• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa setiap daerah di Indonesia diberikan hak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diketahui bahwa setiap daerah di Indonesia diberikan hak"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagaimana diketahui bahwa setiap daerah di Indonesia diberikan hak untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan secara luas, nyata dan bertanggung jawab, sehingga dapat mendorong perkembangan dan pembangunan daerah. Otonomi daerah merupakan perwujudan dari kebijakan pemerintah untuk mendorong peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, merubah tatanan kehidupan ekonomi masyarakat yang masih rendah menjadi lebih baik, serta mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di daerah.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah menyebutkan bahwa otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur, mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Konsep dasar otonomi daerah adalah pemberian wewenang yang lebih luas kepada daerah, untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan daerahnya sesuai dengan dikehendaki.

Pemerintah daerah dituntut untuk dapat menggerakkan segala kemampuan yang dimiliki, dalam menciptakan serta mendorong peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang dapat menjadi sumber pembiayaan di daerah. Suatu daerah otonom akan mampu berotonomi apabila daerah tersebut memiliki kemampuan keuangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya, dengan

(2)

2 tingkat ketergantungan kepada pemerintah pusat mempunyai porsi semakin kecil. Oleh karena itu, kemandirian atau kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari adanya peningkatan (PAD), dijadikan salah satu tolok ukur dalam pelaksanaan otonomi daerah.

Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan ketersediaan sumber daya keuangan yang tidak sedikit. Jika suatu daerah yang tidak memiliki dana yang cukup atau memadai tentunya memerlukan tambahan dari pihak lain dalam mendukung pelaksanaan program pembangunan yang telah direncanakan tersebut. Pihak lain yang dimaksud adalah suatu lembaga perbankan, pemerintah pusat atau pihak asing yang peduli dengan program pembangunan suatu daerah.

Koswara (2000: 50), menyatakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber–sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan pada pemerintah pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara.

Realita yang terjadi umumnya pada kabupaten-kabupaten yang baru terbentuk atau baru mengalami pemekaran dari kabupaten induk, salah satunya Kabupaten Maluku Tenggara Barat, bahwa sumber daya keuangan yang berasal

(3)

3 dari PAD yang menjadi sumber pembiayaan bagi daerah cenderung jauh dari yang diharapkan. Kondisi ini akan menyebabkan kemandirian keuangan yang rendah serta ketergantungan terhadap sumber pembiayaan kepada pemerintah pusat masih tinggi. Ketersediaan sarana prasarana di daerah yang dapat menjadi kontribusi PAD dari objek pajak daerah dan retribusi daerah misalnya hotel dan restoran, pusat-pusat perbelanjaan dengan areal parkir yang memadai, dan lain-lain, masih relatif terbatas, hal ini merupakan fenomena yang terjadi di hampir seluruh daerah kabupaten/kota.

Ketergantungan akan sumber-sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat, masih sangat tinggi oleh daerah terhadap pemerintah pusat, dapat mengindikasikan bahwa kemampuan yang dimiliki pemerintah daerah untuk mengendalikan sumber keuangan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menjadi terbatas. Problem yang dihadapi di daerah dalam upaya untuk mewujudkan kemandirian keuangan yang memberikan kemampuan yang besar bagi daerah adalah mengendalikan atau mengelola sumber daya keuangan yang dimiliki secara optimal, sesuai kebutuhan pembangunan di daerah dalam rangka mewujudkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Ritonga (2009: 185), PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. PAD bertujuan untuk memberikan keleluasan kepada daerah dalam mengoptimalkan potensi pendanaan daerah sendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. PAD adalah semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber daerah asli yang

(4)

4 dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Jika PAD yang merupakan tulang punggung sumber pembiayaan pembangunan daerah itu mengalami kenaikan secara terus menerus, akan berdampak pada peningkatan kemampuan atau kemandirian sumber daya keuangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, serta mengurangi ketergantungan pembiayaan terhadap pemerintah pusat.

Tabel 1.1

Relisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupten Maluku Tengara Barat, Tahun 2010 – 2013 Uraian 2010 (Rp) 2011 (Rp) 2012 (Rp) 2013 (Rp) Pajak Daerah 1.102.043.002,00 1.686.756.823,24 2.508.000.707,89 3.466.359.248,00 Retribusi Daerah 2.701.380.576,00 2.138.459.589,56 3.079.040.433,10 3.257.860.573,75 Lain-lain PAD Yang Sah 4.494.097.502,00 5.150.269.044,06 6.729.210.118,45 11.698.760.649,41 Total 8.297.521.080,00 8.975.485.456,86 12.535.672.548,44 18.422.980.507,16 Sumber: DPKD Kab. Maluku Tenggara Barat

Berdasarkan pada Tabel 1.1 menunjukkan bahwa realisasi PAD tahun 2010 sebesar Rp8.297.521.080,00 yang bersumber dari pajak daerah sebesar Rp1.102.043.002,00 dan retribusi daerah sebesar Rp1.102.043.002,00 serta lain-lain PAD yang sah sebesar Rp4.494.097.502,00. Pada tahun 2011 realisasi PAD sebesar Rp8.975.485.456,86 yang bersumber dari pajak daerah sebesar Rp1.686.756.823,24 dan retribusi daerah sebesar Rp2.138.459.589,56 serta lain-lain PAD yang sah sebesar Rp5.150.269.044,06. Pada tahun 2012 realisasi PAD Rp12.535.672.548,44 yang bersumber dari pajak daerah sebesar Rp2.508.000.707,89 dan retribusi daerah sebesar Rp3.079.040.433,10 serta lain-lain PAD yang sah sebesar Rp6.729.210.118,45. Pada Tahun 2013 realisasi

(5)

5 PAD sebesar Rp18.422.980.507,16 yang bersumber dari pajak daerah sebesar Rp3.466.359.248,00 dan retribusi daerah sebesar Rp3.257.860.573,75 serta lain-lain PAD yang sah sebesar Rp11.698.760.649,41.

Tabel 1.2

Terget dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kabupten Maluku Tengara Barat,

Tahun 2010 – 2013 Tahun Terget (Rp) Realisasi (Rp) Persentase Realisasi Penerimaan 2010 30.141.761.323,14 8.297.521.080,00 27,53 2011 6.041.388.300,45 8.975.485.456,86 148,57 2012 10.745.908.135,64 12.535.672.548,44 116,66 2013 24.922.587.925,61 18.422.980.507,16 73,92

Sumber: DPKD Kab. Maluku Tenggara Barat

Berdasarkan pada Tabel 1.2 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 target

PAD sebesar Rp30.141.761.323,14 dan realisasi PAD sebesar Rp8.297.521.080,00 atau realisasi sebesar 27,53 persen. Pada tahun 2011 target

PAD sebesar Rp6.041.388.300,45 dan realisasi PAD sebesar Rp8.975.485.456,86 atau realisasi sebesar 148,57 persen. Pada tahun 2012 target PAD sebesar Rp10.745.908.135,64 dan realisasi PAD sebesar Rp12.535.672.548,44 atau realisasi sebesar 116,66 persen. Pada tahun 2013 terget PAD sebesar Rp24.922.587.925,61 dan realisasi sebesar Rp18.422.980.507,16 atau realisasi sebesar 73,92 persen.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak kabupaten/kota terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, pajak perolehan hak atas tanah. Retribusi daerah terbagi menjadi retribusi jasa umum terdiri dari retribusi pelayanan

(6)

6 kesehatan, pelayanan persampahan, pergantian biaya cetak kartu tanda penduduk, pelayanan parkir, pelayanan pasar, pengujian kendaraan bermotor, pemeriksaan alat pemadam kebakaran, pengelolahan limbah, penyediaan dan atau penyedotan kakus, pelayanan pendidikan dan pengendalian menara telekomunikasi. Retribusi jasa usaha merupakan pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial, serta retribusi perizinan tertentu merupakan pelayanan perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Perkembangan pajak daerah dapat dilihat pada sebagai berikut.

Tabel 1.3

Target dan Realisasi Pajak Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat,

Tahun 2010 – 2013 Tahun Terget (Rp) Realisasi (Rp) Persentase Realisasi Penerimaan 2010 1.525.875.000 1.102.043.002 72,22 2011 1.469.886.300 1.686.758.823 114,75 2012 3.986.256.070 2.508.000.707 62,92 2013 4.328.921.800 3.466.359.284 80,07

Sumber: DPKD Kab. Maluku Tenggara Barat

Berdasarkan pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2010 target pajak daerah sebesar Rp1.525.875.000 dan realisasi pajak daerah sebesar Rp1.102.043.002 atau 72,22 persen. Pada tahun 2011 target pajak daerah sebesar Rp1.469.886.300 dan realisasi pajak daerah sebesar Rp1.686.758.823 atau 114,75 persen. Pada tahun 2012 target pajak daerah sebesar Rp3.986.256.070 dan realisasi pajak daerah sebesar Rp2.508.000.707 atau 62,92 persen. Pada tahun

(7)

7 2013 terget pajak daerah sebesar Rp4.328.921.800 dan realisasi sebesar 3.466.359.284 atau 80,07 persen.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000, yang dimaksudkan dengan pajak daerah adalah kontribusi wajib pajak kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pajak daerah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat Nomor 03 Tahun 2009 terdiri dari pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak Bahan Galian Golongan C (BGGC), pajak BPHTB. Jenis-jenis pajak dimaksud sebagai potensi penerimaan pajak daerah yang merupakan komponen dari PAD Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Rincian realisasi penerimaan pajak daerah dapat dilihat pada tabel berikut.

(8)

8 Tabel 1.4

Rincian Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat,

Tahun 2010 – 2013 Uraian 2010 (Rp) 2011 (Rp) 2012 (Rp) 2013 (Rp) Pajk Hotel 21.723.500 55.466.500 89.317.813 33.298.650 Pajak Restoran 39.990.000 617.653.236 722.188.713 1.191.241.287 Pajak Hiburan 12.300.000 16.558.600 31.328.800 22.085.750 Pajak Reklame 119.205.000 186.375.000 310.330.000 257.970.000

Pajak Penerangan Jalan 129.747.196 206.820.235 83.046.595 665.827.547

BGGC 779.077.306 538.218.252 1.162.500.886 1.008.195.000

Pajak BPHTB - 65.665.000 109.287.900 287.741.050

Sumber: DPKD Kab. Maluku Tenggara Barat

Berdasarkan pada Tabel 1.4 tersebut menunjukkan bahwa komponen pajak daerah tertentu yang mengalami kenaikan secara terus menerus selama tahun 2010 sampai tahun 2013 akan tetapi ada potensi pajak daerah lainnya yang realisasinya mengalami fluktuatif selama kurun waktu 2010 sampai 2013. Secara rinci dapat

diuraikan sebagai berikut. Realisasi pajak hotel tahun 2010 sebesar Rp21.723.500 tahun 2011 sebesar 55.466.500 tahun 2012 sebesar Rp 89.317.813

dan pada tahun 2013 sebesar Rp33.298.650. Realisasi pajak restoran tahun 2010 sebesar Rp39.990.000 tahun 2011 sebesar Rp617.653.236 tahun 2012 sebesar Rp722.188.713 dan tahun 2013 sebesar Rp1.191.241.287. Realisasi pajak hiburan tahun 2010 Rp12.300.000 tahun 2011 sebesar Rp16.558.600 tahun 2012 sebesar Rp31.328.800 dan tahun 2013 sebesar Rp22.085.750. Realisasi pajak reklame tahun 2010 sebesar Rp119.205.000 tahun 2011 sebesar Rp186.375.000 tahun 2012 sebesar Rp310.330.000 tahun 2013 sebesar Rp257.970.000. Realisasi pajak penerangan jalan tahun 2010 sebesar Rp129.747.196 pada tahun 2011 sebesar Rp206.820.235 tahun 2012 turun menjadi sebesar Rp83.046.595 dan tahun 2013 menjadi sebesar Rp665.827.547. Realisasi BGGC tahun 2010 sebesar Rp779.077.306 tahun 2012 sebesar Rp538.218.252 tahun 2012 sebesar

(9)

9 Rp1.162.500.886 dan tahun 2013 mengalami penurunan sebesar sebesar Rp1.008.195.000. Realisasi pajak BPHTB pada tahun 2012 sebesar Rp65.665.000 tahun 2012 sebesar Rp287.900 dan tahun 2013 sebesar Rp287.741.050.

Rendahnya PAD menyebabkan ketergantungan sumber-sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta pelayanan kepada masyarakat yang masih sangat tinggi oleh daerah terhadap pemerintah pusat. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa kemampuan yang dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat untuk mengendalikan sumber keuangan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat menjadi terbatas.

1.2 Keaslian Penelitian

Telah banyak dilaksanakan penelitian oleh para peneliti tentang pajak daerah, namun hasil dan kesimpulannya berbeda dibandingkan dengan kondisi realisasi penerimaan pajak daerah di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, karena situasi dan kondisi daerah yang tidak sama.

Kitchen (2003) meneliti tentang opsi keuangan bagi pemerintah kota. Penelitian ini berfokus pada beberapa sumber yang berbeda dalam memberikan pendapatan tambahan kepada kota-kota di Kanada, sumber tersebut adalah yang mencakup otoritas untuk membebankan beberapa pajak baru, revisi-revisi pembayaran bukan pajak dari pemerintah federal dan provinsi dan transfer antar daerah. Temuan yang paling penting adalah kota-kota di Kanada harus dapat membebankan pajak pada objek yang lebih luas dibandingkan yang saat ini sudah dibebankan. Beragam macam pajak akan memberikan otonomi dan fleksibilitas

(10)

10 yang lebih kepada kota tersebut dalam memenuhi permintaan pelayanan publik dan infrastruktur modal.

Hicks (2007) melakukan penelitian tentang pajak Wal-Marts’s pada pendapatan dan pengeluaran lokal di Ohio, dari tahun 1988-2003. Penelitian ini menggunakan data panel. Hicks menemukan bahwa persentase dari Wal-Mart secara signifikan meningkatkan taksiran pajak kekayaan pedagang lokal, meningkatkan pungutan pajak penjualan dan menuju pada tingkat yang lebih besar dari partisipasi angkatan kerja lokal.

Zhao (2009) melakukan penelitian tentang dampak fiskal potensi lokal studi tentang opsi pajak di Massachusetts. Menggunakan pendekatan yang disebut sistem pajak perwakilan. Hasilnya menunjukkan bahwa pajak lokal baru akan membantu kota menghasilkan cukup tambahan penerimaan dari sumber yang belum dimanfaatkan. Akan tetapi, pendapatan dari pajak lokal baru tidak merata di seluruh kota, kapasitas pajak terkonsentrasi pinggiran kota Boston dan daerah timur Massachusetts. Pembuat kebijakan harus mempertimbangkan peningkatan bantuan negara untuk mengimbangi kesenjangan fiskal.

Fei (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh kebijakan pajak daerah pada investasi proyek. Menganalisis dampak kebijakan pajak pada investasi perusahaan dan mengukur keuntungan kebijakan pajak dengan menggunakan model NPV. Hasilnya bahwa pajak membuat keuntungan perusahaan menjadi lebih sedikit sehingga hal ini dapat meningkatkan beban perusahaan bisnis hingga tingkatan tertentu. Oleh karena itu, pembentukan kebijakan pajak secara langsung berkaitan dengan keputusan investasi bisnis.

(11)

11 Hartono (2010) meneliti tentang potensi dan kinerja pajak hotel di Kabupaten Sleman. Hasil menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan pajak hotel di Kabupaten Sleman selama 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2004-2008 sebesar 9,16 persen. Rata-rata kontribusi pajak hotel terhadap pajak daerah sebesar 26,53 persen dan rata-rata kontribusi pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah sebesar 11,81 persen. Efektivitas pengelolaan pajak hotel pada tahun anggaran 2008 dapat dikatakan efektif, karena baru mencapai 58,40 persen dari potensi yang ada, artinya masih ada potensi pajak hotel yang belum terealisasi sebesar 41,60 persen. Selama tahun anggaran 2004-2008 tingkat efisiensi pemungutan pajak hotel semakin menurun yang angkanya berturut-turut adalah 3,28 persen, 3,30 persen, 3,93 persen, serta 4,65 persen.

Shunguang (2011) melakukan penelitian tentang analisis Countermeasures keuangan perkembangan ekonomi regional di China. Dengan menerapkan pajak istimewa pada kawasan pantai timur dalam perkembangan regional, sistem keuangan memperlemah kemampuan keuangan, peran ekuilisasi terbatas dalam pembayaran transfer keuangan dan pajak yang memperlebar gap antarwilayah, mempertimbangkan bahwa beberapa kebijakan keuangan harus dilaksanakan, seperti merenovasi sistem keuangan yang berlaku, melaksanakan pembiayaan komprehensif dan kebijakan pajak serta memperkuat kebijakan pajak istimewa.

Schoeman (2011) melakukan penelitian tentang kinerja fiskal pemerintah daerah di Afrika Selatan. Teknik yang digunakan Regresi non-parametrik dalam bentuk logaritma menggunakan scatter plot smoothing. Hasil penelitian kinerja fiskal pemerintah daerah di Afrika Selatan dalam hal pengumpulan pendapatan

(12)

12 sendiri, untuk melengkapi dana dari pemerintah pusat. Hasilnya 40 persen pendapatan daerah pada pemerintah Afrika Selatan (tidak termasuk kota-kota besar) masih di bawah rata-rata.

Xianyu (2011) meneliti tentang dampak pajak pada perusahaan yang terdaftar dalam pasar saham Cina. Dengan menggunakan analisis empiris tingkat makro-mikro beban pajak pada kinerja operasi perusahaan yang terdaftar. Hasil menunjukkan bahwa beban pajak pada kinerja operasi makro dan mikro memiliki dampak negatif pada perusahaan yang terdaftar di Cina, disisi lain, beban pajak mikro pada kinerja perusahaan-perusahaan yang terdaftar memiliki dampak yang signifikan dari pada beban pajak pada makro.

Pratama (2012) meneliti tentang analisis pengembangan PAD dalam mendukung otonomi daerah. Hasil menunjukkan bahwa pajak mineral bukan logam dan bantuan, retribusi jasa masuk pelabuhan dan retribusi izin mendirikan bangunan menjadi pajak dan retribusi yang sangat potensial untuk meningkatkan penerimaan daerah, berdasarkan hasil analisis secara makro menunjukkan bahwa elastisitas PAD terhadap PDRB sebesar -1,01 persen. Ini mengandung arti struktur pajak dan retribusi daerah tersebut tidak kuat dan perhitungan secara mikro untuk pajak dan retribusi yang potensial yaitu potensi pajak mineral bukan logam dan bantuan sebesar Rp1.131.747.010 per tahun dan potensi retribusi jasa masuk pelabuhan adalah Rp323.170.666,67 per tahun, serta retribusi izin mendirikan bangunan sebesar Rp241.500.602,35 per tahun.

Alesina (2013) meneliti tentang peraturan versus pajak. Hasil menunjukkan bahwa dibawah kondisi tertentu, ketika individu menghasilkan eksternalitas

(13)

13 negatif yang merupakan minoritas yang relatif kecil, para pemilih akan memilih aturan, sementara perencana sosial akan memilih pajak. Selain itu, aturan dipilih oleh mayoritas sifatnya lebih membatasi dibandingkan dengan tingkatan yang akan dipilih oleh perencana sosial jika dibatasi untuk menggunakan aturan sebagai satu-satunya instrumen. Sebaliknya, ketika aktivitas dengan eksternalitas negatif dinikmati oleh orang banyak, maka mayoritas akan memilih pajak, bahkan ketika perencana sosial akan memilih aturan.

Kim (2013) meneliti tentang desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi di Korea. Penelitian ini menguji dampak dari desentralisasi fiskal pada pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data panel dari tahun 1990 hingga 2011. Hasil empiris menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhaan di tingkat provinsi dan daerah. Penelitian di Korea dapat dikatakan desentralisasi fiskal merupakan hal yang paling berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi.

Thushyanthan (2014) melakukan penelitian tentang indentifikasi tiruan pajak lokal dengan batasan administrasi dan perbaikan kebijakan serta meneliti apakah kebijakan pajak pemerintah lokal bersifat ketergantungan. Hal ini bersandar pada intervensi kebijakan exogenous di German State of North Rhine-Westphalia untuk mengidentifikasi interaksi strategis dalam pengganda pajak kotamadya yang berlokasi di negara tetangga Lower Saxony. Menggunakan

Difference in Difference (DD) dan Spatial Lag (SL). Hasil DD dan SL

(14)

14 tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar literatur yang telah menaksir terlalu tinggi pentingnya pajak lokal

1.3 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang dan permasalahan tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah penulisan adalah realisasi dan pertumbuhan penerimaan pajak daerah sebagai Potensi Pendapatan Asli Daerah menunjukkan pertumbuhan yang masih dibawah pertumbuhan penerimaan pajak daerah pada tingkat provinsi.

1.4 Pertanyaan Penelitian

1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Maluku Tenggara Barat?

2. Upaya-upaya apa yang dapat meningkatkan penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Maluku Tenggara Barat?

1.5 Tujuan Penelitian

1. Menentukan faktor-faktor apa yang memengaruhi penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

2 Menganalisis upaya-upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat, untuk menjadi acuan dalam kebijakan pengelolaan pajak daerah.

(15)

15 2. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi para

peneliti yang berminat mengadakan penelitan terhadap pajak daerah.

3. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca, khususnya yang berminat untuk mengetahui lebih jauh tentang pajak daerah.

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan tesis ini disajikan dalam lima bab sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, memuat latar belakang, keaslian penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, berisikan teori dan tinjauan pustaka. Bab III Metode Penelitian, memuat desain penelitian, metode pengumpulan data, metode penyampelan, defenisi operasional, instrumen peneltian, metode analisis data. Bab IV Analisis, menguraikan tentang deskripsi hasil penelitian dan hasil analisis data. Bab V Simpulan dan Saran, yang memuat simpulan dari hasil analisis, implikasi, keterbatasan serta saran dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak hotel dan restoran.

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengujian statistik deskriptif pada peran IFRS dan PSAK di Indonesia, terlihat bahwa persentase jawaban pada poin ini baik pada pertanyaan pertama, kedua, maupun

Adapun SM, setelah ia menghafal Alquran banyak hikmah-hikmah yang didapatnya, di antaranya ia sekarang lebih luwes dalam melafalkan ayat-ayat Alquran, dan

ratus lima puluh ribu rupiah) Tahun Anggaran 2015, maka dengan ini diumumkan bahwa Pemenang e-Lelang Pemilihan Langsung pekerjaan tersebut di atas. adalah

Berdasarkan hasil Evaluasi Administrasi, Teknis dan Biaya, kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Kabupaten Lamandau mengumumkan pemenang seleksi

PEMBAGIAN GRUP MAHASISWA BARU. PROGRAM STUDI

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya dan mengacu kepada Dokumen Pengadaan serta berdasarkan Berita Acara

Juta Sembilan Ratus Delapan Puluh Tiga Ribu Rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka dengan ini diumumkan bahwa Pemenang E-lelang Pemilihan Langsung pekerjaan tersebut di. atas

Setelah dilaksanakannya Pembuktian Klarifikasi Lapangan, bersama ini kami mengundang Saudara untuk mengikuti Pembuktian Kualifikasi untuk Paket Pekerjaan.. Pengadaan Sarana