), perkembangan urban sprawl merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi fragmentasi lahan dan penurunan luas lahan pertanian.

(40)

Hasse and Lathrop (2003) berpendapat bahwa urban sprawl merupakan salah satu bentuk spesifik dari perkembangan lahan terbangun yang memiliki kepadatan rendah, menyebar dan memiliki dampak karakteristik sosial. Lokasi perubahan penggunaan lahan pada periode 2000-2006 diindikasikan menjadi pusat penyebaran perubahan penggunaan lahan pada periode berikutnya (2006-2009).

Pada kurun waktu 2006-2009 perubahan pengggunaan lahan terbesar terjadi di Kecamatan Muaragembong dengan perubahan TPLB menjadi TPLK. Sedangkan perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun maupun penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun terjadi hampir di seluruh kecamatan di Kabupaten Bekasi. Kecamatan yang tidak mengalami perubahan penggunaan lahan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 adalah Bojongmangu. Dari hasil survei lapang diketahui bahwa walaupun Kecamatan Bojongmangu berdekatan dengan ibukota Kabupaten Bekasi, kecamatan ini memiliki aksesibilitas yang sangat terbatas dan lokasi kecamatan ini jauh dari jalan tol, jalan arteri dan jalan kolektor utama di Kabupaten Bekasi. Selain itu kecamatan ini juga memiliki topografi yang bergelombang dan memiliki jumlah penduduk paling sedikit di Kabupaten Bekasi yaitu 25.508 jiwa serta nilai PDRB perkapita yang kecil yaitu 5.891.279,99 rupiah (BPS Kabupaten Bekasi, 2007). Tabel 9 menyajikan secara rinci luas perubahan penggunaan lahan dari pengggunaan TPLB menjadi lahan terbangun per kecamatan.

(41)

Tabel 9. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi Lahan Terbangun

Kecamatan Luas (Ha)

95-00 00-06 06-09 Babelan 109,49 196,53 Bojongmangu Cabangbungin 24,30 Cibarusah 25,43 Cibitung 26,98 192,80 Cikarang Barat 60,04 215,79 180,06 Cikarang Pusat 66,59 76,91 Cikarang Selatan 179,99 13,85 Cikarang Timur 12,47 299,37 38,70 Cikarang Utara 371,71 230,97 Karangbahagia 21,47 99,41 Kedungwaringin 31,78 33,27 Muaragembong Pebayuran 39,89 25,69 Serang Baru Setu 10,65 47,53 Sukakarya 54,31 14,83 5,65 Sukatani 74,06 Sukawangi 4,70 0,42 7,08 Tambelang 17,08 Tambun Selatan 35,18 155,47 Tambun Utara 230,90 80,93 Tarumajaya 11,98 104,21 64,01 Total 355,27 1637,11 1500,1

Perubahan Per Tahun (Ha) 71,04 272,85 500,03

Tabel 9 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan dari TPLB menjadi lahan terbangun pada kurun waktu 1995 sampai 2000 terjadi hanya di beberapa kecamatan antara lain Kecamatan Cikarang Barat (60,04 ha), Cikarang Selatan (179,99 ha), Cikarang Timur (12,47 ha), Kedungwaringin (31,78 ha), Sukakarya (54,31 ha), Sukawangi (4,70 ha) dan Tarumajaya (11,98 ha). Sedangkan pada kurun waktu 2000 sampai 2006 dan kurun waktu tahun 2006 sampai 2009 perubahan terjadi menyebar hampir di seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Bojongmangu, Muaragembong dan Serang Baru. Pada kedua periode tersebut perubahan terbesar terjadi di Kecamatan Cikarang Utara, masing-masing sebesar 371,71 ha dan 230,97 ha. Dilihat dari rata-rata luas perubahannya, perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun terbesar terjadi pada kurun waktu 2006 sampai 2009, dengan rata-rata luas perubahan 500,03 ha per tahun. Sementara pada periode sebelumnya rata-rata perubahan sebesar 71,04 ha pada 1995-2000 dan 272,85 ha pada 2000-2006. Perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun seharusnya tidak boleh terjadi. UU No.41 Pasal

(42)

51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak irigasi dan infrastruktur lainnya serta mengurangi kesuburan tanah Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan”. Apabila hal itu dilakukan, orang tersebut harus melakukan rehabilitasi terhadap lahan yang dirusak. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang dimaksud adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok (TPLB). Terjadinya perubahan penggunaan lahan TPLB menjadi lahan terbangun menunjukkan lemahnya pengawasan dan pengendalian pemerintah terhadap penggunaan lahan pertanian. Berikutnya pada Tabel 10 disajikan perubahan penggunaan lahan dari penggunaan TPLK menjadi lahan terbangun.

Tabel 10. Perubahan Penggunaan Lahan TPLK menjadi Lahan Terbangun

Kecamatan Luas (Ha)

95-00 00-06 06-09 Babelan 511,81 113,34 Bojongmangu Cabangbungin 6,19 215,31 Cibarusah 40,86 Cibitung 82,26 44,6 140,92 Cikarang Barat 370,39 437,91 257,58 Cikarang Pusat 24,81 138,67 239,91 Cikarang Selatan 110,84 721,25 541,98 Cikarang Timur 256,82 150,77 Cikarang Utara 234,20 1102,52 200,45 Karangbahagia 32,41 1,21 154,78 Kedungwaringin 10,65 172,33 Muaragembong 14,09 189,89 Pebayuran 69,89 Serang Baru 24,36 Setu 16,52 Sukakarya 46,95 41,89 Sukatani 205,49 0,09 Sukawangi 207,26 92,67 Tambelang 33,52 65,36 Tambun Selatan 374,74 353,6 7,11 Tambun Utara 289,22 13,78 Tarumajaya 64,69 Total 2619,52 4002,01 1804,36

(43)

Tabel 10 menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan TPLK menjadi lahan terbangun menyebar merata hampir di seluruh kecamatan pada tiga periode waktu kecuali Kecamatan Bojongmangu, Cibarusah, Pebayuran, Serang Baru, Setu dan Tarumajaya. Pada kurun waktu 1995 sampai 2000 perubahan penggunaan lahan terbesar terjadi di Kecamatan Babelan sebesar 511,11 ha. Pada kurun waktu 2000 sampai 2006 terjadi perubahan di Kecamatan Cikarang Utara sebesar 1102,52 ha. Sedangkan pada kurun waktu 2006 sampai 2009, perubahan sebesar 541,98 ha terjadi di Kecamatan Cikarang Selatan. Jika dilihat dari total luas dan rata-rata luas perubahan penggunaan lahan per tahunnya, perubahan penggunaan lahan dari TPLK menjadi lahan terbangun terjadi pada kurun waktu 2000 sampai 2006 yaitu sebesar 667,00 ha per tahun.

Tabel 11. Perubahan Penggunaan Lahan TPLB menjadi TPLK

Kecamatan Luas (Ha)

95-00 00-06 06-09 Babelan Bojongmangu Cabangbungin Cibarusah Cibitung 4,49 2,54 Cikarang Barat 9,22 Cikarang Pusat 12,24 Cikarang Selatan 60,10 Cikarang Timur 16,95 23,72 Cikarang Utara Karangbahagia 11,06 Kedungwaringin Muaragembong 625,76 Pebayuran Serang Baru Setu 94,09 Sukakarya Sukatani 19,06 Sukawangi Tambelang 4,19 Tambun Selatan Tambun Utara Tarumajaya 7,83 Total 0 93,78 797,47

Gambar

Gambar 1. Matriks Transisi
Gambar 2. Titik Pengambilan Contoh Penggunaan Lahan Tahun 2009
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian
Gambar 4. Penampakan Objek Pada Citra Landsat (a) TPLB fase air, (b) TPLB  fase bera, (c) TPLK, (d) Tambak, (e) Mangrove, (f) TPLB fase vegetatif, (g)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah menentukan pola penggunaan lahan berdasarkan citra satelit Ikonos tahun 2003, membandingkan pola penggunaan lahan dengan RTRW

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah menentukan pola penggunaan lahan berdasarkan citra satelit Ikonos tahun 2003, membandingkan pola penggunaan lahan dengan RTRW

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan dan Strategi Pengalokasian Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Penganggaran Daerah Berbasis

Terdapat peningkatan penggunaan lahan yang tidak sesuai pada RTRW dibandingkan dengan penggunaan lahan aktual sebesar 19078.73 Ha atau 11.25% dari luas Kabupaten

Dalam pengimplementasian Perda Nomor 2 Tahun 2012 Tentang RTRW Kabupaten Lombok Timur seharusnya pemerintah Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten

Karya ini bertujuan untuk mengetahui dinamika pembangunan kehidupan masyarakat Kabupaten Garut dalam bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, dan perekonomian tahun

Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis perubahan tutupan lahan hasil klasifikasi menggunakan Citra Landsat 7 ETM+ dan Landsat 8 OLI di Kota Bekasi pada tahun 2003, 2009

Bogor Utara Tahun 2006 dan 2017 Google Earth Interpretasi citra dan digitasi 2 Rencana Pola Ruang RTRW Kota Bogor Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Survey instansional