• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertimbangan Hakim dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pertimbangan Hakim dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Prodi Hukum Keluarga Islam Jurusan Peradilan Agama

Pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar

Oleh :

RUSTIANI NURFAH NIM : 10100115079

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019

(2)

ii Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rustiani Nurfah

NIM : 10100115079

Tempat/Tanggal lahir : Kaju 03 Mei 1997

Jurusan : Hukum Keluarga Islam

Fakultas/Program : Syari’ah dan Hukum

Judul :Pertimbangan Hakim dalam Mengabulkan

Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A.

Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar hasil karya sendiri. Jika kemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, plagiat atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenanya batal demi hukum.

Samata, 07 Juli 2019 Penyusun,

RUSTIANI NURFAH 10100115079

(3)
(4)

iv

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang senantiasa memberikan kepada kita kenikmatan dan kemudahan sehingga kita masih terus dapat berkarya dan mengabdi kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaih wa sallam, yang membawa kita dari arah gelap gulita ke arah terang benderang. Berkat pertolongan Allah SWT, akhirnya penulisan Skripsi yang berjudul “Pertimbangan Hakim Dalam mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A” ini dapat diselesaikan dengan baik. Meskipun demikian penyusun adalah manusia biasa oleh karenanya, semaksimal apapun usaha yang penyusun lakukan tentunya tidak pernah lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan.

Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak-pihak yang memberikan motivasi dan inspirasi yang berharga. Untuk itu dengan kerendahan hati dan rasa hormat yang tinggi, penyusun mengucapkan terimah kasih banyak kepada :

1. Bapak Prof. DR. Musafir Pababbari, M.Si selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

2. Bapak Prof. DR. Darussalam Syamsuddin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas islam Negeri Alauddin Makassar. Bapak Dr. H. Abd halim Talli, M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan

(5)

v

memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak DR. H. Supardin, M.H.I. selaku ketua jurusan Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar terimah kasih telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Dr. Hj. Patimah, M.Ag. selaku sekertaris jurusan Hukum Keluarga Islam sekaligus pembimbing I dan Bapak Drs. H. Muh. Jamal Jamil, M.Ag. selaku pembimbing II dalam penulisan skripsi ini, yang telah mengarahkan, membimbing, mendukung dan memberikan nasehat dan motivasi demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Hj. Nurnaningsih, M.Ag selaku penguji I, dan Ibu Dr. Musyfikah Ilyas, M.H.I selaku Penguji II yang telah memberikan nasehat, dorongan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Selaku Ibu/Bapak Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, yang selama ini telah memberikan dan mengajarkan ilmunya tentang kebaikan dan kebenaran. Semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat di dunia maupun di akhirat nanti.

7. Terimah kasih untuk Kakak Sri selaku staf Jurusan Hukum Keluarga Islam yang selalu membantu dan tidak pernah bosan memberikan arahan kepada penyusun dan selalu memberikan dukungan.

8. Segenap pegawai dan staf Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A yang telah menyambut penyusun dengan baik untuk melakukan penelitian,

(6)

vi

untuk memberi informasi pada penyusun, Bapak Drs. Jamaluddin Rahim selaku Panitera Muda Hukum yang telah banyak membantu penyusun selama proses penelitian.

9. Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda H. Patahullah dan Ibunda Hj. Nurhaedah yang selalu mengiringi langkah putrinya dengan doa, nasehat, motivasi, arahan, dan cinta. Kasih sayangmu abadi dan tidak dapat tergantikan oleh apapun.

10. Kakak kandung Surachmat Nurfah, yang selalu mendukung dan memberikan dorongan motivasi untuk menyelesaikan study dan memberikan kasih sayangnya.

11. Kakak Sulastriati yang selalu mendoakan, menghibur dan memberikan support dikala penyusun lelah dalam menyusun skripsi.

12. Segenap keluarga besar Sakka Maira dan Soro Mondeng yang telah mendukung dan memberi semangat serta motivasi bagi penyusun.

13. Untuk Sahabatku tercinta dari SMA Nasyita Darwis, Kurniawati, Egha Adiarti, Muthiah, Nurul Syahruni, terimah kasih selalu mau mendengar keluh kesahku, dan memberikan semangat. Persahabatan dan kebersamaan kita tak akan kulupakan.

14. Teruntuk Kambing Squad yang setiap harinya selalu memberikan semangat dan membuat hari hari kuliah saya sangat berwarna dan selalu memberikan dukungan di setiap penulisan skripsi ini.

(7)

vii

16. Teruntuk teman-teman KKN Angkatan 60 Desa Bonto Tangnga Kabupaten Bantaeng, terimah kasih selalu memberikan dukungan, doa, dan semangat dalam menyusun skripsi ini.

17. Dan kepada teman-teman, sahabat, kakak-adik yang tidak sempat disebutkan satu persatu dalam skripsi ini, mohon dimaafkan dan kepada kalian diucapkan terimah kasih.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan penulis khususnya. Upaya maksimal telah dilakukan dalam menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga Allah SWT melindungi dan memberikan berkah-Nya dan imbalan yang setimpal kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Sekecil apapun makna yang ada dalam tulisan ini semoga memberikan manfaat.Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Billahi taufik wal hidayah Wassalamu Alaikum Wr. Wb.

Makassar, 08 Juli 2019 Penyusun,

Rustiani Nurfah NIM : 10100115079

(8)

viii

PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... x

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Tinjauan Umum Tentang Pertimbangan Hakim ... 13

1. Pengertian Pertimbangan Hakim ... 15

2. Dasar Hukum Pertimbangan ... 15

B. Tinjauan Umum Tentang Dalam Mengabulkan Permohonan ... 18

C. Tinjauan Umum Tentang Dispensasi Nikah ... 21

(9)

ix

D. Tinjauan Umum Tentang Pengadilan Agama... 29

1. Pengertian Pengadilan Agama ... 29

2. Landasan Hukum Pengadilan Agama... 31

3. Wewenang Pengadilan Agama ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian... 38

B. Pendekatan Penelitian ... 39

C. Sumber Data... 39

D. Metode Pengumpulan Data... 40

E. Instrumen Penelitian ... 41

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 42

G. Pengujian Keabsahan Data... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A ... 44

B. Penyebab Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A ... 63

(10)

x

Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A... 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...82 B. Implikasi Penelitian ... 83 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(11)

dilihat pada tabel berikut : 1. Konsonan Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

ا alif a tidak dilambangkan

ب ba b bc

ت ta t tc

ث ṡa ṡ es (dengan titik di atas

ج jim j

ح ḥa ḥ

خ kha k je

د dal d ha (dengan titik di

bawah)

ذ zal z zet (dengan titik di

atas)

ر ra r er

ز zai z zet

س sin s es

ش syin Sy es dan ye

ص ṣad ṣ es (dengan titik di

bawah)

ض ḍad ḍ de (dengan titik di

bawah) xi

(12)

xii

bawah)

ع ‘ain ‘ apostrof terbalik

غ gain g ge ف fa f ef ق qaf q qi ك kaf k ka ل lam l el م mim m em ن nun n en و wau w we ھ ha h ha ء hamzah ‘ apostrof ى ya y ye

Hamzah (ء) yang terletak diawal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis dengan tanda (‘).

2. Vokal

Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri atas vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat, transliterasinya sebagai berikut :

(13)

xiii

ِا kasrah i i

ُا ḍammah u u

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dan huruf, transliterasinya berupa gambar huruf, yaitu :

Tanda Nama Huruf

Latin Nam a َى fatḥah dan yā’ ai a dan i َو fatḥah dan wau au a dan u Contoh :

َﻒْﯿَﻛ

:kaifa

َلْﻮَھ

: haula 3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu:

Harakat dan Huruf

Nama Huruf dan

Tanda

Nama ...ىَ |اَ... fathah dan alif atau

ya’

a a dan garis di

atas

(14)

xiv Contoh

َتﺎَﻣ

:mata

ﻰَﻣَر

:rama

ْﻞْﯿِﻗ

:qila

ُتْﻮُﻤَﯾ

:yamutu 4. Tā’ marbūṫah

Transliterasi untuk tā’ marbūṫah ada dua, yaitu: tā’ marbūṫah yang hidup Ta’marbutah yang hidup (berharakat fathah, kasrah atau dammah) dilambangkan dengan huruf "t". ta’marbutah yang mati (tidak berharakat) dilambangkan dengan "h".

Contoh:

ِل َ ﻒْطَﻷْا ُﺔَﺿَوَر

:raudal al-at fal

ُﺔَﻠِﺿ ﺎَﻔﻟْا ُﺔَﻨْﯾ ِﺪَﻤْﻟَا

:al-madinah al-fadilah

ﺔَﻤْﻜِﺤْﻟَا

:al-hikmah

5. Syaddah (Tasydid)

Tanda Syaddah atau tasydid dalam bahasa Arab, dalam transliterasinya dilambangkan menjadi huruf ganda, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah tersebut.

Contoh:

ﺎَﻨﱠﺑَر

:rabbana

ﺎَﻨْﯿﱠﺠَﻧ

:najjainah

(15)

xv tersebut.

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyinya.

Contoh:

ُﺔَﻔَﺴْﻠَﻔْﻟَا

:al-falsafah

ُدَﻼِﺒْﻟَا

:al-biladu

7. Hamzah

Dinyatakan di depan pada Daftar Transliterasi Arab-Latin bahwa hamzah ditransliterasikan dengan apostrop. Namun, itu apabila hamzah terletak di tengah dan akhir kata. Apabila hamzah terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif.

Contoh: 1. Hamzah di awal

ُتْﺮِﻣُأ

:umirtu 2. Hamzah tengah

َنْوُﺮُﻣْﺄَﺗ

:ta’ muruna 3. Hamzah akhir

ٌءْﻲَﺷ

:syai’un

8. Penulisan Kata Arab yang Lazim Digunakan dalam Bahasa Indonesia

Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘il, isim maupun huruf, ditulis terpisah. Bagi kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab yang sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang

(16)

xvi

Fil Zilal al-Qur’an Al-Sunnah qabl al-tadwin

9. Lafz al-Jalalah( ﱠ ﷲ)

Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf lainnya atau berkedudukan sebagaimudaf ilahi(frasa nominal), ditransliterasi tanpa huruf hamzah.

Contoh:

ﱠ ﷲ ُ ﻦْﯾِد

Dinullah

ﺎِﺒﮭﻠﱠﻟا

billah

Adapun ta’ marbutah di akhir kata yang di sandarkan kepada lafz al-jalalah, ditransliterasi dengan huruf [t].

Contoh:

ْﻢُھ ﱠ ﷲ ِﺔَﻤ ْ ﺣَر ْﻲِﻓ

Hum fi rahmatillah

10. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulian Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf kapital dipakai. Penggunaan huruf kapital seperti yang berlaku dalam EYD. Di antaranya, huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf awal dan nama diri. Apabila nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan hurufs kapital tetap huruf awal dari nama diri tersebut, bukan huruf awal dari kata sandang.

Contoh: Syahru ramadan al-lazi unzila fih al-Qur’an Wa ma Muhammadun illa rasul

(17)

xvii Saw. =sallallāhu ‘alaihi wa sallam

a.s. =‘alaihi al-salām

H = Hijrah

M = Masehi

SM = Sebelum Masehi

l. = Lahir tahun (untuk orang yang masih hidup saja)

w. = Wafat tahun

QS .../...:4 = QS al-Baqarah/2:4 atau QS Ali ‘Imrān/3:4

(18)

xviii

Jurusan : Peradilan Agama

Judul : Pertimbangan Hakim Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A.

Pokok Masalah penelitian ini adalah Pertimbangan Hakim dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A? pokok masalah tersebut selanjutnya dapat ditarik ke dalam beberapa submasalah atau pertanyaan penelitian, yaitu : 1)Penyebab pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama watampone Kelas 1A? 2)Proses pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A? 3)Pertimbangan Hakim dalam menetapkan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A?

Jenis penelitian dalam skripsi ini tergolong kulitatif dengan pendekatan penelitian yang digunakan adalah: yuridis, normative, dan sosilogis. Sumber data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrument yang digunakan ialah pedoman wawancara, dokumentasi, dan alat tulis. Data yang diperoleh, dianalisa, dan disusun secara sistematis sehinggga membuat sebuah data hasil penelitian yang tersusun.

Hasil penelitian ini adalah penyebab seorang mengajukan permohonan dispensasi nikah karena faktor kehamilan, pendidikan dan ekonomi. Terdapat 5 proses pengajuan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A yaitu, datang dan mendaftar Ke Kantor Pengadilan Agama Watampone, Meja I untuk membayar perkara, Meja II untuk diberi nomor perkara agar. proses penyelesaian perkara permohonan Dispensasi Nikah dan Persidangan dan Penetapan. Adapun alasan Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A dalam memberikan izin Dispensasi Nikah, yaitu adanya kemaslahatan dan kemudharatannya, karena mereka yang ingin melangsungkan pernikahan yang masih dibawa umur sudah seperti suami istri, dan kematangan jiwa yang sudah dianggap sudah mampu berkeluarga. Dan tidak adanya larangan pernikahan dalam Hukum Islam.

Implikasi Penelitian 1) Hendaknya Para Hakim lebih memperhatikan dalam menetapkan permohonan Dispensasi Nikah. 2) Hendaknya orang tua mengawasi dan memberikan perhatian yang lebih ke anak agar tidak terjadi yang tidak di inginkan.

(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Suatu keluarga terbentuk karena adanya pernikahan. Pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk sebuah keluarga (rumah tangga) yang bahagia. Keluarga dalam arti sempit artinya yaitu sepasang suami istri dan anak-anak yang dilahirkan dari pernikahan tetapi tidak mempunyai anak juga bisa dikatakan bahwa suami istri merupakan suatu keluarga.

Hukum kekeluargaan secara garis besar adalah hukum yang bersumber pada pertalian kekeluargaan.Pertalian kekeluargaan ini dapat terjadi karena pertalian darah, ataupun terjadi adanya sebuah pernikahan. Hubungan keluarga ini sangat penting karena ada sangkut paut nya dengan hubungan anak dan orang tua, hukum waris, perwalian dan pengampuan.1

Firman Allah SWT dalam Q.s. Al-Rum/30:21





























































Terjemahnya :

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir.”2

1Ibrahim Ahmad,Pengantar Hukum Perdata,( Makassar : Kretakupa Print, 2013), h. 19 2Kementrian Agama, RI., Al-Qura’n dan Terjemahnya(Semarang: Karya Toha Putra, 2011), h. 406.

(20)

Menurut ayat tersebut, keluarga Islam terbentuk dalam keterpaduan antara ketentraman (sakinah), penuh rasa cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Ia terdiri dari istri yang patuh dan setia, suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah, serta ibu yang lemah lembut dan berperasaan halus, putra-putri dan taan serta kerabat yang saling membina silaturahmi dan tolong menolong.3

Pernikahan merupakan institusi yang sangat penting di dalam masyarakat. Perkawinan suatu persekutuan antara seorang laki-laki seorang wanita yang diakui oleh Negara untuk bersama (bersekutu) yang kekal.Perkawinan adalah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang wanita dan dibolehkan bagi laki-laki dan wanita bersenang-senang sesuai dengan jalan yang telah di syariatkan.4

Tujuan Pernikahan merupakan tujuan syariat yang dibawa Rasulullah SAW, yaitu penataan hidup manusia dalam kehidupan dunia dan akhirat. Yang bertujuan untuk menata keluarga sebagai subjek untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama. Pernikahan pun adalah makna dan jiwa dari kehidupan berkeluarga yang membina cinta kasih sayang yang penuh romantika dan kedamaian serta membentuk ikatan lahir bathin antara laki-laki dan perempuan.

‘’Ikatan lahir-batin” dimaksudkan bahwa pernikahan itu tidak hanya cukup dengan adanya “ikatan lahir” atau “ikatan batin” saja tapi harus keduanya. Suatu “ikatan lahir” adalah ikatan yang dapat dilihat. Mengungkapkan adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk hidup bersama, sebagai suami-isteri, dengan kata lain dapat disebut “hubungan formil”.5

3Hj. Huzaimah Tahido Yanggo, Masail Fiqhiyah, Kajian Hukum Islam Kontomporer (Bandung: Angkasa, 2005), h.134.

4Musafir Aj-Jahrani,Poligami dari Berbagai Persepsi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002). 5K. Wantjik Saleh,Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), h. 14.

(21)

Sebaliknya, suatu “ikatan Bathin” adalah merupakan hubungan yang tidak formil, suatu ikatan yang tidak dapat dilihat. Walau tidak dapat dilihat nyata, tapi ikatan itu harus ada. Karena tanpa adanya ikatan bathin, ikatan lahir akan menjadi rapuh.

Sedangkan Menurut Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga bahagia dan sejahtera kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.6 Untuk merealisasikan

tujuan mulia ini harus didukung oleh kesiapan fisik dan kematangan jiwa dari masing-masing mempelai, sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab pada mereka. Oleh karena itu perkawinan merupakan tuntutan naluriah manusia untuk berketurunan guna kelangsungan hidupnya dan untuk memperoleh ketenangan hidup serta menumbuhkan dan memupuk rasa kasih sayang insani.

Menurut Hukum Islam pembentukan sebuah keluarga dengan menyatukan seorang laki-laki dan seorang perempuan diawali dengan suatu ikatan suci, yakni kontrak perkawinan atau ikatan perkawinan. Seperti yang tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yakni:

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.7

Pengertian pernikahan di atas menggambarkan, Pernikahan merupakan suatu perjanjian atau akad antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk hidup berumah tangga, yang di dalamnya termasuk pengaturan hak dan kewajiban serta 6Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,” pasal 1.

7Republik Indonesia, “Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan,” Pasal 1.

(22)

saling tolong menolong dari kedua belah pihak. Sedangkan menurut Hukum Islam, terdapat perbedaan antara pendapat yang satu dengan pendapat yang lainnya mengenai pengertian perkawinan. Tetapi perbedaan pendapat ini sebenarnya bukan perbedaan yang prinsip, pendapat itu harnya terdapat pada keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya dalam perumusan perkawinan antara pihak satu dengan yang lain.8

Penentuan batas umur untuk melangsungkan perkawinan sangatlah penting, yaitu untuk menciptakan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga. Pembatasan usia dalam perkawinan oleh pembuat undang-undang dimaksudkan agar rumah keluarga yang dibentuk dapat mencapai tujuan perkawinan. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di samping itu pernikahan merupakan perjanjian yang suci, sehingga untuk mencapai tujuannya memerlukan sebuah aturan, namun bukan berarti adanya peraturan untuk mengekang umatnya, akan tetapi lebih kepada kemaslahatan.9

Apabila dalam keadaan yang sangat memaksa seperti hamil diluar nikah maka perkawinan di bawah umur bisa dilakukan dengan mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama yang telah ditunjuk oleh kedua orang tua dari pihak lakilaki atau perempuan, sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang RI No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 7 ayat (2). Apabila penetapan izin pernikahan sudah dikeluarkan oleh Pengadilan Agama, maka kedua mempelai bisa melaksanakan perkawinan.

8Muh. Jamal Jamil, Korelasi Hukum: Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Inpres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (Cet. I; Makassar: Alauddin University Press, 2011), h. 19.

9Moh Idris Ramulyo,Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), (Cet, V; Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 1.

(23)

Adapun dalam Al-Qur’an tidak ditentukan batas usia bagi pihak yang ingin melaksanakan pernikahan. Dalam hal ini batasnya hanya diberikan berdasarkan kualitas yang harus dinikahi oleh mereka, sebagaimana dalam surat (Q.S. An-Nisa 4/6) yaitu sebagai berikut :







































Terjemahnya :

Dan ujilah anak-anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah. Kemudia jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. (Q.S. An-Nisa : 6)10

Allah SWT telah mensyariatkan Pernikahan dengan tujuan agar tercipta hubungan yang harmonis dan batasan-batasan hubungan antar mereka.Tidak mungkin bagi seorang wanita untuk merasa tidak butuh kepada seorang laki-laki yang mendampinginya ruah, atau intelektualitas yang tinggi.Begitu juga seorang laki-laki, tidak mungkin merasa tidak membutuhkan seorang istri yang mendampinginya.

Keberadaan Pernikahan itu sejalan dengan lahirnya manusia diatas bumi dan merupakan fitrah manusia yang diberikan Allah SWT terhadap hamba-Nya.

Pemberian dispensasi umur pernikahan tidak semerta-merta tanpa adanya alas an. Banyak faktor-faktor yang melatar belakangi ditetapkannya dispensasi umur pernikahan. Baik factor dari pemohon maupun dari pertimbangan hakim selaku 10Kementrian Agama, RI.,Al-Qura’n dan Terjemahnya(Semarang: Karya Toha Putra, 2011), h. 77.

(24)

pemberi dispensasi umur perkawina. Dari putusan-putusan yang telah ada banyak pertimbangan yang dikemukakan, seperti untuk menghindari terjadinya hal-hal yang bisa menjeremuskan pada perzinahan, karena kedua calon mempelai merasa sudah siap untuk melakukan perkawinan.

Pernikahan itu sesuatu hal yang diperintahkan oelh Allah dan Rasul, didalamnya terdapat hikmah antara lain dapat mendatangkan ketenangan batin dan dapat mencegah orang berbuat maksiat. Perkawinan usia muda dalam Islam pada dasarnya tidak dilarang sepanjang dapat mendatangkan kemaslahatan, hal ini dicontohkan oleh Rasulullah ketika menikahi Aisyah Binti Abu Bakar, baik deri segi materi maupun dari segi kemampuan menjaga kehormatan dan keutuhan rumah tangga.

Pengadilan Agama Watampone sebagai bagian atau perpanjangan tangan Mahkamah Agung yang bertugas menerima, memeriksa, dan mengadili perkara-perkara tertentu, dalam menangani masalah dispensasi nikah tetap mengacu pada proses dan prosedur perundang-undangan yang berlaku. Melihat fenomena yang terjadi dimasyarakat dari tahun ke tahun semakin banyak remaja yang ingin menikah muda dan mengajukan permohonan dispensasi kawin di Pengadilan Agama. Oleh karena itu masalah dispensasi nikah perlu mendapat perhatian khusus untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan dan dalam rangka penegakan hukum.

Melihat permasalahan tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Pertimbangan Hakim Dalam Mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas IA.

(25)

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus 1. Fokus Penelitian

a. Pertimbangan Hakim

b. Dalam Mengabulkan Permohonan c. Dispensasi Nikah

d. Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A 2. Deskripsi Fokus

Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan perbedaan penafsiran terhadap judul penelitian ini, maka penulis akan memberikan definisi dari kata judul yang diangkat, diantaranya :

a. Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim adalah hal-hal yang menjadi dasar atau yang dipertimbangkan hakim dalam memutus suatu perkara. Selain itu hakim juga memperhatikan syarat objektifnya, yaitu perbuatan yang dilakukan telah mencocoki rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan tidak ada alasan pembenar.Dan Pertimbangan itu sesuatu yang dipakai untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian, atau gagasan. Dalam hal ini alasan hakim untuk menerima atau menolak perkara permohonan dispensasi kawin yang diterima di Pengadilan Agama Watampone.

b. Dalam Mengabulkan Permohonan

Orang tua yang ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah umur, maka terlebih dahulu harus melalui izin dari Pengadilan Agama dengan mengajukan permohonan dispensasi pernikahan di bawah

(26)

umur, untuk mendapatkan dispensasi tersebut, pihak Pengadilan tidak begitu saja memberikan izin kepada pihak pemohon, tetapi harus melalui sidang Pengadilan. Dalam sidang tersebut ketua majlis hakim akan menanyakan tentang alasan-alasan yang dijadikan suatu dasar dari pemohon untuk menikahkan anaknya yang masih di bawah umur. c. Dispensasi Nikah

Dispensasi kawin adalah dispensasi yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum mencapai 19 tahun dan wanita mencapai 16 tahun.11Permohonan dispensasi tersebut

diajukan oleh orang tua atau wali calon mempelai pria atau wanita ke Pengadilan Agama daerah setempat.

d. Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A

Pengadilan Agama Watampone adalah nama lembaga resmi pemerintah yang melaksanakan tugas yudikatif di tingkat pertama yang mempunyai kewenangan untuk menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan perkara-perkara tertetu yang beragama Islamdalam wilayah hukum Kabupaten Bone.

Dari beberapa istilah diatas, sudah dapat dipahami bahwa secara operasional judul ini berarti suatu pemberian izin untuk melangsungkan pernikahan terhadap seorang pria dan seorang wanita yang masing-masing atau salah satu pihak masih dibawah umur yang telah ditentukan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 11Roihan A.Rasyid,Hukum Acara Peradialan Agama(Jakarta: Grafindo Persada, 2005), h. 32 .

(27)

tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, dalam hal ini dapat meminta dispensasi nikah kepada Pengadilan Agama di daerah tempat tinggal yang bersangkutan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang tersebut diatas, maka pokok masalah yang dibahas adalah Pertimabangan hakim mengabulkan dispensasi pada di Kabupaten Bone. Berdasarkan pokok masalah diatas maka sub masalah yang dapat dibahas adalah:

1. Apa Penyebab Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A?

2. Bagaimana Proses Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadialan Agama Watampone Kelas 1A?

3. Bagaimana Hakim dalam Memutuskan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone?

D. Kajian Pustaka

Untuk menyelesaikan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa referensi yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Adapun referensi-referensi yang penulis maksud diantaranya:

1. Buku karangan Abd.Rahman Ghazaly yang berjudul “Fiqih Munakahat”, Thn 2003 Dalam buku ini menjelaskan tentang Dasar-dasar umum perkawinan. Sedangkan penelitian ini membahas tentang Dispensasi Nikah dan Penyebab seseorang melalukan permohoan dispensasi nikah ke Pengadilan dan Pertimbangan Hakim dalam menerima permohonan Dispensasi.

(28)

2. Skripsi Purwatiningsih dalam penelitiannya yang berjudul “ Dispensasi Nikah di Bawah Umur menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Ditinjau dari Hukum Islam ( Studi atas Penetapan Pengadilan Agama Sleman Tahun 1997-1998)’, menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mendorong (orang tua) karena umur anak belum memenuhi batas minimal yang ditentukan Undang-Undang Perkawinan. Hal ini lebih didominasi karena anak perempuannya telah hamil dulu sebelum dilangsungkannya pernikahan yang sah.12Perbedaan dari Skripsi ini penulis menitikberatkan

pada adanya Dispensasi Nikah yang disebabkan oleh pernikahan dibawah umur. Serta pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A.

3. Studi Kasus yang diteliti oleh Quri Orchid pada tahun 2013 dengan judul “Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan (Studi Kasus Penetapan (No. 82/Pdt.P/2012/PA.Mks)”. Membahas tentang dasar pertimbangan Hakim dalam mengabulkan penetapan 82/Pdt.P/2012/PA.Mks., yaitu Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang N0. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan rasa kemanfaatan hukum bagi masyarakat. Dalam mengabulkan permohonan Dispensasi Kawin Hakim tidak terikat dengan hukum positif karena hakim diberi kesempatan untuk melakukan penemuan hukum.13

4. Skripsi Nur Khaerati Samad dalam penelitiannya “Dispensasi Kawin Terhadap Eksistensi Perkawinan di Pengadilan Agama Watampone Kelas 12Purwatiningsih, “Dispensasi Nikah di Bawah Umur Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di Tinjau Dari Hukum Islam (Studi Atas Penetapan Pengadilan Agama Sleman tahun 1997-1998)’’, Skripsi ( Yogyakarta: Fakultas Syari;ah, IAIN Sunan Kalijaga, 1998), H. 18.

13Qury Orchid, Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan (Studi Kasus Penetapan No. 82/Pdt.P/2012/PA.Mks), http:/www.repository.unhas.ac.id.html (4 Juli 2013).

(29)

1B (Studi Kasus Tahun 2011-2015)”, menjelaskan bagaimana eksistensi perkawinan yang mendapat dispensasi nikah.14 hal ini berbeda dengan

yang dibuat peneliti. Perbedaanya adalah penelitian ini lebih menitik beratkan Pertimbangan Hakim dalam mengabulkan Permohonan Dispensasi Nikah.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan

Dengan melihat rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin di capai dengan masalah yang dibahas dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk Mengetahui Penyebab Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1A?

2. Untuk Mengetahui Proses Pengajuan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadialan Agama Watampone Kelas 1A?

3. Untuk Mengetahui Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Permohonan Dispensasi Nikah di Pengadilan Agama Watampone? 4. Kegunaan

Bagi penulis adalah penulis dapat memberikan gambaran tentang Dispensasi Pernikahan dibawah umur di Pengadilan Agama Watampone.

1. Segi Praktis

a. Penulis berharap dapat memberikan informasi dan sebagai bahan pertimbangan ataupun saran yang berfungsi sebagai 14 Nur Khaerati Samad “Dispensasi Kawin Terhadap Eksistensi Perkawinan di Pengadilan Agama Watampone Kelas 1B (Studi Kasus Tahun 2011-2015)H. 16.

(30)

masukan bagi masyarakat luas dalam hal Dispensasi Pernikahan dibawah Umur adalah suatu cara yang diberikan dalam hal menangani penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, sekaligus dapat mengetahui tata cara penerapannya pada Pengadilan Agama dan akibat hukumnya.

b. Dapat menjadi masukan bagi dunia Peradilan dalam penyelesaian perkara Dispensasi Nikah.

2. Segi Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapakan menjadi sumbangan yang berguna bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan hukum khususnya Hukum Perdata.Di samping ini menjadi acuan atau perbandingan bagi para peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang sejenis.

(31)

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

A. Tinjauan Umum Tentang Pertimbangan Hakim

1. Pengertian Pertimbangan Hakim

Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.1

Hakim dalam pemeriksaan suatu perkara juga memerlukan adanya pembuktian, dimana hasil dari pembuktian itu kan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus perkara. Pembuktian merupakan tahap yang paling penting dalam pemeriksaan di persidangan. Pembuktian bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapatkan putusan hakim yang benar dan adil. Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum nyata baginya bahwa 1 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004), h.140 11 peristiwa/fakta tersebut benar-benar terjadi, yakni dibuktikan kebenaranya, sehingga nampak adanya hubungan hukum antara para pihak.

1Mukti Arto,Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama,cet V (Yogyakarta : Pustaka

Pelajar, 2004), h.140

(32)

Selain itu, pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga memuat tentang hal-hal sebagai berikut :

a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal.

b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut semua fakta/hal-hal yang terbukti dalam persidangan.

c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.

Pertimbangan-pertimbangan hakim akan dimuat dalam putusan, putusan yang baik adalah putusan yang memenuhi 3 unsur aspek secara berimbang, yaitu sebagai berikut:

a. Kepastian Hukum

Dalam hal ini kepastian hukum menginginkan hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan secara tegas bagi setiap peristiwa konkret dan tidak boleh terdapat penyimpangan. Kepastian hukum memberikan perlindungan kepada masyarakat dan tindakan sewenang-wenang dari pihak lain, dan hal ini berkaitan dalam usaha ketertiban di masyarakat.

(33)

b. Keadilan

Masyarakat selalu berharap agar dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, memperhatikan nilai-nilai keadilan. Hukum itu mengikat setiap orang, dan bersifat menyamaratakan atau tidak membanding-bandingkan status ataupun perbuatan yang dilakukan oleh manusia.

b. Manfaat

Hukum itu ada untuk manusia, sehingga masyarakat mengharapkan kemanfaatan dari pelaksanaan atau penegakan hukum. Jangan sampai terjadi dalam pelaksanaan atau penegakan hukum itu timbul keresahan dalam kehidupan bermasyarakat.2

2. Dasar Hukum Pertimbangan Hakim

Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil penelitian yang maksimal dan seimbang dalam tataran teori dan praktek. Salah satu usaha untuk mencapai kepastian hukum kehakiman, di mana hakim merupakan aparat penegak hukum melalui putusannya dapat menjadi tolak ukur tercapainya suatu kepastian hokum.

Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Hakim dalam memberi suatu keadilan harus menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian memberi penilaian

2Mukti Arto,Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta: Pustaka

(34)

terhadap peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Setelah itu hakim baru dapat menjatuhkan putusan terhadap peristiwa tersebut.

Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan unruk bercermin pada yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin). Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 40 tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.

Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undangundang Nomor 48 Tahun 2009. Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya suatu kekuasaan kehakiman yang bebas. Hal ini secara tegas dicantumkan dalam Pasal 24, terutama penjelasan Pasal 24 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009, yang menyebutkan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang-undang Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia.

Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD 1945. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Kemudian dalam

(35)

pasal 24 ayat (2) menegaskan bahwa: kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dari badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.3

Tentang kebebasan hakim, perlu juga dipaparkan posisi hakim yang tidak memihak (impartial judge), dijelaskan dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009. Tidak memihak dalam hal ini diartikan tidak berat sebelah dalam penilaian dan pertimbangannya, seperti bunyi dalam pasal tersebut: ”Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak mebeda-bedakan orang”.

Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Hakim dalam memberi suatu keadilan harus menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya, kemudain memberikan penilaian terhadap peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. setelah itu hakim harus dapat menjatuhkan putusan terhadap peristiwa tersebut.

Seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya sehingga tidak boleh menolak memeriksa dan mengadili suatu peristiwa yang diajukan kepadanya. Hal ini diatur dalam pasal 16 ayat (1) UU No. 35 tahun 1999 jo. UU No. 48 Tahun 2009, yakni: ”Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Sorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untuk bercermin pada yurisprudensi dan pendapat para ahli hukum

(36)

terkenal (doktrin). Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai hukum, tetapi juga nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang No. 48 tahun 2009 yang berbunyi: ”Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.

B. Tinjauan Umum Tentang Dalam Mengabulkan Permohonan

Permohonan dispensasi nikah ini diajukan oleh orang tua Pemohon yang anaknya masih di bawah batas minimal usia nikah, baik orang tua si pria mupun orang tua si wanita kepada Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal Pemohon. Setelah memeriksa dalam persidangan, dan berkeyakinan terdapat hal-hal yang memungkinkan untuk diberikan dispensasi, maka Pengadilan Agama memberikan dispensasi nikah dengan suatu penetapan. Kemudian salinan penetapan itu dibuat dan diberikan kepada Pemohon sebagai syarat untuk melangsungkan pernikahan.

Orang tua yang ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah umur, maka terlebih dahulu harus melalui izin dari Pengadilan Agama dengan mengajukan permohonan dispensasi perkawinan di bawah umur, untuk mendapatkan dispensasi tersebut, pihak Pengadilan tidak begitu saja memberikan izin kepada pihak pemohon, tetapi harus melalui sidang Pengadilan. Dalam sidang tersebut ketua majlis hakim akan menanyakan tentang alasan-alasan yang dijadikan suatu dasar dari pemohon untuk menikahkan anaknya yang masih di bawah umur.

Dalam hal memberikan sebuah keputusan, hakim harus berlandaskan pada dasar hukum yang pasti, karena sebuah keputusan yang telah dihasilkan oleh Pengadilan selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar pijakan dalam menentukan

(37)

langkah yangakan diambil selanjutnya oleh pihak pemohon yang mengajukan dispensasi nikah. Agar dispensasi yang diajukan dapat dikabulkan oleh majlis hakim Pengadilan, tentunya alasan tersebut harus tepat dan rasional, dengan adanya alasan tersebut pihak majlis hakim akan mempertimbangkan apakah permohonan dispensasi akan dikabulkan atau ditolak.4

Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan izin dispensasi perkawinan di bawah umur adalah sebagai berikut:

a. Telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Pengadilan Agama: 1. Syarat utama:

a) Membawa surat bukti penolakan dari KUA (Kantor Urusan Agama) model N9;

b) Membawa surat pemberitahuan adanya halangan/ kekurangan pernikahan dari KUA model N8;

c) Membawa Kartu keluarga, buku nikah bagi kedua orang tua, dan akte kelahiran anak.

2) Syarat yang mendukung:

Tidak ada halangan untuk menikah Bagi calon mempelai, baik calon istri atau calon suami yang akan melangsungkan perkawinan terdapat halangan untuk me nikah atau tidak menurut hukum agama Islam, sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Perkawinan Pasal 8, tentang larangan perkawinan, yaitu: Perkawinan dilarang antara dua orang yang:

(38)

a) berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas; b) berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara

saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya;

c) berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri; d) berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan

dan bibi/paman susuan;

e) berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang;

f) mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Dengan demikian, apabila salah satu dari larangan di atas tidak ada, berarti syarat tersebut sudah terpenuhi dan perkawinan dapat segera dilangsungkan. Persyaratan yang diatur dalam Pasal 8 sifatnya komulatif, artinya harus terpenuhi semua. Apabila sudah terpenuhi semua syarat tersebut, maka pernikahan dapat dilaksanakan. Akan tetapi apabila salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka pernikahan tidak dapat dilaksanakan. Lebih lengkapnya lagi telah diatur dalam Impres No.1/1991 Kompilasi Hukum Islam.

Hukum Islam tidak mengatur adanya batasan usia pernikahan, tetapi Islam mengatur mengenai batasan seseorang dikatakan baligh, yakni ketika telah mimpi basah, begitu juga dengan wanita yang sudah menstruasi (haid). Balighnya seseorang juga tergantung pada kondisi lingkungan dan situasi di suatu tempat dan juga masyarakat tertentu. Baligh ialah dewasa (sampai atau jelas), yaitu anak-anak yang

(39)

telah sampai usia tertentu dan jelas bagiannya, segala urusan atau masalah yang dihadapi, serta pikirannya telah mampu mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang benar baginyasesuai dengan ajaran agama.

Sementara itu, jika dihubungkan dengan izin dispensasi yang diberikan oleh hakim karena alasan di atas, akan berdampak negatif bagi masyarakat, yaitu meningkatnya jumlah pernikahan di bawah umur dengan alasan mereka yang hendak melakukan pernikahan namun belum mencapai batas umur yang telah ditetapkan oleh Undang-undang akan beralasan sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah, atau bahkan benar-benar melakukan perbuatan tersebut supaya dapat izin dispensasi menikah dari Pengadilan Agama.

C. Tinjauan Umum Tentang Dispensasi Nikah

1. Pengertian Dispensasi Nikah

Secara bahasa, Dispensasi nikah terdiri dari dua kata, dispensasi yang berarti pengecualian dari aturan karena adanya pertimbangan yang khusus, atau pembebasan dari suatu kewajiban atau larangan.5Sedang nikah (kawin) adalah ikatan perkawinan

yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.6

Adapun pengertian secara termologi Menurut Roihan A. Rasyid, dispensasi kawin adalah dispensasi yang diberikan Pengadilan Agama kepada calon mempelai yang belum cukup umur untuk melangsungkan perkawinan, bagi pria yang belum

5Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 335.

(40)

mencapai 19 tahun dan wanita mencapai 16 tahun.7 Permohonan dispensasi tersebut

diajukan oleh orang tua atau wali calon mempelai pria atau wanita ke Pengadilan Agama daerah setempat.

Untuk melaksanakan perkawinan dibawah umur, kedua orang tua laki-laki maupun kedua orang tua perempuan dapat meminta dispensasi atas ketentuan umur kepada Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri yang non-Islam. Itu sesuai dengan pasal 7 ayat 2 UUP jo. Pasal 1 huruf b PP No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawianan. Pengajuan dispensasi tersebut diajukan ke Pengadilan sesuai wilayah tempat tinggal pemohon.

Dalam mengajukan dispensasi nikah, ada beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi. Seperti surat permohonan dispensasi nikah, penolakan dari Kantor Urusan Agama (KUA), fotokopi identitas baik KTP maupun KK, dan fotokopi ijazah. Hal-hal tersebut merupakan persyaratan awal dalam mengajukan dispensasi nikah.8

7Roihan A.Rasyid,Hukum Acara Peradialan Agama(Jakarta: Grafindo Persada, 2005), h. 32

.

8Akrom Hazami,“Dispensasi Kawin (Sebuah Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama

(41)

2. Tujuan Pernikahan Menurut Hukum Islam

Tujuan pernikahan itu hendaknya benar-benar dapat dipahami oleh calon suami dan istri, supaya terhindar dari keretakan dalam rumah tangga yang biasanya berakhir dengan perceraian yang sangat dibenci oleh Allah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra dijelaskan bahwa pernikahan itu adalah Sunnah rasul sebagai berikut :

ِﷲ ُل ْ وُﺳَر َلﺎَﻗ َﺔَﺷِﻧﺎَﻋ ْ نَﻋ

َزَﺗ َ و ْ ﻲﱢﻧِﻣ َ سْﯾَﻠَﻓ ْ ﻲِﺗﱠﻧُﺳِﺑ ُلَﻣْﻌَﯾ ْمَﻟ ْ نَﻣَﻓ ْ ﻲِﺗﱠﻧُﺳ ْ نِﻣ ُحﺎَﻛﱢﻧﻟا َمﱠﻠَﺳ َ و ِﮫْﯾﻠَﻋ

ِمﺎَﯾﱢﺻﻟﺎِﺑ ِﮫْﯾَﺄَﻌَﻓ ْدِﺟَﯾ ْمَأ ْ نَﻣ َ و ْﺢِﻛْﻧِﺗْﺄَﻓ ٍل ْ وَط اَذ َ نﺎَﻛ ْ نَﻣ َ و َمَﻣَﻻْا ُمُﻛِﺑ ٌرِﺛﺎَﻛُﻣ ْ ﻲﱢﻧِﺈَﻓ ا ْ وُﺟ ﱠ و

ُﮫَﻟ َم ْ وﱠﺻﻟا ﱠ نِﺈَﻓ

ِو

[ُمِﻠْﺳُﻣ ُها َ وَر] ٌءﺎَﺟ

Terjemahnya :

Dari Aisyah R.A bahwa Rasulullah SAW bersabda : menikah adalah SunnahKu, siapa yang tidak mengamalkan sunnahKu, maka dia bukan termasuk ummatKu, menikahlah karena aku sangat senang atas jumlah besar kalian dihadapan umat-umat lain, siapa yang telah memiliki kesanggupan, maka menikahlah jika tidak maka berpuasalah, karena puasa itu bisa menjadi kendali . (H.R Muslim)

Dari Hadis Aisyah diatas menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah Nabi dan siapa saja yang mampu menjalankan pernikahan dan sanggup membina rumah tangga maka segeralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi Muhammad SAW, tapi jika tidak mampu Nabi menganjurkan untuk berpuasa, karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.9

(42)

3. Dampak Menikah Usia Muda

Dampak menikah usia muda antara lain:

1. Kehilangan kesempatan pendidikan. Menikahkan usia muda dapat menyebabkan anak kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan, karena anak akan terhambat untuk memperoleh pendidikan.

1. Kehilangan kesempatan untuk berkembang dan berekspresi.

Pernikahan usia muda akan menghalangi anak mengekspresikan dan berpikir sesuai usianya, karena ia akan dituntut dengan tanggungjawab dalam keluarga sebagai suami/istri dan sebagai ayah/ibu.

2. Kehilangan kesempatan untuk berkreasi, bermain, bergaul dengan teman sebaya, beristirahat dan memanfaatkan waktu luang. Menikah usia muda akan menghalangi anak untuk berkreasi, dia akan kehilangan waktu remajanya, bergaul dengan teman-teman sebayanya, karena dia telah dituntut untuk bertanggungjawab terhadap keluarga. Pada kenyataanya anak yang menikah pada usia muda, belum bisa mengurus keluarga maupun anak-anaknya, bahkan mengurus dirinya sendiri saja kadang belum bisa.

4. Rentan terhadap gangguan kesehatan reproduksi, seperti kanker serviks dan penyakit seksual menular lainnya. Perempuan yang menikah di bawah usia 20 tahun, 58,5 persen lebih rentan terkena kanker serviks. Organ reproduksi yang belum siap atau matang untuk melakukan fungsi reproduksi, beresiko terhadap bahaya

(43)

pendarahan dan kerusakan organ yang dapat menyebabkan kematian, cenderung melakukan aborsi yang sering disertai komplikasi dan kematian.

5. Rentan terhadap masalah kehamilan dan janin. Kurangnya pengetahuan ibu yang menikah di usia muda, tentang gizi bagi ibu hamil sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Perempuan yang mengandung, melahirkan dan mengurus anak karena usia mereka yang masih muda, atau belum dewasa ada beban psikologis sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak yang dikandungnya. 6. Rentan terjadi kekerasan dalam rumah tangga. Karena keterbatasan

dan ketidakmatangan untuk berumah tangga, anak perempuan yang terpaksa menjadi seorang istri di usia yang masih sangat belia itu tidak mempunyai posisi tawar-menawar yang kuat dengan suaminya, sehingga sangat rawan menjadi korban dan sasaran kekerasan dalam rumah tangga. Begitupun anak laki-laki yang menikah di usia muda, karena keterbatasan dan ketidakmatangan emosi untuk berumah tangga akan cenderung menjadi pelaku kekerasan.

7. Pernikahan usia anak, berinfestasi pada masalah sosial yang lebih kompleks di masa mendatang. Ketidaksiapan mental, sosial dan ekonomi anak untuk berumah tangga dapat mengakibatkan terjadinya masalah kekerasan dalam rumah tangga, banyaknya anak yang terlantar dan terabaikan pengasuhannya, masalah status dan

(44)

kesehatan ibu dan anak, banyaknya anak lahir menyandang masalah kesehatan, pengangguran, dan lain-lain.

3. Batas Usia Pernikahan

1. Batas Usia Pernikahan Menurut Undang-Undang

Perkawinan usia dini adalah sebuah perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang berusia dibawah usia yang dibolehkan untuk menikah dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 diatur mengenai batasan usia perkawinan bagi calon mempelai pria maupun wanita. Ketentuan tersebut termuat dalam pasal 7 ayat (1), yang menyatakan bahwa :

“ Perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 tahun.”

Usia pernikahan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut dalam Undang-Undang Perkawinan tidak bertentangan dengan maksud pasal 6 ayat (2) yang berbunyi:

“ Untuk melangsungkan perkawinan yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.”

Sehubungan mengenai batas usia perkawinan calon mempelai laki-laki maupun wanita yang telah ditetapkan, dalam UU perkawinan memberi kelonggaran dalam penyimpangan atas aturan batas usia tersebut. Dalam pasal 7 ayat (2) dan (3) yang menyatakan :

(45)

(2) “ Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak maupun pihak wanita.”

(3) “ Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan salah seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-Undang ini, berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud pasal 6 ayat (2).”10

Mengenai batas usia perniakahan juga tertera dalam Kompilasi Hukum Islam yang termuat dalam pasal 15 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :

(1) “ Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang no. 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.”

(2) “ Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapati izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) UU No. 1 Tahun 1974.”

2. Batas usia Pernikahan MenurutFiqh

Dalam Islam tidak ada batasan umur dalam menjalankan pernikahan akan tetapi Islam hanya menunjukkan tanda-tandanya saja, dalam hal ini juga para ilmuan Islam berbeda tentang tanda-tanda itu.

10Republik Indonesia,Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, bab III. Pasal

(46)

Al-Qur’an secara konkrit tidak menentukan batas usia bagi pihak yang akan melangsungkan pernikahan. Yang dimaksud dengan sudah cukup umur untuk menikah adalah setelah timbul keinginan untuk berumah tangga, dan siap menjadi suami ataupun isteri dalam membangun rumah tangga.

Ukasyah Athibi dalam bukunya Wanita Mengapa Merosot Akhlaknya, menyatakan bahwa seseorang dianggap sudah pantas untuk menikah apabila dia telah mampu memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Kematangan Jasmani. Minimal dia sudah baligh, mampu memberikan keturunan, dan bebas dari penyakit atau cacat yang dapat membahayakan pasangan suami istri atau keturunannya. b. Kematangan Finansial atau Keuangan. Maksudnya dia mampu

membayar mas kawin, menyediakan tempat tinggal, makanan, minuman, dan pakaian.

c. Kematangan Perasaan. Artinya perasaan untuk menikah itu sudah tetap dan mantap, tidak lagi ragu-ragu antara cinta dan benci sebagaimana yang terjadi pada anak-anak, sebab pernikahan bukanlah permainan yang didasarkan pada permusuhan dan perdamaian yang terjadi sama-sama cepat.Pernikahan itu membutuhkan perasaan yang seimbang dan pikiran yang tenang.

(47)

4. Tinjauan Umum Tentang Pengadilan Agama

1. Pengertian Pengadilan Agama

Menurut bahasa pengadilan adalah dewan atau majelis yang mengadili perkara, mahkamah, proses mengadili keputusan hakim ketika mengadili perkara (bangunan tempat mengadili perkara).8 Pengadilan Agama merupakan daya upaya untuk mencari keadilan atau penyelesaian perselisihan hukum yang dilakukan menurut peraturanperaturan dan dalam lembaga-lembaga tertentu dalam pengadilan, hal ini berdasarkan terjemahan dari kata-kata bahasa Belanda godsdientige rechstpraak.11

Pengadilan agama adalah sebutan resmi bagi salah satu diantara empat badan peradilan di lingkungan pengadilan negara atau kekuasaan kehakiman yang sah di Indonesia. Tiga badan peradilan lainnya yaitu Pengadilan Umum, Pengadilan Militer dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Agama merupakan salah satu diantara pengadilan khusus di Indonesia, karena Pengadilan Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu.10 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 menyatakan bahwa “Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam”.

Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengadilan Agama adalah salah satu dari empat badan peradilan di Indonesia yang sah, yang bersifat khusus dan hanya berwenang dalam perkara-perkara perdata tertentu, tidak perkara pidana dan hanya untuk orang-orang yang beragama Islam, dalam perkara perdata tidak

11Cik Hasan Bisri,Peradilan Agama di Indonesia(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000),

(48)

mencakup seluruh perkara, namun hanya mencakup perkara-perkara perdata Islam tertentu.

Berkenaan dengan kekhususan Pengadilan Agama, maka asasasas peradilan yang diterapkan di pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Agama secara umum mengacu kepada asas-asas peradilan yang berlaku pada semua lingkungan peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu memiliki spesifikasi, sesuai dengan ruang lingkup kekuasaan badan peradilan tersebut. Asas-asas peradilan itu merupakan suatu fundamen dalam menegakkan hukum dan keadilan, sebagai pelaksanaan kekuasaan kehakiman di Indonesia. Asas-asas umum itu merupakan fundamen dan pedoman dalam melaksanakan penerapan seluruh jiwa dan semangat undang-undang tentang Peradilan Agama. Asas-asas umum tersebut adalah asas personalitas keislaman, asas kebebasan, asas wajib mendamaikan, asas sederhana, cepat dan biaya ringan, asas persidangan terbuka untuk umum, asas legalitas dan asas aktif memberi bantuan.

Pengadilan Agama sebagai salah satu badan pelaksana kekuasaan kehakiman bertugas dan berwenang untuk menerima, memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara-perkaraperkara tertentu antara orang-orang yang beragama islam untuk menegakkan hukum dan keadilan. Perkara perdata yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 Tentang Peradilan Agama adalah perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syari‟ah. Yang melaksanakann kekuasaan kehakiman dalam lingkungan Pengadilan Agama dilakukan oleh Pengadilan Agama ditingkat pertama yang berkedudukan di Kotamadya atau Ibukota Kabupaten.12Jadi pihak yang

12M. Yahya Harahap,Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama(Jakarta: Sinar

(49)

akan berperkara di Pengadilan Agama harus mengajukan perkaranya di Pengadilan Agama tingkat pertama, tidak bisa langsung ke Pengadilan Tinggi Agama. Proses berperkara di Pengadilan Tinggi Agama dapat dilaksanakan apabila perkara di Pengadilan Agama tingkat pertama sudah mendapat penetapan atau putusan.

2. Landasan hukum pengadilan Agama

Pengadilan agama adalah suatu lembaga atau instansi bagi para pencari keadilan khususnya bagi orang-orang yang beragana Islam, maka sudah sepatutnya dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga peradilan harus berpedoman pada landasan hukum Islam yaitu al-Qur’an.

a. Al-Qur’an Surah Shad/38: 26























Terjemahnya:

Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.13

13Kementrian Agama, RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya(Semarang: Karya Toha Putra, 2011), h.

(50)

a. Al-Qur’an surah An-Nisa 4/58









Terjemahnya :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.14

Ayat ini turun sebab Nabi Muhammad saw kedatangan segerombolan pemuka Yahudi yang menginginkan agar Nabi saw. mau mengadili mereka dan berpihak pada satu kelompok. Lihat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa sekelompok pemuka Yahudi suatu ketika berkomplot dan memutuskan untuk pergi kepada Nabi Muhammad saw dengan harapan mereka akan bisa mengubah beliau dari ajarannya. Dengan rencana ini, mereka datang kepada Nabi saw dan berkata, “kami adalah orang-orang Yahudi yang kaya dan berilmu. Jika kami mengikuti Anda, orang-orang Yahudi yang lain juga akan mengikuti jejak kami. Tetapi ada konflik antara kami dengan kelompok yang lain (mengenai pembunuhan atau sesuatu yang lain). Jika Anda menghakimi konflik ini dengan cara menguntungkan kami, kami akan beriman

Gambar

Tabel 4.1 : Jumlah Perkara Permohonan Dispensasi Nikah di Tahun 2017.

Referensi

Dokumen terkait

286 Oikeuskirjallisuudessa on katsottu, että tapauksen perustelut on kirjoitettu täysin siitä lähtien, että samastettava yhtiö olisi ollut suomalainen osakeyhtiö,

Perumusan masalah adalah apakah ada pengaruh faktor internal (motivasi, persepsi, sikap) dan faktor eksternal (kelas sosial, kelompok referensi, keluarga) nasabah perempuan

Konsumsi merupakan salah satu masalah dalam bidang ekonomi di mana pilihan tingkat konsumsi masing-masing individu di tiap titik waktu akan mempengaruhi utilitas harapan

There are two problems that become the focus of this thesis: (1) How is the major character, Maryam, portrayed, and (2) How are women’s positions in Iranian society reflected through

-Yang paling penting disini .adalah variasi kecepatan pengadukan yang harus diatur sedemikian rupa sehingga akan diperoleh % terekstrak tertentu sedang untuk variasi

Dengan cara yang sama memasukkan kuvet berisi larutan KMnO4 berbagai konsentrasi mulai dari konsentrasi rendah sampai tertinggi dengan range panjang gelombang yang

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru kelas V dalam pembelajaran bahasa Indonesia Sekolah Dasar Negeri 11 Pontianak Kota (lampiran 10), maka

Seluruh bahan baku yang dibeli oleh pemasok berasal dari kayu budidaya yang berasal dari hutan hak sehingga untuk angkutannya menggunakan Nota Angkutan (berdasarkan