• Tidak ada hasil yang ditemukan

4) Sebelah timur dengan wilayah Distrik Ransiki Kabupaten Manokwari, wilayah Distrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "4) Sebelah timur dengan wilayah Distrik Ransiki Kabupaten Manokwari, wilayah Distrik"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

B

B

A

A

B

B

I

I

I

I

G

G

A

A

M

M

B

B

A

A

R

R

A

A

N

N

U

U

M

M

U

U

M

M

D

D

A

A

N

N

K

K

O

O

N

N

D

D

I

I

S

S

I

I

W

W

I

I

L

L

A

A

Y

Y

A

A

H

H

K

K

A

A

B

B

U

U

P

P

A

A

T

T

E

E

N

N

T

T

E

E

L

L

U

U

K

K

B

B

I

I

N

N

T

T

U

U

N

N

I

I

2 .1

K ondisi U m um

2 .1 .1

Profil Ge ogra fi

2 .1 .1 .1

Le t a k , Lua s da n Ba t a s Ge ogra fis

awasan Teluk Bintuni merupakan salah Kabupaten pemekaran baru di Provinsi

Papua Barat yang baru disahkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat

pada tanggal 12 November 2002. Terletak antara pantai selatan Kepala Burung dan

Pantai Semenanjung Onin, menghadap ke arah Laut Seram di lepas pantai barat

Papua. Berdekatan dengan leher pegunungan sempit yang menghubungkan Kepala Burung

dengan wilayah lainnya di Provinsi Papua. Secara geografis wilayah Kabupaten Teluk Bintuni

berada antara 1° 57’50”LS - 3° 11’26”LS dan 1.9.32° 44’59” - 134° 14’49”BT serta terletak antara

pantai selatan kepala burung dan pantai semenanjung Onin yang menghadap ke arah laut Seram

di lepas pantai barat Papua. Secara administratif, kawasan Teluk Bintuni berbatasan dengan :

1) Sebelah utara berbatasan dengan Distrik Aifat Timur Kabupaten Sorong Selatan, wilayah

administrasi Distrik Kebar, Distrik Testega, Distrik Mayambow, dan Distrik Sururey

Kabupaten Manokwari

2) Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Distrik Kokoda dan Distrik Aifat Timur Kabupaten

Sorong Selatan

3) Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Distrik Kaimana dan Distrik Teluk Arguni

Kabupaten Kaimana, wilayah Distrik Kokas Kabupaten Fakfak

4)

Sebelah timur dengan wilayah Distrik Ransiki Kabupaten Manokwari, wilayah Distrik

Wamesa, Distrik Windesi, dan Distrik Wasior Kabupaten Teluk Wondama, serta wilayah

Distrik Yaur Kabupaten Nabire.

GAMBAR 2.1

Kabupaten Bintuni Berdasarkan UU NO. 26 Tahun 2002 Tentang Pemekaran Wilayah

K

(2)

Kabupaten Teluk Bintuni memiliki luas wilayah 18.637 km² . Distrik Babo merupakan distrik

yang memiliki luas daerah terbesar di Kabupaten Teluk Bintuni yaitu 23,32% atau sebesar 4.328

km² . Distrik Aranday memiliki luas kedua terbesar setelah Distrik Babo yaitu sebesar 2.431 km²

atau sebesar 13,04% . Sementara itu distrik yang memiliki luas terkecil adalah Distrik Bintuni

memiliki luas sebesar 1.318 km² atau hanya sebesar 7,11% dari total luas Kabupaten Teluk

Bintuni.

TABEL 2.1

Luas Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni Menurut Distrik

Luas Rasio Terhadap

(Km2) Total (%)

1 Babo 4.328 23,22

2 Idoor 816 4,38

3 Kuri 1.611 8,65

4 Farfurwar 1.171 6,28

5 Bintuni 1.318 7,07

6 Tembuni 1.326 7,11

7 Aranday 2.431 13,04

8 Merdey 2.030 10,89

9 Moskona Selatan 2.417 12,97

10 Moskona Utara 1.189 6,39

18.637 100,00

Sumber : Kabupaten Teluk Bintuni Dalam Angka, 2006

No. Kelurahan/Kampung

KOTA BINTUNI

GAMBAR 2.2

Luas Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni Menurut Distrik

Pada tahun 2007 Distrik di Kabupaten Teluk Bintuni dimekarkan menjadi 24 Distrik berdasarkan

Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2007. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.2.

TABEL 2.2

Pembagian Daerah Administratif Kabupaten Teluk Bintuni

D ist r ik I bu k ot a D ist r ik

Jm l D e sa

Jm l

Ke lu r a h a n Ju m la h

1 Bint uni Bint uni Barat 6 2 8

2 Babo I rarut u I I I 4 0 4

3 Merdey Merdey 7 0 7

4 Aranday Aranday 4 0 4

5 Moskona Selat an Jagiro 5 0 5

6 Moskona Ut ara Moy eba 4 0 4

7 Tem buni Tem buni 4 0 4

8 Farfurw ar Fruat a 3 0 3

9 Wam esa I door 4 0 4

10 Kuri Sarbe 5 0 5

11 Manim eri Bum i Saniari 6 0 6

12 Tuhiba Tuhiba 5 0 5

13 Dat aran Beim es Horna 6 0 6

14 Sum uri Tofoi 5 0 5

15 Kait aro Sara 5 0 5

16 Aroba Aroba 5 0 5

17 Masy et a Masy et a 4 0 4

18 Biscoop Jahabra 7 0 7

19 Tom u Sebyar Rej osari 4 0 4

20 Kam undan Kalit am i I 4 0 4

21 Weriagar Weriagar 5 0 5

22 Moskona Barat Mey erga 4 0 4

23 Meyado Meyado 4 0 4

24 Moskona Tim ur I gom u 3 0 3

Ju m la h 1 1 3 2 1 1 5

(3)
(4)

TABEL 2.3

Pembentukan Distrik Baru Di Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2007

No. Distrik I bu Kota Nama Desa K/ P Status

1. Bint uni Bint uni Barat Bint uni Barat 1 1

Bint uni Tim ur 1 1

5. Moskona Selat an Jagiro Jagiro 2 1

I nggof 2 1

No. Distrik I bu Kota Nama Desa K/ P Status

8. Farfurw ar Fruat a Fruat a 2 1

11. Manim eri Bum i Saniari Bum i Saniari 2 1

Banj ar Ausoy 2 1

13. Dat aran Beim es Horna Horna 2 1

(5)

No. Distrik I bu Kota Nama Desa K/ P Status

22. Moskona Barat Mey erga Mey erga 2 1

Macok 2 1

Sumber : Kabupaten Teluk Bintuni dalam angka 2006

2 .1 .1 .2

Ba t a s Wila ya h Da n Pusa t Adm inist ra si Pe m e rint a ha n

Kabupaten Teluk Bintuni dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan

Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong

Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan

Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara,

Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven

Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten

Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi

Papua (Lembaran Negara Republik I ndonesia Tahun 2002

Nomor 129. Secara administratif, Distrik Bintuni yang

merupakan bagian dari Teluk Bintuni terdiri dari 2 kelurahan

dan 18 kampung yang berada di pesisir distrik dan

pedalaman/ pegunungan.

Secara geografis, distrik, distrik Bintuni terletak pada koordinat 133° 31.315’ BT dan

02° 306,328’ LS. Luas wilayah Distrik Bintuni adalah 7.926 km² . Batas – batas wilayah Distrik

Bintuni adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Distrik Merdey Kabupaten Teluk Bintuni dan Distrik

Sururey Kabupaten Manokwari;

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Distrik I door, Kabupaten Teluk Bintuni;

c. Sebelah timur berbatasan dengan Distrik Ransiki Kabupaten Manokwari, dan

d. Sebelah barat berbatasan dengan Distrik Tembuni, Kabupaten Teluk Bintuni.

Berdasarkan survey dan juga ketetapan yang telah disepakati bersama, Distrik Bintuni

akan dijadikan sebagai I bukota Kabupaten Teluk Bintuni, dimana Kota Bintuni sendiri akan

direncanakan terdiri atas kelurahan Bintuni Barat, Kelurahan Bintuni Timur, Kampung Sibena

dan wilayah SP ( Satuan Permukiman) V yang Sekarang berubah menjadi kampung Argo

Sigemerai. Catatan resmi mengenai jumlah penduduk dari masing-masing kelurahan dan

kampung yang valid sulit didapat, karena kendala pada saat pencatatan jumlah penduduk dari

para pamong praja.

(6)

Maksud dan tujuan utama pembentukan Teluk Bintuni sebagai sebuah entitas pemeritahan

lokal yang berdiri sendiri antara lain adalah untuk mendekatkan pusat pelayanan umum dan

mempercepat kesejahteraan masyarakat. Salah satu sarana untuk mencapai dua tujuan utama

dimaksud adalah penyelenggaraan berbagai jenis bidang dan urusan pemerintahan yang sudah

didesentralisasikan kepada daerah dan pelaksanaan APBD.

Sementara sejak dilakukan pemilihan Kepala Daerah yang berlangsung secarA aman dan

demokratis pada 2 Desember 2005, di Kabupaten Teluk Bintuni terbentuk Pemerintah Daerah

Definitif dengan Drg. Alfons Manibui, DESS. sebagai Bupati dan Drs. H. Akuba Kaitam sebagai

Wakil Bupati.

Dengan diterbitkannya PERDA Kabupaten Teluk Bintuni No. 3 Tahun 2007, wilayah kabupaten ini

dikembangkan lebih lanjut menjadi 24 Distrik, 113 kampung dan 2 kelurahan.

Walaupun tergolong kabupaten yang masih muda, meski demikian wilayah ini berpotensi menjadi

etalase pertumbuhan ekonomi di wilayah Provinsi Papua Barat.

Kabupaten Teluk Bintuni berkembang pesat dari sejak dicetuskannya Kabupaten ini

menjadi kabupaten definitif. Pada tahun 2006 Kabupaten Teluk Bintuni terdiri dari 10 Distrik dan

95 Kampung dan 2 Kelurahan. Namun pada tahun 2007 Kabupaten Teluk Bintuni dimekarkan

menjadi 24 Distrik dan 113 Kampung dan 2 Kelurahan dengan luas wilayah 18.637 Km2, dimana

ibukota Kabupaten Teluk Bintuni terletak di Dist rik Bintuni.

Kabupaten Teluk Bintuni sebagian besar berada di dataran pulau Papua. Distrik Babo

merupakan distrik yang memiliki luas daerah terbesar di Kabupaten Teluk Bintuni yaitu sebesar

23,32 % atau sebesar 4.328 km2. Distrik Aranday memiliki luas kedua terbesar setelah Distrik

Babo yaitu sebesar 2.431 km2 atau sebesar 13,04 % . Sementara itu ibukota Kabupaten Teluk

Bintuni yaitu Distrik Bintuni memiliki luas sebesar 1.318 km2 atau hanya sebesar 7,11 % dari

total luas Kabupaten Teluk Bintuni.

Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni dapat dikelompokkan menjadi 3 kawasan yang

didasarkan atas karakteristik sumber daya, jalur lintas antardaerah, dan pusat -pusat

pertumbuhan, adalah sebagai berikut :

• Berdasarkan karakteristik sumber daya yang ada, terdiri dari:

o Kawasan pesisir yang berada di sekitar teluk dicirikan dengan adanya pantai, muara,

dan delta yang ditumbuhi oleh hutan pantai, hutan mangrove, nipah, dan hutan

sagu/ campuran. Wilayah ini didiami oleh penduduk di distrik Aranday, dan Babo;

o Kawasan dataran rendah yang dicirikan oleh hutan dataran rendah, sungai–sungai, dan

delta. Wilayah ini didiami oleh sebagian penduduk di distrik Bintuni;

o Kawasan dataran tinggi yang dicirikan oleh hutan, sungai, dan danau;

• Berdasarkan jalur lintas antardaerah, meliputi :

o Kawasan yang memiliki akses jalur laut dan sungai seperti Distrik Babo dan Distrik

Bintuni yang memiliki akses menuju Kabupaten/ Kota Sorong;

o Kawasan yang memiliki akses jalur darat seperti Kota Bintuni di distrik Bintuni yang

memiliki akses menuju kabupaten/ Kota Manokwari; dan

o Kawasan yang memiliki akses jalur udara seperti Babo di Distrik Babo dan Kota Bintuni

di Distrik Bintuni merupakan kawasan yang berada pada jalur ekonomi yang memiliki

akses ke kota/ kampung di Teluk Bintuni dengan daerah lain di Provinsi Papua Barat.

• Berdasarkan pusat-pusat pertumbuhan terdapat wilayah yang dijadikan sebagai aglomerasi

(perkembangan kota dalam kawasan tertentu) meliputi kota Bintuni dan Babo. Beberapa

wilayah yang berkembang menjadi pusat pertumbuhan baru adalah kawasan Sumuri-kelapa

dua ( termasuk wilayah Tanah Merah – Saengga) dan kawasan Aranday kota .

(7)

2 .1 .1 .3

K lim a t ologi

I klim dalam wilayah Teluk Bintuni termasuk dalam iklim tropis monson yang dicirikan oleh

kondisi suhu dan kelembaban udara yang tinggi sepanjang tahun atau tropik basah. Monson barat

laut atau musim penghujan, umumnya terjadinya selama bulan Desember hingga Maret,

sedangkan monzón tenggara atau musim kemarau terjadi selama bulan Mei hingga bulan

Oktober. Perubahan monson tersebut dicirikan oleh beberapa mekanisme perubahan fisik

atmosfer yang menghasilkan angin musiman yang bertiup kencang yang membedakan antara

mesim penghujan dan musim kemarau. Data tahunan menunjukkan bahwa kecepatan angin

berkisar dari lambat ke sedang (8 m/ detik) dengan frekuensi kej adian kurang dari 2% .

Kecepatan angin terbesar umumnya bertiup dari arah barat daya (> 15m/ detrk), tetapi

dengan kejadian yang Amat jarang. Di kawasan Teluk Bintuni banyak mengalir sungai-sungai

besar dengan anak-anak sungainya. Pada dataran ini mengalir beberapa sungai utama

diantaranya yaitu sungai Muturi, Sebyar dan Tembuni. Umumnya sungai-sungai tersebut dapat

dilalui angkutan air yang jaraknya berbeda dan tergantung pada ketinggian air pasang serta

kepadatan tumbuhan riparian dan nipah. Beberapa kampung dan pusat distrik yang terletak di

tepian sungai dapat dijangkau kapal-kapal kecil dan perahu-perahu besar dengan bantuan air

pasang yang cukup untuk melewati beting-beting pasir di sepanjang aliran sungai.

TABEL 2.4

Sungai-Sungai Besar Di Kawasan Teluk Bintuni

Panjang Lokasi /

(Km2) Distrik

1 Muturi 140 Bintuni Teluk Bintuni

2 Sebyar 150 Aranday Teluk Bintuni

3 Tembuni 110 Tembuni Teluk Bintuni

4 Kaitero 53 Babo Teluk Bintuni

5 Kasuri 63 Babo Teluk Bintuni

Sumber : Monografi Kabupaten Teluk Bintuni

No. Nama Sungai Muara

Berdasarkan intensitas hujan per hari hujannya, Kabupaten Teluk Bintuni berada pada

kelas berintensitas sangat rendah sampai rendah. Dalam hal ini, wilayah Kabupaten Teluk

Bintuni relatif aman terhadap bencana banj ir dan longsor apabila fungsi perlindungan kawasan

dengan kelerengan tinggi/ curam dan fungsi perlindungan pada daerah aliran sungai dan

kawasan resapan air tanah tidak diganggu. Sebaliknya, Kabupaten Teluk Bintuni cukup rentan

terhadap kekeringan terutama di musim kemarau. Suhu di wilayah ini minimum 22,7 C dan

maksimum 33 C dengan suhu rata-rata 27,3 C. Berdasarkan hasil pencatatan Badan

Meteorologi dan Geofisika, suhu udara pada tahun 2007 berkisar antara 23,4 C dan 31,9 C.

Suhu terendah terjadi di bulan Juli dan tertinggi di bulan Oktober.

Sebagai daerah tropis seperti halnya dengan daerah lain di I ndonesia, wilayah Kabupaten

Teluk Bintuni mempunyai topografis daerah pantai, dataran rendah hingga pegunungan. Pada

tahun 2007, Kabupaten Teluk Bintuni menurut pencatatan Stasiun Meteorologi dan Geofisika

memiliki tingkat kelembaban udara relatif tinggi yang berkisar antara 80% - 86% dengan

rata-rata kelembaban udara 83% . Kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan Februari dan

kelembaban udara terendah pada bulan Agustus. Penyinaran matahari di wilayah ini adalah

59,67% , sedangkan tekanan udara rata-rata adalah 1007,9 mb. Rata-rata kecepatan angin

pertahun adalah 8 knot.

GAMBAR 2.4

(8)

Suhu udara di Kota Bintuni berkisar antara 22° C sampai dengan 39° C, tingkat kelembaban

udara tergolong tinggi yang berada pada kisaran 70% - 90% , sedangkan tingkat curah hujan

yang terjadi di Kota Bintuni berada pada kisaran 2500 – 4500 mm/ tahun dengan intensitas hujan

13,6 – 20,4 mm/ hari hujan.

Tipe iklim di daerah rencana menurut Koppen adalah alfa, yang berarti daerah hujan tropika

dengan suhu rata-rata > 18° C dan curah hujan terkering > 60 mm/ bulan dengan bulan terpanas

> 22oC. Dari Studi Dampak Lingkungan sehubungan dengan adanya potensi kegiatan perkotaan

di Kota Bintuni, maka dapat disimpulkan bahwa :

a. Dibandingkan dengan sebelum dan sesudah terjadinya perkembangan kegiatan perkotaan,

maka diperkirakan akan terjadi perubahan nilai unsur iklim dalam skala mikro terutama suhu,

kelembaban, dan kecepatan angin.

b. Suhu udara di siang hari diperkirakan akan naik sekitar 1 – 2,5° C dan pada malam hari akan

turun 0,5 – 1° C. Kelembaban pada siang hari akan menurun sekitar 5 – 10% . sedangkan

pada malam hari diperkirakan tidak mengalami perubahan. Perubahan kecepatan angin ini

karena adanya penebasan vegetasi yang berfungsi sebagai penahan angin.

c. Perubahan suhu dan kelembaban udara tersebut di atas diperkirakan akan mempengaruhi

tingkat kenyamanan. Dengan demikian diperlukan adanya penataan bangunan rumah tinggal

atau tempat usaha sehingga dapat meningkatkan kenyamanan.

2 .1 .1 .4

Ge ologi Da n Ge om orfologi

Secara umum wilayah Papua terletak pada pertemuan dua lempengan kerak bumi , yaitu

lempeng Pasifik yang bergerak ke arah Barat dan lempengan Samudera I

ndonesia-Australia-Papua yang bergerak ke arah Utara. Akibat pertemuan lempengan tersebut banyak terjadi lipatan

pegunungan dan patahan di daerah Papua. Gerakan lempeng Pasifik relatif ke arah Barat

diperkirakan rata-rata 11 cm/ tahun, sedangkan gerakan lempeng Samudera I

ndonesia-Australia-Papua relatif ke arah Utara diperkirakan rata-rata 7 cm/ tahun.

Pada Pertemuan kedua lempeng ini terjadi subduksi atau penyusupan satu sama lain, yaitu

lempeng Pasifik menyusup di bawah lempeng Samudera I ndonesia-Australia-Papua. Akibat

interaksi kedua lempeng kerak bumi tersebut banyak terjadi lipatan (pegunungan) dan patahan di

daerah Papua. Bentukan patahan-patahan ini yang menimbulkan daerah atau wilayah-wilayah

yang berpotensi gempa. Upaya untuk menanggulangi dampak negatif akibat bencana alam

tersebut adalah dengan dilakukan tindakan penanggulangan bencana yang berupa mitigasi.

Mitigasi merupakan proses mengupayakan berbagai tindakan preventif untuk meminimalkan

dampak negatif bencana alam yang diantisipasi akan dapat terjadi di masa akan datang di

suatu daerah tertentu.

Berdasarkan hal tersebut dalam perencanaan wilayah diperlukan strategi dalam

pembangunan, yaitu :

1. Pengembangan kota terutama pembangunan fisik bukan di daerah patahan.

2. Pemanfaatan sumber daya alam bahan galian dengan optimal.

Secara umum, wilayah Teluk Bintuni merupakan rawa-rawa yang ditumbuhi oleh hutan

mangrove dan pohon-pohon sagu, selanjutnya ke arah daratan merupakan bagian yang landai

dan ditumbuhi oleh pepohonan yang lebat. Bentuk morfologi dan kemiringan kawasan Teluk

Bintuni mencirikan empat satuan morfologi, yaitu :

1) Morfologi daratan yang meliputi sebagian besar wilayah Teluk Bintuni dengan kemiringan 0

– 5% . Wilayah ini terdiri dari endapan alluvial, dataran banjir dan endapan laut litoral.

2) Morfologi daratan bergelombang yang dijumpai di daerah dataran alluvial pada bagian

-bagian yang agak terisolasi yang juga terbentuk dari endapan sungai. Kemiringan berkisar

antara 5-10% dengan ketinggian relief rata-rata kurang dari 30 meter.

3) Morfologi bukit rendah yang dijumpai di bagian barat dataran Bomberai, bagian uatara

dataran utara dan bagian tepi dataran Onin. Lemiringan berkisar antara 10-20% dengan

ketinggian relief hengga 100 meter.

Terdapat 3 buah gunung yang memiliki tinggi labih 1000m yaitu Faumai dan Ubukai,

keduanya di distrik Merdey yang masing-masing memiliki ketinggian 1.476m dan 1.130 m.

Gunung yang ketiga adalah gunung Sigimerai sepanjang 1.760 m. Sedangkan gunung yang

(9)

A. Geologi

Daerah-daerah pesisir di Kawasan Teluk Bintuni didominasi oleh jenis tanah Entisols,

I nceptolsdan Histosols. Sedangkan daerah pegunungan didominasi oleh tanah-tanah Entisolsdan

I nceptols dan Histosols umumnya berpotensi sulfat asam yang ditunjukkan dengan lapisan pirit

pada tanah-tanah tersebut. Kedalaman lapisan pirit bervariasi dan berkisar antara 30 – 60 cm dari

permukaan tanah (Atlas Sumberdaya Pesisir Kawasan Teluk Bintuni, 2003). Bahan-bahan induk

pada kawasan Teluk Bintuni secara umum terdiri dari bahan alluvium. Bahan ini merupakan hasil

endapan dari sungai-sungai yang melewati desa tersebut, seperti sungai Muturi dan Tembuni.

Bahan induk berupa alluvial dan illuviasi, berwarna kelabu dan kelabu kecoklatan. Daerah yang

letaknya jauh dari permukaan laut umumnya struktur tanahnya agak kasar sedangkan dekat

pantai struktur tanahnya halus dan juga terdapat jenis tanah organosol/ gambut (histosols).

Kawasan Teluk Bintuni didominasi oleh jenis batuan (litologi) sedimen tersier dan kuarter.

Sedimen tersier yang terdiri dari batu pasir, batu lumpur mikaan, batu lanau, batu napal, batu

gamping dan konglomerat, dijumpai di bagian utara dan selatan Kabupaten Teluk Bintuni,

sedangkan sedimen kuarter berupa kerikil, pasir lumpur dan gambut dapat dijumpai di bagian

tengah, sedimen kuarter ini pada umumnya dijumpai pada Distrik Aranday dan Bintuni. Wilayah

Teluk Bintuni sebagian besar terdapat batuan sedimentasi sehingga berpotensi terdapat bahan

galian golongan C dan golongan A. Adanya batuan sedimen ini banyak terdapat di Distrik

Aranday, Tembuni, Bintuni, Babo, dan Fafurwar yaitu yang termasuk golongan geologi lingkungan

tipe 1 dan 2. Adanya batuan gamping juga berpotensi untuk bahan galian golongan C yang

terdapat di Distrik I door dan Distrik Kuri.

Secara umum wilayah Teluk Bintuni berbentuk rawa yang ditumbuhi hutan mangrove dan

pohon-pohon sagu. Wilayah daratan bersifat landai dengan ditumbuhi oleh pepohonan lebat dan

di dataran tinggi. Terdapat beberapa gunung yang ketinggiannya bervariasi antara 400 meter

-1700 meter.

Batuan yang lebih muda dalam suksesi, kemungkinan termasuk dalam suatu rangkaian

batu serpih dan batu lempung yang semakin keatas berbentuk gamping atau dikenal sebagai

formasi jass (ibid). jenis batuan tergolong batu kapur beumur tersier dan batu pasir pleitocene

(Dow et al, 1988 dalam Atlas Sumberdaya Pesisir Kawasan Teluk Bintuni, 2003).

TABEL 2.5

Nama Dan Ketinggian Gunung Di Kabupaten Teluk Bintuni Menurut Distrik

Distrik Nama Gunung Ketinggian ( M)

Merdey Faumai 1.476

Merdey Ubukai 1.130

Bintuni Sigimerai 1.760

Babo Wayura 495

Sumber : Kabupaten Teluk Bintuni dalam angka 2006

Jenis padsolik merah kuning (Entisols, I nceptisols, dan Utisols) rendah akan unsure hara

terutama Ca, P dan Na yang dijumpai pada wilayah Bintuni. Podsolik merah coklat (I nceptisols)

memunyai horizon Ap berwarna merah dan coklat kemerah-merahan hingga coklat

kekuning-kuningan yang tersebar di Wilayah Distrik Bintuni. Tekstur tanah halus sangat dominan dan

tersebar di seluruh Wilayah Distrik Bintuni, sementara untuk tekstur kasar berada di bagian

utaranya, dan sebagian kecil diisi oleh tekstur gambut. Daerah pesisir Teluk Bintuni terdiri dari

daerah mangrove dataran rendah, rawa sagu dan dataran pasang di sepanjang garis pantai. Ke

arah daratan semakin membukit dengan kelerengan yang cukup tajam dan memanjang yang

ditutupi oleh hutan tropis yang tebal dan padang rumput terbuka. Deposit sedimen tersier

terdapat didekat pantai yang berdekatan dengan daerah-daerah permukiman atau desa di

sepanjang pantai teluk. Tanah pantai umumnya alluvium kuartener yang terdiri dari deposit

delta. Di daerah-daerah yang ditutupi rumput, pengaruh monsoon tropis telah menciptakan

tanah-tanah permukaan laterit.

Jenis tanah di Daerah Teluk Bintuni secara umum dapat dibagi menjadi :

• Organisasi di daerah mangrove;

• Alluvium di meander sungai dan daerah tangkapan hujan;

• Gleisol di daerah yang letaknya rendah dan dijenuhi air;

• Kambisol dan padsolik di daerah perbukitan, dan

• Renzina dan mediteran yang berbukit yang berbatu dasar kapur.

Jenis tanah yang menonjol adalah tanah kambisol dan padsolik. Ketebalan kolom

tanahnya sangat terngantung kepada derajat kemiringan dan stabilitas kemiringan.

(10)

lapisan tanah di daerah ini tipis. Tanah-tanah kambisol dan padsolik terbentuk dari hasil pengaruh

musim dan penghancuran kimia terhadap batuan dasar dan atau sedimen dari masa Pleistocene

atau halocene. Tanah-tanah tersebut menyebar luas, tetapi lebih umum terdapat daerah

bergelombang atau daerah yang lebih tinggi. Tanah-tanah ini umumnya lebih permeable dan

masam. Tanah-tanah kambisol pada umumnya jenuh dan mengandung horizon sulfik pada

kedalaman 0,5 meter. Tanah-tanah padsolik pada umumnya basah dan tampak belang, tetapi

mengandung sulfur yang cukup tinggi.

B. Geomorfologi

Berdasarkan ketinggian dan kemiringan lahan menjadikan Kota Bintuni memilki bentang

alam yang sangat bervariasi yaitu gabungan antara dataran – daerah bergelombang – daerah

berbukit – sampai ke pada daerah yang terjal. Ke arah timur kota semakin bergelombang dan

terjal. Berdasarkan kondisi bentang alam atau morfologinya Kota Bintuni dapat dibagi menjadi

beberapa satuan morfologi yaitu :

1. Satuan Morfologi Dataran

Satuan ini mempunyai bentuk yang hampir datar sampai datar dengan sudut kemiringan

lereng 0 – 5 % , ketinggian dataran berkisar 1 – 10 m diatas permukaan laut. Wilayah ini

terdiri dari endapan alluvial, daratan banjir dan endapan laut litorial.

2. Satuan Morfologi Medan Bergelombang

Satuan ini mempunyai daratan bergelombang yang dijumpai di daerah daratan alluvial pada

bagian-bagian yang agak terisolasi yang juga terbentuk dari endapan sungai. Kemiringan

berkisar antara 5 – 10% dengan ketinggian relief rata-rata kurang dari 30 meter.

3. Satuan Morfologi Bukit Rendah

Satuan ini mempunyai bukit rendah yang dapat dijumpai di bagian barat dan dataran utara

serta bagian tepi dataran Onin. Kemiringannya berkisar antara 10 – 20% dengan ketinggian

relief hingga 100 m.

Geomorfologi wilayah Teluk Bintuni terdiri dari Dataran alluvial, perbukitan bergelombang,

perbukitan lipatan dan perbukitan karst.

- Dataran alluvial umumnya dibentuk oleh kerikil, pasir, lumpur dan gambut dengan

ketebalan sekitar 20 cm dan elevasi 0 – 50 m dpl. Dijumpai di daerah pantai dan Distrik

Aranday., Sungai berkelok, tahapan tua dendritik dengan muara-muara yang lebar

berdebit antara 90 – 380 m3/ det.

- Perbukitan bergelombang, elevasi 50 m dpl, litologi berupa batulumpur mikaan,

batupasir, batulanau, konglomerat dan batugamping, dijumpai di daerah Distrik Bintuni,

Babo, Merdey dan Moskana Selatan.

- Perbukitan lipatan dijumpai pada elevasi 50 – 800m m dpl di Wilayah Distrik I door dan

Kuri umumnya dibentuk oleh batunapal, batulumpur gampingan, telah tersesarkan.

- Perbukitan karst terdapat di wilayah I door dan Kuri, elevasi 0 -1619 m dpl, litologinya

berupa batu gamping, telah tersesarkan.

GAMBAR 2.5

(11)

TABEL 2.6

Satuan Geologi Lingkungan

Satuan Geologi

Lingkungan Geomorfologi

Karakteristik

pantai Litologi Sifat Tanah Air permukaan Air tanah Proses geodinamis Sumberdaya geologi

Tutupan sebagai bahan baku galian berpotensi terindikasi.

Pemukiman dan hutan merupakan daerah resapan airtanah.

(12)

C. Kondisi Geohidrologi

Secara fisiografi, Kawasan Teluk Bintuni terdiri atas Semenanjung Kepala Burung sebagai

Dataran Utara, Semenanjung Bomberai, Semenanjung Onin dan Wilayah Teluk Bintuni. Dataran

Utara merupakan wilayah mangrove atau bakau-bakauan dataran rendah, tumbuhan palma (nira)

dan rawa-rawa sagu. Terdapat relief rendah pada permukaannya dengan ketinggian dari muka

laut berkisar dari 0 hingga 2 meter. Jenis tanahnya alluvium berumur kuarter atau kuarter yang

baru masih terus-menerus mengalami proses pengendapan. Terbentuknya Teluk Bintuni diduga

akibat dari rubuhan tektonik sebuah lembah sungai. Kedalaman teluk tergolong dangkal dengan

kedalaman maksimum di bagian tengahnya sekitar 65 – 75 meter (Robinson et al, 1990).

Terjadinya rubuhan tektonik yang disertai oleh penerobosan (incursion) air laut yan terus

menerus ditunjukkan dengan hadirnya rawa-rawa dan estuaria yang ekstensif di bagian timurnya.

Bentuk fisik (morfologi) garis pantai di sepanjang sisi utara teluk ini mengindikasikan terjadinya

sedimentasi dan pendamparan pantai yang sangat cepat.

1. Air Permukaan

Dijumpai berupa air sungai dan danau/ rawa yang sifat dan kondisi keairannya sangat

dipengaruhi oleh iklim, vegetasi dan karakteristik fisik batuan terhadap air. Sumber air

permukaan berupa sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun. Hal ini mengindikasikan

bahwa sumber air permukaan di wilayah ini tidak terbatas. Di wilayah Kabupaten Teluk

Bintuni terdapat 15 buah sungai yang terpanjang. Sungai Wariori merupakan sungai yang

terpanjang, yaitu 96 km. Berdasarkan penelitian sebelumnya di daerah pantai yang

mempunyai akuifer produktif dan luas penyebarannya, mempunyai debit 5 liter/ detik.

2. Air Tanah

Air tanah di daerah kajian sangat tergantung dari kondisi geologi dan morfologinya.

Berdasarkan hal tersebut dari produktifitas akuifernya, daerah kajian dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga) daerah, yaitu :

• Daerah dengan akuifer produktif, keterusan sedang-tinggi, kebanyakan dijumpai pada batuan sedimen kuarter terutama pada batuan sedimen klastik dan batuan vulkanik.

• Daerah dengan akuifer produktif sedang keterusan sedang-rendah (beragam), dijumpai pada batuan tersier.

• Daerah air tanah langka, keterusan umumnya rendah-sangat rendah, setempat air tanah dalam jumlah terbatas dapat diperoleh terutama pada daerah lembah atau zona

pelapukan batuan.

TABEL 2.7

Nama dan Luas Danau Di Kabupaten Teluk Bintuni Menurut Distrik Tahun 2006

1 Tenemot 97,50

2 Bintuni Makiri 75,00

Sumber : Kabupaten Teluk Bintuni dalam angka Tahun 2006

Bintuni

No. Nama Distrik Nama Danau Luas (Ha)

2 .1 .1 .5

Gunung Be ra pi

Gunung yang terdapat di Kabupaten Teluk Bintuni berjumlah 13 buah yang terdapat di

Distrik Manokwari, Distrik Ransiki, Distrik Anggi, Distrik Warmare, Distrik Amberbaken, Distrik

Oransbari dan Distrik Kebar. Gunung Umsini yang terletak di Distrik Warmare dan Gunung

Mamofeu adalah gunung tertinggi yang terletak di Distrik Anggi dengan ketinggian 2.950 meter

dan 2.985 meter. Untuk lebik jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.6 dibawah. Gunung – gunung

yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni tersebut tidak merupakan gunung berapi aktif.

(13)

GAMBAR 2.6

Sebaran Palung Dan Gunung Berapi Di I ndonesia

Sumber: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2005

2 .1 .1 .6

K a w a sa n Ra w a n Be nc a na Ala m

Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni terdapat kawasan gempa di daerah sesar/ patahan,

terutama di daerah pertemuan dua sesar. Kabupaten Teluk Bintuni berada dalam wilayah tektonik

yang paling aktif di dunia sebagai konsekuensi tubrukan dua

lempeng. Zona pertumbukan ini disebabkan oleh adanya suatu

ringkasan lempeng mikro yang terperangkap dalam proses

tumbukan tersebut. Akibat hal tersebut, Kabupaten Teluk

Bintuni merupakan kawasan yang rawan gempa bumi. Masalah

lingkungan yang beraspek geologi adalah suatu potensi alam

atau akibat buatan manusia yang dapat menimbulkan kerugian

atau merubah kualitas lingkungan fisik yang terjadi dalam

ruang dan waktu tertentu berdasarkan pada aspek geologi.

Masalah lingkungan beraspek geologi yang terjadi di daerah

kajian antara lain banjir, erosi, gerakan tanah dan kegempaan.

1. Banjir

Daerah kajian yang umumnya merupakan dataran perbukitan dengan landaian (gradien)

dasar sungai rendah dan berkelok-kelok, secara alami memungkinkan terjadinya banjir. Banjir

terjadi akibat curah hujan yang tidak segera

teralirkan sehingga meluap karena tidak

tertampung oleh saluran/ sungai atau akibat

kiriman dari daerah hulunya. Di daerah muara

sungai banjir ini dipengaruhi pula oleh pasang

naik air laut. Sungai-sungai yang menyebabkan

terjadinya kawasan rawan banjir di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni antara lain Sungai

Muturi, Sungai Sebyar, Sungai Tembuni, Sungai Kitero dan Sungai Kasuri.

GAMBAR 2.7

(14)

2. Erosi dan Sedimentasi

Erosi adalah proses pengikisan pada permukaan tanah atau batuan yang terjadi secara alami

terutama oleh kekuatan air. Proses tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor material

penyusunnya (meliputi sifat kekompakan, sedimentasi dan tekstur batuan/ tanah), kemiringan

lereng dan penggunaan lahan (aktifitas manusia). Erosi/ pengikisan yang terjadi di daerah

kajian terutama pengikisan pantai (abrasi) dan pengikisan tebing sungai. Sedimentasi

sebagian besar terjadi di muara sungai-sungai.

3. Gerakan Tanah

Berdasarkan pengamatan lapangan dan peneliti terdahulu, daerah kajian ditinjau dari segi

kerentanan terhadap gerakan tanahnya secara umum termasuk daerah yang relatif stabil,

walaupun terdapat beberapa daerah berbukit terjal. Dengan aktifnya Sesar Sorong dan

Ransiki mengakibatkan daerah yang tadinya stabil menjadi tidak stabil. Namun demikian

untuk memperkecil kemungkinan terjadinya bencana akibat adanya gerakan tanah,

berdasarkan kerentanan terhadap gerakan tanahnya daerah kajian dapat dibagi menjadi 3

zona, yaitu zona kerentanan gerakan tanah tinggi, menengah dan rendah (GTL, 2001).

Zona-zona tersebut adalah :

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi

Pada zona ini sering terjadi gerakan tanah, yang mana gerakan tanah lama dan baru

masih aktif bergerak akibat pengaruh curah hujan yang tinggi dan aktifnya pergerakan

sesar Sorong.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah

Tersebar setempat-setempat di daerah meliputi lembah sungai, perbukitan sebelah selatan

dan barat Kabupaten Teluk Bintuni (Distrik Amberbaken, Distrik Mubrani, Distrik Sidey,

Distrik Tanah Rubuh, Distrik Testega, Distrik Kebar, Distrik Catubouw dan Distrik Senopi).

Pada zona ini gerakan tanah dapat terjadi terutama pada daerah yang berbatasan dengan

lembah sungai atau tebing jalan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali terutama akibat

curah hujan yang tinggi.

Zona Kerentanan Gerakan Tanah Rendah

Meliputi daerah perbukitan landai. Pada zona ini gerakan tanah dapat terjadi bila terdapat

gangguan/ pemotongan lereng.

GAMBAR 2.8

pola tektonik wilayah indonesia

4. Kegempaan

Gempa bumi adalah salah satu bencana alam yang belum dapat dicegah. Usaha yang dapat

dilakukan saat ini diantaranya memperkecil atau menghindar dari bencana yang

ditimbulkannya. Salah satu upaya adalah membagi daerah gempa berdasarkan tingkat

kegempaannya, sehingga apabila akan mendirikan bangunan dirancang sesuai dengan

kekuatan gempa di daerah tersebut. Berkaitan dengan peristiwa gempa bumi yang sering

terjadi di wilayah Teluk Cendrawasih, Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah V Papua

memberikan satu analisa bahwa Kabupaten Teluk Bintuni dan sekitarnya adalah daerah yang

memiliki potensi yang sangat tinggi akan terjadinya gempa bumi, karena provinsi ini terletak

pada pertemuan dua lempengan kerak bumi, yaitu lempeng Pasifik yang bergerak ke arah

Barat (11 cm/ tahun) dan lempengan Samudera I ndonesia–Australia–Papua yang bergerak

relatif ke arah utara (7 cm/ tahun) pada Gambar 2.4. Akibat pertemuan lempengan

(15)

Lempeng Samudra Indonesia-Australia-Papua 11 cm / tahun

Lempeng Pasifik 11 cm / Tahun GAMBAR 2.9

Indo-Australia Plate (Potensi Gempa Vulkanik)

Patahan besar yang terbentuk akibat pertemuan kedua lempeng tersebut adalah Patahan

Sorong yang memanjang dari kepala burung sebelah Utara melalui Manokwari hingga Selatan

Sentani Jayapura berarah Barat-Timur, dan Patahan Ransiki berarah Utara-Selatan. Patahan

tersebut merupakan patahan (sesar) aktif dan merupakan zona sumber gempa bumi di

wilayah Kabupaten Teluk Bintuni. Bentukan patahan-patahan ini yang menimbulkan daerah

atau wilayah-wilayah yang berpotensi gempa. Sebaran daerah berpotensi gempa vulkanik ini

dapat dilihat padaGambar 2.8.

GAMBAR 2.10

Pertemuan Lempeng Di Indonesia

Sumber: Badan Meterologi dan Geofisika, 2005

GAMBAR 2.11

(16)

Pada pertemuan kedua lempeng ini terjadi subduksi atau penyusupan satu sama lain yakni

lempeng pasifik menyusup di bawah lempeng Samudera I ndonesia-Australia- Papua. Bentukan

patahan-patahan ini yang menimbulkan daerah atau wilayah-wilayah yang berpotensi gempa.

Kabupaten Teluk Bintuni merupakan daerah yang rawan bencana alam gempa bumi, karena di

beberapa Distrik dijumpai adanya sesar yaitu di Bintuni, Mendey, I door, Kuri, dan Babo. Arah

umum sebaran sesar di daerah ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: barat laut – tenggara dan

barat daya – timur laut.

GAMBAR 2.12

Wilayah Rawan Bencana Tsunami dan Global Warming

Akibat pergerakan lempeng tersebut memungkinkan terjadinya bahaya tsunami di Wilayah

Studi Gambar 2.11 dan Gambar 2.12 Berdasarkan pada Peta I soseisma I ndonesia (Beca

Carter Hoilmeg and Ferner, 1976), daerah kajian termasuk pada zona 4 dengan percepatan

maksimum 0,15 – 0,2 g untuk periode kambuh 20 tahunan. Sedangkan berdasarkan I ndeks

Bahaya Seismik Regional Rata-rata (I BSRR), yang merupakan rata-rata I ndeks Bahaya

Seismik Kumulatif (I BSK) di suatu daerah dalam selang waktu pengamatan yang

dinormalisasi 100 tahun, dinyatakan dengan satuan yang sama dengan intensitas Mercalli

(MMI ), pada peta pembagian daerah gempa Pulau Papua, kekuatan gempa daerah kajian

termasuk pada satuan VI – VI I I MMI (Modified Mercalli I ntensity) yang mana kerusakan

ringan terjadi pada bangunan kuat/ retak-retak dan gerakan terasa oleh orang yang

berkendaraan.

GAMBAR 2.13

Peta Kejadian Tsunami Di Indonesia

2 .1 .2

Sum be rda ya Ala m

2 .1 .2 .1

La ha n Da n T a na h

Kondisi lahan dan tanah di Kabupaten Teluk Bintuni akan dijabarkan berdasarkan jenis dan

intensitas pengunaan lahan, lahan-lahan kritis, klasifikasi tanah dan kedalaman efektif tanah.

Wilayah Teluk Bintuni terdiri dari jenis tanah organosol di daerah mangrove, alluvium di meander

sungai dan daerah tangkapan hujan, gleisol di daerah yang letaknya rendah dan banyak terdapat

sumber air, kambiosol dan padsolik di daerah perbukitan, serta jenis tanah renzina dan mediteran

di daerah yang berbukit yang berbatu dasar kapur. Kondisi tanah pada umumnya memiliki

kapasitas tukar kation dari sedang hingga tinggi sehingga memiliki kapasitas cukup tinggi dalam

mengikat zat hara. Kejenuhan basa yang tinggi terdapat di permukaan kemudian menurun

(17)

menurut kedalaman tanah. Pada umumnya lapisan tanah yang lebih dalam memiliki kondisi yang

masam. Kesuburan tanah cenderung mengalami kejenuhan Al dan pH yang rendah dan memiliki

kandungan bahan organik sedang serta kandungan nitrogen dengan kisaran antara 0,23 persen

hingga 1,12 persen. Kandungan fosfor relatif rendah berkisar dari 7,96 hingga 10,26 mg/ liter

serta kandungan kalium berkisar sedang hingga tinggi.

GAMBAR 2.14

Penggunaan Lahan Di Kabupaten Teluk Bintuni

Jenis dan I ntensitas Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni sebagian besar adalah hutan lebat yang

terdiri baik hutan produksi, hutan lindung, hutan perlindungan dan pelestarian (konservasi),

maupun penggunaan areal lainnya. Alang-alang dan hutan semak belukar berpotensi untuk

dikembangkan sebagai budidaya baik itu untuk perkebunan maupun untuk pemukiman.

Penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni pada tahun 2006 sebagian besar adalah

lahan untuk kayu-kayuan dengan luas 13.109 ha atau 70,34% dari luas lahan di Kabupaten

Teluk Bintuni dan Kabupaten Bintuni, yaitu menggunakan data sebelum adanya pemekaran

wilayah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.8 dan Gambar 2.14.

TABEL 2.8

Penggunaan Lahan Di Kabupaten Teluk Bintuni

No

Penggunaan Lahan

Luas (Ha)

Persentase (%)

1 Lahan Sawah 1.360,00 7,30

2 Pekarangan/halaman 185,00 0,99

3 Tegal/kebun 932,00 5,00

4 Padang rumput 764,00 4,10

5 Kolam/tambak 1.107,00 5,94

6 Lahan yang belum diusahakan 172,00 0,92

7 Lahan untuk kayu-kayuan 13.109,00 70,34

8 Perkebunan 1.008,00 0,05

Jumlah 18.637,00 100,00

Sumber : Kabupaten Teluk Bintuni Dalam Angka, 2006

Lahan- lahan Kritis

Padang rumput atau padang alang-alang yang luas merupakan lahan kritis terutama pada

musim kemarau terletak di Distrik Aranday dan Distrik Tembuni.

Klasifikasi Tanah dan Kedalaman Efektif tanah

Sesuai dengan iklim setempat, yaitu tropika humida, maka jenis-jenis tanah di wilayah ini

tergolong ke dalam tanah yang bereaksi asam. Jenis Tanah di Kabupaten Teluk Bintuni

menurut lembaga penelitian tanah adalah alluvial, mediteran, grey brown podsolik, complex of

soils, red yellow podsolik, organosol, dan latosol. Tanah jenis alluvial sesuai untuk kegiatan

pertanian, umumnya terdapat di daerah endapan sungai di sepanjang Daerah Aliran Sungai

dan rawa-rawa pantai. Tanah alluvial di Kabupaten Teluk Bintuni terbagi menjadi dua, yaitu

endapan alluvial tua dan endapan alluvial muda. Endapan alluvial tua berasal dari material

perombakan gunung Arfak dan banyak terdapat di lereng pegunungan dan teras Plateau, serta

tersebar secara sporadis. Endapan alluvial muda sebagian besar terdapat di sepanjang Daerah

Aliran Sungai (DAS) dan merupakan tanah yang subur. Jenis tanah podsolik dapat

dikembangkan sebagai lahan pertanian. Kedalaman efektif tanah adalah batas kedalaman yang

dapat ditembus oleh akar tanaman untuk menyerap unsur hara. Semakin dalam lapisan tanah

maka semakin besar pula kemungkinan tumbuhnya tanaman keras, sebaliknya bila tingkat

kedalaman efektif tanah amat dangkal, maka tanaman yang memiliki perakaran dangkal saja

dapat tumbuh. Berdasarkan kriteria tersebut. Tingkat kedalaman efektif tanah digolongkan

(18)

a. Kedalaman kurang dari 25 cm (dangkal)

b. Kedalaman antara 26-50 cm (agak dangkal)

c. Kedalaman antara 50-100 cm (sedang)

d. Kedalaman antara 101-150 cm (agak dalam)

e. Kedalaman lebih dari 150 cm (dalam)

Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni secara umum mempunyai kedalaman efektif tanah > 25 cm.

Kedalaman ini hampir merata di seluruh wilayah Kabupaten.

2 .1 .2 .2

Air

Kabupaten Teluk Bintuni memiliki potensi sumberdaya air permukaan berasal dari sungai

dan danau. Arah aliran sungai di Kabupaten Teluk Bintuni umumnya Selatan ke Utara dan

bermuara di Samudera Pasifik. Air permukaan yang mengalir di sungai ada umumnya selalu berair

sepanjang tahun sebagai akibat hasil peresapan tanah dalam mengumpulkan air hujan yang

membentuk pola aliran ada daerah lebih tinggi ke daerah rendah sehingga membentuk aliran air

yang turun dari gunung. Aliran air ini diperkirakan berasal dari hujan yang meresap ke dalam

tanah, dan selebihnya mengalir sebagai air permukaan.

Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Teluk Bintuni mengelola satu mata air dan 6

sumur dalam dengan kapasitas terpasang rata-rata 5 liter per detik, dan produksi air sebanyak

1.296 meter kubik untuk melayani pelanggan sebanyak 100 yang terdiri dari rumah tangga 80

kepala keluarga, niaga 14 perusahaan, 2 kantor, dan untuk sosial sebanyak 4 buah. Pelayanan

terhadap rumah tangga belum maksimal karena dari 838 kepala keluarga yang tinggal di kota

Bintuni yakni Distrik Bintuni Barat dan Bintuni Timur yang dapat dilayani sebanyak 80 kepala

keluarga atau 9 persen dan masih cukup tingginya tingkat kebocoran dalam distribusi air yaitu

mencapai 25 persen pada tahun 2005.

Sistem distribusi air yang dilakukan dengan 2 cara yaitu ditampung dalam reservoir

kemudian di pompa dengan generator untuk didistribusikan ke pelanggan dan atau dipompa

dengan generator langsung didistribusikan ke pelanggan. Terdapat 7 sumber mata air bagi

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang tersebar di Kota Bintuni, yaitu di:

• belakang Kantor Bupati dengan volume 2,5 liter per detik dan dilengkapi reservoir 3 x 3

meter namun mata air ini kering jika pada musim kemarau.

• belakang Kantor BP Bintuni dengan volume 5 liter per detik dan reservoir 1x 2 meter

namun mata air ini akan kering saat musim kemarau.

• depan SMP Negeri atau di belakang Sinar Comp dengan volume 5 liter per detik dan

reservoir 2 x 2 meter namun saat kemarau kering.

Kondisi Tanah Bukit di Kota Teluk Bintuni

(19)

• belakang Kantor Distrik Bintuni mempunyai volume sebanyak 5 liter per detik dan hanya

didistribusikan 2 hari sekali selama 1atau 2 jam karena masyarakat belum bersedia

membayar ongkos operasional.

• belakang SD I npres Kali Kodok atau di Belakang Dinas Perekonomian Daerah diperkirakan

volumenya sebanyak 5 liter per detik dan sedang tahap uji coba dengan generator

didistribusikan untuk 28 kepala keluarga namun belum dibangun reservoir.

• kampung Sibena kilometer 5 tepatnya di belakang rumah salah satu penduduk dengan

volume 5 liter per detik namun belum didistribusikan kepada masyarakat meskipun

sebagian pipa distribusi telah terpasang dari Sebena mengarah ke Kampung Gayabaru dan

belum dibangun reservoir.

• kampung Lama Bina Desa dengan volume 5 liter per detik dan sedang tahap pemasangan

jaringan pipa namun belum dilengkapi dengan generator dan dibangun reservoir.

2 .1 .2 .3

U da ra

Kondisi udara di Kabupaten Teluk Bintuni relatif masih bersih dan belum terjadi polusi

udara. Polusi udara mulai dirasakan di distrik Bintuni yang merupakan pusat pemerintahan dan

administrasi Kabupaten Teluk Bintuni, terutama pada waktu siang hari sebagai akibat semakin

bertambahnya jumlah kendaraan bermotor karena pertambahan jumlah penduduk dan

munculnya beberapa industri pertambangan yang mulai meningkatkan polusi. Namun tingkat

polusi udaranya masih rendah.

2 .1 .2 .4

T a m ba ng Da n M ine ra l

Pulau Papua sejak dahulu dikenal sebagai daerah yang kaya akan sumberdaya minyak dan

gas bumi serta bahan mineral tambang lainnya, demikian pula dengan Kabupaten Teluk Bintuni.

Namun demikian, potensi tambang di Kabupaten Teluk Bintuni sebagian besar belum

dimanfaatkan secara optimal meskipun secara umum potensi kandungan deposit dan cadangan

yang ada cukup besar. Hambatan yang dihadapi dalam pengembangan usaha bidang

pertambangan di Kabupaten Teluk Bintuni adalah masih kurang tersedianya sarana dan prasarana

yang dapat menunjang pengembangan di bidang usaha pertambangan.

Berdasarkan Peta Geologi Papua, potensi bahan galian yang ada di Kabupaten Teluk

Bintuni antara Lain batu bara, timah hitam, tembaga, mika, perak, nikel, zink, minyak bumi,

marmer, dan uranium. Potensi timah putih dan emas terdapat di Distrik Amberbaken ( sepanjang

sungai Waituri dan sungai Warsayomi) dengan volume cadangan sebesar 345.685 Ppm, serta di

Distrik Anggi (kampung Bomas, kampung Sutera dan danau Anggi Giji) dengan volume cadangan

belum diketahui. Potensi tembaga dan seng terdapat di Distrik Amberbaken dan Distrik Anggi,

namun kandungan potensinya belum diketahui secara pasti. Potensi timah hitam berada di Distrik

Amberbaken dan Distrik Masni. Potensi Uranium berada di Distrik Anggi dengan volume cadangan

belum diketahui.

Kondisi pipa PDAM di Kabupaten Teluk Bintuni

(20)

Pipa gas alam

Potensi bahan galian lainnya yang terdapat di Kabupaten Teluk Bintuni antara lain batu

gamping, lempung, granit, pasir kuarsa, dan batu gunung api. Sebagaian potensi bahan tambang

di Kabupaten Teluk Bintuni telah diiusahakan dalam kawasan pertambangan. Yang telah di

usahakan antara lain tembaga, emas, seng, dan batu bara. Kawasan pertambangan di Kabupaten

Teluk Bintuni. Kegiatan penambangan bahan galian yang dilakukan terdiri atas beberapa

daerah/ wilayah penguasaan tergantung keadaan penggolongan/ jenis bahan galian yang

diusahakan, meliputi :

• Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP) minyak dan gas bumi

• Kuasa pertambangan (KP), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan Kontrak Karya (KK) untuk batubara dan emas

• Kuasa Pertambangan Skala Kecil (KPSK)

• Wilayah pertambangan berdasarkan atas Surat I zin Pertambangan Daerah (SI PD)

Penggunaan lahan kawasan pertambangan terdiri atas lahan dalam status eksploitasi,

wilayah cadangan endapan bahan galian, wilayah explorasi,dan wilayah untuk pengolahan dan

penimbunan termasuk jalur pengangkuatan dan penyaluran bahan tambang. Pengusahaan dan

pemanfaatan bahan galian yang terdapat di Provinsi Papua dan I rian Jaya Barat, termasuk

Kabupaten Teluk Bintuni dilaksanakan melalui penerbitan Surat Keputusan KP untuk bahan galian

strategis minyak dan gas bumi oleh Pemerintah Pusat, bahan galian strategis batubara dan bahan

galian golongan vital (emas) oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dan bahan galian golongan

C melalui Surat I zin Penambangan Daerah (SI PD) oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.

2 .1 .2 .5

M inya k Da n Ga s Bum i

Potensi terbesar di Kabupaten Bintuni yaitu gas alam dengan

cadangan 14,3 TCF. Selain itu juga terdapat potensi minyak bumi.

Potensi gas alam (LNG) saat ini telah dimulai tahapan penambahan

luas pertambangan gas alam cair oleh BP Tangguh yang akan

beroperasi tahun 2008. Pengeboran ini mengambil kawasan di lepas

pantai (offshore) dan daratan (onshore) di sekitar kawasan Teluk

Bintuni. Secara administratrif, lokasi Proyek LNG Tangguh ini tercakup

ke dalam tiga wilayah yaitu Kabupaten Teluk Bintuni, Fak-fak dan

Sorong Provinsi I rian Jaya Barat Seperti telah diuraikan sebelumnya, eksploitasi gas bumi oleh BP

Tangguh ini berpotensi menghasilkan polusi. Sebaliknya dapat pula menjadi pemicu

perkembangan wilayah disekitar pertambangan. Kegiatan eksploitasi gas alam ini, selain

berdampak pada lingkungan juga berdampak pada sosial, kesehatan, dan keamanan.

Dampak – dampak tersebut antara lain (Andal Kegiatan terpadu LNG Tangguh, 2002) :

 Pelepasan hak ulayat atas 3.266 ha tanah tradisional dari suku Simuri (marga wayuri, simuni,

dan soway)

 Terhambatnya akses ke sumber alam, seperti perikanan, perburuan, pengumpulan sagu, dan

daerah hutan sebagai akibat dilepaskannya hak ulayat tanah, dan adanya kawasan tertutup

untuk tujuan keselamatan

 Perubahan gaya hidup dan pola/ tingkat penghasilan

 Pengaruh dari permukiman kembali desa

 Meningkatnya kondisi kesehatan masyarakat di sekitar daerah proyek

 Pengembangan sumber daya manusia

 Terhambatnya lalu lintas pelayaran laut setempat sebagai akibat adanya kawasan tertutup

untuk tujuan keselamatan di perairan sekitar daerah pelabuhan laut khusus Kondisi Proyek BP Tangguh

(21)

 Meningkatnya potensi konflik dan kecemburuan sosial

 Perubahan norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat

 Peluang mengalirnya pendatang dari luar daerah ke tanah adat suku Simuri yang

mengakibatkan konflik sosial, pemakaian tanah secara liar, perladangan berpindah.

 Penyerapan tenaga kerja bagi warga sekitar proyek

2 .1 .2 .6

H ut a n

Kehutanan merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Kabupaten

Teluk Bintuni dan juga perekonomian nasional. Sebagai pengahasil devisa, sektor kehutanan dan

industri turunannya menjadi salah satu modal pembangunan

ekonomi di daerah ini. Peruntukan kawasan hutan terbagi

menjadi Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Produksi

terbatas, Hutan Produksi yang dapat dikonversi, Hutan

Perlindungan dan Pelestarian Alam, dan areal penggunaan

lainnya. Persentase terbesar adalah kawasan hutan

perlindungan dan pelestarian alam dan hutan produksi terbatas.

Hutan perlindungan dan pelestarian alam lebih dari 50% bagiannya berada di Distrik Kebar. Dari

kedua tabel di atas, walaupun terdapat perbedaan jumlah pada beberapa jenis pengunaan

hutannya karena perbedaan sumber data (hutan Produksi, HA, Hutan Lindung, dan Jumlah total),

tetapi dari tabel tersebut paling tidak didapat informasi

bahwa sebelum tahun 2003 total areal hutan di Kabupaten

Teluk Bintuni menunjukan kecenderungan menurun tetapi

sejak tahun 2003 total areal hutan ini mulai tetap (dapat

dipertahankan). Sedangkan dari total wilayah hutan yang ada,

paling banyak berada di wilayah Distrik Kebar dengan

penggunaan paling banyak untuk hutan perlindungan dan

pelestarian alam (HPA)

Peruntukan kawasan hutan terbagi menjadi Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Produksi

Terbatas, Hutan Produksi yang dapat dikonversi, Hutan Perlindungan dan Pelestarian Alam, dan

areal penggunaan lainnya. Luas kawasan hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

TABEL 2.9

Luas Kawasan Hutan Di Kabupaten Teluk Bintuni

No. Kawasan Hutan Luas (Ha) %

1 Hutan Lindung 149.125,00 8,17

2 Hutan Produksi 482.215,00 26,43

3 Hutan Produksi Terbatas 531.687,50 29,14 4 Hutan Produksi Konversi 484.449,50 26,55 5 Hutan Perlindungan dan Pelestarian Alam 131.312,50 7,20 6 Arel Penggunaan Lainnya 45.562,50 2,50

Jumlah 1.824.352,00 100,00

Sumber: Pemda Kab. Teluk Bintuni, 2005

Melihat data pada tabel, terlihat persentase terbesar adalah kawasan hutan produksi terbatas

(29,14% ) dan hutan produksi konversi (26,55% ). Hutan Produksi berdasarkan peruntukannya di

sepanjang pesisir Distrik Babo, di Pedalaman Distrik Aranday dan sedikit di perbatasan antara

Distrik Bintuni dan Distrik Ransiki. Sedangkan hutan produksi yang dapat dikonversi berada

hampir disetiap distrik di Kawasan Teluk Bintuni mengitari teluk mulai dari Distrik Kokas

(Kabupaten Fak-fak) hingga Distrik Aranday. Kawasan Hutan di Kabupaten Teluk Bintuni.

Kawasan hutan di Kabupaten Teluk Bintuni banyak mengahasilkan kayu yang di olah

menjadi kayu lapis dan bahan bangunan. Hasil Produksi sebagian besar digunakan untuk

kebutuhan lokal, regional, antar pulau, maupun diekspor ke luar negeri dalam bentuk playwood

pengolahan hutan dilakukan melalui rogaram HPH dan HTI , rogram reboisasi, dan progaram Kondisi hutan dan Hasil

(22)

rehabilitasi lahan hutan. Produksi hasil hutan memberikan kontribusi cukup besar terhadap

perekonomian Kabupaten Teluk Bintuni. Beberapa jenis hasil hutan yang menjadi sumber

pendapatan daerah antara lain kayu chip, kayu bulat, dan kayu gergajian. Penurunan hasil

produksi ini kemungkinan disebabkan sebagian HPH melakukan rasionalisasi antara lain melalui

pengurangan kapasitas produksi. Selain itu, penurunan produksi hasil hutan kemungkinan juga

disebabkan oleh semakin sulitnya pencapaian pusat produksi kayu akibat berkurangnya luas

hutan dan keabijakan pasar internasional yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan

pembangunan berkelanjutan.

TABEL 2.10

Daftar Produksi Hasil Hutan Kabupaten Teluk Bintuni Bulan Januaris/ d Agustus 2005

PT. Wukirasari 4.117 2.053 213 0 6.382

PT. Agoda Rimba Irian 0 0 0 0 0

PT. Teluk Bintuni Mina Agro Karya 24.587 11.380 0 0 35.967

PT. Rimbakayu Arthamas 0 0 0 0 0

PT. Manokwari Mandiri Lestari 17.533 128 0 0 17.661

PT.Bintuni Utama Murni Wood Industries 0 0 0 84.706 84.706

PT. You Lim Sari 8.658 12.043 167 0 20.868

JUMLAH 54.894 25.603 379 84.706 165.583

Kayu Olahan (m3)

Gergajian Moulding Veneer

Chips

PT. Agoda Rimba Irian 0 0 0 0

PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 0 0 0 24.535

PT. Biak Veneer Jaya 0 0 514

CV. Yomajo 0 0 0

Sumber : Pemda Kabupaten Teluk Bintuni, 2005

2 .1 .2 .7

K e a ne k a ra ga m a n H a ya t i

Pulau Papua dikenal sebagai salah satu pulau di dunia yang memiliki tingkat

keanekaragaman hayati yang sangat bervariasi. Karenanya, pulau ini dikenal sebagai daerah

konservasi dan perlindungan alam bertaraf internasional dan banyak diminati oleh peneliti baik

dari dalam maupun dari luar negeri. Keanekaragaman hayati Pulau Papua belum semuanya

dikenali dan terdata secara lengkap. Dalam rangka memudahkan dalam pendataan dan

pengenalan keanekaragaman hayati tersebut, diperkenankanlah konsep kawasan ecoregion.

Ecorgion merupakan suatu kesatuan besar dari daratan dan lautan dan kehidupan dari beragam

karakteristik spesies, komunitas, dinamika dan kondisi lingkungan. Satu kawasan ecoregion

memiliki karakteristik atau ciri-ciri berupa ketergantungan dan keterkaitan yang kuat antar

sumberdaya hayati dan ekosistem pada skala region dimana menuntut penanganan konservasi

yang koordinatif antar wilayah. Penanganan konservasi yang dimaksud lebih dititikberatkan pada

pendekatan wilayah ekologi dari pada wilayah politik maupun administrasi pemerintahan. Suatu

kawasan dapat dikatakan sebagai satu ecoregion jika memiliki Ecological and Evolusionary

Process dimana kawasan yang dilindungi dalam jejaring harus cukup besar, distribusinya harus

cukup luas, dan kontrol antar batas atas kegiatan yang terjadi di luar kawasan perlindungan harus

cukup kuat untuk menjamin keberlanjutan proses ekologi dan evolusi yang merupakan kekhasan

ecoregion tersebut.

Burung Alap-alap layang Falco cenchroides S. Wasian

Anis Puyuh Ajax Cinclosoma ajax S. Wasian

Belibis Kembang Dendrocygna arcuata S. Kelapa Tiga

Camar Stercorarius pomarinus Muara S. Wasian, Cagar Alam

Cangak Laut Ardea sumatrana Net S. Saengga

Cenderawasih

Dara Laut Kecil Sterna albifrons Muara S. Wasian/ Bintuni

Dara Laut Putih Gygas alba Cagar Alam, di per-airan teluk terbang mengikuti kapal udang

(23)

Lanjutan dari Tabel 2.11

Elang Bondol Haliastur indus S. Wasian/Bintuni, Wagura Elang Laut Haliaeetus

Aythya australis K. Manunggal jaya, K. Weriagar

Itik Penelope Anas penelope K. Manuggal jaya Julang Papua Rhyticeros plicatus K. Manuggal jaya

Kakatua Putih Besar Jambul Kuning

Cacatua galerita K. Taroi, K. Manunggal Jaya, Wagura

Kakatua Raja Probociger

Lorius lory S. Wasian/ Bintuni, Base camp PT Yotefa, K. Taroi, SP IV Bintuni, K.Tofoi, Wagura

Kasuari Kerdil Casuarius bennetti Net NeT Kampung Taroi, K. Saengga

Kuntul Karang

Goura cristata V K. Taroi, K. Tofoi, K. Wagura

Mambruk Selatan Goura scheepmakeri

V K. Wagura

Merpati Hutan Columba vitiensis K. Manunggal jaya Nuri Aru Chalcopsitta

scintilata

K. Manunggal jaya

Nuri Bayan Eclectus roratus K. Taroi Nuri Kelam Pseudeos fuscata K. Tofoi (Babo)

Lanjutan dari Tabel 2.11

Pergam Pinon Ducula pinon S. Kelapa Tiga (ke arah hulu Kali Bintuni), K. Manunggal jaya, K.

Walet Sapi Colacalia esculenta S. Wasian/Bintuni, S. Kelapa Tiga

Mamalia Babi Hutan Sus scrofa K. Taroi

Kelelawar Besar Pteropodidae K. Manunggal jaya, Wagura Kuskus Bertutul Spilocuscus

Rusa Cervus timorensis K. Taroi (Arandai), K. Manunggal jaya, K. Tofoi (Babo), Wagura

Walabi Hutan Biasa Dorcopsis veterum K. Saengga, K. Wagura

Reptil Buaya Muara/Laut Crocodylus porosus V K. Saengga, K. Wagura

Buaya Air Tawar Irian

Crocodylus novaeguineae

K. Wagura

Sumber: Atlas Sumberdaya Pesisir Kawasan Teluk Bintuni, 2003

Kawasan Teluk Bintuni nampaknya merupakan daerah pencarian pakan (winter ground)

dari beberapa jenis burung pengembara (migran). Ratusan Burung Pelican (Pelecanus

conspicillatus) dan Umukia Raja (Tadorna rajah) terdapat pada daerah pasir panjang yang

terbentang antara I rarutu-Tembuni-Aranday. Menurut informasi dari masyarakat setempat

burung-burung tersebut akan datang pada bulan April - Mei dan kemudian pergi pada bulan

Desember saat musim ombak. Menurut Beehler et. al. (2001) burung-burung tersebut berbiak di

Australia dan mengembara sampai ke I ndonesia, terutama muncul dalam jumlah besar selama

(24)

Adanya migrasi burung-burung pada bulan tertentu ini dapat memberikan keuntungan

bagi penduduk setempat seperti penduduk dapat menangkar untuk dibudidayakan. Selain itu,

adanya burung pada bulan-bulan tertentu dapat dijadikan sebagai objek wisata maupun

penelitian. Hal ini dapat sebagai salah satu potensi pendapatan wilayah ini. Di segi lain juga

dikhawatirkan hewan-hewan ini membawa bibit penyakit seperti virus flu burung atau lainnya,

sehingga perlu diwaspadai mengenai hal tersebut. Konsentrasi burung dalam jumlah banyak

dijumpai juga di perairan teluk di mana kapal-kapal udang beroperasi

menjaring udang. Ratusan Burung Dara Laut Kecil (Sterna albifrons)

nampak terbang mengikuti kapal sambil menyergap ikan yang

terperangkap dalam jaring. Sebagian dari burung-burung tersebut

juga nampak bertengger pada tali-temali tiang kapal. Konsentrasi

jenis-jenis burung lain di jumpai pula di Sub DAS Sebyar dan Sub DAS

Wagura. Dua jenis burung yang dijumpai yaitu I tik Penelope (Anas

penelope) dan I tik Mata Putih (Aythya australis) diduga merupakan

jenis pengembara (migran).

Perencanaan pembangunan tata guna lahan untuk wilayah Teluk Bintuni hendaknya tidak

mengganggu ekosistem yang ada termasuk tidak mengganggu satwa yang terdapat didalamnya.

Kerusakan atau hilangnya suatu habitat akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem sehingga

dapat menimbulkan dampak negarif bagi siklus kehidupan. Kegiatan-kegiatan yang dapat

merusak habitat seperti yang telah dikemukakan di atas yaitu adanya lahan berpindah dan illegal

logging, sehingga perlu adanya pemberian sangsi dan diperlukan kebijakan untuk mengatur

pemanfaatan hutan tanpa merusak kelestarian ekosistem. Selain itu suatu kawasan dapat

menjadi satu ecoregion bila memiliki Resiliency yaitu kawasan yang dipilih secara khusus karena

diketahui atau diduga sebagai sumber benih penting bagi bagian lain dalam ecoregion tersebut.

Kawasan tersebut juga harus meliputi daerah dengan tingkat survival atau pemulihannya tinggi

setelah adanya suatu dampak. Sebagai salah satu negara kepulauan beriklim tropis yang memiliki

keanekaragaman sumberdaya hayati kelauatan sangat tinggi, wilayah perairan laut I ndonesia

dapat dikelompokan menjadi 4 ecoregion. Kabupaten Teluk Bintuni termasuk ke dalam kelompok

ecoregion Solomon Bismark Seas.

Kawasan ini meliputi perairan kepulauan Solomon dan perairan sebelah Utara Pulau Papua

termasuk sebelah Utara Provinsi Papua I ndonesia. Ekosistem yang terdapat pada MPA kelompok

ecoregion Solomon Bismark Seas di Kawasan Laut Kabupaten Teluk Bintuni antara lain ekosistem

hutan tropis daratan pulau, ekosistem hutan pantai, ekosistem padang lamun, ekosistem sungai

dan ekosistem terumbu karang. Keanekaragaman ekosistem di dalam kawasan menjadikan

Kabupaten Teluk Bintuni sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa, baik yang terdapat

di darat maupun di perairan. Tercatat 46 jenis vegetasi daratan pulau, mulai dari vegetasi hutan

pantai sampai vegetasi hutan pegunungan daratan pulau (ketinggian 467 m dpl), antara lain

beberapa jenis tumbuhan bakau (Avicena spp., Rhyzopora spp., Brugulera spp.),Baringtonia spp.,

Nipah (Nypa fructican), Sagu (Metroxylon sago), Pandan (Pandanus sp.) Cemara Pantai

(Casuarina equisetifolia), Ketapang (Terminalia catapa), Xylocarpus granatum, dan lain-lain.

Sedangkan keanekaragaman jenis satwa yang terdapat di Kabupaten Teluk Bintuni, antara lain :

coral (terumbu karang) sebanyak 200 jenis, ikan sebanyak 355 jenis, molusca sebanyak 153 jenis,

reptil sebanyak 5 jenis, mamalia air sebanyak 3 jenis, dan aves (burung) sebanyak 37 jenis.

Kawasan pesisir Kabupaten Teluk Bintuni umumnya dikelilingi oleh rataan terumbu karang yang

luas dengan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi dan merupakan salah satu asset bagi

pengembangan kegiatan pariwisata bahari. Pada ekosistem terumbu karang, terdapat 67 genera

dan sub genera terumbu karang serta 183 jenis karang scleretania yang tersebar pada 18 tepi

pulau besar maupun kecil. Persen penutupan karang berbeda untuk setiap lokasi dan dipengaruhi

antara lain oleh tingkat intervensi masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam.

Ekosistem terumbu karang pada umumnya terbagi menjadi 2 (dua) zona, yaitu zona

rataan terumbu (reef flat) dan zona lereng terumbu (reef slope). Zona rataan terumbu pada sisi

dekat garis pantai (daerah intertidal) hanya didominasi oleh substrat pasir dan lamun. Pada zona

ini, beberapa jenis karang mulai terlihat terutama dari marga Porites, Acropora, Poccilopora dan

Favites. Hamparan terumbu karang yang luas dapat dijumpai di beberapa pulau, seperti Pulau

Pepaya, Matas dan Tridacna Atol. Pada beberapa Pulau, zona rataan terumbu karang mempunyai

ciri khas tersendiri, antara lain koloni Blue Coral (Helophra corerulea), karang lunak (soft coral)

dari jenis Sacrophyton sp., Gorgonion (Anthipates sp. dan Gorgonaceae). Pada hamparan

terumbu karang tersebut, terdapat 2 (dua) tipe reef slope, yaitu reef slope yang landai dan

berbentuk tubir (drop off). Jenis Karang yang dapat dijumpai pada zona reef slope antara lain

Laptoseris spp., Monthipora spp., Oxyphora spp., Pachyseris spp. dan Mycedium elephantathus

Gambar

GAMBAR 2.5Peta Sebaran Tanah di Indonesia
GAMBAR 2.12Wilayah Rawan Bencana Tsunami dan Global Warming
GAMBAR 2.14Penggunaan Lahan Di Kabupaten Teluk Bintuni
TABEL 2.11Jenis Satwa Di Kabupaten Teluk Bintuni
+7

Referensi

Dokumen terkait