• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RISALAH RAPAT

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

===========================================================================

Tahun Sidang : 2000-2001

Masa Persidangan : II

Jenis Rapat : Rapat Kerja

Sifat Rapat : Terbuka

Rapat ke : -

Hari/Tanggal : 12 September 2000

Waktu : -

Tempat : -

Ketua Rapat : Sidharto Danusubroto, SH

Sekretaris Rapat : -

Acara : Laporan Panja Kepada Pansus

Hadir Anggota DPR-RI : orang dari orang Anggota

Undangan : Menteri Kehakiman dan HAM beserta Staf

PIMPINAN : 1. Drs. Sidharto Danusubroto, SH 2. M. Yahya Zaini, SH 3. Prof. DR. Tgk. H. Baihaqi, Ak 4. Drs. KH. Musa Abdillah ANGGOTA : F.PDIP : 1. A. Teras Narang, SH 2. Firman Jaya Daeli, SH 3. Ketut Bagiada, SH 4. Don Murdono, SH 5. Ir. Bambang Pranoto, MM 6. Jacob Nuwawea 7. Djadjang Kurniadi 8. Paulus Widiyanto 9. Amris Fuad, MA 10. Dra. Susaningtyas, SH 11. Alexander Litaay

12. I Nyoman Gunawan, SH, MBA, MSc 13. H. Muhammad Junus Lamuda, SH 14. Octavianus Riam Mapuas.

(2)

F.PG :

1. Prof. DR. H. Anwar Arifin, SIP 2. Drs. Ridwan Mukti, Ak, MBA 3. Djadja Subagdja Husein 4. T. Arsen Rickson, SH 5. M AkiI Mochtar, SH

6. Ir. Hj. E. Komariah Kuncoro 7. Drs. Cornelis Tapatab 8. Drs. HAM Nurdin Hatid 9. Dra. Hj. Yetje Lanasi 10. Drs. Jacobus 11. Drs. Ruben Gobay F.PPP :

1. Ny. Hj. Aisyah Aminy, SH 2. H. Sukardi Harun

3. Drs. H. Nadhier Muhammad, MA 4. H. Zain Badjeber,

5. Drs. H. AR. Rasyidi. F.KB :

1. Drs. A. Effendy Choirie, Sag 2. Drs. A. Syatibi

3. H. Rodjil Ghufron AS, SH 4. Drs. KH. Amanullah F.REFORMASI :

1. Dr. H. Ahmad Farhari Hamid, MS 2. Drs. Djoko Susilo, MA 3. Mashadi 4. H. Radja Roesli F.TNI/POLRI : 1. Soenarto, SH 2. Drs. I Ketut Astawa 3. Sri Hardjendro 4. Sudiyotomo F.PBB : H. Ahmad Sumargono, SE F.KKI :

Tjetje HidAyat Padmadinata F.PDU :

Sayuti Rahawarin F.PDKB :

(3)

KETUA RAPAT : DRS. SIDHARTO DANU SUBROTO Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saudara Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, Saudara-saudara Anggota Pansus Pengadilan HAM, Saudara Wakil Ketua. Siang ini kita akan mendengarkan progress dari pada Ketua Panitia Kerja yang selama lima kali sudah melakukan rapat maraton, yang terakhir tanggal 6, pada tanggal 7 saya selaku Ketua Pansus sudah menyampaikan penundaan pembahasan masalah Undang-undang Pengadilan HAM pada Bamus dan Bamus meyetujui kita akan meneruskan pembahasan sampai akhir Oktober. Insya Allah kita akan menerima re-righting dari Pemerintah pada minggu pertama Oktober dan kita lakukan pembahasan lanjutan akhir Oktober.

Selanjutnya, waktu saya berikan pada Ketua Panitia Kerja, Saudara Yahya Zaini untuk menyampaikan laporannya. Silakan.

KETUA PANJA : M. YAHYA ZAINI, SH Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saudara Ketua Pansus, Saudara Menteri Kehakiman dan HAM yang saya hormati, Saudara-saudara anggota Pansus yang berbahagia. Mengawali laporan ini perkenankan kami menyampaikan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas perkenan-Nya, kita pada siang hari ini bisa mengikuti Rapat Pansus dengan acara laporan Panja kepada Pansus.

Sebagaimana diketahui bahwa sesual dengan penugasan Pansus kepada Panja untuk membahas substansi RUU tentang Pengadilan HAM, maka Panja telah melaksanakan tugasnya mulai tanggal 31 Agustus, tanggai 1, tanggal 4, tanggal 5, dan sampai tanggal 6 September tahun 2000. Selama lima hari bekerja Panja telah berhasil membahas sampai Pasal 11 Ayat (3) yaitu mengenai penyelidikan dapat diperpanjang paling lama 30 hari. Di dalam pembahasan berkembang diskusi yang mendalam diantara Fraksi-fraksi dan Pemerintah tentunya, dan belum diperoleh satu kesepakatan mengenai substansi masalah tersebut.

Di dalam Rapat Panja tanggal 6 September tahun 2000, disepakati oleh semua Fraksi bersama-sama dengan Pemerintah setelah melalui diskusi yang mendalam dan juga pembahasan-pembahasan dari awal sampai dengan Pasal 11 Ayat (3) itu, maka dicapailah semacam kesepakatan untuk melakukan penulisan ulang oleh Pemerintah dalam rangka penyempurnaan rumusan-rumusan di dalam RUU ini, khususnya yang menyangkut, pertama perumusan mengenai batasan pelanggaran HAM berat pada Pasal 1 untuk dimasukkan dan sekaligus dilakukan penyempurnaan terhadap Pasal 5 yang mengatur tentang kualifikasi dan unsur-unsur pelanggaran HAM berat.

Demikian pula mengenai prosedur hukum acara yang termuat dalam Bab IV dan Bab V yang judulnya adalah tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dengan pemeriksaan di sidang pengadilan, kita merasakan betul bahwa ternyata hukum acara yang ada di dalam ketentuan KUHP tidak serta merta dan tidak cukup memadai untuk kita pakai di dalam mengatur hukum acara tentang pelanggaran HAM berat ini, apalagi ada institusi-institusi yang berbeda dan juga ada kewenangan-kewenangan yang mungkin perlu diberikan tugas yang jelas. Semua Fraksi akhirnya menyepakati agar diadakan semacam rekonstruksi dan dirumuskan ulang berkaitan dengan masalah-masalah khusus yang menyangkut dengan hukum acara yang kita atur agar Iebih jelas dan lebih rind.

Dalam hubungan dengan penyempurnaan rumusan di atas, maka dengan sendirmnya juga diperlukan adanya penyempurnaan terhadap ketentuan pidana pada Bab V dan termasuk juga akhirnya ketentuan peralihan pada Bab VI. Mengingat banyaknya penyempurnaan rumusan yang harus dilakukan, maka Pemerintah untuk merumuskan kembali pasal-pasal sebagaimana disebutkan di atas, dengan menunda pembahasan rapat-rapat Panja. Nah, pada hari ini kita melaporkan perkembangan tersebut, karena memang sesuai Tata Tertib penugasan yang diberikan kepada Panja sampai disitu perkembangannya dan melalui Pansus ini agar Panja diberikan waktu nanti setelah reses untuk bekerja kembali dengan harapan setelah Pemerintah melakukan penyempurnaan rumusan itu. Kita harapkan pada tanggal 2 hari pertama Masa Persidangan ke II Tahun Sidang 2000-2001 dapat diterima oleh Anggota Pansus, termasuk di dalamnya anggota Panja.

(4)

Kita akan bekerja sekuat tenaga, kita bertekad agar pada pertengahan Oktober, RUU ini telah dapat diselesaikan. Ada pikiran yang berkembang pada waktu itu, kita akan melakukan semacam konsinyering kalau diperlukan. Siang dan malam hari kita akan bekerja selama kurang Iebih seminggu untuk menebus sisa waktu yang sudah kita molor beberapa waktu ni, dengan catatan tentu semua ini harus disepakati antara anggota Pansus, anggota Panja dengan Pemerintah.

Demikian laporan perkembangan mengenai pembahasan RUU oleh Panja, atas perhatian anggota Pansus RUU Pengadilan HAM ini kami ucapkan terima kasih, sekian, Bilahitaufik wal hidayah Wassalamualaikum Wr. Wb.

KETUA RAPAT :

Terima kasih kepada Saudara Ketua Panja. Kalau tadi disampaikan bahwa kita akan menyelesaikan pembahasan ini pada Oktober, tapi Bamus menyediakan kita sampai akhir Oktober, jadi karena Undang-undang Pengadilan HAM ini adalah suatu karya yang harus kita siapkan dengan akurat dan nanti akan menjadi Undang-undang Pengadilan HAM yang kedua di dunia inI. Kita negara kedua yang akan punya Undang-undang ini setelah Rwanda, bahkan negara Amerika dan Eropa yang paling gemar bicara mengenai HAM, mereka juga belum punya. Jadi Bamus menyediakan waktu sampai akhir Oktober.

Tadi disampaikan bahwa akan dilakukan re-righting terutama mengenai perumusan pelanggaran HAM berat dan juga rekonstruksi ulang dari pada hukum acara, terutama menyangkut mengenai Bab IV dan Bab V. Jadi demikian yang disimpulkan oleh Panja dan kami berikan waktu dari pada Pemerintah untuk menyampaikan tanggapannya. Kami persilakan.

PEMERINtAH : MENTERI KEHAKIMAN DAN HAM

Terima kasih Saudara Ketua. Assalamualaikum Wr. Wb.

Saudara-saudara Pimpinan dan Saudara-saudara Anggota Dewan yang terhormat. Atas nama Pemerintah, kami menyampaikan ucapan terima kasih atas kerjasama yang baik yang telah berlangsung antara Pemerintah dengan Dewan dalam membahas Rancangan Undang-undang Pengadan HAM yang telah lama dinanti-nantikan oleh masyarakat untuk dapat segera diwujudkan, dalam rangka mengantisipasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM berat baik yang telah terjadi di masa yang lalu, sekarang maupun yang akan terjadi di masa-masa yang akan datang.

Pemerintah ingin menjelaskan perkembangan mutakhir berkaitan dengan masalah HAM sehubungan dengan dikeluarkannya resolusi Dewan Keamanan PBB beberapa hari yang lalu, yang intinya berkaitan Iangsung dengan masalah HAM yaitu ketentuan di dalam Pasal 2 poin 2 dan poin 3 dari resolusi. Poin 2 itu mendesak Pemerintah Indonesia untuk segera mungkin mengambll Iangkah-Iangkah hukum untuk memproses dan mengadili mereka yang tersangkut dalam kerusuhan di Atambua, penyerbuan kantor UNHCR dan mengakibatkan wafatnya 3 orang petugas PBB di sana.

Sedangkan dalam poin 3, PBB menekankan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM yang berat dan pelanggaran hukum internasional di sana, dan meminta untuk segera dilakukan proses peradilan untuk itu, dan PBB ikut terfibat dalam menangani kasus ini.

Ada kekhawatiran di kalangan Pemerintah bahwa kedua pasal ini kemungkinan juga dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan tidak senang dengan bangsa dan negara kita untuk memaksakan dibentuknya suatu trimonal international dalam penyelesaian kasus-kasus yang terjadi di Timor Timur.

Patut kami laporkan bahwa sejak beberapa bulan terakhir ini Pemerintah telah berusaha sekuat tenaga baik melalul jalur loby dengan negara-negara sahabat Asean, negara-negara OKI, negara Asia, Afrika, dan juga melalui jalur diplomasi yang dilakukan oleh Deplu untuk menghambat rencana oleh Ketua Komisaris Tinggi PBB urusan HAM Bary Robinson, yang menghendaki dibentuknya trimonal international atas kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur.

(5)

Alhamdulillah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah itu membuahkan hasil, sehingga dalam statement yang disampaikan oleh Presiden Dewan Keamanan kepada Sekjen PBB bahwa proses penyelesaian terhadap kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur akan diselesaikan oleh pengadilan nasional dan Presiden Dewan Keamanan juga menghargai upaya-upaya Pemerintah dan Dewan dalam mewujudkan Undang-undang Pengadilan HAM, dan beberapa waktu yang lalu juga Komisaris Tinggi PBB Urusan HAM juga telah menyampaikan kepada Sekjen PBB bahwa Komisaris Tinggi memberikan kesempatan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan proses nasional terhadap pelanggaran HAM, dengan demikian pada waktu itu telah tertutup kemungkinan untuk dibentuknya suatu trimonal international dalam menyelesaikan kasus Timor Timur.

Biasanya dalam kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di PBB jika suatu badan teknis telah mengambil suatu kesimpulan, Ia tidak dipermasalahkan lagi oleh Dewan Keamanan, tetapi dengan keluarnya resolusi Dewan Keamanan minggu yang lalu yang memanfaatkan momen psikologis ketika dilakukan Summit Meeting Milenium Summit dan kepala negara di PBB dan sesudah itu segera dilakukan sidang khusus Dewan Keamanan, sehingga draft yang dirumuskan itu diterima dengan bulat oleh baik anggota tetap maupun anggota tidak tetap dan Dewan Keamanan PBB.

Dari poin 2 itu mungkin masih dapat kita jelaskan kepada mereka bahwa yang karena poin 2 itu sendiri telah tegas menyebut bahwa kasus kerusuhan di Atambua minggu yang lalu dan kemudian terjadinya korban 3 orang petugas PBB di sana sebagai satu kasus pelanggaran HAM yang berat, dari Pemerintah telah mengambil sikap bahwa yang terjadi dalam kerusuhan Atambua adalah tindak pidana biasa, kriminal biasa, ordinary crime, dan bukan tergolong sebagai crime urgent humanity, walaupun ini sebenarnya masih bisa dimanipulasi tidak saja oleh PBB tapi juga oleh LSM-LSM yang bergerak secara internasiona! maupun juga LSM-LSM yang ada di dalam negeri. Tetapi apa yang telah menjadi kesepakatan dan keputusan badan teknis PBB seperti Komisaris Tinggi urusan HAM bahwa diberikan kesempatan kepada Indonesia untuk melakukan proses nasional terhadap pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Timur, namun politika dan resolusi ini memberikan suatu cantolan baru kira-kira begitu bagi Dewan Keamanan untuk terlibat secara proaktif dalam menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di Timor Timur.

Dan kekhawatiran saya itu tampak dua hari yang lalu ketika Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB yang juga dulunya pernah menjadi Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia, Richard Houghiough, memang telah mengemukakan suatu statement bahwa Amerika dapat mendesak anggota Dewan Keamanan PBB untuk membentuk trimonal international, walaupun saya masih belum jelas betul dan masih menelaah masalah ini apakah kalau Dewan Keamanan ingin melaksanakan resolusi yang sekarang membentuk tnimonal international, apakah itu harus dilakukan lagi melalui sidang Dewan Keamanan untuk membentuk trimonal international itu, ataukah dapat langsung dibentuk berdasarkan cantolan yang ada di dalam resolusi yang sekarang.

Kalau yang kedua ini yang dilakukan, sulit bagi kita untuk menghadapi mereka, tetapi kalau sekiranya langkah yang pertama tadi Dewan Keamanan bersidang lagi untuk membentuk trimonal, maka kita masih berupaya untuk melakukan pendekatan-pendekatan kepada negara-negara sahabat anggota tetap maupun anggota tidak tetap Dewan Keamanan untuk mencegah hal itu terjadi, barangkali negara-negara sahabat seperti Rusia dan Cina akan menggunakan hak veto untuk menggagalkan usulan untuk membentuk trimonal international itu.

Keadaan ini memang menggelisahkan kita semua, oleh karena menurut resolusi itu dalam waktu satu minggu Pemerintah Indonesia sudah harus menunjukkan Iangkah-langkah nyata untuk melaksanakan resolusi dan dalam waktu satu minggu ini Sekretanis Jenderal PBB harus memberikan laporan kepada Dewan Keamanan tentang Iangkah-langkah yang telah ditempuh Indonesia untuk melaksanakan tujuh poin dari resolusi Dewan Keamanan itu. Karena itu kita berpacu dengan waktu dalam satu minggu ini dan kemungkinan besok Pemerintah akan berunding dengan UNTAET di Denpasar dan kemudian ke Atambua, untuk melakukan suatu Iangkah-langkah pasti yang seperti dituntut oleh resolusi Dewan Keamanan itu, antara lain membubarkan milisi yang sebenarnya telah dibubarkan pada tahun 1999 yang lalu, dan melucuti senjata milisi dan ini harus dilakukan dengan hati-hati, oleh karena bisa menimbulkan masalah baru. Kemungkinan konflik antara milisi yang ada di sana dengan pihak aparat keamanan kita dan

(6)

juga kita harus menunjukkan Iangkah-Iangkah tegas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap mereka yang terlibat dalam kasus kerusuhan di Atambua kemanin.

Langkah-langkah kita juga yang harus kita tunjukkan kepada PBB bahwa kita serius menangani kasus pelanggaran HAM yang tenjadi di masa lalu dan inilah yang sekarang sedang kita kerjakan. Saya akan menjelaskan ini kepada Komisaris Tinggi Urusan HAM dan juga melalui Deplu kepada Dewan Keamanan PBB tentang proses kita menyelesaikan Rancangan Undang-undang Pengadilan HAM ini, karena itu saya mohon juga bantuan dari para anggota Dewan yang terhormat kiranya sekarang timbul pertanyaan-pertanyaan mengapa terjadi katakanlah mungkin anggapan orang lain terlambat dalam menyelesaikan Rancangan Undang-undang Pengadilan HAM ini, moga-moga Dewan dapat bersama-sama dengan Pemerintah menjelaskan kepada dunia internasional bahwa kita memang sungguh-sungguh mau menyelesaikan ini tapi kita tenhambat oleh waktu scedule DPR yang sibuk dan sebagainya.

Jadi di dalam negeri juga memang ada pikiran-pikmran oleh beberapa LSM yang seakan-akan menakut-nakuti kita bahwa International Criminal Code dapat masuk kesini dan mengenyampingkan asas divertiondom, kalau sekiranya telah dilakukan oleh pengadilan nasional, kalau itu dianggap tidak memenuhi standar dalam hukum communiter international bahwa kejahatan HAM dianggap sebagai ordinary crime atau pengadilan tidak independen dan sebagainya, dan ini sebenarnya patut kita jelaskan kepada masyanakat bahwa statuta roma setelah pembentukan international criminal code itu belum disahkan, apalagi diratifikasi oleh banyak negara yang sekarang terjadi baru 14 negara menandatangani final act dan dokumen itu dan dalam pertemuan Asia - Africa Legal Consultative Cominitte di Kairo beberapa bulan yang lalu saya hadir di sana dan seluruh negara-negara Asia-Afrika yang sebagian besar adalah Non Blok malah menolak untuk menandatangani statuta roma tentang pembentukan ICC itu, karena dianggap akan mengenyampingkan kedaulatan negara, karena ICC dapat masuk ke satu negara dengan jaksa internasional mengadili dan akhirnya negara-negara berkembang akan menjadi permainan dari negara-negara besar.

Jadi apa yang dikatakan oleh Saudara Frans Hendrawinarta dalam banyak kesempatan di koran-koran, seakan-akan ICC Iangsung bergerak disini. ICC sebagai Lembaga hakim-hakim itu belum ada statutanya belum disahkan. Jadi jangan rakyat kita ini ditakut-takuti oleh kekhawatiran bahwa harus, tidak sebenarnya.

Demikian barangkali ini ada hikmahnya juga kita menunda mengembalikan kepada Pemerintah untuk me-rewrite, dan timbul suatu ide baru yang mohon nanti Dewan dapat memikirkan masalah ini. Kita harus hati-hati terhadap ICC itu, karena ada Mahkamah Internasional, ada jaksa internasional yang bisa masuk ke satu negara dan bisa mengenyampingkan kedaulatan dari sebuah negara. Tetapi ICC hanya bisa masuk ke suatu negara kalau pengadilan itu tidak independen, kalau pengadllan itu tidak memenuhi kaidah-kaidah dalam hukum communiter international tentang kejahatan-kejahatan baru seperti yang saya sebut dengan crime agains humanity dan sebagainya, maka masih terbuka peluang kalaulah dimungkinkan dalam pembahasan Rancangan Undang-undang Pengadilan HAM ini kita menciptakan pasal-pasal tertentu yang memungkinkan Mahkamah Agung dapat melakukan intervensi terhadap jalannya peradilan pada tingkat yang ada di bawahnya.

Jika sekarang Mahkamah Agung berpendapat bahwa persidangan itu tidak memenuhi standar yang diperlukan untuk satu pengadilan HAM. Dengan demikian akan membentengi kemungkinan international criminal code dapat masuk ke negara ini, Oleh karena itu implikasi-implikasinya akan sangat besar.

Jadi Pemerintah sekarang ini dihadapkan kepada tantangan yang berat untuk melakukan diplomasi dan loby dengan banyak negara yang harus dilakukan dalam seminggu ini, sebab sekiranya dalam waktu seminggu ini belum ada Iangkah yang konkret untuk menyelesaikan kasus kerusuhan di Atambua dengan segala implikasi-implikasinya, maka PBB kemungkinan akan menerapkan sanksi berdasarkan Pasal 40 dan 41 dan piagam PBB baik melakukan suatu kekuatan bersenjata untuk kemungkinan masuk ke wilayah kita melucuti milisi dan juga dapat menggunakan sanksi-sanksi yang lain, apalagi sampai dibentuk suatu international triguno dalam mengadili kasus Timor Timur, berarti dianggap bahwa seluruh proses peradilan nasional sudah tidak berdaya dan itu yang harus kita jaga, sebab kalau itu sampai terjadi akan sulit bagi kita untuk menegakkan kembali citra negara kita di dalam pergaulan bangsa-bangsa.

(7)

Inilah Bapak-bapak, mohon maaf tidak maksud saya untuk berlama-lama tapi mudah-mudahan sharing dan informasi ini dapat kita pahami bersama-sama bahwa sekarang ini tengah menghadapi masa-masa yang sangat sulit dan mudah-mudahan kita insya Allah dengan pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan usaha kita bersama akan dapat mengatasi kesulitan-kesulitan ini.

Terima kasih Saudara Pimpinan, Wassalamu’alaikum Wr. Wb. KETUA RAPAT :

Terima kasih Saudara Menteri. Kita semua sudah mendengar perkembangan terakhir mengenai masalah HAM di Atambua dan Pemerintah kalau kita simak memang suatu perkembangan yang cepat dan Iepas dari pada nanti yang ditemukan di Atambua, tetapi bahwa itu meledak pada saat Milenium Summit Meeting dan kemudian ada resolusi Dewan Keamanan secara berturutan, seolah-olah ini ada suatu skenario yang luar biasa yang makin memojokkan kita di bidang human right ini, tapi kita serahkan saja pada badan penyidik yang nanti akan menyidik masalah Atambua ini. Tapi boleh-boleh demikian, ada suatu skenario yang hebat yang makin mendesakkan kepada kita. Mudah-mudahan international trimonal ini tidak sampai masuk ke Indonesia.

Acara siang ini adalah acara tunggal yakni aporan Panja dan persiapan Bamus untuk penundaan pembahasan karena perlunya dari re-writing dan sebagainya, tapi kalau ada tanggapan dari Fraksi masih kita berikan kesempatan. Kalau ada Fraksi yang masih akan menambahkan. Dari F.PD IP tidak ?

F.PDIP : A. TERAS NARANG

Sebentar Pimpinan. Pimpinan yang saya hormati, Bapak Menteri beserta jajarannya. Perkenankanlah kami juga ingin menyampaikan bahwa mengenai masalah rewrite yang kita lakukan ini, ini sebenarnya suatu hal yang kita sudah upayakan semaksimalnya Panja untuk melakukan ini, namun ada beberapa hal-hal penting yang memang perlu kita kaji secara lebih mendalam khususnya berkenaan dengan masalah butir-butir. Jadi kami dari F.PDIP hanya menyampaikan kepada Pemerintah bahwa Panja sudah berusaha semaksimal, namun karena terkendala oleh waktu dan akhirnya kita juga menyadari bahwa betapa pentingnya rancangan undang-undang ini segera kita selesaikan, maka timbul pemikiran pada saat itu untuk kita berkumpul di suatu tempat dimana kita berkonsentrasi secara penuh guna menyelesaikan ini.

Dan ini adalah merupakan suatu tanggungjawab dari pada Pansus mungkin dan Panja juga terhadap betapa pentingnya rancangan undang-undang ini segera diselesaikan, dan Fraksi PDI Perjuangan dalam hal ini sama sekali mempunyai kepedulian yang begitu besar berkenaan dengan masalah penyelesaian rancangan undang-undang ini. Demikian Pimpinan, terima kasih atas perhatiannya.

KETUA RAPAT : Dari Golkar, silakan. F.PG : M. AKIL MUCHTAR

Terima kasih Pimpinan. Menteri Kehakiman yang mewakili Pemerintah. Kami dari Fraksi Golkar sesungguhnya sangat menyadari bahwa kesulitan Pemerintah yang dihadapi sekarang ini sehubungan dengan Resolusi PBB berkaitan dengan peristiwa Atambua, untuk itu tentunya dalam hal ini Fraksi Partai Golkar melalui Pansus Pengadilan HAM mendukung sepenuhnya langkah-Iangkah yang dilakukan oleh Pemerintah secara bersama-sama tentunya kepada DPR untuk menyikapi, menindaklanjuti dan mencari solusi yang tenbaik bagi persoalan-persoalan yang menyangkut bangsa Indonesia yang sedang kita hadapi berkaitan dengan resolusi tensebut.

(8)

OIeh sebab itu tentunya salah satu mungkin daya dorong juga untuk mempercepat proses pengadilan HAM itu adalah bergantung juga kepada Pemerintah untuk segera menyelesaikan perbaikan-perbaikan tenhadap rancangan undang-undang yang sudah ditarik kembali itu secepat mungkin, namun demikian bahwa jadwal DPR ini yang sudah demikian teraturnya sehingga pada tanggal 15 nanti September ini, kita segera melakukan penutupan masa sidang sekarang.

Dan mudah-mudahan tentunya sekiranya dengan alasan percepatan dan tuntutan dunia internasional serta kebutuhari nasional sekarang ini tidak juga memberikan sebagai suatu tekanan internasional bahwa kita semata-mata menyelesaikan Undang-undang Pengadilan HAM ini dalam kondisi yang confuse, tetapi kita juga harus berpikir dengan seakurat mungkin, karena kepentingan ini adalah bukan kepentingan sesaat saja tetapi adalah kepentingan bangsa Indonesia ke depan. Dimana dengan atas dasar pikiran tersebutlah, maka Panja kemarin melalu pembahasan yang intensif setelah sedemikian rupa memperhatikan, ternyata memang banyak hal-hal yang perlu diakomodasi kembali di dalam Undang-undang Pengadilan HAM yang telah kita bahas bersama.

Lebih dari pada itu tentunya Fnaksi Partai Golkar melalui Pansus ini sepenuhnya membenikan dukungan moril yang kuat kepada Saudara Menteri Hukum dan Perundang undangan, semoga dapat melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan resolusi PBB tersebut.

Terima kasih pak. KETUA RAPAT :

Terima kasih dari Fraksi Golkar. Dari F.PPP silakan. F.PPP : DRS. NADHIER M, MA

Terima kasih. Saya kira kita dengan ditundanya atau dilakukan pematangan kembali, di satu pihak kita menyadari bahwa apa yang kita lakukan kita siapkan kemarin berarti memang benar-benar harus kita sempurnakan secara matang, dan yang kedua tetapi itu tidak berarti bahwa untuk berikutnya ini kita harus tergesa-gesa lagi karena jadwal, artinya bahwa kami mohon Pemerintah bisa benar-benar berkonsentrasi untuk menyelesaikan persiapan kematangan konsep itu kembali, sehingga kita bisa membicarakan di waktu yang akan datang dengan lebih baik.

Terima kasih. KETUA RAPAT :

Terima kasih dari F.PPP F.PPP dan PKB dipersilakan. F.PKB : DRS. KH. MUSA ABDILLAH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saudara Menteri yang saya hormati, Pimpinan yang saya muliakan dan segenap para anggota yang terhormat. Kita semua sudah sepakat bahwa undang-undang atau rancangan undang-undang ini memang perlu segera kita laksanakan, tetapi berhubung dengan waktu dan terdesaknya itu waktu yang sangat singkat dan kita ingin menghasilkan suatu undang-undang yang benar-benar, mengumpulkan segalanya dan bisa menolak yang tidak perlu ada, itu istilahnya.

Dalam menghadpi seperti ini, maka kesempatan kita semua bahwa kepentingan nasional wajib kita usahakan lebih dahulu dan kepentingan-kepentingan yang lain kita kalahkan. Maka tindakan kita yaitu al aula fal aula, mana yang Iebih utama kita utamakan. lnilah suatu kesempatan yang perlu kita Iaksanakan. Maka oleh karena itu, dalam waktu yang sangat singkat yang diberikan kesempatan kepada kita, kita usahakan untuk kita tingkatkan waktu-waktu kita untuk bersama-sama menghasilkan suatu kalau tadi oleh Bapak Ketua kemungkinan merupakan undang-undang nomor dua di dunia, Undang-undang tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia inilah.

(9)

Jadi kalau dikatakan agak lama sedikit tidak mengapa, tetapi hasilnya betul-betul yang bisa mumpuni, ini yang kita inginkan. Dan untuk ini kita tawakal kepada Allah SWT dan penuh harapan kita dengan usaha yang sekuat-kuatnya tetapi penuh pertolongan dari pada Allah SWT untuk bisa menghasilkan undang-undang yang sebagaimana kepentingan nasional kita betul-betul membawa kepada kemaslahatan kita semua.

Cukup sekian, terima kasih. Wassalamu’alaikum Wn. Wb. KETUA RAPAT :

Terima kasih PKB, dari Reformasi silakan. F.REFORMASI : RADJA RUSLI

Assalamu’alaikum Wn. Wb. Saudara Ketua yang tenhonmat, Saudara Menteri yang kami hormati. Fraksi kami mulai dari awal bersama-sama dengan fraksi-fraksi lainnya telah merasakan sejak awal Pansus bekerja, ada dua kutub pemikiran yang kami rasakan. Di satu kutub perlunya segera diselesaikan undang-undang ini, pada kutub lainnya kita ingin bobot dari undang-undang yang kita buat ini hendaknya cukup baik, apalagi seperti kata Ketua Pansus tadi ini yang kedua di dunia, karena itu bobotnya harus baik. Jadi antara harus cepat dan harus baik ini kita sulit mencari pilihan yang lain.

Namun seperti tadi telah disampaikan oleh Saudara Ketua Panja, kita telah menyusun program insya Allah pertengahan Oktober selesai, namun saya kembali merasakan tekanan atau pressure ini dengan peristiwa Atamabua ini bertambah berat. Saya mendengar tadi ada dalam satu minggu harus ada kepastian, saya mohon penjelasan dari Saudara Menteri apakah program atau rencana kerja pertengahan Oktober itu dapat diterima dikaitkan dengan pressure untuk satu minggu ini tadi.

Jadi apakah ini akan mengganggu memperberat beban Pemerintah ini dan kita. Jadi insya Allah Fraksi kami bersama fraksi-fraksi lain akan berusaha secepatnya menyelesaikan pekerjaan ini dengan tidak mengurangi bobot dari pada undang-undang tersebut.

Sekian, Wassalamu’alaikum Wr. Wb. KETUA RAPAT :

Kami selesaikan dari Fraksi, nanti tanggapan dari Pemerintah. Kemudian dari F.TNI/Polri silakan.

F.TNI/POLRI : SOENARTO, SH Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saudara Pimpinan Pansus, Saudara Menteri beserta staf, Saudara-saudara sekalian Anggota Pansus dan hadirin yang saya hormati. Mengenai masalah ini, Fraksi TNI/Polri sejak pemandangan umum sudah menyampaikan suatu harapan bahwa hendaknya kita membuat suatu undang-undang yang memenuhi harapan dalam arti bisa menjadi suatu jaminan untuk menghormati dan melindungi hak azasi manusia. Oleh karena Rancangan Undang-undang mengenai Pengadilan HAM ini khususnya yang berkaitan dengan unsur-unsur pelanggaran HAM berat.

Sejak awal kami juga sudah mengamati bahwa perlu penyempurnaan. Tidak ada maksud sama sekali dari Fraksi TNI/Polri untuk menghambat jalannya proses pembahasan ini, namun sama seperti fraksi yang lain semata-mata dalam rangka kita membentuk suatu undang-undang yang sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat. Oleh karena itu dalam hal ini Fraksi TNI/Polri berpendapat bahwa memang rancangan undang-undang itu perlu disempurnakan, disusun kembali agar lebih bisa memenuhi harapan kita semua. Kami setuju bahwa pembahasan rancangan undang-undang ini ditunda menunggu Pemerintah untuk menyiapkan penyempurnaan nancangan undang-undang itu.

(10)

Mengenai waktu, sekali lagi kami juga sebaiknya kita tidak terlalu kaku, tidak terlalu terikat kepada kebenaran waktu bahwa 15 Oktober sudah harus selesai. Kami menyadari bahwa Pemerintah dalam hal ini menghadapi suatu permasalahan yang berat, sehingga Pemerintah memerlukan perhatian, memerlu kan tenaga, memerlukan persiapan-persiapan yang lebih luas. Oleh karena itu kami tidak terlalu memaksakan kepada Pemerintah agar segera selesai.

Jadi kalau memang dalam hal ini sebelum 2 Oktober belum selesai misalnya, kami tidak berkeberatan untuk ditunda kembali tidak perlu sampai 2 Oktober, mungkin sampai pertengahan bulan Oktober, toh, Badan Musyawarah memberikan kesempatan sampai akhir Oktoben. Sebagaimana pada waktu Panja kami sampaikan kepada Pimpinan, pada Panitia Kerja, mungkin pada waktu kita membahas rancanga undang-undang ini lebih lanjut dalam tingkat Panja, kami mengusulkan agar para anggota kalau bisa di konsinyer, di konsinyer di Kopo, sehingga kami semua siang malam bisa mencurahkan perhatian khusus untuk membahas ini.

Jangan pengalaman seperti yang lalu yakni memang kami tidak bisa menghindari tugas-tugas, pada saat yang sama saja sebenarnya kami mempunyai tugas untuk mengikuti empat rapat pada jam yang sama, tapi kami mengutamakan rapat di Pansus ini. Jangan sampai hal itu terjadi, sehingga konsentrasi panitia kerja agak terganggu. Kalau memungkinkan kami mengusulkan rapat Panja yang akan datang itu di Kopo, inikan bukan di hotel, kalau di Kopo, jadi tidak menyalahilah. Di Kopo bisa kita mencurahkan sepenuhnya untuk membahas rancangan undang-undang ini. Sekali Jagi kami mengucapkan terima kasih.

Wasalamu’alaikum Wr. Wb. KETUA RAPAT :

Terima kasih dari F.TNI/Polri, dari F.PDU silakan. F.PDU : SAYUTI HARAWARIN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pimpinan dan Saudara Menteri beserta staf yang kami hormati. Bahwa target waktu penundaan undang-undang ini sampai tanggal 5 Oktober itu adaah waktu yang cukup maksimal bagi kita untuk bisa merampungkan undang-undang ini. Ada satu hal yang menjadi perhatian saya sejak semula bahwa undang-undang ini bukan untuk kepentingan PBB atau bukan untuk kepentingan pelanggaran HAM di Timor Timur atau Atambua, tapi undang-undang ini untuk kepentingan bangsa dan negara ke depan.

Jadi saya tidak terlalu tertarik dengan tekanan baik dari dunia internasional terhadap pelanggaran HAM di Tim Tim maupun Atambua terhadap kepentingan bangsa dan negara yang Iebih besar. Kalau kita urut pelanggaran HAM di Indonesia berarti bukan saja di Tim Tim atau Atambua, masih banyak pelanggaran-pelanggaran HAM yang cukup berat yang seharusnya menjadi perhatian dan penekanan PBB atau dunia internasional. Tapi kenapa mereka terlalu serius terhadap pelanggaran HAM yang ada di Tim Tim dan Atambua itu.

Tentu dapat kita pahami bahwa tercurah kepentingan politik dari dunia internasional. Jadi saya minta perhatian kita semua bahwa kalau memang undang-undang ini untuk kepentingan bangsa dan negara, maka mari kalau kita lihat Tim Tim atau Atambua itu menjadi salah satu bagian dari pelanggaran HAM, maka bagian-bagian yang lain dari pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia ini mari kita lihat secara jujur dan arif dan bijaksana. Itu penekanan saya kembali lagi untuk kesekian kalinya pada kesempatan-kesempatan pada rapat Pansus maupun Panja. Terima kasih atas perhatian.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. KETUA RAPAT :

Terima kasih F.PDU, yang terakhir Fraksi KKI. F.KKI : TJETJE HIDAYAT P

(11)

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saudara Pimpinan, Saudara Menteri beserta semua yang hadir yang saya hormati. Dari awal FKKI berpendapat bahwa RUU ini kualitasnya cukup baik sehingga tidak usah terlampau berkepanjangan dilihat dari waktu. Jadi waktu yang sudah digunakan ini memang bukan karena sengaja, disengaja untuk lambat, memang acara-acara yang Pak Yusril tadi sudah utarakan. Bagi kami dengan atau tanpa international pressure, memang kita butuh adanya Undang-undang Peradilan HAM ini, kalau mau disebut sebagai warga internasional yang terhormat, dan tantangan ini sejauh ini memang belum bisa kita jawab.

Tekanan sekarang memang berat, terutama antara eksekutif legislatif diperlukan adanya kekompakan sekarang ini menghadapi tekanan internasional yang tadi, dan terutama kami ingin menilai terutama sejauhmana ini kemampuan Menteri Luar Negeni kita yang sekarang ini, sejauhmana ini. Karena ya Menhan ini terlibat, juga hak azasi manusia terlibat, tapi terutama kebolehari dan seorang Menteri Luar Negeri, jadi yang terutama kami ingmn menilainya, hubungan kerja tidak ada karena terutama saya dan Komisi II.

Jadi saya ingin nonton cv live. Apakah sekaliber Ali Alatas atau Adam Malik yang sekarang ini. Yaitu saja cukup, hanya saya mohon saya percaya kepada Saudara Menteri dengan seluruh stafnya, dalam re-writing nanti ya sama baiknyalah dengan draft semula dari RUU kita ini. Sekian saja, tidak perlu panjang lebar. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb. KETUA RAPAT :

Terima kasih Fraksi KKI, kami mengharap tanggapan dari Pemerintah, terutama pertanyaan dari Fraksi Reformasi, kami persilakan.

PEMERINTAH :

Terima kasih Saudara Pimpinan. Saudara-saudara anggota Dewan yang terhormat. Saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya atas kerjasama yang baik ini dan bantuan serta dukungan moril kepada kami untuk menyeIesakan tantangan yang sangat berat yang dihadapi pada minggu-minggu, hari-hari terakhir dalam minggu ini. Kalau satu minggu ini memang sesuai isi resolusi Dewan Keamanan yang tadi saya katakan Sekretaris Jenderal PBB harus melaporkan kepada Dewan Keamanan tentang langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Indonesia dalam memenuhi tujuh poin dari si resolusi itu. Kalau sekiranya dalam laporan Sekretaris Jenderal itu sampai dikatakan bahwa Indonesia sama sekali tidak merespon atau tidak mengambil langkah-langkah yang positif untuk mewujudkan tujuh poin dari resolusi itu, maka PBB akan menggunakan Pasal 40 dan Pasal 41 yaitu menjatuhkan sanksi kepada Indonesia, dari sanksi yang paling ringan sampai yang paling berat yaitu dari blokade sampai isolasi, bisa juga terjadi seperti yang dijalani oleh bekas Yugoslavia atau lrak atau Libya.

Karena itulah kita berpacu dengan waktu dan hari demi hari kita harus menunjukkan kemajuan-kemajuan usaha-usaha yang kita lakukan. Oleh karena resolusi Dewan Keamanan PBB adalah mengikat negara-negara anggotanya dan Dewan Keamanan mempunyai kewenangan untuk memaksakan isi resolusinya. Bahwa di balik semua itu ada orang bermain pencak silat, kita sama-sama mahfuinah soal itu dan apa daya ini adalah global politik, dimana negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin yang dalam posisi lemah berhadapan negara-negara besar di belahan barat sana, meneka sering menggunakan itu untuk menekan negara-negara lain seperti yang terjadi dalam kasus Irak, kasus Libya, dan kasus-kasus yang dialami oleh negara-negara lainnya.

Waktu satu minggu ini memang harus kita tunjukkan bahwa kita sudah punya progres walaupun sebenannya kita juga mempermasalahkan isi Resolusi Dewan Keamanan PBB itu yang di dalamnya terdapat hal-hal yang tidak akurat, jadi arnbillah contoh ada kerusuhan di Belu yang sebenarnya tidak ada dan Dewan Keamanan hanya percaya kepada berita BBC, tetapi tidak mencek ke lapangan apakah benar tenjadi pembunuhan di sana mengawali kerusuhan yang terjadi di Atambua.

Jadi hal yang tidak akurat, dan itulah yang saya katakan tadi mereka memanfaatkan moment psikologis sesudah millenium summit disana dan presiden kita ada di sana, dan kita dipermalukan sebegitu rupa, ada kasus besar disini ketika presiden sedang berada di New York

(12)

dan besoknya Dewan Keamanan dalam suasana psikologis seperti itu menyelenggarakan sidang khusus. Dapat dibayangkan orang larut dalam suasana psikologis sehingga dengan mudah draft resolusi itu diterima dengan suana bulat oleh selunuh anggota Dewan Keamanan.

Tidak berarti bahwa kalau seminggu ini Undang-undang Pengadilan HAM tidak selesai lantas kita kena sanksi, saya kira tidak sejauh itu, tapi kita patut menunjukkan kepada dunia internasional kita serius membahas Rancangan Undang-undang Pengadilan HAM, ini sebagai bagian integral untuk memenuhi isi resolusi yang secara tidak langsung terutama dalam poin 3 berkaitan dengan penyelesaian proses hukum terhadap kasus-kasus pelangganan HAM yang benat yang terjadi di Timor Timur, yang seperti saya katakan tadi itu telah diputuskan oleh badan teknis PBB Komisaris Tinggi Urusan HAM dan juga dalam statement dari Presiden Dewan Keamanan kepada Sekretaris Jenderal, tetapi seakan-akan ini mereka mendapat kekuatan baru dengan poin 3 dari resolusi ini, dan oleh orang-orang yang punya kepentingan baik itu Marry Robinson ataupun Richard Holbrough, dia bisa memainkan ketentuan dalam poin 3 ini untuk mendesakan dibukanya suatu international trimonal di sini.

Saya sendiri telah menjelaskan masalah ini beberapa waktu yang lalu dan saya lihat juga dimuat oleh koran-koran luar negeri, bahwa saya berargumen bahwa Dewan Keamanan sebetulnya tidak mempunyai kewenangan untuk membentuk international trimonal untuk kasus Timor Timur. Kalau itu dilakukan, Dewan Keamanan melanggar Pasal 78 dan piagam PBB bahwa international trimonal dapat dibentuk oleh Dewan Keamanan di suatu negara dengan tiga syarat, pertama konflik sedang terjadi, kedua konflik itu menimbulkan ancaman terhadap perdamaian regional dan internasional, dan ketiga negara yang bersangkutan dalam keadaan tidak berdaya untuk membentuk suatu pengadilan yang obyektif. Tiga syarat ini ada di Rwanda dan di Yugoslavia, karena itu Dewan Keamanan mengesahkan pembentukan international trimonal disana yang disebut dengan International Trimonal for Rwanda, dan satu lagi International Trimonal for Yugoslavia, karena konflik di Bosnia ambillah contoh konfliknya sedang terjadi, pembantaian yang tidak henti-hentinya antara orang Serbia terhadap orang-orang muslim Bosnia.

Kemudian konflik Baikan itu dapat berkembang menjadi ancaman perdamaian regional dan perdamaian internasional, dan yang ketiga pemerintah bekas Yugoslavia di Beograd itu tidak berdaya untuk membentuk suatu peradilan yang independen. Kalau tiga hal ini dikaitkan dengan Timtim, saya katakan bahwa konflik sudah berlalu, yang kedua apa yang terjadi di Timor Timur tidak mengancam perdamaian kawasan maupun perdamaian internasional, dan yang ketiga bahwa Indonesia dalam keadaan berdaya dan mampu untuk menciptakan pengadilan yang independen dan sekarang kita membuktikannya, kita sedang menyusun Undang-undang Pengadilan HAM ini.

Bapak-bapak, inilah salah satu sebabnya dan saya mohon maaf mengapa sampai sekarang saya sebagai wakil Pemerintah tidak mencabut Perpu Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan HAM, meskipun telah ditolak oleh Dewan yang terhormat. Dua pertimbangan saya, pertama karena kesulitan teknis mencabut Perpu itu, karena Perpu hanya bisa dicabut dengan undang-undang, Perpu tidak bisa dicabut dengan PP apalagi dengan Perlu lagi, harus dengan undang-undang, dan undang-undangnya ini perlu kita bahas lagi undang-undang pencabutan Perpu.

Yang kedua yang juga Iebih penting adalah kalau Perpu itu dicabut maka terjadi kekosongan hukum tentang pengadilan HAM, dan itu menjadi alasan bagi Marry Robinson untuk memaksakan trimonal international karena tidak ada hukumnya. Jadi sekarang saya tahan itu dulu, sampai selesai Undang-undang Pengadilan HAM, kita cabut. Kalau dia paksa bikin international trimonal kita katakan tidak, Perpunya tidak kita cabut. Jadi saya mohon maaf ada prasangka yang menganggap ini Pemerintah melecehkan Dewan, tidak sama sekali.

Kita berpikir untuk menyelamatkan kepentingan bangsa dan negara dari pada ancaman-ancaman internasional untuk membentuk international trimonal ini, dan karena tidak ada alasan untuk membentuk itu, kita mengatakan demikian, tetapi satu kebenaran yang kita kemukakan secara hukum dan secara akademik, itu bisa dikalahkan dengan suara politik dan ini bisa ada satu tekanan internasional.

Jadi ingin saya jelaskan pada yang terhormat Saudara Sayuti dari F.PDU bahwa bukan kita tidak perduli terhadap ancaman internasional itu dan kita memang tidak suka diancam sebenarnya, tetapi ancaman itu nyata di depan kita dan itu bisa dipermainkan oleh

(13)

kekuatan-kekuatan internasional untuk memojokkan suatu negara, katakanlah hampir seluruh dunia mengecam keputusan Dewan Keamanan terhadap Irak atau terhadap Libya, tetapi Dewan Keamanan jalan terus karena negara-negara adikuasa yang bermain di balik hak veto yang mereka memiliki sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB.

lnilah ketidak seimbangan dari politik global yang sekarang terjadi, kita tidak suka dengan hal itu, tapi itulah kenyataan yang kita hadapi dan mau tidak mau kita harus bersiap-siap juga untuk menghadapi keadaan ini, karena mungkin posisi politik kita lemah. Jadi kalau soal berdebat soal ini saya sendiri berdebat panjang dengan Maddellin Allbright Menteri Luar Negeri Amerika Serikat sampai saya mengatakan kalau kenapa kami ditekan terus mengenai soal HAM-HAM di Timor Timur, bukankah negara anda juga telah melakukan world crime selama perang Vietnam, dan tidak pernah dunia internasional menggugat apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam melakukan geniu side di Vietnam, sampai saya katakan kepada beliau apakah Amerika Serikat merasa tidak malu hanya memutar film-film Chuck Norries untuk menunjukkan keperkasaan Amerika Serikat selama perang Vietnam dengan menutupi semua kejahatan yang dilakukan di sana.

Jadi saya pikir kurang keras apalagi saya bicara sampai pada waktu Menlu AIwi Shihab mengatakan Pak Yusril ini kalau ngomong bahasanya bahasa perang, saya bilang ya saya bukan diplomat, saya orang hukum, jadi mesti bicara tegas begitu. Tapi tetap saja pendirian mereka dalam hal ini, mereka mengakui mereka melakukan kesalahan di Vietnam. Tapi kita dalam keadaan tidak berdaya untuk melakukan itu menuntut negara-negara itu, karena itu juga sehubungan dengan amandemen konstitusi Pasal 28, Pemerintah tetap berpendirian bahwa Pasal 28L Ayat 1 itu harus dibatasi oleh Pasal 28j Ayat 2, sehingga asas retroaktif tetap diperlakukan dalam kasus yang khusus dalam pengadilan HAM, dan ini banyak menimbulkan banyak reaksi baik dari amnesti internasional maupun dari LSM-LSM dalam negeri, seolah-olah kita akan meninggalkan asas retroaktif, dan saya mohon mudah-mudahan Dewan akan sepakat dengan Pemerintah bahwa ketentuan dalam Pasal 37 dari RUU Pengadilan HAM tentang Pengadilan HAM Ad Hoc yang dapat melakukan pemeriksaan secara retroaktif itu dapat disetujui oleh Dewan, dan ini akan menjadi kekuatan kita bersama dalam menangkis serangan dari luar bahwa kita serius menyelesaikan persoalan-persoalan HAM yang tengah kita hadapi dewasa ini.

Jadi sayapun, mungkin bapak-bapak juga melihat statement di beberapa koran kira-kira sepuluh hari yang lalu ketika saya menyampaikan pandangan kepada anggota parlemen Uni Eropa yang kebetulan ada mereka yang datang itu orang Belanda tentang asas retroaktif ini, dan saya mengatakan bahwa kami akan perlakukan retroaktif, dan supaya anda tahu dengan retroaktif itu kami bisa mengangkat kembali kasus Westerling untuk mempersoalkan Belanda terhadap kejahatan perang selama perang kemerdekaan disini. Nah baru itu dia agak mundur, wah sampai begitu jauh, selalu ada double standar seperti ini.

Tapi saya kecewa beberapa anggota LSM kemarin itu dan Kontras dia mengatakan tidak sejauh itu, retroaktif hanya sampai tahun empat puluh lima, jadi tidak pada Westerting. Rupanya kawan-kawan Kontras tidak tahu kalau Westerling membantai saudara-saudaranya itu pada tahun 1948 di Sulawesi Selatan. lni 50 apa 48 ? Setahu saya 48, pokoknya sesudah merdekalah, jadi kadang-kadang ini menyedihkan kita semua, kita sudah tidak tahu lagi dengan sejarah bangsanya sendiri dan kenapa tiba-tiba kawan-kawan ini kok jadi pembela Westerling, saya tidak mengerti, sementana Timtim diangkat terus, sementana Westerling ingin dilindungi, ada konspirasi apa dengan pemerintah Belanda ? Mohon maaflah kalau saya bertanya begini, jadi saya pikir kalau retroaktif diberlakukan ke belakang bisa saja orang-orang Sulawesi Selatan keluarga para korban yang dulu dibantai oleh Westerling kembali membuka kasus itu, karena dalam pengadilan HAM, RUU Pengadilan HAM yang bisa dituntut bukan hanya Westerling sebagai individu tapi ada institusi, ya KNIL ataupun pemerintah Belanda yang masih eksis sampai sekarang. Jadi saya pikir kita harus adil juga dalam menghadapi kekuatan-kekuatan barat, dalam tekanan kepada HAM ini.

Saya kira itulah penjelasan saya dan sekali lagi saya ucapkan terima kasih atas kerjasama yang baik dengan Dewan dan mudah-mudaharilah kerjasama yang baik ini terus akan kita pelihara sampai akhir periode jabatan kita ini, dan saya kadang-kadang merasa terharu ketika membahas masalah-masalah penting ini tidak ada lagi sekat-sekat partai antara kita, kita betul-betul memikirkan persoalan besar yang dihadapi oleh bangsa dan negara.

(14)

KETUA RAPAT :

Saudara Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia, Saudara-saudara Anggota Pansus yang terhormat. Tadi sudah disampaikan oleh Saudara Menteri bahwa dalam sejarah dunia kita mengenai empat trial yang retroaktif di Jerman, di Tokyo, bahkan di Rwanda saya kira, jadi retroaktif disitu jelas diatur mengenai locus de licti-nya dan tempo de Iicti-nya ini yang merupakan mainan dari pada super power untuk nanti memaksakan case-case Roma di Indonesia.

Mudah-mudahan trimonal ini tidak akan merupakan yang kelima di Indonesia. Jadi Saudara Menteri, dan Fraksi-fnaksi sudah sepakat bahwa semua mendukung penyelesaian yang lebih cepat dari pada Undang-undang Pengadilan HAM ini, walaupun Bamus menyediakan sampai akhir Oktober, tapi insya Allah Rapat Panja akan kita mulai 4 Oktober begitu selesai kita dapat re-writing dari Pemerintah, tanggal 4 Oktober Panja akan mulai rapat, mungkin 5-6 hari dan diteruskan dengan Timus, Timsin dan Timcil.

Mudah-mudahan pada minggu kedua atau minggu ketiga Oktober lebih cepat dari pada yang disediakan oleh Bamus, Undang-undang Pengadilan HAM ini sudah bisa kita selesaikan, insya Allah.

Demikian Saudara Menteri, Saudara-saudara sekalian, rapat ini kita akhiri dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin, dan sampai ketemu pada masa sidang setelah reses yang akan datang. Terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Rapat ditutup.

Jakarta, 12 September 2000 a.n. Ketua Rapat Sekretaris Rapat,

ttd. ………..

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun telah melakukan imunisasi tidak berarti balita tersebut bebas dari stunting karena terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan stunting seperti pola asuh orang

Tabel 3.7.1.6 Persentase Perokok Saat Ini Pada Laki-Laki Umur 10 Tahun Ke Atas Berdasarkan Jumlah Batang Rokok Yang Dihisap Per Hari Menurut Karakteristik Di Provinsi Sulawesi

Pimpinan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang Perpajakan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dipilih oleh dan dari Anggota

Jadi bagaimana kita menempatkan ini dihadapan RUU seperti ini, sehingga saya pikir perlu ada ketegasan yang benar-benar dari Pemerintah, Negara bahwa yang dimaksud dengan

Yang pertama saya ingin menyampaikan bahwa RUU Tentang Veteran ini sejak awal kami mengikuti jadi kami masuk dalam Anggota team yang menyiapkan RUU ini dan membahas dan pada saat

Saya tadi berpikirnya mungkin dari DIM Nomor 64 sampai DIM Nomor 78 itu masuk Panja karena satu bab. Tadikan kita belum sepakat apakah mau dikecilkan. Tapi kalau kita tetap mau

Yang pertama tadi adalah, saya tidak akan mengulang lagi apa yang sudah disampaikan oleh Bapak-bapak sebelumnya, kami dari LIPI juga melihat bahwa rancangan undang-undang ini

Jumlah Waran Yang Ditawarkan Sebanyak-banyaknya sebesar 402.781.000 lembar Waran Seri I (32,22% dari Jumlah Modal Ditempatkan dan Disetor Perseroan pada saat