• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Disparitas Pendapatan Dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Disparitas Pendapatan Dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI ANTAR KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2006-2010. SKRIPSI Disusun oleh: Tunjung Sasongko NIM. 0510210082. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi. JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012.

(2) ANALYSIS OF INCOME DISPARITY AND ECOCONOMIC GROWTH INTER-REGENCY/CITY IN EAST JAVA REGION IN 2006-2010. ESSAY By Tunjung Sasongko NIM. 0510210082. Proposed as a Requirement to Obtain the Bachelor of Economic Degree. ECONOMIC SCIENCE FACULTY OF ECONOMIC AND BUSINESS BRAWIJAYA UNIVERSITY MALANG 2012.

(3)

(4)

(5)

(6) RIWAYAT HIDUP. Nama. : Tunjung Sasongko. Tempat & Tanggal Lahir. : Kediri, 22 Desember 1986. Jenis Kelamin. : Laki-laki. Agama. : Islam. Alamat. : Jl. Maninjau Blok C No. 20 Tanjungsari Sukorejo Blitar 66122. Riwayat Pendidikan 1. SDN Jimbe II, Blitar, 1993-1997 2. SDN Pakunden VI , Blitar, 1997-1999 3. SLTPN 1, Blitar, 1999-2002 4. SMAN 3 Blitar, 2002-2005 5. Terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2005.. Pengalaman Kepanitiaan 1. Divisi Advertising Intelectual Dialogue of Economics IX HMJ-IESP FE Unibraw (2007).

(7) PERSEMBAHAN. Pertama-tama penulis ingin menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak yang selama periode penyusunan skripsi ini, telah banyak penulis bebani dengan berbagai permasalahan. Banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu. Penulis menyadari bahwa perilaku penulis masih kurang dalam hal kedisliplinan dan konsistensi. Khusus untuk Ibu, Bapak dan Kakak, penulis memohon maaf yang sebesarbesarnya atas ketidakjujuran penulis selama ini. Kemudian penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberikan kelancaran, dan memudahkan proses penulisan skripsi ini. Kebaikan hati semua pihak tersebut tidaklah sanggup penulis ungkapkan dengan kata-kata, mungkin ucapan terima kasih pun masih belum mampu membalas upaya beliau-beliau. Penulis hanya bisa memohon kepada Allah SWT semoga kebaikan beliau-beliau akan dibalas dengan kemudahan pula dalam segala urusan. Skripsi yang masih jauh dari sempurna ini semoga dapat menjadi persembahan bagi mereka yang telah banyak penulis kecewakan. Sekali lagi penulis ucapkan permohonan maaf dan terimakasih….

(8) KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul: ”Analisis Disparitas Pendapatan Dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010”. Penyusunan Skripsi ini ditujukan untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana Ekonomi pada jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang. Ide awal penulisan Skripsi ini timbul karena penulis tertarik dengan Provinsi Jawa Timur sebagai wilayah yang memiliki daerah administratif tingkat dua terbanyak di Indonesia yaitu 29 kabupaten dan 9 kota. Sebagai provinsi dengan jumlah kabupaten/kota terbanyak Jawa Timur perlu memperhatikan kinerja perekonomian masing-masing daerah tersebut. Perbedaan potensi tiap sektor pada masing-masing daerah kabupaten/kota menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan perkapita. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Kemudian menentukan sektor-sektor unggulan di tiap kabupaten/kota agar pertumbuhan ekonomi dapat tercapai secara optimal dan meningkatkan pendapatan penduduk, sehingga menjadikan ketimpangan lebih rendah. Dengan selesainya penyusunan Skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada : 1.. Bapak Dr. Sasongko, SE., MS. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.. 2.. Bapak Dr. Ghozali Maski, SE., MS. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.. 3.. Bapak Drs. Supartono, SU. Dan Bapak Putu Mahardika Adi S. SE., M.Si., MA., Ph.D. Selaku Dosen Penguji dalam Ujian Komprehensif.. 4.. Staff Jurusan Ekonomi Pembangunan terimakasih telah banyak membantu dalam kelancaran mulai dari seminar proposal sampai dengan ujian komprehensif..

(9) 5.. Kedua orang tua penulis (Sumintarno dan Titut Tri Rahayu), serta Kakak Penulis (Dhimas Ade Rahmawan) terimakasih banyak atas segala doa dan dukungan baik moril maupun materiil.. 6.. Semua Pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah membantu. untuk. penyelesaian. skripsi. ini,. penulis. mengucapkan. terimakasih. Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.. Malang, Agustus 2012. Penulis.

(10) DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .................................................... iii RIWAYAT HIDUP PENULIS ............................................................................... iv LEMBAR PERUNTUKKAN ................................................................................. v KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xiii ABSTRAKSI ....................................................................................................... xiv BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 10 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 10 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................... 11 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori ................................................................................ 12 2.1.1 Teori Ekonomi Pembangunan ................................................ 12 2.1.1.1 Teori Tahapan Linier .................................................... 13 2.1.1.2 Teori Perubahan Struktural ........................................... 15 2.1.1.3 Teori Ketergantungan ................................................... 16 2.1.1.4 Teori Neo Klasik ........................................................... 17 2.1.2 Teori Pembangunan Daerah .................................................. 18 2.1.2.1 Teori Basis Ekonomi ..................................................... 20 2.1.2.2 Teori Sektor .................................................................. 22 2.1.2.3 Teori Kutub Pertumbuhan............................................. 24.

(11) 2.1.2.2 Teori Kausasi Kumulatif ................................................ 24 2.1.3 Disparitas Pendapatan ........................................................... 26 2.2 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 27 2.3 Kerangka Pikir Konseptual .............................................................. 30 BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian .................................................................. 31 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 31 3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ............ 32 3.3.1 Variabel PDRB .................................................................... 32 3.3.2 Variabel PDRB Perkapita .................................................... 33 3.3.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 33 3.3.2 Jumlah Penduduk ............................................................... 33 3.3.2 Disparitas Pendapatan ........................................................ 33 3.3.2 Daerah ................................................................................ 33 3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 34 3.4.1 Jenis dan Sumber Data ....................................................... 34 3.4.2 Teknik Pengumpulan Data .................................................. 34 3.5 Metode Analisis ............................................................................ 35 3.5.1 Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi .................................... 35 3.5.2. Analisis Tipologi Klassen..................................................... 35 3.5.3. Analisis Disparitas Pendapatan ........................................... 37 3.5.4. Analisis Potensi Wilayah ..................................................... 38 3.5.4.1 Analisis Location Quotien ........................................... 38 3.5.4.2 Analisis Shift Share .................................................... 40 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian............................................... 43 4.1.1 Provinsi Jawa Timur ............................................................. 43.

(12) 4.2 Hasil Analisis dan Pembahasan ..................................................... 47 4.2.1 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur ........................ 47 4.2.2 Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota ................. 52 4.2.3 Analisis Tipologi Klassen ..................................................... 54 4.2.4 Analisis Disparitas Pendapatan ............................................ 59 4.2.5 Analisis Location Quotien ..................................................... 61 4.2.5 Analisis Shift Share .............................................................. 66. BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 81 5.2 Saran ............................................................................................... 84 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 83 LAMPIRAN.

(13) DAFTAR TABEL. Tabel 1.1 PDRB ADHK Tahun 2000 Tiap Provinsi Di Pulau Jawa Tahun 2005-2009 ........................................................................................... 4 Tabel 1.2 PDRB ADHK Tahun 2000Tiap Provinsi Tahun 2005-2010 ................... 5 Tabel 1.3. PDRB ADHK Tahun 2000 Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2009 Dalam Persen ...................................... 6 Tabel 1.4 PDRB Perkapita ADHK Tahun 2000 Tiap Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010......................................................... 8 Tabel 3.1 Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral/Daerah.................... 36 Tabel 4.1 Proyeksi Penduduk Pertengahan Tahun Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010 ........................................... 45 Tabel 4.2 Pertumbuhan PDRB ADHK Tahun 2000 Provinsi Jawa Timur Periode 2006-2010 Dalam Persen ....................................................... 47 Tabel 4.3 Kontribusi Tiap Sektor Terhadap PDRB Total Provinsi Jawa Timur Kurun Waktu 2006-2010 Dalam Persen............................................... 49 Tabel 4.4 Pertumbuhan PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Di Provinsi Jawa Timur Periode 2006-2010 ................................ 51 Tabel 4.5 Pertumbuhan PDRB Perkapita Tiap Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2007-2010 ............................................................. 52 Tabel 4.6 Tipologi Klassen Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010 ........................................................................................... 56 Tabel 4.7 Klasifikasi Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Berdasar Tingkat Pertumbuhan PDRB Dan Rata-Rata PDRB Perkapita............. 58 Tabel 4.8 Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010 .................. 59 Tabel 4.9 Analisis Location Quotien Tiap Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 ............................................................................... 61 Tabel 4.10 Perhitungan Analisis Shift Share Pengaruh Pertumbuhan Nasional Terhadap Pertumbuhan Daerah ............................................ 69 Tabel 4.11 Analisis Shift-Share Nilai Bauran Industri ........................................... 73 Tabel 4.12 Analisis Shift Share Nilai Keunggulan Kompetitif Sektoral Daerah ..... 76.

(14) DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Kerangka Pikir Konseptual ............................................................... 30 Gambar 4.1 Peta Wilayah Administratif Provinsi Jawa Timur............................... 44 Gambar 4.2 Indeks Williamson Provinsi Jawa Timur 2006-2010 ......................... 60.

(15) ABSTRAKSI Sasongko, Tunjung. 2012. Analisis Disparitas Pendapatan Dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Jawa Timur Tahun 2006 – 2010. Skripsi, Jurusan Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Brawijaya. Dr. Sasongko, SE., MS. Beberapa data yang dipublikasikan oleh BPS (Jatim Dalam Angka) menunjukkan bahwa masih terdapat ketimpangan PDRB perkapita antar kabupaten/kota di Jawa Timur. Perbedaan potensi tiap sektor pada masing-masing daerah kabupaten/kota menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan perkapita. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Kemudian menentukan sektor-sektor unggulan di tiap kabupaten/kota agar pertumbuhan ekonomi dapat tercapai secara optimal dan meningkatkan pendapatan penduduk, sehingga menjadikan ketimpangan lebih rendah. Bila dibandingakan dengan rata-rata laju pertumbuhan PDRB perkapita Provinsi Jawa Timur yang sebesar 5,16%, akan diketahui posisi laju pertumbuhan tiap kabupaten/kota. Kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan di atas atau sama dengan laju pertumbuhan provinsi Jawa Timur antara lain: Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulung Agung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jombang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, Kota Blitar, Kota Malang, Kota Madiun, Kota Surabaya dan Kota Batu. Kemudian laju pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota dengan nilai di bawah laju pertumbuhan rata-rata Provinsi Jawa Timur adalah Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Probilinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Gresik, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kota Kediri, Kota Pobolinggo, Kota Pasuruan dan Kota Mojokerto. Dari hasil analisis tipologi Klassen diketahui bahwa di provinsi Jawa Timur sebagian besar kabupaten/kota masih berada pada kuadran II, III, dan IV. Hanya 5 daerah kabupaten/kota yang berada pada kuadran I. Dari hasil analisis menggunakan indeks Williamson diketahui angka ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sangatlah tinggi. Dalam kurun waktu 5 tahun nilai indeks Williamson masih di atas 1 (satu). Dari analisis LQ dan shiftshare tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, dapat diketahui sektor-sektor potensial yang dapat dikembangkan. Sektor tersebut merupakan kategori sektor basis yang memiliki keunggulan secara relatif dibanding dengan sektor yang sama pada wilayah lain atau daerah atasnya.. Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan, Distribusi Pendapatan..

(16) ABSTRACTION Sasongko, Tunjung. 2012. Analysis of Income Disparity And Economic Growth Inter Regency/City In East Java Region In 2006-2010. Essay, Economic Science, Economic And Bussiness Faculty, Brawijaya University. Dr. Sasongko, SE., MS. Some data published by BPS East Java province shown the income disparity occured among regencies and cities. This study aimed to determine how much inequality between regencies and cities in East Java Province. Then determine the leading sectors in each regencies and cities that economic growth can be achieved optimally and improve the incomes of the population, then making inequality lower. When compared with an average PDRB percapita, growth rate of East Java Province, 5.16%, will known the position of the growth rate of each regencies and cities. Regencies and cities with growth rate above or equal to the growth rate of the province of East Java, among others: Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulung Agung, Blitar Regency, Banyuwangi, Jombang, Nganjuk, Madiun Regency, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Blitar Town, Malang City, Madiun City, Surabaya City and Batu Town. Then the rate of economic growth in the regencies and cities with a number of growth below the average growth rate of East Java Province is Kediri Regency, Malang Regency, Lumajang Regency, Jember regency, Bondowoso regency, Situbondo Regency, Probilinggo Regency, Pasuruan Regency, Sidoarjo regency, Mojokerto regency, Gresik Regency, Bangkalan Regency, Sampang Regency, Pamekasan Regency, Sumenep Regency, Kediri Regency, Pobolinggo City, Pasuruan City and Mojokerto City. From the analysis of the typology Klassen is known that in most of the province of East Java regency and city still is in quadrant II, III, and IV. From the analysis using Williamson index shown the number of inequality between regencies and cities in East Java is very high. In past 5 years the result wiliamson index is above 1.0. From LQ analysis and shift-share each regencies and city in East Java province, is known potential sectors that could be developed. The sector is a base sector category that has the advantage relative to the same sector in other areas or its regions. Key words: Economic Growth, Income Disparities, Income Distribution..

(17) BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan proses yang dilakukan di setiap negara dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Peningkatan pendapatan dinilai sebagai indikator utama dalam pembangunan ekonomi. Dalam bukunya Todaro mendefinisikan pembangunan pada awal pengertiannya sebagai berikut : Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas perekonomian nasional yang kondisi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup lama untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional bruto (Gross National Product) pada tingkat 5-7% atau lebih tinggi jika mungkin (Todaro, 2002: 17).. Oleh karena itu,. pembangunan ekonomi ditekankan pada upaya-upaya. peningkatan “pendapatan perkapita” masyarakat. Dengan ditingkatkannya pendapatan. perkapita. diharapkan. masalah-masalah. seperti. kemiskinan,. pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan akan berkurang dengan dampak trickle down effect atau merembes ke bawah (Kuncoro 2002: 9). Pendapatan perkapita yang dimaksud adalah nilai tambah (value added) tiap kegiatan usaha yang dikelompokkan dalam sektor-sektor tertentu. Nilai tambah diperoleh dari nilai produksi dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost), misalnya berupa bahan baku yang telah dihitung dari sektor lain. Nilai tambah tersebut, dibagi dengan jumlah penduduk wilayah tersebut untuk mendapatkan hasil yang disebut pendapatan perkapita. Nilai tambah adalah konsep pengukuran yang dibuat agar tidak terjadi perhitungan ganda pada tiap sektor perekonomian (Tarigan, 2005)..

(18) Makna pembangunan dalam kurun waktu yang panjang telah mengalami pergeseran.. Definisi. pembangunan. masalah-masalah yang. berkembang. menyesuaikan. dengan. timbul dari proses pembangunan itu sendiri.. Pembangunan dengan pendekatan peningkatan pendapatan dianggap tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap pemecahan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Harapan untuk terjadinya trickle down effect masih sulit terwujud. Meier (dalam Kuncoro, 2002) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses peningkatan pendapatan perkapita suatu negara dalam kurun waktu yang panjang, jumlah kemiskinan absolut tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang. Pembangunan ekonomi daerah pada dasarnya memiliki tujuan yang sama dengan pembangunan ekonomi secara nasional. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang nantinya diharapkan akan memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan. pendapatan. masyarakat. serta. dapat. mengurangi. angka. kemiskinan dan memperkecil ketimpangan distribusi pendapatan. Penekanan pembangunan ekonomi tiap daerah (daerah administratif) dengan pendekatan sektoral. merupakan. upaya. optimalisasi. kegiatan-kegiatan. usaha. yang. dikelompokkan ke dalam sektor atau sub-sektor tertentu dirasa masih kurang tepat, karena dalam pengambilan dasar kebijakan masih dibuat oleh pemerintah pusat dan terkesan dipaksakan kepada daerah sasaran. Letak. permasalahannya. pengembangan. sektoral. adalah. belum. pembangunan. mempertimbangkan. dengan potensi. pendekatan asli. daerah. (endowment) dan daerah dianggap sebagai wadah saja. Sedangkan pendekatan regional menekankan bahwa, setiap kegiatan usaha terkait pada wilayah dan tergantung pada ciri-ciri lokalitas. Ciri lokalitas adalah potensi-potensi atau sumber daya khas yang biasanya terdapat secara melimpah pada wilayah.

(19) tertentu, dan terdapat perbedaan pada tiap wilayah. Rahardjo Adisasmito dalam bukunya menyebutkan bahwa: Pembangunan wilayah merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, tenaga kerja dan sumber daya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan (kewiraswastaan), kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas (Adisasmito, 2005: 22; Arsyad, 2010: 376). Perbedaan ciri-ciri lokalitas pada tiap daerah menjadi penyebab terjadinya perbedaan potensi faktor yang dapat dikembangkan oleh tiap-tiap daerah. Potensi tersebut menjadi input pembangunan ekonomi dan mempengaruhi sektor apa yang dapat dijadikan unggulan, sebagai pendorong laju pertumbuhan ekonomi. Masing-masing daerah memiliki potensi yang berbeda-beda. Sehingga perbedaan. laju. pembangunan. antar. daerah. menyebabkan. terjadinya. kesenjangan kemakmuran dan kemajuan antar daerah. Ketimpangan pendapatan merupakan salah satu masalah yang sudah lama ada dalam pembangunan ekonomi. Terutama di negara yang sedang berkembang, dengan cirinya berpenduduk banyak, perhatian pembangunan ekonomi ditujukan pada peningkatan pertumbuhan pendapatan perkapita. Namun yang menjadi permasalahannya adalah siapa yang melaksanakan pembangunan ekonomi tersebut dan berhak menikmati hasilnya. Sekelompok minoritas kaya atau sebagian mayoritas penduduk miskin. Apabila yang dipilih untuk melaksanakan pembangunan adalah elit kaya maka pertumbuhan akan terpacu dengan baik, namun ketimpangan pendapatan dan kemiskinan absolut semakin parah. Dan sebaliknya bila golongan miskin yang diberi wewenang maka segenap hasilnya akan dibagi secara merata dan memungkinkan kurang tercapainya pendapatan riil perkapita yang tinggi (Todaro, 2000)..

(20) Selama proses awal pembangunan terjadi suatu dilema yaitu antara pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan distribusi pendapatan, ini menjadi masalah yang telah lama dan harus dihadapi oleh negara-negara miskin dan berkembang.. Pertumbuhan. ekonomi. yang. diyakini. dapat. meningkatkan. kesejahteraan masyarakat melalui penambahan kapasitas produksi, peningkatan konsumsi dan terutama peningkatan pendapatan, dianggap sebai indikator yang tepat dalam pembangunan. Namun hal tersebut merupakan gambaran agregat dan bukan secara parsial. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak disertai dengan distribusi pendapatan yang merata (Arsyad, 2010).. Tabel 1.1: PDRB Tiap Provinsi Di Pulau Jawa Atas Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2005-2010 Dalam Milyar Rupiah Provinsi. 2005. 2006. 2007. 2008. 2009. 2010. DKI Jakarta. 295,270.55. 312,826.71. 332,971.25. 353,723.39. 371,469.50. 395,664.50. Jawa Barat. 242,883.88. 257,499.45. 274,180.31. 291,205.84. 303,405.25. 321,875.84. Jawa Tengah. 143,051.21. 150,682.65. 159,110.25. 168,034.48. 176,673.46. 186,995.48. 16,910.88. 17,535.75. 18,291.51. 19,212.48. 20,064.26. 21,042.27. 256,442.61. 271,249.32. 287,814.18. 305,538.69. 320,861.17. 342,280.77. 58,106.95. 61,341.66. 65,046.78. 79,699.68. 83,440.21. 88,393.77. 1,012,666.07. 1,071,135.54. 1,137,414.29. 1,217,414.56. 1,275,913.85. 1,356,252.62. D.I Yogyakarta Jawa Timur Banten JAWA. Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur, 2011 diolah. Jawa Timur bila dilihat dari PDRB tiap provinsi khususnya pada pulau Jawa, merupakan tertinggi kedua setelah provinsi DKI Jakarta. Kontribusi tiap tahun dari tahun 2005 sampai dengan 2010, Provinsi Jawa Timur masih tetap konsisten di posisi ke dua dalam perolehan PDRB. Hal ini mencerminkan bahwa Jawa Timur merupakan provinsi yang relatif tinggi pertumbuhan pendapatannya bila dibandingkan dengan empat provinsi lainnya di pulau Jawa. Bila dipersentasekan perolehan PDRB tiap provinsi di pulau Jawa dapat dilihat dalam tabel 1.2 berikut..

(21) Tabel 1.2: PDRB Tiap Provinsi Di Pulau Jawa Atas Harga Konstan Tahun 2000, Tahun 2005-2010 Dalam Satuan Persen (%) Provinsi. 2005. 2006. 2007. 2008. 2009. 2010. DKI Jakarta. 29.16. 29.21. 29.27. 29.06. 29.11. 29.17. Jawa Barat. 23.98. 24.04. 24.11. 23.92. 23.78. 23.73. Jawa Tengah. 14.13. 14.07. 13.99. 13.80. 13.85. 13.79. 1.67. 1.64. 1.61. 1.58. 1.57. 1.55. 25.32. 25.32. 25.30. 25.10. 25.15. 25.24. Banten. 5.74. 5.73. 5.72. 6.55. 6.54. 6.52. JAWA. 100. 100. 100. 100. 100. 100. D.I Yogyakarta Jawa Timur. Sumber: BPS, 2011 diolah. Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kontribusi PDRB terbesar dalam persen di pulau Jawa secara berturut adalah Provinsi DKI Jakarta. Dari tahun 2005 sampai 2010 selalu menempati peringkat pertama dengan rata-rata 29%. Kemudian Provinsi Jawa Timur selalu menempati peringkat kedua dalam hal perolehan PDRB. Proporsi yang disumbangkan oleh kegiatan perekonomian Jawa Timur secara berturut-turut dari 2005-2010 mencapai 25% dari total seluruh provinsi di pulau Jawa. Ini berarti peran Jawa Timur sebagai pusat pertumbuhan perekonomian di pulau Jawa adalah sangat penting. Provinsi Jawa Timur sebagai wilayah yang memiliki daerah administratif tingkat dua terbanyak di Indonesia yaitu 29 kabupaten dan 9 kota, perlu memperhatikan kinerja perekonomian masing-masing daerah tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga posisi Jawa Timur sebagai pusat pertumbuhan khususnya di pulau Jawa dan lebih luas lagi wilayah Indonesia, selalu konsisten dan berkesinambungan. Perhatian pemerintah dan pemda yang lebih sebagai penentu kebijakan diperlukan kepada daerah yang masih terlampau jauh tertinggal laju perekonomiannya tanpa mengabaikan daerah yang lebih dahulu berkembang..

(22) Tabel 1.3: PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2009 Dalam Persen (%) Kab./Kota. 2005. 2006. 2007. 2008. 2009. Rata-rata. Kabupaten : Pacitan. 0.47. 0.47. 0.46. 0.46. 0.46. 0.46. Ponorogo. 1.06. 1.05. 1.05. 1.05. 1.04. 1.05. Trenggalek. 0.72. 0.71. 0.70. 0.70. 0.69. 0.70. Tulung Agung. 2.43. 2.42. 2.42. 2.43. 2.42. 2.42. Blitar. 1.80. 1.78. 1.78. 1.78. 1.78. 1.78. Kediri. 2.25. 2.22. 2.20. 2.18. 2.16. 2.20. Malang. 4.58. 4.56. 4.56. 4.56. 4.52. 4.56. Lumajang. 2.00. 1.98. 1.97. 1.96. 1.95. 1.97. Jember. 3.46. 3.45. 3.43. 3.45. 3.44. 3.45. Banyuwangi. 3.52. 3.52. 3.49. 3.48. 3.47. 3.50. Bondowoso. 0.72. 0.72. 0.71. 0.71. 0.71. 0.71. Situbondo. 1.13. 1.13. 1.12. 1.11. 1.11. 1.12. Probolinggo. 2.13. 2.12. 2.12. 2.12. 2.11. 2.12. Pasuruan. 2.11. 2.11. 2.13. 2.13. 2.13. 2.12. Sidoarjo. 8.65. 8.65. 8.63. 8.56. 8.49. 8.60. Mojokerto. 1.98. 1.97. 1.96. 1.96. 1.95. 1.96. Jombang. 1.98. 1.98. 1.98. 1.98. 1.98. 1.98. Nganjuk. 1.54. 1.54. 1.54. 1.54. 1.54. 1.54. Madiun. 0.87. 0.85. 0.85. 0.84. 0.84. 0.85. Magetan. 1.02. 1.01. 1.00. 1.00. 0.99. 1.00. Ngawi. 0.97. 0.96. 0.95. 0.95. 0.95. 0.96. Bojonegoro. 2.01. 2.09. 2.23. 2.38. 2.48. 2.24. Tuban. 2.01. 2.04. 2.05. 1.75. 2.08. 1.98. Lamongan. 1.58. 1.58. 1.56. 1.57. 1.57. 1.57. Gresik. 4.87. 4.92. 4.96. 4.99. 5.00. 4.95. Bangkalan. 1.09. 1.08. 1.07. 1.06. 1.05. 1.07. Sampang. 0.86. 0.85. 0.84. 0.83. 0.82. 0.84. Pamekasan. 0.66. 0.65. 0.64. 0.64. 0.64. 0.64. Sumenep. 1.71. 1.68. 1.66. 1.63. 1.61. 1.66. Kota :. 0.00. 0.00. 0.00. 0.00. 0.00. 0.00. Kediri. 7.64. 7.50. 7.36. 7.31. 7.24. 7.41. Blitar. 0.23. 0.24. 0.24. 0.24. 0.24. 0.24. Malang. 4.22. 4.22. 4.23. 4.25. 4.23. 4.23. Probolinggo. 0.62. 0.62. 0.62. 0.63. 0.62. 0.62. Pasuruan. 0.34. 0.34. 0.34. 0.34. 0.34. 0.34. Mojokerto. 0.40. 0.40. 0.39. 0.39. 0.39. 0.40.

(23) Tabel 1.3: Lanjutan Kab./Kota. 2005. 2006. 2007. 2008. 2009. Rata-rata. Madiun. 0.35. 0.35. 0.35. 0.35. 0.35. 0.35. 25.63. 25.83. 26.00. 26.25. 26.16. 25.97. 0.41. 0.41. 0.42. 0.42. 0.42. 0.42. 100.00. 100.00. 100.00. 100.00. 100.00. 100.00. 2.63. 2.63. 2.63. 2.63. 2.63. 2.63. Surabaya Batu TOTAL Rata-rata. Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur 2010, diolah. Dari tabel 1.3 dapat dilihat kontribusi PDRB dalam persen tiap kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur dari tahun 2005-2009. Terlihat bahwa dominasi Kota Surabaya adalah yang tertinggi dengan nilai rata-rata PDRB sebesar 25,97% dari total PDRB Provinsi Jawa Timur. Kemudian Kabupaten Sidoarjo menempati posisi kedua dengan nilai rata-rata PDRB 8,60%. Di peringkat ketiga Kota Kediri dengan nilai rata-rata PDRB 7,41%. Tiga daerah yang memiliki ratarata yang hampir sama secara berurutan yaitu Kabupaten Gresik 4,95%,, Kabupaten Malang 4,56% dan Kota Malang 4,23%. Bila dilihat dari rata-rata PDRB yaitu nilai total dibagi dengan jumlah daerah akan didapatkan hasil 2,63% tiap daerah kabupaten dan kota. Maka secara kasar dapat disimpulkan masih terdapat kesenjangan penerimaan PDRB tiap daerah. Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kota Kediri, Kabupaten Gresik, Kabupaten. Malang,. Kota. Malang,. Kabupaten. Jember. dan. Kabupaten. Banyuwangi termasuk kedalam daerah dengan PDRB relatif tinggi. Sedangkan 30 daerah kabupaten dan kota yang lain tergolong pada daerah dengan PDRB relatif rendah. Namun pengukuran dengan PDRB secara agregat masih dirasa belum memenuhi ketepatan analisis. Diperlukan penimbang dalam pengukuran nilai PDRB, yaitu dengan membagi PDRB total masing-masing daerah dengan jumlah penduduk daerah tersebut. Sehingga diperoleh nilai PDRB perkapita yang menggambarkan pendapatan tiap penduduk di daerah bersangkutan..

(24) Tabel 1.4: PDRB Perkapita Tiap Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kab./Kota. 2010. Kab./Kota. 2010. Bojonegoro. 5,674,975.23. 2,751,463.45. Tuban. 7,110,345.37. Ponorogo. 3,840,216.74. Lamongan. 5,047,903.74. Trenggalek. 4,423,334.50. Gresik. Tulung Agung. 7,996,391.48. Bangkalan. 3,728,621.57. Blitar. 5,036,520.78. Sampang. 3,305,834.45. Kediri. 5,213,229.49. Pamekasan. 2,662,163.47. Malang. 6,162,108.26. Sumenep. 4,707,739.44. Lumajang. 6,387,774.09. Kota :. Jember. 4,949,431.05. Kediri. 88,649,987.79. Banyuwangi. 7,076,065.62. Blitar. 7,672,403.15. Bondowoso. 4,401,969.81. Malang. Situbondo. 5,448,050.24. Probolinggo. Probolinggo. 6,344,981.98. Pasuruan. 6,194,105.16. Pasuruan. 4,565,887.74. Mojokerto. 10,783,241.00. Sidoarjo. 14,388,294.01. Madiun. 12,503,151.29. Mojokerto. 8,156,352.86. Surabaya. 33,331,726.32. Jombang. 5,213,427.71. Batu. Nganjuk. 5,232,560.35. TOTAL. Madiun. 4,499,111.33. Rata-rata. Magetan. 5,105,784.98. Ngawi. 3,695,463.60. Kabupaten : Pacitan. 14,265,400.86. 18,338,259.34 9,543,549.49. 7,561,791.45 361,969,619.17 9,121,760.39. Sumber PBS Provinsi Jawa Timur 2011, diolah. Dari tabel 1.4 dapat dilihat bahwa rata-rata pendapatan perkapita Provinsi Jawa Timur adalah Rp.9.121.760,- . Tidak jauh berbeda dengan penggambaran tabel 1.3, kabupaten dan kota yang menempati peringkat PDRB perkapita tinggi yaitu, Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Madiun, dan Kota Mojokerjo. Namun terjadi pergeseran peringkat. Kota Kediri yang tadinya menempati posisi ketiga, berubah naik menjadi peringkat pertama dengan PDRB perkapita sebesar Rp. 88.649.987,79. Surabaya turun ke posisi dua dengan PDRB perkapita sebesar Rp. 33.331.726,32. Dan diikuti oleh Kota Malang sebesar Rp. 18,338,259.34,- , Kabupaten Sidoarjo Rp. 14,388,294.01,- , Kabupaten Gresik Rp. 14,265,400.86,-.

(25) . Kota Madiun yang sebelumnya berada di bawah rata-rata naik peringkat dengan nilai PDRB perkapita sebesar Rp. 12,503,151.29,- , dan Kota Mojokerto Rp. 10,783,241.00,-. Beberapa kota dan kabupaten yang sebelumnya menempati peringkat di atas rata-rata dan kemudian bergeser turun adalah Kabupaten Malang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi. Ini mengindikasikan bahwa, ketika PDRB perkapita yang digunakan sebagai indikator ekonomi, maka kesejahteraan perorangan secara ekonomis dapat terlihat. Namun hasilnya sedikit berbeda dengan pendapatan daerah secara agregat. Karena faktor perbedaan jumlah penduduk dalam suatu daerah menjadi pembagi atas pendapatan total. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan terjadi ketimpangan pendapatan antar kabupaten / kota di Provinsi Jawa Timur. Dari uraian tersebut terlihat perbedaan PDRB per kapita antar kabupaten / kota di Provinsi Jawa Timur. Hal ini merupakan indikator adanya ketidakmerataan yang menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas antar kabupaten / kota di Propinsi Jawa Timur. Masalah menimbulkan. yang. timbul. terjadinya. apabila. konflik. dan. ketimpangan. semakin. meningkatkan. angka. besar. yaitu. kriminalitas,. perpecahan antar wilayah, sehingga apabila hal tersebut diabaikan dapat menyebabkan ketidakstabilan di dalam suatu perekonomian. Oleh karena itu penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Kemudian menentukan sektor- sektor unggulan di tiap kabupaten/kota agar pertumbuhan ekonomi dapat tercapai secara optimal dan meningkatkan pendapatan penduduk, sehingga menjadikan ketimpangan lebih rendah. Dengan demikian perlu dianalisis labih jauh mengenai hal tersebut, sehingga penulis mengambil judul dari skripsi ini “Analisis.

(26) Disparitas Pendapatan Dan Pertumbuhan Ekonomi Antar Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010”.. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah klasifikasi atau posisi perekonomian kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan tingkat pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonominya? 2. Berapa besar ketimpangan tiap daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur pada tahun penelitian 2006-2010? 3. Apa sajakah sektor-sektor di daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur yang memiliki potensi untuk dikembangkan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui klasifikasi atau posisi perekonomian kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan tingkat pendapatan perkapita dan pertumbuhan ekonominya. 2. Untuk mengetahui besar tingkat ketimpangan antar daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur. 3. Untuk mengetahui gambaran sektor-sektor di daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur yang memiliki potensi dikembangkan..

(27) 1.4 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, baik untuk penulis, maupun seluruh pihak yang berkepentingan. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis terutama dalam kajian ekonomi regional khususnya mengenai perencanaan pengembangan ekonomi daerah di suatu wilayah. Selain itu hasil penelitian yang ada dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menganalisis teori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan dengan lingkungan nyata, dan juga mampu mengembangkan kemampuan penulis untuk dapat berpikir analitis dan kritis terhadap permasalahan yang ada. 2. Bagi Pemerintah Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pemerintah khususnya pemerintah daerah dalam membuat perencanaan pembangunan ekonomi regional terutama yang berkaitan dengan pengembangan potensi ekonomi daerah, sehingga pemerintah dapat membuat pertimbangan dalam menetapkan kebijakan selanjutnya. 3. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berharga bagi masyarakat sehingga masyarakat dapat berpartisipasi aktif pemerintah dalam membangun dan memajukan daerahnya.. membantu.

(28) BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Kerangka Teori Kerangka teori merupakan kajian teori yang menjadi landasan dalam. membuat hipotesis, sekaligus bahan untuk argumentasi dalam pembahasan permasalahan. Dalam kerangka teori akan dijelaskan mengenai alur dan hubungan tiap teori sebagai dasar tulisan. Dalam karya tulis ini peneliti akan menjabarkan kembali beberapa teori yang saling berkaitan dan saling melengkapi dengan tema penulisan. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 2.1.1. Teori Ekonomi Pembangunan. Sebagai awal dari tinjauan teori, teori ekonomi pembangunan dianggap sebagai landasan utama dari proses pembangunan ekonomi suatu negara. Teori ekonomi pembangunan sudah lama ada, namun baru berkembang setelah negara-negara dunia ketiga lahir. Negara dunia ketiga ini mengacu kepada negara-negara yang merdeka atau eksistensinya ada setelah selesainya perang dunia ketiga. Dan mayoritas negara tersebut adalah negara yang secara relatif maupun absolut merupakan negara yang miskin. Teori ekonomi pembangunan dalam pembahasannya tidak terlepas dari nilai-nilai normatif yang menjadi dasar pijakan untuk menetukan hal-hal yang baik dan buruk. Konsep atau tujuan yang luhur dalam proses pembangunan seperti pemerataan ekonomi dan sosial, pemberantasan kemiskinan, pendidikan bagi segenap masyarakat, peningkatan taraf hidup, kemerdekaan, modernisasi kelembagaan, partisipasi politik dan ekonomi, pengakuan dan pemeliharaan demokrasi,. pembinaan. kemandirian. usaha,. dan. pemenuhan. kepuasan.

(29) perseorangan, semuanya bertolak dari pertimbangan atas nilai-nilai subjektif tentang hal-hal baik yang diinginkan (Todaro, 2000). Teori ekonomi pembangunan ada untuk memecahkan masalah-masalah yang muncul pada awal pembangunan. Masalah-masalah utama dalam ekonomi pembangunan antara lain pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, distribusi pendapatan dan tingkat pengangguran (Kuncoro, 2006: 11). Untuk menjawab permasalahan. tersebut,. para. ahli. ekonomi. memberikan. definisi. awal. pembangunan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang lama, untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas pendapatan nasional bruto atau gross national product (Todaro, 2000: 17). Dalam bukunya, Todaro menjelaskan pendekatan teori-teori utama dalam menelaah pembangunan ekonomi yaitu: teori tahapan linier (Rostow dan HarrodDomar),. teori. dan. perubahan. pola. struktural. (Arthur. Lewis),. revolusi. ketergantungan internasional, kontra evolusi pasar bebas neoklasik (SolowSwan). 2.1.1.1 Teori Tahapan Linier Tahap pertumbuhan ekonomi menurut Rostow, suatu masyarakat akan mengalami dimensi-dimensi perubahan ekonomi. Suatu masyarakat akan teretak pada salah satu dari lima fase atau tahapan ekonomi yaitu: masyarakat tradisional, penyusunan kerangka dasar menuju tahap tinggal landas, tahap tinggal landas, tahap menuju kematangan ekonomi dan tahap konsumsi massal. Dan menurutnya kondisi umum dari negara sedang berkembang ada pada tahap penyusunan kerangka dasar menuju tahap tinggal landas dan menuju pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menurut Rostow terdapat tiga ciri utama suatu negara yang mengalami posisi lepas landas (Arsyad, 2010: 66):.

(30) 1. Terjadi kenaikan investasi bersih dari yang semula. sama dengan atau. kurang dari 5% menjadi 10% dari pendapatan nasional. 2. Berkembangnya satu atau beberapa sektor industri dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi. 3. Terciptanya suatu kerangka politik sosial dan kelembagaan yang mendukung perkembangan sektor modern dan mendorong terciptanya kondisi makro yang dinamis sehingga pertumbuhan ekonomi terus melaju pesat. Selanjutnya Rostow menjelaskan pada tahap menuju kedewasaan atau pertumbuhan ekonomi tinggi suatu negara akan mengalami perubahan pada sektor utamanya (leading sector). Terdapat tiga ciri yang menggambarkan suatu daerah sedang pada posisi pertumbuhan tinggi. Pertama, struktur dan keahlian tenaga kerja meningkat. Tenaga kerja yang bekerja di sektor industri meningkat, sedangkan di sektor pertanian menurun. Kedua, sifat kepemimpinan pada sektor industri mengalami perubahan. Peranan manajer profesional meningkat. Ketiga, timbulnya kritik atas industrialisasi sebagai dampak atas biaya sosial yang ditimbulkan oleh sektor industri. Pertumbuhan ekonomi yang cepat menurut Harrod-Domar, adalah ketika suatu wilayah negara menginginkan percepatan laju perekonomian, maka setiap pendapatan yang diperoleh harus ada bagian yang ditabung atau diinvestasikan. Semakin besar nilai investasi dan tabungan maka akan semakin tinggi pula laju perekonomian. Karena menurut penganjur teori ini, tingkat pertumbuhan GNP (∆Y/Y) ditentukan bersama-sama oleh rasio tabungan nasional s, serta (capital output ratio) rasio modal output k. Peningkatan tabungan dan investasi dapat melalui kenaikan pajak, penerimaan bantuan luar nergeri dan pengurangan konsumsi secara umum. Kendala utama dari teori ini adalah pada proses pembentukan modal. Pada negara miskin peluang pembentukan modalnya masih sangat terbatas. Oleh.

(31) karena itu untuk menutupi kekurangan modal, dibutuhkan bantuan atau investasi asing yang cukup untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Kemudian kendala lainnya adalah kurang tersedianya syarat lain yang harus dipenuhi untuk mengakomodasi bantuan atau investasi dari luar. Syarat-syarat tersebut yaitu kecakapan manajerial, tenaga kerja yang terlatih, kemampuan perencanaan dan pengelolaan berbagai proyek pembangunan dan sebagainya. Syarat-syarat tersebut lebih menekankan pada institusi dan struktur atau pola perilaku masyarakat. 2.1.1.2 Teori Perubahan Struktural Teori pertumbuhan ekonomi Arthur Lewis memusatkan perhatiannya pada perubahan pola atau struktur perekonomian yang pada awalnya berstruktur pertanian yang subsisten menuju kepada sektor industri yang lebih modern. Pada perekonomian diasumsikan ada dua sektor perekonomian. Sektor pertanian yang surplus tenaga kerja karena, produktivitas marjinalnya atau tambahan output dibagi tambahan tenaga kerja sama dengan nol, dan sektor industri yang tingkat produktivitasnya tinggi dan menjadi tempat penampungan tenaga kerja yang beralih dari sektor pertanian. Fokus utama dari teori yang dianjurkan Lewis ini adalah pada pengalihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. Sektor industri diasumsikan memiliki kapasitas untuk menampung tenaga kerja dari sektor pertanian karena adanya kelebihan keuntungan yang diinvestasikan kembali sebagai modal. Asumsi berikutnya adalah tingkat upah di sektor industri adalah konstan, dan jumlahnya melebihi upah rata-rata di sektor pertanian agar tenaga kerja termotivasi untuk beralih ke sektor industri. Kelemahan dari teori ini terletak pada asumsi-asumsinya yang dianggap kurang relevan pada negara sedang berkembang. Pertama, tingkat pengalihan tenaga kerja dianggap sama dengan tingkat akumulasi modal membuka.

(32) investasi baru untuk menciptakan lapangan kerja baru. Namun, apabila keuntungan pemilik modal dialihkan ke nagara lain (pelarian modal) atau diinvestasikan kepada teknologi baru yang akan menghemat tenaga kerja maka, penyerapan tenaga kerja tidak akan terpenuhi. Kedua, asumsi surplus tenaga kerja di sektor pertanian dan lapangan kerja yang tinggi di daerah perkotaan. Kenyataannya berbanding terbalik dengan kondisi di negara berkembang. Jumlah pengangguran di daerah perkotaan lebih tinggi dan surplus tenaga kerja di pedesaan sedikit. Ketiga, asumsi bahwa upah di sektor modern adalah konstan kurang tepat. Penentuan tingkat upah di perkotaan cenderung meningkat dari pada tiap periode waktu. Faktor kelembagaan seperti serikat pekerja, upah minimum regional, dapat mempengaruhi nilai upah di sektor modern. 2.1.1.3 Teori Ketergantungan Dalam. teori. ini. disebutkan. bahwa. fenomena. keterbelakangan. (underdevelopment) atau ketertinggalan yang terjadi di suatu wilayah negara sedang berkembang adalah karena tingkat ketergantungan terhadap negaranegara maju yang tinggi. Ketergantungan tersebut merupakan akibat dari hubungan-hubungan struktural yang eksploitatif antar negara pusat ekonomi (core) dan negara pinggirannya (periphery). Terdapat hubungan yang tidak seimbang antara negara maju dengan negara sedang berkembang. Misalnya, negara sedang berkembang merupakan produsen bahan-bahan mentah bagi kebutuhan industri negara maju. Dan sebaliknya negara sedang berkembang merupakan konsumen dari barang-barang jadi yang dihasilkan industri-industri di negara maju. Meskipun teori ini mampu menjelaskan fenomena hubungan yang tidak seimbang antara negara maju dengan negara sedang berkembang, namun masih belum dapat memberikan solusi agar negara sedang berkembang dapat.

(33) lepas dari kondisi keterbelakangan. Kemudian, pandangan teori ini masih mengabaikan faktor internal seperti struktur ekonomi, sosial-budaya dan pola perilaku masyarakat sebagai penyebab keterbelakangan tersebut. 2.1.1.4 Teori Neoklasik Menurut teori neoklasik yang diwakili oleh Robert Sollow dan Trevor Swan, pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan faktor-faktor produksi (modal, tenaga kerja, dan teknologi). Model pertumbuhan Sollow-Swan merupakan pengembangan atas model Harold-Domar yang mementingkan tabungan sebagai akumulasi modal. Model Sollow-Swan menambahkan teknologi sebagai faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut berdasarkan atas temuannya, bahwa lebih dari setengah pertumbuhan ekonomi Amerika disebabkan oleh penggunaan teknologi baru (Arsyad, 2010). Asumsi yang digunakan oleh pandangan teori ini adalah perekonomian berada pada tingkat full employment dan full utilization. Artinya, tidak ada surplus pekerja dan sumberdaya modal digunakan sepenuhnya untuk proses produksi. Dengan asumsi tersebut pertumbuhan ekonomi akan bergantung pada pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital dan kemajuan teknologi. Teori pertumbuhan neoklasik juga dapat disajikan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass, dimana output merupakan fungsi dari modal (K) dan tenaga kerja (L). Sedangkan variabel teknologi merupakan variabel eksogen. Asumsi dalam model ini yang digunakan adalah constant return to scale karena anggapan full employment dan full utilization. Kemudian substitusi antara penggunaan modal dan tenaga kerja bersifat sempurna. Produktivitas marginal akan semakin menurun bila modal dan tenaga kerja diukur secara terpisah. Misal, penambahan sekian unit tenaga kerja L bila unit modal K dianggap konstan maka K/L (baca: produktivitas tenaga kerja) akan semakin kecil nilainya..

(34) Fungsi produksi Cobb-Douglass digambarkan sebagai berikut: Qt = Tt Kta Ltb Dimana : Qt. : tingkat produksi pada tahun t. Tt. : tingkat teknologi pada tahun t. Kt. : jumlah stok barang modal pada tahun t. Lt. : jumlah tenaga kerja pada tahun t. a. : pertambahan output akibat pertambahan satu unit modal. b. : pertambahan output akibat pertambahan satu unit tenaga kerja.. Ekonomi pembangunan sebagai teori dasar merupakan teori yang membutuhkan pelengkap dari kajian teori lain. Karena beragamnya ciri dan karakter negara-negara yang sedang berkembang maka, dibutuhkan kombinasi dari berbagai konsep dan analisis ilmu ekonomi tradisional. 2.1.2. Pembangunan Daerah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah sebagai pemangku kebijakan dan masyarakat sebagai pelaku usaha mengelola setiap sumberdaya yang ada dan menjalin kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor swasta untuk menciptakan peluang usaha yang baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut (Arsyad, 2010: 374). Dalam pengertian tersebut terdapat para pelaku pembangunan daerah yaitu, pemerintah daerah sebagai pihak yang berwenang atas produk-produk kebijakan yang mengatur proses dalam pembangunan agar berjalan sehat dan baik, masyarakat memiliki peran sebagai pihak swasta yang mengupayakan potensi kewirausahaan berkembang dan menciptakan lapangan pekerjaan yang kemudian menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut..

(35) Sesuai dengan pengertian tersebut. pembangunan ekonomi daerah. mempunyai tujuan untuk menciptakan dan menambah lapangan lapangan kerja bagi masyarakat daerah. Dengan memanfaatkan potensi-potensi yang unik dari daerah itu sendiri. Pembangunan wilayah merupakan fungsi dari potensi sumber daya alam, sumberdaya manusia, investasi modal, sarana dan prasarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, teknologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah (Adisasmita, 2005: 22). Sedangkan pertumbuhan ekonomi yang dimaksud adalah pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi pada wilayah tersebut (Tarigan, 2005: 46). Pendapatan wilayah menggambarkan balas jasa bagi faktorfaktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut berupa tanah, modal, tenaga kerja dan teknologi. Boediono dalam Tarigan menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Pertumbuhan output harus lebih tinggi dari pertumbuhan penduduk dan berlangsung secara terus menerus. Pembangunan daerah dalam prosesnya masih memiliki beberapa kendala. Pengembangan metode untuk menganalisis data daerah adalah penting keberadaannya, sebagai penentu tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah. Kendala tersebut antara lain (Arsyad, 2010 : 375): 1. Data tentang daerah masih sangat terbatas, terutama jika menggunakan definisi daerah nodal. 2. Data yang tersedia umumnya kurang sesuai dengan data yang dibutuhkan untuk keperluan analisis daerah, karena data yang ada biasanya untuk kepentingan analisis perekonomian secara nasional..

(36) 3. Data tentang perekonomian daerah sangat sulit dikumpulkan, karena perekonomian daerah lebih terbuka dibandingkan dengan tingkat nasional. Hal tersebut menyebabkan data tentang aliran-alirann yang masuk dan keluar dari suatu daerah sangat sulit diperoleh. 4. Bagi negara sedang berkembang disamping kekurangan data sebagai suatu hal yang umum, data yang tersedia sering kali masih sulit untuk dipercaya, dan akan menyulitkan dalam melakukan analisis yang memadai dalam perekonomian daerah. Dalam ekonomi pembagunan terdapat beberapa pemikiran yang dapat digunakan sebagai landasan untuk menganalisis mengenai potensi daerah. Dalam bukunya Arsyad menyebutkan teori-teori yang dapat dijadikan alat analisis dan ukuran pembangunan. Teori Neo Klasik, Teori Basis Ekonomi, Teori Lokasi, Teori Tempat Sentral, Teori Kausasi Kumulatif dan Model Daya Tarik. Tarigan tidak jauh berbeda dalam mengemukakan teori-teori sebagai alat analisis pertumbuhan ekonomi daerah menyebutkan beberapa teori yang dapat digunakan. Teori Klasik, Teori Neoklasik dan Teori Basis Ekonomi. Adisasmita menambahkan teori kutub pertumbuhan sebagai pelengkap alat analisis dalam ekonomi pembangunan daerah. Berikut penjelasan mengenai teori-teori yang dapat dijadikan rujukan sebagai analisis ekonomi daerah. 2.1.2.1 Teori Basis Ekonomi Teori basis ekonomi sering digunakan sebagai alat menganalisis potensi suatu. sektor. dalam. suatu. wilayah. tertentu.. Penekanannya. pada. laju. pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh peningkatan ekspor barang dan jasa wilayah tersebut. Dalam pengertian ekonomi regional ekspor adalah menjual produk/jasa keluar wilayah, baik ke wilayah lain dalam negara tersebut maupun ke laur negeri (Tarigan, 2005). Dalam teori ini kegiatan ekonomi pada.

(37) suatu wilayah dikelompokkan dalam dua sektor/kegiatan yaitu kegiatan basis dan nonbasis. 1.. Kegiatan basis merupakan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah yang bersangkutan. Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (prime mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah tersebut (Adisasmita, 2005).. 2.. Kegiatan nonbasis adalah aktivitas yang terbatas pada pemenuhan permintaan daerah saja. Permintaan dari sektor nonbasis tergantung pada pendapatan masyarakat lokal. Sektor ini terikat dengan kondisi ekonomi daerah setempat dan tidak bisa berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam hal ini teori basis ekonomi dapat digunakan untuk mengidentifikasi. sektor-sektor mana yang sebaiknya dikembangkan sesuai dengan spesialisasi sektor di suatu daerah tertentu. Berhubungan dengan pengidentifikasian sektorsektor yang akan dikembangkan dalam arti sektor basis dan sektor bukan basis, terdapat dua macam pendekatan yaitu pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Pendekatan langsung yaitu dengan cara mengadakan survey langsung, berusaha mencari informasi mengenai proporsi masing-masing daerah dalam ekspor dan penjualan lokal, biasanya dengan wawancara atau dengan menggunakan daftar pertanyaan. Metode ini mempunyai sejumlah keterbatasan, selain menjemukan juga membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal. Metode ini juga sangat tergantung pada taksiran pihak daerah mengenai titik akhir dan ekspor serta penjualannya. Pendekatan tidak langsung yaitu, dengan menggunakan salah satu atau gabungan dari tiga metode sebagai berikut:.

(38) 1. Menggunakan asumsi atau metode arbiter (kesepakatan/asumsi) sederhana yang mengasumsikan bahwa ada kegiatan tertentu yang dianggap sebagai basis dan kegiatan lainnya dianggap bukan basis. Misalnya, kegiatan pariwisata yang mendatangkan pendapatan dari luar daerah (Tarigan, 2005). Metode ini tidak memperhitungkan adanya kenyataan bahwa dalam suatu daerah bisa menghasilkan barang yang sebagian diekspor atau dijual secara lokal ataupun keduanya. 2. Menggunakan metode LQ (Location Quotient) yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya. 3. Menggunakan metode kebutuhan minimum. Metode ini adalah modifikasi dari metode LQ dengan menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menopang industri regional. Metode ini malah lebih bersifat arbiter karena sangat tergantung pada pemilihan prosentase minimum dan tingkat disagregasi. Kenyataannya disagregasi yang terlalu terperinci malahan dapat mengakibatkan hampir semua sektor menjadi basis. 2.1.2.2 Teori Sektor Teori sektor merupakan pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan oleh Clasrk Fisher (Adisasmita, 2005: 31). Teori ini menyatakan bahwa kenaikan pendapatan. perkapita. akan. dibarengi. oleh. penurunan. dalam. proporsi. sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam proporsi sektor manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam sektor jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalai perubahan (sector shift) dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah. Alasan dari pergeseran (shift) sektor dapat dilihat dari dua pendekatan, permintaan dan penawaran. Dari sisi permintaan, elastisitas pendapatan untuk permintaan akan barang dan jasa yang dihasilkan oleh industri manufaktur dan.

(39) jasa adalah lebih tinggi dibandingkan dengan produk dari sektor primer. Artinya, peningkatan pendapatan akan menggeser pola permintaan akan barang dari sektor primer ke sektor sekunder atau tersier. Dari sisi penawaran, produktivitas dalam masing-masing sektor merupakan dasar dari pergeseran faktor produksi. Produktivitas tenaga kerja Y/K yaitu output per pekerja di sektor industri cenderung lebih tinggi karena tingkat penggunaan teknologi. Pertumbuhan wilayah dilihat dari perubahan struktur industri, merupakan sebuah cara pandang dalam memahami dan mengevaluasi ekonomi daerah dan pembangunan fisik daerah. Asumsi yang digunakan dalam analisis wilayah dengan perubahan struktur industri antara lain, pertumbuhan wilayah ditentukan oleh kondisi pendapatan perkapita sebagai aspek kesejahteraan ekonomi. Kedua, pembagunan masa depan merupakan hasil dari kegiatan dan keputusan masa lalu dan sekarang. Ketiga, faktor yang mempengaruhi pola pertumbuhan wiayah merupakan hasil keputusan perusahaan-perusahaan mengenai pemilihan lokasi (backward linkage dan forward linkage). Peran sektor industri terhadap pertumbuhan wilayah dianggap sangat penting. Pengukuran kontribusi sektor industri dengan menerapkan analisis pergeseran (shift analysis). Analisis ini membandingkan perubahan regional yang terjadi di suatu wilayah antar dua titik waktu tertentu, dan khususnya mengkonsentrasikan pada apakah perubahan regional lebih besar atau lebih kecil dibandingkan perubahan rata-rata nasional (pergeseran yang terjadi dapat menaik atau menurun). Perubahan. regional. terdiri. dari. dua. komponen. yaitu,. pergeseran. proporsional (proportionally shift) dan pergeseran diferensial (differential shift). Pergeseran proporsional mengukur perubahan industri dibandingkan dengan tingkat nasional. Jadi wilayah-wilayah yang memiliki sektor-sektor yang tingkat pertumbuhannya tinggi akan memperlihatkan pergeseran menaik. Sedangkan.

(40) pergeseran diferensial merupakan kondisi dimana industri-industri yang berada di suatu wilayah cenderung tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan wilayah lain karena wilayah tersebut memiliki keunggulan lokal. 2.1.2.3 Teori Kutub Pertumbuhan Teori ini pertama kali diutarakan oleh Francois Perroux. Proses dan hasil pertumbuhan ekonomi tidak sama pada tiap daerah. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kemampuan dan masalah pokok yang dihadapi oleh tiap daerah. Teori ini mencoba mengkoreksi teori klasik yang menganggap perbedaan geografis tidaklah ada, fasilitas transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan baku industri, pengetahuan teknis, dan kesempatan produksi adalah sama (Adisasmita, 2005: 60). Pernyataan Perroux mengenai pertumbuhan wilayah adalah bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua wilayah, akan tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat tertentu dengan variabel yang berbedabeda intansitasnya. Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten dengan tata ruang ekonomi (economic space theory), dimana industri pendorong dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Perroux menjelaskan kriteria yang menjadi syarat dari industri pendorong. 1. Kapasitas industrinya besar agar berpengaruh kuat. 2. Merupakan sektor yang berkembang cepat. 3. Jumlah dan intensitasnya harus kuat dengan sektor-sektor lain sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diikuti oleh unit-unit ekonomi lain. 2.1.2.4 Teori Kausasi Kumulatif Gunar Myrdal dalam bukunya menjelaskan sebab-sebab bertambah buruknya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah dalam suatu wilayah negara (Arsyad, 2010: 114). Myrdal tidak sependapat dengan.

(41) pandangan teori klasik yang menyebutkan bahwa dalam jangka panjang mekanisme pasar akan menciptakan pembangunan yang seimbang antar wilayah. Teori. kausasi. kumulatif. Myrdal. menyatakan. bahwa. terdapat. dua. kemungkinan akibat dari pembangunan di wilayah yang lebih maju yang berdampak pada wilayah yang terbelakang. Keadaan yang akan menghambat perkembangan wilayah terbelakang disebut dengan backwash effect, sedangkan keadaan yang mendukung pembangunan wilayah terbelakang adalah spread effect. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan backwash effect antara lain: 1. Pola perpindahan penduduk (migrasi). Hal ini akan menyebabkan kelangkaan tenaga kerja potensial yang ada pada daerah asal. 2. Pola aliran modal. Ada tiga faktor yang menyebabkan wilayah terbelakang sulit berkembang. Pertama, kurangnya ketersediaan modal pada wilayah tersebut. Kedua, modal selalu mengalir pada daerah yang lebih maju. Dan ketiga, pola perdagangan yang selalu didominasi oleh daerah yang lebih maju. 3. Jaringan transportasi yang lebih baik pada wilayah-wilayah yang lebih maju. Spread effect merupakan dampak positif dari pembangunan dari wilayah yang lebih maju bagi daerah yang masih berkembang. Bentuknya dapat berupa pertambahan permintaan atas produk wilayah berkembang. Produk tersebut biasanya dapat berupa bahan baku industri, hasil pertanian, hasil industri rumah tangga dan hasil industri barang konsumsi. Namun, bila dibandingkan antara backwash effect dan spread effect yang ditimbulkan, umumnya backwash effect lebih besar daripada spread effect. Menurut Myrdal syarat agar perbedaan pembangunan antar wilayah maju dan wilayah tertinggal dapat dapat diperkecil adalah terjadinya disekonomis.

(42) eksternal. Yaitu suatu kondisi dimana industri-industri telah penuh dan sesak di daerah yang lebih maju. oleh karena itu akan timbul dorongan untuk berekspansi keluar wilayah. Myrdal pandangan teori klasik yang menyatakan bahwa arus perpindahan tenaga kerja dari negara miskin menuju daerah yang kaya akan terus mengalir selama masih ada perbedaan tingkat upah antar dua wilayah. Myrdal beranggapan bahwa perpindahan faktor produksi tenaga kerja tersebut akan berdampak pada timbulnya dorongan-dorongan baru pada negara kaya sehingga pertumbuhan. ekonominya. akan. menjadi. semakin. pesat.. Peningkatan. pertumbuhan ekonomi tersebut akan meningkatkan pula tingkat upah pada wilayah tersebut. 2.1.3. Disparitas Pendapatan. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung. akan. berpengaruh. terhadap. masalah. ketimpangan. regional.. Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2004). Kuznets sebagai salah satu pelopor penelitian mengenai disparitas pendapatan, mengemukakan hipotesisnya bahwa proses pembangunan pada suatu negara pada batas-batas waktu tertentu ternyata dapat memicu timbulnya kesenjangan. ekonomi. diantara. warganya.. Dalam. analisisnya. Kuznets. menemukan adanya hubungan antara kesenjangan pendapatan dengan tingkat pendapatan perkapita. Hubungan tersebut digambarkan dengan kurva “U” terbalik.. Pada. tahap. awal. pertumbuhan,. distribusi. pendapatan. atau. kesejahteraan cenderung memburuk. Namun pada tahap berikutnya, distribusi pendapatan akan membaik seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita..

(43) Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris tahun 1973 (Lincolin Arsyad, 2010: 283-284) menyatakan bahwa faktor penyebab ketimpangan pendapatan di negara sedang berkembang adalah sebagai berikut: 1. Pertumbuhan. penduduk. yang. tinggi. yang. mengakibatkan. turunnya. pendapatan perkapita. 2. Inflasi. Dimana penerimaan pendapatan yang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertumbuhan produksi barang-barang. 3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah. 4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive). 5. Rendahnya mobilitas sosial. 6. Pelaksanaan kebijakan industri subtitusi impor yang menyebabkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi golongan kapitalis. 7. Memburuknya nilai tukar bagi mata uang negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara maju sebagai akibat ketidakelastisan barangbarang ekspor dari negara sedang berkembang. 8. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga dan lain-lain.. 2.2. Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi. penelitian bagi penulis antara lain: 1. Aswandi dan Kuncoro (2002) dengan judul penelitian “Evaluasi Penetapan Kawasan Andalan: Studi Empiris di Kalimantan Selatan 1993-1999. Penelitian ini bertujuan menjelaskan mengenai: pertama, mengetahui posisi perekonomian daerah di Kalimantan Selatan yang diukur menggunakan perbandingan. tingkat. pertumbuhan. dan. pendapatan. perkapita. tiap.

(44) kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Selatan. Kedua, menemu-kenali subsektor ekonomi unggulan yang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian pada tiap kabupaten/kota di Kalimantan Selatan. Ketiga, untuk mengetahui spesialisasi antar daerah di kawasan andalan, antar daerah kawasan andalan dengan non-andalan, dan antar daerah nonandalan. Keempat, untuk mengetahui ketepatan penetapan kawasan andalan Kalimantan Selatan, dilihat dari kriteria persyaratannya. Untuk menganalisis tujuan penelitian tersebut digunakan alat analisis Tipologi Kalssen, Location Quotient, Model Logit (Binnary Logistic Regression), dan Multinomial Logistig Regression. Hasil dari penelitian menemukan bahwa terdapat perbedaan antara penetapan yang digunakan oleh pemerintah daerah dengan peneliti. Penetapan kawasan andalan oleh pemerintah daerah kurang tepat karena mengabaikan pertumbuhan pendapatan dan 2. Suharto (2002), dengan judul penelitian “Disparitas dan Pola Spesialisasi Tenaga Kerja Industri Regional 1993-1996 Dan Prospek Pelaksanaan Otonomi”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana trend disparitas regional, spesialisasi dan konsentrasi tenaga kerja industri manufaktur di Indonesia (dilihat antar propinsi dan antar pulau utama). Dengan menggunakan dua variabel yang dianalisis yaitu tenaga kerja yang terserap pada industri manufaktur sedang dan besar, dan jumlah industri manufaktur sedang dan besar di Indonesia. Alat analisis yang digunakan antara lain; indeks entropy theil, indeks spesialisasi regional (location quotient), indeks koefisien gini. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa dibandingkan dengan skala internasional, ketimpangan pada penyerapan tenaga kerja industri manufaktur nasional relatif tinggi. Temuan lain, disparitas antar propinsi dan antar pulau utama di Indonesia cenderung stabil..

(45) 3. Sutarno dan Kuncoro (2003), dengan judul penelitian “Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kecamatan Di Kabupaten Banyumas, 1993-2000”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan pendapatan dan memahami fenomena disparita pendapatan antar kecamatan di kabupaten Banyumas. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tipologi Klassen, Indeks Williamson, Indeks Entropi Theil dan Trend Korelasi Pearson. Hasil penelitian, berdasar tipologi klassen kecamatan di kabupaten Banyumas dapat digolongkan kedalam empat kuadran: kecamatan cepat maju dan cepat tumbuh, kecamatan cepat maju tapi tertekan, kecamatan berkembang cepat, kecamatan yang relative tertinggal. Berdasar indeks Williamson dan entropi Theil, disparitas pendapatan yang diukur menggunakan PDRB perkapita antar kecamatan di kabupaten Banyumas dalam periode 1993-2003 cenderung meningkat. Dan hipotesis Kuznets terbukti yaitu hubungan antar pertumbuhan dengan disparitas pada awal pertumbuhan cenderung tinggi dan akan menurun pada periode berikutnya..

(46) 2.3. Kerangka Pikir Konseptual Dari kerangka teori yang telah dikemukakan dapat ditarik suatu kerangka. pikir konseptual sebagai berikut: Gambar 2.1: Kerangka Pikir Konseptual Pembangunan Ekonomi Daerah. Peningkatan Pendapatan. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Pendapatan Perkapita. Klasifikasi Wilayah. Analisis Tipologi Wilayah. Perbedaan Klasifikasi Wilayah. Analisis Ketimpangan. Ketimpangan Pendapatan Daerah. Penguatan Sektor Potensial Daerah Sumber: Ilustrasi Penulis. Analisis Potensi Wilayah.

(47) BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian kuantitatif menurut Subana dan Sudrajat (2005) adalah penelitian yang menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabelvariabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Hasil pengujian data digunakan sebagai dasar untuk menarik kesimpulan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, karena hasil survey akan diolah dengan menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai metode penelitian untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independent) tanpa membuat perbandingan atau bisa juga diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang,. lembaga,. masyarakat,. dan. lain-lain). pada. saat. sekarang. berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya untuk membuat deskriptif, gambar, atau ukuran secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di BPS Provinsi Jawa Timur yang beralamat di Jalan Raya Kendangsari Industri No. 43-44 Surabaya. Alasan dipilihnya lokasi tersebut adalah BPS Provinsi Jawa Timur merupakan instansi pemerintahan yang berwenang dalam pengorganisasian data yang berhubungan dengan statistik wilayah Jawa Timur. Wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan daerah.

(48) administratif tingkat satu yang memiliki potensi daerah yang besar dilihat dari pendapatan daerahnya bila dibanding dengan daerah setingkat di pulau Jawa sendiri maupun seluruh Indonesia. Waktu penelitian mengacu pada tahun pengumpulan data yang dilakukan oleh BPS Provinsi Jawa Timur yaitu selama kurun waktu lima tahun terakhir yang tersedia 2006-2010. Jangka waktu lima tahun ini mengacu pada buku rangkuman Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Timur Kabupaten /Kota Se Jawa Timur 2006-2010.. 3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian Definisi operasional dan pengukuran variabel penelitian dimaksudkan untuk menghindari perbedaan pengertian dan memberi batasan tegas pada variabel. Pada penelitian kuantitatif diperlukan uraian mengenai definisi operasional dan pegukuran atas semua variabel penelitian. 3.3.1. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Definisi PDRB mengacu pada definisi yang digunakan oleh BPS Provinsi Jawa Timur karena data yang diperoleh merupakan data sekunder hasil pengolahan yang dilakukan oleh BPS Provinsi Jatim. PDRB adalah jumlah seluruh. nilai. tambah. (value. added). yang. dihasilkan. oleh. berbagai. sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah (region) dalam hal ini kabupaten/kota, tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Dengan demikian PDRB agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi dari daerah tersebut. 3.3.2. Pendapatan Domestik regional Brutto Perkapita (PDRB Perkapita). PDRB per kapita merupakan hasil bagi antara pendapatan regional suatu daerah dengan jumlah penduduk pada daerah tersebut. Dalam hal ini.

(49) seharusnya jumlah penduduk yang dipakai adalah jumlah penduduk pertengahan tahun, akan tetapi dalam penelitian ini digunakan data penduduk sesuai dengan yang diperoleh dari kantor BPS. 3.3.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi adalah hasil bagi dari selisih antara PDRB per tahun tertentu dan PDRB pada tahun sebelumnya dengan PDRB pada tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan indikator perkembangan PDRB dari tahun ke tahun dan dinyatakan dalam persen. Dalam hal ini PDRB yang digunakan adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000. 3.3.4. Jumlah Penduduk. Jumlah penduduk yang dimaksud adalah keseluruhan penduduk yang tinggal di Propinsi Jawa Timur yang tersebar dalam 38 kabupaten/kota hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Jawa Timur tahun 2010 dan data Proyeksi Penduduk Pertengahan Tahun Menurut Kabupaten/Kota Tahun 20062010. 3.3.5. Disparitas Pendapatan. Disparitas Pendapatan adalah ketimpangan dalam distribusikan pendapatan kepada kelompok masyarakat di suatu daerah yang didasarkan kepada perhitungan Indeks Ketimpangan Williamson. 3.3.6. Daerah. Daerah dalam penelitian ini mengacu pada pendekatan kebijakan yang lebih mendasar pada administrasi pemerintahan, sehingga suatu daerah merupakan kesatuan administrasi atau politik pemerintahan. Daerah administratif yang dimaksud adalah daerah tingkat I yaitu Provinsi Jawa Timur dan daerah tingkat II adalah derah kabupaten dan kota di Jawa Timur..

(50) 3.4. Metode Pengumpulan Data Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai jenis data, sumber data dan. teknik pengumpulan data instrument yang digunakan. 3.4.1. Jenis Data dan Sumber Data. Data yang digunakan pada penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan secara tidak langsung, melalui kepustakaan, arsiparsip dan catatan yang berkaitan dengan penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur. Data tersebut antara lain: 1. PDRB Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 dengan periode 2006-2010. 2. PDRB Seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 dengan periode 2006-2010. 3. Jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2010. 4. Jumlah penduduk tiap kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Timur Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2010.. 3.4.2. Teknik Pengumpulan Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data yang diambil dari pihak lain atau merupakan data yang diolah dari pihak kedua. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi dengan menggunakan data yang berkaitan dengan objek penelitian yang didapatkan dari Kantor Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur maupun melalui literatur-literatur lainnya yang sesuai dengan penelitian ini..

(51) 3.5. Metode Analisis. 3.5.1. Analisis Laju Pertumbuhan Ekonomi. Pendapatan nasional merupakan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara dalam periode tertentu. Sedangkan pertumbuhan ekonomi adalah perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Dan bila ingin mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus membandingkan tingkat pendapatan tiap tahunnya (Arsyad, 2010). Formula yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan adalah mengacu pada persamaan pertumbuhan ekonomi dalam Arsyad (2010: 23) sebagai berikut:. 𝐺𝑡 =. Dimana:. 3.5.2. 𝑌𝑟𝑡 − 𝑌𝑟𝑡−1 × 100% 𝑌𝑟𝑡−1. Gt. : Tingkat pertumbuhan ekonomi dalam persen. Yrt. : Pendapatan daerah tahun t. Yrt-1. : Pendapatan daerah tahun t-1. Analisis Tipologi Klassen. Melalui analisis ini diperoleh empat klasifikasi melalui pendekatan wilayah. Kabupaten/kota yang masing-masing mempunyai karakteristik pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang berbeda-beda diklasifikasikan dengan tipologi Klassen pendekatan wilayah. Melalui pendekatan sektoral, analisis Tipologi Klassen merupakan perpaduan antara analisis pendapatan perkapita dengan laju pertumbuhan ekonomi. Sektor ekonomi di tiap kabupaten/kota yang.

(52) memiliki karakteristik pertumbuhan dan pangsa yang berbeda-beda dapat diklasifikasikan dengan tipologi Klassen pendekatan sektoral. Metode yang dikembangkan oleh Leo Klassen adalah suatu metode untuk mengklasifikasikan atau mengidentifikasi daerah-daerah tertentu sesuai dengan tingkat pendapatan dan laju pertumbuhan ekonominya. Metode klassen menawarkan. alat. analisis. sederhana. yang. memperbandingkan. antara. pendapatan dan laju pertumbuhan ekonomi daerah dengan tingkat nasional (atasnya). Dalam metode ini daerah-daerah dikelompokkan menjadi empat kategori atau kuadran. Tabel 3.1 Klasifikasi Tipologi Klassen Pendekatan Sektoral/Daerah KUADRAN I KUADRAN II Pertumbuhan Tinggi/Pendapatan Tinggi. Pertumbuhan Tinggi/Pendapatan Rendah. KUADRAN III. KUADRAN IV. Pertumbuhan Rendah/Pendapatan Tinggi. Pertumbuhan Rendah/Pendapatan Rendah. Sumber:Asyad 2010, diolah Sesuai dengan posisi daerah pada kuadran, maka akan diketahui daerahdaerah yang memiliki masalah. Ada tiga macam daerah yang permasalahannya berbeda, yaitu kategori II, III, dan IV. Daerah II adalah daerah dengan tingkat pendapatan rendah namun pertumbuhan ekonominya relatif tinggi. Daerah III adalah daerah dengan tingkat pendapatan tinggi tetapi laju pertumbuhannya rendah. Dan daerah pada kuadran IV merupakan daerah berpendapatan rendah dan laju pertumbuhan juga rendah. Menurut Klassen, daerah yang tertinggal adalah daerah yang kontribusi terhadap.

Gambar

Tabel 1.1 PDRB ADHK Tahun 2000 Tiap Provinsi Di Pulau Jawa Tahun
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Konseptual ..............................................................
Tabel 1.1: PDRB Tiap Provinsi Di Pulau Jawa Atas Harga Konstan Tahun  2000, Tahun 2005-2010 Dalam Milyar Rupiah
Tabel 1.2: PDRB Tiap Provinsi Di Pulau Jawa Atas Harga Konstan Tahun  2000, Tahun 2005-2010 Dalam Satuan Persen (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data menunjukan bahwa tingkat kemampuan fisik atlet Sepak Takraw UKM Unsyiah Tahun 2016 dengan hasil persentase yaitu lari 30

Dengan adanya perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak, penulis tertarik untuk meneliti perjanjian kerja sama yang dilakukan antara EO dengan DJ dan

Algoritma yang termasuk di dalam kelas ini mempunyai ciri khusus, yakni dengan membandingkan dan apabila urutan data tidak terpenuhi, diadakan penukaran seperti

Sementara untuk ESDV diberikan scope untuk mengetahui aliran yang terjadi pada kondisi normal dan tidak normal baik karena nilai perbedaan tekanan pada offshore

Untuk menganalisis dan menguji pengaruh variabel tingkat pendidikan, kesehatan dan nilai investasi secara parsial terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kota di Provinsi Jawa

Menurut Siswanto (2002:291), disiplin kerja adalah sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang

100 kg KCl, disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah, bagi tanah masam perlu dikapur 300 kg/ha sebagai sumber hara Ca atau Ca + Mg, pemberian 3 t/ha pupuk kandang kotoran ayam atau

Menurut Soehadha masyarakat Jawa atau orang-orang Jawa yang memiliki sikap dan tindakan religious yang cenderung bernuasa kultural, biasa disebut penganut kejawen