• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN METODE STUKTUR ANALITIK SINTETIK (SAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 7 BUNGKULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGGUNAAN METODE STUKTUR ANALITIK SINTETIK (SAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 7 BUNGKULAN"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN METODE STUKTUR ANALITIK SINTETIK (SAS)

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS

PERMULAAN PADA SISWA KELAS I SD NEGERI 7 BUNGKULAN

Kd. Jimi Kusuma Dewi

1

, Ign. I Wyn. Suwatra

2

, Ni Wyn. Arini

3 1,2,3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: jimikusumadewi@gmail.com

1

, suwatra_pgsd@yahoo.co.id

2

wayanarini@yahoo.co.id

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membaca menulis permulaan pada siswa kelas I SD N 7 Bungkulan Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan penggunaan metode Stuktur Analitik Sintetik (SAS). Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I SD 7 Bungkulan Tahun Pelajaran 2013/2014 berjumlah 9 orang. Teknik pengumpulan data pada pembelajaran membaca menulis permulaan dikumpulkan dengan teknik rekaman. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode Stuktur Analitik Sintetik (SAS) dalam pembelajaran membaca menulis permulaan dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan. Hal ini ditunjukan pada hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap kemampuan membaca permulaan dengan menggunakan metode Stuktur Analitik Sintetik (SAS) pada siklus I memperoleh rata – rata sebesar 69,9 dan terjadi peningkatan pada siklus II sebesar 78,6. Jadi pembelajaran membaca permulaan tergolong berhasil. Ketuntasan pada siklus I sebesar 64 terjadi peningkatan pada siklus II sebesar 72,4. Jadi pembelajaran membaca permulaan tergolong tuntas. Hasil penelitian kemampuan menulis permulaan pada siklus I memperoleh rata – rata sebesar 66,1 yang meningkat pada siklus II sebesar 83,3. Jadi pembelajaran menulis permulaan tergolong berhasil. Perolehan ketuntasan pada siklus I sebesar 66,1 dan terjadi peningkatan pada siklus II sebesar 83,3. Jadi pembelajaran menulis permulaan tergolong tuntas.

Kata kunci: membaca menulis permulaan, metode SAS

Abstract

This study aims to determine the increase in the ability to read and write at the beginning of first grade elementary school students in SD Negeri 7 Bungkulan, the academic year of 2013 until 2014 with the use of methods Analytical Synthetic Structure (SAS). This research is a classroom action research. The subjects were first grade elementary school students in SD 7 Bungkulan, the Academic Year of 2013 until 2014 amounted to 9 people. Data collection techniques in learning to read and write were collected beginning with recording techniques. The collected data was analyzed with descriptive statistical analysis method. The results of this study indicate that the use of the method of Analytical Synthetic Structure (SAS) in the beginning of learning to read and write can improve the ability to read and write the beginning. This is demonstrated in the results of research on beginning reading skills in the first cycle to obtain average of 69.9 and an increase occurred in the second cycle of 78.6. So learning to read the beginning of the classified work. Completeness in the first cycle of 64 there was an increase in the second cycle of 72.4. So start learning to read relatively complete. The results of research writing skills beginning in the first cycle to obtain average of 66.1 which increased in the second cycle of 83.3. So start learning to write relatively successful. Acquisition of completeness in the first cycle of 66.1 and an increase in the second cycle of 83.3. So start learning to write relatively complete.

(2)

PENDAHULUAN

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di antaranya melalui penyempurnaan kurikulum dan peningkatan profesional guru melalui pendidikan dan pelatihan. Dengan demikian diharapkan guru mampu menyampaikan konsep-konsep setiap mata pelajaran sesuai karakteristiknya sedemikian rupa, sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran dan menarik minat serta keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas atau di sekolah adalah melalui perbaikan proses pembelajaran. Berbagai konsep dan wawasan baru tentang pembelajaran di sekolah telah muncul dan berkembang sejalan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Sejalan dengan kemajuan IPTEK tersebut, guru berupaya mengimbanginya dengan menerapkan berbagai strategi baru dalam pembelajaran yang merupakan suatu sistem instruksional yang terdiri atas beberapa komponen yang saling mendukung. Adapun komponen – komponen pendukung pembelajaran meliputi guru, siswa, metode mengajar, media sarana dan prasarana, kurikulum, evaluasi dan tujuan.

Dalam proses pembelajaran tugas utama guru di sekolah adalah memberikan pendidikan dan pengajaran. Keberhasilan guru memberikan pendidikan dan pengajaran selain ditentukan oleh kualitas pengajar secara individu juga ditentukan oleh standar-standar kompetensi yang dimiliki oleh pengajar, yang meliputi kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian. Kualifikasi akademik dan kemampuan prefesionalisme guru sebagai subjek mengajar juga berperan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran. Disamping itu, guru juga berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil akhir pembelajaran (berupa nilai atau angka-angka) tetapi juga dilakukan

terhadap proses, kinerja, dan kemampuan siswa dalam pembelajaran. Kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan siswa memegang peranan penting. Sebab melalui evaluasi guru dapat menentukan apakah siswa yang diajarkannya sudah memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga mereka layak diberikan program pembelajaran baru atau malah sebaliknya siswa belum bisa mencapai standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan remidial.

Keberhasilan pembelajaran bukan hanya ditentukan oleh guru, tetapi juga oleh siswa. Siswa memainkan peran penting, untuk mempersiapkan dirinya menjadi aktor yang mampu menampilkan keunggulan dirinya sebagai sosok yang tangguh, kreatif, mandiri, dan profesional pada bidangnya masing-masing. Keberhasilan siswa sebagai subjek belajar berkaitan dengan proses pribadi dalam menginternalisasi pengetahuan, nilai, sifat, sikap dan keterampilan yang ada disekitarnya.

Selain guru sebagai komponen penyaji informasi dan siswa sebagai pemeran penting dalam pembelajaran, terdapat komponen lainnya yaitu metode pembelajaran yang ikut mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang diterapkan hendaknya mendukung tercapainya pengajaran, yaitu agar siswa dapat berpikir aktif dan diberi kesempatan untuk mencoba dalam berbagai kegiatan belajar karena inti dari kegiatan pembelajaran adalah proses pembelajaran.

Suatu informasi akan diserap dengan baik oleh siswa apabila guru memiliki kemampuan menerapkan metode mengajar dan media dengan baik. Penggunaan metode mengajar dan media dengan tepat dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran, khususnya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia adalah salah satu mata pelajaran wajib berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku di Sekolah Dasar saat ini. Bahasa Indonesia merupakan bahasa Nasional dan dapat dijadikan media

(3)

menyampaikan informasi. Bahasa merupakan alat komunikasi yang utama. Seorang anak belajar bahasa karena didesak oleh kebutuhan untuk berkomunikasi dengan orang disekitar. “Oleh karena itu sejak dini anak–anak diarahkan agar mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar untuk berkomunikasi dalam berbagai situasi yaitu menyapa, mengajukan pertanyaan, menjawab, menyebutkan pendapat dan perasaan melalui bahasa” (Thahir, 1993:2).

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui bahwa bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib memiliki peranan yang penting dalam berkomunikasi. Karena peranan yang yang penting tersebut, maka seharusnya pembelajaran bahasa Indonesia sejak di sekolah dasar perlu mendapatkan perhatian yang serius.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 7 Bungkulan Tahun Pelajaran 2012-2013 untuk kelas satu baru menerima siswa sejumlah 16 siswa yang terdiri 10 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan, ditemukan permasalahan mengenai kemampuan membaca dan menulis permulaan. Dalam kurikulum Bahasa Indonesia kelas 1, siswa diharapkan mampu membaca dan menulis kalimat sederhana tidak lebih dari 6 huruf dalam waktu satu semester pertama (Ganjil), semester kedua (Genap) siswa sudah mulai membaca wacana sederhana dan menulis kalimat lebih dari 6 huruf. Sedangkan data siswa untuk 3 bulan semester pertama untuk pelajaran Bahasa Indonesia adalah jumlah siswa yang sudah bisa membunyikan bunyi bahasa ada 12 siswa dari 16 siswa (7,5%), yang sudah bisa membaca suku kata ada 2 siswa dari 16 siswa (12,5%), yang sudah bisa membaca kata dengan 4 huruf ada 2 siswa dari 16 siswa (12,5%), yang sudah bisa menulis bunyi bahasa adalah 12 siswa dari 16 siswa (7,5%), yang sudah bisa menulis suku kata ada 3 siswa dari 16 siswa (18,75%) dan yang sudah bisa menulis kata sederhana dengan 4 huruf ada 1 siswa dari 16 siswa (6,25%).

Berdasarkan data di atas siswa yang belum bisa membunyikan bunyi bahasa 4 siswa dari 16 siswa (25%), siswa

yang belum bisa membaca suku kata 14 siswa dari 16 siswa (87,5%), siswa yang belum bisa membaca kata sederhana dengan 4 huruf 14 siswa dari 16 siswa (87,5%), yang belum bisa menulis bunyi bahasa adalah 4 siswa dari 16 siswa (25%), yang belum bisa menulis suku kata 13 siswa dari 16 siswa (81,25%), yang belum bisa menulis kata sederhana dengan 4 huruf adalah 15 siswa dari 16 siswa (93,75%).

Dengan demikian perlu upaya untuk memecahkan masalah mengenai kemampuan membaca dan menulis permulaan. Hal ini dikarenakan membaca menulis permulaan merupakan aspek keterampilan yang sangat penting dalam bahasa Indonesia. Menurut Juel (dalam Sandjaja, 2005:22) mengartikan bahwa “membaca adalah proses untuk mengenal kata dan memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan, sehingga hasil akhir dari proses membaca adalah seseorang mampu membuat intisari dari bacaan”. Proses tanggapan dijabarkan Ahuja (dalam Ginting, 2005), mengemukakan bahwa “membaca menunjukkan interpretasi segala sesuatu yang kita persepsi. Proses membaca juga meliputi identifikasi simbol-simbol bunyi dan mengumpulkan makna melalui simbol-simbol tersebut”. Menurut Broughton (dalam Ginting, 2005) mengemukakan “membaca merupakan keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension skills) yang dapat dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi (higherorder)”. Berdasarkan ketiga pendapat para ahli dapat disimpulkan membaca merupakan kegiatan mengeja atau melafalkan tulisan didahului oleh kegiatan melihat dan memahami tulisan. Kegiatan melihat dan memahami merupakan suatu proses yang simultan untuk mengetahui pesan atau informasi yang tertulis. Membutuhkan suatu proses yang menuntut pemahaman terhadap makna kata-kata atau kalimat yang merupakan suatu kesatuan dalam pandangan sekilas.

Menulis adalah melahirkan pikiran atau gagasan (seperti mengarang, membuat surat dengan tulisan). Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:968) menurut pengertian ini menulis merupakan

(4)

hasil, yaitu melahirkan pikiran dalam perasaan kedalam tulisan. Poteet (dalam Mulyono, 1999:224) mengartikan “menulis merupakan penggambaran visual tentang pikiran, perasaan atau ide, dengan menggunakan simbol-simbol sistem bahasa penulis untuk keperluan komunikasi atau mencatat”. Menurut Akhadiah (dalam Haryadi 1996: 2760) bahwa “menulis dapat di artikan sebagai aktivitas mengekspresikan ide, gagasan, pikiran atau perasaan ke dalam lambang kebahasaan bahsa tulis”. Samadhy (1999:9) mengatakan bahwa “menulis sebagai suatu proses siswa Sekolah Dasar yang normal dapat mengikuti proses menulis dengan kecepatan relatif sama, bahwa setiap siswa yang normal dapat menyelesaikan masalah menulis dalam waktu yang berbeda beda meskipun perbedaannya tidak terlalu banyak”. Berdasarkan pengertian menulis tersebut di atas dapat di simpulkan bahwa menulis adalah suatu proses mengungkapkan gagasan, pikiran, prasaan dalam bentuk tulisan. Fungsi utama menulis adalah sebagai alat komunikasi tidak langsung, bukan tatap muka antara penulis dan pembaca.

Terhadap permasalahan membaca dan menulis permulaan tersebut, maka solusi untuk mengatasinya perlu segera di upayakan. Hal ini karena tujuan membaca dan menulis permulaan SD adalah agar siswa dapat mengenal dan melafalkan huruf-huruf kecil dalam kata dan kalimat serta memahami makna kata dan kalimat yang dibacanya. Tanpa dimilikinya kemampuan membaca dan menulis permulaan, maka siswa akan sulit mengenal dan melafalkan huruf-huruf kecil dalam kata dan kalimat serta memahami makna kata dan kalimat yang dibacanya. Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan menerapkan metode Stuktur Analitik Sintetik (SAS). Metode SAS dilandasi oleh hasil perkembangan di lapangan ilmu Psikologi perkembangan termasuk psikologi belajar. Metode SAS sudah sering digunakan dalam proses pembelajaran di kelas rendah karena dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar

metode ini menggunakan prosedur dan tahapan yang diatur sedemikian rupa. Namun dalam penggunaanya perlu dioptimalkan, yakni dalam penyelengaraan PBM bukan hanya menggunakan metode SAS tapi digabungkan dengan permainan. Permainan tersebut dapat berupa permainan kartu huruf, wayang orang, kartu bergambar, dll.

Menurut Djausak (1996) menyatakan bahwa ”metode SAS adalah suatu pembelajaran membaca menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menampilkan cerita yang di ambil dari dialog siswa dan guru atau siswa dengan siswa”. Menurut Subana, (1997) bahwa ”teknik pelaksanaan pembelajaran metode SAS yakni keterampilan membaca menulis dengan menggunakan kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode SAS adalah suatu pembelajaran membaca menulis permulaan yang didasarkan atas pendekatan cerita yakni cara memulai mengajar menulis dengan menggunakan kartu huruf, suku kata, kartu kata, dan kartu kalimat.

Menurut Suryadi (1990:35) kegiatan pembelajaran membaca menulis dengan metode SAS dilakukan dengan langkah-langkah, yaitu: 1) guru bercerita atau berdialog dengan murid atau siswa berdialog dengan siswa, 2) memperhatikan

gambar yang berkenaan dengan cerita, 3) menulis beberapa kalimat yang diambil

dari isi cerita, 4) menulis satu kalimat yang diambil dari isi cerita, 5) menulis kata sebagai uraian dari kalimat, 6) menulis suku kata sebagai uraian dari kata, 7) menulis

huruf sebagai uraian dari suku kata, 8) mensistesiskan huruf-huruf menjadi

suku-suku kata, 9) menggabungkan suku kata menjadi kata, dan 10) menggabungkan kata menjadi kalimat. Agar siswa mempunyai kemampuan membaca menulis, maka setiap langkah itu dilakukan

(5)

oleh siswa dengan menyalin tulisan ditulis guru dalam setiap langkah pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, untuk mengatasi permasalahan yang terdapat pada siswa kelas I SD N 7 Bungkulan Tahun Pelajaran 2013/2014, dilakukan penelitian dengan judul ”Penggunaan Metode SAS Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Menulis Permulaan di Kelas I Sekolah Dasar Negeri 7 Bungkulan Tahun Pelajaran 2013/2014”. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan peningkatan kemampuan membaca menulis permulaan dengan menggunakan metode SAS pada siswa kelas 1 Sekolah Dasar Negeri 7 Bungkulan tahun pelajaran 2013/2014.

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan

kelas merupakan tindakan yang di

munculkan di kelas untuk memperbaiki praktik pembelajaran guna meningkatkan

mutu pembelajaran. Subjek penelitian ini

adalah seluruh siswa Kelas 1 Sekolah Dasar Negeri 7 Bungkulan dengan jumlah siswa 9 orang yang terdiri dari siswa laki-laki 3 orang dan siswa perempuan 6 orang. Objek penelitian ini adalah metode SAS, kemampuan membaca dan menulis permulaan. Variabel yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu kemampuan membaca dan menulis permulaan.

Rangkaian kegiatan pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini mengacu pada teori Stephan Kemmis dan Robin Mc.Taggart (dalam Yatim Riyanto, 2001;49). Pelaksanaan tindakan kelas pada penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dan tiap – tiap siklus terdiri dari empat tahap, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi, dan refleksi. Rancangan penelitian tindakan kelas siklus I dilakukan tahap perencanaan meliputi: membuat rencana pembelajaran, menentukan metode dan media alat peraga, menyiapkan instrumen penelitian berupa lembar observasi dan lembar tes.

Tahap Pelaksanaan, dalam tahap pelaksanaan ini, proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan program pengajaran yang ditulis dalam persiapan pengajaran. Adapun kegiatan yang akan

dilaksanakan adalah sebagai berikut: (1) guru bercerita mengenai keluarga budi,

siswa mendengarkan dengan baik, (2) guru meletakkan gambar totalitas

keluarga budi, siswa memperhatikan dengan baik, (3) guru menunjuk gambar budi, ibu budi, bapak budi, kakak budi, adik budi, siswa menjawab apa yang ditunjuk guru, (4) guru menugaskan siswa sekelompok demi sekelompok membaca kalimat yang ditugaskan guru, siswa

mengikuti arahan guru dengan baik, (5) guru membagikan gambar analitik

keluarga budi kepada 5 orang siswa dan menugaskan 5 orang siswa tersebut meletakkan gambar diatas kalimat yang tepat, siswa melaksanakan tugas dengan baik (6) guru menugaskan siswa untuk membaca kembali 5 kalimat tersebut, siswa membaca sesuai gambar analitik.

Pada tahap Observasi dan Evaluasi, dilakukan: (1) selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan terhadap proses pelaksanaan pembelajaran dan keaktifan siswa dalam belajar dengan menggunakan lembar

pengamatan (lembar observasi), (2) pada akhir proses pembelajaran

dilakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan tes akhir program sesuai dengan pokok bahasan/materi yang diajarkan

Pada tahap akhir dilakukan Refleksi.

Refleksi yang dilakukan, yaitu: (1) mengadakan analisis terhadap

kemampuan membaca siswa yang telah dicapai setelah menerapkan metode SAS

pada materi pelajaran yang diajarkan, (2) mengadakan analisis terhadap

kemampuan menulis siswa yang telah dicapai setelah menerapkan metode SAS pada materi pelajaran yang diajarkan. Untuk rancangan Penelitian Tindakan Kelas siklus II, hampir sama dengan rancangan penelitian tindakan kelas siklus I hanya saja pada siklus II lebih mengacu pada hasil refleksi siklus I.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan rekaman. Rekaman yang dimaksud dalam teknik pengumpulan data ini adalah guru secara sengaja merekam bahasa anak. Butir-butir yang perlu diperhatikan dalam evaluasi membaca, yaitu: ketepatan menyuarakan

(6)

tulisan, kewajaran lafal, kewajaran intonasi, kelancaran, dan kejelasan suara.

Setelah data dalam penelitian ini terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Dalam menganalisis data digunakan metode analisis statistik deskriptif. Agung (1997) menyatakan bahwa ”metode analisis statistik deskriptif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menerapkan rumus – rumus statistik deskriptif”. Penelitian ini dianggap berhasil apabila kemampuan membaca menulis permulaan pada siswa kelas I untuk mata pelajaran bahasa Indonesia bila rata-rata kelas mencapai minimal atau lebih dari 70 (≥ 70) maka tergolong berhasil. Ketuntasan mata pelajaran bahasa Indonesia bila ketuntasan mencapai minimal atau lebih dari 60 (≥ 60) maka tergolong tuntas.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pada siklus I diterapkan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang disusun sebelumnya. Hasilnya adalah rata-rata mata pelajaran bahasa Indonesia pada

aspek membaca siklus I adalah 69,9. Rata-rata kelas untuk membaca belum

tergolong berhasil karna masih dibawah 70. Sedangkan ketuntasan belajar bahasa Indonesia adalah 64. Pembelajaran membaca di siklus I sudah tergolong tuntas karna nilainya sudah diatas KKM (60). Siswa yang mencapai KKM sebanyak 8 siswa dan masih ada 1 siswa yang nilainya di bawah standar.

Rata-rata mata pelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis siklus I adalah 66,1. Rata-rata kelas untuk menulis belum tergolong berhasil karna masih dibawah 70. Sedangkan ketuntasan belajar bahasa Indonesia adalah 64. Pembelajaran menulis di siklus I sudah tergolong tuntas karna nilainya sudah diatas KKM (60). Siswa yang mencapai KKM sebanyak 9 siswa.

Dengan melihat hasil membaca dan menulis siswa pada siklus I. Setelah melaksanakan tindakan siklus I, maka diadakan refleksi, yaitu menganalisis hasil belajar dan kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran. Hasil yang diperoleh dari

pelaksananan pembelajaran, yaitu: 1) persiapan mengajar yang dibuat sudah

sesuai dengan rancangan kegiatan belajar yang diperbaiki, 2) alat peraga berupa gambar, kartu kalimat, kata, suku kata dan huruf yang dipergunakan guru di papan tulis begitu juga siswa dengan kartu hurufnya membuat siswa aktif mengikuti pelajaran, 3) kegiatan belajar yang telah dilaksanakan belum memperlihatkan interaksi yang maksimal, siswa masih menunggu instruksi guru untuk memberikan petunjuk cara membaca dan menulis menggunakan kartu huruf menjadi sebuah kata dan kalimat sederhana, 4) hasil belajar yang maksimal belum dapat dicapai oleh siswa, terutama pada siswa yang belum mendapat bimbingan dari guru.

Berdasarkan hasil refleksi ini maka pada siklus II, hal-hal yang harus diperbaiki yaitu: 1) alat peraga berupa gambar dan kartu kata yang dipergunakan siswa membuat variasi kalimat diperbanyak agar kata dan kalimat yang dapat dibuat siswa lebih variatif, 2) siswa yang sudah dapat membaca akan dimanfaatkan untuk membantu guru memberikan petunjuk pada siswa yang belum mahir menyusun kartu huruf, 3) saat kegiatan analisis, siswa akan diajak bermain-main dengan bunyi untuk membaca dan menulis dengan cara mengatur kartu huruf di meja masing-masing untuk menghasilkan suku kata, kata dan kalimat yang baru. 4) bimbingan belajar yang akan diberikan merata pada seluruh siswa.

Pada siklus II, dilakukan langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan rencana yang disusun sebelumnya. Hasilnya rata-rata perbaikan mata pelajaran bahasa Indonesia pada aspek membaca pada Siklus II di atas, pencapaian nilai rata-rata adalah 78,6. Rata-rata-rata kelas untuk pembelajaran membaca di siklus II terjadi peningkatan dan sudah tergolong berhasil. Sedangkan ketuntasan belajar bahasa Indonesia adalah 72,4 dan diatas KKM (60). Ketuntasan untuk pembelajaran membaca di siklus II terjadi peningkatan dan sudah tergolong tuntas. Siswa yang mencapai KKM sebanyak 8 siswa dan masih ada 1 siswa yang nilainya di bawah standar.

Rata-rata perbaikan mata pelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis

(7)

pada Siklus II di atas, pencapaian nilai rata-rata adalah 83,3. Rata – rata kelas untuk pembelajaran menulis di siklus II terjadi peningkatan dan sudah tergolong berhasil. Ketuntasan belajar bahasa Indonesia pada aspek menulis adalah 83,3 dan diatas KKM (60). Ketuntasan untuk pembelajaran menulis di siklus II terjadi peningkatan dan sudah tergolong tuntas. Siswa. dengan 9 orang siswa sudah mencapai KKM.

Setelah berakhirnya pembelajaran siklus II dilakukan refleksi yaitu menganalisis hasil belajar dan kegiatan guru dan siswa dalam pembelaharan. Hasil yang diperoleh dari pelaksananan pembelajaran, yaitu: 1) hasil pelaksanaan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan metode SAS dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas I SD Negeri 7 Bungkulan dapat berjalan sesuai dengan apa yang dirancang dalam RPP, 2) siswa yang belum berhasil mencapai nilai sesuai KKM, diberikan remidial membaca menulis lebih intensif pada saat jam istirahat atau setelah pulang sekolah. Dan memberikan pekerjaan rumah (PR).

Pembahasan

Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia (membaca) pada awalnya banyak siswa yang salah dalam mengeja bunyi konsonan seperti ibu yang benar adalah i eb u bukan i be u. Hal ini disebabkan orang tua yang mengajarkan belajar mengeja dirumah kurang tepat sehingga butuh proses agak lama dalam mengajarkan mengeja yang benar disekolah. Terlalu lambat menerima penjelasan guru karena anak ada yang tidak mengerti penjelasan dengan bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan bahasa pertama yang diterima atau bahasa ibu anak anak adalah bahasa daerah..

Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia (menulis) evaluasinya dengan cara dikte. Untuk menulis permulaan evaluasinya masih dituntun per huruf dalam menulis kata, banyak siswa yang salah dalam menulis kata. Contohnya guru memberi perintah tulis babu, namun yang ditulis bukan babu melainkan beabeu. dalam mengeja kurang tepat sehingga dalam membahasakan lewat tulisanpun

terjadi kekeliruan. Selain itu anak terlalu lambat menulis, jarak antara huruf tidak konsisten, tulisannya kotor, dalam menulis tidak tepat mengikuti garis horisontal pada buku. Hal ini disebabkan oleh faktor anak sendiri di antaranya, ada yang menulis dengan menggunakan tangan kiri (kidal), perhatian anak kurang, ada gangguan emosi (anak yang lambat menerima penjelasan guru cepat menangis). selain faktor anak, faktor lingkungan juga ikut mempengaruhi diantaranya anak kurang dapat menggunakan waktu belajar dengan baik dan sarana penunjang belajar di rumah kurang memadai.

Cara menangani permasalahan diatas sesuai dengan teori behavioristik bahwa perilaku terbentuk dengan adanya ikatan asosiatif antara stimulus dan respon. Menurut teori ini, belajar akan menampakkan hasil yang dapat diamati dan diukur. Belajar itu sendiri dimodifikasi oleh lingkungan. Teori ini juga di dukung oleh aliran psikologi kognitif yang berpendapat bahwa anak akan belajar mandiri secara aktif apabila menerima rangsangan dari luar dirinya. Setelah rangsangan diterima reseptor, rangsangan tersebut akan diterima dan di organisasikan atau dielaborasi untuk disimpan dalam memori jangka panjang. Reinforcement (penguatan) menjadi prinsip utama dalam memperkuat lekatnya hasil belajar pada diri anak.

Berdasarkan teori tersebut diperlukan metode yang tepat dalam mengajarkan membaca menulis permulaan. Salah satunya adalah dengan menerapkan metode Stuktur Analitik Sintetik (SAS). Metode SAS sudah sering digunakan dalam proses pembelajaran di kelas rendah karena dalam penyelenggaraan proses belajar mengajar metode ini menggunakan prosedur dan tahapan yang diatur sedemikian rupa. Dengan metode SAS, siswa lebih cepat bisa membaca dan menulis. Siswa juga terlatih membaca dan menulis karna siswa mendalami membaca dan menulis secara utuh.

Jassin (1979) mengatakan bahwa ”metode SAS merupakan metode yang dikembangkan berdasarkan landasan psikologis (Ilmu jiwa totalitas menyatakan bahwa keseluruhan itu merupakan suatu

(8)

kesatuan, dan bukan sekadar jumlah unsur – unsur yang membentuknya. Dengan landasan ini pulalah membaca menulis permulaan berlangsung secara stuktural, analisa, sintesa), landasan pedagogis (prinsip – prinsip landasan ini ialah: anak diperlakukan sebagai seorang pribadi, eksplorasi, rasa aman, bahan yang logis dan bermakna, bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan anak), landasan linguistik (dalam pelajaran membaca menulis permulaan hendaknya diperhitungkan kemungkinan kesukaran yang akan dialami anak, yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang bahasa ibu pada setiap anak). Membaca menulis permulaan bukanlah sekadar untuk dapat membaca dan menulis saja, melainkan diharapkan agar anak dapat berkembang menjadi manusia dewasa yang mampu menggunakan kepandaiannya membaca menulis untuk menambah pengetahuan dan memperkembangkan pribadinya lebih lanjut.

Subana (1998) mendefinisikan teknik pelaksanaan pembelajaran ”metode SAS yakni keterampilan menulis kartu hurup, kartu suku kata, kartu kata dan kartu kalimat, sementara sebagian siswa mencari huruf, suku kata dan kata, guru dan sebagian siswa menempel kata-kata yang tersusun sehingga menjadi kalimat yang berarti”.

Proses operasional metode SAS mempunyai langkah-langkah dengan urutan yaitu: a) stuktur yaitu menampilkan keseluruhan, b) analitik yaitu

melakukan proses penguraian, c) sintetik yaitu melakukan penggalan pada

struktur semula. Sesuai dengan kurikulum guru juga mencari ketuntasan belajar sebagai tolak ukur pembelajaran. Jika pembelajaran belum tuntas maka perlu di adakan tindak lanjut berupa remidi atau tugas rumah. Jika pembelajaran sudah tuntas maka perlu di adakan pengayaan dengan melatih membaca anak agar lebih lancar dan memberi dikte anak lebih sering agar anak lebih mandiri tanpa di tuntun guru.

Pada hasil belajar pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek membaca pada Siklus I nilai rata-rata siswa adalah 69,9 yang berada pada kriteria cukup

dengan pencapaian ketuntasan belajar 64 dan masih ada 1 siswa dengan nilai dibawah KKM. Hasil rata-rata yang diperoleh dari perbaikan siklus II menunjukkan hasil yang lebih baik. Nilai rata-rata siswa 78.6 dengan peningkatan ketuntasan belajar 72,4 yang berada pada kriteria cukup.

Pada hasil belajar pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis pada Siklus I nilai rata-rata siswa adalah 66,1 yang berada pada kriteria cukup dengan pencapaian ketuntasan belajar 66,1 Pada siklus II nilai rata-rata adalah 83,3 dengan pencapaian ketuntasan belajar 83,3 yang berada pada kriteria baik. Semua siswa telah mencapai KKM sehingga pembelajaran ini tergolong tuntas.

Hasil temuan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiwin Puji Astutik dengan judul Bimbingan Belajar Menulis Permulaan Melalui Metode SAS Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas I Tahun 2006. Dalam penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa penyebab kesulitan menulis ada dua faktor yaitu berasal dari lingkungan keluarga dan sekolah, proses pembelajaran menulis huruf kecil menggunakan metode SAS dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa, penggunaan metode dan media yang tepat atau sesuai dengan tingkat perkembangan anak dapat meningkatkan keterampilan menulis siswa. Penelitian lain yang juga mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Zakiyah (2010) yang berjudul Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Metode SAS Siswa Kelas I MI. Hidayatun Kabupaten Pasuruan yang menunjukkan bahwa metode SAS baik digunakan untuk meningkatkan keterampilan membaca dan hasil belajar pada siswa kelas rendah.

Berdasarkan hasil yang dicapai pada siklus I dan II maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan penerapan metode SAS dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan belajar membaca menulis permulaan siswa kelas 1 SD Negeri 7 Bungkulan. Peningkatan kemampuan belajar membaca menulis siswa diperoleh dengan menggunakan kartu suku kata, kata dan kalimat siswa dapat secara langsung

(9)

berinteraski dengan temannya sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri, kemampuan untuk berkreativitas dan menumbuhkan keaktifan siswa untuk berbagi ilmu kepada siswa lain yang masih kurang.

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan metode SAS dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan kemampuan belajar membaca menulis permulaan pada siswa kelas 1 SD Negeri 7 Bungkulan tahun pelajaran 2013/2014. Hal tersebut dapat diamati dari peningkatan kemampuan membaca menulis permulaan siswa pada siklus I dan siklus II. Pada aspek membaca siklus I nilai rata-rata siswa adalah 69,9 yang berada pada kriteria cukup, sedangkan pada siklus II menunjukkan hasil yang lebih baik. Nilai rata-rata siswa 78,6 berada pada kriteria cukup. Pada hasil belajar pembelajaran bahasa Indonesia pada aspek menulis pada siklus I nilai rata-rata siswa adalah 66,1 yang berada pada kriteria cukup, sedangkan siklus II nilai rata-rata adalah 83,3 dengan pencapaian berada pada kriteria baik.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Seluruh siswa kelas I SD Negeri 7 Bungkulan agar dalam proses belajar mengajar selalu memperhatikan guru pada saat penyampaian materi, sehingga siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. 2. Guru kelas yang mengajar di kelas I disarankan agar dapat menerapkan metode SAS dalam setiap proses pembelajaran membaca menulis permulaan, karena diyakini memiliki kelebihan dan dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan siswa. 3. Kepada kepala sekolah, disarankan agar menciptakan kondisi yang mampu mendorong para guru untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas secara intesif dengan penerapan metode dan model pembelajaran secara kreatif guna meningkatkan kemampuan belajar siswa. 4. Kepada pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional sebagai

penanggung jawab pendidikan, disarankan agar dapat meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana pembelajaran secara memadai sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan efektif dan mencapai hasil belajar yang optimal.

DAFTAR RUJUKAN

Djausak, 1996. Petunjuk Penggunaan Alat

Peraga Membaca Menulis

Permulaan di Sekolah Dasar Kelas I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Ikih Sutisna, Wiana Mulya, 1994. Menulis

Permulaan dengan Pendekatan

SAS. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Malik Thachir, 1994. Pandai Membaca dan Menulis I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Noehi Nasution, M.A,.dkk, 1994. Psikologi Pendidikan. Depdikbud: Universitas Terbuka.

Nurkencana, 1990. Evaluasi Hasi Belajar. Surabaya : Usaha Nasional.

Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata,dkk. 2004. Bimbingan di Sekolah Dasar. CV Maulana.

Riyanto, Yatim. 2001. Metodologi

Penelitian. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Rusyan, Tabrani. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Bina Budaya.

..., 1993. Proses Belajar Mengajar Yang Efektif Tingkat Pendidikan Dasar. Bandung : Bina Budhaya.

Subana, M. dan Sunarti. Strategi Belajar

Mengajar Bahasa Indonesia

Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(10)

Sunartana, dkk. 1985. Masalah dan Kesulitan Belajar. Singaraja. FKIP UNUD.

Supriyadi, 1996. Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Depdikbud: Universitas Terbuka.

Zuchdi, Darmiyati 1997. Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia dikelas

Rendah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Gambar spectrum elektromagnetik di bawah disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan _m) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang tinggi

 Bagian yang dapat dikonsumsi sebagai sayuran adalah bagian batang yang masih muda atau yang buasa kita sebut dengan rebung..  Biasanya asparagus sering diolah untuk sup,

Terlihat pada gambar tersebut mana yang memiliki panjang gelombang tinggi serta frekuensinya rendah seperti pada gelombang radio, dan mana yang memiliki frekuensi tinggi tapi

 Reproduksi terjadi secara tak kawan (aseksual) disebut juga vegetatif dengan jalan membelah diri, tunas, fragmentasi, dan partenogenesis, sedangkan secara kawin

Simpulan: Generasi Y pada pada penelitian ini memberi makna kebahagiaan yakni dalam kondisi sehat secara emosi, memiliki hubungan positif dengan keluarga dan orang lain,

2.5.6.2 Fokus pada gambaran besar, bukan angka Prinsip ini merupakan kunci untuk mengurangi risiko perencanaan investasi tenaga dan waktu terlalu besar dengan hasil hanya berupa

PENGENALAN SUARA PADA SISTEM NOTULEN RAPAT MENGGUNAKAN CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK (CNN).. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu